bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan umum tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/bab ii.pdfberdasarkan...

47
17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Putusan Pengadilan 1. Pengertian Putusan Pengadilan Terdapat berbagai definisi mengenai putusan pengadilan, dalam hal ini untuk menelaah dan mempelajari lebih lanjut terkait dengan definisi putusan pengadilan, maka penulis akan menjabarkan definisi putusan berdasarkan ketentuan peraturan perundang undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian Putusan Pengadilan Menurut Ketentuan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Berdasarkan ketentuan yang dimuat dalam pasal 1 angka 11 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 19 menyatakan bahwa Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang undang ini”. Hal ini berdasarkan pada ketentuan yang termuat dalam Pasal 195 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut : "Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum." 20 19 Lihat pada Pasal 1 angka 11 KUHAP 20 Lihat pada Pasal 195 KUHAP

Upload: ngothuy

Post on 30-Jun-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Putusan Pengadilan

1. Pengertian Putusan Pengadilan

Terdapat berbagai definisi mengenai putusan pengadilan, dalam hal

ini untuk menelaah dan mempelajari lebih lanjut terkait dengan definisi

putusan pengadilan, maka penulis akan menjabarkan definisi putusan

berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para

ahli.

a. Pengertian Putusan Pengadilan Menurut Ketentuan Kitab Undang –

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Berdasarkan ketentuan yang dimuat dalam pasal 1 angka 11

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)19

menyatakan bahwa “Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim

yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat

berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan

hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang –

undang ini”. Hal ini berdasarkan pada ketentuan yang termuat dalam

Pasal 195 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut : "Semua putusan

pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila

diucapkan di sidang terbuka untuk umum."20

19 Lihat pada Pasal 1 angka 11 KUHAP 20 Lihat pada Pasal 195 KUHAP

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

18

b. Pengertian Putusan Pengadilan Menurut Pendapat Para Ahli

Menurut pendapat dari Prof. Sudikno Mertukusomo, S.H,

“Putusan pengadilan merupakan suatu pernyataan yang

dibuat oleh hakim selaku pejabat yang berwenang untuk itu,

yang diucapkan dalam persidangan dengan maksud untuk

mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa

antara kedua belah pihak”.21

Menurut pendapat dari Leden Marpaung, “Putusan

pengadilan merupakan suatu kesimpulan atau hasil dari

sesuatu hal melalui pertimbangan – pertimbangan dan

penilaian yang sematang – matangnya yang kemudian

dikeluarkan dalam bentuk tertulis atau lisan”22

Jadi setelah mengetahui pengertian putusan baik berdasarkan

ketentuan peraturan perundang – undangan maupun pendapat para

ahli, penulis menyimpulkan bahwa putusan pengadilan adalah

suatu pernyataan yang dibuat oleh hakim yang diucapkan dalam

sidang terbuka untuk umum dan dimuat dalam bentuk tertulis

dengan maksud dan tujuan untuk mengakhiri suatu perkara.

Mengenai layanan Informasi di Pengadilan telah diatur dalam

ketentuan yang termuat pada lampiran I (satu) angka II (dua) Keputusan

21 Soedikno Mertukusomo, 2002, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta, Liberty,

Hal 202 22 Leden Marpaung. 1985, Peristiwa Hukum Dalam Praktek, Jakarta, Kejaksaan Agung RI,

Hal 221

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

19

Mahkamah Agung (MA) Nomor 1-144/KMA/I/2011 tentang Pedoman

Pelayanan Informasi di Pengadilan yang mana menyatakan bahwa

terdapat 3 (tiga) kategori informasi dalam pelayanan Pengadilan, yaitu

sebagai berikut:23

1) Informasi yang wajib diumumkan secara berkala.

2) Informasi yang wajib tersedia setiap saat dan dapat diakses oleh

publik.

3) Informasi yang dikecualikan seluruh putusan dan penetapan

pengadilan, baik yang telah berkekuatan hukum tetap maupun yang

belum berkekuatan hukum tetap (dalam bentuk fotokopi atau naskah

elektronik, bukan salinan resmi), merupakan informasi yang wajib

tersedia setiap saat dan dapat diakses oleh publik.

Sehingga dalam hal ini adanya lampiran I angka II Keputusan

Mahkamah Agung No 1-144/KMA/I/2011 yang mengatur tentang

pedoman pelayanan informasi di pengadilan menyebabkan informasi

berupa putusan dapat diketahui dan diakses dengan mudah oleh publik

kecuali informasi yang dikecualikan.

2. Macam – Macam Putusan Akhir

Kemudian putusan akhir dalam KUHAP terbagi menjadi tiga

macam putusan yaitu sebagai berikut:

a) Putusan Bebas (Pasal 191 ayat (1) KUHAP)

Adapun bunyi dari Pasal 191 ayat (1) KUHAP adalah sebagai

berikut : “Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan

di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan

23 Lihat pada Keputusan Mahkamah Agung No. 1-144/KMA/I/2011 tentang Pedoman

Pelayanan Informasi di Pengadilan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

20

kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa

diputus bebas”.24

Melihat dari bunyi pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa

putusan bebas adalah putusan pengadilan yang dijatuhkan kepada

terdakwa karena berdasarkan pada hasil pemeriksaan sidang telah

diketahui bahwa kesalahan terdakwa atas perbuatan yang di dakwakan

kepada terdakwa dinyatakan tidak terbukti secara sah dan

meyakinkan.

Selanjutnya melihat bunyi Pasal 191 ayat (1) KUHAP dalam

kalimat sebagai berikut: “Perbuatan yang didakwakan kepadanya

tidak terbukti secara sah dan meyakinkan”.25 Jadi apabila berdasarkan

penilaian hakim tidak cukup terbukti atas dasar pembuktian dengan

menggunakan alat bukti yang termuat dalam ketentuan hukum acara

pidana.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka putusan bebas ditinjau

dari segi yuridis ialah putusan yang dinilai oleh majelis hakim tidak

memenuhi asas pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif,

artinya dari pembuktian yang diperoleh di persidangan, tidak cukup

membuktikan kesalahan terdakwa dan hakim tidak yakin atas

kesalahan terdakwa yang tidak cukup terbukti itu. Selain itu juga tidak

memenuhi memenuhi asas batas minimum pembuktian, artinya

24 Lihat pada Pasal 191 ayat (1) KUHAP 25 Ibid.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

21

kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa hanya didukung oleh

satu alat bukti saja, sedang menurut ketentuan Pasal 183 KUHAP,

”Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali

apabila dengan sekurang – kurangnya dua alat bukti yang sah ia

memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar – benar

terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.26

b) Putusan lepas dari segala tuntutan

Putusan lepas adalah putusan yang telah dijatuhkan kepada

terdakwa yang setelah melalui pemeriksaan ternyata menurut

pendapat pengadilan bahwa berdasarkan pada Pasal 191 ayat (2)

KUHAP yang berbunyi sebagai berikut : “Jika pengadilan

berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa

terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana,

maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum”.27

c) Putusan yang mengandung pemidanaan

Merupakan putusan yang membebankan suatu pidana kepada

terdakwa karena perbuatan yang didakwakan terbukti secara sah dan

meyakinkan bahwa terdakwa bersalah melakukan perbuatan yang

didakwakan itu. Dasar putusan ini dapat dilihat pada ketentuan yang

termuat dalam Pasal 193 ayat (1) KUHAP yang berbunyi sebagai

berikut : “Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah

26 Lihat pada Pasal 183 KUHAP 27 Lihat pada Pasal 191 ayat (2) KUHAP

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

22

melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka

pengadilan menjatuhkan pidana”.28

Sehingga melihat dari macam – macam putusan yang telah

penulis jabarkan diatas, dalam hal ini jenis putusan yang menjadi

objek dalam penelitian penulis adalah jenis putusan yang mengandung

pemidanaan karena penulis akan mengkaji terkait pembacaan putusan

pidana anak yang bersifat terbuka untuk umum dalam sistem peradilan

pidana anak di Indonesia

3. Isi Putusan

Isi putusan pengadilan telah diatur dalam Pasal 50 Undang – Undang

Nomor 48 Tahun 2009, yang berbunyi sebagai berikut :

(1) Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan,

juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang – undangan

yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan

dasar umtuk mengadili.

