bab ii tinjauan pustaka a. kecanduan internet 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4569/3/bab...
TRANSCRIPT
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecanduan Internet
1. Pengertian Kecanduan Internet
Kecanduan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI berasal dari kata
candu yang berarti sesuatu yang menjadi kegemaran dan membuat orang
ketagihan, maka kecanduan adalah ketagihan, ketergantungan atau kejangkitan
pada suatu kegemaran yang berlebihan. Menurut Thakkar (2006) kecanduan
merupakan suatu kondisi dalam bidang medis dan psikiatris yang ditandai oleh
penggunaan berlebihan terhadap suatu zat yang apabila digunakan secara terus
menerus dapat memberikan dampak negatif dalam kehidupan penggunanya
seperti hilangnya hubungan yang baik dengan keluarga maupun teman ataupun
kehilangan pekerjaan. Menurut Lance Dodes dalam bukunya yang berjudul The
Heart of Addiction (Yee, 2002) terdapat dua jenis kecanduan yaitu adiksi fisikal
seperti kecanduan terhadap alkohol atau kokaine dan adiksi non-fisikal seperti
kecanduan terhadap game online ataupun terhadap internet.
Beberapa ahli telah mendefinisikan kecanduan internet. Young (2010)
mendefinisikan kecanduan internet sebagai sebuah sindrom yang ditandai
dengan menghabiskan sejumlah waktu yang sangat banyak dalam menggunakan
internet dan tidak mampu mengontrol penggunaanya saat online. Young (2010)
membagi pengguna internet menjadi dua kelompok yaitu Non Dependent yaitu
pengguna internet secara normal dan Dependent yaitu pengguna internet yang
2
adiktif. Pada kelompok Non Dependent menggunakan internet antara 4 hingga 5
jam per minggu. Sedangkan Dependent menggunakan internet yang berupa
komunikasi dua arah untuk bertemu, bersosialisasi dan bertukar ide dengan
orang-orang yang baru dikenal melalui internet. Pada kelompok Dependent
menggunakan internet antara 20 hingga 80 jam per minggu. Maka pecandu
internet menurut Young masuk kedalam kriteria kelompok dependent.
Menurut Orzack (2004) kecanduan internet merupakan suatu kondisi
individu mengalami dunia maya di dalam layar komputernya lebih menarik
daripada kehidupan nyata sehari-hari. Menurut Nurfajri (dalam Nurmandia,
2013) kecanduan internet adalah suatu gangguan psikologis yang meliputi
tolerance yaitu waktu penggunaan internet yg semakin untuk membangkitkan
kesenangan, withdrawal symptom yaitu mengalami gangguan cemas ketika
sedang tidak online, perubahan mood, sulit menyesuaikan diri dan terganggunya
kehidupan sosial. kecanduan internet adalah mencurahkan seluruh waktu untuk
kegiatan online hingga dirinya terobsesi dengan dunia maya (Suller, 2004).
Davis (dalam Soetjipto, 2005) menyebutkan dua jenis kecanduan internet, yaitu
kecanduan internet spesifik yang didefinisikan sebagai individu yang mengalami
kecanduan hanya pada satu macam fasilitas yang ditawarkan oleh internet dan
kecanduan internet umum generalized pathological internet use yaitu individu
mengalami kecanduan pada semua fasilitas yang ditawarkan oleh internet secara
keseluruhan. Griffiths (2015) mendefinisikan kecanduan internet sebagai
tingkah laku kecanduan yang meliputi interaksi antara manusia dengan mesin
tanpa adanya penggunaan obat-obatan.
3
Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah dikemukakan oleh beberapa
ahli di atas peneliti menyimpulkan bahwa kecanduan internet merupakan
tingkah laku dengan individu yang mencurahkan seluruh waktu untuk online
sehingga terobsesi dengan dunia maya, kondisi dunia maya didalam gadget lebih
menarik dibandingkan dengan kehidupan sehari-hari hal tersebut disebabkan
fasilitas-fasilitas yang ditawarkan oleh internet, tingkah laku individu yang
mengalami kecanduan internet berinteraksi antara manusia dengan mesin tanpa
adanya obat-obatan dan ketika individu tidak terhubung dengan internet akan
mengalami gangguan cemas, perubahan mood, sulit menyesuaikan diri dan
terganggunya kehidupan sosial. Pengertian kecanduan internet dalam penelitian
ini menggunakan pengertian dari beberapa ahli diatas, karena dengan
menggunakan penggabunggan pengertian lebih lengkap dalam menjelaskan
definisi operasional kecanduan internet.
