bab ii tinjauan pustaka a. konsep dasar partisipasi 1 ...eprints.umm.ac.id/62267/3/bab ii...

25
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Partisipasi 1. Pengertian Partipasi Banyak ahli memberikan pengertian mengenai konsep partisipasi. Bila dilihat dari asal katanya, kata partisipasi berasal dari kata bahasa Inggris “participation” yang berarti pengambilan bagian, pengikutsertaan. 1 Partisipasi berarti peran serta seseorang atau kelompok masyarakat dalam proses pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan dengan memberi masukan pikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dan atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil -hasil pembangunan. 2 Pengertian tentang partisipasi dikemukakan oleh Fasli Djalal dan Dedi Supriadi, dimana partisipasi dapat juga berarti bahwa pembuat keputusan menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat dalam bentuk penyampaian saran dan pendapat, barang, keterampilan, bahan dan jasa. Partisipasi dapat juga berarti bahwa kelompok mengenal masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan mereka, membuat keputusan, dan memecahkan masalahnya. 3 H.A.R.Tilaar mengungkapkan partisipasi adalah sebagai wujud dari keinginan untuk mengembangkan demokrasi melalui proses desentralisasi dimana diupayakan antara lain perlunya perencanaan dari bawah (bottom-up) dengan mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan dan pembangunan 1 John M. Echols dan Hassan Shadily. 2000. Kamus Inggris Indonesia An English Indonesia Dictionary. Jakarta : PT. Gramedia, halm. 419 2 I Nyoman Sumaryadi. 2010. Sosiologi Pemerintahan Dari Perspektif Pelayanan, Pemberdayaan, Interaksi, dan Sistem Kepemimpinan Pemerintah Indonesia. Bogor : Ghalia Indonesia. Halm.46 3 Jalal, Fasli dan Dedi Supriadi, 2001, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah, Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Halm. 202

Upload: others

Post on 17-Nov-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Partisipasi 1 ...eprints.umm.ac.id/62267/3/BAB II (2).pdf · yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Partisipasi

1. Pengertian Partipasi

Banyak ahli memberikan pengertian mengenai konsep partisipasi. Bila

dilihat dari asal katanya, kata partisipasi berasal dari kata bahasa Inggris

“participation” yang berarti pengambilan bagian, pengikutsertaan.1

Partisipasi berarti peran serta seseorang atau kelompok masyarakat dalam

proses pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk

kegiatan dengan memberi masukan pikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dan

atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil -hasil pembangunan.2

Pengertian tentang partisipasi dikemukakan oleh Fasli Djalal dan Dedi

Supriadi, dimana partisipasi dapat juga berarti bahwa pembuat keputusan

menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat dalam bentuk penyampaian

saran dan pendapat, barang, keterampilan, bahan dan jasa. Partisipasi dapat juga

berarti bahwa kelompok mengenal masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan

mereka, membuat keputusan, dan memecahkan masalahnya.3

H.A.R.Tilaar mengungkapkan partisipasi adalah sebagai wujud dari

keinginan untuk mengembangkan demokrasi melalui proses desentralisasi dimana

diupayakan antara lain perlunya perencanaan dari bawah (bottom-up) dengan

mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan dan pembangunan

1 John M. Echols dan Hassan Shadily. 2000. Kamus Inggris Indonesia An English Indonesia

Dictionary. Jakarta : PT. Gramedia, halm. 419 2 I Nyoman Sumaryadi. 2010. Sosiologi Pemerintahan Dari Perspektif Pelayanan, Pemberdayaan,

Interaksi, dan Sistem Kepemimpinan Pemerintah Indonesia. Bogor : Ghalia Indonesia. Halm.46 3 Jalal, Fasli dan Dedi Supriadi, 2001, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah,

Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Halm. 202

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Partisipasi 1 ...eprints.umm.ac.id/62267/3/BAB II (2).pdf · yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

15

masyarakatnya.4

Menurut Sundariningrum dalam Sugiyah mengklasifikasikan partisipasi

menjadi 2 (dua) berdasarkan cara keterlibatannya, yaitu:5

a. Partisipasi Langsung

Partisipasi yang terjadi apabila individu menampilkan kegiatan tertentu

dalam proses partisipasi. Partisipasi ini terjadi apabila setiap orang dapat

mengajukan pandangan, membahas pokok permasalahan, mengajukan keberatan

terhadap keinginan orang lain atau terhadap ucapannya.

b. Partisipasi tidak langsung

Partisipasi yang terjadi apabila individu mendelegasikan hak

partisipasinya. Cohen dan Uphoff yang dikutip oleh Siti Irene Astuti D

membedakan patisipasi menjadi empat jenis, yaitu pertama, partisipasi dalam

pengambilan keputusan. Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan. Ketiga, partisipasi

dalam pengambilan pemanfaatan. Dan Keempat, partisipasi dalam evaluasi.6

Pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan. Partisipasi ini

terutama berkaitan dengan penentuan alternatif dengan masyarakat berkaitan

dengan gagasan atau ide yang menyangkut kepentingan bersama. Wujud

partisipasi dalam pengambilan keputusan ini antara lain seperti ikut

menyumbangkan gagasan atau pemikiran, kehadiran dalam rapat, diskusi dan

tanggapan atau penolakan terhadap program yang ditawarkan.

Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan meliputi menggerakkan sumber

daya dana, kegiatan administrasi, koordinasi dan penjabaran program. Partisipasi

4 H.A.R Tilaar (2009). Kekuasaan dan Pendidikan: Manajemen Pendidikan Nasional dalam

Pusaran Kekuasaan. Jakarta: Rineka Cipta. Halm. 287 5 Sundariningrum.2001.Klasifikasi Partisipasi.Jakarta: Grasindo. Halm. 38

6 Siti Irene Astuti Dwiningrum. 2011. Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam

Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halm:61-63

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Partisipasi 1 ...eprints.umm.ac.id/62267/3/BAB II (2).pdf · yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

16

dalam pelaksanaan merupakan kelanjutan dalam rencana yang telah digagas

sebelumnya baik yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan maupun

tujuan.