(2) Tiap putusan pengadilan harus ditandatangani oleh ketua serta

hakim yang memutus dan panitera yang ikut serta bersidang.29

Sehingga menurut hemat penulis, isi dari suatu putusan pengadilan

haruslah memuat alasan dan dasar pertimbangan hukum untuk

menjatuhkan putusan yang didasarkan pada alasan serta memuat pasal –

pasal dari peraturan perundang – undangan atau sumber hukum tidak

tertulis yang tepat dan benar yang menjadi dasar Hakim dalam

mengadili dan menjatuhkan putusan.

28 Lihat pada Pasal 193 ayat (1) KUHAP 29 Lihat pada Pasal 50 Undang – Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

23

B. Tinjauan Umum tentang Prinsip Persidangan

Prinsip persidangan di Indonesia dibagi menjadi dua macam prinsip

yaitu, prinsip persidangan terbuka untuk umum dan prinsip persidangan

tertutup untuk umum. Berikut penjelasan terkait dengan prinsip persidangan

terbuka dan tertutup untuk umum.

1. Prinsip Persidangan Terbuka Untuk Umum

Pada Pasal 64 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan bahwa : “Terdakwa berhak

untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum.”30

Kemudian dalam Pasal 153 ayat (3) dan (4) KUHAP, juga menjelaskan

terkait dengan prinsip persidangan yang terbuka untuk umum, ayat (3)

berbunyi sebagai berikut : “..Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua

sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum

kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak –

anak.”31

Sedangkan ayat (4) berbunyi sebagai berikut : “..tidak dipenuhinya

ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan batalnya putusan

demi hukum”.32 Menurut Yahya Harahap, hal ini dimaksudkan agar

semua persidangan jelas, terlihat. Tidak bisa persidangan gelap dan

bisik-bisik.33 Prinsip persidangan terbuka untuk umum tidak hanya diatur

30 Lihat pada Pasal 64 KUHAP 31 Lihat pada Pasal 153 ayat (3) KUHAP 32 Lihat pada Pasal 153 ayat (4) KUHAP 33 Yahya Harahap, 2008, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP:

Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Jakarta, Sinar Grafika,

Hal. 110

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

24

dalam KUHAP melainkan juga telah diatur dalam Pasal 13 Undang –

Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang

berbunyi sebagai berikut :34

1) Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk

umum, kecuali Undang – Undang menentukan lain.

2) Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum

apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

3) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan

ayat (2) mengakibatkan putusan batal demi hukum.

Jadi menurut hemat penulis, semua persidangan pada dasarnya terbuka

untuk umum kecuali dalam ranah keluarga, anak dan hal lainnya yang

ditentukan oleh Undang – Undang dan terkait dengan putusan

pengadilan pada dasarnya diucapkan dalam sidang yang bersifat

terbuka untuk umum karena mengingat ketentuan yang diatur dalam

Pasal 195 KUHAP serta Pasal 13 ayat (2) dan ayat (3) Undang –

Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.35

2. Prinsip Persidangan Tertutup Untuk Umum

Persidangan tertutup untuk umum ini hanya ditujukan pada perkara

– perkara tertentu, seperti perkara dalam ranah hukum keluarga, perkara

anak, perkara kesusilaan dan beberapa perkara khusus dalam ketentuan

sebagai berikut :

Pasal 70 ayat (2) Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1985

sebagaimana telah dirubah menjadi Undang – Undang Nomor 51

34 Lihat pada Pasal 13 Undang – Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman. 35 Lihat pada Pasal 195 KUHAP dan Pasal 13 ayat (2) dan ayat (3) UU No. 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

25

Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang berbunyi

sebagai berikut : "Apabila Majelis Hakim memandang bahwa

sengketa yang sedang disidangkan menyangkut ketertiban umum

atau keselamatan negara, persidangan dapat dinyatakan tertutup

untuk umum."36

Pasal 80 ayat (2) Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1989

sebagaimana telah dirubah menjadi Undang – Undang 50 Tahun

2009 tentang Peradilan Agama, yang berbunyi sebagai berikut :

“Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang

tertutup.”37

Pasal 141 ayat (2) dan ayat (3) Undang – Undang Nomor 31 Tahun

1997 tentang Peradilan Militer, yang berbunyi sebagai berikut :

“Perkara yang berhubungan dengan kesusilaan, secara umum dan

/ atau rahasia negara disidangkan secara tertutup”.38

Pasal 17 ayat (1) huruf C Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002

sebagaimana telah dirubah dengan Undang – Undang Nomor 35

Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang menyatakan :

“Membela dari dan memperoleh keadilan di depan pengadilan

36 Lihat pada Pasal 70 ayat (2) Undang – Undang 5 Tahun 1985 sebagaimana telah dirubah

menjadi Undang – Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. 37 Lihat pada Pasal 80 ayat (2) Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah

dirubah menjadi Undang – Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama. 38 Lihat pada Pasal 141 ayat (2) dan ayat (3) Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1997

tentang Peradilan Militer.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

26

anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk

umum”.39

Pasal 64 huruf H Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2014 atas

perubahan dari Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, yang berbunyi sebagai berikut : “..pemberian

keadilan di muka pengadilan anak yang objektif, tidak memihak,

dan dalam sidang yang tertutup untuk umum”.40

Pasal 54 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak, yang berbunyi sebagai berikut : "..Hakim

memeriksa perkara anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup

untuk umum, kecuali pembacaan putusan.41

Jadi dalam hal ini penulis memberikan kesimpulan bahwa semua

persidangan pada dasarnya bersifat terbuka untuk umum, kecuali yang

ditentukan lain oleh undang-undang, dan persidangan yang bersifat

tertutup untuk umum hanya ditujukan hanya untuk perkara – perkara

tertentu. Meskipun demikian, untuk semua proses persidangan baik

yang bersifat terbuka atau tertutup untuk umum tetap diberlakukan

ketentuan Pasal 195 KUHAP, yang berbunyi bahwa “Semua putusan

39 Lihat pada 17 ayat (1) huruf C Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak. 40 Lihat pada Pasal 64 Huruf H Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang

Perlindungan Anak. 41 Lihat pada Pasl 54 Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

27

pengadilan hanya berlaku dan umum untuk sidang terbuka untuk

umum”.42

Sehingga menurut hemat penulis, persidangan yang tertutup untuk

umum ini hanya ditujukan pada perkara – perkara tertentu yang mana salah

satunya adalah perkara anak yang dalam proses pemeriksaan

persidangannya dilakukan secara tertutup untuk umum dan hanya pihak –

pihak yang berkepentingan yang telah ditentukan oleh Undang – Undang

yang dapat masuk pada saat proses persidangan berlangsung.

C. Tinjauan Umum Tentang Pengertian Anak

1. Pengertian Anak Berdasarkan Peraturan Perundang – Undangan

Berbagai definisi tentang anak yang diberikan oleh Undang –

Undang memiliki perbedaan sesuai dengan Undang – Undang tersebut,

berbagai definisi tersebut ialah sebagai berikut :

a. Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang – Undang Nomor 39 Tahun

1999 tentang Hak Asasi Manusia, berbunyi sebagai berikut : “Anak

adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas)

tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam

kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingan”.43

b. Berdasarkan Konvensi Hak – Hak Anak yang menyatakan bahwa

“Anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan

42 Lihat pada Pasal 195 KUHAP 43 Lihat pada Pasal 1 angka 5 Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

28

belas) tahun, kecuali berdasarkan yang berlaku bagi anak tersebut

ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal”.44

c. Menurut ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang –

Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak, berbunyi

sebagai berikut : “Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur

21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin”.45

d. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang – Undang Nomor 35 Tahun

2014 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak, yang berbunyi sebagai berikut :

“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun

termasuk anak yang masih dalam kandungan”.46

Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak memberikan pengertian secara tegas tentang pengertian anak, menurut

Undang-undang tentang SPPA ada beberapa kriteria tentang anak itu sendiri,

yaitu sebagai berikut :47

(1) Pasal 1 angka 3

“Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak

adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum

44 Lihat pada Konvensi Hak Anak. 45 Lihat pada Pasal 1 angka 2 Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang

Kesejahteraan Anak. 46 Lihat pada Pasal 1 angka (1) UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak 47 Lihat pada Pasal 1 angka (3), angka (4), dan angka (5) UU No. 11 Tahun 2012 tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

29

berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak

pidana”.

(2) Pasal 1 angka 4

“Anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut anak

korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang

mengalami penderitaan fisik, mental dan/ atau kerugian ekonomi yang

disebabkan oleh tindak pidana”.

(3) Pasal 1 angka 5

“Anak yang menjadi saksi tindak pidana yang selanjutnya disebut anak

saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang

dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,

penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan tentang suatu perkara

pidana yang didengar, dilihat, dan/ atau dialaminya sendiri”.

