bab ii tinjauan pustaka a. kesejahteraan psikologis 1

24
19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Definisi Kesejahteraan Psikologis Schultz (1991) mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai fungsi positif individu, dimana fungsi positif individu merupakan arah atau tujuan yang diusahakan untuk dicapai oleh individu yang sehat. Sama halnya dengan yang diungkapkan oleh Ryff dan Keyes (1995) bahwa kesejahteraan psikologis tidak hanya terdiri dari efek positif, efek negatif, dan kepuasan hidup, melainkan paling baik dipahami sebagai sebuah konstruk multidimensional yang terdiri dari sikap hidup yang terkait dengan dimensi kesejahteraan psikologis itu sendiri yaitu mampu merealisasikan potensi diri secara kontinu, mampu membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, memiliki kemandirian terhadap tekanan sosial, maupun menerima diri apa adanya, memiliki arti dalam hidup, serta mampu mengontrol lingkungan eksternal. Snyder dan Lopez (2002) mengatakan bahwa kesejahteraan psikologis bukan hanya ketiadaan beban, namun kesejahteraan psikologis juga meliputi keterikatan aktif dalam dunia, memahami arti dan tujuan hidup, serta hubungan seseorang dalam obyek ataupun orang lain. Kesejahteraan psikologis merupakan suatu pencapaian penuh dari potensi psikologis individu, serta merupakan suatu situasi dimana individu dapat menerima kelebihan dan kekurangan diri secara apa adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan

Upload: others

Post on 18-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1

19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesejahteraan Psikologis

1. Definisi Kesejahteraan Psikologis

Schultz (1991) mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai fungsi

positif individu, dimana fungsi positif individu merupakan arah atau tujuan

yang diusahakan untuk dicapai oleh individu yang sehat. Sama halnya dengan

yang diungkapkan oleh Ryff dan Keyes (1995) bahwa kesejahteraan psikologis

tidak hanya terdiri dari efek positif, efek negatif, dan kepuasan hidup,

melainkan paling baik dipahami sebagai sebuah konstruk multidimensional

yang terdiri dari sikap hidup yang terkait dengan dimensi kesejahteraan

psikologis itu sendiri yaitu mampu merealisasikan potensi diri secara kontinu,

mampu membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, memiliki

kemandirian terhadap tekanan sosial, maupun menerima diri apa adanya,

memiliki arti dalam hidup, serta mampu mengontrol lingkungan eksternal.

Snyder dan Lopez (2002) mengatakan bahwa kesejahteraan psikologis

bukan hanya ketiadaan beban, namun kesejahteraan psikologis juga meliputi

keterikatan aktif dalam dunia, memahami arti dan tujuan hidup, serta hubungan

seseorang dalam obyek ataupun orang lain. Kesejahteraan psikologis

merupakan suatu pencapaian penuh dari potensi psikologis individu, serta

merupakan suatu situasi dimana individu dapat menerima kelebihan dan

kekurangan diri secara apa adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1

20

relasi positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu

mengendalikan lingkungan serta dapat terus tumbuh secara personal (Ryff,

1989). Huppert (2009) mengemukakan bahwa kesejahteraan psikologis

merupakan kehidupan yang berjalan dengan baik serta merupakan

penggabungan dari perasaan yang positif yang dapat berfungsi secara efektif.

Berdasarkan pemaparan beberapa tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa

kesejahteraan psikologis merupakan situasi dimana individu merasakan

perasaan yang bersifat positif dan telah menerima segala sesuatu yang dimiliki.

Hal tersebut juga meliputi perasaan bahagia karena telah memiliki tujuan hidup

yang jelas dan pertumbuhan pribadi yang maksimal.

2. Aspek-aspek Kesejahteraan Psikologis

Ryff (1998) mendefinisikan 6 aspek yang membentuk kesejahteraan

psikologis, yaitu:

a. Penerimaan diri (self-acceptance)

Aspek ini merupakan karakteristik utama dari kesejahteraan psikologis

yang menekankan pada penerimaan diri individu terhadap pengalaman di

masa lalu, baik pengalaman pribadi maupun orang lain (Ryff & Singer,

1996). Individu yang memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, mampu

mengakui dan menerima berbagai aspek dalam kehidupannya bahkan yang

bersifat kurang menyenangkan serta dapat memandang masa lalu sebagai

sesuatu yang positif merupakan indikator individu tersebut memiliki

penerimaan diri yang tinggi. Sebaliknya, individu yang memiliki

penerimaan diri yang rendah akan merasa tidak puas dengan dirinya, merasa

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1

21

kecewa atas apa yang terjadi pada kehidupannya di masa lalu serta memiliki

perasaan ingin menjadi orang lain.

b. Tujuan hidup (purpose in life)

Individu yang memiliki tujuan dalam hidupnya akan merasa bahwa

kehidupan yang dijalaninya memiliki sebuah makna, merasa bahwa

kehidupan sekarang dan masa lalunya memberikan pelajaran yang berarti.