2. Aspek-Aspek Kecanduan Internet
Individu dikatakan mengalami kecanduan internet ketika menunjukan
perilaku-perilaku tertentu. Selain menjelaskan definisi-definisi dari kecanduan
internet para ahli juga menjelaskan aspek-aspek kecanduan internet. Suler
(2004) menyebutkan 10 Aspek-aspek kecanduan internet, yaitu :
a. Jumlah waktu menggunakan internet (amount of time spent online)
Pada saat online individu menggunakan internet tidak sesuai dengan
kebutuhan hingga waktu berinternet semakin bertambah dari yang
direncanakan.
4
b. Mengabaikan kewajiban (Waiver of Obligations)
Ketika perilaku tersebut mengalami eskalasi, penggunaan online menjadi
lebih kronis dan lebih tertanam sehingga semakin berkembang menjadi
obsesi kompulsif, dikarenakan hal tersebut menjadi mudah mengabaikan
kewajiban dan mudah lari dari tugas-tugas yang sudah menjadi kewajiban.
c. Penurunan sosialisasi (A deccrease in offline socializing)
Menurunnya komunikasi dengan keluarga berkurangnya ukuran sosialisasi
secara langsung sehingga dengan lingkungan sekolah,pekerjaan. ketika
sedang ofline akan merasa canggung secara sosial bahkan kesulitan
mengembangkan hubungan-hubungan sosial yang sehat.
d. Perubahan hidup yang drastis (drastic lifestyle changes)
Menghindari aktivitas kehidupan yang sebenarnya dengan lebih memilih
menghabiskan waktu hanya untuk online dan menjadikan dunia online
sebagai jalan pintas untuk kehidupan.
e. Berbohong untuk online (Lie to online)
Membohongi keluarga, kerabat untuk menyembunyikan aktivitas
menggunakan internet.
f. Menghabiskan uang untuk online (spending excessive money on online fees)
Pengeluaraan uang terhadap kebutuhan intenet semakin meningkat hingga
hutang financial karena intensitas menggunakan internet dilakukan secara
berjenjang.
5
g. Menghindari masalah dengan cara online (going online in order to escape life)
Internet menjadi pelarian psikologis yang mendistraksi pengguna dari
masalah, situasi sulit, perasaan negatif di dalam kehidupan yang sebenarnya
h. Penurunan kesehatan (Health decline)
Waktu berinternet yang meningkat hingga mengabaikan kesehatan dengan
pola makan tidak teratur dan tidak bernutrisi, kelelahan karena kurang tidur
yang kronis, bahkan sampai mengalami carpal tunnel syndrom, sakit mata,
migren ,sakit punggung, gangguan, sakit kepala.
i. Gangguan kecemasan atau gelisah (anxiety disorder)
Merasa gelisah, teringgung, depresi, cemas ketika tidak bisa mengakses
internet.
j. Keinginan untuk selalu online (the desire to always be online)
Aplikasi online menyediakan media/fiture yang nyaman untuk terlibat
dalam berbagai perilaku online sehingga individu menginginkan secara
terus menerus untuk segera online dimanapun dan kapanpun.
Orzack (2004) menggolongkan gejala-gejala yang nampak pada individu
yang mengalami kecanduan internet menjadi dua golongan, yaitu :
a. Gejala-gejala psikologis, yaitu mengalami euphoria saat menggunakan
komputer, tidak mampu menghentikan aktivitasnya, membutuhkan waktu
tambahan dalam menggunakan komputer, berbohong kepada keluarga dan
rekan kerja mengenai aktivitasnya dan mendapat masalah dengan sekolah
atau pekerjaannya.
b. Gejala-gejala fisik, yaitu mengalami carpal tunnel syndrome, mata
6
Menjadi kering, migren atau sakit kepala, sakit punggung, gangguan pada
pola makan, mengabaikan kesehatan dan gangguan tidur.
