bab ii tinjauan pustaka a. komunikasi terapeutik 1. pengertian komunikasi terapeutik · 2020. 10....

29
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik Istilah komunikasi mengandung makna bersama-sama (common, commones; Inggris), berasal dari bahasa Latin communication yang berarti pemberitahuan, pemberian bagian (dalam sesuatu), pertukaran, dimana si pembicara mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari pendengarnya. Kata sifatnya adalah communis yang artinya bersifat umum atau bersama- sama, kata kerjanya adalah communicare yang artinya berdialog, berunding atau bermusyawarah. Komunikasi merupakan proses yang dilakukan manusia untuk berinteraksi sosialnya (Wijaya, 2017). Salah satu kajian ilmu komunikasi ialah komunikasi kesehatan, yang dimana selalu dilakukan saat berhubungan dengan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Komunikasi yang terjalin antara perawat dan pasien disebut sebagai komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi. Seorang penolong atau perawat dapat membantu pasien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi (Suryani, 2005). Dikatakan lagi oleh Mundakir (2006), bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan. Selanjutnya Fatmawati (2010), mengatakan

Upload: others

Post on 06-Dec-2020

13 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi Terapeutik

1. Pengertian Komunikasi Terapeutik

Istilah komunikasi mengandung makna bersama-sama (common,

commones; Inggris), berasal dari bahasa Latin communication yang berarti

pemberitahuan, pemberian bagian (dalam sesuatu), pertukaran, dimana si

pembicara mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari pendengarnya.

Kata sifatnya adalah communis yang artinya bersifat umum atau bersama-

sama, kata kerjanya adalah communicare yang artinya berdialog,

berunding atau bermusyawarah. Komunikasi merupakan proses yang

dilakukan manusia untuk berinteraksi sosialnya (Wijaya, 2017).

Salah satu kajian ilmu komunikasi ialah komunikasi kesehatan, yang

dimana selalu dilakukan saat berhubungan dengan pasien, keluarga, dan

tenaga kesehatan lainnya. Komunikasi yang terjalin antara perawat dan

pasien disebut sebagai komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik

adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi.

Seorang penolong atau perawat dapat membantu pasien mengatasi

masalah yang dihadapinya melalui komunikasi (Suryani, 2005). Dikatakan

lagi oleh Mundakir (2006), bahwa komunikasi terapeutik adalah

komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan, dan kegiatannya

dipusatkan untuk kesembuhan. Selanjutnya Fatmawati (2010), mengatakan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

7

pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional

yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien.

Komunikasi terapeutik adalah modalitas dasar intervensi utama yang

terdiri atas teknik verbal dan nonverbal yang digunakan untuk membentuk

hubungan antara terapis dan pasien dalam pemenuhan kebutuhan. Oleh

karena itu, komunikasi terapeutik merupakan hal penting dalam

kelancaran pelayanan kesehatan yang dilakukan terapis untuk mengetahui

apa yang dirasakan dan diinginkan pasien (Mubarak, 2012).

2. Tujuan Komunikasi Terapeutik

Tujuan komunikasi terapeutik menurut Damaiyanti (2014), adalah:

a. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan

dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi

yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.

b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang

efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.

c. Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.

3. Manfaat Komunikasi Terapeutik

Manfaat komunikasi terapeutik menurut Anas (2014), adalah:

a. Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dengan

pasien melalui hubungan perawat-pasien.

b. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, mengkaji masalah, dan

mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

8

4. Prinsip-Prinsip Komunikasi Terapeutik

Menurut Mundakir (2006), untuk mengetahui apakah komunikasi

yang dilakukan bersifat terapeutik atau tidak, maka dapat dilihat apakah

komunikasi tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip berikut:

a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,

memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.

b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling

percaya dan saling menghargai.

c. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik

maupun mental.

d. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas

berkembang tanpa rasa takut.

e. Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien

memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah

lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan

masalah-masalah yang dihadapi.

f. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap

untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,

keberhasilan, amupun frustasi.

g. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat

mempertahankan konsistensinya.

h. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan

sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

9

i. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan

terapeutik.

j. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan

meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat

perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual, dan

gaya hidup.

k. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap

mengganggu.

l. Altruisme untuk mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain

secara manusiawi.

m. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin

mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.

n. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap

diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap

orang lain.