Sementara itu, individu yang tidak memiliki tujuan dalam hidupnya, tidak

memiliki cita-cita, serta tidak memiliki keyakinan merasa bahwa

kehidupannya tidaklah berarti dan bermakna.

c. Hubungan positif dengan orang lain (positive relation with others)

Aspek ini menekankan pada pentingnya keakraban dalam hubungan

interpersonal dimana kemampuan untuk menyayangi dipandang sebagai

salah satu karakteristik dari kesehatan mental (Ryff & Singer, 1996).

Individu yang menjalin hubungan hangat dengan orang lain, mampu

menunjukkan rasa empati dan keprihatinan terhadap kesejahteraan orang

lain, serta mampu membangun keintiman yang kuat merupakan indikator

bahwa individu tersebut memiliki hubungan yang positif dengan orang lain.

Sebaliknya, individu yang tidak mampu menjalin hubungan dengan dengan

orang lain merasa sulit untuk terbuka, hangat, dan peduli kepada orang lain

serta tidak dapat berkompromi dalam mempertahankan hubungan dengan

orang lain.

d. Pertumbuhan personal (personal growth)

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1

22

Individu dengan personal growth yang baik akan mampu terbuka dengan

pengalaman baru, memiliki kesadaran atas potensi yang dimilikinya serta

mampu melakukan perbaikan-perbaikan dalam perilaku dan kehidupannya.

Sementara itu, individu yang mudah merasa bosan, tidak melakukan

perbaikan-perbaikan dalam hidupnya, serta tidak mampu mengembangkan

sikap atau perilaku yang baru merupakan individu yang memiliki personal

growth yang rendah.

e. Penguasaan lingkungan (environmental mastery)

Environmental mastery menekankan pada kemampuan individu dalam

menciptakan dan menguasai lingkungan yang sesuai dengan kondisi

psikologisnya. Individu memiliki penguasaan lingkungan yang baik apabila

mampu mengelola dan mengendalikan lingkungan sosialnya, mampu

memanfaatkan peluang di sekitarnya secara efektif serta mampu mengontrol

aktivitas-aktivitas eksternal yang bersifat kompleks. Sebaliknya, individu

yang memiliki kesulitan dalam mengelola kebutuhan sehari-hari, kurang

mampu menyadari berbagai kesempatan yang ada di sekitarnya, serta

kurang memiliki kendali terhadap dunia luar pada umumnya memiliki

pengendalian lingkungan yang kurang baik.

f. Kemandirian (autonomy)

Autonomy adalah aspek yang menekankan pada kualitas individu dalam

menentukan nasibnya sendiri, kebebasan, pengaturan perilaku, memiliki

tujuan hidup serta mandiri. Individu yang memiliki autonomy tinggi akan

menjadi pribadi yang dapat menentukan nasibnya sendiri, dapat bertahan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1

23

dari tekanan di lingkungan sekitar dan dapat membuat suatu keputusan

tanpa pertimbangan dari orang lain. Sementara itu, individu yang memiiki

autonomy rendah mudah untuk bergantung kepada orang lain dalam

membuat keputusan serta membutuhkan penilaian orang lain.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan

psikologis terbentuk atas enam aspek yaitu self-acceptance, purpose in life,

positive relation with others, personal growth, environmental mastery,

autonomy. Jika individu mampu memenuhi keenam aspek di atas, maka

individu tersebut memiliki kesejahteraan psikologis. Individu yang memiliki

skor tinggi pada keenam aspek tersebut akan memiliki kesejahteraan psikologis

yang baik

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan psikologis

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis menurut Ryff

dan Keyes (1995), yaitu:

a. Faktor demografis

Faktor demografis yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis

individu diantaranya usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, dan budaya.

b. Dukungan sosial

Dukungan sosial sering diartikan sebagai perasaan nyaman, perhatian,

penghargaan atau pertolongan yang dipersepsikan oleh individu dari

berbagai sumber diantaranya pasangan, keluarga, teman, rekan kerja, dokter

atau bahkan organisasi sosial.

c. Evaluasi terhadap pengalaman hidup

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1

24

Pengalaman dalam hidup yang mencakup berbagai bidang dan periode

selama proses kehidupanya.

d. Locus of control

Diartikan sebagai keyakinan individu mengenai pengendalian terhadap

penguatan (reinforcement) yang berasal dari tindakan sendiri atau

bergantung pada tindakan orang lain dan pengaruh lain diluar kendali

individu tersebut.

Menurut Snyder dan Lopez (2002) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi

kesejahteraan psikologis, yaitu:

a. Kesehatan

Kesejahteraan psikologis merupakan salah satu indicator kesehatan

mental, dan kesehatan mental berkaitan dengan kesehatan fisik individu.

Ketika individu mengalami permasalahan dalam hal kardiovaskular,

metabolisme, saraf, otak, dan imun, maka hal tersebut tidak hanya

mempengaruhi individu secara fisik, melainkan secara psikologis.