Griffiths (2015) mencantumkan enam dimensi kecanduan internet, yaitu sebagai
berikut :
a. Salience
Hal ini terjadi ketika penggunaan internet menjadi aktivitas yang paling
penting dalam kehidupan individu, mendominasi pikiran individu
preokupasi atau gangguan kognitif, merasa sangat butuh, tingkah laku
Seperti kemunduran saat perilaku sosial. Individu akan selalu memikirkan
internet meskipun sedang tidak mengakses internet.
b. Mood modification
Hal ini mengarah pada pengalaman individu sendiri, yang menjadi
hasil dari bermain internet, dan dapat dilihat sebagai strategi coping.
c. Tolerance
Hal ini merupakan proses dimana terjadinya peningkatan jumlah
penggunaan internet untuk mendapatkan efek perubahan dari mood.
d. Withdrawal symptoms
Hal ini merupakan perasaan tidak menyenangkan yang terjadi karena
penggunaan internet dikurangi atau tidak dilanjutkan misalnya mudah
marah,cemas atau tubuh bergetar.
e. Conflict
Hal ini mengarah pada konflik yang terjadi antara pengguna internet
7
dengan lingkungan sekitarnya seperti konflik interpersonal, konflik dalam
pengerjaan tugas, kehidupan sosial. Serta terjadi konflik dalam dirinya
sendiri yaitu konflik intrafisik atau merasa kurangnya kontrol yang
mengakibatkan terlalu banyak menghabiskan waktu untuk bermain
internet.
f. Relapse
Hal ini merupakan kecenderungan berulangnya kembali pola penggunaan
internet setelah adanya kontrol.
Beard dan Wolf (dalam Soetjipto, 2005) mengusulkan menggunakan
delapan kriterium diagnostik kecanduan internet. Lima kriterium pertama harus ada
sebagai dasar Penegakan diagnosis kecanduan internet. Sedangkan salah satu dari
tiga kriterium lainnya pun harus ada. Lima kriterium yang harus ada seluruhnya
yaitu :
a. Preokupasi terhadap internet pikiran dikuasai oleh aktivitas internet yang
dilakukan sebelumnya dan mengantisipasi sesi penggunaan internet
berikutnya.
b. Kebutuhan untuk menggunakan internet dengan alokasi waktu yang terus
bertambah demi untuk mengejar kepuasan.
c. Telah mencoba dan gagal untuk mengendalikan, mengurangi atau berhenti
untuk menggunakan internet.
d. Tidak tenang, moody, depresi atau mudah teriritasi ketika harus
menghentikan menghentikan aktivitas berinternet.
e. Aktifitas online melebihi waktu yang direncanakan.
8
Sedangkan salah satu dari kriterium tambahan yang harus dapat terdeteksi yaitu :
a. Mengalami masalah atau mempunyai resiko kehilangan hubungan pribadi,
kehilangan pekerjaan, kehilangan kesempatan pendidikan atau kehilangan
karir.
b. Berbohong kepada anggota keluarganya, terapis atau pihak lain dalam
rangka menutupi aktivitas menggunakan internet.
c. Menggunakan internet sebagai jalan keluar mengatasi masalah atau
menghilangkan perasaan seperti keadaan tidak berdaya, rasa bersalah,
kegelisahan atau depresi.
Berdasarkan penjelasan di atas disimpulkan bahwa aspek-aspek kecanduan
internet menurut Suller (2004) meliputi jumlah waktu menggunakan internet,
mengabaikan kewajiban, turunya sosialisasi secarang langsung, perubahan hidup
drastis, berbohong untuk online, menghabiskan uang untuk online, menghindari
masalah untuk online, penurunan kesehatan, gangguan kecemasan, ingin selalu
untuk online. Sementara Orzack (2004) menggolongkan gejala-gejala yang nampak
pada individu yang mengalami kecanduan internet menjadi dua golongan meliputi
mengalami gejala psikologis dan gejala fisik.