5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi

Sikap sebagai kehadiran perawat dalam berkomunikasi agar

terapeutik klien mempunyai peran yang penting untuk tercapainya tujuan

komunikasi/interaksi (hubungan). Sikap (kehadiran) yang harus

ditunjukkan perawat dalam berkomunikasi terapeutik ada dua, yaitu sikap

(kehadiran) secara fisik dan secara psikologis. Dalam kehadiran secara

psikologis, ada dua dimensi, yaitu dimensi respons dan dimensi tindakan

(Anjaswarni, 2016).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

10

a. Sikap (kehadiran) secara fisik

Sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat

memfasilitasi komunikasi yang terapeutik sebagai berikut (Anjaswarni,

2016):

1) Berhadapan. Posisi berhadapan berarti bahwa dalam komunikasi

perawat harus menghadap ke pasien, tidak boleh membelakangi,

atau duduk menyamping. Sikap ini harus dipertahankan pada saat

kontak dengan klien. Dengan posisi ini, perawat dapat melihat

secara jelas apa yang tampak secara verbal maupun nonverbal

klien. Arti posisi ini adalah saya siap membantu Anda.

2) Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama

berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap

berkomunikasi.

3) Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan

untuk mengatakan atau mendengarkan sesuatu.

4) Mempertahankan sikap terbuka. Selama berkomunikasi, perawat

tidak melipat kaki atau tangan karena sikap ini menunjukkan

keterbukaan perawat dalam berkomunikasi.

5) Tetap relaks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara

ketegangan dan relaksasi dalam memberikan respons pada klien.

6) Berjabat tangan. Menunjukkan perhatian dan memberikan

kenyamanan pada pasien serta penghargaan atas keberadaannya.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

11

Berjabatan tangan juga dapat memberi kesan keakraban dan

kedekatan antara perawat dan klien.

b. Sikap (kehadiran) secara psikologis

Dalam berkomunikasi dengan klien, mulai awal sampai akhir

hubungan, perawat harus menunjukkan sikap (kehadiran) secara

psikologis dengan cara mempertahankan sikap dalam dimensi respons

dan dimensi tindakan seperti berikut (Anjaswarni, 2016) :

1) Sikap dalam dimensi respons

a) Ikhlas (Genuiness): perawat menyatakan dan menunjukkan

sikap keterbukaan, jujur, tulus, dan berperan aktif dalam

berhubungan dengan klien. Perawat merespons tidak dibuat-

buat dan mengekspresikan perasaan yang sesungguhnya secara

spontan.

b) Menghargai: perawat menerima klien apa adanya. Sikap tidak

menghakimi, tidak mengejek, tidak mengkritik, ataupun tidak

menghina; harus ditunjukkan oleh perawat melalui, misalnya,

duduk diam menemani klien ketika klien menangis; bersedia

menerima permintaan klien untuk berdiskusi atau bercerita

tentang pengalaman; bahkan minta maaf atas ucapan dan

perilaku perawat yang menyinggung klien.

c) Empati (empathy) merupakan kemampuan perawat untuk

memasuki pikiran dan perasaan klien sehingga dapat

merasakan apa yang sedang dirasakan dan dipikirkan klien.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

12

Melalui rasa empati, perawat dapat mengidentifikasi kebutuhan

klien dan selanjutnya membantu klien mengatasi masalahnya.

d) Konkret: perawat menggunakan kata-kata yang spesifik, jelas,

dan nyata untuk menghindari keraguan dan ketidakjelasan

penyampaian.

2) Sikap dalam dimensi tindakan

Dimensi ini termasuk konfrontasi, kesegaran, pengungkapan

diri perawat, katarsis emosional, dan bermain peran. Dimensi ini

harus diimplementasikan dalam konteks kehangatan, penerimaan,

dan pengertian yang dibentuk oleh dimensi responsif (Anjaswarni,

2016).

a) Konfrontasi

Pengekspresian perawat terhadap perbedaan perilaku

pasien yang bermanfaat untuk memperluas kesadaran diri

pasien. Carkhoff mengidentifikasi tiga kategori konfrontasi

sebagai berikut (Anjaswarni, 2016):

(1) Ketidaksesuaian antara konsep diri pasien (ekspresi pasien

tentang dirinya) dengan ideal diri (cita-cita/keinginan

pasien).

(2) Ketidaksesuaian antara ekspresi nonverbal dan perilaku

pasien.

