bab ii tinjauan pustaka a. konsep dasar gagal ginjal

18
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronis 1. Pengertian gagal ginjal kronis Gagal ginjal kronis atau penyakit gagal ginjal stadium akhir adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemapuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit yang mengakibatkan uremia atau azotemia (Trisa Siregar, 2020). Gagal ginjal kronis adalah penurunan fungsi ginjal terjadi secara perlahan-lahan. Biasanya, gagal ginjal kronis ini diketahui setelah jatuh dalam kondisi parah dan tidak dapat disembuhkan.(Harmilah, 2020). Ginjal memiliki peran penting untuk mempertahankan stabilitas volume, komposisi elektrolit, dan osmolaritas cairan ekstraseluler. Salah satu fungsi penting ginjal lainnya adalah untuk mengekskresikan produk-produk akhir atau sisa metabolisme tubuh, misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Apabila sisa metabolisme tubuh tersebut dibiarkan menumpuk, zat tersebut bisa menjadi racun bagi tubuh, terutama ginjal. (Suryawan et al., 2016). Menurut pedoman The National Kidney Foundation's Kidney Disease Outcome Quality Initiative (NKF KDOQI), PGK didefinisikan sebagai kerusakan ginjal persisten dengan kerusakan kerusakan atau fungsional seperti mikroalbuminuria atau proteinuria, hematuria, kelainan histologis atau radiologis, dan/atau menurunnya laju filtrasi glomerulus (LFG) menjadi <60 ml /menit/ 1,73

Upload: others

Post on 09-Feb-2022

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Gagal Ginjal

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronis

1. Pengertian gagal ginjal kronis

Gagal ginjal kronis atau penyakit gagal ginjal stadium akhir adalah

gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemapuan tubuh

gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit

yang mengakibatkan uremia atau azotemia (Trisa Siregar, 2020). Gagal ginjal

kronis adalah penurunan fungsi ginjal terjadi secara perlahan-lahan. Biasanya,

gagal ginjal kronis ini diketahui setelah jatuh dalam kondisi parah dan tidak dapat

disembuhkan.(Harmilah, 2020). Ginjal memiliki peran penting untuk

mempertahankan stabilitas volume, komposisi elektrolit, dan osmolaritas cairan

ekstraseluler. Salah satu fungsi penting ginjal lainnya adalah untuk

mengekskresikan produk-produk akhir atau sisa metabolisme tubuh, misalnya urea,

asam urat, dan kreatinin. Apabila sisa metabolisme tubuh tersebut dibiarkan

menumpuk, zat tersebut bisa menjadi racun bagi tubuh, terutama ginjal. (Suryawan

et al., 2016).

Menurut pedoman The National Kidney Foundation's Kidney Disease

Outcome Quality Initiative (NKF KDOQI), PGK didefinisikan sebagai kerusakan

ginjal persisten dengan kerusakan kerusakan atau fungsional seperti

mikroalbuminuria atau proteinuria, hematuria, kelainan histologis atau radiologis,

dan/atau menurunnya laju filtrasi glomerulus (LFG) menjadi <60 ml /menit/ 1,73

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Gagal Ginjal

10

m2 selama 3 bulan. (Alwi et al., 2016). Penyakit ginjal kronis (CKD) merupakan

beban kesehatan global dengan biaya ekonomi yang tinggi terhadap sistem

kesehatan dan merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kardiovaskular

(CVD). (Hill et al., 2016).

2. Etiologi gagal ginjal kronis

Menurut (Harmilah, 2020), banyak kondisi klinis yang menyebabkan

terjadinya gagal ginjal kronis. Kondisi klinis yang memungkinkan dapat

mengakibatkan gagal ginjal kronis (GGK) dapat disebabkan dari ginjal sendiri

maupun luar ginjal.

a. Penyakit dari ginjal

1) Penyakit dari saringan (glomerulus) glomerulonephritis

2) Infeksi kuman, peilonefritis, urethritis

3) Batu ginjal (nefrolitiasis)

4) Kista di ginjal ( polcystis kidney)