Jadi setelah mengetahui berbagai definisi anak berdasarkan

ketentuan peraturan perundang – undangan, penulis menyimpulkan

bahwa dari semua peraturan perundang – undangan terdapat adanya

tumpang tindih atau perbedaan definisi yaitu terkait pada usia

kedewasaan anak, bahwa dilihat dari Undang – Undang Nomor 4 tahun

1979 tentang Kesejahteraan Anak menyatakan “Anak adalah seseorang

yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah

kawin”. Sedangkan pada ketentuan peraturan perundang – undangan

lainnya “Anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan

belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan”.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

30

Walaupun terdapat perbedaan terkait dengan definisi anak, ini tidak

menjadi masalah karena dalam hal ini penggunaan definisi tersebut

sesuai dengan kondisi dan keadaan yang berhubungan misalnya seperi

dalam konteks anak sebagai pelaku tindak pidana atau anak yang

berkonflik dengan hukum maka ketentuan peraturan perundang –

undangan yang digunakan adalah Undang – Undang Nomor 11 Tahun

2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Undang – Undang

Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Undang – Undang

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Sehingga dalam hal ini definisi anak yang menjadi landasan utama

objek penelitian penulis adalah definisi anak berdasarkan Undang –

Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

(SPPA), karena berdasarkan asas lex spesialis derogate lex generalis,

Undang – Undang SPPA merupakan Undang – Undang yang secara

khusus mengatur mengenai sistem peradilan pidana anak yang

mengesempingkan ketentuan mengenai anak dalam KUHP sehingga

sekarang tidak dapat diberlakukan lagi.

2. Pengertian Anak Menurut Para Ahli

R.A. Kosnan menyatakan bahwa “Anak merupakan seseorang yang

masih berjiwa dan berumur muda yang mana pada saat pertumbuhan

mudah terpengaruh oleh keadaan lingkungan disekitarnya.48 Oleh karena

48 R.A. Koesnan. 2005. Susunan Pidana dalam Negara Sosialis Indonesia. Bandung.

Sumur. Hal. 113

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

31

itu anak-anak perlu diperhatikan secara sungguh – sungguh. Akan tetapi,

sebagai makhluk sosial yang paling rentan dan lemah, ironisnya anak-anak

justru sering kali di tempatkan dalam posisi yang paling di rugikan, tidak

memiliki hak untuk bersuara, dan bahkan mereka sering menjadi korban

tindak kekerasa dan pelanggaran terhadap hak-haknya.49

Menurut Bisma Siregar, dalam bukunya menyatakan bahwa :

“Dalam masyarakat yang sudah mempunyai hukum tertulis diterapkan

batasan umur yaitu 16 (enam belas) tahun atau 18 (delapan belas) tahun

ataupun usia tertentu yang mana pada usia tersebut anak tidak lagi

dikategorikan sebagai anak akan tetapi sudah sebagai orang dewasa.50

Prof. Hilman Hadikusuma meberikan pernyataan terkait dengan

kedewasaan anak, yaitu “Untuk menentukan batasan seseorang tersebut

sudah dewasa atau belum maka dapat dilihat dari perbuatan hukum yang

dilakukan oleh orang tersebut, contohnya anak yang belum dewasa telah

melakukan jual beli, berdagang, dam sebagainya, walaupun ia belum

pernah kawin”.51

Jadi setelah mengetahui berbagai definisi anak baik berdasarkan

pendapat para ahli, penulis menyimpulkan bahwa dalam hal ini terdapat

perbedaan definisi anak dari ketentuan peraturan perundang – undangan

dan pendapat para ahli, jika pada ketentuan peraturan perundang –

undangan definisi anak lebih menitikberatkan pada usia, maka menurut

49 Arif Gosita, 1992, Masalah perlindungan Anak, Jakarta, Sinar Grafika, Hal. 28 50 Bisma Siregar, 1986, Keadilan Hukum dalam Berbagai Aspek Hukum Nasional, Jakarta,

Rajawali, Hal. 105 51 Ibid.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

32

pendapat para ahli definisi anak lebih menitikberatkan pada proses

pertumbuhan dan perkembangan anak serta menyatakan bahwa anak

sebagai makhluk sosial yang rentan dan lemah sehingga perlu untuk

dilindungi. Untuk tingkat kedewasaan, sebagian para ahli berpacu pada

usia dan sebagian berpacu pada perbuatan hukum yang dapat dilakukan

walaupun ia belum pernah kawin.

D. Tinjauan Umum Tentang Hak – Hak Anak.

1. Deklarasi Hak – hak Anak

Deklarasi Hak Anak diadopsi secara internasional oleh Liga Bangsa

– Bangsa pada tahun 1924. Deklarasi ini juga disebut sebagai “Deklarasi

Jenewa”. Kemudian pada tahun 1959, Majelis Umum Perserikatan Bangsa

– Bangsa (PBB) kembali mengeluarkan pernyataan mengenai Hak Anak

yang merupakan deklarasi internasional kedua. Tahun 1989, rancangan

Konvensi Hak Anak diselesaikan, dan pada tanggal 20 November 1989

naskah akhir tersebut disahkan oleh Majelis Umum PBB dalam Sidang

Umum Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB).52

Dalam mukaddimah Deklarasi tentang Hak – Hak Anak memuat 10

(sepuluh) asas tentang hak – hak anak, yaitu sebagai berikut :

1. Setiap anak berhak untuk menikmati seluruh hak yang tercantum

dalam Deklarasi ini (Seluruh hak yang dimaksud adalah bahwa

setiap anak harus dijamin dan dipenuhi hak – haknya tanpa

membedakan ras, suku bangsa, agama, bahasa dan hal lainnya,

jaminan dan pemenuhan hak anak harus dilakukan karena

merupakan kewajiban negara).

52 Ima Susilowati, Desti Murdijana, Falasifatul Falah, 1999, Konvensi Hak Anak, Jakarta,

Sahabat Remaja, Hal 9 -10.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

33

2. Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dan

memperoleh kesempatan serta fasilitas yang dijamin oleh hukum

sehingga dapat berkembang dan tumbuh dengan baik (maksudnya

adalah dapat mengembangkan diri baik secara fisik, jasmani dan

rohani dalam keadaan bebas dan bermartabat).

3. Sejak dilahirkan anak sudah mempunyai ha katas nama dan

kebangsaannya.

4. Anak berhak atas jaminan sosial untuk tumbuh dan berkembang

secara sehat.

5. Setiap anak yang dalam kondisi atau keadaan cacat fisik, mental atau

berkondisi lemah akibat suatu keadaan tertentu, maka anak tersebut

harus mendapatkan Pendidikan, perawatan dan perlakuan khusus.

6. Setiap anak memerlukan kasih sayang dan pengertian agar

kepribadian anak tummbuh dan berkembang secara maksimal dan

harmonis.

7. Setiap anak berhak untuk mendapatkan Pendidikan wajib secara

Cuma – Cuma sekurnag – kurangnya ditingkat sekolah dasar.

8. Dalam keadaan apapun anak harus di prioritaskan dalam menerima

perlindungan dan pertolongan.

9. Setiap anak harus dilindungi dari segala bentuk (kealpaan,

kekerasan, dan penindasan).

10. Setiap anak harus dilindungi dari perbuatan yang mengarah kedalam

bentuk diskriminasi sosial, agama, atau bentuk diskriminasi

lainnya.53

Jadi berdasarkan pernyataan dari 10 (sepuluh) asas yang tercantum

dalam Deklarasi Hak – Hak Anak yang di sah kan pada tahun 1989 oleh

Majelis Umum PBB dapat ditarik kesimpulan bahwa hak – hak anak yang

dijamin dan harus dipenuhi oleh negara sudah sangat kompleks karena

selain menjamin hak – hak anak, Deklarasi Hak – Hak Anak juga sudah

mencakup terkait dengan perlindungan hukum terhadap anak. Selain itu

setelah peratifikasian Deklarasi Hak -Hak Anak tersebut menjadi awal

mula dari perkembangan hukum pidana anak di Indonesia.

53 Lihat Deklarasi tentang Hak – Hak Anak yang disahkan pada tanggal 20 November 1989

oleh Majelis Umum PBB

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

34

Sebab beberapa Undang – Undang lahir setelahnya sebagai wujud

perlindungan hukum terhadap hak – hak anak yang diwujudkan dalam

bentuk lahirnya Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 sebagaimana

telah dirubah menjadi Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang

Perlindungan Anak, Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang

Kesejahteraan Anak dan Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak namun dalam Undang – Undang ini telah tidak berlaku

lagi dan diganti dengan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak.

