bab ii tinjauan pustaka a. bullyingrepository.ump.ac.id/4430/3/devi kurnia bab ii.pdftinjauan...
TRANSCRIPT
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bullying
1. Pengertian
Bullying merupakan sebuah kondisi dimana telah terjadi
penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan yang dilakukan oleh
perseorangan ataupun kelompok. Penyalahgunaan kekuatan atau
kekuasaan dilakukan pihak yang kuat tidak hanya secara fisik saja tetapi
juga secara mental (SEJIWA, 2008). Istilah bullying merupakan suatu
istilah yang masih terdengar asing bagi kebanyakan masyarakat di
Indonesia, walaupun pada kenyataannya perilaku tersebut telah terjadi
dalam kurun waktu yang lama dan terjadi di berbagai segi kehidupan
termasuk juga dunia pendidikan. Padahal tindakan bullying merupakan
suatu fenomena yang tersebar di seluruh dunia (Sari Pedriatri, 2013)
Bullying merupakan suatu pola perilaku yang bersifat negatif yang
dilakukan secara berulang-ulang dan bertujuan negatif pula. Perilaku
tersebut mengarah langsung dari anak yang satu ke anak yang lain karena
adanya ketidakseimbangan kekuatan (Olweus dalam focus on bullying).
”Bullying is agresife, hurt full, and sometimes violent behavior that always
involves an imbalance of power or strengeth” (Kathy, 2010). Bullying
yaitu sebagai sebuah keinginan untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan
dalam sebuah tindakan untuk membuat seseorang menderita dan dilakukan
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
20
secara langsung oleh perorangan maupun kelompok yang lebih kuat, tidak
bertanggung jawab, berulang kali, dan disertai dengan perasaan senang
(Astuti, 2008).
Bullying adalah penyalahgunaan kekuatan yang disengaja dan
berulang-ulang oleh seorang anak atau lebih terhadap anak lain, dengan
maksud untuk menyakiti atau menimbulkan perasaan tertekan dan stres
(Soedjatmiko, 2013). Bullying adalah kekerasan fisik, verbal, atau
relational dilakukan berulang-ulang kepada seseorang yang tidak dapat
membela dirinya. Perilaku ini biasanya diarahkan secara langsung kepada
target dan dilakukan sepanjang waktu, ini melibatkan adanya perbedaan
kekuatan antara target dan pelaku (Olweus, 1993 dalam Sitasari, 2016).
Berdasarkan beberapa pengertian tentang bullying di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa bullying merupakan suatu bentuk tindak
kekerasan yang bertujuan untuk menyakiti seseorang dengan unsur
kesengajaan yang dilakukan secara berulang-ulang dan dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kekuasaan lebih kuat
terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih lemah.
2. Karakteristik Bullying
Adanya ketidakseimbangan kekuasaan dalam sekolah
memungkinkan menimbulkan tindakan bullying. Rigby (2007),
mengungkapkan beberapa alasan orang melakukan tindakan bullying,
antara lain:
a. Mereka merasa mampu untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
21
b. Agresif dan impulsif, menganggap bullying adalah tindakan yang
“keren” dan menyenangkan.
c. Memiliki tingkat empati yang relatif rendah.
d. Berpikir bahwa beberapa orang (seperti kelompok yang berbeda etnis
atau ras) memang layak untuk diganggu.
e. Merasa tidak dihargai oleh orang lain dan terlalu dikekang oleh orang
tua.
f. Suasana yang membosankan di sekolah.
Menurut Rigby (2007), tindakan bullying mempunyai tiga
karakteristik yang terintegrasi, yaitu ada perilaku agresi yang
menyenangkan pelaku untuk menyakiti korban, tindakan itu dilakukan
secara tidak seimbang, sehingga menimbulkan perasaan tertekan pada
korban dan perilaku itu dilakukan secara berulang-ulang atau terus
menerus. Astuti (2008) mengatakan bahwa sekolah adalah tempat di mana
siswa dapat melakukan tindakan bullying dengan atau tanpa pengawasan
guru. Tempat yang umum terjadi tindakan bullying adalah di halaman
sekolah, di kelas, di kamar mandi sekolah, di kantin, dan sepanjang jalan
antara sekolah dan rumah.
Astuti (2008) juga mencirikan sekolah yang mudah terdapat kasus
bullying pada umumnya berada dalam situasi sebagai berikut:
a. Sekolah dengan ciri perilaku diskriminatif baik dikalangan guru
maupun siswa.
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
22
b. Kurangnya pengawasan dan bimbingan etika dari para guru dan
petugas sekolah.
c. Sekolah dengan kesenjangan besar antara siswa kaya dan miskin.
d. Adanya kedisiplinan yang sangat kaku atau yang terlalu lemah.
e. Bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten.