(3) Ketidaksesuaian antara pengalaman pasien dan perawat

seharusnya dilakukan secara asertif bukan agresif/marah

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

13

(konfrontasi). Oleh karena itu, sebelum melakukan

konfrontasi, perawat perlu mengkaji, antara lain tingkat

hubungan saling percaya dengan pasien, waktu yang tepat,

tingkat kecemasan, dan kekuatan koping pasien.

Konfrontasi sangat berguna untuk pasien yang telah

mempunyai kesadaran diri, tetapi perilakunya belum

berubah.

b) Kesegeraan

Terjadi jika interaksi perawat-klien difokuskan untuk

membantu pasien dan digunakan untuk mempelajari fungsi

pasien dalam hubungan interpersonal lainnya. Perawat sensitif

terhadap perasaan pasien dan berkeinginan untuk membantu

dengan segera (Anjaswarni, 2016).

c) Keterbukaan perawat

Tampak ketika perawat memberikan informasi tentang

diri, ide, nilai, perasaan, dan sikapnya sendiri untuk

memfasilitasi kerja sama, proses belajar, katarsis, atau

dukungan klien. Melalui penelitian yang dilakukan oleh

Johnson, ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara

perawat klien menurunkan tingkat kecemasan perawat klien

(Anjaswarni, 2016).

d) Katarsis emosional

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

14

Klien didorong untuk membicarakan hal-hal yang sangat

mengganggunya untuk mendapatkan efek terapeutik. Dalam hal

ini, perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien untuk

mendiskusikan maslahnya. Jika klien mengalami kesulitan

mengekspresikan perasaanya, perawat dapat membantu dengan

mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien

(Anjaswarni, 2016).

e) Bermain peran

Membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan

penghayatan klien dalam hubungan antara manusia dan

memperdalam kemampuannya untuk melihat situasi dari sudut

pandang lain serta memperkenankan klien untuk mencobakan

situasi yang baru dalam lingkungan yang aman (Anjaswarni,

2016).

6. Teknik-Teknik Komunikasi Terapeutik

Supaya komunikasi yang kita lakukan dapat mencapai tujuan yang

diharapkan, seorang perawat harus menguasai teknik-teknik ber-

komunikasi agar terapeutik dan menggunakannya secara efektif pada saat

berinteraksi dengan klien. Berikut ini teknik komunikasi Stuart & Sundeen

(1998 dalam Anjaswarni, 2016):

a. Mendengarkan dengan penuh perhatian (listening)

Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk

mengerti seluruh pesan verbal dan nonverbal yang sedang

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

15

dikomunikasikan. Keterampilan mendengarkan dengan penuh

perhatian dapat ditunjukkan dengan sikap berikut:

1) Pandang klien ketika sedang bicara.

2) Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk

mendengarkan.

3) Hindarkan gerakan yang tidak perlu.

4) Anggukkan kepala jika klien membicarakan hal penting atau

memerlukan umpan balik.

5) Condongkan tubuh ke arah lawan bicara.

b. Menunjukkan penerimaan (accepting)

Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia

untuk mendengarkan orang lain, tanpa menunjukkan keraguan atau

tidak setuju. Tentu saja sebagai perawat kita tidak harus menerima

semua perilaku klien. Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi

wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti

mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya.

Sikap perawat yang menunjukkan penerimaan dapat diidentifikasi

seperti perilaku berikut:

1) Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.

2) Memberikan umpan balik verbal yang menampakkan pengertian.

3) Memastikan bahwa isyarat nonverbal cocok dengan komunikasi

verbal.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

16

4) Menghindarkan untuk berdebat, menghindarkan mengekspresikan

keraguan, atau menghindari untuk mengubah pikiran klien.

5) Perawat dapat menganggukan kepalanya atau berkata “ya” atau

“saya mengerti apa yang bapak-ibu inginkan”.

c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan

Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi

yang spesifik mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan

dengan topik yang dibicarakan dan gunakan kata-kata dalam konteks

sosial budaya klien.

d. Mengulang (restating/repeating)

Maksud mengulang adalah teknik mengulang kembali ucapan

klien dengan bahasa perawat. Teknik ini dapat memberikan makna

bahwa perawat memberikan umpan balik sehingga klien mengetahui

bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut.

e. Klarifikasi (clarification)

Teknik ini dilakukan jika perawat ingin memperjelas maksud

ungkapan pasien. Teknik ini digunakan jika perawat tidak mengerti,

tidak jelas, atau tidak mendengar apa yang dibicarakan klien. Perawat

perlu mengklarifikasi untuk menyamakan persepsi dengan klien.