Ketiga, partisipasi dalam pengambilan manfaat. Partisipasi dalam

pengambilan manfaat tidak lepas dari hasil pelaksanaan yang telah dicapai baik

yang berkaitan dengan kualitas maupun kuantitas. Dari segi kualitas dapat dilihat

dari output, sedangkan dari segi kuantitas dapat dilihat dari presentase

keberhasilan program.

Keempat, partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi dalam evaluasi ini

berkaitan dengan pelaksanaan pogram yang sudah direncanakan sebelumnya.

Partisipasi dalam evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui ketercapaian program

yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

dapat disimpulkan bahwa partisipasi adalah keterlibatan suatu individu atau

kelompok dalam pencapaian tujuan dan adanya pembagian kewenangan atau

tanggung jawab bersama.

Konsep partisipasi yang dikemukakan oleh Totok Mardikanto adalah

keikutsertaan seseorang atau sekelompok anggota masyarakat dalam suatu

kegiatan. Masih menurut Totok Mardikanto dalam kamus Sosiologi Bomby

mengartikan partisipasi sebagai tindakan untuk “mengambil bagian” yaitu

kegiatan atau pernyataan untuk mengambil bagian dari suatu kegiatan untuk

memperoleh manfaat, menurut kamus sosiologi tersebut bahwa partisipasi

merupakan keikutsertaan seseorang di dalam kelompok sosial untuk mengambil

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Partisipasi 1 ...eprints.umm.ac.id/62267/3/BAB II (2).pdf · yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

17

bagian dari kegiatan masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri.7

Loekman Soetrisno menjelaskan bahwa ada dua jenis definisi partisipasi

yang beredar di masyarakat. Definisi pertama adalah definisi yang diberikan oleh

kalangan aparat perencana pembangunan formal di Indonesia, yang

mendifinisikan partisipasi rakyat dalam pembangunan sebagai kemauan rakyat

untuk mendukung secara mutlak program-program pemerintah yang dirancang

dan ditentukan tujuannya oleh pemerintah. Definisi keduaa dalah definisi yang

ada dan berlaku universal, yaitu partisipasi rakyat dalam pembangunan merupakan

kerja sama yang erat antara perencana dan rakyat dalam merencanakan,

melaksanakan, melestarikan, dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah

dicapai.8

Keith Davis mengemukakan jenis-jenis partisipasi adalah sebagai berikut:9

a. Partisipasi dengan pikiran (psycological partisipation)

b. Partisipasi dengan tenaga (physical partisipation)

c. Partisipasi dengan pikiran dan tenaga (activepartisipation)

d. Partisipasi dengan keahlian (with skill partisipation)

e. Partisipasi dengan barang (material partisipation)

f. Partisipasi dengan uang (money partisipation)

g. Partisipasi dengan jasa (services partisipation)

7 Mardikanto, T dan Soebiato, P. (2012). Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Kebijakan

Publik. Bandung:Alfabeta. 8 Soetrisno, Loekman, 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

9 Sastropoetro, Santoso. R.A. 1988. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam

Pembangunan Nasional. Bandung: Alumni.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Partisipasi 1 ...eprints.umm.ac.id/62267/3/BAB II (2).pdf · yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

18

Menurut Totok Mardikanto, munculnya paradigm pembangunan yang

partisipatif mengidentifikasikan adanya beberapa perspektif yaitu:10

1. Pelibatan masyarakat setempat (masyarakat miskin, perempuan)

dalam sosialisasi, perencanaan;

2. Pelibatan masyarakat setempat dalam pelaksanaan program atau

proyek yang mewarnai hidup mereka;

3. Melibatkan masyarakat setempat dalam pengendalian, pelestarian

agar program atau proyek dapat dikendalikan atau sustainable.

Dusseldorp membedakan partisipasi berdasarkan derajat kesukarelaannya,

sebagai berikut:

a. Partisipasi spontan, yaitu partsipasi yang terbentuk secara spontan dan

tumbuh karena motivasi intrinsic berupa pemahaman, penghayatan, atau

keyakinannya sendiri, tanpa adanya pengaruh yang diterimanya dari

penyuluhan atau bujukan yang dilakukan oleh pihak lain (baik individu

maupun lembaga masyarakat).

b. Partisipasi terinduksi, yaitu partisipasi yang tumbuh karena terinduksi

oleh adanya motivasi ekstrinsik (berupa bujukan, pengaruh, dorongan,

penyuluhan) dari luar, meskipun yang bersangkutan tetap memiliki

kebebasan penuh untuk berpartisipasi. Motivasi ekstrinsik tersebut bisa

berasal dari pemerintah, lembaga masyarakat, maupun lembaga sosial

setempat atau individu.

10

Mardikanto, T dan Soebiato, P. (2012). Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Kebijakan

Publik. Bandung:Alfabeta.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Partisipasi 1 ...eprints.umm.ac.id/62267/3/BAB II (2).pdf · yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

19

c. Partisipasi tertekan oleh kebiasaan, yaitu partisipasi yang tumbuh

karenaadanya tekanan yang dirasakan sebagaimana layaknya warga

masyarakat pada umumnya.

d. Partisipasi tertekan oleh alasan sosial ekonomi, yaitu partisipasi yang

dilakukan karena takutakan kehilangan status sosial atau menderita

kerugian/tidak memperoleh bagian manfaat dari kegiatanyang

dilaksanakan.

e. Partisipasi tertekan oleh peraturan, yaitu partisipasi yang dilakukan

karena takut menerima hukuman dari peraturan/ketentuan-ketentuan

yang sudah diberlakukan. (dalam Yuwono, dkk., 2006).