Walaupun dari semua Undang – Undang diatas yang telah penulis

sebutkan telah mengatur dan menjamin terkait dengan hak – hak anak, akan

tetapi tetap saja Pemerintah harus meningkatkan lagi baik dari segi kualitas

Undang – Undangnya maupun dari segi pengawasan dan pelaksanaan dari

Undang – Undang tersbut agar semua hak – hak yang melekat pada anak

dapat terpenuhi dan tidak ada lagi anak yang menjadi korban dari tidak

dipenuhinya hak – hak fundamental yang telah dijamin oleh Konstitusi

Negara.

2. Konvensi Hak Anak

Perlindungan anak meliputi pula perlindungan terhadap pelaksanaan

hak dan kewajiban anak secara seimbang dan manusiawi. Perlindungan

anak pada hakikatnya menyangkut tentang kebijaksanaan, usaha, dan

kegiatan yang menjamin terwujudnya perlindungan hak – hak anak, yang

didasarkan atas pertimbangan bahwa anak – anak merupakan golongan

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

35

yang rawan dan dependent, disamping karena adanya golongan anak – anak

yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangannya

baik secara fisik, mental, dan sosial54.

Majelis Umum Perserikatan Bangsa – Bangsa pada tanggal 20

November 1989 telah menyetujui Konvensi Hak – Hak Anak yang

diratifikasi oleh bangsa Indonesia dengan Keputusan Presiden No. 36

Tahun 1960. Dalam konvensi itu ditentukan antara lain : larangan

penyiksaan, perlakuan atau hukuman yang kejam, hukuman mati, penjara

seumur hidup, dan penahanan semena – mena atau perampasan kebebasan

anak (Pasal 37); Hak anak yang didakwa ataupun diputuskan telah

melakukan pelanggaran untuk tetap dihargai hak asasinya dan khususnya

untuk menerima manfaat dari segala proses hukum atau bantuan hukum

lainnya dalam penyiapan dan pengajuan pembelaan mereka. Prinsip demi

hukum dan institusional sedapat mungkin dihindari (Pasal 40);55

Segingga berdasarkan ketentuan yang termuat dalam Konvensi Hak

Anak, penulis menyimpulkan bahwa Konvensi Hak Anak juga telah

mengatur mengenai aturang dasar – dasar terkait dengan anak, hak anak,

serta jaminan atas perlinungan hukum terhadap hak – hak anak. Isi yang

termuat dalam Konvensi Hak Anak lebih menitikberatkan kepada upaya

yang digunakan untuk menjamin terwujudnya perlindungan hak – hak anak

yang didasarkan atas pertimbangan bahwa anak merupakan golongan yang

54 Maidin Gultom, 2014, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan

Pidana Anak di Indonesia, Bandung, PT Refika Aditama, Cetakan Kedua, Hal. 35 55 Ibid, Hal 56 - 57

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

36

rawan sehingga perlu dijamin perlindungan atas hak – haknya agar bisa

terpenuhi.

3. Hak – Hak Anak Berdasarkan Ketentuan Hukum Positif di Indonesia.

Sebagai wujud nyata dari amanah Deklarasi Hak Anak Tahun 1924

dan Konvensi Hak – hak Anak Tahun 1989, Pemerintah sebenarnya telah

mengatur dengan jelas terkait dengan perlindungan dan hak anak yang

termuat dalam Pasal 34 ayat (1) UUD RI 1945, yang berbunyi sebagai

berikut :”Fakir miskin dan anak – anak terlantar dipelihara oleh

negara”.56 Dari bunyi pasal tersebut dapat dijadikan sebagai dasar

perlindungan hukum atas hak – hak anak yang harus dipenuhi oleh

pemerintah sebagai kewajiban negara.57

Dalam rangka untuk mewujudkan bentuk perlindungan hukum

terhadap hak – hak anak maka dengan itu Pemerintah Indonesia membuat

beberapa Undang – Undang untuk digunakan dalam rangka mewujudkan

perlindungan hukum terhadap hak – hak anak. Maka dari itu lahirlah

Undang – Undang tentang Kesejahteraan Anak, Undang – Undang tentang

Perlindungan Anak dan Undang – Undang tentang Pengadilan Anak yang

telah diganti menjadi Undang – Undang tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak.

Dalam hal anak yang terlibat dengan tindak pidana atau anak yang

berkonflik dengan hukum maka Undang – Undang yang menaunginya

56 Lihat pada Pasal 34 UUD NRI 1945 57 Maidin Gultom, Op.cit, Hal. 57

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

37

adalah Undang – Undang tentang Perlindungan Anak dan Undang –

Undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pada dasarnya walaupun

anak tersebut melakukan tindak pidana, anak tetap memiliki hak – hak yang

melekat terhadap dirinya dan tetap tidak boleh di hilangkan, sebab

bagaimanapun juga ia adalah anak yang tidak boleh disamakan dengan

orang dewasa dalam undang-undang tentang sistem peradilan pidana anak,

terdapat beberapa hal yang menjadi hak seorang anak (pasal 3 dan pasal 4

UU SPPA) baik dalam tingkat pemeriksaan penyidikan,penuntutan, di

persidangan hingga ketika menjalani masa pidana (bagi pelaku), baik ia

sebagai pelaku, saksi, maupun korban dari tindak pidana tersebut.58

Adapun bunyi dari Pasal 3 Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2012

tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan bahwa “Setiap anak

dalam proses peradilan berhak untuk” :59

a. Diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan

sesuai dengan umurnya;

b. Dipisahkan dari orang dewasa;

c. Memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;

d. Melakukan kegiatan rekreasional;

e. Bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan lain yang keja,

tidak manusiawi, serta merendahkan derajat harkat dan martabatnya;

f. Tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;

g. Tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya

terakhir dan dalam waktu yang paling singkat;

h. Memperoleh keadilan di muka pengadilan anak yang objektif, tidak

memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum;

i. Tidak dipublikasikan identitasnya;

j. Memperoleh pendampinganorang tua atau wali dan orang yang

dipercaya oleh anak;

k. Memperoleh advokasi sosial;

l. Memperoleh kehidupan pribadi;

58 Lihat pada Pasal 3 dan Pasal 4 UU SPPA 59 Lihat pada Pasal 3 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

38

m. Memperoleh aksesibilitas terutama bagi anak cacat;

n. Memperoleh pendidikan;

o. Memperoleh pelayanan kesehatan;

p. Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –

undangan.

Selanjutnya bunyi dari Pasal 4 Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2012

tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan bahwa :

(1) Anak yang sedang menjalani masa pidana berhak :

a. Mendapat pengurangan masa pidana;

b. Memperoleh asimilasi;

c. Memperoleh cuti mengunjungi keluarga;

d. Memperoleh pembebasan bersayarat;

e. Memperoleh cuti menjelang bebas;

f. Memperoleh cuti bersyarat; dan

g. Memproleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang – undangan.

(2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada anak

yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan

peraturan perundang – undangan.

Bahwa seorang anak yang terlibat dalam tindak pidana harus

diperlakukan secara manusiawi, harus dipisahkan dari orang dewasa,

memperoleh bantuan hukum dan bantuan lainnya yang dibutuhkan,

melakukan kegiatan rekreasional, bebas dari penyiksaan, penghukuman

atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi serta merendahkan derajat dan

martabatnya. selain itu anak juga tidak boleh dijatuhi pidana mati atau

pidana seumur hidup. Juga anak tidak ditangkap ditahan, atau dipenjara

kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat.60

60 Ibid.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

39

Seorang anak yang terlibat tindak pidana juga berhak memperoleh

keadilan didepan pengadilan anak yang objektif, tidak memihak dan dalam

sidang yang tertutup untuk umum. Hal lain yang membedakan dengan

tindak pidana yang dilakukan oleh anak dengan orang dewasa ialah bahwa

untuk tindak pidana anak tidak boleh dipublikasikan identitasnya,

memperoleh pendampingan orang tua/wali dan orang yang dipercaya oleh

anak, berhak memperoleh advokasi sosial, memperoleh kehidupan pribadi,

memperoleh akselibitas terutama bagi anak cacat, memperoleh pendidikan,

memperoleh pelayanan kesehatan.61

Demikian pula halnya ketika seorang anak dalam masa menjalani

masa pidana, berhak mendapatkan pengurangan masa pidana, memperoleh

asimilasi, memperoleh cuti mengunjungi keluarga, memperoleh

pembebasan bersyarat, memperoleh cuti menjelang bebas, memperoleh

cuti bersyarat dan memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.62

Jadi menurut hemat penulis dalam hal ini pemerintah sudah

mewujudkan secara nyata jaminan dan pemenuhan atas hak – hak anak baik

sebagai anak normal atau pada umumnya, anak sebagai korban dan anak

sebagai pelaku tindak pidana, serta melaksanakan perlindungan hukum

terhadap anak hal ini dapat dilihat dari lahir dan adanya Undang – Undang

Kesejahteraan Anak, Undang – Undang Perlindungan Anak dan Undang –

61 Ibid. 62 Ibid.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

40

Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) yang membuktikan bentuk

nyata kepedulian negara terhadap anak.

E. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Anak

1. Pengertian Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum merupakan pengayoman yang diberikan

kepada setiap orang yang dirugikan oleh orang lain dengan maksud

perlindungan yang diberikan tersebut ditujukan agar setiap individu dapat

menikmati semua hak – hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata

lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus

diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik

secar fisik, psikis dan gangguan atau ancaman orang lain.63

Sedangkan menurut pendapat Setiono, “Perlindungan hukum

merupakan suatu bentuk usaha yang dilakukan untuk melindungi rakyat

dari tindakan penguasa yang sewenang – wenang dan telah melamapaui

batas kewenangannya sehingga tidak sesuai dengan ketentuan hukum atau

bahkan melanggar aturan hukum yang ada, perlindungan hukum ini

dimaksudkan untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga

rakyat dapat menikmati harkat dan martabatnya”.64

Jadi berdasarkan pendapat para ahli diatas mengenai perlindungan

hukum, penulis menyimpulkan bahwa perlindungan hukum merupakan

63 Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, Cetakan ke-V, Hal.

53 64 Setiono, 2004, Rule of Law (Supremasi Hukum), Surakarta, Magister Ilmu Hukum

Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Hal 3

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

41

upaya yang dilakukan dengan tujuan untuk melindungi setiap individu

warga negara dari tindakan penguasa yang sewenang – wenang atau

berbuat diluar kewenanngannya agar terwujudnya ketentraman, ketertiban

dan kesejahteraan rakyat.

2. Pengertian Perlindungan Anak

Masalah perlindungan hukum dan hak – haknya bagi anak- anak

merupakan salah satu sisi pendekatan untuk melindungi anak – anak di

Indonesia. Agar perlindungan hak – hak anak dapat dilakukan secara

teratur, tertib dan bertanggungjawab maka diperlukan peraturan hukum

yang selaras dengan perkembangan masyarakat Indonesia yang dijiwai

sepenuhnya oleh Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945 Pasca

Amandemen.65

Perlindungan terhadap anak merupakan upaya yang dilakukan untuk

menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan

kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar

baik fisik, mental dan sosial. Perlindungan terhadap anak adalah wujud

nyata adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian

perlindungan anak diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan

bernegara dan bermasyarakat. Adanya kegiatan atau tindakan terkait

dengan pelaksanaan perlindungan terhadap anak akan menimbulkan akibat

65 Wagiati Soetodjo, 2006, Hukum Pidana Anak, Bandung, PT Refika Aditama, Hal 67.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

42

hukum, baik dalam kaitannya dengan hukum tertulis maupun hukum tidak

tertulis.66

Hukum merupakan jaminan bagi kegiatan perlindungan anak. Arif

Gosita mengemukakan bahwa kepastian hukum perlu diusahakan demi

kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan

yang membawa akibat negative yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan

perlindungan anak.67

Pasal 1 angka 2 UU Nomor 23 Tahun 2002 menentukan bahwa

“Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan

melindungi anak dan hak – haknya agar dapat hidup, tumbuh,

berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan

martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi”.68

Perlindungan anak juga dapat diartikan sebagai segala upaya yang

ditujukan untuk mencegah, rehabilitasi, dan memberdayakan anak

yangmengalami tindak perlakuan salah (shild abused), eksploitasi dan

penelantaran, agar dapat menjamin pertumbuhan, perkembangan, dan

kelangsungan hidup anak dengan baik dan anak dapat tumbuh kembang

seperti anak – anak pada umumnya baik secara mental, fisik maupun sosial

di lingkungan sekitar anak.69

66 Maidin Gultom, Op.cit, Hal. 40 67 Arif Gosita, Op.cit, Hal 19. 68 Lihat pada Pasal 1 angka 2 Undang – Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak 69 Konvensi, 1998, Media Advokasi dan Penegakan Hak – Hak Anak. Volume II No. 2

Lembaga Advokat Anak Indonesia (LLAI) Medan, Hal. 3.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

43

Arif Gosita memberikan definisi terkait dengan perlindungan anak

yaitu : “Perlindungan anak adalah suatu usaha melindungi anak dapat

melaksanakan hak dan kewajibannya”.70 Perlindungan hak anak pada

dasarnya berkaitan langsung dengan peraturan perundang – undangan.

Kebijaksanaan, usaha dan kegiatan yang menjamin terwujudnya

perlindungan hak – hak anak, pertama – tama didasarkan atas atas

pertimbangan bahwa anak – anak merupakan golongan yang rawan dan

dependent, disamping karena adanya golongan anak yang mengalami

hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangannya, baik rohani,

jasmani, maupun sosial.71 Pengertian perlindungan anak juga dapat

dirumuskan sebagai berikut :

a. Merupakan wujud nyata adanya keadilan dalam suatu masyarakat.

Keadilan sangat berperan penting dan menjadi dasar utama dalam hal

perlindungan anak;

b. Suatu usaha bersama melindungi anak untuk melaksanakan hak dan

kewajibannya secara manusiawi dan positif;

c. Merupakan suatu permasalahan sosial dalam masyarakat. Menurut

proporsi yang sebenarnya, secara dimensional perlindungan anak

beraspek mental,fisik, dan sosial, hal ini berarti bahwa pemahaman,

pendekatan, dan penanganan anak dilakukan secara integrative,

interdisipliner, intersectoral, dan interdepertamental;

70 Arif Gosita, Op.cit, Hal. 52 71 Maidin Gultom, Op.cit, Hal. 42

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

44

d. Suatu hasil interaksi antara pihak – pihak tertentu, akibat adanya suatu

interelasi antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhinya.

Jadi perlu diteliti, dipahami, dan dihayati siapa saja (objek dan

subjekhukum) yang terlibat sebagai komponen pada adanya

(eksistensi) perlindungan anak tersebut. Selain itu perlu juga diteliti,

dipahami dan dihayati gejala mana saja mempengaruhi adanya

perlindungan anak. Perlindungan anak merupakan permasalahan yang

rumit dan sulit sehingga penanggulangannya harus dilakukan secara

simultan dan bersama – sama;

e. Suatu tindakan individu yang dipengaruhi oleh unsur -unsur sosial

tertentu atau masyarakat tertentu, seperti kepentingan yang dapat

menjadi motivasi, Lembaga – Lembaga sosial (keluarga, sekolah,

pesantren, pemerintah, dan sebagainya), nilai – nilai sosial, norma

(hukum), status, peran dan sebagainya. Agar dapat memahami dan

menghayati secara tepat sebab – sebab orang melakukan perlindungan

anak sebagai suatu tindakan individu (sendiri – sendiri atau bersama

– sama), maka dipahami unsur – unsur struktur sosial yang terkait;

f. Dapat merupakan suatu tindakan hukum (yuridis) yang dapat

mempunyai akibat hukum yang harus diselesaikan dengan

berpedoman dan berdasarkan hukum. Perlu adanya pengaturan

berdasarkan hukum untuk mencegah dan menindak pelaksanaan

perlindungan anak yang menimbulkan penderitaan mental, fisik, dan

sosial pada anak yang bersangkutan;

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

45

g. Harus diusahakan dalam berbagai bidang penghidupan dan kehidupan

keluarga, bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa. Taraf

perlindungan anak pada suatu masyarakat atau bangsa merupakan

tolak ukur taraf peradaban masyarakat dan bangsa tersebut;

h. Merupakan suatu bidang pembangunan hukum nasional.

Mengabaikan masalah perlindungan anak akan mengganggu

pembangunan nasional serta kesejahteraan rakyat maupun anak. Ikut

serta dalam pembangunan nasional adalah hak dan kewajiban setiap

warga negara;

i. Merupakan bidang pelayanan sukarela (voluntarisme) yang luas

lingkupnya dengan gaya baru (inovatif, inkonvensional).72

Jadi berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam UU Perlindungan

Anak serta berdasarkan pendapat para ahli maka penulis menyimpulkan

bahwa adanya perlindungan anak didasarkan pada kondisi atau keadaan

anak yang rentan baik menjadi korban dalam kekerasan, tidak

terpenuhinya hak – hak yang ia miliki, atau bahkan menjadi pelaku tindak

pidana karena pengaruh lingkungan yang mana anak sangat rentan untuk

meniru dan terpengaruh pada apa yang ia lihat dan ia saksikan.