f. Memfokuskan (focusing)

Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan

pembicaraan sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Perawat tidak

seharusnya memutus pembicaraan klien ketika menyampaikan masalah

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

17

yang penting, kecuali jika pembicaraan berlanjut tanpa informasi yang

baru. Perawat membantu klien membicarakan topik yang telah dipilih

dan penting.

g. Merefleksikan (reflecting/feedback)

Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan

menyatakan hasil pengamatannya sehingga dapat diketahui apakah

pesan diterima dengan benar. Perawat menguraikan kesan yang

ditimbulkan oleh syarat nonverbal klien. Menyampaikan hasil

pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas

tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.

h. Memberi informasi (informing)

Memberikan informasi merupakan teknik yang digunakan dalam

rangka menyampaikan informasi-informasi penting melalui pendidikan

kesehatan. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat

perlu mengklarifikasi alasannya. Setelah informasi disampaikan,

perawat memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.

i. Diam (silence)

Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk

mengorganisasi pikirannya. Penggunaan metode diam memerlukan

keterampilan dan ketetapan waktu. Diam memungkinkan klien untuk

berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisasi pikirannya,

dan memproses informasi. Bagi perawat, diam berarti memberikan

kesempatan klien untuk berpikir dan berpendapat/berbicara.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

18

j. Identifikasi tema (theme identification)

Identifikasi tema adalah menyimpulkan ide pokok/utama yang

telah dikomunikasikan secara singkat. Metode ini bermanfaat untuk

membantu topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada

pembicaraan berikutnya. Teknik ini penting dilakukan sebelum

melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan.

k. Memberikan penghargaan (reward)

Menunjukkan perubahan yang terjadi pada klien adalah upaya

untuk menghargai klien. Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi

beban bagi klien yang berakibat klien melakukan segala upaya untuk

mendapatkan pujian.

l. Menawarkan diri

Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal

dengan orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya

dimengerti. Sering kali perawat hanya menawarkan kehadirannya, rasa

tertarik, dan teknik komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih.

m. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan

Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam

memilih topik pembicaraan. Perawat dapat berperan dalam

menstimulasi klien untuk mengambil inisiatif dalam membuka

pembicaraan.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

19

n. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan

Hal ini merupakan teknik mendengarkan yang aktif, yaitu

perawat menganjurkan atau mengarahkan pasien untuk terus bercerita.

Teknik ini mengindikasikan bahwa perawat sedang mengikuti apa

yang sedang dibicarakan klien dan tertarik dengan apa yang akan

dibicarakan selanjutnya.

o. Refleksi

Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan serta

menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.

Dengan teknik ini, dapat diindikasikan bahwa pendapat pasien adalah

berharga.

p. Humor

Humor yang dimaksud adalah humor yang efektif. Humor ini

bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara ketegangan dan

relaksasi. Perawat harus hati-hati dalam menggunakan teknik ini

karena ketidaktepatan penggunaan waktu dapat menyinggung perasaan

pasien yang berakibat pada ketidakpercayaan klien kepada perawat.

7. Tahapan (Fase) Hubungan dan Komunikasi Terapeutik Perawat-

Pasien

Tahapan (fase) hubungan dan komunikasi terapeutik perawat-pasien

menurut Anjaswarni (2016), yaitu:

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

20

a. Fase prainteraksi

Fase ini merupakan fase persiapan yang dapat dilakukan perawat

sebelum berinteraksi dan berkomunikasi dengan klien. Pada fase ini,

perawat mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri, serta

menganalisis kekuatan dan kelemahan profesional diri. Perawat juga

mendapatkan data tentang klien dan jika memungkinkan

merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Perawat dapat

bertanya kepada dirinya untuk mengukur kesiapan berinteraksi dan

berkomunikasi dengan klien.

b. Fase orientasi/introduksi

Fase ini adalah fase awal interaksi antara perawat dan klien yang

bertujuan untuk merencanakan apa yang akan dilakukan pada fase

selanjutnya. Pada fase ini, perawat dapat:

1) Memulai hubungan dan membina hubungan saling percaya.

Kegiatan ini mengindikasi kesiapan perawat untuk membantu

pasien;

2) Memperjelas keluhan, masalah, atau kebutuhan klien dengan

mengajukan pertanyaan tentang perasaan klien; serta

3) Merencanakan kontrak/kesepakatan yang meliputi lokasi, kapan,

dan lama pertemuan; bahan/materi yang akan diperbincangkan;

dan mengakhir hubungan sementara.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

21

Tiga kegiatan utama yang harus dilakukan perawat pada fase

orientasi ini sebagai berikut.

