bab ii tinjauan pustaka a. konsep teori 1. bullyingrepository.ump.ac.id/4231/3/ninda nila insani bab...
TRANSCRIPT
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori
1. Bullying
a. Definisi
Bullying adalah pola perilaku agresif yang melibatkan
ketidakseimbangan kekuasaan dengan tujuan membuat orang lain
merasa tidak dilakukan atas dasar perbedaan pada penampilan,
budaya, ras, agama,orientasi seksual dan identitas gender orang lain
(British Columbia, 2012)
Tattum (dikutip, Smith, Pepler & Rigby, 2007) memandang
bahwa bullying adalah keinginan untuk menyakiti dan sebagian besar
harus melibatkan ketidakseimbangan kekuatan yaitu orang atau
kelompok yang menjadi korban adalah yang tidak memiliki kekuatan
dan perlakuan ini terjadi berulang-ulang dan diserang secara tidak adil.
Berbeda dengan tindakan agresif lain yang melibatkan serangan yang
dilakukan hanya dalam satu kali kesempatan dan dalam waktu pendek,
bullying biasanya terjadi secara berkelanjutan dalam jangka waktu
cukup lama, sehingga korbanya terus menerus berada dalam keadaan
cemas dan terintimidasi. Hal ini didukung oleh pernyataan Djuwita
(2006) bahwa bullying adalah penggunaan kekuasaan atau kekuatan
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
12
untuk menyakiti seseorang atau kelompok, sehingga korban merasa
tertekan, trauma, dan tidak berdaya, dan peristiwanya mungkin terjadi
berulang.
Pendapat yang relatif sama dikemukakan oleh Sejiwa (2008) yang
menyatakan bahwa bullying adalah situasi dimana seseorang yang kuat
(bisa secara fisik maupun mental) menekan, memojokan, melecehkan,
menyakiti seseorang yang lemah dengan sengaja dan berulang-ulang,
untuk menunjukan kekuasaanya. Dalam hal ini korban tidak mampu
membela atau mempertahankan dirinya sendiri karena lemah secara
fisik atau mental.
b. Bentuk-bentuk Perilaku Bullying
Bentuk-bentuk perilaku bullying yang terjadi mulai dari
lingkungan pergaulan hingga di lingkungan sekolah sangat beragam.
Menurut Katty (2010) bentuk-bentuk perilaku bullying dapat
dilakukan secara langsung yang berupa agresi fisik (memukul,
menendang) agresi verbal (ejekan, pendapat yang berbau rasa atau
seksual, dan agresi nonverbal (gerakan tubuh yang menunjukan
ancaman). Bullying tidak langsung dapat secara fisik (mengajak
seseorang untuk menyerang orang lan), verbal (menyebarkan rumor)
dan non verbal (mengeluarkan seseorang dari kelompok atau kegiatan,
penindasan yang dilakukan di dunia maya). Baik anak laki-laki dan
perempuan melakukan bullying terhadap orang lain secara langsung
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
13
dan tidak langsung, tetapi anak laki-laki lebih mungkin untuk
menggunakan jenis bullying fisik. Perempuan lebih mungkin untuk
menyebarkan rumor dan menggunakan pengucilan sosial atau isolasi,
jenis bullying juga dikenal agresi asrelational.
Sejiwa (2008) menyatakan bahwa ada tiga kategori perilaku
bullying diantaranya (1) bullying fisik merupakan bentuk bullying
yang dapat dilihat secara kasat mata karena terjadi kontak langsung
antara pelaku bullying dengan korbanya, bentuk bullying fisik antara
lain menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjambak, menghukum
dengan berlari keliling lapangan, menghukum dengancara push up. (2)
bullying verbal merupakan bentuk perilaku bullying yang dapat
ditangkap melalui iri pendengaran. Bentuk bullying verbal antara lain
menjuluki, meneriaki, memaki, menghina, mempermalukan di depan
umum, menuduh, menyoraki, menebar gossip, memfitnah. (3) bullying
mental/psikologis merupakan bentuk perilaku bullying yang paling
berbahaya disbanding dengan bentuk bullying lainya karena terkadang
diabaikan oleh beberapa orang. Bentuk bullying mental/psikologis
yaitu memandang sinis, memandang penuh ancaman, mendiamkan,
mengucilkan, memelototi, dan mencibir (Sejiwa, 2008)
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying
Bullying yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh satu faktor
saja tetapi setiap bagian yang ada di sekitar anak juga turut
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
14
memberikan kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam
munculnya perilaku tersebut. Menurut Andi Priyatna (2010)
mengemukakan bahwa faktor-faktor tersebut antara lain (1) faktor
keluarga, pola asuh dalam suatu keluarga mempunyai peran dalam
pembentukan perilaku anak terutama pada munculnya perilaku
bullying. Keluarga yang menerapkan pola asuh permisif membuat
anak terbiasa untuk bebas melakukan segala sesuatu yang
diinginkanya. Anak juga menjadi manja, akan memaksakan
keinginanya. Anak juga tidak tahu letak kesalahanya ketika ia
melakukan kesalahan sehingga segala sesuatu yang dilakukan
dianggapnya sebagai suatu hal yang benar. Begitu pula dengan pola
asuh yang keras, yang cenderung mengekang kebebasan anak. Anak
pun terbiasa mendapatkan perlakuan kasar yang nantinyan akan
dpraktikan dalam pertemananya bahkan anak akan menganggap hal
tersebut sebagai hal yang wajar.
Anantasari (2006) menyatakan bahwa lingkungan keluarga
apabila cenderung mengarah pada hal-hal negative seperti sering
terjadi kekerasan (memukul, menendang meja dan lain-lain), sering
memaki dengan menggunakan kata-kata kotor, sering menonton acara
televisi yang beradegan kekerasan dapat berimbas pada perilaku anak.
Sifat anak yang cenderung meniru (imitation) akan melakukan hal
yang sama seperti apa yang dilihatnya. Selain itu anak akan
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
15
membentuk kerangka pikir bahwa perilaku yang sering dilihatnya
merupakan hal yang wajar bahkan perlu untuk dilakukan. (2) faktor
dari pergaulan, teman sepermainan yang sering melakukan tindakan
kekerasan terhadap orang lain akan berimbas kepada perkembangan
anak. Anak juga akan melakukan hal yang sama dengan apa yang
dilakukan oleh teman-temanya. Selain itu anak baik dari kalangan
sosial rendah hingga atas juga melakukan bullying dengan maksud
untuk mendapatkan pengakuan serta penghargaan dari teman-temanya.
Astuti (2008) juga menyebutkan salah satu faktor penyebab
perilaku bullying adalah situasi sekolah yang tidak harmonis atau
diskriminatif. Hoy dan Miskel (Rovai dkk, 2005) mendefinisikan
situasi, suasana atau atmosfer suatu karakteristik internal dalam suatu
sekolah yang membedakanya dengan sekolah lain dan mempengaruhi
perilaku orang-orang di dalamnya dengan iklim sekolah.