Menurut Griffiths (2015) berpendapat bahwa terdapat enam dimensi
kecanduan internet meliputi salience, mood modification, tolerance, withdrawal
symptoms, conflict dan relapse. Sedangkan menurut Beard dan Wolf (dalam
Soetjipto, 2005) berpendapat bahwa terdapat delapan kriterium diagnostik
kecanduan internet meliputi preokupasi terhadap internet, alokasi waktu yang terus
bertambah dalam penggunaan internet, gagal mengurangi atau berhenti
9
menggunakan internet, cemas ketika menghentikan aktivitas internet, aktivitas
online berlebihan, mengalami masalah karena menggunakan internet, berbohong
untuk menutupi aktivitas onlinenya dan menggunakan internet sebagai jalan keluar
dalam mengatasi masalah. Bentuk-bentuk kecanduan internet yang dikemukakan
oleh Suller (2004) akan dijadikan acuan indikator pembuatan skala kecanduan
internet karena aspek-aspek kecanduan internet yang dikemukakan oleh Suller
tersebut menurut peneliti isinya lengkap dan dapat digunakan untuk mengungkap
kecanduan internet dan skor aitem memiliki memenuhi kategorisasi validitas yang
baik.
3. Faktor-Faktor Penyebab Kecanduan Internet
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecanduan internet diantaranya diantaranya
sebagai berikut :
a. Aktulisasi diri (Self-actualization)
Diketahui bahwa adanya hubungan antara aktualisasi diri dengan kecanduan
intenet, penelitian dilakukan oleh Suryama & Pratisti (2017) dengan judul
penelitian Hubungan antara aktualisasi diri dengan kecanduan internet pada
Mahasiswa.
b. Kontrol Diri (Self-Control)
Diketahui bahwa adaanya hubungan antara kontrol diri dengan kecanduan
internet, penelitian dilakukan oleh Ismail & Zawahreh (2017). Yaitu
dengan judul penelitian self control and its relationship with the intenet
addiction among a sampel of Najran University Student.
10
c. Kesepian (loneliness)
Diketahui bahwa adanya Hubungan antara kesepian dengan Kecanduan
internet, penelitian dilakukan oleh Wang (2006). Yaitu dengan judul
penelitian A study on the relationship between the loneliness and internet
addiction of college students.
d. Ketakutan akan ketinggalan informasi (Fear of missing out)
Diketahui bahwa adanya hubungan antara fear of missing out dengan
kecanduan internet, penelitian dilakukan oleh Marlina (2017). Yaitu dengan
judul penelitian Hubungan antara fear of missing out dengan kecanduan
internet pada emergeing adulthood.
e. Lima type kepribadian (Big five personality)
Diketahui bahwa adanya hubungan antara lima type kepribadian dengan
kecanduan internet, penelitian dilakukan oleh Ohorella & Nu’man (2009).
Yaitu dengan judul penelitian Big five personality dengan kecanduan
internet.
Selain faktor-faktor yang dikemukakan di atsa terdapat faktor lain yang dapat
mempengaruhi kecanduan internet yang dijabarkan oleh Montag & Reuter (2015)
yaitu:
a. Faktor Sosial
Kesulitan dalam melakukan komunikasi interpersonal atau individu yang
mengalami permasalahan sosial dapat menyebabkan penggunaan internet
yang berlebih. Hal tersebut disebabkan individu merasa kesulitan dalam
melakukan komunikasi dalam situasi face to face, sehingga individu akan
11
lebih memilih menggunakan internet untuk melakukan komunikasi karena
dianggap lebih aman dan lebih mudah daripada dilakukan secara face to
face. Rendahnya kemampuan komunikasi dapat juga menyebabkan
rendahnya harga diri, mengisolasi diri menyebabkan permasalahan dalam
hidup seperti kecanduan terhadap internet.
b. Faktor Psikologis
Kecanduan internet dapat disebabkan karena individu mengalami
permasalahan psikologis seperti depresi, kecemasan, obsesive compulsive
disorder (OCD), penyalahgunaan obat-obat terlarang dan beberapa
sindroma yang berkaitan dengan gangguan psikologis. Internet
memungkinkan individu untuk melarikan diri dari kenyataan, menerima
hiburan atau rasa senang dari internet. Hal ini akan menyebabkan individu
terdorong untuk lebih sering menggunakan internet sebagai pelampiasan
dan akan membuat kecanduan.
c. Faktor Biologis
Penelitian yang dilakukan oleh Montag & Reuter (2015) dengan
menggunakan functional magnetic resonance image (fMRI) menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan fungsi otak antara individu yang mengalami
kecanduan internet dengan yang tidak. Individu yang mengalami kecanduan
internet menunjukkan bahwa dalam memproses informasi jauh lebih
lambat, kesulitan dalam mengontrol dirinya dan memiliki kecenderungan
kepribadian depresif.
