bab ii tinjauan pustaka a. hasil penelitian terdahulu tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/reza...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hasil Penelitian Terdahulu
Tabel 1 Hasil Penelitian Terdahulu
No Nama Judul Rumusan Masalah Hasil Penelitian
1 Roma
doni
Analisis
Putusan
Praperadil
an Dalam
Penegakan
Hukum
Tindak
Pidana
Korupsi
1. Apa dasar hukum
yang digunakan
oleh kedua hakim
dalam memutuskan
putusan perkara
No.4/Pen.Pid/Prap/
2015/PN Jkt Sel
dan No. 2
/Pid/Prap/2015/PN.
Pwt?
2. Bagaimana analisis
atas putusan
perkara
No.4/Pen.Pid/Prap/
2015/PN Jkt Sel
dan No. 2
/Pid/Prap/2015/PN.
Pwt?
1. Hal yang paling
mendasar dalam
masalah ini
adalah tuntutan
yang diajukan
dalam sidang
praperadilan
tersebut tidak
ada dalam Pasal
77 KUHAP,
yaitu mengenai
sah/tidaknya
penetapan
seseorang
sebagai
tersangka.
Sementara dalam
putusan No. 2
/Pid/Prap/2015/P
N.Pwt, hakim
berpendapat
mengenai
sah/tidaknya
penetapan
tersangka
menurutnya
tidak termasuk
wewenang
praperadilan.
Menurutnya
wewenang
praperadilan
hanya 5 poin
saja. Dalam hal
ini, penetapan
tersangka tidak
termasuk
kedalam
Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019
6
wewenang
praperadilan
2. Dalam kasus ini
kemudian
menjadi motivasi
bagi tersangka
tindak pidana
korupsiyang
ditangani oleh
KPK untuk
mencari
perutungan
dengan alasan
terkait penetapan
ter
Sangka.
2 Tetuko
Radiet
Pramu
dita
Praperadil
an
Sebagai
Upaya
Kontrol
Bagi
Penyidik
Dalam
Perkara
Pidana
1. Bagaimana
kebijakan
formulatif tentang
praperadilan di
dalam hukum
Indonesia?
2. Bagaimana praktik
praperadilan
dengan fungsi
penyidik?
3. Apa hambatan-
hambatan
praperadilan dalam
mewujudkan suatu
keadilan hukum?
1. Kebijakan
formulatif
tentang
praperadilan di
dalam hukum
Indonesia
termuat dalam
pasal 77-83
KUHAP.
2. Praktik
praperadilan di
Indonesia pada
awalnya
ditujukan untuk
melindugi hak
bagi tersangka.
Fungsi penyidik
dalam praktik
praperadilan
diantaranya:
a. Melakukan
tindakan
petama pada
tempat
kejadian,
b. Melakukan
penangkapa
n,
penahanan,
Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019
7
penggeledah
an dan
penyitaan
c. Melakukan
pemeriksaan
dan
penyitaan.
3. Hambatan utama
dalam
praperadilan
dalam
mewujudkan
suatu keadilan
hukum adalah
menganai
lamanya suatu
perkara ditangani
yang membuat
terwujudnya
suatu keadilan
terhambat.
3 Lilis
Febriy
anti
Penolakan
Permohon
an
Praperadil
an
Tentang
Tidak
Sahnya
Penahanan
1. Bagaimana dasar
pertimbangan
hkum hakim yang
menolak
permohonan
praperadilan pada
Putusan Nomor:
01./Pid.Pra/2011/P
N.Pwt?
2. Apakah penolakan
permohonan
praperadilan pada
Putusan Nomor:
01./Pid.Pra/2011/P
N.Pwt?
1. Dasar
pertimbangan
hakim dalam
penetapan yang
menolak
permohonan
praperadilan
Nomor:
01./Pid.Pra/2011/
PN.Pwt. dalil
yang dipakai
pemohon sebagai
alasan
permintaan
pemeriksaan
praperadilan
adalah pendapat
pribadi dan
merupakan dalil
yang bersifat
subyektif.
Sehingga dasar
hukum dalam
mengajukan
pemohonan
Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019
8
praperadilan
tidak relevan
dengan ketentuan
tentang
praperadilan
sebagaiman
diatur dalam
KUHAP.