Iklim sekolah ini juga dapat diartikan sebagai suatu suasana atau
kualitas dari sekolah untuk membantu individu masing-masing merasa
berharga secara pribad, bermartabat dan penting secara serentak dapat
membantu terciptanya suatu perasaan memiliki terhadap segala
sesuatu disekitar lingkungan sekolah (Freiberg, 2005).
d. Dampak Perilaku Bullying
Perilaku bullying menimbulkan dampak bagi korban dan
pelakunya, menurut Natioal Youth Center Sanders (2003) dalam
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
16
Psychologymania (2012) menunjukan bahwa bullying dapat membuat
siswa merasa cemas dan ketakutan, mempengaruhi konsentrasi belajar
di sekolah dan menuntun mereka untuk menghindari sekolah. Bila
bullying berlanjut dalam jangka waktu yang lama, dapat
mempengaruhi self-esteem siswa, meningkatkan isolasi sosial,
memunculkan perilakumenarik dri, menjadikan remaja rentan terhadap
stress dan depresi, serta rasa tidak aman berada di lingkugan sekolah.
Dalam kasus yang lebih ekstrim, bullying dapat mengakibatkan remaja
berbuat nekat bahkan bisa membunuh atau melakukan bunuh diri
(commited suicide).
Dampak bagi pelaku bullying menurut Sanders (2003) dalam
Psychologymania (2012) National Youth Vience Prevention
mengemukakan bahwa pada umumnya para pelaku ini memiliki rasa
percaya diri yang tinggi dengan harga diri yang tinggi pula, cenderung
pro terhadap kekerasan, tipikal orang berwatak keras, mudah marah
dan impulsive, toleransi yang rendah terhadap frustasi. Para pelaku
bullying ini memiliki kebutuhan kuat untuk mendominasi orang lain
dan kurang berempati terhadap targetnya.
Coloroso (2006) dalam Psychologymania (2012) mengungkapkan
bahwa siswa akan terperangkap dalam peran pelaku bullying, tidak
dapat menegmbangkan hubungan yang sehat, kurang cakap untuk
memandang dari perspektif lain, tidak memiliki empati, serta
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
17
menganggap bahwa dirinya kuat dan disukai sehingga dapat
mempengaruhi pola hubungan sosial di masa yang akan datang. Efek
jangka panjang bagi pelaku bullying adalah ia akan mudah menjadi
pelaku kriminal karena ia terbiasa lepas kontrol, tidak lagi menghargai
norma yang berlaku di masyarakat khususnya sekolah. Pelaku bullying
merasa paling hebat dan berkuasa di sekolah tersebut.
e. Penanganan dan Pencegahan Bullying
Beberapa permasalahan anak yang terjadi sangat memungkinkan
terjadi bullying dengan berbagai bentuk dan tipologi bullying yang ada
di sekolah yaitu, memukul, mendorong, mencubit, mengancam,
mempermalukan, merendahkan, melihat dengan sinis, menjulurkan
jari tengah, mendiamkan seseorang, dan bentuk-bentuk lain dengan
tipologi berbeda-beda yang dilakukan antar siswa. Kekerasan bullying
seperti ini bisa saja dilakukan secara perorangan atau kelompok,
mereka yang melakukan secara mandiri biasanya memiliki kekuatan
(power) berupa kekuatan fisik, ekonomi. Sementara, mereka yang
melakukan tindak kekerasan bullying yang dilakukan secara
kelompok, mereka melakukan tindakan tersebut karena motif
menunjukan rasa solidaritas. Misalnya, tawuran antar pelajar dapat
dilatarbelakangi karena siswa merasa menjadi satu golongan yang
membela teman. Fenomena ini disadari adanya seperti disebut
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
18
Durkheim sebagai “kesadaran kolektif” dalam kelompok siswa
tersebut (Martono, 2012).
Tindak kekerasan bullying yang terdapat di sekolah bisa saja
dilakukan oleh oknum guru seperti, kekerasan fisik yaitu mencubit,
memukul, menampar dan tindakan lainnya yang dapat menimbulkan
rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat terhadap fisik anak atau
seseorang. Sementara kekerasan psikis yang dilakukan oleh guru dapat
berupa kata-kata kasar, atau makian dan labelling (nama panggilan)
yang kadang dianggap sebagai hal sepele. Tindak kekerasan berupa
labelling yang biasanya berarti negatif dan dapat berbekas terhadap
anak, misalnya menyebut siswa Si Bodoh, Si Gagap, Si Gaboh (gagah
tapi bodoh) dan labelling lainnya dapat menyebabkan tekanan mental
dan kurangnya rasa percaya diri siswa. Selain itu juga sering terjadi
kekerasan berupa pemberian tugas yang berlebihan, pengancaman dan
tindak kekerasan tak langsung berupa diskriminasi terhadap siswa.
Terdapat beberapa alasan kasus bullying di sekolah ini kurang banyak
mendapatkan perhatian hingga akhirnya jatuh korban menurut
Prasetyo (2011) yaitu:
1) Efeknya tidak tampak secara langsung, kecuali bullying dalam
bentuk kekerasan fisik. Akan tetapi, ini pun tidak terendus karena
banyak korban yang tidak mau melaporkan kekerasan yang
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
19
dialaminya, entah karena takut, malu, diancam atau karena alasan-
alasan lain.
2) Banyak kasus bullying yang secara kasat mata tampak seperti
bercandaan biasa khas anak-anak sekolah atau remaja yang dikira
tidak menimbulkan dampak serius. Ejekan-ejekan dan olok-olokan
verbal termasuk dalam kategori ini. banyak orangtua dan guru
yang mengira bahwa teguran saja mungkin sudah cukup untuk
menyelesaikan bercandaan bocah-bocah itu. Padahal luka psikis
dan emosional yang dialami korban kekerasan verbal itu jauh lebih
dalam dan menyakitkan.
3) Sebagian orangtua dan guru masih belum memiliki pengetahuan
yang memadai mengenai bullying dan dampaknya bagi kehidupan
anak. Sehingga sebagian orangtua dan guru benar-benar tidak tahu
bahwa ada masalah serius disekitar mereka. Perlu adanya
mekanisme penyelesaian khusus kasus bullying yang terjadi di
sekolah, seperti menyelenggarakan semacam konferensi
komunitas, membuat bentuk penalti nonfisik atau sanksi seperti
menarik hak-hak atau fasilitas yang diterima siswa atau skorsing
dan pemecatan.
Departemen pendidikan harus memperbaiki kinerja pendidikan
di Indonesia baik dari kurikulum maupun sarana-prasarana agar para
siswa tidak lagi menjadi tertekan secara psikologis berkaitan dengan
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
20
pendidikan di sekolah. Selain itu juga harus mempunyai kebijakan
tentang bullying di sekolah. Masalah bullying dianggap belum menjadi
masalah sosial, maka penanganan kekerasan di sekolah saat ini
menjadi subyek hukum kriminal biasa yang menanganinya disamakan
dengan kriminal umumnya (Martono, 2012).
Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disiapkan cara untuk
mengurangi kemungkinan atau pencegahan agar tidak menjadi sasaran
tindakan bullying, diantaranya menurut Coloroso (2007) :
1) Membantu anak kecil dan remaja menumbuhkan self esteem (harga
diri) yang baik. Anak ber-self esteem baik akan bersikap dan
berpikir positif, menghargai dirinya sendiri, menghargai orang
lain, percaya diri, optimis, dan berani mengatakan haknya.
2) Mempunyai banyak teman, bergabung dengan group yang
memiliki kegiatan positif atau berteman dengan siswa yang
sendirian.