12
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kecanduan internet yaitu ciri khas, psikologis, tujuan penggunaan
internet dan kontrol diri. Kontrol diri berpengaruh tehadap kecanduan intenet pada
Mahasiswa Universitas Mercu Buana Yogyakarta karena kontrol diri merupakan
kemaampuan membimbing, mengarahkan bentuk perilaku yang dinginkan.
Peneliti memilih faktor kontrol diri karena pentingnya memiliki
keterampilan kontrol diri untuk Mahasiswa pada saat menggunakan internet agar
mampu mengontrol penggunaan intenet sesuai kebutuhan jika menggunakan
internet berlebihan berdampak kecanduan internet.
B. Kontrol Diri
1. Pengertian Kontrol Diri
Kontrol diri merupakan suatu kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri
dengan cara menghambat hasrat-hasrat jangka pendek yang muncul secara
spontan untuk menekan perilaku impulsif Reber & Reber (2010). Menurut
Chaplin (2011) kontrol diri adalah kemampuan untuk membimbing tingkah
lakunya sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls
tingkah laku yang impulsif. Smet (1994) mengatakan bahwa kontrol diri
merupakan kemampuan seseorang untuk mencapai hasil yang diinginkan
melalui tindakannya sendiri.
Menurut Lazarus (1976) kontrol diri berarti suatu proses yang menjadikan
individu sebagai agen utama dalam membimbing, mengatur dan mengarahkan
bentuk-bentuk perilaku yang dapat membawa individu kepada konsekuensi
positif. Selanjutnya Calhoun & Acocella (1990) menyatakan bahwa kontrol diri
13
merupakan pengaruh dan pengaturan yang dilakukan seseorang terhadap fisik,
perilaku dan proses. (Hurlock, 2004) mengatakan kontrol diri berkaitan dengan
bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam
dirinya.
Menurut Syamsul (2010) kontrol diri merupakan kemampuan individu
untuk mengendalikan dorongan-dorongan, baik dalam diri maupun luar diri
individu. Wallston (dalam Sarafino, 2006) menyatakan bahwa kontrol diri
adalah perasaaan individu mampu untuk membuat keputusan dan mengambil
tindakan yang efektif untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dan
menghindari hasil yang tidak diinginkan. Kontol diri diartikan Papalia (2004)
sebagai kemampuan individu untuk menyesuaikan tingkah laku dengan apa yang
dianggap diterima secara sosial oleh masyarakat. Menurut Averill (dalam
Gufron dan Rini, 2010) kontrol diri sebagai variabel psikologis yang mencakup
kemampuan individu untuk memodifikasi perilaku, kemampuan mengelola
informasi yang tidak diinginkan, dan kemampuan untuk memilih suatu tindakan
berdasarkan sesuatu yang diyakini.
Berdasarkan Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kontrol diri adalah
kemampuan individu dalam menyusun, membimbing, mengatur dan
mengarahkan bentuk perilaku untuk menahan keinginan dan mengendalikan
tingkah lakunya sendiri, mampu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan
dari dalam dirinya yang berhubungan dengan orang lain, lingkungannya,
pengalaman dalam bentuk fisik maupun psikologis untuk memperoleh tujuan
14
dimasa depan dan dinilai secara sosial melalu pertimbangan kognitif sehingga
dapat memmbuat keputusan yang diinginkan dan diterima oleh masyarakat.
2. Aspek-Aspek Kontrol diri
Menurut Averill (dalam Jane, 2016) menyebutkan 3 aspek kontrol diri :
1. Kontrol perilaku (behavioral control)
Kontrol perilaku yaitu kemampuan individu untuk mengendalikan perilaku pada
keadaan yang tidak menyenangkan atau mengancam. Kemampuan mengontrol
perilaku ini diperinci menjadi dua komponen yaitu mengatur pelaksanaan
(regulated administration) dan kemampuan kemampuan memodifikasi stimulus
(stimulus modifiability) :
a. Mengatur pelaksanaan yaitu kemampuan individu untuk mengendalikan
perilaku yang berasal dari intenal maupun bantuan eksternal. Apakah dirinya
sendiri secara intenal atau bantuan dari sumber-sumber eksternal untuk
mengendalikan perilaku.
b. Kemampuan mengendalikan atau mengatur stimulus yakni kemampuan
yang dimiliki untuk menghadapi atau mengetahui suatu stimulus yang tidak
diinginkan dengan beberapa pilihan cara yang dapat digunakan, antara lain :
(1) Mencegah stimulus, (2) menjahui stimulus (3) menghentikan stimulus.