5) Trauma langsung pada ginjal

6) Keganasan pada ginjal

7) Sumbatan : batu, tumor, penyempitan

b. Penyakit umum diluar ginjal

1) Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi

2) Dyslipidemia

3) Systemic lupus erythematosus (SLE)

4) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis

5) Preeklamsia

6) Obat-obatan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Gagal Ginjal

11

7) Kehilangan banyak cairan luka bakar

3. Patofisiologi gagal ginjal kronis

Gagal ginjal kronis dimulai fase awal gangguan, keseimbangan cairan,

penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung

pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal,

manifestasi klinis ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang

sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan

kecepatan filtrasi, reabsorpsi dan sekresinya, serta mengalami hipertrofi. Seiring

dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa menghadapi

tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya

mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada

nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Pada saat

penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran

darah ginjal akan berkurang. Kondisi akan bertambah buruk dengan semakin

banyak terbentuk jaringan parut sebagai respons dari kerusakan nefron dan secara

progresif fungsi ginjal turun drastis dengan manifestasi penumpukan metabolitme

metabolit yang seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi sehingga akan terjadi sindrom

uremia berat yang memberikan banyak manifestasi pada setiap organ tubuh.

Pelepasan renin akan meningkat bersama dengan kelebihan beban cairan sehingga

dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan memperburuk kondisi gagal ginjal,

dengan tujuan agar terjadi peningkatan filtrasi protein-protein plasma. (Harmilah,

2020).

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Gagal Ginjal

12

B. Konsep Dasar Hipervolemia Pada Gagal Ginjal Kronis

1. Pengertian hipervolemia pada gagal ginjal kronis

Hipervolemia pada gagal ginjal kronis adalah peningkatan volume cairan

intravaskuler, interstisial, dan/atau intraseluler.(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

Hypervolemia adalah peningkatan abnormal volume cairan dalam darah.

(Ermawan, 2019). Kelebihan volume ECF dapat terjadi jika natrium dan air kedua-

duanya tertahan dengan proporsi yang lebih kurang sama. Terkumpulnya cairan

isotonic berlebihan di ECF (Extra Celuler Fluid), maka cairan akan berpindah ke

kompartemen cairan interstisial sehingga menyebabkan terjadinya edema.

Kelebihan volume cairan (hypervolemia) selalu terjadi sekunder akibat peningkatan

kadar natrium tubuh total yang akan menyebabkan terjadinya retensi air. (Price &

Wilson, 2013a).

2. Etiologi hipervolemia pada gagal ginjal kronis

Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi kehilangan kemampuan ginjal yang

sangat fleksibel, sehingga ginjal dapat dikatakan mengala mi penurunan fungsi saat

mengekskresikan natrium sehingga terjadi retensi natrium dan air. (Price & Wilson,

2013b). Penyebab hipervolemia menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)

adalah karena adanya gangguan mekanisme regulasi (eksresi cairan).

a. Gangguan regulasi natrium

Natrium merupakan kation dominan yang terdapat pada cairan ekstrasel.

Konsentrasi akhir natrium di urine biasanya kurang dari 1% jumlah total yang

difiltasi oleh glomelurus. (Harmilah, 2020). Kemampuan filtasi glomelurus pada

gagal ginjal kronis mengalami penurunan GFR (Glomerular Filtration Rate)

sehingga ginjal tidak mampu mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Gagal Ginjal

13

Kelebihan volume cairan (hypervolemia) pada gagal ginjal kronis selalu terjadi

sekunder akibat peningkatan kadar natrium tubuh total yang akan menyebabkan

terjadinya retensi air. Sistem yang mengatur keseimbangan natrium disebut dengan

Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS). RAAS adalah mekanisme yang

sangat penting dalam pengaturan volume ECF dan ekskresi natrium oleh ginjal.