2. Ditolaknya
pemohonan
prapperadilan
pada Putusan
Nomor:
01./Pid.Pra/2011/
PN.Pwt yang
diajukan oleh
pemohon SK
mengenai
penahanannya
dalam tidak
pidana ini sudah
sesuai dengan
ketentuan
KUHAP. Kareena
terpenuhinya
syarat subyektif
sebagaimana
diatur dalalam
Pasal 21 ayat (1)
KUHAP dan
syarat obyektif
yang diatur dalam
Pasal 21 ayat (4)
KUHAP.
4 Andi
Hiday
at Nur
Putra
Kewenang
an
Pengadila
n
Memeriks
a dan
Memutus
Gugatan
Praperadil
1. Apa dasar
kewenangan
pengadilan
memriksa dan
memutus gugatan
praperadilan
tentang tidak
sahnya penetapan
tersangka?
1. Putsan
praperadilan yang
menyimpang dari
kewenangan
praperadilan yang
telah diatur dalam
KUHAP akan
menmbulkan
ketidakpastian
Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019
9
an
Tentang
Tidak
Sahnya
Penetapan
Tersangka
2. Bagaiman
akekuatan hukum
dari putusan
praperdilan tentang
tida k sahnya
penetapan
tersangka?
3. Apakah mungkin
pengajuan upaya
hukum atas putusan
praperadilanyang
keliru/diluar batas
kewenangan?
hukum.
2. Terhadap Putusan
praperadilan yang
keliru/dluar batas
kewenangan tidak
dapat dilakukan
upaya hukum.
Pemeriksaan
praperadilan
hanya terkait
prosedur dari
tindakan yang
dilakukan
penyidik dan
penuntut umum
belum menyentuh
pokok perkara.
Apabila
dilakukan upaya
hukum akan
mengakibatkan
penyelesaian
perkara akan
semakin lama dan
berlarut-larut
karena pihak
yang tidak terima
akan putusan
praperadilan
tersebutakan
melakukan
perlawanan ke
tingkat
pengadilan yang
lebih tinggi.
3. Bahwa tidak
adanya
mekanisme upaya
hukum atas
putusan
praperadilan
menjadikan
pemeriksaan
praperadilan
adalah
pemeriksaan
Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019
10
tingkat pertama
dan akhir,
sehingga putusan
praperadilan
tentang
sah/tidaknya
penetapan
tersangka bersifat
final, memiliki
kekuatan hukum
mengikat dan
wajib
dilaksanakan.
Dalam penelitian diatas terdapat beberapa persamaan dan
perbedaan dengan penelitian ini. Persamaan yang terdapat antara
penelitian-penelitian diatas adalah mengenai objek penelitian, yaitu
praperadilan. Adapun perbedaan yang terdapat antara penelitian-penelitian
diatas dengan penelitian ini ialah mengenai subjek penelitiannya. Dalam
penelitian ini subjek penelitiannya adalah terhadap upaya pemberantasan
tindak pidana korupsi dengan mengkhususkan pada putusan MK Nomor
21/PUU-XII/2014.
B. Landasan Teori
1. Praperadilan
Praperadilan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh
Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus tentang keabsahan
penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, penghentian
penuntutan dan memutus permintaan ganti kerugian serta rehabilitasi
yang perkara pidanannya tidak dilanjutkan ke muka sidang pengadilan
negeri atas permintaan tersangka atau terdakwa atau pelapor atau
keluarganya dan atau penasehat hukumnya.2
Praperadilan hanyalah wewenang tambahan yang diberikan
kepada Pengadilan Negeri serta diberikan wewenang untuk memeriksa
2 Mochamad Anwar, 1998, Praperadilan, Jakarta, Ind-Hil-Co, Hlm. 25
Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019
11
dan memutus permasalahan atau kasus yang terjadi dalam penggunaan
wewenang upaya paksa yang dilakukan oleh Penyidik dan Penuntut
Umum. Dalam perkara praperadilan biasanya adadua pihak, yaitu
pihak Pemohon dan pihak Termohon. Pihak pemohon adalah
tersangka, keluarga maupun kuasa hukumnya. Sedangkan pihak
termohonadalah penyidik atau jaksa penuntut umum. Pihak pemohon
merasa ada aturan ataupun haknya merasa dirugikan oleh Penyidik
maupun Jaksa Penuntut Umum, kemudian pemohon mengajukan hal
ini ke lembaga praperadilan dalam penyelesaian perkara pidananya
yang merasa haknya dirugikan oleh termohon.