2. Kontrol kognitif (cognitive control)
Kontrol kognitif merupakan individu dalam mengelola informasi yang tidak
diinginkan dengan cara menginterprestasi, menilai atau menghubungkan suatu
15
kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau
mengurangi tekananan. Aspek ini terdiri dua komponen yaitu :
a. Memperoleh Informasi (Information gain)
Dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenai sutu keadaan yang
tidak menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut
dengan berbagai pertimbangan.
b. Melakukan Penlilaian (Appraisal)
Melakukan penilaian berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan
suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif
dan subjektif.
3. Kontrol keputusan (decisional control)
Yaitu kemampuan untuk menentukan tujuan dengan memilih suatu tindakan
berdasarkan pertimbangan secara objektif untuk memilih tindakan yang diyakini
untuk mencapai tujuan tersebut. Kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam
mengontrol keputusan dapat berfungsi dengan baik jika adanya suatu
kesempatan, kebebasan, kemungkinan yang dimiliki oleh diri sendiri untuk
memilih yang terbaik diantara beragam tindakan alternatif yang lain.
Ketiga jenis kemampuan mengontrol diri diatas mencakup lima aspek, yaitu
(1) mengontrol perilaku yang menekankan pada kemampuan untuk dapat
mengendalikan perilaku sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dirinya dan
mengontrol stimulus menekankan pada kemampuan untuk menghadapi dengan
cara mencegah, menjahui dan menghentikan stimulus sebelum berakhir. (2)
mengontrol kognitif yaitu mengantisipasi suatu peristiwa yaitu menekankan
16
pada kemampuan menilai secara relatif obyektif berdasrkan informasi yang
dimiliki menafsirkan suatu peristiwa dengan memperhatikan segi positif secara
subyektif, (3) kemampuan mengontrol keputusan yaitu menentukan tujuan
dengan memilih suatu tindakan berdasarkan pilihan tindakan yang diyakini
dalam pencapaian tujuan tersebut.
Menurut Calhoun & Acocella (1990) terdapat tiga aspek kontrol diri :
a. membuat pertimbangan terhadap pilihan
setiap individu dapat membuat pertimbangan terhadap suatu pilihan. Individu
dihadapkan dalam dua pilihan dimana individu harus memilih salah satu dari
pilihannya tersebut yang dianggapnya baik atau positif. Dan tidak membuat
suatu pilihan yang tidak baik atau negatif.
b. memilih salah satu dari dua perilaku
individu memilih salah satu dari dua perilaku yang menyebabkan konflik, yang
satu menawarkan ganjaran tapi dalam jangka waktu yang lama dan yang lain
menawarkan kepuasan segera. Pada saat dihapdakan pada pemilihan satu dari
dua perilaku tersebut melibatkan sikap tidak impulsif. Impulsif yaitu satu
keadaan yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk berbuat.
Dengan melakukan meditasi menyebabkan seseorang tidak impulsif. Karena
dalam meditasi dibutuhkan kosentrasi, kesabaran dan ketenangan.
c. Memanipulasi Stimulus
Untuk membuat suatu perilaku menjadi lebih mungkin dilakukan dan perilaku
lain kurang mungkin dilakukan.
17
Berdasarkan uraian tersebut, Peneliti memilih aspek yang akan digunakan
adalah aspek kontrol diri dari Menurut Averill (dalam Ghufron dan Rini, 2010).
Alasan menggunakan aspek dari Averill karena aspek-aspek tersebut
menekankan pada perilaku individu serta cara berfikir untuk mengambil
keputusan hingga memprediksi suatu kejadian dan memilihi hasil dari suatu
tindakan.