3. Karakteristik Pelaku dan Korban Bullying
Pelaku bullying adalah anak-anak yang tidak memiliki rasa takut
atau perasaan takut mereka rendah. Adapun korban ialah anak-anak yang
tidak dapat melawan ketika diancam. Melalui tindakan bullying anak juga
dapat mengalihkan rasa dendam terhadap orang lain kepada korban (Jahja,
2011). Bully atau pelaku bullying adalah seseorang yang secara langsung
melakukan agresi baik fisik, verbal atau psikologis kepada orang lain
dengan tujuan untuk menunjukkan kekuatan atau mendemonstrasikan
kekuatan yang mereka miliki pada orang lain.
Khalsa (2008) mengatakan bahwa bullies lahir di rumah tetapi
korban sering muncul di sekolah. Bullies muda biasanya mempelajari cara
berperilaku terhadap orang lain yang tidak sehat sejak kecil. Bullies kecil
adalah anak hasil dari penurunan percaya diri awal, menganggap diri
mereka “besar” hanya jika dapat memperlihatkan penyalahgunaan
kekuatan mereka. Rasa percaya diri anak sering turun, sehingga
mnyebabkan agresi tersembunyi.
Astuti (2008) menyebutkan ciri-ciri pelaku dan korban bullying,
antara lain:
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
23
a. Ciri pelaku bullying, yaitu:
1) Hidup berkelompok dan menguasai kehidupan sosial siswa di
sekolah.
2) Menempatkan diri di tempat tertentu di sekitar lingkungan sekolah.
3) Merupakan tokoh populer di sekolah.
4) Gerak-gerik seringkali dapat ditandai dengan: sering berjalan di
depan, sengaja menabrak, berkata kasar, menyepelekan atau
melecehkan.
b. Ciri korban bullying, yaitu:
1) Pemalu/pendiam/penyendiri.
2) Kurang unggul dalam bidang akademik.
3) Mendadak menjadi penyendiri/pendiam.
4) Sering tidak masuk sekolah dengan alasan yang tidak jelas.
5) Berperilaku aneh atau tidak biasa (takut/marah tanpa sebab,
mencoret-coret).
4. Bentuk Bullying
Menurut Rigby (2007), bullying yang dilakukan oleh sekelompok
orang maupun perseorangan dapat diklasifikasikan, sebagai berikut:
a. Bullying verbal adalah bentuk paling umum dari tindakan bullying,
cara yang dilakukan melalui bullying verbal dapat bermacam-macam
dari kata-kata secara halus sampai kasar, dari nama panggilan (name
calling) yang menghina, atau dengan penggunaan kata-kata kasar,
sindiran dan kritikan dari siswa yang lebih tua dan orang dewasa.
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
24
b. Bullying nonverbal terjadi ketika pelaku berusaha untuk menyakiti
seseorang tanpa menampakkan diri atau mengungkapkan identitas diri.
Bullying gestural, dapat lebih bermacam-macam dari tanda jari dan
lidah yang dijulurkan kemudian melirikkan mata dengan wajah yang
sinis. Biasanya di dalam lingkungan sekolah, bullying secara fisik
paling umum dilakukan oleh anak laki-laki.
c. Bullying relasional lebih mengandalkan untuk membuat korban merasa
kurang nyaman dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa senang
pada pelaku. Bullying dalam bentuk ini biasanya lebih sering dilakukan
oleh anak perempuan.
Tidak jauh berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh Rigby,
Astuti (2008) juga mengklasifikasikan bentuk bullying menjadi dua jenis,
yaitu:
a. Bullying Fisik
Bullying fisik adalah jenis bullying yang kasat mata, siapapun bisa
melihat karena terjadi sentuhan atau kontak fisik antara pelaku dan
korban (Sugiariyanti, 2010). Contoh: menggigit, menarik rambut,
memukul, menendang, mengunci dan mengintimidasi korban di
ruangan atau dengan mengitari, memelintir, menonjok, mendorong,
mencakar, meludahi, mengancam, merusak kepemilikan.
b. Bullying Non-Fisik
Terbagi dalam bentuk verbal dan nonverbal, yaitu:
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
25
1) Verbal: bullying verbal adalah bentuk bullying yang juga bisa
terdeteksi karena melalui kata-kata dan bisa tertangkap indera
pendengaran (Sugiariyanti, 2010). Contoh: meledek, memaki,
menghina, menuduh, mengejek, mengancam atau mengintimidasi,
menghasut, berkata tidak sopan pada korban, menyebarluaskan
kejelekan korban.
2) Non-Verbal: disebut pula bullying psikologis, adalah jenis bullying
yang berbahaya karena tidak tertangkap mata atau telinga kita jika
tidak cukup peka untuk mendeteksi. Bentuk bullying seperti ini
terjadi secara diam-diam dan di luar pemantauan guru
(Sugiariyanti, 2010). Terbagi menjadi dua, yaitu:
a) Langsung: gerakan (tangan, kaki, atau anggota badan lain)
kasar atau mengancam, menatap, muka mengancam,
memandang sinis, menggeram, hentakan mengancam,
mencibir, dan menakuti.
b) Tidak Langsung: diantaranya adalah mengasingkan, tidak
mengikutsertakan, mendiamkan, mengucilkan, curang, dan
sembunyi-sembunyi.
