bab ii tinjauan pustaka a. keluhan gangguan muskuloskeletalrepository.ump.ac.id/8206/3/indana...
TRANSCRIPT
ix
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keluhan Gangguan Muskuloskeletal
1. Definisi Keluhan MSDs
Menurut Occupational Health and Safety Council of Ontario
(OHSCO) tahun 2007, keluhan muskuloskeletal adalah serangkaian sakit
pada tendon, otot, dan saraf. Aktifitas dengan tingkat pengulangan tinggi
dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan sehingga dapat
menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak nyaman pada otot. Keluhan
muskuloskeletal dapat terjadi walaupun gaya yang dikeluarkan ringan dan
postur kerja memuaskan.
Keluhan muskuloskeletal atau gangguan otot rangka merupakan
kerusakan pada otot, saraf, tendon, ligament, persendian, kartilago, dan
discus intervertebralis. Kerusakan pada otot dapat berupa ketegangan
otot, inflamasi, dan degenerasi. Sedangkan kerusakan pada tulang dapat
berupa memar, mikro fraktur, patah, atau terpelintir (Merulalia, 2010)
Keluhan MSDs adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal
yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang ringan sampai
yang sangat fatal. Apabila otot menerima beban statis secara berulang
dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa
kerusakan pada sendi, ligament, dan tendon. Keluhan hingga kerusakan
Perbedaan Tingkat Keluhan..., Indana Lazulfa, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
24
inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal.
2. Gejala Keluhan MSDs
Keluhan MSDs ditandai dengan beberapa gejala sebagai sebrikut
(Macleod, 1999):
a. Sakit, nyeri dan rasa tidak nyaman
b. Mati rasa
c. Rasa lemas atau kehilangan daya dan koordinasi lengan
d. Rasa panas
e. Rasa sukar bergerak
f. Rasa kaku dan retak pada sendi
g. Kemerahan, bengkak, dan panas
h. Rasa sakit yang membuat terjaga pada malam hari dan rasa untuk
memijit tangan, pergelangan dan lengan
Gejala yang dirasakan oleh tiap individu jika menderita gangguan
otot rangka atau musculoskeletal ini tidak sama, meskipun pekerjaan atau
aktivitas yang dilakukan hampir sama. Gejala tersebut adalah adanya rasa
sakit, nyeri, atau tidak nyaman, pegal-pegal, gerakan menjadi lemah dan
kaku, adanya rasa terbakar, pergerakan menjadi terbatas, kaku pada
persendian, kemerahan, bengkak dan hangat pada daerah tersebut
(Macleod, 1999).
Perbedaan Tingkat Keluhan..., Indana Lazulfa, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
25
Secara garis besarkeluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
a. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada
saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut
akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan, dan
b. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat
menetap, walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namum rasa
sakit pada otot masih berlanjut.
3. Tahapan Keluhan MSDs
Gejala yang menunjukkan tingkat keparahan MSDs dapat dilihat
dari tingkatan sebagai berikut:
a. Tingkat pertama
Timbulnya rasa nyeri, pegal-pegal dan kelelahan selama jam kerja
tetapi gejala ini biasanya menghilang setelah waktu kerja (dalam satu
malam). Tidak berpengaruh pada kapasitas kerja, efek ini dapat
menghilang atau pulih setelah istirahat.
b. Tingkat kedua
Gejala ini tetap ada setelah melewati waktu beristirahat satu malam
setelah bekerja. Pada tahap ini terkadang dapat menyebabkan
berkurangnya kapasitas kerja.
c. Tingkat ketiga
Perbedaan Tingkat Keluhan..., Indana Lazulfa, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
26
Rasa nyeri tetap ada walaupun telah istirahat yang cukup, nyeri ketika
melakukan pekerjaan yang berulang, tidur menjadi terganggu,
kesulitan menjalankan pekerjaan yang akhirnya mengakibatkan
terjadinya inkapasitas.
4. Faktor Penyebab Keluhan Muskuloskeletal Disorders (MSDs)
Peter Vi (2000)menjelaskan bahwa, terdapat beberapa faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal, diantaranya yaitu:
a. Peregangangan otot yang berlebihan
Peregangan otot yang berlebihan (over excertion) pada umumnya
sering dikeluhkan oleh pekerja di mana aktivitas kerjanya menuntut
pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat,
mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Peregangan otot
yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan
melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering
dilakukan, maka dapat mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot,
bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.
b. Aktivitas berulang
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus
menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar,
angkat-angkut, dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot
menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa
memperoleh kesempatan untuk relaksasi.