1) Memberikan salam terapeutik

Contoh: “Assalamualaikum, selamat pagi”, dan sebagainya.

2) Evaluasi dan validasi perasaan klien

Contoh: “Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Ibu tampak segar hari

ini”.

3) Melakukan kontrak hubungan dengan klien meliputi kontrak tujuan

interaksi, kontrak waktu, dan kontrak tempat.

Contoh: “Tujuan saya datang ke sini adalah membantu Ibu

menemukan masalah yang membuat Ibu selalu merasa tidak

nyaman selama ini”, “Menurut Ibu, berapa lama waktu yang akan

kita butuhkan untuk tujuan ini? Bagaimana kalau 15 menit?”,

“Untuk tempat di dalam ruang ini saja atau di taman belakang?”

c. Fase kerja

Fase ini adalah fase terpenting karena menyangkut kualitas

hubungan perawat-klien dalam asuhan keperawatan. Selama

berlangsungnya fase kerja ini, perawat tidak hanya mencapai tujuan

yang telah diinginkan bersama, tetapi yang lebih bermakna adalah

bertujuan untuk memandirikan pasien. Pada fase ini, perawat

menggunakan teknik-teknik komunikasi dalam berkomunikasi dengan

klien sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (sesuai kontrak).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

22

d. Fase terminasi

Pada fase ini, perawat memberi kesempatan kepada klien untuk

mengungkapkan keberhasilan dirinya dalam mencapai tujuan terapi

dan ungkapan perasaannya. Selanjutnya perawat merencanakan tindak

lanjut pertemuan dan membuat kontrak pertemuan selanjutnya bersama

pasien. Ada tiga kegiatan utama yang harus dilakukan perawat pada

fase terminasi ini, yaitu melakukan evaluasi subjektif dan objektif;

merencanakan tindak lanjut interaksi; dan membuat kontrak dengan

pasien untuk melakukan pertemuan selanjutnya.

B. Persalinan

1. Pengertian Persalinan

Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang

dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar dengan

presentasi belakang kepala tanpa memakai alat-alat atau pertolongan

istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung

dalam waktu kurang dari 24 jam (Rukiyah dkk., 2009).

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan

plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan

melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa

bantuan (kekuatan sendiri). Proses ini dimulai dengan adanya kontraksi

persalinan sejati, yang ditandai dengan perubahan serviks secara progresif

dan diakhiri dengan kelahiran plasenta (Sulistyawati, 2011).

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

23

2. Tahapan persalinan

Tahapan persalinan menurut Rukiyah dkk (2009), adalah sebagai

berikut:

a. Kala I

Pada kala I persalinan dimulainya proses persalinan yang

ditandai dengan adanya kontraksi yang teratur, adekuat, dan

menyebabkan perubahan pada serviks hingga mencapai pembukaan

lengkap, fase kala I persalinan terdiri dari fase laten yaitu dimulai dari

awal kontraksi hingga pembukaan mendekati 4 cm. Kontraksi mulai

teratur tetapi lamanya masih di antara 20 – 30 detik, tidak terlalu

mules. Fase aktif dengan tanda-tanda kontraksi di atas 3 kali dalam 10

menit, lamanya 40 detik atau lebih dan terasa mules, pembukaan 4 cm

hingga lengkap, penurunan bagian terbawah janin. Fase pembukaan

dibagi 2 fase, yaitu fase laten: berlangsung selama 8 jam, pembukaan

terjadi sangat lambat sampai pembukaan 3 cm. Fase aktif: dibagi

dalam 3 fase yaitu fase akselerasi dalam waktu 2 jam pembukaan 3

menjadi 4 cm menjadi 9 cm, fase deselerasi pembukaan jadi lambat

kembali dalam 2 jam pembukaan dari 9 menjadi lengkap. Lama kala I

untuk primigravida berlangsung 2 jam dengan pembukaan 1 cm

perjam, sedangkan pada multigravida 8 jam dengan pembukaan 2 cm

perjam. Komplikasi yang dapat timbul pada kala I yaitu: ketuban pecah

dini, tali pusat menumbung, obstrupsi plasenta, gawat janin, inersia

uteri.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

24

b. Kala II

Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir.

Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada

multi. Pada kala pengeluaran janin telah turun masuk ruang panggul

sehingga terjadi tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara

reflektoris menimbulkan rasa mengedan, karena tekanan pada rektum

ibu merasa seperti mau buang air besar dengan tanda anus membuka.

Pada waktu his kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka,

perineum membuka, perineum meregang. Dengan adanya his ibu

dipimpin untuk mengedan, maka lahir kepala diikuti oleh seluruh

badan janin. Komplikasi yang dapat timbul pada kala II yaitu:

eklampsi, kegawatdaruratan janin, tali pusat menumbung, penurunan

kepala terhenti, kelelahan ibu, persalinan lama, ruptur uteri, distosia

karena kelainan letak, infeksi intra partum, inersia uteri, tanda-tanda

lilitan tali pusat.

c. Kala III

Dimulai dari setelah lahirnya bayi sampai proses pengeluaran

plasenta. Tanda-tanda lepasnya plasenta: terjadi perubahan bentuk

uterus dan tinggi fundus uteri, tali pusat memanjang atau terjulur

keluar melalui vagina/vulva, adanya semburan darah secara tiba-tiba.

Berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah bayi lahir uterus teraba

keras dengan fundus uteri agak diatas pusat, beberapa menit kemudian

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

25

uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya.

Biasanya plasenta lepas dalam 6 menit – 15 menit setelah bayi lahir

dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri.

Pengeluaran plasenta, disertai dengan pengeluaran darah. Komplikasi

yang dapat timbul pada kala III adalah perdarahan akibat atonia uteri,

retensio plasenta, perlukaan jalan lahir, tanda gejala tali pusat.

d. Kala IV

Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama

postpartum. Komplikasi yang dapat timbul pada kala IV adalah: sub

involusi dikarenakan oleh uterus tidak berkontraksi, perdarahan yang

disebabkan oleh atonia uteri, laserasi jalan lahir, sisa plasenta.

C. Nyeri Persalinan

1. Pengertian Nyeri

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan

bersifat sangat subjektif, karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang

dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat

menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat,

2008).

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak

menyenangkan, bersifat sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang

berbeda dalam hal skala ataupun tingkatannya, dan hanya orang

tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang

dialaminya (Tetty, 2015).

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

26

Batasan atau definisi nyeri yang diusulkan oleh “The International

Association for the Study of Pain” adalah suatu pengalaman perasaan dan

emosi yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan

sebenarnya ataupun yang potensial pada suatu jaringan. Nyeri merupakan

perasaan tubuh atau bagian dari tubuh manusia, yang senantiasa tidak

menyenangkan dan keberadaan nyeri dapat memberikan suatu pengalaman

alam rasa (Judha, 2012).

2. Fisiologi Nyeri

Nyeri disebabkan oleh stimulus yang dapat menyebabkan kerusakan

jaringan. Oleh karena itu, sensasi nyeri dapat dibedakan dengan sensasi

lainnya, meskipun emosi seperti rasa takut dan ansietas juga dialami

secara bersamaan sehingga mempengaruhi persepsi seseorang terhadap

rasa nyeri. Juga harus diingat bahwa dengan adanya system saraf simpati,

stimulus nyeri juga dapat mengakibatkan berbagai perubahan, seperti

peningkatan frekuensi jantung, peningkatan tekanan darah, pelepasan

adrenalin (epinefrin) kedalam aliran darah dan peningkatan kadar glukosa

darah. Terdapat juga penurunan mortilitas lambung dan penurunan suplai

darah ke kulit yang menyebabkan berkeringat. Dengan demikian, stimulus

yang menyebabkan akan mengakibatkan insiden atau peristiwa sensorik

(Fraser dkk., 2009).

Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Cara

yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu

untuk menjelaskan tiga komponen fisiologis sebagai berikut :

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

27

a. Resepsi: semua kerusakan selular, yang disebabkan sirkulasi thermal,

kimiawi, atau stimulus listrik menyebabkan pelepasan substansi yang

menghasilkan nyeri,

b. Persepsi: titik kesadaran seseorang terhadap nyeri,

c. Reaksi: respon fisiologis dan perilaku yang terjadi setelah

mempersepsikan nyeri (Potter & Perry, 2005).

3. Pengertian Nyeri Persalinan

Ibu yang mengalami persalinan pasti mengalami nyeri. Nyeri

persalinan adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang nyata dan yang

potensial. Nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh yang timbul,

bila ada jaringan rusak dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi

dengan cara memindahkan stimulus nyeri (Andarmoyo dan Suharti, 2013).