5. Faktor Penyebab Terjadi Bullying
Banyak faktor penyebab mengapa seseorang melakukan bullying.
Umumnya siswa yang melakukan tindakan bullying karena merasa
tertekan, terancam, terhina, dendam, dan sebagainya. Menurut Sugiariyanti
(2010), penyebab terjadinya tindakan bullying bisa dari berbagai faktor,
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
26
seperti budaya sekolah, sikap guru yang mengabaikan, memaafkan atau
bahkan mendukung agresi.
Beberapa penelitian yang dilakukan oleh McCord & McCord
(Berkowitz dalam Astuti, 2008), menyebutkan bahwa penolakan,
pelecehan, kesalahan mendidik dan sikap keras orang tua pada anak
cenderung menyebabkan anak bertindak agresif, termasuk melakukan
tindakan bullying. Kebanyakan perilaku bullying berkembang dari
berbagai faktor tunggal yang menjadi penyebab munculnya tindakan
bullying. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Astuti (2008) bahwa
tindakan bullying terjadi karena beberapa faktor, yaitu:
a. Lingkungan sekolah yang kurang baik.
b. Senioritas tidak pernah terselesaikan.
c. Guru memberikan contoh kurang baik pada siswa.
d. Ketidakharmonisan di rumah.
e. Karakter anak.
6. Dampak Bullying
Menurut Elliot (2008), bullying memiliki dampak negatif bagi
perkembangan karakter anak, baik bagi si korban maupun pelaku.
Sementara kegagalan untuk mengatasi tindakan bullying akan
menyebabkan agresi lebih jauh. Akibat tindakan bullying pada diri korban
tidak hanya secara fisik namun bisa berdampak secara psikologis,
sehingga dapat timbul perasaan tertekan karena pelaku menguasai korban.
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
27
Menurut Rigby (2007) kondisi ini menyebabkan korban mengalami
kesakitan fisik dan psikologis, kepercayaan diri (self-esteem) yang
merosot, malu, trauma, tak mampu menyerang balik, merasa sendiri, serba
salah dan takut sekolah (school phobia) karena anak merasa tidak ada
yang menolong. Dalam kondisi selanjutnya, korban mengasingkan diri
dari sekolah, menderita ketakutan sosial (social phobia), bahkan menurut
Field (dalam Astuti, 2008) korban bullying cenderung ingin bunuh diri.
Dampak yang paling ekstrim adalah secara psikologis, seperti timbulnya
rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh diri dan
gejala gejala gangguan stres pasca trauma (post-traumatic stress disorder).
Anak yang menjadi korban bullying atau tindakan kekerasan fisik, verbal
ataupun psikologis di sekolah akan mengalami trauma besar dan depresi
yang akhirnya bisa menyebabkan gangguan mental dimasa yang akan
datang. Gejala-gejala kelainan mental yang biasa muncul pada masa
kanak-kanak secara umum terbukti anak tumbuh menjadi orang yang
pencemas, sulit berkonsentrasi, mudah gugup dan takut, hingga tak bisa
bicara.
Di sisi lain menurut Field (dalam Astuti, 2008), apabila tindakan
bullying dibiarkan terjadi begitu saja, pelaku bullying akan belajar bahwa
tidak ada risiko apapun bagi mereka bila mereka melakukan kekerasan,
agresi maupun mengancam anak lain. Hal tersebut terjadi karena sikap
guru yang tidak peduli dengan tindakan bullying, sehingga siswa akan
semakin melancarkan agresi dan korban akan semakin terpuruk dengan
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
28
kondisi yang dialami jika tidak ada penanganan yang diberikan kepada
kedua pihak (pelaku dan korban bullying).
Sullivan (dalam Astuti, 2008) menyebutkan beberapa hal yang bisa
menjadi indikasi awal bahwa anak sedang mengalami bullying di sekolah,
antara lain:
a. Anak malas pergi ke sekolah.
b. Anak menunjukkan gejala kekhawatiran, sehingga ia sakit panas,
mengigau, pusing, sakit perut, terutama di pagi hari menjelang
berangkat ke sekolah.
c. Anak pulang sekolah dengan baju kotor atau ada yang rusak.
d. Anak terlihat tidak sabar meminta sejumlah uang.
e. Anak marah atau berperilaku aneh pada orang tua karena sebab yang
tidak jelas.
f. Anak terlihat cemas, sedih, depresi, mengancam.
g. Anak menghindar dari orang tua ketika ditanyai atau diajak berbicara.
h. Anak mulai mengerjakan suatu hal yang tidak biasa dikerjakan atau
aneh, seperti menyembunyikan sesuatu.
7. Masalah Bullying di Sekolah
Kasus bullying di sekolah ini bisa saja terjadi di semua jenjang
pendidikan, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.