Munculnya perasaan tidak berharga, tidak percaya diri, menarik diri dari

lingkungan sosial, bahkan kehilangan tujuan hidup merupakan indikator

terganggunya kesejahteraan psikologis individu.

b. Kualitas hubungan dengan orang lain

Hubungan yang baik dengan orang lain merupakan salah satu syarat

penting untuk memenuhi kehidupan yang optimal, sedangkan hubungan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1

25

sosial yang kurang baik merupakan salah satu permasalahan yang dapat

menyebabkan kesejahteraan psikologis individu terganggu.

c. Stres kronis dan berulang

Paparan situasi yang penuh tekanan dan tuntutan secara terus menerus

akan memunculkan stres kronis pada individu. Stres kronis yang tidak dapat

di atasi akan menyebabkan kelelahan (allostatic load). Survey yang

dilakukakn kepada 57 pria dan 49 wanita menunjukkan bahwa subjek yang

memenuhi seluruh aspek kesejahteraan psikologis memiliki allostatic load

yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan subjek yang tidak

memenuhi seluruh aspek kesejahteraan psikologis.

Berdasarkan pemaparan yang dikemukakan oleh Ryff dan Keyes (1995)

serta Snyder dan Lopez (2002), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat tujuh

faktor yang mepengaruhi kesejahteraan psikologis individu. Ketujuh faktor

tersebut mempengaruhi tinggi rendahnya kesejahteraan psikologis pada

individu. Faktor-faktor di atas juga memberikan kontribusi dalam perubahan

kesejahteraan psikologis pada individu sepanjang proses kehidupannya.

B. Manajemen Stres

1. Definisi Stres

Stres merupakan keadaan disaat individu merasa tegang dan tidak nyaman

yang disebabkan oleh ketidakmampuan dalam mengatasi berbagai tuntutan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1

26

yang ada di lingkungannya. Stres tidak hanya merupakan suatu respon dan

stimulus tetapi melebihi sebuah proses yaitu individu sebagai perantara yang

dapat mempengaruhi stresor melalui perilaku, pikiran, dan strategi emosional

(Sarafino & Smith, 2012). Stres merupakan pengalaman mengenai emosi

negatif seseorang yang disertai dengan perubahan secara biokimia, fisiologis,

kognitif, serta perubahan perilaku yang dapat disebabkan oleh situasi-situasi

yang menekan dan membuat stres (Taylor, 2009).

Selye (Brannon & Feist, 2010) terkenal sebagai peneliti yang meneliti dan

mengemukakan bahwa stres merupakan suatu sindrom yang bersifat biologis

atau jasmaniah. Selain itu, Selye juga memberikan penekanan bahwa stres

merupakan suatu reaksi penyesuaian diri terhadap stimulus yang berbeda-beda.

Smet (1994) menyebutkan bahwa stres dapat menyebabkan penyimpangan

fisiologis, seperti asma, penyakit kepala kronis, rematik artritis, dan beberapa

penyakit kulit. Penyakit kronis lainnya seperti hipertensi, jantung koroner

bahkan kanker juga dapat disebabkan oleh stres.

Stres merupakan emosi negatif yang diperoleh dari perubahan biokimia,

kognitif, fisiologis serta behavioral yang bertujuan untuk mengubah peristiwa

stressfull dan mengakomodasi akibat yang ditimbulkan. Ketika dalam kondisi

stres, tubuh memproduksi hormon adrenalin yang berfungsi untuk pertahanan

diri (Lukaningsih & Bandiyah, 2011).

2. Definisi Manajemen Stres

Manajemen stres merupakan salah satu upaya untuk mengelola stres yang

dilakukan melalui suatu pelatihan (Taylor, 2009). Menurut Surwit, dkk (2002)

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1

27

manajemen stres merupakan bentuk pelatihan yang biasanya melibatkan

Progressive Muscle Relaxation (PMR), mental imagery, diaphragmatic

breathing, dan psikoedukasi mengenai cara memodifikasi respon terhadap stres

baik secara fisiologis, kognitif, dan perilaku. Quick dan Cooper (Saraei,

Hatami & Bagheri, 2016) mengemukakan bahwa manajemen stres merupakan

serangkaian teknik atau metode yang digunakan untuk mengurangi stres pada

individu serta meningkatkan kemampuan untuk mengatasi situasi-situasi yang

menekan.

Smet (1994) mengatakan bahwa manajemen stres berfokus pada

berkurangnya reaksi stres. Teknik-teknik yang digunakan dalam manajemen

stres antara lain relaksasi, biofeedback, restrukturisasi kognitif, stress-

inoculation training, meditasi, dan hipnosa. Individu juga dapat belajar

mengenai penggunaan gaya koping yang lebih sesuai dengan situasi yang

sedang dihadapi. Manajemen stres dapat digunakan untuk mengurangi risiko

penyakit jantung dengan mengubah faktor risikonya seperti kepribadian tipe A

dan hipertensi. Hal itu juga dapat digunakan untuk mengontrol stres sehingga

tidak menyebabkan bahaya dan tidak bersifat mengancam.