(Price & Wilson, 2013a).

b. Gangguan regulasi air

Mekanisme yang mengatur air dan elektrolit adalah endokrin atau respons

hormonal. Homon antidiuretik (ADH) adalah contoh klasik bagaimana hormon

mengatur keseimbangan air dan elektrolit. ADH adalah hormon yang dihasilkan

oleh hipotalamus, disimpan dan dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis sebagai respons

terhadap perubahan dalam osmolalitas plasma. ADH memengaruhi nefron bagian

distal untuk memperlancar permeabilitas air sehingga lebih banyak air yang

direabsorpsi dan dikembalikan ke dalam sirkulasi darah. Apabila terjadi

Peningkatan ADH plasma akan meningkatkan reabsorpsi air di tubulus ginjal

sehingga terjadi retensi air. Terjadinya retensi air akan menyebabkan volume cairan

ekstraseluler menjadi meningkat yaitu hypervolemia yang nantinya cairan tersebut

akan berpindah ke ruang interstisial sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan

volume darah dan terjadi edema. (Baradero et al., 2009).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi hipervolemia pada gagal ginjal kronis

a. Asupan cairan

Dalam asupan cairan perlu adanya pembatasan cairan pada pasien.

Pembatasan cairan pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisa

merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, karena asupan cairan yang

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Gagal Ginjal

14

berlebihan dapat mengakibatkan kenaikan berat badan, edema, dan sesak nafas,

yang diakibatkan oleh volume cairan yang berlebihan.(Sugiarto et al., 2020). Untuk

menentukan jumlah kebutuhan asupan cairan dan natrium yang bisa dikonsumsi

pasien hemodialisa, harus diketahui balance cairan pasien yaitu keseimbangan

antara cairan yang masuk dengan cairan yang keluar atau output = input. Keluaran

atau output dilihat dari jumlah urin, feses, dan Insensible Water Loss (IWL) dengan

perhitungan 15 cc/kg BB/hari. Selain itu dengan menerapkan standar yang

ditetapkan berupa IWL kehilangan cairan yang tidak disadari sekitar 500 mL (± 2

gelas, 1 gelas = 250 cc) dijumlahkan dengan jumlah urin pasien selama 24 jam,

inilah jumlah konsumsi cairan yang bisa diminum oleh pasien hemodialisa dalam

sehari semalam. Untuk asupan natrium klien penyakit ginjal kronis (PGK) yang

mengalami penurunan produksi air seni dan menjalani cuci darah umumnya harus

mengurangi asupan garam kurang dari 6 gr garam perhari dengan jumlah ukuran

4,7-5,8 gr garam (NaCl) yang setara dengan 1840-2300 mg natrium, jumlah asupan

garam yang bisa dikonsumsi pasien hemodialisa yaitu hanya 2,3 gram natrium atau

ditakar hanya setengah sendok teh garam, dengan perhitungan 1 sendok teh garam

mengandung 4 gram natrium (Na). Pembatasan asupan cairan dan natrium yang

baik, tidak hanya dari minum saja, sumber cairan juga dari makanan dan buah yang

mereka konsumsi. Pembatasan asupan cairan dan natrium seperti mengingatkan

anggota keluarganya yang menjalani hemodialisa untuk membatasi minum,

memasak makanan dengan cara dipisah atau dibedakan dan mengurangi jumlah

garam untuk sayur dan makanan anggota keluarganya yang menjalani hemodialisa.

(Harsismanto et al., 2019)

b. Berat badan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Gagal Ginjal

15

Perubahan berat badan secara signifikan yang terjadi dalam 24 jam menjadi

salah satu indikator status cairan dalam tubuh. Ketika pasien gagal ginjal kronis

mengalami kelebihan kenaikan berat badan maka pasien tersebut akan lebih

cenderung mengalami hipertensi yang diikuti oleh bertambahnya volume darah

sebagai akibat dari peningkatan retensi natrium, dan ini akan memperburuk kondisi

pasien gagal ginjal kronik.(Mokodompit et al., 2015). Berdasarkan hasil penelitian

Mustikasari et al., (2017) melalui observasi berat badan rata-rata sebelum

melakukan terapi hemodialisa (pre dialysis) dan pengukuran berat badan dengan

menggunakan timbangan berat badan (kg) sebelum dan sesudah menjalani terapi

hemodialisa bahwa sebagian besar responden mengalami kelebihan kenaikan berat

badan di atas dari 2,5 kg berat badan kering dimana berat badan kering merupakan

berat badan ideal responden. Peningkatan kenaikan berat badan mengindikasikan

kelebihan cairan, dimana untuk kenaikan berat badan yang dapat diterima adalah

0,5 kg untuk tiap 24 jam dan hal ini di pengaruhi oleh pembatasan intake cairan

yang tidak terkontrol.