Menurut Pasal 1 butir (10) KUHAP menyatakan Praperadilan
adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus
menurut cara yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang:
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas
permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa
tersangka;
b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau
keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak
diajukan ke pengadilan. Praperadilan tidak diatur di dalam ketentuan
HIR(Herziene Inlands Reglement).3
Acara praperadilan untuk ketiga hal, yaitu pemeriksaan sah
atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan (Pasal 79 KUHAP),
pemeriksaan sah tidaknya suatu penghentian penyidikan atau
penuntutan (Pasal 80 KUHAP), pemeriksaan tentang ganti kerugian
dan/atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan
3R. Soeparmono, 2003, Praperadilan dan Penggabungan Perkara Ganti Kerugian dalam KUHAP, Bandung, Mandar Maju, Hlm. 6
Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019
12
atau akibat sahnya penghentian penyidikan (Pasal 81 KUHAP)
ditentukan beberapa hal berikut:
a. Tiga hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk
menetapkan hari sidang;
b. Memeriksa dan memutus tentang sah tidaknya penangkapan atau
penahanan, sah tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan,
permintaan ganti kerugian dan/atau rehabilitasi akibat sah tidaknya
penangkapan atau penahanan, akibat sah tidaknya penghentian
penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak
termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik
tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang berwenang;
c. Pemeriksaan tersebut dilaksanakan secara cepat dan selambat-
lambatya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya;
d. Perkara yang sudah mulai diperiksa oleh Pengadilan Negeri,
sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan
belum selesai maka permintaan tersebut gugur;
e. Putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup
kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan praperadilan lagi pada
tingkat pemeriksaan oleh Penuntut Umum, jika itu diajukan
permintaan baru( semua yang tersebut pada butir a sampai e ini diatur
dalam pasal 82 ayat (1) KUHAP);
f. Putusan hakim dalam acara pemeriksaan praperadilan dalam ketiga
hal tersebut harus memuat dengan jelas dasar dan alasannya (Pasal 82
ayat (2) KUHAP);
Selain daripada yang tersebut pada butir 6, putusan hakim
ini memuat pula diantaranya:
1) Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau
penahanan tidak sah maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada
tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan
tersangka;
Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019
13
2) Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan
atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap
tersangka wajib dilanjutkan;
3) Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau
penahanan tidak sah maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya;
4) Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang
tidak termasuk alat pembuktian maka dalam putusan dicantumkan
bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka
atau dari siapa benda itu disita.
Setiap hal yang baru, tentunya mempunyai suatu maksud dan
tujuan atau motivasi tertentu. Pasti ada yang hendak dituju dan dicapai.
Tidak ada sesuatu yang ingin diciptakan tanpa didorong oleh maksud
dan halnya dengan pelembagaan praperadilan. Maksud dan tujuan
yang hendak ditegakkan dan dilindungi,4 yaitu:
a. Perlindungan hak-hak asasi manusia, terutama mereka yang terlibat
dalam perkara pidana, khususnya pada tahap penyidikan dan
penuntutan;
b. Alat kontrol terhadap penyidik atau penuntut umum terhadap
penyalahgunaan wewenang olehnya.
Tindakan upaya paksa yang dikenakan instansi penegak hukum
merupakan pengurangan dan pembatasan kemerdekaan hak asasi
tersangka, tindakan itu harus dilakukan secara bertanggung jawab
menurut ketentuan hukum dan Undang-undang yang berlaku (due
process of law). Prinsip yang terkandung pada praperadilan bermaksud
dan bertujuan guna melakukan tindakan pengawasan horizontal untuk
mencegah tindakan hukum upaya paksa yang berlawanan dengan
Undang-Undang.
4 M.Yahya Harahap, 2010, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, Sinar Grafika, Jakarta, Hlm. 3
Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019
14
Berdasarkan dari segi struktur dan susunan peradilan,
praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri. Bukan
pula sebagai instansi tingkat peradilan yang mempunyai wewenang
dalam memberi putusan akhir atas suatu kasus peristiwa pidana.
Praperadilan hanya suatu lembaga baru yang ciri dan eksistensinya
sebagai berikut:
a. Berada dan merupakan kesatuan yang melekat pada Pengadilan Negeri
dan sebagai lembaga pengadilan, hanya dijumpai pada tingkat
Pengadilan Negeri sebagai satuan tugas yang tidak terpisah dari
Pengadilan Negeri;
b. Praperadilan bukan berada di luar atau di samping maupun sejajar
dengan Pengadilan Negeri, tapi hanya merupakan divisi dari
Pengadilan Negeri, administratif yustisial, personil, peralatan dan
finansial bersatu dengan Pengadilan Negeri, dan berada di bawah
pimpinan serta pengawasan dan pembinaan Ketua Pengadilan Negeri;
c. Tata laksana fungsi yustisialnya merupakan bagian dari fungsi
yustisial Pengadilan Negeri itu sendiri.