Evers, dkk (2006) mengemukakan bahwa pada umumnya perlakuan

manajemen stres meliputi 3 bentuk, yaitu :

1. Primary intervention yaitu perlakuan yang dapat mengubah kondisi

lingkungan, seperti tuntutan pekerjaan yang dapat mengakibatkan stres.

2. Secondary intervention yaitu program yang dirancang untuk membantu

individu menerapkan perilaku manajemen stres secara lebih efektif, seperti

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1

28

relaksasi, olahraga, meditasi, dan cognitive reframing. Perlakuan inilah

yang paling sering digunakan untuk membantu individu dalam mengelola

stres agar menjadi lebih efektif.

3. Tertiary intervention yaitu perlakuan yang dirancang untuk individu yang

mengalami gangguan klinis, seperti kecemasan, depresi, atau

penyalahgunaan obat. Bentuk dari perlakuan tersier ini berupa konseling

dan psikoterapi.

Pelatihan manajemen stres juga meliputi beberapa teknik, yaitu relaksasi

yoga, relaksasi otot, latihan pernafasan, meditasi dan mental imagery

(Daubenmier dkk, 2007). Teknik-teknik dalam manajemen stres memiliki cara

yang berbeda dalam mengontrol dan meminimalisir stres. Teknik pelatihan ini

menyesuaikan kondisi serta kebutuhan pada masing-masing individu.

3. Pelatihan Manajemen Stres

Taylor (2009) menjelaskan bahwa pelatihan manajemen stres terdiri atas

delapan tahapan, yaitu :

a. Identifying stressors (Identifikasi stresor)

Pada tahap ini, para peserta diberikan pemahaman mengenai apa itu stres

dan bagaimana dampak stres tersebut terhadap individu. Selain itu, mereka

juga akan melakukan proses identifikasi untuk mengetahui kondisi-kondisi

tertentu yang dapat memunculkan stres. Para peserta diharapkan dapat

memahami bahwa stres bukanlah sebuah faktor yang menyatu pada suatu

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1

29

peristiwa, melainkan sebuah proses penilaian psikologis. Hal tersebut

terjadi karena penyebab stres pada setiap individu dapat berbeda.

b. Monitoring stress (Memantau stres)

Para peserta dilatih untuk mengamati respon-respon yang muncul ketika

dalam keadaan yang membuatnya stres. Selanjutnya, mereka juga diminta

untuk menuliskan berbagai macam respon baik secara fisik, emosional, dan

perilaku saat mereka mengalami stres tersebut.

c. Identifying stress antecedents (Identifikasi penyebab stres)

Tahap ini menuntut peserta untuk memikirkan dan fokus pada perasaan

sebelum terjadinya peristiwa yang menyebabkan stres. Ketika para peserta

memahami dengan tepat kondisi yang dapat memicu stres, maka akan lebih

mudah dalam mengidentifikasi dan menemukan titik permasalahan mereka

sendiri.

d. Avoiding negative self-talk (Menghindari berbicara negatif terhadap diri

sendiri)

Pikiran-pikiran negatif dan negative self-talk memberikan kontribusi

terhadap perasaan-perasaan tidak rasional yang dapat menyebabkan

kemunculan stres. Para peserta diminta untuk mengakui dan mengingat

pikiran-pikiran negatif dan negative self-talk yang biasa dilakukan ketika

berada dalam kondisi tertekan serta diharapkan bisa melawannya.

e. Completing take-home assignment (Menyelesaikan tugas rumah)

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1

30

Para peserta pelatihan diberi tugas rumah berupa worksheet kemudian

peserta diminta untuk menuliskan kondisi-kondisi menekan yang dapat

memunculkan stres. Peserta juga diminta untuk menuliskan penyebab stres

baik yang bersumber dari pikiran-pikiran negatif maupun negative self-talk.

Fasilitator juga mengharapkan agar para peserta dapat mempraktekkan

avoiding negative self-talk yang telah dipelajari pada sesi sebelumnya.

f. Acquiring skills (Memperoleh keterampilan baru)

Para peserta pada tahap ini diajak untuk melaksanakan teknik

manajemen stres yang adaptif. Teknik tersebut dipilih dan disesuaikan

dengan kebutuhan serta kondisi yang dialami para peserta.

g. Setting new goals (Membuat tujuan baru)

Pada tahap ini, para peserta diminta untuk menuliskan tujuan secara

spesifik mengenai penurunan stres serta menuliskan perilaku yang spesifik

agar terpenuhinya tujuan tersebut. Para peserta juga diajak untuk melakukan

analisis tentang urgensi dilaksanakannya manajemen stres demi tercapainya

tujuan tersebut.

h. Engaging in positive self-talk and self-instruction (Terlibat dalam

pembicaraan yang positif pada diri sendiri dan memberikan instruksi pada

diri sendiri)

Tahap terakhir adalah melakukan positive self-talk dan self-instruction

dimana sebelumnya para peserta telah menuliskan perilaku spesifik yang

harus dilakukan guna mencapai tujuan akhir yaitu menurunkan stres.

Positive self-talk dan self-instruction akan membantu para peserta untuk

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1

31

mengendalikan stres yang dialaminya agar tidak berlanjut menjadi stres

kronis.