Berdasarkan hasil penelitian Goldsmith dan Blustain di Jamaica, bahwa

masyarakat tergerak untuk berpartisipasi jika:

1. Partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau

yang sudah ada di tengah-tengah masyarakat yang bersangkutan.

2. Partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat

yang bersangkutan.

3. Manfaat yang diperoleh dari partisipasi itu dapat memenuhi

kepentingan masyarakat setempat.

4. Dalam proses partisipasi itu terjamin adanya kontrol yang

dilakukan oleh masyarakat. Partisipasi masyarakat ternyata

berkurang jika mereka tidak atau kurang berperan dalam

pengambilan keputusan.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Partisipasi 1 ...eprints.umm.ac.id/62267/3/BAB II (2).pdf · yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

20

Totok Mardikanto menjelaskan bahwa untuk menumbuh kembangkan

partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat dilakukan sebagai berikut:11

a. Menyadarkan masyarakat agar mau berartisipasi secara sukarela bukan

karena paksaan atau ancaman.

b. Meningkatkan kemampuan masyarakat agar mampu (fisik, mental,

intelegensia, ekonomis, dan non ekonomis),

c. Menunjukkan adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat

untuk berpartisipasi.

Mubyarto mengartikan partisipasi sebagai kesediaan untuk membantu

berhasilnya program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti harus

mengorbankan kepentingan diri sendiri. Dengan demikian sudah jelas bahwa inti

dari partisipasi rakyat adalah sikap sukarela rakyat untuk membantu keberhasilan

program pembangunan, dan bukannya sebuah proses mobilisasi rakyat. Bintoro

Tjokroamidjojo mengungkapkan kaitan partisipasi dengan pembangunan sebagai

berikut:

1. Keterlibatan aktif atau partisipasi masyarakat tersebut dapat berarti

keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijaksanaan

pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini terutama

berlangsung dalam proses politik tetapi juga dalam proses sosial hubungan

antara kelompok-kelompok kepentingan dalam masyarakat.

2. Keterlibatan dalam memikul beban dan bertanggung jawab dalam

pelaksanaan pembangunan. Hal ini dapat berupa sumbangan dalam

11

Mardikanto, T dan Soebiato, P. (2012). Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Kebijakan

Publik. Bandung:Alfabeta.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Partisipasi 1 ...eprints.umm.ac.id/62267/3/BAB II (2).pdf · yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

21

memobilisasi sumber-sumber pembiayaan dalam pembangunan, kegiatan

produktif yang serasi, pengawasan sosial atas jalannya pembangunan.

3. Keterlibatan dalam memetik hasil dan manfaat pembangunan secara

berkeadilan.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa partisipasi

adalah keterlibatan individu atau masyarakat baik secara fisik, material maupun

non fisik untuk mengambil bagian dalam sebuah kegiatan atau perkumpulan baik

secara bebas sukarela, spontan dengan pemahaman sendiri, maupun karena

terinduksi oleh bujukan dan arahan dari pihak lain, dengan usaha-usaha ke arah

pencapaian tujuan. Kemudian, partisipasi rakyat dalam pembangunan bukanlah

mobilisasi rakyat dalam pembangunan.

Partisipasi rakyat dalam pembangunan adalah kerjasama antara rakyat dan

pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan, dan

mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Dalam penelitian ini

partisipasi yang akan dibahas adalah partisipasi dalam bidang pembangunan, lebih

tepatnya adalah partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan pembangunan dan

pemberdayaan melalui implementasi kebijakan ADD. Jadi dalam penelitian ini

partisipasi masyarakat diartikan sebagai keikutsertaan atau keterlibatan dari

masyarakat (khususnya sasaran proyek) dalam satu tahapan atau lebih dalam

pelaksanaan kegiatan-kegiatan di desa.

Untuk mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat dalam kegiatan

pemberdayaan maka perlu dipahami mengenai konsep partisipasi masyarakat

melalui perspektif pemberdayaan, dimana dalam penelitian ini yang dimaksud

“partisipasi masyarakat melalui perspektif pemberdayaan” menurut Drajat Tri

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Partisipasi 1 ...eprints.umm.ac.id/62267/3/BAB II (2).pdf · yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

22

Kartono merupakan suatu paradigma dimana individu bukanlah sebagai obyek

dalam pembangunan, melainkan mampu berperan sebagai pelaku yang

menentukan tujuan, mengontrol sumber daya, dan mengarahkan proses yang

mempengaruhi hidupnya sendiri.12

Hal ini dimaksudkan bahwa masyarakat harus

peduli terhadap lingkungan hidup manusia yang berimbang, sumberdaya yang

dominan yang merupakan sumberdaya informasi, dan prakarsa yang kreatif yang

tak kunjung habis dalam meningkatkan pertumbuhan umat manusia yang

dirumuskan dalam rangka terealisasinya potensi umat manusia.

1. Bentuk Partisipasi

Bentuk partisipasi menurut Effendi yang dikutip oleh Siti Irene Astuti D,

terbagi atas:13

a. Partisipasi Vertikal

Partisipasi vertikal terjadi dalam bentuk kondisi tertentu masyarakat terlibat

atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan dimana

masyarakat berada sebagai status bawahan, pengikut, atau klien.

b. Partisipasi horizontal

Partisipasi horizontal, masyarakat mempunyai prakarsa dimana setiap

anggota atau kelompok masyarakat berpartisipasi horizontal satu dengan yang

lainnya.