c. Sindrom uremik

Sindrom uremik adalah kumpulan tanda dan gejala yang terlihat seperti

insufisiensi ginjal dan GFR menurun hingga di bawah 10 ml/menit (<10% dari

normal) dan puncaknya pada gagal ginjal kronis. Manifestasi klinis sindrom uremia

yaitu pengaturan fungsi regulasi dan ekresi yang kacau, seperti ketidakseimbangan

cairan dan elektrolit. (Price & Wilson, 2013b). Kadar ureum dalam darah

mencerminkan keseimbangan antara produksi dan eksresi urea. Kadar ureum dalam

darah mempunyai nilai rujukan normal yaitu 15-43 mg/dl. Bila kadar ureum darah

tinggi maka disebut uremia. (Suryawan et al., 2016)

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Gagal Ginjal

16

d. Hiperkalemia

Kalium merupakan bagian terbesar dari zat terlarut intraseluler, sehingga

berperan penting dalam menahan cairan didalam sel dan mempertahankan volume

sel. Jika ada kerusakan jaringan yang signifikan, kandungan sel termasuk kalium

akan bocor ke dalam kompartemen ekstraseluler yang menyebabkan peningkatan

kalium dalam serum yang berpotensi berbahaya. Keseimbangan elektrolit sangat

penting, karena total konsentrasi elektrolit akan mempengaruhi keseimbangan

cairan dan konsentrasi elektrolit berpengaruh pada fungsi sel. Elektrolit berperan

dalam mempertahankan keseimbangan cairan, regulasi asam basa, memfasilitasi

reaksi enzim dan transmisi reaksi neuromascular. Ada 2 elektrolit yang sangat

berpengaruh terhadap konsentrasi cairan intrasel dan ekstrasel yaitu natrium dan

kalium. Kadar kalium serum pada pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK) pre

hemodialisa cenderung tinggi dan diatas batas normal yaitu diatas 5 mmol/L. Kadar

kalium serum pada pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK) post hemodialisa cenderung

menurun dan didalam batas normal antara kisaran 3,5-5 mmol/L. (Ayuni et al.,

2016). Hiperkalemia merupakan masalah yang penting pada gagal ginjal kronik.

Hiperkalemia merupakan komplikasi interdialitik yaitu komplikasi yang terjadi

selama periode antar hemodialisis. Hiperkalemia berat dapat didefinisikan sebagai

kadar kalium lebih dari 6,5 mEq/L (6,5 mmol/L) atau kurang dari 6,5 mEq/L

dengan perubahan elektrokardiografi khas pada hiperkalemia. Jumlah yang

diperbolehkan dalam diet adalah 40 hingga 80 mEq/hari. Makanan yang

mengandung kalium seperti sup, pisang, dan jus buah murni. Pemberian kalium

yang berlebihan akan menyebabkan hiperkalemia yang berbahaya.(Haryanti &

Nisa, 2015)

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Gagal Ginjal

17

4. Fatofisiologi hipervolemia pada gagal ginjal kronis

Penyakit Gagal ginjal kronis terjadi akibat dari kerusakan glomerulus atau

karena penyakit glomerulonephritis, dan kerusakan pada nefron. Kerusakan pada

glomerulus menyebabkan GFR (Glomerular Filtrasion Rate) menurun dan

kerusakan pada nefron mengakibatkan terjadinya retensi natrium dan air.

(Harmilah, 2020). Setiap perubahan tekanan darah maupun konsentrasi natrium

dalam darah akan cepat diberitakan ke sel juksta glomerular dan ke tubulus

kontortus distalis. Proses tersebut berada dalam satu sistem yang disebut Renin

Angiotensin Aldosteron System (RAAS). Sel juksta glomerular di dalam ginjal

berperan penting dalam terjadinya hipertensi karena dalam juksta glomerulus

dihasilkan renin. Pada saat terjadi penyusutan progresif nefron-nefron, dan terjadi

kelainan pada sel juksta glomerular atau parenkim ginjal yang bisa disebabkan oleh

infeksi kronis salah satunya pielonefritis kronis yang membentuk jaringan parut

yang dapat mengakibatkan hipersekresi renin. Renin berfungsi mengubah

angiotensinogen menjadi angiotensinogen I, dan oleh pengaruh enzim proteolitik

konvertase diubah menjadi angiotensin II yang berfungsi sebagai vasokonstriktor.