3) Kembangkan ketrampilan sosial untuk menghadapi bullying, baik
sebagai sasaran atau sebagai bystander (saksi), dan bagaimana
mencari bantuan jika mendapat perlakuan bullying.
2. Remaja
a. Definisi
Anak pada usia 12-15 tahun ini sudah termasuk dalam kategori
masa remaja dimana pada tahap ini juga merupakan masa sekolah
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
21
jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). Masa remaja merupakan
suatu periode dalam kehidupan setiap manusia dengan karakterisitik
yang khas. Pada abad ke-20, Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley
Hall pernah menyatakan bahwa masa remaja adalah masa yang indah,
namun juga merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress)
serta penuh dengan permasalahan.
Menurut World Health Organization (2014) remaja (adolescents)
adalah mereka yang berusia antara 10-19 tahun. Populasi remaja
adalah populasi terbesar di Dunia yaitu sebanyak 1,2 milyar orang atau
18% dari jumlah penduduk dunia. Di Indonesia menurut data proyeksi
penduduk 2014, jumlah remaja mencapai 65 juta jiwa atau 25% dari
255 juta jiwa jumlah penduduk (Kemenkes RI, 2015).
Masa remaja merupakan salah satu periode dariperkembangan
manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari
masa kanak-kanak kemasa dewasa yang meliputi perubahan biologic,
perubahan psikologik, dan perubahan sosial. Di sebagian besar
masyarakat dan budaya masaremaja pada umumnya dimulai pada usia
10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatmodjo, 2007)
Pendapat lain mengatakan masa remaja merupakan masa
peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan merupakan
periode kehidupan yang paling banyak terjadi konflik pada diri
seseorang. Pada masa ini terjadi perubahan-perubahan penting baik
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
22
fisik maupun psikis. Masa ini menuntut kesabaran dan pengertian yang
luar biasa dari orang tua (Sarwono, 2011)
b. Batasan Usia Remaja
Masa remaja dapat bermulapada usia sekitar 10 tahun.
(Rusmini, 2004). Sedangkan menurut pendapat lain mengatakan
bahwa batasan usia remaja tidak ditentukan dengan jelas, tapi kira-kira
berawal dari usia 12 sampai akhir usia belasan, saat pertumbuhan fisik
hampir lengkap (Soetjiningsih, 2004).
Adapun batasan usia remaja menurut beberapa sumber lain
adalah (Sarwono, 2011) :
1) Menurut WHO mendefinisikan anak bisa dikatakan remaja apabila
telah mencapai umur 10-19 tahun.
2) Dalam UU No.4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja
adlah individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum
menikah.
3) Menurut UU Perkawinan No.1 tahun 1974, anak dianggap sudah
remaja apabila sudah cukup matang untuk menikah yaitu umur 16
tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki.
4) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, menganggap remaja bila
sudah berusia 18 tahun yang sesuai dengan saat lulus dari sekolah
menengah.
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
23
c. Tahap-tahap Perkembangan Remaja
Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada 3
tahap perkembangan remaja :
1) Remaja awal (early adolescent)
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan
perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan
dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu.
Mereka mengembangkan piiran-pikiran baru, cepat tertarik pada
lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang
bahunya saja oleh lawan jenis ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan
yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali
terhadap ego menyebabkan para remaja awal ini sulit dimengerti
dan dimengerti orang dewasa.
2) Remaja madya (middle adolescent)
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia
senang apabila banyak teman yang mengakuinya. Ada
kecenderungan narsitis yaitu mencintai diri sendiri, dengan
menyukai teman-teman yang sma dengan dirinya, selain itu, ia
berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu memilih yang
mana yang peka atau yang tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri,
optimis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya.
Remaja pria harus membebaskan diri dari Oedipus complex
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
24
(perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa anak-anak) dengan
mempererat hubungan dengan kawan-kawan.
3) Remaja akhir (late adolescent)
Pada tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa
dan ditandai dengan pencapaian dalam lima hal yaitu :
a) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
b) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang
lain.
c) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
d) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri)
diganti dengan keseimbangan antara diri sendiri dengan orang
lain.
e) Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private
self) dan masyarakat umum (Sarwono, 2010).
Berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja kita sangat perlu
untuk mengenal perkembangan remaja serta ciri-cirinya. Berdasarkan
sifat atau ciri perkembanganya, masa (rentang waktu) remaja ada tiga
tahap yaitu :
1) Masa remaja awal (10-2 tahun)
a) Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya.
b) Tampak dan merasa ingin bebas.
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
25
c) Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan
tubuhnya dan mulai berpikir yang khayal (abstrak).
2) Masa remaja tengah (13-15 tahun)
a) Tampak dan ingin mencari identitas diri.
b) Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan
jenis.
c) Timbul perasaan cinta yang mendalam.
3) Masa remaja akhir (16-19 tahun)
a) Menampakan pengungkapan kebebasan diri.
b) Dalam mencari teman sebaya lebih selektif.
c) Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya,
d) Dapat mewujudkan perasaan cinta.
e) Memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak.
(Widyastuti dkk, 2009).
d. Tugas tahap tumbuh kembang remaja
Pertumbuhan merupakan peningktan jumlah dan besar sel
diseluruh bagian tubuh selam sel-sel tersebut membelah diri dan
mensintesis protein-protein baru. Tahap pertumbuhan pada remaja,
antar lain :
1) Pertumbuhan fisik
2) Pertumbuhan psikologis
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
26
3) Perubahan tubuh selama masa remaja : tinggi badan, berat badan,
organ seks.
Havighurst (dalam Ali, 2008) mendefinisikan tugas perkembangan
adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar satu periode tertentu
dari kehidupan individu dan jika berhasil akan menimbulkan fase
bahagia dan membawa keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas
berikutnya. Akan tetapi apabila gagal akan menimbulkan rasa tidak
bahagia dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya.
Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya
meningkatkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha
untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa.
Adapun tugas-tugas perkembangan remaja menurut Hurlock (dalam
Ali, 2008) adalah :
1) Mampu menerima keadaan fisiknya.
2) Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.
3) Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang
berlainan jenis.
4) Mencapai kemandirian emosional.
5) Mencapai kemandirian ekonomi.
6) Mengembangkan konsep dan ketrampilan intelektual yang sangat
diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
27
7) Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan
orang tua.
8) Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan
untuk memasuki dunia dewasa.
9) Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.
10) Memahami dan memepersiapkan berbagai tanggung jawab
kehidupan keluarga.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh (Zulkifli, 2005) tentang
tugas perkembangan remaja, antara lain :
1) Bergaul dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin.
2) Mencapai peranan sosial sebagai pria atau wanita.
3) Menerima keadaan fisik sendiri.
4) Memilih dan mempersiapkan diri untuk berkeluarga.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tugas-
tugas perkembangan remaja adalah sikap dan perilaku drinya sendiri
dalam menyikapi lingkungan disekitarnya, perubahan yang terjadi
pada fisik maupun psikologisnya menuntut remaja untuk dapat
menyesuaikan diri dalam lingkungan dan tantangan hidup yang ada
dihadapanyamya.
e. Karakteristik Perkembangan Remaja
Menurut Wong (2009), karakterisitik perkembangan remaja
dapat dibedakan menjadi :
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
28
1) Perkembangan Psikososial
Teori perkembangan psikososial menurut Erickson dalam
Wong (2009), menganggap bahwa krisis perkembangan pada
masa remaja menghasilkan terbentuknya identitas. Periode remaja
awal dimulai dengan awitan pubertas dan berkembangnya
stabilitas emosioanal dan fisik yang relatif pada saat atau ketika
hampir lulus dari SMU. Pada saat ini, remaja dihadapkan pada
krisi identitas kelompok versus pengasingan diri.