Menurut Basrowi yang dikutip Siti Irene Astuti D, partisipasi masyarakat

dilihat dari bentuknya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

12

Arbi Sanit dkk. Tanpa Tahun. Otonomi Daerah Versus Pemberdayaan Masyarakat (Sebuah

Kumpulan Gagasan). Klaten : Mitra Parlemen. 13

Siti Irene Astuti Dwiningrum. 2011. Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam

Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halm. 58

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Partisipasi 1 ...eprints.umm.ac.id/62267/3/BAB II (2).pdf · yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

23

a. Partisipasi fisik

Partisipasi fisik adalah partisipasi masyarakat (orang tua) dalam bentuk

menyelenggarakan usaha-usaha pendidikan, seperti mendirikan dan

menyelenggarakan usaha sekolah.

b. Partisipasi non fisik

Partisipasi non fisik adalah partisipasi keikutsertaan masyarakat dalam

menentukan arah dan pendidikan nasional dan meratanya animo masyarakat untuk

menuntut ilmu pengetahuan melalui pendidikan, sehingga pemerintah tidak ada

kesulitan mengarahkan rakyat untuk bersekolah.

2. Model Tingkatan Partisipasi Masyarakat Menurut Para Ahli

Tabel 2.1

Jenjang partisipasi masyarakat dapat direncanakan sesuai dengan konteks

dan kebutuhan tertentu. Dari ketiga model partisipasi masyarakat tidak ada klaim

yang menegaskan sebagai satu-satunya jenjang yang paling benar dan yang paling

otoritatif.14

Definisi dari “partisipasi” masyarakat adalah sebuah bentuk

14

Robert Chambers, Ideas For Development, (London: Earthscan, 2005), Hal. 106.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Partisipasi 1 ...eprints.umm.ac.id/62267/3/BAB II (2).pdf · yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

24

pemaknaan tentang praktek yang baik.15

Individu atau kelompok dapat

diikutsertakan untuk membangun partisipasi mereka sendiri. Jenjang partisipasi

masyarakat menunjukkan bahwa kata “partisipasi” dapat digunakan untuk

aktivitas dan hubungan yang berbeda. Jenjang partisipasi masyarakat juga dapat

menunjukkan bahwa masing- masing model partisipasi merupakan semuanya

berbicara tentang kekuasaan. Hal ini dapat mengurangi ketergantungan dan

memperbaiki kebiasaan masyarakat untuk lebih baik.

Menurut pernyataan Sherry R Arnstein yang dikutip oleh Sigit, bahwa

membagi jenjang partisipasi masyarakat terhadap program pembangunan yang

dilaksanakan oleh pemerintah dalam 8 tingkat partisipasi masyarakat dengan

berdasarkan kekuasaan yang diberikan kepada masyrakat.16

Tingkat partisipasi

dari tertinggi ke terendah adalah sebagai berikut:

a. Citizen control, masyarakat dapat berpartisipasi di dalam dan

mengendalikan seluruh proses pengambilan keputusan. Pada tingkatan ini

masyarakt memiliki kekuatan untuk mengatur program atau kelembagaan

yang berkaitan dengan kepentingannya. Masyarakat mempunyai

wewenang dan dapat mengadakan negosiasi dengan pihakpihak luar yang

hendak melakukan perubahan. Usaha bersama warga ini langsung

berhubungan dengan sumber dana untuk memperoleh bantuan tanpa

melalui pihak ketiga.17

b. Delegated power, pada tingkatan ini masyarakat diberi limpahan

kewenangan untuk membuat keputusan pada rencana tertentu. Untuk

15

Ibid. 16

Sigit Wijaksono, “Pengaruh lama tinggal terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam

pengelolaan lingkungan pemukiman”, Jurnal ComTech Vol.4 No.1 Juni 2013, Hal. 27. 17

Ibid

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Partisipasi 1 ...eprints.umm.ac.id/62267/3/BAB II (2).pdf · yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

25

menyelesaikan permasalahan, pemerintah harus mengadakan negosiasi

dengan masyarakat tidak dengan tekanan dari atas, dimungkinkan

masyarakat mempunyai tingkat kendali atas keputusan pemerintah.

c. Partnership, masyarakat berhak berunding dengan pengambil keputusan

atau pemerintah, atas kesepakatan bersama kekuasaan dibagi antara

masayrakat dengan pemerintah. Untuk itu, diambil kesepakatan saling

membagi tanggung jawab dalam perencanaan, pengendalian keputusan,

penyusunan kebijakan serta pemecahan masalah yang dihadapi.18

d. Placation, pemegang kekuasaan (pemerintah) perlu menunjuk sejumlah

orang dari bagian masyarakat yang dipengaruhi untuk menjadi anggota

suatu badan publik, di mana mereka mempunyai akses tertentu pada

proses pengambilan keputusan. Walaupun dalam pelaksanaannya usulan

masyarakat tetap diperhatikan, karena kedudukan relatif rendah dan

jumlahnya lebih sedikit dibandingkan anggota dari pemerintah maka

tidak mampu mengambil keputusan.19

e. Consultation, masyarakat tidak hanya diberitahu tetapi juga diundang

untuk berbagi pendapat, meskipun tidak ada jaminan bahwa pendapat

yang dikemukakan akan menjadi pertimbangan dalam pengambilan

keputusan. Metode yang sering digunakan adalah survei tentang arah

pikiran masyarakat atau pertemuan lingkungan masyarakat dan public

hearing atau dengar pendapat dengan masyarakat.20

f. Informing, pemegang kekuasaan hanya memberikan informasi kepada

masyarakat terkait proposal kegiatan, masyarakat tidak diberdayakan

18

Ibid Hal. 28 19

Ibid 20

Ibid

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Partisipasi 1 ...eprints.umm.ac.id/62267/3/BAB II (2).pdf · yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