Perbedaan Tingkat Keluhan..., Indana Lazulfa, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
27
c. Sikap Kerja Tidak Alamiah
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan
posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah,
misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu
membungkuk, kepala terangkat, dan sebagainya.
Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka
semakin tinggi pula terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak
alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat
kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan
keterbatasan pekerja (Grandjean, 1993; Anis & Mc Cnville, 1996;
Waters & Anderson, 1996; Manuaba, 2000).
d. Faktor Penyebab Sekunder
1) Tekanan
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak.
Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka
jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan
langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi,
dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap (Bridger,
1995).
2) Getaran
Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi
otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran
Perbedaan Tingkat Keluhan..., Indana Lazulfa, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
28
darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan
akhirnya timbul rasa nyeri otot (Suma‟mur, 1982).
3) Mikrolimat
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan
kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan
pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan
menurunnya kekuatan otot (Astrand & Roddhll, 1977; Pulat,
1992; Wilson & Corlett, 1992). Demikian juga dengan paparan
udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh
yang terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang ada
dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi
dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi
dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi
kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran
darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses
metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan
asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot (Suma‟mur,
1982; Grandjean, 1993).
e. Faktor Individu
Disamping faktor penyebab terjainya keluhan sistem musculoskeletal
tersebut diatas, beberapa ahli menjelaskan bahwa faktor individu
seperti usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, masa kerja,kesegaran
Perbedaan Tingkat Keluhan..., Indana Lazulfa, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
29
jasmani, kekuatan fisik dan ukuran tubuh juga dapat menjadi
penyebab terjadinya keluhan otot skeletal.
1) Usia
Guo, dkk menyatakan bahwa pada umumnya keluhan sistem
musculoskeletal dirasakan pada umur antara 35 tahun – 65 tahun.
Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan
tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan
bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah
baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga
risiko terjadinya keluhan otot meningkat (Tarwaka, 2013).
2) Jenis Kelamin
Walaupun masih ada perbedaan pendapat dari beberapa ahli
tentang pengaruh jenis kelamin terhadap risiko keluhan sistem
musculoskeletal, namun beberapa hasil penelitian secara
signifikan menunjukkan bahwa jenis kelamin sangat
mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot. Hal ini terjadi karena
secara fisiologis, kemampuan otot wanita hanya sekitar dua
pertiga dari kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot pria pun
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita (Pheasant, 1991).
3) Kebiasaan Merokok
Sama halnya dengan faktor jenis kelamin, pengaruh kebiasaan
merokok terhadap risiko keluhan otot juga masih diperdebatkan
Perbedaan Tingkat Keluhan..., Indana Lazulfa, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
30
dengan para ahli, namun demikian, beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa meningkatnya kaluhan otot sangat erat
hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok.
Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin
tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan (Tarwaka, 2013).
4) Masa Kerja
Masa kerja adalah panjangnya waktu terhitung mulai pertama
kali pekerja masuk kerja hingga saat penelitian ini berlangsung.
Masa kerja memiliki hubungan yang kuat dengan keluhan otot
dan meningktakan risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs),
terutama untuk pekerjaan yang menggunakan kekuatan kerja
yang tinggi (Tarwaka, 2013).
5) Kesegaran Jasmani
Pada umumnya, keluhan otot lebih jarang ditemukan pada
seseorang yang dalam aktivitas kesehariannya mempunyai cukup
waktu untuk istirahat. Sebaliknya, bagi yang dalam
kesehariannya melakukan pekerjaan yang memerlukan
pengerahan tenaga yang besar, sisi lain tidak mempunyai waktu
yang cukup untuk istirahat, hampir dapat dipastikan akan terjadi
keluhan otot. Tingkat keluhan otot juga sangat dipengaruhi oleh
tingkat kesegaran tubuh.
Perbedaan Tingkat Keluhan..., Indana Lazulfa, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
31
6) Kekuatan Fisik
Sama halnya beberapa faktor lainnya, hubungan antara kekuatan
fisik dengan risiko keluhan musculoskeletal juga masih
diperdebatkan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan antara kekuatan fisik dengan keluhan otot
skeletal.
7) Ukuran Tubuh (Antropometri)
Walaupun pengaruhnya relative kecil, berat badan, tinggi badan
dan masa tubuh merupakan faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal.