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada proses

manajemen stres, individu dibimbing untuk dapat menghadapi serta

mengendalikan stres melalui proses kognitif dan perilaku. Proses kognitif yang

diberikan berupa psikoedukasi serta pengubahan pikiran-pikiran yang negatif

agar menjadi semakin positif. Di sisi lain, individu juga mendapatkan pelatihan

keterampilan baru yang dapat dilakukan untuk menghadapi kondisi-kondisi

yang menekan dan menimbulkan stres.

C. Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana seseorang memiliki tekanan

darah yang tinggi secara konsisten dalam jangka waktu beberapa minggu

ataupun lebih dan menjadi faktor risiko utama untuk penyakit jantung koroner,

stroke dan gagal ginjal (Sarafino & Smith, 2012). Hipertensi terjadi ketika

suplai darah yang melalui pembuluh darah terlalu berlebihan, sehingga ketika

darah yang keluar dari jantung terlalu banyak maka akan menekan pembuluh

darah dan mengakibatkan aliran darah meningkat (Taylor, 2009). Selain itu,

hipertensi juga dapat terjadi akibat adanya peningkatan tekanan darah yang

dipompa keseluruh tubuh berada di atas batas normal. Peningkatan tekanan

darah tersebut ditunjukkan oleh angka sistolik dan diastolik. Tekanan darah

dianggap normal apabila angka sistolik dan diastoliknya kurang dari 135/85

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1

32

mmHg, sedangkan dikatakan hipertensi jika melebihi angka 140/90 mmHg

(Wahdah, 2011).

Secara umum, angka normal tekanan darah seseorang jika dilihat dari tinggi

badan, berat badan, tingkat aktivitas serta kesehatan adalah 120/80 mmHg.

Ketika seseorang melakukan aktivitas sehari-hari, tekanan darahnya akan stabil

pada kisaran normal, tetapi ketika seseorang tidur dan diukur tekanan darahnya

maka akan mengalami penurunan. Sebaliknya, jika seseorang berolahraga atau

melakukan aktivitas yang berlebihan, maka tekanan darah akan mengalami

peningkatan (Rudianto, 2013).

Rudianto (2013) menyebutkan bahwa seseorang dengan tekanan darah

tinggi harus rutin melakukan check up kesehatan untuk menghindari kasus-

kasus yang lebih serius bahkan bisa menyebabkan kematian. Tekanan darah

yang tinggi dan dibiarkan terus menerus menyebabkan jantung bekerja dengan

keras sehingga akan mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah di daerah

jantung, ginjal, otak serta mata.

2. Jenis-jenis Hipertensi

Wahdah (2011) mengklasifikasikan hipertensi menjadi dua jenis, yaitu:

a. Hipertensi primer (esensial)

Hipertensi primer merupakan salah satu jenis hipertensi yang tidak

diketahui jelas penyebabnya, tetapi ada kemungkinan dipengaruhi oleh

faktor keturunan atau genetik (Adib, 2009). Penyakit ini biasanya

disebabkan oleh faktor-faktor yang saling berkaitan yaitu bukan faktor

tunggal atau khusus serta memiliki populasi kira-kira 90% dari seluruh

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1

33

pasien hipertensi (Wahdah, 2011). Gaya hidup seseorang dan faktor

lingkungan juga dapat menyebabkan terjadinya hipertensi primer ini

(Rudianto, 2013).

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit-penyakit lain seperti

kerusakan ginjal, diabetes, kerusakan vaskuler. Menyumbang 10% dari

seluruh populasi pasien hipertensi (Wahdah, 2011). Rudianto (2013)

mengemukakan bahwa hipertensi sekunder merupakan kondisi dimana

terjadi peningkatan tekanan darah tinggi yang diakibatkan oleh penyakit lain

seperti gagal jantung, gagal ginjal, maupun kerusakan sistem hormon

didalam tubuh.

D. Pengaruh Pelatihan Manajemen Stres terhadap Kesejahteraan Psikologis

pada Pasien Hipertensi

Hipertensi atau biasa disebut dengan tekanan darah tinggi merupakan salah

satu penyakit kardiovaskuler yang disebabkan oleh penyempitan pembuluh

darah sehingga aliran darah menjadi tidak teratur serta menimbulkan tekanan

yang besar pada pembuluh darah (Shadine, 2010). Penyakit hipertensi adalah

suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah di atas normal yang

ditunjukkan oleh angka sistolik dan diastolik pada pemeriksaan tekanan darah

menggunakan sphygmomanometer (Rudianto, 2013). Rahmanita (2016)

berpendapat bahwa pasien hipertensi tidak menyadari dan tidak merasakan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1

34

tanda-tanda kedatangan penyakit tersebut. Hipertensi dapat menjadi ancaman

tersendiri bagi para pasiennya karena kemunculannya yang tiba-tiba.