Selanjutnya korteks kelenjar adrenal untuk melepaskan aldosteron yang

mempengaruhi tubulus kontortus distalis untuk mereabsorbsi NaCl dan air.

Peningkatan aldosterone menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal

sehingga menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Hipersekresi renin juga

dapat mempengaruhi tekanan darah sistemik dan menimbulkan hipertensi renal.

Hipertensi akan memperburuk kondisi gagal ginjal, dengan tujuan agar terjadi

peningkatan filtrasi protein-protein plasma. (Harmilah, 2020) (Nadeak, 2012)

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Gagal Ginjal

18

Dengan adanya proses gagal ginjal kronis di atas yang mengakibatkan

retensi natrium dan air sehingga menyebabkan kelebihan cairan (hypervolemia).

Hypervolemia akan memperlihatkan tanda dan gejala serta dampak pada fungsi

organ lain. Hypervolemia merupakan terkumpulnya cairan isotonic berlebihan di

Extracelluler Fluid (ECF) maka cairan akan berpindah ke kompartemen cairan

interstisial sehingga menyebabkan terjadinya edema. Edema didefinisikan sebagai

penumpukan cairan interstisial yang berlebihan. Edema dapat terlokalisir (seperti

pada inflamasi setempat dan obstruksi) atau generalisata (seluruh tubuh), sehingga

cairan interstisial tertimbun di hampir semua jaringan tubuh. (Price & Wilson,

2013b). Ginjal memiliki peran penting pada eritropoiesis, karena sel interstisial

peritubuler pembantuan produksi eritropoietin yang tergantung pada jumlah

oksigen di darah. Eritropoietin berperan penting untuk meningkatkan Red Blood

Cell (RBC) di sumsum tulang. Pada GGK beberapa proses akan mengganggu

eritropoiesis sehingga mengakibatkan anemia. (Susianti, 2019). Bila kadar 8 g/100

ml atau kurang, dapat menimbulkan dispnea saat pasien melakukan kegiatan

fisik.(Price & Wilson, 2013b)

Hipervolemia pada gagal ginjal kronis yang berdampak pada sistem

pernapasan, yang timbul akibat overload cairan dan penumpukan sampah ureum

dalam darah, menyebabkan peningkatan kecepatan dan kedalaman pernapasan.

Manifestasi lain di antaranya ronki, sputum yang banyak dan kental, dan penurunan

refleks batuk. Pada sistem kardiovaskular terjadi hipertorfi ventrikel kiri

mengakibatkan gagal jantung yang dapat terjadi akibat anemia dan terjadi

peingkatan Jugular Venous Pressure (JVP). Overload cairan dan gagal jantung

dapat meningkatkan tekanan vena jugular. Kelenjar getah bening yang membesar

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Gagal Ginjal

19

dapat menyebabkan indikasi infeksi di daerah kepala dan leher . Gangguan sistem

imun pada pasien GGK membuat klien mudah mengidap infeksi. (Bayhakki, 2013)

5. Manifestasi klinis hipervolemia pada gagal ginjal kronis

Tanda dan Gejala adalah pengindikasian keberadaan suatu penyakit atau

ganggguan Kesehatan, berbentuk tanda-tanda atau ciri-ciri penyakit yang dapat

dirasakan. Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017) tanda dan gejala

hypervolemia pada gagal ginjal kronis adalah :

a. Dispnea, Ortopnea, Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND)

Manifestasi dari kelebihan volume cairan adalah edema paru, yang

disebabkan karena terjadi penimbunan cairan serosa atau serosanguinosa yang

berlebih dalam ruang interstisial dan alveolus paru. Edema yang timbul akut dan

luas bisa menyebabkan kematian. Edema paru menunjukkan adanya tanda dan

gejala berupa ronki basah, dispnea dan tanda gawat napas lain. (Price & Wilson,

2013a)