B. Pengukuran Keluhan Muskuloskeletal dengan Nordic Body Map
Kuesioner Nordic Body Map adalah kuesioner yang paling sering
digunakan untuk mengetahui ketidaknyamanan pada para pekerja karena
sudah terstandarisasi dan tersusun rapi. Pengisian kuesioner Nordic Body Map
ini bertujuan untuk mengetahui bagian tubuh dari pekerja yang terasa sakit
sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan pada stasiun kerja. Survei ini
menggunakan banyak pilihan jawaban yang terdiri dari dua bagian yaitu
bagian umum dan terperinci. Bagian umum menggunakan bagian tubuh yaitu
yang dilihat dari bagian depan dan belakang. Responden yang mengisi
kuesioner diminta untuk memberikan tanda ada tidaknya gangguan pada
bagian area tubuh tersebut.
Perbedaan Tingkat Keluhan..., Indana Lazulfa, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
32
Melalui kuesionerNordic Body Map dapat diketahui bagian-bagian
otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak
nyaman (agak sakit) sampai sangat sakit (Corlett, 1992). Tarwaka et al. (2004)
menyampaikan bahwa dengan melihat dan menganalisis peta tubuh (NBM),
maka dapat diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan
oleh pekerja. Cara ini sangat sederhana namun kurang teliti karena
mengandung subjektifitas yang tinggi.
Nordic body Map memiliki 28 pertanyaan tentang keluhan
muskuloskeletal dari leher hingga ujung kaki. Masing-masing sisi tubuh kiri
dan kanan memiliki pertanyaan yang berbeda, sehingga seluruh tubuh yang
nyeri akan dinilai dengan cermat. Pada NBM terdapat empat rentang skor
yaitu skor satu untuk tidak sakit, skor dua untuk agak sakit, skor tiga untuk
sakit, dan skor empat untuk sangat sakit. Setelah kuesioner diisi skor dari
masing-masing pertanyaan akan diakumulasi untuk mengetahui tingkatan
keluhan muskuloskeletal yang diderita (Dryastiti, 2013).
Kusmindari et al. (2014) menyampaikan bahwa penilaian dengan
menggunakan kuesioner Nordic Body Map dapat dilakukan dengan berbagau
cara; misalnya dengan menggubakan 2 jawaban sederhana yaitu „Ya‟ (Ada
keluhan atau rasa sakit pada otot skeletal) dan „Tidak‟ (Tidak ada keluhan
atau tidak ada rasa sakit pada otot skeletal). Tetapi lebih utama menggunakan
desain penilaian dengan 6ocus66 (misalnya; 4 skala likert). Apabila
digunakan 6ocus66 dengan skala likert, maka setiap skor atau nilai haruslah
Perbedaan Tingkat Keluhan..., Indana Lazulfa, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
33
mempunyai definisi operasional yang jelas dan mudah dipahami oleh
responden.
Dibawah ini adalah contoh desain penilaian dengan 4 skala likert,
dimana:
a. Skor 1 = Tidak ada keluhan/kenyerian atau tidak ada rasa sakit sama
sekali yang dirasakan oleh pekerja (Tidak sakit).
b. Skor 2 = Dirasakan sedikit adanya keluhan atau kenyerian pada otot
skeletal (Agak sakit).
c. Skor 3 = Responden merasakan adanya keluhan/kenyerian atau sakit pada
otot skeletal (Sakit).
d. Skor 4 = Responden merasakan keluhan sangat sakit atau sangat nyeri
pada otot skeletal (Sangat sakit).
Evadarianto dan Dwiyanti (2017) melakukan penelitian yang
menggunakan kuesioner Nordic Body Map (NBM) menyampaikan bahwa
dalam metode penskoran menggunakan NBM tersebut, terdapat 4 kategori
skor untuk menilai tingkat keluhan yang dirasakan oleh pekerja pada bagian
tubuhnya yaitu skor 1 (tidak sakit), skor 2 (agak sakit), skor 3 (sakit), skor 4
(sangat sakit). Semua skor dicatat lalu dijumlahkan untuk mendapatkan hasil
akhir skor yang akan digunakan untuk menentukan tingkat risiko keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) yang dirasakan oleh pekerja. Pada pekerja
didasarkan pada ada tidaknya keluhan muskuloskeletal dan tingkat
keluhannya.