KUHAP tidak bertitik tolak pada orientasi kekusaan. Fungsi,
wewenang dan kekuasaan yang diberikan KUHAP kepada masing-
masing jajaran aparat penegak hukum, diseimbangkan dengan
pemberian hak yang sah dan legal kepada setiap tersangka atau
terdakwa. Ini harus benar-benar diresapi oleh semua jajaran aparat
penegak hukum. Bahwa dominannya asas keseimbangan sebagai titik
sentral dalam KUHAP merupakan keinginan dan tujuan pembuat
Undang-undang untuk membatasi penumpukan kekuasaan.5
Pengadilan melalui lembaga praperadilan ikut memainkan
peranan dalam membatasi kecenderungan penyalahgunaan dan
kecongkalan kekuasaan yang dilakukan aparat penyidik atau penuntut
umum. Wewenang pertama yang telah diberikan oleh KUHAP yang
5 M.Yahya Harahap, 2008, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, Jakarta, Sinar Grafika, Hlm.8
Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019
15
memeriksa dan memutus sah atau tidaknya suatu penangkapan atau
penahanan yang dilakukan oleh penyidik. Dalam hal penangkapan,
seseorang dapat mengajukan pemeriksaan kepada praperadilan tentang
ketidakabsahan penangkapan yang dilakukan terhadap dirinya. M.
Yahya Harahap menjelaskan kriteria suatu penangkapan dianggap
tidak sah, yaitu:
a. Apabila dalam melakukan penangkapan, seorang penyidik tidak
menyertakan surat tugas dan surat perintah penangkapan untuk
diperlihatkan kepada tersangka, selain itu jika tembusan surat
penangkapan tidak diberikan kepada pihak keluarganya;
b. Apabila batas waktu penangkapan lewat satu hari maka dapat
dimintakan pemeriksaan kepada praperadilan.
Pasal 79 dan Pasal 80 KUHAP mengatur hal mengenai yang
berwenang mengajukan praperadilan, yaitu menjelaskan:
Pasal 79 KUHAP:“Permintaan pemeriksaan tentang sah atau
tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka,
keluarganya atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan
menyebutkan alasannya”.
Pasal 80 KUHAP:“Pemeriksaan untuk memeriksa sah atau
tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan
oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang
berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan
alasannya”.
Berdasarkan pasal-pasal tersebut dapat disimpulkan yang
berhak mengajukan praperadilan adalah:
a. Tersangka, keluarga atau kuasa hukumnya;
b. Penyidik atau penuntut umum;
c. Pihak ketiga yang berkepentingan.6
Demi tegaknya the rule of law, maka siapapun yang bersalah
harus dihukum.Demikian juga apabila penyidik ataupun penuntut
6 Tri Andrisman, 2010, Hukum Acara Pidana, Bandar Lampung: Buku Ajar, hlm.48
Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019
16
umum salah dalam menjalankan tugas penyidikan ataupun penuntutan
akan dapat dituntut oleh mereka yangdirugikan (baik tersangka
maupun pihak ketiga) selama penyidikan ataupun penuntutan itu
berlangsung.7
Dampak hukum yang ditimbulkan bagi tersangka terhadap
adanya gugatan praperadilan bergantung pada putusan praperadilan
yang dijatuhkan oleh hakim, obyek gugatanya sebagaimana yang
dijelaskan di Pasal 79 dan Pasal 80 KUHAP, dan pada putusanya
dimenangkan oleh tersangka, maka akan timbul dampak hukum yang
meliputi dampak positif maupun negatif. Adapun dampak hukum
positif bagi tersangka sebagaimana yang dijelaskan pada pasal 82 ayat
(3) poin a & d KUHAP yaitu bila yang dipraperadilan terkait dengan
sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan dan hakim pada
putusanya menetapkan dimenangkan oleh pihak tersangka, maka
penyidik harus membebaskan tersangka, bila yang dipraperadilankan
terkait dengan SP3, dan dalam putusanya menetapkan bahwa
penghentian penyidikan yang dilakukan oleh penyidik tidak sah, maka
perkaranya akan dihentikan. Adapun dampak negatifnya adalah
sebagaiamana yang dijelaskan dalam pasal 82 ayat (3) point b tentang
penghentian penyidikan terhadap tersangka, bila SP3 dinyatakan sah
oleh Hakim, maka perkara pokok terhadap tersangka tetap berlanjut
sampai disidangkan dan mendapatkan putusan incraht.