Pembagian jenjang pendidikan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya
pada Bab IV pasal 14 menyebutkan bahwa jenjang pendidikan formal
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
29
yang berlaku di Indonesia terdiri dari pendidikan dasar yang mencakup
tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), lalu
pendidikan menengah yang mencakup Sekolah Menengah Atas (SMA)
ataupun Kejuruan, dan terakhir pendidikan tinggi yang mencakup tingkat
Diploma, Strata Satu, dan seterusnya (Depdiknas, 2003).
Beberapa permasalahan anak yang sangat memungkinkan terjadi
bullying dengan berbagai bentuk dan tipologi bullying yang ada di sekolah
yaitu, memukul, mendorong, mencubit, mengancam, mempermalukan,
merendahkan, melihat dengan sinis, menjulurkan jari tengah, mendiamkan
seseorang, dan bentuk-bentuk lain dengan tipologi berbeda-beda yang
dilakukan antar siswa. Kekerasan bullying seperti ini bisa saja dilakukan
secara perorangan atau kelompok, mereka yang melakukan secara mandiri
biasanya memiliki kekuatan (power) berupa kekuatan fisik, ekonomi.
Sementara, mereka yang melakukan tindak kekerasan bullying yang
dilakukan secara kelompok, mereka melakukan tindakan tersebut karena
motif menunjukan rasa solidaritas. Misalnya, tawuran antar pelajar dapat
dilatarbelakangi karena siswa merasa menjadi satu golongan yang
membela teman. Fenomena ini disadari adanya seperti disebut Durkheim
sebagai “kesadaran kolektif” dalam kelompok siswa tersebut (Martono,
2012).
Terdapat beberapa alasan kasus bullying di sekolah ini kurang
banyak mendapatkan perhatian hingga akhirnya jatuh korban menurut
Prasetyo (2011) yaitu:
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
30
a. Efeknya tidak tampak secara langsung, kecuali bullying dalam bentuk
kekerasan fisik. Akan tetapi, ini pun tidak terendus karena banyak
korban yang tidak mau melaporkan kekerasan yang dialaminya, entah
karena takut, malu, diancam atau karena alasan-alasan lain.
b. Banyak kasus bullying yang secara kasat mata tampak seperti
bercandaan biasa khas anak-anak sekolah atau remaja yang dikira tidak
menimbulkan dampak serius. Ejekan-ejekan dan olok-olokan verbal
termasuk dalam kategori ini. banyak orangtua dan guru yang mengira
bahwa teguran saja mungkin sudah cukup untuk menyelesaikan
bercandaan bocah-bocah itu. Padahal luka psikis dan emosional yang
dialami korban kekerasan verbal itu jauh lebih dalam dan
menyakitkan.
c. Sebagian orangtua dan guru masih belum memiliki pengetahuan yang
memadai mengenai bullying dan dampaknya bagi kehidupan anak.
Sehingga sebagian orangtua dan guru benar-benar tidak tahu bahwa
ada masalah serius disekitar mereka.
Perlu adanya mekanisme penyelesaian khusus kasus bullying yang
terjadi di sekolah, seperti menyelenggarakan semacam konferensi
komunitas, membuat bentuk penalti nonfisik atau sanksi seperti menarik
hak-hak atau fasilitas yang diterima siswa atau skorsing dan pemecatan.
Departemen pendidikan harus memeperbaiki kinerja pendidikan di
Indonesia baik dari kurikulum maupun sarana-prasarana agar para siswa
tidak lagi menjadi tertekan secara psikologis berkaitan dengan pendidikan
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
31
di sekolah. Selain itu juga harus mempunyai kebijakan tentang bullying di
sekolah. Masalah bullying dianggap belum menjadi masalah sosial, maka
penanganan kekerasan di sekolah saat ini menjadi subyek hukum kriminal
biasa yang penangannya disamakan dengan kriminal umumnya (Martono,
2012).
Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disiapkan cara untuk
mengurangi kemungkinan atau pencegahan agar tidak menjadi sasaran
tindakan bullying, diantaranya menurut Coloroso (2007):
a. Membantu anak kecil dan remaja menumbuhkan self esteem (harga
diri) yang baik. Anak ber-self esteem baik akan bersikap dan berpikir
positif, menghargai dirinya sendiri, menghargai orang lain, percaya
diri, optimis, dan berani mengatakan haknya.
b. Mempunyai banyak teman, bergabung dengan group yang memiliki
kegiatan positif atau berteman dengan siswa yang sendirian.
c. Kembangkan ketrampilan sosial untuk menghadapi bullying, baik
sebagai sasaran atau sebagai bystander (saksi), dan bagaimana mencari
bantuan jika mendapat perlakuan bullying.