C. Hubungan antara kontrol diri dengan Kecanduan Intenet pada
Mahasiswa Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Pada zaman modern seperti ini, penggunaan internet tidak lepas dari
kehidupan sehari-hari setiap individu. Internet menawarkan hal-hal yang menarik
serta kemudahan dalam menggunakannya sehingga menyebabkan individu terus
menggunakan internet dalam kehidupan sehari-hari. Ada beberapa aktivitas yang
dapat dilakukan melalui internet, seperti surfing, emailing, downloading, social
networking, blogging, navigating in virtual worlds, gaming, chatting (Correa et
al., 2010). Terdapat beberapa aplikasi yang dapat digunakan dalam internet, seperti
searching, social media, streaming video, games online dan instan messaging,
sehingga internet memberikan manfaat berupa hiburan, kemudahan dalam
melakukan komunikasi dan memperoleh informasi. Manfaat yang didapat dari
internet membuat individu sangat terfokus pada laptop, notebook, ponsel atau
smartphone. Teknologi internet memiliki filosofi Yin dan Yang dengan dampak
positif dan negatif yang bekerja sama untuk keuntungan optimal yang ditunjukkan
dalam menggunakan internet (Rodman ,2006).
18
Internet memberikan kemudahan dalam kehidupan sehari-hari bahkan dapat
menyebabkan permasalahan baru seperti individu akan mengakses internet lebih
sering sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari yang menyebabkan individu
mengalami kecenderungan menggunakan internet secara berlebih atau dapat
disebut dengan kecanduan internet. Menurut Nugraini (2015) penggunaan internet
dengan media yang berlebihan seperti video games, judi online dan internet akan
membawa permasalahan pada individu. Hasil survey di Indonesia mengenai
kecanduan internet yang dilakukan oleh Alvara Research Center terhadap 1550
Responden di 6 kota besar di Indonesia menunjukkan hampir 15% pengguna
internet di Indonesia sudah terjangkit kecanduan internet (Hasanuddin, 2014).
Setiap individu memiliki suatu mekanisme yang dapat membantu mengatur
dan mengarahkan perilaku kontrol diri begitu juga dengan mahasiswa. Sebagai
salah satu sifat kepribadian, kontrol diri setiap Mahasiswa tidaklah sama. Ada
mahasiswa yang memiliki kontrol diri yang tinggi dan ada mahasiswa yang
memiliki kontrol diri yang rendah. Penggunaan internet yang sedang-sedang saja
dan terkontrol paling tepat berfungsi untuk menangani/menghindar kecanduan
intenet (Greenfield, 2001). Kebiasaan menggunakan internet didefinisikan sebagai
bentuk perilaku otomatis yang kurang memiliki kesadaran, perhatian,
intensionalitas dan kontroalibilitas (Saling & Philips, 2007). Kontrol diri yang
kurang telah dibuktikan sebagai salah satu prediktor konsisten penggunaan internet
berlebihan di berbagai penilitian (Larose, Lin & Eastin 2003).
Mahasiswa sebagai pengguna internet yang memiliki kontrol diri yang
tinggi mampu memandu, mengarahkan dan mengatur perilaku online. Pengguna
19
internet yang memiliki kontrol diri yang tinggi mampu mengatur perilaku online
(Widiana, 2004). Mahasiswa sebagai pengguna internet yang memiliki kontrol diri
yang tinggi mampu mengatur penggunaan internet sehingga tidak tenggelam dalam
internet, mampu menggunakan internet sesuai dengan kebutuhan, mampu
memadukan aktivitas online dengan aktivitas-aktivitas lain dalam kehidupannya
Mahasiswa sebagai pengguna internet dengan kontrol diri yang tinggi tidak
memerlukan internet sebagai tempat untuk melarikan diri dari masalah atau
menghilangkan disforia (perasaan tidak berdaya, rasa bersalah, cemas, depresi).
Pola penggunaan yang meningkat dan mengakitbatkan pengabaian hubungan dan
kegiatan kegiatan hidup yang penting, sehingga memicu downward spiral karena
konsekuensi pengabaian itu menghasilkan disforia (Larose, Lin & Eastin, 2003).
Sebaliknya, mahasiswa sebagai pengguna internet dengan kontrol diri
rendah tidak mampu mengatur penggunaan internet sehingga perhatian tertuju
hanya pada internet, berharap untuk segera online atau memikirkan aktivitas online.