26

untuk mempengaruhi hasil. Informasi dapat berupa hak, tanggung jawab

dan berbagai pilihan, tetapi tidak ada umpan balik atau kekuatan untuk

negosiasi dari masyarakat. Informasi diberikan pada tahapan akhir

perencanaan dan masyarakat hanya memiliki sedikit kesempatan untuk

mempengaruhi rencana yang telah disusun.21

g. Therapy, pemegang kekuasaan memberikan alasan proposal dengan

berpura-pura melibatkan masyarakat. Meskipun terlibat dalam kegiatan,

tujuannya lebih pada mengubah pola pikir masyarakat daripada

mendapatkan masukan dari masyarakat itu sendiri.22

h. Manipulation, merupakan tingkatan partisipasi yang paling rendah, di

mana masyarakat hanya dipakai namanya saja. Kegiatan untuk

melakukan manipulasi informasi untuk memperoleh dukungan publik dan

menjanjikan keadaan yang lebih baik meskipun tidak akan pernah

terjadi.23

i. Sejalan dengan penjelasan 8 tingkatan partisipasi, Sigit mengutip

pernyataan Arnstein yang berkaitan dengan tipologi di atas di mana

terbagi dalam 3 kelompok besar, yaitu tidak ada partisipasi sama sekali

(non participation), yang meliputi: manipulation dan therapy, partisipasi

masyarakat dalam bentuk tinggal menerima beberapa ketentuan (degrees

of tokenism), meliputi informing, consultation, dan placation, partisipasi

masyarakat dalam bentuk mempunyai kekuasaan (degrees of citizen

power), meliputi partnership, delegated power, dan citizen power.24

21

Ibid. 22

Ibid. 23

Ibid. 24

Ibid

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Partisipasi 1 ...eprints.umm.ac.id/62267/3/BAB II (2).pdf · yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

27

Tabel 2.2

Gambar 2.2: Delapan Tangga Partisipasi Masyarakat Arnstein

Dua tangga terbawah dikategorikan sebagai “non partisipasi”

dengan menempatkan bentuk-bentuk partisipasi yang dinamakan terapi dan

manipulasi. Sasaran dari kedua bentuk ini adalah mendidik dan mengobati

masyarakat yang berpartisipasi. Tangga ketiga, keempat dan kelima sebagai

tingkat Tokenism yaitu suatu tingkat partisipasi di mana masyarakat didengar

dan diperkenankan berpendapat, tetapi mereka tidak boleh memiliki

kemampuan untuk mendapat jaminan bahwa pandangan mereka akan

dipertimbangkan oleh pemegang keputusan.25

Menurut pernyataan Arnstein yang dinukil oleh Sigit, jika partisipasi

hanya dibatasi pada tingkatan ini, maka kecil kemungkinannya ada

perubahan dalam masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Termasuk

dalam tingkat Tokenism adalah penyampaian informasi (informing),

25

Ibid Hal. 29

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Partisipasi 1 ...eprints.umm.ac.id/62267/3/BAB II (2).pdf · yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

28

konsultasi, dan peredaman kemarahan (placation). Selanjutnya Arnstein

mengkategorikan tiga tangga teratas ke dalam tingkat kekuasaan masyarakat

(citizen power). Masyarakat dalam tingkatan ini memiliki pengaruh dalam

proses pengambilan keputusan dengan menjalankan kemitraan (partnership)

dengan memiliki kemampuan tawar menawar bersama-sama pengusaha atau

pada tingkatan yang lebih tinggi pendelegasian kekuasaan (delegated power)

dan pengawasan masayrakat (citizen control). Pada tingkat ke 7 dan 8,

masyarakat (non elite) memiliki mayoritas suara dalam proses pengambilan

keputusan-keputusan bahkan sangat mungkin memiliki kewenangan penuh

mengelola suatu objek kebijakan tertentu.26

Delapan tangga partisipasi yang telah dijelaskan ini memberikan

pemahaman bahwa terdapat potensi yang sangat besar untuk manipulasi

program partisipasi masyarakat menjadi suatu cara yang mengelabui (devious

methods) dan mengurangi kemampuan masyarakat untuk mempengaruhi

proses pengambilan keputusan. Sebagaimana Hessel mengutip pernyataan

Nelson yang menyebutkan adanya dua macam bentuk partisipasi27, yaitu:

1. Partisipasi horizontal, yaitu partisipasi diantara sesama warga atau

anggota masyarakat, di mana masyarakat mempunyai kemampuan

berprakarsa dalam menyelesaikan secara bersama suatu kegiatan

pembangunan.

2. Partisipasi vertikal, yaitu partisipasi antara masyarakat sebagai

suatu keseluruhan dengan pemerintah, dalam hubungan di mana

masyarakat berada pada posisi sebagai pengikut atau klien.

26

Ibid Hal. 29 27

Hessel Nogi S Tangkilisan, Manajemen Publik, (Jakarta: PT. Grasindo, 2005), Hal. 323-324.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Partisipasi 1 ...eprints.umm.ac.id/62267/3/BAB II (2).pdf · yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