B. Pengetahuan
1. Definisi
Pengetahuan berasal dari kata “tahu”, dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2008) kata “tahu” memiliki beberapa pengertian, antara lain
yaitu mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami, dan
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
32
sebagainya), mengenal, dan mengerti. Kata “pengetahuan” itu sendiri
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) juga memiliki arti, yaitu
segala sesuatu yang diketahui, kepandaian atau segala sesuatu yang
diketahui berkenaan dengan hal tertentu. Seseorang dikatakan tahu
terhadap sesuatu hal, apabila orang tersebut telah mengetahui dan mengerti
tentang sesuatu hal tersebut (Depdiknas, 2008).
Menurut kamus psikologi (Reber & Reber, 2010), pengetahuan
(knowledge) memiliki makna kolektif, yaitu kumpulan informasi yang
dimiliki sesorang atau kelompok atau budaya tertentu. Pengertian lain
menyebutkan bahwa pengetahuan adalah komponen-komponen mental
yang dihasilkan dari semua proses apa pun, sejak lahir dari bawaan atau
dicapai melalui pengalaman. Istilah ini digunakan di dua pengertian
dengan implikasi yang jelas kalau pengetahuan memang dalam atau
mendalam, dan bahwa pengetahuan lebih dari sekedar ringkasan disposisi
untuk merespon atau sekumpulan respons yang dikondisikan.
Menurut Tafsir (2009), pengetahuan adalah semua yang diketahui.
Tafsir (2009) membagi pengetahuan menjadi tiga macam yaitu,
pengetahuan sains, pengetahuan filsafat, dan pengetahuan mistik.
Pengetahuan sains adalah pengetahuan yang logis dan didukung oleh bukti
empiris. Pengetahuan filsafat adalah pengetahuan yang abstrak logis, dan
dapat dipertanggung jawabkan kepada semua orang. Pengetahuan mistik
adalah pengetahuan yang didasarkan pada bukti empiris tetapi tidak logis
dan tidak ilmiah.
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
33
Endraswara (2012), menyatakan bahwa pengetahuan (knowledge)
adalah sesuatu yang diketahui langsung dari pengalaman, berdasarkan
pancaindra, dan diolah oleh akal budi secara spontan. Pengetahuan masih
pada tataran indrawi dan spontanitas, belum di tata melalui metode yang
jelas. Pada intinya, pengetahuan bersifat spontan, subjektif, dan intuitif.
Pengetahuan berkaitan erat dengan kebenaran, yaitu kesesuaian antara
pengetahuan yang dimiliki manusia dengan realitas yang ada pada objek.
Notoatmodjo (2007) berpendapat bahwa pengetahuan merupakan
hasil “tahu” dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan
terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt
behavior). Pengetahuan seseorang dikumpulkan dan diterapkan mulai dari
tahap-tahap, yaitu; (1) kesadaran (awarnes), (2) ketertarikan (interest) (3)
pertimbangan (evaluation), (4) percobaan (trial), di mana subjek mulai
mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh
stimulus, dan (5) adopsi (adoption), di mana subjek telah berperilaku baru
sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan
secara umum definisi pengetahuan, yaitu segala sesuatu yang diketahui,
dikenal dan diingat berkenaan dengan hal tertentu yang ditangkap melalui
pengindraan berdasarkan pada kebenaran atau kondisi yang sebenarnya.
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
34
2. Sumber Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh melalui proses kognitif, di mana seseorang
harus mengerti atau mengenali terlebih dahulu suatu ilmu pengetahuan
agar dapat mengetahui pengetahuan tersebut. Rachman (2008)
mengemukakan beberapa sumber dari pengetahuan, yaitu:
a. Pengetahuan Wahyu (Revealed Knowledge)
Manusia memperoleh pengetahuan dan kebenaran atas dasar wahyu
yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. Pengetahuan wahyu
bersifat eksternal, artinya pengetahuan tersebut berasal dari luar
manusia.
b. Pengetahuan Intuitif (Intuitive Knowledge)
Pengetahuan intuitif diperoleh manusia dari dalam dirinya sendiri,
pada saat ia mengahayati sesuatu. Intuisi secara umum merupakan
metode untuk memperoleh pengetahuan tidak berdasarkan penalaran
rasio, pengalaman, dan pengamatan indera.
c. Pengetahuan Rasional (Rational Knowledge)
Pengetahuan rasional merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan
latihan rasio/akal semata, tidak disertai dengan observasi terhadap
peristiwa-peristiwa faktual.
d. Pengetahuan Empiris (Empirical Knowledge)
Pengetahuan empiris diperoleh atas bukti penginderaan dengan
penglihatan, pendengaran, dan sentuhan-sentuhan indera lainnya,
sehingga memiliki konsep dunia di sekitar kita.
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
35
e. Pengetahuan Otoritas (Authoritative Knowledge)
Pengetahuan otoritas diperoleh bukan karena kita telah mengeceknya
di luar dari diri kita, melainkan telah dijamin oleh otoritas (suatu
sumber yang berwibawa, memiliki wewenang, memiliki hak) di
lapangan.