Hal ini terjadi ketika penggunaan internet menjadi aktivitas yang paling penting
dalam kehidupan individu, mendominasi pikiran individu preokupasi atau
gangguan kognitif, perasaan merasa sangat butuh menggunakan intenet dan tingkah
laku kemunduran dalam perilaku sosial. Kontrol diri yang kurang telah
dikemukakan untuk menjelaskan bagaimanan kegiatan internet yang menghasilkan
gratifikasi berubah menjadi kebiasaan, bahkan menjadi kebiasaan yang berpotensi
merugikan bahkan mengganggu kehidupan individu (Larose, Lin & Eastin 2003).
Individu akan selalu memikirkan internet, meskipun tidak sedang mengakses
internet (Griffiths, 2015). Ketika kebiasaan menggunakan intenet semakin kuat,
20
kontrol yang didasari proses-proses seleksi menjadi menurun, bahkan sampai ke
titik dimana niat-niat sadar tidak lagi memiliki dampak signifikan pada perilaku
online karena kebiasaan yang kuat menggunakan internet semakin kuat (Limayem
& Cheung, 2007)
Mahasiswa sebagai pengguna internet dengan kontrol diri rendah dapat
menghabiskan waktu berjam-jam dengan aktivitas online hingga melupakan bagian
lain dari kehidupannya seperti waktu belajar, bekerja dan bersosialisasi dengan
orang lain, bahkan menggunakan internet sebagai tempat untuk melarikan diri dari
masalah. Semakin kecanduan menggunakan internet, semakin tinggi kemungkinan
mereka untuk menggunakan internet untuk melarikan diri (Young & Rogers, 1997).
Kontrol diri yang rendah dapat terjadi juga pada mahasiswa bila mahasiswa tidak
mampu mengendalikan diri pada saat mengakses internet. Kontrol diri yang kurang
telah dikemukakan untuk menjelaskan bagaimanan kegiatan internet yang
menghasilkan gratifikasi berubah menjadi kebiasaan, bahkan menjadi kebiasaan
yang berpotensi merugikan bahkan mengganggu kehidupan individu (Larose, Lin
& Eastin 2003). Penggunaan internet yang impulsif-kompulsif akan menyita
banyak waktu dan tidak terkontrol akan mengakibatkan berbagai masalah
sosial,finansial dan pekerjaan (Dell’osso et al, 2008). Pada Mahasiswa Universitas
Mercu Buana Yogyakarta sebelumnya diketahui bahwa rata-rata mahasiswa
mengakses internet 8 jam perhari dan rata-rata usia mereka yang kecanduan internet
berusia 17-21 tahun. Masa remaja berkisar 12-21. Masa remaja dianggap sebagai
periode perubahan, masa pendewasaan dan masa untuk mencari identitas. Oleh
21
karena itu, pada masa ini remaja memiliki permasalahan identitas negatif,
pengendalian diri rendah dan pengaruh teman sebaya (Santrock, 2002).
Feprinca (2008) melakukan penelitian mengenai kecanduan Game online,
hasil dari penelitian tersebut menghasilkan bentuk perilaku individu yang
mengalami kecanduan akan ingin terus bermain game online dan menghabiskan
banyak waktu serta dimungkinkan individu tersebut tidak mampu mengontrol atau
mengendalikannya. Hasil penelitian yang dilakukan Ningtyas (2012) tentang
hubungan antara kontrol diri dengan kecanduan internet pada mahasiswa Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang, Hasil penelitian yang dilakukan
mempunyai hubungan negatif yang signifikan antara kontrol diri dengan kecanduan
internet. Diketahui bahwa adanya hubungan negatif antara kontrol diri dengan
kecanduan internet, penelitian dilakukan oleh Ismail & Zawahreh (2017). Penelitan
Widiana, dkk (2004) menunjukan korelasi negatif signifikan antara kontrol diri
dengan kecanduan internet sehingga dapat dikatakan semakin tinggi kontrol diri
maka semakin rendah kecanduan internet dan sebaliknya, semakin rendah kontrol
diri makan semakin tinggi kecanduan internet.
D. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah, ada hubungan negatif antara
kontrol diri dengam kecanduan internet pada Mahasiswa Universitas Mercu
Buana Yogyakarta. Semakin tinggi kontrol diri maka semakin rendah kecanduan
internet pada Mahasiswa Mercu Buana Yogyakarta, begitupun sebaliknya jika
kontrol diri rendah semakin tinggi kecanduan Internet pada Mahasiswa
Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
22