Pada periode selanjutnya, individu berharap untuk mencegah
otonomi dari keluarga dan mengembangkan identitras diri sebagai
10 lawan terhadap difusi peran. Identitas kelompok menajdi
sangat penting untuk permulaan pembentukan identitas pribadi.
Remaja pada tahap awal harus mampu memecahkan masalah
tentang hubungan dengan teman sebaya sebelum mereka mampu
menajawab pertanyaan tentang siapa diri mereka dalam kaitannya
dengan keluarga dan masyarakat.
2) Identitas kelompok
Selama tahap remaja awal, tekanan untuk memiliki suatu
kelompok semkin kuat. Remaja menganggap bahwa memiliki
kelompok adalh hal yang penting karena mereka merasa menjadi
bagian dari kelompok dan kelompok dapat memberi mereka status.
Ketika remaja mulai mencocokan cara dan minat berpenampilan,
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
29
gaya mereka segera berubah. Bukti penyesuaian diri remaja
terhadap kelompok teman sebaya dan ketidakcocokan dengan
kelompok orang dewasa memberi kerangka pilihan bagi remaja
sehinga mereka dapat memerankan penonjolan diri mereka sendiri
sementara menolak identitas dari generasi orang tuanya. Menjadi
individu yang berbeda mengakibatkan remaja tidak diterima dan
diasingkan dari kelompok.
3) Identitas kelompok
Pada tahap pencarian ini, remaja mempertimbangkan
hubungan yang mereka kembangkan antara diri mereka sendiri
denga orang lain dimasa lalu, seperti halnya arah dan tujuan yang
mereka harap mampu dilakukan dimasa yang akan dating. Proses
perkembangan identitas diri merupakan proses yang memakan
waktu dan penuh denga periode kebingungan, depresi dan
keputusasaan. Penentuan identitas dan bagianya di dunia
merupakan hal yang penting dan sesuatu yang menakutkan bagi
remaja. Namun demikian, jika setahap demi setahap diagntikan
dan diletakan pada tempat yang sesuai, identitas yang postif oada
akhirnya akan muncukdari kebingungan. Difusi peran terjadi jika
individu tidak mampu memformulasikan kepuasan identitas dari
berbagai aspirasi, peran dan identifikasi.
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
30
4) Identitas peran seksual
Masa remaja merupakan waktu untuk konsolidasi identitas
peran seksual. Selama masa remaja awal, kelompok teman sebaya
mulai mengkomunikasikan beberapa pengharapan terhadap
perilaku peran seksual yang matang yang baik dari teman sebaya
maupun orang dewasa. Pengharapan seperti ini berbeda pada setiap
buadaya, antara daerah geografis, dan diantara kelompok sosio
ekonomis.
5) Emosionalitas
Remaja lebih mampu mengendalikan emosinya pada masa
remaja akhir. Mereka mampu mengahadapi masalah dengan
tenang dan rasioanl, dan walaupun masih mengalami periode
depresi, perasaan mereka lebih kuat dan mulai menunjukan emosi
yang lebih matang pada masa remaja akhir. Sementara remaja awal
bereaksi cepat dan emosional, remaja akhir dapat mengendalikan
emosinya sampai waktu dan tempat untuk mengekspresikan
dirinya dapat diterima masyarakat. Mereka masih tetap mengalami
peningkatan emosi, dan jika emosi itu diperlihatkan, perilaku
mereka menggambarkan perasaan tidak aman, ketegangan, dan
kebimbangan.
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
31
6) Perkembangan Kognitif
Teori perkemabangan kognitif menurut Piaget dalam Wong
(2009), remaja tidak lagi dibatasi dengan kenyataan dan actual,
yang merupakan ciri periode berpikir konkret, mereka juga
memperhatikan terhadap kemungkinan yang akan terjadi. Pada
saat ini mereka lebih jauh ke depan. Tanpa memusatkan perhatian
pada situasi saat ini, mereka dapat membayangkan suatu rangkaian
peristiwa yang mungkin terjadi, seperti kemungkinan kuliah dan
bekerja. Memikirkan bagaimana segala sesuatu mungkin dapat
berubah di masa depan, seperti hubungan dengan orang tau, dan
akibat dari tindakan mereka, mislanya dikeluarkan dari sekolah.
Remaja secara mental mampu memanipulasi lebih dari dua
kategori variabel pada waktu yang bersamaan. Misalnya, mereka
dapat mempertimbangkan hubungan antara kecepatan, jarak dan
waktu dalam membuat rencana perjalanan wisata. Mereka dapat
mendeteksi konsistensi atau inkonsistensi logis dalam sekelompok
pernyataan dan mengevaluasi system, atau serangkaian nilai-nilai
dalam perilaku yang lebih dapat dianalisis.
7) Perkembangan Moral
Teori perkembangan moral menurut Kohlberg dalam Wong
(2009), masa remaja akhir dicirkan dengan suatu pernyataan serius
mengenai nilai moral dan individu. Remaja dapat dengan mudah
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
32
mengambil peran lain. Mereka memahami tugas dan kewajiban
berdasarkan hak timbal balik dengan orang lain, dan juga
memahami konsep peradilan yang tampak dalam penetapan
hukuman terhadap kesalahan dan perbaikan atau penggantian apa
yang telah dirusak akibat tindakan yang salah. Namun demikian,
mereka mempertanyakan peraturan-peraturan moral yang telah
ditetapkan, sering sebagai akibat dari observasi remaja bahwa
suatu peraturan secara verbal berasal dari orang dewasa tetapi
mereka tidak mematuhi peraturan tersebut.
8) Perkembangan Spiritual
Pada saat remaja mulai mandiri dari orang tua atau otoritas
yang lain, beberapa diantaranya mulai mempertanyakan nilai dan
idela keluarga mereka. Sementara itu, remaja lain tetap berpegang
teguh pada nilai-nilai ini sebagai elemen, yang stabil dalam
hidupnya seperti ketika mereka berjuang melawan konflik pada
periode pergolakan ini remaja mungkin menolak aktivitas ibadah
yang formal tetapi melakukan ibadah secara individual denagn
privasi dalamkamar mereka sendiri. Mereka mungkin memerlukan
eksplorasi terhadap konsep keberadaan Tuhan. Membandingkan
agama mereka denga orang laindapat menyebabkan mereka
mempertanyakan kepercayaan mereak sendiri tetapi pada akhirnya
menghasilkan perumusan dan penguatan spiritualitas mereka.