Dispnea atau kesulitan bernapas akibat meningkatnya usaha bernapas yang

terjadi akibat kongesti pembuluh darah paru dan perubahan kemampuan

pengembangan paru. (Price & Wilson, 2013a). Dispnea atau sesak napas adalah

perasaan sulit bernapas secara subjektif. Tanda objektif sesak napas adalah

penggunaan otot-otot pernapasan tambahan (sternokleidomastoideus, skalenus,

trapezius), cuping hidung, takipnea, dan hiperventilasi.(Price & Wilson, 2013b)

Ortopnea yaitu kesulitan bernapas pada posisi berbaring dan untuk

mengatasi ortopnea sering digambarkan dengan jumlah bantal yang dibutuhkan

untuk mencegah perasaan tersebut. Pada pasien kesulitan bernapas dapat terjadi

Dispnea Nokturnal Paroksismal (PND) kesulitan bernapas yang terjadi sewaktu

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Gagal Ginjal

20

tidur. PND terjadi akibat kegagalan ventrikel kiri dan pulih dengan duduk di sisi

tempat tidur. (Price & Wilson, 2013a). Penyebabnya adalah peningkatan volume

intravaskular sentral yang berhubungan dengan posisi berbaring dan perpindahan

cairan edema perifer masuk ke dalam vaskulasi sentral kongestif yang menonjol.

(Price & Wilson, 2013b)

b. Edema anasarca dan/atau edema perifer

Edema di definisikan sebagai penumpukan cairan interstisial yang

berlebihan. Edema dapat terlokalisir (seperti pada inflamasi setempat dan obstruksi)

atau generalisata (seluruh tubuh), sehingga cairan interstisial tertimbun di hampir

semua jaringan tubuh. (Price & Wilson, 2013b). Edema perifer (atau

pembengkakan akibat penim- bunan cairan dalam ruang interstisial) jelas terlihat di

daerah yang menggantung akibat pengaruh gravitasi dan didahului oleh

bertambahnya berat badan. (Price & Wilson, 2013a)

c. Berat badan meningkat dalam waktu singkat

Perubahan berat badan secara signifikan yang terjadi dalam 24 jam menjadi

salah satu indikator status cairan dalam tubuh. Kenaikan 1 kg dalam 24 jam

menunjukkan kemungkinan adanya tambahan akumulasi cairan pada jaringan

tubuh sebanyak 1 liter. (Angraini & Putri, 2016)

d. Jugular Venous Pressure (JVP) dan/atau Central Venous Pressure (CVP)

meningkat

1) Jugular Venous Pressure (JVP)

Tekanan vena jugularis menggambarkan tekanan atrium kanan dan

memberi informasi tentang indikasi hemodinamik jantung dan fungsi jantung. Cara

pengukurannya; pasien berada pada posisi supinasi, dengan kepala bagian tempat

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Gagal Ginjal

21

tidur dinaikkan bertahap 30, 45, 60 dan 90 derajad dan kepala berpaling ke kiri dan

diukur dari sisi kanan karena pembuluh darah vena saluran langsung ke atrium

kanan, sedangkan sisi kiri pembuluh darah vena harus menyeberang mediastinum

hal ini dapat menyebabkan elevasi palsu pada tekanan pembuluh darah vena di sisi

kiri. Gunakan pencahayaan tangensial, catat ketinggian denyut vena tinggi. Ukur

jarak vertical Antara titik ini dan sudut sternum. Catat ini dalam sentimeter dan

sudut kepala tempat tidur. Hasil; jika lebih dari 3 cm diatas sudut Louis

menunjukkan volume tinggi abnormal disistem vena, kemungkinan penyebab

meliputi gagal jantung kanan, obstruksi vena kava superior, efusi pericardium serta

penyakit jantung dan toraks lainnya. Jika lebih dari 1 cm menunjukkan

ketidakmampuan jantung mengakomodasi peningkatan aliran balik vena. (Nurarif

& Kusuma, 2015)

2) Central Venous Pressure (CVP)

CVP adalah memasukkan kateter poli ethylene dari vena tepi sehingga

ujungnya berada di dalam atrium kanan atau di muara vena cava. CVP disebut juga

kateterisasi vena sentralis (KVS). Daerah yang dipasang ; vena femoralis, vena

cephalika, vena basalika, vena subclavian, vena jugularis eksterna, vena jugularis

interna.