Rudianto (2013) menyebutkan kebanyakan pasien hipertensi tidak

mengetahui bahwa pasien tersebut mengidap penyakit hipertensi sebelum

memeriksakan tekanan darahnya. Hal tersebut menjadikan hipertensi

dikategorikan sebagai the silent disease. Penyakit hipertensi bila dibiarkan

terus menerus dapat memicu penyakit lain seperti stroke, serangan jantung,

gagal jantung, serta merupakan penyebab utama penyakit gagal ginjal kronik

bahkan hingga menyebabkan kematian.

Muchlas (Kumala, Kusprayogi & Nashori, 2017) menjelaskan bahwa

pasien hipertensi atau penyakit kardiovaskular lainnya secara subjektif merasa

bahwa penyakitnya akan sulit disembuhkan serta memerlukan waktu

pengobatan yang lama bahkan seumur hidupnya selalu bergantung pada obat,

sehingga menimbulkan stres dalam kehidupannya. Stres memiliki pengaruh

yang kurang baik terhadap fungsi kekebalan tubuh sehingga dapat

memunculkan berbagai penyakit fisik, diantaranya asma, hipertensi, dan sakit

kepala akut (Fausiah & Widury, 2008)

Wang dkk (2008) menyebutkan bahwa kemunculan dan kambuhnya suatu

penyakit kronis secara intens akan berpengaruh pada kondisi fisik, psikologis

dan sosial bagi para pasiennya. Perubahan yang terjadi secara psikologi pada

pasien penyakit kronis meliputi perasaan tidak percaya diri, malu, menjaga

jarak bahkan menarik diri dari lingkungan sosial, atau semakin menurunnya

semangat hidup merupakan beberapa indikator menurunnya kesejahteraan

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1

35

psikologis. Sujana, Wahyuningsih dan Uyun (2015) menyebutkan bahwa

kesehatan fisik individu akan berpengaruh juga pada kesejahteraan psikologis

individu tersebut. Apabila kesehatan fisik individu dalam keadaan yang kurang

baik, maka akan menimbulkan perasaan sedih, hilang semangat akan masa

depan, serta mengalami penurunan kepercayaan diri dan disiplin diri.

Selain kondisi fisik dan psikologis, pikiran atau kognitif juga merupakan

faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis salah satunya yaitu

stres (Putrikita, 2018). Stres dapat menurunkan tingkat kesejahteraan

psikologis individu. Snyder dan Lopez (2002) menjelaskan bahwa menurunnya

kesejahteraan psikologis disebabkan oleh stres kronis dan berulang sehingga

memunculkan kelelahan pada individu. Oleh karena itu, stres perlu

dikendalikan dengan tepat agar dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis

pada individu.

Nevid, Rathus dan Greene, (2005) mengemukakan bahwa stres

disebabkkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor kognitif.

Putrikita (2018) menyebutkan bahwa pelatihan manajemen stres perlu

dilakukan untuk mengendalikan stres karena teknik ini berbasis cognitive

behavioral therapy yang mengendalikan stres melalui kognitif individu serta

memunculkan perilaku adaptif yang sesuai untuk menghadapi kondisi-kondisi

yang menekan dan menimbulkan stres. Pelatihan ini diharapkan mampu

mengendalikan stres individu melalui pikiran-pikiran dan perilakunya

sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis pada individu.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1

36

Menurut Taylor (2009), pelatihan manajemen stres melatih individu untuk

mengolah dan mengendalikan stres secara kognitif. Smet (1994) menjelaskan

bahwa manajemen stres berfokus pada reduksi reaksi stres sehingga mampu

mengurangi risiko terjadinya penyakit jantung dan hipertensi. Terdapat delapan

tahapan dalam melakukan teknik manajemen stres (Taylor, 2009). Pertama

mengidentifikasi stresor (identifying stressor), yaitu pemberian edukasi

mengenai stres dan dampaknya bagi tubuh. Taylor (2009) mengemukakan

bahwa pemberian edukasi tersebut merupakan langkah awal bagi para pasien

hipertensi untuk mengubah pola pikir agar menjadi lebih positif. Pemberian

edukasi bertujuan untuk membuka wawasan dan pikiran individu sehingga

menjadi lebih terbuka. Ryff dan Singer (1995) mengemukakan bahwa

kesejahteraan psikologis yang baik berkaitan dengan semakin tingginya tingkat

pendidikan dan pengetahuan pada individu. Berdasarkan hal tersebut, maka

pemberian edukasi meningkatkan kesejahteraan psikologis individu melalui

wawasan atau pengetahuan baru yang didapatkan oleh individu.

Kedua yaitu memantau stres (monitoring stress), merupakan proses

observasi dan pencatatan respon yang dapat menimbulkan stres baik respon

secara fisik, emosi, maupun perilaku (Taylor, 2009). Individu dilatih untuk

lebih sadar dan paham terhadap respon maupun dampak yang ditimbulkan dari

stres tersebut. Putrikita (2018) menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis

berkaitan dengan pemahaman yang dimiliki oleh individu. Ketika individu

semakin memahami apa yang sedang terjadi pada dirinya, maka semakin tinggi

pula tingkat kesejahteraan psikologis individu tersebut. Berdasarkan hal di atas,

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1

37

maka pemantauan stres (monitoring stress) dapat meningkatkan kesejahteraan

psikologis melalui peningkatan pemahaman terhadap apa yang terjadi pada

individu tersebut.