29

Jadi, seseorang dikatakan berpartisipasi dalam suatu kegiatan

pembangunan jika individu itu benar-benar melibatkan diri secara utuh

dengan mental dan emosinya, bukan sekedar hadir dan bersikap pasif

terhadap aktivitas tersebut. Adapun rasa tangung jawab sebagai salah satu

unsur dari partisipasi, sebagaimana merupakan aspek yang menentukan

dalam pengambilan keputusan individu untuk berpartisipasi dalam setiap

kegiatan pembangunan. Pendapat dari Hicks juga dikutip oleh Hessel terkait

merumuskan rasa tanggung jawab sebagai suatu kualitas masyarakat untuk

berkembang secara mandiri, tatkala yang bersangkutan secara sadar dan

bebas memilih dan menyetujui semua hal, menyerap suatu nilai, atau

menerima suatu tugas.28

Rasa tanggung jawab ini memliiki implikasi positif yang luas bagi

proses pembangunan, sebab didalamnya masyarakat berkesempatan belajar

dari hal-hal yang kecil untuk kemudian ditingkatkan ke hal-hal yang lebih

besar, memiliki keyakinan akan kemampuan diri sendiri, mempunyai

kesempatan memutuskan sendiri apa yang dikehendakinya, dan lebih jauh

lagi masyarakat merasa memiliki hasil-hasil dari pembangunan itu.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat

Partisipasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut Pangestu terdapat

beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat, yaitu:29

a. Faktor internal, mencakup karakteristik individu yang dapat

mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu

kegiatan. Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan,

28

Ibid. 29

Pangestu, M.H.T. 1995. Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Kegiatan Perhutanan

Sosial (Studi Kasus: KPH Cianjur, Jawa Barat). Tesis. Pascasarjana IPB. Bogor.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Partisipasi 1 ...eprints.umm.ac.id/62267/3/BAB II (2).pdf · yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

30

jumlah beban keluarga, jumlah pendapatan, pengalaman berkelompok.

b. Faktor eksternal, meliputi hubungan yang terjalin antara pihak pengelola

proyek dengan sasaran yang dapat mempengaruhi partisipasi karena

sasaran akan dengan sukarela terlibat dalam suatu proyek, jika sambutan

pihak pengelola positif dan menguntungkan mereka. Selain itu bila

didukung dengan pelayanan pengelola kegiatan yang positif dan tepat

dibutuhkan oleh sasaran, maka sasaran tersebut tidak akan ragu untuk

berpartisipasi dalam proyek.

Selain itu ada juga faktor yang menghambat partisipasi masyarakat

menurut Watson dalam Soetomo mengatakan bahwa ada beberapa kendala

(hambatan) yang dapat menghalangi terjadinya suatu perubahan antara lain

kendala yang berasal dari kepribadian individu salah satunya adalah

ketergantungan.30

Ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah dalam

pelaksanaan kegiatan pembangunan merupakan hambatan dalam

mewujudkan partisipasi atau keterlibatan masyarakat secara aktif, karena

rasa ketergantungan ini masyarakat tidak memiliki inisiatif untuk

melaksanakan pembangunan atau prakarsa mereka sendiri. Faktor-faktor

yang mempengaruhi ataupun menghambat partisipasi masyarakat tersebut

dapat dibedakan dalam faktor internal dan factor eksternal, dijelaskan

sebagai berikut:

a. Faktor internal, menurut Slamet, untuk faktor-faktor internal adalah

berasal dari dalam kelompok masyarakat sendiri, yaitu individu-

individu dan kesatuan kelompok didalamnya. Tingkah laku individu

30

Soetomo. 2006. Stratregi-Strategi Pembangunan Masyarakat. Pustaka Pelajar. Cetakan I..

Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Partisipasi 1 ...eprints.umm.ac.id/62267/3/BAB II (2).pdf · yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

31

berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti umur,

jenis kelamin, pengetahuan, pekerjaan dan penghasilan. Secara teoritis,

terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi,

seperti usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi

anggota masyarakat, besarnya pendapatan, keterlibatan dalam kegiatan

pembangunan akan sangat berpengaruh pada partisipasi.31

b. Faktor eksternal, menurut Sunarti, faktor-faktor eksternal ini dapat

dikatakan petaruh (stakeholder), yaitu dalam hal ini stakeholder yang

mempunyai kepentingan dalam program ini adalah pemerintah daerah,

pengurus desa/kelurahan (RT/RW), tokoh masyarakat/adat dan

konsultan/fasilitator.32

Petaruh kunci adalah siapa yang mempunyai

pengaruh yang sangat signifikan, atau mempunyai posisi penting guna

kesuksesan program.

Angell mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi

masyarakat yaitu: Yang pertama, usia orang dengan usia menengah keatas

cenderung lebih banyak berpartisipasi dari pada kelompok usia lain. Kedua, jenis

kelamin kebiasaan dalam bangsa kita peranan perempuan hanya mengurus rumah

tangga sehingga hal ini mengakibatkan lelaki lebih banyak memiliki waktu

berpartisipasi dalam setiap program.Ketiga pendidikan dikatakan sebagai salah

satu syarat mutlak dalam berpartisipasi. Keempat, pekerjaan dan penghasilan

pekerjaan yang baik dan penghasilan yang cukup dapat mendorong untuk

berpartisipasi. Kelima, lamanya tinggal dan lamanya seseoarang tinggal serta

31

Slamet. 2003. Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Surakarta:

Sebelas Maret University Press 32

Sunarti. 2003. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Perumahan secara Kelompok.

Jurnal Tata Loka. Semarang: Planologi UNDIP.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Partisipasi 1 ...eprints.umm.ac.id/62267/3/BAB II (2).pdf · yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

32

lamanya seseorang berinteraksi dengan lingkungan sekitar maka rasa memiliki

terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat partisipasinya.

B. Kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD)

Proses pendanaan keuangan desa melalui mekanisme transfer dari RKUD

sebenarnya sudah dilakukan sejak lama. Berdasarkan PP No.72 tahun 2005

tentang Desa, pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk mengalokasikan dana

transfer dari Pusat untuk diteruskan kerekening desa yang dikenal dengan Alokasi

Dana Desa (ADD). Definisi ADD dalam PP No.72 tahun 2005 adalah dana yang

dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk desa, yang bersumber dari

bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh

Kabupaten/Kota. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang

diterima oleh Kabupaten/Kota untuk desa paling sedikit 10% dibagikan secara

proporsional kesetiap desa. Perhitungan besaran anggaran ADD yang harus

dialokasikan daerah untuk diteruskan kerekening desa, juga diatur dalam PP No.