Rasa nyeri dalam persalinan adalah manifestasi dari adanya

kontraksi otot rahim. Kontraksi inilah yang menimbulkan rasa sakit pada

pinggang. daerah perut, dan menjalar ke arah paha. Kontraksi ini

menyebabkan adanya pembukaan mulut rahim (servik) (Judha, 2012).

Intensitas nyeri sebanding dengan kekuatan kontraksi dan tekanan yang

terjadi. Nyeri bertambah ketika mulut rahim dalam dilatasi penuh akibat

tekanan bayi terhadap struktur panggul diikuti regangan dan perobekan

jalan lahir (Andarmoyo dan Suharti, 2013).

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

28

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri Persalinan

Menurut Andarmoyo dan Suharti (2013), faktor-faktor yang

mempengaruhi nyeri persalinan, yaitu:

a. Faktor internal

1) Pengalaman dan pengetahuan tentang nyeri

Pengalaman sebelumnya seperti persalinan terdahulu akan

membantu mengatasi nyeri. Karena ibu telah memiliki koping

terhadap nyeri. Ibu primipara dan multipara kemungkinan akan

merespon secara berbeda terhadap nyeri walaupun menghadapi

kondisiyang sama, yaitu persalinan. Hal ni disebabkan ibu

multipara telah memiliki pengalaman pada persalinan sebelumnya.

2) Usia

Usia muda cenderung dikaitkan dengan kondisi psikologis

yang masih labil, yang memicu terjadinya kecemasan sehingga

nyeri yang dirasakan menjadi lebih hebat. Usia juga dipakai

sebagai salah satu faktor dalam menentukan seiring bertambahnya

usia dan pemahaman terhadap nyeri.

3) Aktifitas fisik

Aktifitas ringan bermanfaat mengalihkan perhatian dan

mengurangi rasa sakit menjelang persalinan, selama ibu tidak

melakukan latihan-latihan yang terlalu keras dan berat, serta

menimbulkan keletihan pada wanita karena hal ini juga justru akan

memicu nyeri yang lebih berat.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

29

4) Kondisi psikologis

Situasi dan kondisi psikologis yang labil memegang peranan

penting dalam memunculkan nyeri persalinan yang lebih berat.

Salah satu mekanisme pertahanan jiwa terhadap stress adalah

konversi, yaitu memunculkan gangguan secara psikis menjadi

gangguan fisik.

b. Faktor eksternal

1) Agama

Semakin kuat kualitas keimanan seseorang, mekanisme

pertahanan tubuh terhadap nyeri semakin baik karena berkaitan

dengan kondisi psikologis yang relatif stabil.

2) Lingkungan fisik

Lingkungan yang terlalu ekstrem, seperti perubahan cuaca,

panas, dingin, ramai, bising, memberikan stimulus terhadap tubuh

yang memicu terjadinya nyeri.

3) Budaya

Budaya tertentu akan mempengaruhi respon seseorang

terhadap nyeri. Ada budaya yang mengekspresikan rasa nyeri

secara bebas, tetapi ada pula yang menganggap nyeri adalah

sesuatu yang tidak perlu diekspresikan secara berlebihan.

4) Support system

Tersedianya sarana dan support system yang baik dari

lingkungan dalam mengatasi nyeri, dukungan dari keluarga dan

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

30

orang terdekat sangat membantu mengurangi rangsang nyeri yang

dialami oleh seseorang saat menghadapi persalinan.

5) Sosial ekonomi

Tersedianya sarana dan lingkungan yang baik dapat

membantu mengatasi rangsang nyeri yang dialami. Sering status

ekonomi mengikuti keadaan nyeri persalinan. Keadaan ekonomi

yang kurang, pendidikan yang rendah, informasi yang minimal,

dan kurang sarana kesehatan yang memadai akan menimbulkan ibu

kurang mengetahui bagaimana mengatasi nyeri yang dialami dan

masalah ekonomi berkaitan dengan biaya dan persiapan persalinan

sering menimbulkan kecemasan tersendiri dalam menghadapi

persalinan.

6) Komunikasi

Komunikasi tentang penyampaian informasi yang berkaitan

dengan hal-hal seputar nyeri persalinan, bagaimana mekanismenya,

apa penyebabnya, cara mengatasi, dan apakah hal ini wajar akan

memberikan dampak yang positif terhadap manajemen nyeri.