Tahapan pelatihan manajemen stres yang ketiga yaitu identifikasi

penyebab stres (identifying stress antecedents). Identifikasi penyebab stres

merupakan sebuah pemahaman individu terhadap hal-hal yang dapat

menyebabkan stres serta perasaan yang dirasakan sebelum terjadinya situasi

stres (Taylor, 2009). Pemahaman individu semakin diperdalam pada tahap

ketiga ini. Individu diajarkan untuk dapat memahami dan mengidentifikasi

penyebab-penyebab stres serta mengetahui dampak yang ditimbulkan dari

situasi stres tersebut. Ramadi, Posagi, dan Kaatuk (2017) mengemukakan

bahwa pemahaman mengenai stres dan emosi negatif yang terjadi pada diri

individu berkaitan dengan kesejahteraan psikologis. Individu yang dapat

memahami situasi stres yang dialaminya mulai dari penyebab stres, respon-

respon yang timbul akibat stres serta dampak yang dari stres akan semakin

meningkatkan fungsi psikologis individu yang terkait dengan kesejahteraan

psikologis. Berdasarkan hal tersebut, identifikasi penyebab stres dapat

meningkatkan kesejahteraan psikologis melalui pemahaman lebih mendalam

mengenai penyebab, respon dan dampak yang ditimbulkan oleh situasi stres

yang sedang dialaminya.

Keempat yaitu menghindari perkataan-perkataan negatif pada diri sendiri

(avoiding negative self-talk). Taylor (2009) menyebutkan bahwa avoiding

negative self-talk merupakan proses identifikasi pikiran-pikiran negatif dan

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1

38

negative self-talk yang sering dilakukan serta upaya untuk menghindari hal

tersebut. Menurut Putrikita (2018) negative self-talk yang sering muncul dapat

menimbulkan situasi stres. Kesejahteraan psikologis merupakan pencapaian

penuh dari suatu keadaan ketika individu dapat menerima kelebihan dan

kekurangan diri secara apa adanya (Sujana, Wahyuningsih & Uyun, 2015).

Individu yang memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi akan

dengan mudah menerima berbagai aspek dalam kehidupannya bahkan yang

bersifat menyenangkan serta dapat memandang masa lalu sebagai sesuatu yang

positif. Penerimaan terhadap diri sendiri dapat dilakukan dengan cara

meminimalisir bahkan menghindari pikiran-pikiran yang negatif dan negative

self-talk yang ada pada diri individu saat berada pada situasi yang menekan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka avoiding negative self-talk dapat

meningkatkan kesejahteraan psikologis individu melalui pemahaman

mengenai pencapaian penuh yang telah diraih oleh individu selama ini

sehingga dapat menerima apa pun yang terjadi pada dirinya.

Tahapan yang kelima adalah menyelesaikan tugas rumah (completing

take-home assignment). Pada tahap ini, individu diminta untuk mengisi lembar

kerja dengan menuliskan respon yang muncul saat berada pada kondisi yang

menekan dan menimbulkan stres (Taylor, 2009). Tugas rumah tersebut

diharapkan mampu memberikan pemahaman yang semakin mendalam melalui

pelaksanaan praktik langsung. Pemahaman mengenai stres dan emosi negatif

yang terjadi pada diri individu berkaitan dengan kesejahteraan psikologis

(Ramadi, Posagi & Kaatuk, 2017). Individu yang dapat memahami apa yang

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1

39

sedang terjadi pada dirinya cenderung memiliki tingkat kesejahteraan

psikologis yang tinggi. Pemahaman tersebut diharapkan akan semakin

meningkatkan kesejahteraan psikologis apabila individu juga mempraktekkan

avoiding negative self-talk yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya.

Berdasarkan hal di atas, maka kesejahteraan psikologis dapat mengalami

peningkatan melalui pemberian tugas-tugas rumah yang disertai dengan

praktek langsung.

Keenam, memperoleh keterampilan baru (acquiring skills) yaitu individu

diminta untuk melaksanakan teknik mengelola dan mengendalikan stres secara

adaptif (Taylor, 2009). Teknik yang diberikan pada pelatihan manajemen stres

ini menyesuaikan kebutuhan dari masing-masing individu. Tujuannya adalah

agar masing-masing individu dapat menurunkan dan menghilangkan stres yang

disebabkan oleh situasi-situasi menekan yang dialaminya. Teknik manajemen

stres yang diberikan pada dalam penelitian ini adalah relaksasi deep-breathing,

karena teknik relaksasi jenis ini cocok bagi penderita gangguan pernafasan dan

kardiovaskular. Selain itu, relaksasi deep-breathing juga membantu individu

untuk memunculkan perasaan nyaman dan tenang sehingga dapat menurunkan

stres (Hockemeyer & Smyth, 2002). Snyder dan Lopez (2002) menjelaskan

bahwa penurunan stres serta meningkatnya fungsi psikologis dapat

meningkatkan kesejahteraan psikologis individu. Berdasarkan hal tersebut,

maka kesejahteraan psikologis individu akan meningkat melalui pemberian

teknik manajemen stres yang tepat sesuai dengan kebutuhan individu.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1

40

Tahap yang ketujuh adalah membuat tujuan baru (setting new goals).