3. Tingkatan Pengetahuan
Notoatmodjo (2007), menyatakan bahwa pengetahuan yang
dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik terhadap
suatu bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab
itu, tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah.
Pengukuran bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari, antara lain:
menyebutkan, menguraikan, menyatakan.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan
materi objek yang diketahui secara benar. Orang yang telah paham
terhadap suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan.
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
36
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (riil).
Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hokum-
hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau
situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dilihat dari penggunaan kata-kata kerja; dapat
menggunakan (membuat bagian), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
37
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Ada dua faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu
faktor internal yang meliputi status kesehatan, intelegensi, perhatian,
minat, dan bakat. Sedangkan faktor eksternal meliputi keluarga,
masyarakat, dan metode pembelajaran (Notoatmodjo, 2007).
Beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang
menurut Wawan dan Dewi (2010) antara lain :
a. Faktor internal
1) Tingkat pendidikan
Pendidikan adalah bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu yang
menentukan manusia untuk berbuat untuk mencapai keselamatan
dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan
informasi yang akhirnya dapat mempengaruhi seseorang. Pada
umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah
menerima informasi
2) Pekerjaan
Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga
3) Umur
Semakin cukup umur individu, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja
4) Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak
akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas.
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
38
b. Eksternal
1) Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar
manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi
perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.
2) Sosial budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat
mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.
5. Pengukuran Tingkat Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subyek
penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin kita ketahui
atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat tersebut di atas.
Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita
sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas (Notoatmodjo, 2007):
a. Baik, bila subjek mampu menjawab dengan benar > 75% dari seluruh
pernyataan.
b. Cukup, bila subjek mampu menjawab dengan benar 56-75% dari
seluruh pernyataan.
c. Kurang, bila subjek mampu menjawab dengan benar < 56% dari
seluruh pernyataan
C. Guru
1. Pengertian
Pengertian guru menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008),
yaitu orang yang pekerjaan (mata pencaharian, profesi) mengajar. Guru
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
39
tidak hanya memiliki tugas mengajar, guru juga memiliki tugas untuk
mendidik, membimbing, memotivasi, serta mengawasi perilaku siswa.
Guru memiliki tanggung jawab yang cukup besar dalam menjaga siswa
saat melakukan kegiatan di dalam kelas maupun di luar kelas dan
mencontohkan hal yang baik pada siswa.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 1 ayat 6, pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai
dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan. Sedangkan dalam pasal 1 UU No. 14 tahun 2005 tentang guru
dan dosen, yaitu guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi siswa pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Usman (2008), guru adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih,
dan pemimpin yang dapat menciptakan iklim belajar menarik, aman,
nyaman, dan kondusif di kelas, keberadaannya di tengah-tengah siswa
dapat mencairkan suasana kebekuan, kekakuan, dan kejenuhan belajar
yang serasa berat diterima oleh siswa.
Berdasarkan berbagai pengertian di atas, maka dapat disimpulkan
secara umum bahwa guru merupakan suatu profesi atau pekerjaan
seseorang yang memiliki tugas, yaitu bertanggung jawab sebagai
fasilitator, motivator dan evaluator dalam memberikan pengajaran,
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
40
pengarahan, bimbingan, serta ilmu pengetahuan kepada siswa sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai dalam semua tingkat jenjang pendidikan
(tingkat dasar, menengah, dan tinggi) baik formal maupun nonformal.
2. Karakteristik Kepribadian Guru
Kepribadian dalam arti sederhana yaitu sifat hakiki individu yang
tercermin pada sikap dan perbuatan yang membedakan dirinya dari yang
lain. McLeod (dalam Syah, 2008) mengartikan kepribadian (personality)
sebagai sifat khas yang dimiliki seseorang. Dalam hal ini, kata lain yang
sangat dekat artinya dengan kepribadian adalah karakter dan identitas.
Menurut tinjauan psikologi, kepribadian pada prinsipnya adalah susunan
antara aspek perilaku mental (pikiran dan perasaan) dengan aspek perilaku
behavioral (perbuatan nyata). Aspek-aspek ini berkaitan secara fungsional
dalam diri seorang individu, sehingga membuat individu bertingkah laku
secara khas dan tetap (Reber dalam Syah, 2008).
Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru
dalam menggeluti profesinya, meliputi (Syah, 2008):
a. Fleksibilitas Kognitif Guru
Fleksibilitas kognitif merupakan kemampuan berpikir yang diikuti
dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu.
Guru yang fleksibel ditandai dengan keterbukaan berpikir dan
beradaptasi. Seorang guru yang fleksibel selalu berpikir kritis ketika
mengalami dan mengenali suatu objek atau situasi tertentu.