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
33
9) Perkembangan Sosial
Untuk memperoleh kematangan penuh, remaja harus
membebaskan diri mereka dari dominasi keluarga dan menetapkan
sebuah identitas yang mandiri dari wewenang orang tua. Namun,
proses ini penuh dengan ambivalensi baik dari remaja maupun
orang tua. Remaja ingin dewasa dan ingin bebas dari kendali orang
tua, tetapi mereka takut ketika mereka mencoba untuk memahami
tanggung jawab yang terkait dengan kemandirian.
a) Hubungan dengan orang tua
Selama masa remaja, hubungan orang tua-anak berubah
dari menyayangi dan persamaan hak. Proses mencapai
kemandirian sering kali melibatkan kekacauan dan ambigulitas
karena baik orang tua maupun remaja berajar untuk
menampilkan eran yang baru dan menjalankannya sampai
selesai, sementara pada saat bersamaan, penyelesaian seirng
kali merupakan rangkaian kerenggangan yang menyakitkan,
yang penting untuk menetapkan hubungan akhir.
Pada saat remaja menuntut hak mereka untuk
mengembangkan hak-hak istimewanya, mereka seringkali
menciptakan ketegangan di dalam rumah. Mereka menentang
kendali orang tua, dan konflik dapat muncul pada hampir
semua situasi atau masalah.
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
34
b) Hubungan dengan teman sebaya
Orang tua selalu memberi pengaruh utama dalam
sebagai besar kehidupan, bagi sebagaian besar remaja, teman
sebaya dianggap lebih berperan penting ketika masa remaja
dibandingksn masa kanak-kanak. Kelompok teman sebaya
memberikan remaja perasaan kekuatan dan kekuasaan.
c) Kelompok teman sebaya
Remaja biasanya berpikiran sosial, suka berteman, dan
suka berkelompok. Dengan demikian kelompok teman sebaya
memiliki evaluasi diri dan perilaku remaja. Untuk memperoleh
penerimaan kelompok, remaja awal berusaha untuk
menyesuaikan secara total dalam berbagai hal seperti model
berpakaian, gaya rambut, selera musik, dan tata bahasa, sering
kali mengorbankan individualitas dan tuntutan diri. Segala
sesuatu pada remaja diukur oleh reaksi teman sebayanya.
d) Sahabat
Hubungan personal antara orang dengan orang lain
yang berbeda biasanya terbentuk antara remaja sesama jenis.
Hubungan ini lebih dekat dan lebih stabil daripada hubungan
yang dibentuk pada masa kanak-kanak pertengahan, dan
penting untuk pencarian identitas. Seorang sahabat merupakan
pendengar terbaik, yaitu tempat remaja mencoba kemungkinan
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
35
peran-peran dan suatu peran bersamaan, mereka saling
memberikan dukungan satu sama lain.
e) Perkembangan kepribadian
Pada masa remaja, anak laki-laki dan perempuan sudah
menyadari sifat-sifat yang baik dan yang buruk, dan mereka
menilai sifat-sifat ini sesuai dengan sifat teman-teman mereka.
Mereka juga sadar akan peran kepribadan dalam hubungan-
hubungan sosial dan oleh karenanya terdorong untuk
memperbaiki kepribadian mereka (Hurlock, 2000). Banyak
remaja menggunakan standar kelompok sebagai dasar konsep
mereka mengenai kepribadian “ideal”. Tidak banyak yang
merasa dapat mencapai gambaran yang ideal ini dan mereka
yang tidak berhasil ingin merubah kepribadian mereka
(Hurlock, 2000).
3. Persepsi
a. Definisi
Persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari serapan
tertentu atau proses seseorang untuk mengetahui beberapa hal melalui
panca indranya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008). Seperti
pendapat Robbins dalam Muchlas (2008), persepsi diartikan sebagai
proses dimana seseorang mengorganisasikan dan menginterpretasikan
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
36
kesan sensorisnya agar dapat memberikan arti kepada lingkungan
sekitarnya.
Menurut Devito (2011), persepsi adalah proses dimana seseorang
menjadi sadar terhadap stimulus yang mempengaruhi indra seseorang
tersebut. Persepsi mempengaruhi rangsangan (stimulus) atau suatu
pesan yang diserap oleh seseorang dan makna apa yang seseorang
berikan kepada orang lain saat orang lain mencapai kesadaran.
Rakhmat (2007) mendefinisikan bahwa persepsi adalah pengalaman
mengenai objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh
dari menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau
informasi kedalam otak manusia, melalui persepsi manusia terus
menerus mengadakan hubungan dengan lingkunganya. Hubungan ini
dilakukan lewat inderanya, yaitu indera penglihat, pendengar, peraba,
perasa, dan pencium (Slameto, 2010). Menurut Robbins (2003) yang
mendeskripsikan bahwa persepsi merupakan kesan yang diperoleh
individu melalui panca indera kemudian dianalisa (diorganisir),
diinterpretasi dan kemudian dievaluasi, sehingga individu tersebut
memperoleh makna.
Dalam kamus besar Psikologi, persepsi diartikan sebagai suatu
proses pengamatan seseorang terhadap lingkungan dengan
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
37
menggunakan indra-indra yang dimiliki sehingga ia menjadi sadar
akan segala sesuatu yang ada dilingkunganya.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi adalah proses
seseorang untuk menerima informasi melalui panca indranya. Baik
melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan
penciuman. Kemudian rangsangan terhadap alat indra diatur untuk
dilakukan pengorganisasian dan penafsiran. Proses penafsiran pada
setiap individu tidak sama terhadap informasi yang diterima.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Asumsi yang didasarkan pada pengalaman masa lalu dan
persepsi-persepsi yang dipengaruhi oleh asumsi-asumsi yang
didasarkan pada pengalaman masa lalu dikemukakan oleh sekelompok
peneliti yang berasal dari Universitas Princenton seperti Adeltbert
Ames, Jr, Hadley Cantril, Edward Engels, William H Ittelson dan
Adelbert Amer, Jr. Mereka mengemukakan konsep yang disebut
dengan pandangan transaksional (transactional view). Konsep ini pada
dasarnya menjelaskan bahwa pengamat dan dunia sekitar merupakan
partisipan aktif dalam tindakan persepsi.
c. Proses persepsi
Menurut Devito (2011) persepsi itu bersifat kompleks. Tidak
ada yang mempengaruhi pesan yang memasuki otak kita. Sebagai
contoh bisikan orang lain terhadap kita dan suatu tulisan di sebuah
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
38
kertas. Apa yang terjadi di luar sana dapat berbeda dengan apa yang
mencapai otak kita. Proses persepsi dibagi dalam tiga tahapan. Ketiga
tahapan ini bersifat continue (menerus), bercampur baur dan
bertumpang tindih satu sama lain. Ketiga tahapan persepsi itu meliputi
tiga hal berikut:
Proses terjadinya persepsi (Amalia, 2010)
1) Terjadinya stimulasi alat indra (sensory stimulation). Pada tahap
pertama alat-alat indra distimulasi (dirangsang). Walaupun kita
mempunyai kemampuan pengindraan untuk merasakan stimulus
(rangsangan), kita tidak selalu menggunakannya. Kita akan
menangkap bagi kita dan tidak menangkap yang kelihatannya tidak
bermakna.
2) Stimulasi terhadap alat indra diatur. Pada tahap kedua rangsangan
terhadap alat indra diatur menurut berbagai prinsip. Salah satu
prinsip yang sering digunakan adalah prinsip proksimitas
Stimulus
Penglihatan
Suara
Bau
Rasa
Texture
Indera
penerima
perhatian Interpretasi tanggapan
persepsi
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
39
(proximity) atau kemiripan. Orang atau pesan yang secara fisik
mirip satu sama lain dipersepsikan bersama-sama atau sebagai satu
kesatuan (unit). Prinsip yang lain adalah kelengkapan (closure).