72 tahun 2005 dengan formula sebagai berikut:33

ADD = 10% x (Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan Sumber Daya Alam

+ Dana Alokasi Umum (DAU) – Belanja Pegawai)

Pengaturan mengenai ADD dalam PP No.72 tahun 2005 ini kemudian diatur

lebih detil dalam Permendagri No.37 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Desa. Dalam Permendagri No.37 tahun 2007 dijelaskan mengenai

33

PP No. 72 tahun 2005 tentang Alokasi Dana Desa

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Partisipasi 1 ...eprints.umm.ac.id/62267/3/BAB II (2).pdf · yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

33

tujuan ADD, tata cara penghitungan besaran anggaran perdesa, mekanisme

penyaluran, penggunaan dana sampai dengan pertanggungjawabannya.

Secara garis besar terdapat beberapa hal penting dalam pelaksanaan ADD

berdasarkan Permendagri No.37 tahun 2007, yaitu:34

1. ADD bertujuan untuk peningkatan aspek pembangunan baik

prasarana fisik maupun nonfisik dalam rangka mendorong tingkat

partisipasi masyarakat untuk pemberdayaan dan perbaikan taraf

hidupnya.

2. Azas dan prinsip pengelolaan ADD yaitu transparan, akuntabel, dan

partisipatif. Artinya ADD harus dikelola dengan mengedepankan

keterbukaan, dilaksanakan secara bertanggung jawab, dan juga

harus melibatkan peran serta aktif segenap masyarakat setempat.

3. ADD merupakan bagian yang integral (satu kesatuan/tidak

terpisahkan) dari APBDes mulai dari perencanaan, pelaksanaan,

pertanggung jawaban, dan pelaporannya.

4. Penggunaan ADD ditetapkan sebesar 30% untuk belanja aparatur

dan operasional desa dan sebesar 70% untuk belanja pemberdayaan

masyarakat.

5. Diperlukan pelaporan atas setiap kegiatan yang dibiayai dari

anggaran ADD secara berkala (bulanan) dan laporan hasil akhir

penggunaan ADD. Laporan ini terpisah dari pertanggungjawaban

APBDes, hal ini sebagai bentuk pengendalian dan monitoring serta

bahan evaluasi bagi Pemda.

34

Permendagri No.37 tahun 2007 dijelaskan mengenai tujuan ADD

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Partisipasi 1 ...eprints.umm.ac.id/62267/3/BAB II (2).pdf · yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

34

6. Untuk pembinaan dan pengawasan pengelolaan ADD di bentuk

Tim Fasilitasi Kabupaten/Kota dan Tim Pendamping Kecamatan

dengan kewajiban sesuai tingkatan dan wewenangnya. Pembiayaan

untuk Tim dimaksud dianggarkan dalam APBD dan diluar untuk

anggaran ADD.

Selanjutnya dengan ditetapkannya UUDesa, prinsip pelaksanaan ADD

semakin diperkuat. Melalui PP No.43 tahun 2014 tentang dana desa, diatur

mekanisme pelaksanaan ADD dan juga pengalokasiannya. Secara umum tidak ada

perubahan mendasar dalam tata kelola pelaksanaan ADD dengan di keluarkannya

No.43 tahun 2014 ini, kecuali untuk penetapan formula. Dalam penetapan formula

terdapat perubahan yang signifikan terutama dalam penetapan besaran anggaran

yang dialokasikan APBD untuk dialokasikan kerekening desa. Jika dulu

pengurangnya adalah belanja pegawai, dengan diberlakukannya PP No.43 tahun

2014 ini pengurangnya adalah Dana Alokasi Khusus (DAK). Pada mayoritas

pemerintah daerah, proporsi belanja pegawai dalam APBD merupakan proporsi

yang dominan, sehingga tentunya, akan memberatkan bagi Pemda jika mereka

harus menyalurkan ADD ke desa sesuai dengan formula dalam PP No. 43 tahun

2014, berikut:

ADD = 10% x (Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan Sumber Daya Alam +

Dana Alokasi Umum (DAU) – Dana Alokasi Khusus (DAK))

Pembagian Alokasi Dana Desa (ADD) dapat dilihat berdasarkan Variabel

Independen utama dan Variabel Independen tambahan dengan rincian sebagai

berikut:

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Partisipasi 1 ...eprints.umm.ac.id/62267/3/BAB II (2).pdf · yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

35

1. Asas Merata adalah besarnya bagian Alokasi Dana Desa (ADD)

yang sama untuk di setiap desa atau yang disebut dengan Alokasi

Dana Desa Minimal (ADDM). ADD Variabel Independen utama

sebesar 70% dan Variabel Independen Tambahan 30%.

2. Asas Adil adalah besarnya bagian Alokasi Dana Desa (ADD) yang

dibagi secara proporsional untuk disetiap desa berdasarkan nilai

bobot desa yang dihitung dengan rumus dan variabel tertentu atau

Alokasi Dana Desa Proporsional (ADDP), Variabel Proporsional

Utama sebesar 60% dan Variabel Proporsional Tambahan sebesar

40%.

Variabel Independen Utama adalah variabel yang dinilai terpenting untuk

menentukan nilai bobot desa yang ditujukan untuk mengurangi kesenjangan

kesejahteraan dan pelayanan dasar umum antar desa secara dan mengatasi

kemiskinan strukturan masyarakat di desa yang meliputi indikator kemiskinan,

pendidikan dasar, kesehatan dan keterjangkauan desa. Variabel Tambahan

merupakan Variabel yang dapat ditambahkan oleh masing-masing daerah yang

terdiri dari indikator jumlah penduduk, luas wilayah, potensi ekonomi (PBB), dan

jumlah unit komunitas (Dusun).