Fleksibilitas guru dalam PBM terdiri atas 3 dimensi, yakni dimensi
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
41
karakteristik pribadi guru, dimensi sikap kognitif guru terhadap siswa,
dan dimensi sikap kognitif guru terhadap materi pembelajaran dan
metode mengajar.
b. Keterbukaan Psikologis Guru
Guru yang terbuka secara psikologis ditandai dengan kesediaan yang
relatif tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan faktor-faktor
ekstern seperti siswa, teman sejawat, dan lingkungan pendidikan
tempat bekerja. Disamping itu, guru menerima kritik dengan ikhlas
dan juga memiliki empati. Keterbukaan psikologis sangat penting bagi
guru sebagai panutan siswa. Ada beberapa signifikansi yang
terkandung dalam keterbukaan psikologis guru, antara lain:
1) Keterbukaan psikologis merupakan prasyarat penting yang perlu
dimiliki guru untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain.
2) Keterbukaan psikologis diperlukan untuk menciptakan suasana
hubungan antar pribadi guru dan siswa yang harmonis, sehingga
mendorong siswa untuk mengembangkan diri secara bebas dan
tanpa ganjalan.
3. Kompetensi Profesionalisme Guru
Menurut Syah (2008), pengertian dasar kompetensi adalah
kemampuan atau kecakapan. Kompetensi guru merupakan kemampuan
seorang guru dalammelaksanakan kewajiban-kewajiban seorang guru
secara bertanggung jawab dan layak. Jadi, kompetensi profesionalisme
guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
42
menjalankan profesi keguruan. Guru dalam menjalankan kewenangan
profesional dituntut untuk memiliki keanekaragaman kecakapan
(competencies), yang meliputi:
a. Kompetensi kognitif guru (kecakapan ranah cipta)
Kompetensi ranah cipta merupakan kompetensi utama yang wajib
dimiliki oleh setiap guru profesional. Baik pengetahuan yang bersifat
deklaratif maupun yang bersifat prosedural.
b. Kompetensi afektif guru (kecakapan ranah rasa)
Kompetensi ranah afektif guru bersifat tertutup dan abstrak, meliputi
seluruh fenomena perasaan dan emosi, seperti: cinta, senang, sedih,
dan sikap-sikap tertentu terhadap diri sendiri dan orang lain. Sikap dan
perasaan diri, meliputi: self-concept dan self-esteem, self efficacy dan
contextual efficacy, attitude of self-acceptance dan others acceptance.
c. Kompetensi psikomotor guru (kecakapan ranah karsa)
Kompetensi psikomotor guru meliputi segala keterampilan atau
kecakapan yang bersifat jasmaniah yang pelaksanaanya berhubungan
dengan tugas-tugas selaku pengajar.Kompetensi ranah karsa guru
terdiri atas kecakapan fisik umum dan kecakapan fisik khusus. Selain
itu, ada pula kecakapan ranah karsa guru yang khusus, yaitu
keterampilan ekspresi verbal (pernyataan lisan) dan keterampilan
ekpresi nonverbal (pernyataan tindakan).
D. Sekolah Dasar
1. Konsep Sekolah Dasar
Pendidikan dapat berlangsung di sekolah sebagai institusi
pendidikan formal, yang diselenggarakan melalui proses belajar mengajar.
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
43
Suparlan (2008) menyatakan bahwa “menurut pendekatan dari sudut
pandang sempit, pendidikan merupakan seluruh kegiatan yang
direncanakan serta dilaksanakan secara teratur dan terarah di lembaga
pendidikan sekolah”. Suharjo (2006) menyatakan bahwa “sekolah dasar
pada dasarnya merupakan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan
program pendidikan enam tahun bagi anak-anak usia 6-12 tahun.”
Hal senada juga diungkapkan Ihsan (2008) bahwa “sekolah dasar
sebagai satu kesatuan dilaksanakan dalam masa program belajar selama 6
tahun.” Mencermati pernyataan di atas dapat dijelaskan bahwa sekolah
dasar merupakan jenjang pendidikan yang berlangsung selama enam
tahun. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa “jenjang pendidikan dasar dan menengah
adalah jenis pendidikan formal untuk peserta didik usia 7 sampai 18 tahun
dan merupakan persyaratan dasar bagi pendidikan yang lebih tinggi”. Jika
usia anak pada saat masuk sekolah dasar, merujuk pada definisi
pendidikan dasar dalam undang-undang tersebut, berarti pengertian
sekolah dasar dapat dikatakan sebagai institusi pendidikan yang
menyelenggarakan proses pendidikan dasar selama masa enam tahun yang
ditujukan bagi anak usia 7-12 tahun. Batasan usia 7-12 tahun inilah yang
digunakan peneliti dalam melakukan penelitian.
2. Tujuan Sekolah Dasar
Proses pendidikan menjadi bagian yang tidak terpisahkan atau
bagian integral dari pengembangan sumber daya manusia (SDM) sebagai
subjek sekaligus objek pembangunan. Dengan demikian, pendidikan harus
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
44
mampu melahirkan SDM yang berkualitas dan tidak menjadi beban
pembangunan dan masyarakat, yaitu SDM yang menjadi sumber kekuatan
atau sumber pengerak (driving forces) bagi seluruh proses pembangunan
dan kehidupan masyarakat. Sekolah memainkan peran yang sangat penting
sebagai dasar pembentukan sumber daya manusia yang bermutu. Melalui
sekolah, anak belajar untuk mengetahui dan membangun keahlian serta
membangun karakteristik mereka sebagai bekal menuju kedewasaan.