Kita memandang atau mempersepsikan suatu gambar atau pesan
yang dalam kenyataan tidak lengkap sebagai gambar atau pesan
yang lengkap. Kita melengkapi pesan yang kita dengar dengan
bagian-bagian yang tampaknya logis untuk melengkapi pesan
tersebut.
3) Stimulasi alat indra ditafsirkan-dievaluasi. Langkah ketiga dalam
proses perseptual adalah penafsiran-evaluasi. Kedua istilah ini
tidak dapat dipisahkan, oleh karena itu harus digabung. Langkah
ketiga ini merupakan proses subjektif yang melibatkan evaluasi di
pihak penerima. Penafsiranevaluasi sangat dipengaruhi oleh
pengalaman masa lalu, kebutuhan, keinginan, sistem nilai,
keyakinan tentang yang seharusnya, keadaan fisik dan emosi pada
saat itu, dan sebagainya yang ada pada kita. Jadi penafsiran-
evaluasi kita tidak semata-mata didasarkan pada rangsangan luar.
Hendaknya jelas dari daftar pengaruh tersebut bahwa ada banyak
peluang bagi penafsiran. Meskipun kita menerima sebuah pesan,
tetapi cara menafsirkan-mengevaluasinya pada masing-masing
orang berbeda. Penafsiran-evaluasi ini juga akan berbeda bagi satu
orang yang sama dari satu waktu ke waktu. Perbedaan individual
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
40
ini jangan sampai membutakan kita akan validitas beberapa
generalisasi tentang persepsi. Walaupun generalisasi ini belum
tentu berlaku bagi seseorang tertentu, namun hal tersebut berlaku
untuk sebagian besar orang.
d. Proses yang mempengaruhi persepsi
Menurut Devito (2011) antara kejadian stimulasi (sampainya
sebuah pesan, keberadaan seseorang, senyum, atau lirikan mata) dan
evaluasi atau penafsiran terhadap persepsi tersebut, persepsi
dipengaruhi oleh berbagai proses psikologi penting. Terdapat enam
proses utama yang mempengaruhi persepsi sebagai berikut:
1) Teori kepribadian implisit. “Efek halo” yang banyak dikenal orang
awam merupakan fungsi dari teori kepribadian implisit kita. Jika
kita percaya bahwa seseorang memiliki sejumlah kualitas positif,
maka biasanya kita menyimpulkan juga bahwa ia memiliki kualitas
positif yang lain. Ada juga “Efek halo terbalik”. Jika kita
mengetahui seseorang mempunyai sejumlah kualitas negatif, maka
kita juga akan cenderung menyimpulkan bahwa orang itu
mempunyai kualitas negatif yang lain. Penggunaan teori
kepribadian implisit ini, bersama dengan efek halo dan efek halo
terbaliknya, seringkali membawa kita pada ramalan yang terpenuhi
dengan sendirinya (self-fulfilling prophecies), proses yang
mempengaruhi persepsi kedua.
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
41
2) Ramalan yang terpenuhi dengan sendirinya. Proses kedua yang
mempengaruhi persepsi ini akan terjadi jika kita memperkirakan
atau merumuskan keyakinan yang menjadi kenyataan karena kita
meramalkannya dan bertindak seakan-akan itu benar. Terdapat
empat langkah dalam proses ini: a) Kita memprediksi atau
merumuskan keyakinan tentang seseorang atau situasi. b) Kita
bersikap kepada orang atau situasi tersebut seolah-olah ramalan
atau keyakinan kita benar. c) Karena kita bersikap seperti itu
(seolah-olah keyakinan kita benar), maka menjadi kenyataan. d)
Kita mengamati efek kita terhadap seseorang atau situasi, dan apa
yang kita saksikan memperkuat keyakinan kita. Jika kita
meramalkan tentang suatu karakteristik atau situasi dan jika kita
mengharapkan seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu,
maka ramalan kita seringkali menjadi kenyataan karena adanya
ramalan yang terpenuhi dengan sendirinya ini.
3) Aksentuasi perseptual. Pada proses ini membuat kita melihat apa
yang kita harapkan dan kita inginkan. Kita melihat orang yang kita
sukai sebagai lebih cantik dan lebih pandai daripada orang yang
tidak kita sukai. Kontra argumen yang jelas adalah bahwa
sebenarnya kita lebih menyukai orang yang cantik dan pandai dan
oleh sebab itu kita mencari orang-orang seperti ini, bukan karena
orang yang kita sukai itu kelihatan cantik dan pandai. Aksentuasi
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
42
perseptual dapat menimbulkan hambatan. Kecenderungan kita
untuk mempersepsikan yang kita inginkan atau butuhkan dapat
membuat kita mendistorsi persepsi kita tentang realistas, membuat
kita melihat apa yang kita butuhkan dan kita inginkan daripada apa
yang nyatanya ada, ada tidak melihat apa yang tidak ingin kita
lihat.
4) Primari-resensi. Dalam proses ini kita menggunakan informasi
yang datang lebih dahulu untuk mendapatkan gambaran umum
seperti apa orang itu. Lalu kita menggunakan informasi yang
datang belakangan untuk lebih spesifik. Dari efek primari-resensi
ini kita mengetahui bahwa kesan pertama yang tercipta tampaknya
paling penting. Melalui kesan pertama ini, orang lain akan
menyaring tambahan informasi untuk mengetahui gambaran
tentang seseorang yang mereka persepsikan. Primari-resensi dapat
menimbulkan hambatan. Kecenderungan kita untuk lebih
mementingkan informasi yang datang lebih dahulu dan
menafsirkan informasi yang datang belakangan sesuai dengan
kesan pertama akan membuat kita merumuskan gambaran
menyeluruh tentang seseorang berdasarkan kesan awal yang belum
tentu benar.
5) Konsistensi. Menggambarkan kebutuhan kita untuk memelihara
keseimbangan diantara sikap-sikap kita. Kita memperkirakan
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
43
bahwa hal-hal tertentu selalu muncul bersama-sama dan hal-hal
lain tidak akan muncul bersama-sama. Kita berharap seseorang
yang kita sukai mempunyai karakteristik yang kita sukai pula, dan
kita berharap musuh-musuh kita tidak mempunyai karakteristik
yang kita sukai. Sebaliknya, kita berharap orang yang kita sukai
tidak mempunyai sifat-sifat yang tidak menyenangkan dan orang
yang tidak kita sukai memiliki sifat-sifat yang tidak
menyenangkan. Konsistensi bisa menimbulkan hambatan.
Kecenderungan kita untuk melihat konsistensi pada diri seseorang
bisa menyebabkan kita mengabaikan persepsi tentang perilaku
yang tidak konsisten dengan gambaran kita mengenai seseorang
secara utuh.