Maka dari itu adanya perlindungan anak yang telah diatur secara

khusus dalam Undang – Undang Perlindungan Anak karena pada dasarnya

perlu dilakukan upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan

72 Arif Gosita, 1999, Aspek Hukum Perlindungan Anak dan Konvensi Hak – Hak Anak, Era

Hukum, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum. No.4/Th.V/April 1999. Fakultas Hukum Taruma Negara

Jakarta. Hal. 264 – 265.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

46

anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak – haknya

tanpa perlakuan diskriminatip agar kelak anak dapat tumbuh dan

berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial sehingga

berguna bagi bangsa dan negara.

3. Perlindungan Terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum

Ditinjau dari Hukum Nasional

Dalam hal ini terdapat dua peraturan perundang – undangan yang

mengatur tentang perlindungan anak sebagai pelaku tindak pidana atau

anak yang berhadapan dengan hukum yaitu Undang – Undang Nomor 35

Tahun 2014 atas Perubahan Kedua Undang – Undang Nomor 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang- Undang Nomor 11 Tahun

2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Selanjutnya pada Pasal 59 Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002

menyatakan bahwa “Pemerintah dan lembaga negara lainnya

berkewajiban dan bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan

khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan

hukum, anak dan kelompok minoritas dan terisolasi, anak dieksploitasi

secar ekonomi dan atau seksual, anak yang menjadi korban

penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya

(napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban

kekerasan baik fisik dan atau mental, anak yang menyandang cacat, dan

anak korban perlakuan salah dan penelantaran”.73

73 Lihat pada Pasal 59 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

47

Pasal 64 ayat (1) Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002

menyatakan bahwa “Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan

dengan hukum meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak

korban tindak pidana, merupakan kewajiban dan tanggungjawab

pemerintah dan masyarakat”.74

Pasal 64 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2002 menyatakan bahwa

“Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui : perlakuan

atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan ha – hak anak;

penyediaan petugas pendamping anak sejak dini; penyediaan sarana dan

prasarana khusus; penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang

terbaik bagi anak; pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap

perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum; pemberian jaminan

untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga; dan

perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk

menghindari labelisasi.75

Berdasarkan dari bunyi beberapa Pasal diatas maka dapat diketahui

bahwa dalam hal ini pemerintah telah memberikan aturan mengenai

perlindungan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum atau

anak yang melakukan perbuatan tindak pidana. Pemerintah juga telah

mengatur terkait dengan hak – hak anak yang berhadapan dengan hukum,

74 Lihat pada Pasal 64 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 75 Ibid,

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

48

dengan maksud supaya anak tersebut tetap bisa mendapatkan hak – haknya

walaupun ia sedang dalam masa tahanan. Tujuannya adalah agar anak

dapat tumbuh kembang dengan baik seperti anak normal lainnya.

4. Perlindungan Terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum

Ditinjau dari Instrument Internasional

Terdapat tiga (3) Instrumen Internasional terkait dengan

Perlindungan hak anak yang berhadapan dengan hukum. Ketiga Instrumen

tersebut sangat penting dalam melaksanakan perlindungan terhadap hak

anak yang berhadapan dengan hukum (Children in conflict with the law).

Instrumen Internasional tersebut ialah The United Nation Guidelines for

the Prevention of Juvenile Delinquency (The Riyadh Guidelines); The

United Nation Rules For the Protection of Juvenile Deprived of Their

Liberty; and The United Nation Standart Minimum Rules for

Administration of Juvenile Justice the Beijing Rules.76

a. UN Guidelines for the Prevention of Juvenile Delinquency (The

Riyadh Guidelines)77

UN Guidelines for the Prevention of Juvenile Delinquency (The

Riyadh Guidelines) adalah suatu pedoman untuk pencegahan youth

crimes dan juvenile delinquency. Ketentuan yang dimuat dalam

Instrument tersebut ialah : pencegahan delinkuensi pada anak

merupakan bagian yang penting dalam pencegahan kejahatan yang

76 Maidin Gultom, Op.cit, Hal. 61 77 The United Nations Guidelines for the Prevention of Juvenile Delinquency – the Riyadh

Guidelines (Panduan PBB untuk Pencegahan Kenakalan Anak – Panduan Riyadh), disahkan dan

dinyatakan dalam Resolusi Majelis Umum PBB No. 45/112 tanggal 14 Desember 1990.

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

49

terjadi biasanya dimasyarakat. Pendayagunaan sarana peraturan

perundang – undangan, melakukan aktivitas sosial yang berguna serta

bermanfaat, melaksanakan pendekatan manusiawi dengan segala

aspek dalam kehidupan bermasyarakat dan memberikan perhatian

terhadap kehidupan anak, akan berguna untuk mengembangkan sikap

non kriminogen.

Prinsip yang penting dan perlu untuk diingat ialah bahwa anak

yang telah berbuat pelanggaran ringan maka tidak harus di lebeling

dengan penghukuman atau pengkriminalisasian atas perbuatan anak

tersebut (Rule 1.1 – 1.5); Dalam hal penanggulangan dan pencegahan

delinkuensi anak, pemerintah seharusnya merumuskan serta

menerapkan perundang – undangan secara khusus dan prosedur

khusus guna perlindungan terhadap hak anak serta untuk mewujudkan

kesejahteraan anak.

Peraturan perundang – undangan khusus tersebut, diarahkan

terhadap upaya pencegahan viktimisasi, perederan atau mengedarkan

obat bius, penyalah gunaan obat – obatan, selain itu juga mengatur

mengenai kriteria terhadap penempatan anak yang berada dalam

penjara, hukuman disekolah, hukuman rumah dan hukuman lainnya.

dalam rangka untuk mewujudkan pencegahan viktimisasi,

stigmatisasi, dan kriminalisasi yang berkelanjutan pada anak,

peraturan perundang – undangan hendaknya memberikan jaminan

bahwa setiap perilaku dilakukan orang dewasa tidak dapat

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

50

dikategorikan suatu kejahatan atau bahkan tindak pidana, maka

perbuatan tersebut bukan sebuah kejahatan atau perbuatan melanggar

hukum yang bisa dipidana apabila dilakukan oleh remaja atau anak –

anak.

b. United Nation Rules For the Protection of Juvenile Deprived of

Their Liberty78

United Nation Rules For the Protection of Juvenile Deprived of

Their Liberty, Pada Konvensi ini memuat ketentuan bahwa :

Perampasan kemerdekaan terhadap diri anak merupakan usaha

terakhir, dan hanya dilakukan dengan jangka waktu yang pendek

(minimal), serta hanya berlaku pada kasus tertentu saja. Pihak

berwenang wajib dengan teratur serta konsisten berusaha untuk

meningkatkan keasadaran masyarakat atau publik bahwa memberikan

perhatian pada anak itu penting serta mempersiapkan anak untuk

kembali pada masyarakat ialah suatu bentuk pelayanan masyarakat

(sosial) sangat penting, maka dari itu perlu dilakukan tahapan guna

membuka hubungan diantara anak dengan lingkungan sekitar

(masyarakat).

78 The United Nations Rules for the Protection of Juvenile Deprived of Their Liberty

(Peraturan PBB untuk Perlindungan Anak yang Terampas Kebebasannya), disahkan melalui

Resolusi Majelis PBB No. 45/133 Tanggal 14 November 1990.

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

51

c. The United Nation Standart Minimum Rules for Administration of

Juvenile Justice the Beijing Rules.79

United Nation Rules For the Protection of Juvenile Deprived of

Their Liberty (Beijing Rules), secara umum memuat tentang perlu

adanya kebijakan sosial komprehensif dengan tujuan untuk

mendukung terwujudnya kesejahteraan anak, mengurangi adanya

campur tangan dalam sistem peradilan anak, karena dengan

kurangnya campur tangan dalam sistem ini, maka kerugian pada anak

yang diakibatkan dari campur tangan bisa dicegah; bahwa adanya

sistem peradilan pidana untuk anak merupakan suatu upaya untuk

mencapai kesejahteraan anak yang dilaksanakan berdasarkan pada

asas proporsionalitas.