Melalui Alokasi Dana Desa, diharapkan desa akan mampu

menyelenggarakan otonominya agar dapat tumbuh dan berkembang mengikuti

pertumbuhan dari desa itu sendiri berdasarkan keanekaragaman, partisipasi,

otonomiasli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan

peran pemerintah desa dalam memberikan pelayanan dan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat serta memacu percepatan pembangunan. Kebijakan

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Partisipasi 1 ...eprints.umm.ac.id/62267/3/BAB II (2).pdf · yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

36

ADD yang di titik beratkan pada pembangunan masyarakat pedesaan, diharapkan

juga mampu mendorong penanganan beberapa permasalahan yang dihadapi oleh

masyarakat desa secara mandiri tanpa harus lama menunggu datangnya program-

program dari pemerintah kabupaten.

Pengelolaan Keuangan Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari pengelolaan keuangan desa dalam APBDes oleh karena itu

dalam pengelolaan keuangan ADD harus memenuhi prinsip sebagai berikut:

1. Seluruh kegiatan yang didanai oleh ADD direncanakan,

dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dengan prinsip dari,

oleh dan untuk masyarakat.

2. Seluruh kegiatan harus dapat di pertanggungjawabkan secara

administratif, teknis dan hukum.

3. Alokasi Dana Desa (ADD) dilaksanakan dengan menggunakan

prinsip hemat, terarah dan terkendali.

4. Jenis kegiatan yang akan di biayai melalui Alokasi Dana Desa

(ADD) sangat terbuka untuk meningkatkan sarana pelayanan

masyarakat berupa pemenuhan kebutuhan dasar, penguatan

kelembagaan desa dan kegiatan lainnya yang dibutuhkan

masyarakat desa yang diputuskan melalui musyawarah desa.

5. Alokasi Dana Desa (ADD) harus dicatat dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) dan proses

penganggarannya mengikuti mekanisme yang berlaku.

Lebih lanjut, dalam implementasi pengelolaan ADD terbagi menjadi

beberapa tahapan, yakni:

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Partisipasi 1 ...eprints.umm.ac.id/62267/3/BAB II (2).pdf · yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

37

1. Tahap Perencanaan

a. Kepala Desa mengadakan sosialisai pelaksanaan ADD dan membentuk

Tim Pelaksana ADD yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa

sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.

b. Kepala Desa dan Perangkat Desa membuat rencana detail tentang

penggunaan Alokasi Dana Desa untuk penyelenggaraan pemerintahan.

c. Kepala Desa bersama LPMD dan tokoh masyarakat membuat rencana

detail tentang Alokasi Dana Desa untuk pemberdayaan masyarakat

termasuk rencana biaya, kelompok sasaran, kebutuhan material dan tenaga

dari masyarakat dan lain-lain sesuai kebutuhan yang berlaku.

d. Kepala Desa menuangkan kegiatan yang didanai ADD dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa).

2. Tahap Pelaksanaan

a. Setelah Peraturan Desa tentang APBDesa ditetapkan, maka Tim Pelaksana

ADD Tingkat Desa dapat mulai melakukan kegiatan yang diawali dari

penyusunan program kegiatan yang didanai dari ADD.

b. Alokasi dana untuk penyelenggaraan pemerintahan dikelola oleh Tim

Pelaksana Bidang Pemerintahan.

c. Alokasi dana untuk pemberdayaan masyarakat dikelola oleh Tim

Pelaksana Bidang Pemberdayaan Masyarakat.

3. Tahap Pengendalian, Monitoring Evaluasi dan Pengawasan

a. Seluruh kegiatan yang didanai oleh ADD dilaksanakan dan dievaluasi

secara terbuka dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat di desa.

b. Seluruh kegiatan h

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Partisipasi 1 ...eprints.umm.ac.id/62267/3/BAB II (2).pdf · yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka

38

c. arus dapat dipertanggungjawabkan secara administratif, teknis dan

hukum.Pengawasan terhadap ADD beserta kegiatan pelaksanaannya

dilakukan secara fungsional oleh pejabat yang berwenang dan oleh

masyarakat sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

d. Jika terjadi penyimpangan atau penyalahgunaan ADD, maka

penyelesaiannya secara berjenjang, sesuai dengan ketentuan perundangan

yang berlaku.

e. Pengendalian, monitoring, evaluasi dan pengawasan pelaksana ADD

dilakukan oleh Kepala Desa, Tim Pengendali Tingkat kecamatan, dan Tim

Fasilitas Tingkat Kabupaten.

f. Monitoring dan pengawasan kegiatan dilaksanakan oleh Tim

Pendamping/Assistensi

4. Tahap Pelaporan

a. Pelaporan dilaksanakan untuk mengetahui perkembangan proses

pengelolaan dan penggunaan ADD yang mencakup:

b. Perkembangan kegiatan dan penyerapan dana.

c. Masalah yang dihadapi dan pemecahannya.

d. Pencapaian hasil penggunaan ADD.

5. Tahap pemeliharaan

Kegiatan pemberdayaan masyarakat yang didanai Aloksi Dana Desa pada

dasarnya adalah untuk pengentasan kemiskinan, pemerataan pendapatan,

kesempatan kerja dan kesempatan berusaha sehingga masyarakat harus bisa

memiliki dan menikmati, maka untuk pelestarian atau keberlangsungan kegiatan

menjadi tanggung jawab masyarakat dan kelompok sasaran.