Komunikasi yang kurang akan menyebabkan ibu dan keluarga

tidak tahu bagaimana yang harus dilakukan jika mengalami nyeri

saat persalinan.

5. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran seberapa parah nyeri dirasakan

oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

31

dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat

berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan

pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon

fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan

teknik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu

sendiri (Tamsuri, 2007).

Menurut Potter & Perry (2005), terdapat beberapa skala nyeri yang

dapat digunakan untuk mengetahui skala nyeri.

a. Verbal Descriptor Scale (VDS)

Skala pendeskripsi verbal merupakan sebuah garis yang terdiri

dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak

yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diurutkan dari “tidak

terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahan”. Perawat

menunjukkan klien tentang skala tersebut dan meminta klien untuk

memilih intensitas nyeri terbaru yang dirasakannya. Perawat juga

menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan

seberapa jauh nyeri terasa tidak menyakitkan. Alat VDS ini

memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan

rasa nyeri.

b. Visual Analog Scale (VAS)

VAS merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri

yang terus menerus. Skala ini memberikan kebebasan penuh pada klien

untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS merupakan pengukur

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

32

keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi

setiap titik pada rangkaian dari pada di paksa memilih satu kata (Potter

& Perry, 2005).

Mengkaji intensitas nyeri sangat penting walaupun bersifat

subyektif dan banyak dipengaruhi berbagai keadaan seperti tingkat

kesadaran, konsentrasi dan harapan keluarga, intensitas nyeri dapat

dijabarkan di dalam sebuah skala nyeri dengan deskriptif: tidak nyeri,

ringan, sedang, sangat nyeri, tetapi masih dapat terkontrol, dan sangat

nyeri tetapi tidak dapat dikontrol oleh pasien berdasarkan VAS.

Penjelasan tentang intensitas digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Visual Analog Scale (VAS)

Intensitas nyeri pada skala 0 tidak terjadi nyeri, intensitas nyeri

ringan pada pada skala 1–3, intensitas nyeri sedang pada skala 4–6,

intensitas nyeri berat nyeri pada skala 7–9, intensitas nyeri sangat berat

pada skala 10 nyei tidak terkontrol. Cara penggunaan skala ini adalah:

berilah tanda salah satu angka sesuai dengan intensitas nyeri yang

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

33

dirasakan pasien. VAS merupakan pengukuran nyeri yang benar dan

sah, dapat mendeteksi perbedaaan nyeri lebih sederhana dibandingkan

dengan skala lainnya, dan VAS lebih mudah mengaturnya

dibandingkan dengan kumpulan pertanyaan yang berderet (Ludington

& Dexter, 1998 dalam Astuti, 2009).

Menurut Potter & Perry (2005), inetnsitas nyeri pada skala 0

tidak terjadi nyeri, intensitas nyeri pada skala 1–3, rasa nyeri seperti

gatal atau tersetrum atau nyut-nyutan atau melilit atau terpukul atau

perih atau mulas. Intensitas nyeri pada skala 4–6, seperti keram atau

kaku atau tertekan atau sulit bergerak atau terbakar atau ditusuk-tusuk.

Sangat nyeri pada skala 7–9 tetapi masih dapat dikontrol oleh klien.

Intensitas nyeri sangat berat pada skala 10 nyeri tidak terkontrol.

c. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale

Skala ini terdiri dari enam wajah dengan profil kartun yang

menggambarkan mulai dari wajah yang sedang tersenyum, hal ini

menunjukkan tidak adanya nyeri kemudian secara bertahap meningkat

menjadi wajah kurang bahagia, wajah yang sangat sedih, sampai wajah

yang sangat ketakutan hal ini menunjukkan adanya nyeri yang sangat

hebat (Kozier, 2009).

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik · 2020. 10. 15. · 5. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Sikap sebagai kehadiran perawat dalam

34

Gambar 2.2 ( Wong-Baker Faces Pain Rating Scale )

Keterangan dari gambar di atas adalah angka 0 menunjukkan

sangat bahagia sebab tidak ada rasa sakit, angka 2 menunjukkan sedikit

menyakitkan, angka 4 menunjukkan lebih menyakitkan, angka 6

menunjukkan lebih menyakitkan lagi, angka 8 menunjukkan jauh lebih

menyakitkan, dan angka 10 menunjukkan benar-benar menyakitkan

(Wong, 2004).