Cara menilai CVP dan Pemasangan Manometer

Cara menentukan titik nol :

- Penderita tidur terlentang mendatar

- Dengan menggunakan selang air tang berisi air ± setengahnya ( membentuk

lingkaran dengan batas air yang terpisah)

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Gagal Ginjal

22

- Titik nol penderita dihubungkan dengan batas air pada sisi selang yang satu.

Sisi lain ditempatkan pada manometer

- Titik nol manometer dapat ditentukan

- Titik nol manometer adalah titik yang sama tingginya dengan titik aliran. Vena

cava superior, atrium kanan dan Vena cava inferior bertemu menjadi satu.

Posisi pasien saat pengukuran CVP

Penilaian CVP :

- Kateter, infus, manometer dihubungkan dengan stopcock (amati infus lancer

atau tidak).

- Penderita terlentang

- Cairan infus kita naikkan ke dalam manometer sampai dengan angka tertinggi

(jaga jangan sampai cairan keluar)

- Cairan infus kita tutup, dengan memutar stopcock hubungkan manometer akan

masuk ke tubuh penderita

- Permukaan cairan di manometer akan turun dan terjadi undulasi sesuai irama

nafas, turun (inspirasi), naik (ekspirasi)

- Undulasi berhenti (disitu batas terakhir dan ini adalah nilai CVP)

- Nilai pada angka 7 artinya nilai CVP 7 cm H2O

- Infus dijalankan lagi setelah diketahui nilai CVP

Nilai CVP

- Nilai rendah : < 4 cmH2O

- Nilai normal : 4-10 cmH2O

- Nilai sedang : 10-15 cmH2O

- Nilai tinggi : > 15 cmH2O

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Gagal Ginjal

23

Penilaian CVP dan Anti Klinisnya

CVP sangat berarti pada penderita yang mengalami shock dan penilaiannya adalah

sebagai berikut :

CVP rendah (< 4 cmH2O)

- Beri darah atau cairan dengan tetesan cepat

- Bila CVP normal, tanda shock hilang pada shock hipovolemik

- Bila CVP normal, tanda – tanda shock bertambah pada shock septik

CVP normal 9 4-14 cmH2O)

- Bila darah atau cairan dengan hati-hati dan dipantau pengaruhnya dalam

sirkulasi

- Bila CVP normal, tanda- tanda shock negative pada shock hipovolemik

- Bila CVP bertambah naik, tanda shock positif pada shock septik, cardiogenic

shock

CVP tinggi (>15 cmH2O)

- Menunjukkan adanya gangguan kerja jantung (insufisiensi kardiak)

- Terapi : obat kardiotonika (dopamine). (Nurarif & Kusuma, 2015)

e. Refleks hepatojugular positif

f. Distensi vena jugularis

Tanda dari kelebihan volume cairan atau bertambahnya beban volume

cairan adalah distensi vena jugularis dan tekanan vena sentralis yang meningkat.

Manometer CVP yang dipasang menunjukkan perubahan volume cairan.

Normalnya Jugular Vein Distention (JVD) terletak 2 cm di atas angulus sternalis

pada posisi 45°. Apabila terjadi kelebihan volume cairan maka JVD dapat melebar

sampai ke angulus mandibularis pada posisi 45°.(Price & Wilson, 2013a)