Jadi berdasarkan dari beberapa ketentuan yang dimuat dalam

Instrumen Internasional yang telah penulis jabarkan diatas sebelumnya

maka dapat diketahui bahwa begitu pentingnya perlindungan terhadap

anak guna mewujududkan kesejahteraan anak, yang mana pada khususnya

perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, terdapat

beberapa Instrumen Internasional yang menjadi acuan atau pedoman yang

mengatur dari awal proses penangkapan, proses penahanan, proses

79 The United Nation Standart Minimum Rules for Administration of Juvenile Justice - the

Beijing Rules. (Peraturan Standar Minimum PBB untuk Pelaksanaan Peradilan Anak – Peraturan

Beijinga), disahkan melalui Resolusi Majelis PBB No. 40/33 Tanggal 29 November 1985.

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

52

penuntutan hingga sampai proses akhir tahap putusan dan ditempatkannya

anak dalam lembaga yang menghargai dan menghormatai hak asasi anak.80

Perlindungan hukum pada anak wajib sesuai Konvensi Hak Anak

(convention the Right of the Child) sebagaimana yang mana sudah

dilakukan ratifikasi oleh pemerintah dengan Kepres No. 36 Tahun 1990

tentang pengesahan Convention on the Right of the Child (Konvensi

tentang Hak Anak).81

Salah satu prinsip dasar yang dimuat pada Konvensi Hak Anak ialah

tindakan atau perbuatan yang berdasarkan atas kepentingan terbaik pada

anak (best interest of the child). Ketentuan yang termuat pada Pasal 3 ayat

(1) menyatakan bahwa ”Dalam semua tindakan yang menyangkut anak

yang dilakukan oleh lembaga – lembaga kesejahteraan sosial pemerintah

maupun swasta, lembaga peradilan, lembaga pemerintah atau badan

legislatif, kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan

utama”.

80 Muhammad Husein Reza, Nur Rochaeti, Endah Sri A, 2016. Perlindungan Hukum

Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia,

Jurnal Ilmiah Hukum Legality, Vol 5. No. 4, Jurnal Hukum Universitas Diponegoro, Hal 6 81 Ibid.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

53

5. Tanggung Jawab Perlindungan Anak

Perlindungan anak diusahakan oleh setiap orang baik orang tua,

keluarga, masyarakat, pemerintah maupun negara. Pasal 20 UU Nomor 23

Tahun 2002 menentukan bahwa :82 ”Negara, pemerintah, masyarakat,

keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap

penyelenggaraan perlindungan anak”.

Kewajiban dan tanggung jawab negara dan pemerintah dalam usaha

perlindungan anak diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2002, yaitu:83

a. Menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa

membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik,

budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak dan

kondisi fisik dan/atau mental (Pasal 21);

b. Memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam

penyelenggaraan perlindungan anak (Pasal 22);

c. Menjamin perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak

dengan memerhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali atau

orang lain yang secara umum bertanggungjawab terhadap anak dan

mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak (Pasal 23);

d. Menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam

menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan

anak (Pasal 24);

82 Lihat pada Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 83 Ibid.

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

54

Sehingga menurut hemat penulis negara harus bertanggungjawab

terhadap perlindungan anak baik dalam segi pelaksanaan maupun

pengawasan terhadap orang tua, masyarakat dan pemerintah dalam

menjalankan perlindungan hukum atas pemenuhan hak – hak anak, karena

pada faktanya walaupun sudah ada aturan yang secara khusus mengatur

terkait dengan perlindungan anak, namun tetap saja ada pelanggaran

terhadap hak – hak anak dan kekerasan pada anak yang dilakukan oleh

orang tua. Sehingga tanggungjawab terhadap perlindungan anak

merupakan hal yang sangat penting untuk menjamin terwujudnya

perlindungan anak dengan baik serta terpenuhinya hak – hak anak.

6. Prinsip – Prinsip Perlindungan Anak

a. Anak tidak dapat berjuang sendiri

Salah satu prinsip yang menjadi dasar dalam perlindungan

anak, yaitu : Anak itu modal utama kelangsungan hidup manusia,

bangsa, dan keluarga, untuk itu hak – haknya harus dilindungi. Anak

pada dasarnya tidak mampu untuk melindungi haknya sendiri karena

banyak faktor yang dapat mempengaruhi kehidupannya. Orang tua,

keluarga, masyarakat dan Negara berkewajiban untuk

mengupayakan dan melaksanakan perlindungan hak – hak anak.84

b. Kepentingan terbaik bagi anak (the best interest of the child)

Agar perlindungan anak dapat diselenggarakan dengan baik,

dianut prinsip yang menyatakan bahwa kepentingan terbaik anak

84 Maidin Gultom, Op.cit, Hal 47

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

55

harus dipandang sebagai of paramount importance (memperoleh

prioritas tertinggi) dalam setiap keputusan yang menyangkut anak.85

c. Ancangan daur kehidupan (life circle approach)

Perlindungan terhadap anak berpedoman pada pemahaman

bahwa perlindungan harus dimulai sejak dini dan seterusnya. Janin

yang berada dalam kandungan dilindungi dengan gizi, termasuk

yodium dan kalsium yang baik melalui ibunya. Anak pada saat

memasuki usia PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), ataupun pada

saat masuk sekolah dasar dan seterusnya perlu lembaga Pendidikan,

dan lembaga sosial atau lembaga keagamaan yang bermutu serta

keluarga yang damai. Anak memperoleh kesempatan belajar yang

baik, waktu istirahat dan bermain yang cukup, dan ikut menentukan

nasibnya sendiri.86

d. Lintas Sektoral

Nasib anak tergantung dari berbagai faktor yang makro

maupun mikro yang langsung maupun tidak langsung. Kemiskinan,

perencanaan kota dan segala penggusuran, sistem Pendidikan yang

menekankan hapalan dan bahan – bahan yang tidak relevan,

komunitas yang penuh dengan ketidakadilan dan sebagainya tidak

dapat ditangani oleh sektor, terlebih keluarga atau anak itu sendiri.

85 Ibid. 86 Ibid. Hal 48.

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

56

Perlindungan terhadap anak adalah perjuangan yang membutuhkan

sumbangan seua orang di semua tingkatan.87

Melihat dari prinsip – prinsip perlindungan anak yang telah

penulis sebutkan diatas, maka dalam hal ini penulis menarik

kesimpulan bahwa adanya perlindungan anak didasarkan pada

prinip – prinsip yang menyatakan bahwa anak tidak dapat berjuang

sendiri, kepentingan terbaik bagi anak (maksudnya adalah bahwa

dalam melakukan perlindungan terhadap anak harus didasarkan

pada kepentingan terbaik bagi anak agar perlindungan anak dapat

dilaksanakan dengan baik), ancangan daur kehidupan (maksudnya

adalah bahwa perlindungan terhadap anak sudah dimulai dari bayi

bahkan sejak anak dalam kandungan seperti harus terpenuhinya gizi

dan asupan yang baik buat anak agar anak dapat lahir dengan sehat

dan normal, kemudian perlindungan yang dimulai walaupun anak

masih sangat kecil hal ini ditujukan agar anak dapat tumbuh dan

berkembang dengan baik secara fisik, mental, dan lainnya.

F. Tinjauan Umum Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

1. Pengertian Sistem Peradilan Pidana Anak

Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses

penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap

penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani

87 Ibid.

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

57

pidana UndangUndang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak pasal (1) angka 1. Undang-Undang SPPA menggantikan

Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Undang-Undang tentang Pengadilan Anak tersebut digantikan karena

belum memperhatikan dan menjamin kepentingan si anak, baik anak

pelaku, anak saksi, dan anak korban. Dalam Undang – Undang

Perlindungan Anak hanya melindungi anak sebagai korban, sedangkan

anak sebagai pelaku terkadang diposisikan sama dengan seperti pelaku

orang dewasa.88

Undang-Undang SPPA ini menekankan kepada proses diversi

dimana dalam proses peradilan ini sangat memperhatikan kepentingan

anak, dan kesejahteraan anak. Pada setiap tahapan yaitu penyidikan di

kepolisisan, penuntutan di kejaksaan, dan pemeriksaan perkara di

pengadilan wajib mengupayakan diversi berdasarkan Pasal 7 ayat (1)