Perbedaan Tingkat Keluhan..., Indana Lazulfa, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
34
Identifikasi keluhan muskuloskeletal berdasarkan tingkat keluhan yang
dirasakan menurut Nordic Body Map (NBM). Berdasarkan metode NBM
maka tingkat keluhan yang dirasakan dapat dikategorikan menjadi rendah,
sedang, tinggi dan sangat tinggi. Menurut Nuryaningtyas dan Martiana (2014)
responden dikatakan mengalami keluhan muskuloskeletal jika nilainya lebih
dari 49 maka perlu dilakukan tindakan perbaikan karena dirasa menghasilkan
nyri pada bagian tubuhnya.
C. Kerangka Teori
Penelitian ini mengacu pada kerangka teori model sistem neuman.
Model sistem neuman didasarkan pada teori sistem umum dan sifat organisme
hidup sebagai sistem terbuka dalam interaksi antara individu dengan
lingkungan. Dalam model neuman klien dapat berperan sebagai individu,
keluarga, kelompok, komunitas atau etnis sosial. Asumsi dari teori neuman
adalah setiap manusia ditandai dengan lima komponen variabel yaitu: variabel
fisiologis, psikologis, sosio-kultural, spiritual, dan perkembangan.
1. Variabel fisiologis mengacu pada pengaruh sosial dan budaya
2. Variabel psikologis mengacu pada proses mental dalam berinteraksi
dengan lingkungan
3. Variabel sosio-kultural mengacu pada pengaruh sosial dan budaya
4. Variabel spiritual mengacu pada keyakinan dan pengaruh spiritual
5. Variabel perkembangan mengacu pada pengaruh proses dan aktivitas
Perbedaan Tingkat Keluhan..., Indana Lazulfa, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
35
Neuman (1995) mendefinisikan stressor sebagai stimulus yang
memproduksi tekanan dan mempunyai potensi untuk menyebabkan ketidak
stabilan sistem. Sistem mungkin perlu berurusan dengan satu atau lebih
stressor pada waktu tertentu. Penting untuk mengidentifikasi jenis, sifat, dan
intensitas dari stressor; waktu pertemuan sistem dengan stressor; dan sifat dari
reaksi sistem atau reaksi potensial terhadap pertemuan itu, termasuk energi
yang dibutuhkan. Reaksi mungkin terjadi di satu atau lebih sub bagian dari
sistem. Reaksi dalam satu sub sistem pada gilirannya dapat mempengaruhi
stressor aslinya. Hasil mungkin positif dengan potensi perubahan sistem yang
menguntungkan yang mungkin dapat bersifat sementara atau permanen.
Stressor hadir baik di dalam maupu diluar sistem. Neuman (1995)
mengklasifikasikan stressor menurut sifatnya menjadi tiga, yaitu
intrapersonal, interpersonal, dan ekstrapersonal. Stressor intrapersonal yang
terjadi di dalam batas sistem klien dan berhubungan dengan lingkungan
internal. Contoh untuk sistem klien individual adalah respon auto imun.
Stressor interpersonal terjadi diluar batas sistem klien, proksimal ke sistem,
dan mempunyai dampak pada sistem. Contohnya adalah peran harapan.
Stressor ekstapersonal juga terjadi diluar batas sistem tapi berada pada jarak
sistem yang lebih jauh daripada stressor interpersonal. Contohnya adalah
kebijakan sosial. Stressor interpersonal dan ekstrapersonal berhubungan
dengan lingkungan eksternal. Lingkungan tercipta meliputi stressor
intrapersonal, interpersonal, dan esktrapersonal
Perbedaan Tingkat Keluhan..., Indana Lazulfa, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
36
Gambar 2.1 Kerangka teori
Sumber: Kerangka teori ini dimodifikasi dari teori Neuman (1995)
1. Peregangan otot yang
berlebih
2. Aktivitas berulang
3. Sikap kerja tidak alamiah
Faktor Lingkungan:
1. Tekanan
2. Getaran
3. Mikrolimat
Faktor Individu:
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Kebiasaan merokok
4. Masa kerja
5. Kesegaran jasmani
6. Kekuatan fisik
7. Ukuran tubuh
(Antropometri)
Keluhan
Muskuloskeletal
intrapersonal interpersonal ekstrapersonal
Teori Stressor Neuman
Perbedaan Tingkat Keluhan..., Indana Lazulfa, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
37
D. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan
bagaimana peneliti menyusun teori/menghubungkan secara logis beberapa
faktor yang dianggap penting untuk masalah (Notoatmodjo, 2010). Adapun
kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Keterangan :
: Yang diteliti
: Arah penelitian
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Tingkat Keluhan
Muskuloskeletal Perawat dan
Mahasiswa
Perbedaan Tingkat Keluhan..., Indana Lazulfa, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018