Suharjo (2006) mengemukakan tujuan pendidikan sekolah dasar
sebagai berikut:
a. Menuntun pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, bakat
dan minat siswa.
b. Memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan sikap dasar yang
bermanfaat bagi siswa.
c. Membentuk warga negara yang baik.
d. Melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan di SLTP.
e. Memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap dasar bekerja di
masyarakat.
f. Terampil untuk hidup di masyarakat dan dapat mengembangkan diri
sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup.
Tujuan pendidikan sekolah dasar lainnya dikemukakan oleh Eka
(2014) yaitu:
a. Memberikan bekal kemampuan membaca, menulis, dan berhitung.
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
45
b. Memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat
bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya.
c. Mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan di SLTP.
Jika dicermati, tujuan pendidikan SD yang dikemukakan oleh Suharjo dan
Eka memiliki kesamaan yaitu bahwa sekolah dasar diselenggarakan untuk
mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan
dan keterampilan dasar bagi anak yang diperlukan untuk hidup dalam
masyarakat. Selain itu, pendidikan sekolah dasar bertujuan
mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan tingkat
menengah.
3. Karakteristik Anak Sekolah Dasar
a. Perkembangan Fisik dan Kognitif
Masa sekolah dasar berlangsung antara usia 6 – 12 tahun. Masa
ini sering disebut juga masa sekolah, yaitu masa matang untuk belajar
atau sekolah. Pada masa ini anak-anak lebih mudah diarahkan, diberi
tugas yang harus diselesaikan, dan cenderung mudah untuk belajar
berbagai kebiasaan seperti makan, tidur, bangun, dan belajar pada
waktu dan tempatnya dibandingkan dengan masa pra sekolah. Dilihat
dari karateristik anak pertumbuhan fisik dan psikologisnya anak
mengalami pertumbuhan jasmaniah maupun kejiwaannya.
Pertumbuhan dan perkembangan fisik anak berlangsung secara teratur
dan terus menerus kearah kemajuan. “Anak SD merupakan anak
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
46
dengan katagori banyak mengalami perubahan yang sangat drastis baik
mental maupun fisik” (Sugiyanto, 2010).
b. Hubungan Orang Tua dan Anak SD
Ihsan (2008) menyatakan bahwa tanggung jawab pendidikan
yang perlu disadarkan dan dibina oleh kedua orang tua terhadap anak
antara lain:
1) Memelihara dan membesarkannya.
2) Melindungi dan menjamin kesehatannya.
3) Mendidik dengan berbagi ilmu pengetahuan dan keterampilan yang
berguna bagi hidupnya.
4) Membahagiakan anak dunia dan akhirat dengan memberikannya
pendidikan anak. Dari penyataan ini, dapat dijelaskan bahwa orang
tua memiliki tanggung jawab yang besar dalam mendidik anak.
Pendidikan yang diberikan oleh orang tua adalah bentuk perhatian
orang tua terhadap anaknya untuk memasuki masa depan yang
lebih baik.
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
47
E. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Modifikasi : Notoatmodjo (2007), Astuti (2008), SEJIWA (2008), Usman
(2008), Sugiariyanti (2010), Wawan dan Dewi (2010)
Sekolah Dasar
Perilaku Bullying
Rendahnya pengawasan
dan sikap guru yang tidak
peduli pada tindakan
bullying di lingkungan
sekolah
Sumber: Sugiariyanti (2010)
Faktor yang menyebabkan terjadinya
perilaku bullying :
1. Lingkungan sekolah yang kurang
baik
2. Senioritas tidak pernah
terselesaikan
3. Guru memberikan contoh kurang
baik pada siswa
4. Ketidakharmonisan di rumah
5. Karakter anak
Sumber: Astuti (2008), SEJIWA (2008)
Faktor yang mempengaruhi
pengetahuan :
1. Faktor Internal
a. Tingkat pendidikan
b. Pekerjaan
c. Umur
d. Informasi
2. Faktor Eksternal
a. Lingkungan
b. Sosial Budaya
Sumber: Wawan & Dewi (2010)
Pengetahuan Guru Tentang
Perilaku Bullying
Sumber: Notoatmodjo
(2007), Usman (2008)
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
48
F. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan dasar pemikiran yang memberikan
penjelasan tentang dugaan yang tercantum dalam hipotesa (Saryono, 2010).
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Pengertian Bullying
Pengetahuan Guru: Kurang
Cukup
Baik
Karakteristik Bullying
Bentuk Bullying
Penyebab Bullying
Dampak Bullying
Gambaran Tentang Pengetahuan..., Devi Kurnia, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017