Taylor (2009) menyatakan bahwa individu diminta untuk menuliskan harapan

yang berisi perilaku ataupun pikiran adaptif yang dapat mengendalikan stres

yang sering dialaminya. Memiliki tujuan hidup merupakan salah satu aspek

dari kesejahteraan psikologis. Ryff (1998) menjelaskan bahwa salah satu aspek

dari kesejahteraan psikologis adalah purpose of life yang mengarah pada tujuan

hidup, makna hidup, serta keyakinan hidup individu. Indikator penting dalam

meningkatkan kesejahteraan psikologis adalah tujuan hidup (Ryff & Singer,

1996). Berdasarkan hal tersebut, maka psychological well-being individu dapat

ditingkatkan dengan cara meyakinkan individu agar memiliki tujuan hidup

serta memintanya untuk menuliskan tujuan-tujuan tersebut sehingga lebih

mudah untuk mengingatnya.

Tahapan manajemen stres yang terakhir yaitu terlibat dalam pembicaraan-

pembicaraan yang positif dan pemberian instruksi pada diri sendiri (engaging

in positive self-talk and self-instruction). Taylor (2009) menyatakan bahwa

stres perlu dikendalikan dan dikontrol agar tidak menjadi stres kronis. Pada

tahap ini, individu diajak untuk berlatih mengendalikan situasi stres yang

dialami sehingga tidak menimbulkan stres kronis. Positive self-talk merupakan

salah satu cara pengendalian pola pikir yang digunakan untuk merubah pikiran-

pikiran negatif menjadi lebih positif. Pikiran yang positif dapat meningkatkan

kesejahteraan psikologis melalui avoiding negative self-talk atau menghindari

monolog yang berisi perkataan-perkataan yang negatif.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1

41

Secara keseluruhan, hal yang dapat menurunkan kesejahteraan psikologis

pada individu ialah stres. Stres kronis akan mengakibatkan kelelahan apabila

tidak segera di atasi sehingga dapat menurunkan kesejahteraan psikologis pada

individu yang mengalaminya (Snyder & Lopez, 2002). Gangguan-gangguan

psikofisiologis seperti asma, hipertensi, dan sakit kepala akut juga dapat

disebabkan oleh stres dan bahkan dapat membuat gangguan tersebut semakin

parah (Fausiah & Widury, 2008). Oleh karena itu, pelatihan manajemen stres

perlu untuk dilakukan guna meningkatkan kesejahteraan psikologis pada

pasien hipertensi. Penjelasan lebih lanjut akan ditunjukkan pada bagan berikut:

Kondisi fisik :

Pening, telinga berdenging, rasa mual,

pandangan kabur, sakit kepala

berlebihan, mimisan, tengkuk merasa

sakit yang berlebihan, detak jantung

meningkat, sesak nafas, dan mudah

lelah (Purnomo dalam Anggraieni &

Subandi, 2014)

Kondisi psikologis :

Kehilangan semangat, memiliki emosi

yang meledak-ledak, amarah yang tertekan

(Taylor, 2009)

Kesejahteraan psikologis

yang rendah :

- Muncul perasaan dan

emosi negatif

- Hilang semangat akan

masa depan

- Sulit terbuka dengan

pengalaman baru

- Mudah bergantung

- Kurang mampu untuk

mengendalikan diri dan

lingkungan

1. Pelatihan manajemen stres dilakukan untuk

mengendalikan stres karena teknik ini

berbasis cognitive behavioral therapy yang

mengendalikan stres melalui kognitif individu

serta memunculkan perilaku adaptif yang

sesuai untuk menghadapi kondisi-kondisi

yang menekan dan menimbulkan stres.

2. Pelatihan ini diharapkan mampu

mengendalikan stres individu melalui pikiran-

pikiran dan perilakunya sehingga dapat

meningkatkan kesejahteraan psikologis pada

individu (Putrikita, 2018).

Hipertensi

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1

42

Keterangan :

: Pelatihan manajemen stres

: Setelah pemberian pelatihan

: Sebelum diberi pelatihan

: Dampak

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh

pelatihan manajemen stres terhadap kesejahteraan psikologis pasien hipertensi.

Kelompok yang mendapatkan perlakuan berupa pelatihan manajemen stres

akan mengalami peningkatan kesejahteraan psikologis dibandingkan dengan

kelompok yang tidak mendapatkan perlakuan.

Meningkatkan kesejahteraan psikologis pasien hipertensi

Perilaku yang muncul normal, emosi stabil, memiliki semangat akan masa depan,

memiliki tujuan hidup yang baik, penguasaan lingkungan yang baik dan menerima diri

dengan baik.