Undang-Undang SPPA. Istilah sistem peradilan pidana anak merupakan

terjemahan dari istilah The Juvenile Justice System, yaitu suatu istilah

yang digunakan sedefinisi dengan sejumlah institusi yang tergabung

dalam pengadilan, yang meliputi polisi, jaksa penuntut umum dan

penasehat hukum, lembaga pengawasan, pusat-pusat penahanan anak,

dan fasilitas-fasilitas pembinaan anak.89

88 Anonim, Jurnal Sistem Peradilan Pidana Anak, dalam http://repository.umy.ac.id, akses

26 Oktober 2018 89 Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi dalam Pembaruan Sistem Peradilan

Pidana Anak di Indonesia, Yogyakarta, Genta Publishing, Hal. 35

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

58

Sistem Peradilan Pidana Anak ini menjadikan para aparat penegak

hukum untuk terlibat aktif dalam proses menyelesaikan kasus tanpa harus

melalui proses pidana sehingga menghasilkan putusan pidana. Penyidik

kepolisian merupakan salah satu aparat penegak hukum yang

dimaksudkan dalam Undang-Undang SPPA ini, selain itu ada penuntut

umum atau jaksa, dan ada hakim. Dalam Undang-Undang SPPA ini juga

mengatur lembaga yang terkait dalam proses diluar peradilan anak

misalnya ada Bapas, Pekerja Sosial Profesional, Lembaga Pembinaan

Khusus Anak (LPKA), Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS),

Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS), Keluarga atau

Wali Pendamping, dan Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya

yang ikut berperan di dalamnya.90

Jadi berdasarkan penjelasan yang telah penulis jabarkan diatas

terkait dengan pengertian sistem peradilan pidana anak penulis menarik

kesimpulan bahwa sistem peradilan pidana anak merupakan sistem

peradilan yang khusus dan berbeda dengan sistem peradilan pada orang

dewasa yang telah diatur dalam KUHAP, sistem peradilan pidana pada

anak diatur secara khusus dalam Undang – Undnag Nomor 11 Tahun

2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dimulai dari tahap

penyidikan hingga tahap akhir proses persidangan, selain itu proses

persidangan pada anak dengan orang dewasa juga berbeda yaitu terkait

dengan pemeriksaan dipersidangan dilaksanakan secara tertutup berbeda

90 Anonim, Loc.cit, Jurnal Sistem Peradilan Pidana Anak

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

59

dengan orang dewasa yang mana pada tahap pemeriksaannya dilakukan

secara terbuka untuk umum.

2. Prinsip – Prinsip Sistem Peradilan Pidana Anak

Prinsip sistem peradilan pidana anak yang dijelaskan dengan kata

asas, karena kata prinsip dan asas memiliki makna yang sama, keduanya

dimaknai sebagai suatu dasar hal tertentu. Berdasarkan Undang-Undang

Sistem Peradilan Pidana Anak dilaksanakan berdasarkan asas:

a. Perlindungan;

b. Keadilan;

c. Non Diskriminasi;

d. Kepentingan terbaik bagi anak;

e. Penghargaan terhadap pendapat anak;

f. Kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak;

g. Pembinaan dan pembimbingan anak;

h. Proporsional;

i. Perampasan kemerdekaan dan pembinaan sebagai upaya terakhir;

dan

j. Penghindaran pembalasan keadilan restoratif dan diversi

diterapkan dalam sistem peradilan pidana anak untuk menjaga agar

prinsip – prinsip sistem peradilan pidana anak dapat berjalan dan

terjaga.

Pedoman pelaksanaan keadilan Restoratif atau Restorative Justice

di Indonesia terdapat dalam United Nations Standard Minimum Rules For

the Administration of Juvenile Justice (The Beijing Rules), dalam resolusi

PBB 40/30 tanggal 29 November 1985, mengatur:91

“Memberikan kewenangan kepada aparat penegak hukum

mengambil tindakan-tindakan kebijakan dalam menangani atau

menyelesaikan masalah pelanggar anak dengan tidak mengambil jalan

91 Endri Nurindra. 2014. Implementasi Atas Berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, disampaikan dalam Sarasehan Proses Penyelesaian

Kasus Kekerasan terhadap Anak. Hal. 4

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

60

formal antara lain mengentikan atau tidak meneruskan atau melepaskan

dari proses peradilan pidana atau mengembalikan atau

menyerahkankepada masyarakan dan bentuk-bentuk kegiatan pelayanan

sosial lainnya.”

Penjelasan diatas merupakan penjelasan mengenai keadilan

restoratif, dimana keterangannya ada dalam Undang-Undang SPPA Pasal

1 ayat (6) yaitu Keadilan Restoratif yang berbunyi sebagai berikut

“Penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban,

keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama

mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali

pada keadaan semula, dan bukan pembalasan”. Penyelesaian terbaik

yaitu dengan mempertemukan para pihak untuk menyelesaikan perkara

dengan jalan musyawarah, cara ini dianggap kooperatif dikarenakan

dengan cara musyawarah dapat menyelesaikan masalah tersebut.92

Dalam Konvensi Hak-Hak Anak (Convention of the Rights of the

Child) mengatur tentang prinsip perlindungan hukum terhadap anak yang

mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan khusus terhadap

anak yang berhadapan dengan hukum. Prinsip perlindungan hukum

terhadap anak harus sesuai dengan Konvensi Hak-Hak Anak (Convention

of the Rights of the Child) sebagaimana telah diratifikasi oleh pemerintah

Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990

92 Ibid.

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

61

tentang pengesahan Convention of the Rights of the Child (Konvensi

tentang Hak-hak Anak.93

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

belum mengatur lebih lengkap terkait anak sebagai pelaku tindak pidana

yang diatur hanya anak sebagai korban maka dari itu seiring dengan

perkembangan zaman undang-undang tersebut sudah tidak sesuai lagi

dengan kebutuhan hukum masyarakat, yang mana Undang – Undang

tersebut belum secara komprehensif memberikan perlindungan kepada

anak yang berkonflik dengan hukum sehingga Undang – Undang tersebut

tidak dapat diberlakukan lagi dan diganti dengan Undang – Undang

Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Pada dasarnya sistem peradilan pidana anak dilaksanakan

berdasarkan atas prinsip – prinsip perlindungan, keadilan, non

diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, penghargaan terhadap

pendapat anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak,

pembinaan dan pembimbingan pada anak, proporsional, perampasan

kemerdekaan dan pembinaan sebagai upaya terakhir, dan penghindaran

pembalasan keadilan restoratif dan diversi yang diterapkan dalam sistem

peradilan pidana anak untuk menjaga agar prinsip – prinsip sistem

peradilan pidana anak.

93 Mohammad Taufik, Weny Bukamo, dan Sayiful Azri, 2013, Hukum Perlindungan Anak

dan Perlindungan Dalam Rumah Tangga, Jakarta, Rineka Cipta, Hal.62

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

62

3. Tujuan Sistem Peradilan Pidana Anak

Tujuan sistem peradilan pidana anak dengan paradigma pembinaan

individual yang dipentingkan adalah penekanan pada permasalahan yang

dihadapi pelaku, bukan pada perbuatan atau kerugian yang diakibatkan.

Penjatuhan sanksi dalam sistem peradilan pidana anak dengan paradigma

pembinaan individual adalah tidak relevan, incidental, dan secara umum

tak layak. Tujuan diadakannya peradilan pidana anak tidak hanya

mengutamakan penjatuhan pidana saja, tetapi juga perlindungan bagi masa

depan anak dari aspek psikologi dengan memberikan pengayoman,

bimbingan, dan Pendidikan.94

Tujuan penting dalam peradilan anak adalah memajukan

kesejahteraan anak (penghindaran sanksi-sanksi yang sekadar

menghukum semata) dan menekankan pada prinsip proposionalitas (tidak

hanya didasarkan pada pertimbangan beratnya pelanggaran hukum tetapi

juga pada pertimbangan keadaan – keadaan pribadinya, seperti status

sosial, keadaan keluarga, kerugian yang ditimbulkan atau faktor lain yang

berkaitan dengan keadaan pribadi yang akan mempengaruhi kesepadanan

reaksi – reaksinya.95

Jadi menurut hemat penulis tujuan diadakannya sistem peradilan

pidana yang khusus pada anak adalah untuk memajukan kesejahteraan

anak, menjamin terpenuhinya hak – hak anak, serta agar anak dapat

94 Maidin Gultom, 2014, Op.cit, Hal. 93. 95 Setya Wahyudi, Op.cit, Hal. 41

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/44368/3/BAB II.pdfberdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli. a. Pengertian

63

tumbuh dan berkembang dengan baik secara fisik atau mental. Serta dalam

menjatuhkan putusan pada anak hakim dapat mempertimbangkan keadaan

atau kondisi anak dan memberikan putusan yang berdasarkan pada

kepentingan terbaik bagi anak.