6) Stereotipe. Istilah dalam bidang percetakan yang mengacu pada
suatu pelat yang mencetak gambar atau tulisan yang sama
berulang-ulang. Dalam sosiologis atau psikologis, stereotipe
adalah citra yang melekat pada sekelompok orang. Kita semua
memiliki stereotipe atitudinal tentang kelompok bangsa, kelompok
agama, kelompok ras, atau mungkin tentang kaum penjahat, kaum
tuna susila, guru, atau tukang sapu. Apabila kita mempunyai kesan
melekat ini, jika berjumpa dengan salah seorang anggota
kelompok, melihat orang itu terutama sebagai anggota kelompok
itu. Untuk awal membantu kita mendapatkan orientasi terhadap
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
44
kelompok tersebut. Namun apabila kita menganggap bahwa semua
karakter yang melekat pada kelompok tersebut kita tetapkan juga
pada salah satu orang di kelompok tersebut maka akan
menimbulkan masalah karena setiap orang memiliki pribadi yang
khas. Stereotipe mendistorsi kemampuan kita untuk
mempersepsikan orang lain secara akurat. Stereotipe menghalangi
kita untuk melihat seseorang sebagai seseorang dan bukan sekedar
sebagai anggota suatu kelompok. Teori kepribadian implisit
Stereotipe Ramalan yang terpenuhi dengan sendirinya Konsistensi
Aksentuasi persepsi Primari-resensi.
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi selektivitas persepsi
Menurut Muchlas (2008) selektivitas persepsi dapat
dipengaruhi oleh faktor perhatian luar dan faktor perhatian dalam.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi selektivitas persepsi baik
dari luar maupun dari dalam adalah sebagai berikut:
1) Faktor perhatian luar. Faktor perhatian luar terdiri dari pengaruh-
pengaruh lingkungan luar seperti:
a) Intensitas. Prinsip intensitas perhatian luar adalah makin intens
stimulus luar, makin besar kemungkinannya untuk
dipersepsikan. Sebagai contoh suara yang keras, bau yang
menyengat, cahaya yang menyilaukan akan lebih diperhatikan
daripada suara yang lembut, bau yang lemah, atau cahaya yang
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
45
redup. Dalam konsep psikologi, sebuah prinsip persepsi saja
tidak dapat berdiri sendiri untuk menjelaskan perilaku manusia
yang kompleks. Prinsip intensitas ini hanya merupakan faktor
kecil saja dalam proses persepsi, dan hanya bagian dari proses
kognitif, dimana yang terakhir hanya bagian dari perilaku
manusia.
b) Ukuran. Ukuran hubungannya sangat dekat dengan intensitas.
Prinsip ukuran adalah makin besar objeknya, makin besar
kemungkinan untuk dipersepsikan. Sebagai contoh teknisi
bengkel mesin, mereka akan lebih memperhatikan mesin-
mesin besar daripada mesin-mesin yang kecil walaupun
ongkos operasionalisasi dan pemeliharaannya sama.
c) Kontras. Prinsip kontras adalah berbagai stimulus luar yang
berlawanan dengan latar belakangnya atau yang tidak diduga
oleh orang-orang lain akan memperoleh perhatian mereka.
Sebagai contoh karyawan pabrik, mereka sudah biasa
mendengar suara bising bertahun-tahun oleh karena itu tidak
terlalu banyak memperhatikan suara tersebut. Namun jika
suara bising itu tiba-tiba menghilang/berhenti maka mereka
akan segera memperhatikan hal tersebut.
d) Repetisi. Prinsip repetisi adalah sebuah stimulus luar yang
diulang-ulang akan lebih memperoleh perhatian daripada yang
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
46
tidak diulang. Faktanya, repetisi dapat meningkatkan sensivitas
atau kewaspadaan seseorang terhadap stimulus. Sebagai contoh
seorang karyawan, karyawan tersebut akan lebih mengerti jika
tugas yang diberikan oleh bos diulang berkali-kali dan tidak
hanya sekali.
e) Gerakan. Prinsip gerakan adalah manusia lebih memperhatikan
yang bergerak dalam pandangan matanya daripada objek yang
diam. Sebagai contoh seorang karyawan, karyawan tersebut
akan lebih memperhatikan barang yang bergerak ke arahnya
daripada memperhatikan sebuah mesin yang tidak bergerak di
dekatnya.
f) Keterbaruan dan keterbiasaan. Prinsip ini adalah situasi
eksternal yang baru maupun yang sudah familiar akan menjadi
ukuran besarnya perhatian kita. Sebagai contoh dalam suatu
perusahaan, perusahaan yang sudah lama bisa di setting
menjadi objek-objek yang baru atau objek-objek yang sudah
familiar di setting ke dalam perusahaan yang baru agar dapat
menarik perhatian kita.
2) Faktor perhatian dalam. Faktor ini penting karena didasarkan pada
masalah psikologis individu yang bersifat kompleks. Faktor
perhatian dalam diantaranya:
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
47
a) Proses belajar dan persepsi. Kebanyakan orang melihat yang
menyangkut dunia dan isinya sebagai hasil dari pengalaman
masa lalu dan proses belajar. Walaupun pengalaman masa lalu
itu belum tentu relevan dengan situasi sekarang, namun pelaku
persepsi selalu mempertimbangkannya. Oleh karena itu,
implikasi penyeragaman persepsi sangat penting dalam
perilaku organisasi. Sebagai contoh dalam perusahaan, terdapat
kualitas produk tertentu yang menurun, insinyur mesin
mempersepsikan bahwa hal tersebut dapat diatasi dengan
memperbaiki kemampuan desain mesinnya. Berbeda dengan
manajer personalia yang mempersepsikan untuk lebih banyak
pemberian latihan dan intensif kepada karyawan.
b) Motivasi dan persepsi. Motivasi juga mempunyai dampak yang
besar terhadap selektivitas persepsi. Orang yang mempunyai
kebutuhan kuat terhadap kekuatan, afiliasi, dan keberhasilan
akan menunjukkan perhatian yang besar terhadap variabel-
variabel situsional yang relevan. Sebagai contoh seorang
karyawan, karyawan tersebut hendak makan di sebuah rumah
makan saat jam makan siang, karyawan tersebut akan lebih
memilih duduk di meja yang banyak diduduki oleh teman-
teman kerjanya daripada meja yang hanya diduduki satu orang
teman kerjanya.
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
48
c) Kepribadian dan persepsi. Kepribadian pelaku persepsi juga
mempengaruhi reaksi terhadap situasi yang konfrontatif.
Sebagai contoh persepsi generasi tua dan muda pada film-film
modern. Kalangan tua kadang-kadang tidak suka dan tidak
mengerti film-film modern pada zaman sekarang. Lain halnya
dengan anak muda yang gandrung terhadap film-film ini. Jadi
tidak hanya kepribadian yang berbeda, kategori umur juga
menimbulkan perbedaan individual. Ternyata baik kepribadian,
nilai-nilai, dan bahkan umur, ikut mempengaruhi cara-cara
manusia berpersepsi terhadap lingkungan di sekitarnya.
4. Guru
a. Definisi
Menurut Kunandari (2009) guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan,melatih menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah. Keprofesionalisme guru menurut Surya
(dalam Kunadar, 2009) guru yang professional akan tercermin dalam
pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian
baik dalam materi dan metode.
Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung
jawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
49
individual maupun klasikal, di sekolah maupun di luar sekolah
(Djamarah, 2010). Sanjaya dalam Majid (2014) berpendapat bahwa
guru merupakan salah satu faktor penting dalam implementasi
kurikulum. Bagaimanapun idealnya suatu kurikulum tanpa ditunjang
oleh kemampuan guru untuk mengimplementasikannya, maka
kurikulum itu tidak akan bermakna sebagai suatu alat pendidikan; dan
sebaliknya pembelajaran tanpa kurikulum sebagai pedoman tidak akan
efektif. Guru merupakan salah satu komponen terpenting dalam dunia
pendidikan. Ruh pendidikan sesungguhnya terletak dipundak guru.
Bahkan, baik buruknya atau berhasil tidaknya pendidikan hakikatnya
ada di tangan guru. Sebab, sosok guru memiliki peranan yang strategis
dalam ”mengukir” peserta didik menjadi pandai, cerdas, terampil,
bermoral dan berpengetahuan luas.
b. Tugas guru
Tugas guru tidak hanya sebagai suatu profesi, tetapi juga sebagai
suatu tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan. 1) Tugas guru sebagai
suatu profesi menuntut kepada guru untuk mengembangkan
profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Mendidik, mengajar, dan melatih anak didik adalah tugas
guru sebagai suatu profesi. 2) Tugas kemanusiaan guru harus terlibat
dengan kehidupan di masyarakat dengan interaksi sosial. Guru harus
menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada anak didik. 3) Di bidang
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
50
kemsyarakatan guru mempunyai tugas mendidik dan mengajar
masyarakat untuk menjadi warga Negara Indonesia yang bermoral
pancasila. Memang tidak dapat dipungkiri bila guru mendidik anak
didik sama halnya guru mencerdaskan bangsa Indonesia.
c. Peranan guru
Peranan yang diharapkan dari guru seperti diuraikan di bawah
ini: Sebagai korektor, guru harus bisa membedakan mana nilai yang
baik dan mana nilai yang buruk. Semua nilai yang baik harus guru
pertahankan dan semua nilai yang buruk harus disingkirkan dari jiwa
dan watak anak didik. Sebagai inspirator, Guru harus dapat
memberikan ilham yang baik bagi kemajuan belajar anak didik.
Sedangkan sebagai informator, guru harus dapat memberikan
informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain
sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah
diprogramkan dalam kurikulum. Guru memiliki kegiatan pengelolaan
kegiatan akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender
akademik, dan sebagainya dalam perannya sebagai organisator. Guru
hendaknya juga dapat mendorong dan memotivasi anak didik agar
bergairah dan aktif belajar. Guru dapat menganalisis motif-motif yang
melatarbelakangi anak didik malas belajar dan menurun prestasinya di
sekolah. Guru sebagai fasilitator hendaknya dapat menyediakan
fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar anak didik
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
51
yang akan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan anak
didik. Guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik, karena
kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dan guru dalam
rangka menerima bahan pelajaran dari guru. Kehadiran guru di
sekolah adalah untuk membimbing anak didik menjadi manusia
dewasa susila yang cakap. Tanpa bimbingan, anak didik akan
mengalami kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya. Oleh
karena itu, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman
yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan
jenisnya, baik media nonmaterial maupun materiil. Untuk bahan
pelajaran yang sukar dipahami anak didik, guru harus berusaha dengan
membantunya, dengan cara memperagakan apa yang diajarkan secara
didaktis, sehingga apa yang guru inginkan sejalan dengan pemahaman
anak didik. Maka dari itu, peran guru adalah sebagai demonstator
(Djamarah, 2010)
Kompetensi guru menurut UU No 14 Tahun 2005 tentang guru
dan dosen (Bab 1 pasal 10), kompetensi guru adalah : seperangkat
pengetahuan,keterampilan, dan perilakuyang harus dimiliki, dihayati,
dan dikuasaioleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan.
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
52
d. Peran Guru
Menurut Tunjung (2011) dilihat dari segi dirinya (self
oriented), seorang guru harus berperan sebagai (1) petugas sosial,
yaitu seorang yang harus membantu untuk kepentingan masyarakat.
Dalam kegiatan-kegiatan masyarakat guru senantiasa merupakan
petugas-petugas yang dapat dipercaya untuk berpartisipasi
didalamnya. (2) pelajar dan ilmuan, yaitu sebagai yang senantiasa
menuntut ilmu pengetahuan. Dengan berbagai cara setiap saat guru
senantiasa belajar mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan.
Disamping itu guru menjadi spesialis, misalnya seorang guru
matematika akan menjadi wakil dari dunia matematika. (3) guru juga
berperan sebagai orangtua yaitu mewakili orangtua murid sekolah
dalam pendidikan anaknya. Sekolah merupakan lembaga pendidikan
setelah lingkungan keluarga, sehingga dalam arti luas sekolah dapat
merupakan lingkungan keluarga dimana guru bertugas sebagai
orangtua dari siswa-siswinya. (4) pencari teladan yaitu yang senantiasa
mencari teladan yang baik untuk siswa, dan bahkan bagi seluruh
masyarakat. Guru menjadi ukuran bagi normal tingkah laku. (5)
pencari keamanan yatu yang senantiasa mencari rasa aman bagi orang
lain (siswa). Guru menjadi tempat berlindung bagi siswa-siswi untuk
memperoleh rasa aman.
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
53
B. Kerangka Teori
Sumber: Andi dan Robinson (2010), Huraerah (2007), Sri (2013), Robinson Katty (2010) dan Sejiwa (2006)
Jenis-jenis bullying
Bullying verbal, fisik dan
mental
Sumber : Andi Priyatna
(2010
Dampak fisik
1. Sakit kepala
2. Cidera pada tubuh
3. Kematian
Sumber : Sri
(2013)
Psikologis
1. Cemas
2. Ketakutan
3. Meningkatkan isolasi
sosial
4. Stress
5. Depresi
Sumber : (YKAI)
dalam (huraerah,
2007) Sejiwa (2006)
Sosial
1. Membenci lingkungan
sosialnya
2. Menarik diri dari
lingkungan
3. Takut membina
hubungan baru dengan
orang lain.
Sumber : YKAI
Persepsi
guru
terhadap
perilaku
bullying
Upaya pencegahan
1. Keluarga
2. Institusi sekolah
3. Lingkungan
4. Teman sebaya
Sumber :
Robinson Katty
(2010)
1. Bentuk
perilaku
bullying
2. Jenis perilaku
bullying
3. Dampak
perilaku
bullying
4. Pencegahan
bullying Sumber :
Robinson Katty
(2010)
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Penyebab terjadinya bullying
Faktor keluarga teman
sebaya lingkungan sekolah
Sumber : Andi Priyatna
(2010)
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
54
C. Kerangka Konsep
Konsep merupakan abstraksi dari suatu realitas agar dapat
dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan
antarvariabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti)
(Nursalam, 2008).
Pada penelitian ini peneliti ingin meneliti mengenai persepsi guru
terhadap perilaku bullying pada anak SMP Al-Hikmah 02 Benda Sirampog
Brebes.
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Perilaku Bullying Anak SMP Persepsi Guru
Faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi guru:
1. Faktor perhatian dalam
a. Proses belajar dan persepsi
b. Motivasi dan persepsi
c. Kepribadian dan persepsi
2. Faktor perhatian luar
a. Intensitas
b. Ukuran
c. Kontras
d. Repitisi
e. Gerakan
f. Keterbukaan dan
keterbiasaan
Persepsi Guru Terhadap..., Ninda Nila Insani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017