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Gagal Ginjal

24

g. Kadar Hb/Ht Turun

Anemia pada pasien gagal ginjal kronik, bisa terjadi karena produksi

hormon eritroprotein berkurang seiring dengan penurunan fungsi ginjal yang

berfungsi menghasilkan hormon tersebut sebagai produksi sel- sel darah merah dan

menjaga keseimbangan kadar oksigen dalam darah. Selain itu, terapi hemodialisa

dan asupan penderita yang buruk juga dapat memperburuk status anemia. Makanan

bersumber protein dengan nilai biologis tinggi dapat membantu meringankan fungsi

ginjal serta membantu mempertahankan ataupun menaikkan kadar Hb, sehingga

apabila asupan protein pada penderita gagal ginjal rendah, maka kadar Hb juga ikut

turun. (Ma ’shumah et al., 2014). Pada pasien gagal ginjal kronis yang diindikasikan

transfusi darah apabila kadar Hb <7 g/dl. Pada pasien yang menjalani hemodialisis,

target hemoglobin yang normal (7-8 g/dl) menurunkan kebutuhan transfusi

darah.(Aisara et al., 2018). Hematokrit dengan nilai normal pada laki-laki yaitu 44-

52% dan pada perempuan 39-47%, apabila seseorang mengalami hipervolemia

maka nilai hematokrit akan menurun. (Price & Wilson, 2013b)

h. Oliguria

Poliuria dan nocturia berkaitan dengan insufiensi ginjal yang umumnya

berlanjut menjadi oliguria. Nocturia adalah gejala pengeluaran urin waktu malam

hari yang menetap sampai sebanyak 700 ml atau pasien terbangun untuk berkemih

beberapa kali di waktu malam hari. Nocturia disebabkan oleh hilangnya pola

pemekatan urine diurnal normal sampai tingkatan tertentu dimalam hari. Poliuria

adalah peningkatan volume urine yang terus menerus. (Price & Wilson, 2013b)

i. Intake lebih banyak dari pada output (balans cairan positif)

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Gagal Ginjal

25

Pada pasien gagal ginjal kronis seringkali mengalami masalah kelebihan

cairan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan lainnya dan bahkan dapat

berujung dengan kematian. Oleh karena itu, dibutuhkan program pembatasan cairan

yang efektif dan efisien untuk mencegah komplikasi tersebut, diantaranya melalui

upaya pemantauan intake output cairan. Intake atau cairan masuk dan output atau

cairan keluar bergantung pada jumlah urine selama 24 jam (balans cairan positif

menunjukkan terjadinya overload / kelebihan cairan.(Angraini & Putri, 2016)

Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017), tanda merupakan data

objektif yang diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratoriun, dan

prosedur diagnostic sedangkan gejala merupakan data subjektif yang diperoleh dari

hasil anamnesis. Data subjektif adalah data yang didapatkan dari keluhan pasien

sedangkan data objektif adalah data yang didapatkan dari hasil pengkajian dan

pemeriksaan medis lainnya. Tanda dan Gejala dikelompokkan menjadi dua

kategori yaitu:

a. Mayor merupakan tanda dan gejala yang ditemukan sekitar 80%-100% untuk

validasi diagnosis

b. Minor merupakan tanda dan gejala yang tidak harus ditemukan, namun jika

ditemukan dapat mendukung penegakan diagnosis

Tabel 1

Gejala dan Tanda Mayor & Minor Hipervolemia

Keterangan Mayor Minor

1 2 3

Subjektif 1. Ortopnea

2. Dispnea

3. Paroxysmal

Nocturnal Dyspnea

(PND)

Tidak tersedia

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Gagal Ginjal

26

Objektif 1. Edema anasarka dan/

atau edema perifer

2. Berat badan

meningkat dalam

waktu singkat

3. Jugular Venous

Pressure (JVP) dan/

atau Central Venous

Pressure (CVP)

meningkat

4. Refleks hepatojugular

positif

1. Distensi vena jugularis

2. Terdengar suara napas

tambahan

3. Hepatomegaly

4. Kadar Hb/Ht turun

5. Oliguria

6. Intake lebih banyak dari

output (balance cairan

positif)

7. Kongesti paru

(Sumber: Tim Pokja SDKI DPP PPNI, Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, 2017)

6. Dampak hipervolemia pada gagal ginjal kronis

Akibat lanjut dari kelebihan volume cairan (hypervolemia) pada gagal ginjal

kronis adalah edema paru dan hipertensi yang berujung ke gagal jantung kongestif.

(Price & Wilson, 2013a)