Akibat Hukum terhadap proses pidana tersangka setelah
adanya pencabutan surat penghentian penyidikan bahwa penghentian
penyidikan secara normatif dengan jelas diterangkan dalam Pasal 109
ayat (2) KUHAP, dan adanya kesepakatan perdamain antar kedua
belah pihak tidak dapat dijadikan dasar untuk melakukan penghentikan
penyidikan, hal tersebut dikarenakan tidak memenuhi syarat untuk
melakukan penghentian penyidikan (SP3) sebagaimana yang
7 Anang Priyanto, 2012, Hukum Acara Pidana Indonesia, Yogyakarta, Ombak, hlm.55
Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019
17
tercantum dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP, maka de-ngan
dicabutnya SP3 oleh penyidik, akan berdampak dilanjutkanya kembali
proses penyidikan lanjutan terhadap perkara pidana tersangka.8
2. Tindak Pidana Korupsi
Korupsi dalam bahasa Latin disebut Corruptio–corruptus, dalam
bahasa Belanda disebut corruptie, dalam Bahasa Inggris disebut
corruption, dalam bahasa Sansekerta didalam Naskah Kuno Negara
Kertagama tersebut corrupt arti harfiahnya menunjukkan kepada perbuatan
yang rusak, busuk, bejat, tidak jujur yang disangkutpautkan dengan
keuangan.9
Pengertian korupsi dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTKP) tidak
disebutkan pengertian korupsi secara tegas. Pasal 2 Ayat (1)
menyebutkan:“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) Tahun dan paling lama 20 (dua puluh) Tahun dan denda
paling sedikit Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)”.10
Berdasarkan pengertian korupsi dalam Pasal 2 Ayat (1) UUPTPK di
atas, dapat disimpulkan ada tiga unsur tindak pidana korupsi yaitu secara
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan negara atau perekonomian
negara; Pasal 3 menyebutkan bahwa tindak pidana korupsi dilakukan
dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang
8 Mokhamad Muslimin, 2011, Fungsi dan Kewenangan Praperadilan, Semarang, Vol. 6 9 Sudarto, 1996, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung, Alumni, hlm. 115
10 Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019
18
ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara; dan memberi hadiah atau janji
kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang
melekat pada jabatan atau kedudukannya tersebut.
Korupsi secara umum diartikan sebagai perbuatan yang berkaitan
dengan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk kepentingan pribadi
dan/atau kelompok tertentu. Dengan demikian secara spesifik ada 3(tiga)
fenomena yang tercakup dalam istilah korupsi, yaitu penyuapan (bribery),
pemerasan (extraction), dan nepotisme (nepotism).11Kejahatan korupsi
pada hakikatnya termasuk ke dalam kejahatan ekonomi, hal ini bisa
dibandingkan dengan anatomi kejahatan ekonomi sebagai berikut:
1. Penyamaran atau sifat tersembunyi maksud dan tujuan kejahatan;
2. Keyakinan si pelaku terhadap kebodohan dan kesembronoan si korban;
3. Penyembunyian pelanggaran.12
Pidana khusus ini memuat ketentutan-ketentuan yang dari ketentuan
pidana umum yang menyangkut sekelompok orang atau perbuatan-
perbuatan tertentu. Khususan dari hukum pidana khusus dapat dilihat
adanya ketentuan mengenai dapat dipidana suatu perbuatan, ketentuan
tentang pidana dan tindakan dan mengenai dapat dituntutnya perbuatan.
Pidana khusus menunjuk kepada diferinisasi hukum pidana, suatu
kecenderungan yang bertentangan dengan adanya unifikasi dan ketentuan
umum dari hukum pidana khusus mempunyai tujuan dan fungsi sendiri,
akan tetapi azas-azas hukum pidana khususnya “tiada pidana tanpa
kesalahan” harus dihormati.
Berdasarkan tingkat intensitasnya, dapat dilihat apakah tindakan
korupsi itu berlangsung secara isolatif atau sistematik. Kategori lainnya
mencakup: korupsi besar-besaran dan kecil-kecilan, nasional dan lokal,
personal dan institusional, tradisional dan modern. Seluruh kategori dan
11 Syed Husein Alatas, 1983, Sosiologi Korupsi, Sebuah Penjelajahan Dengan Dara
Kontemporer,Jakarta,LP3ES, hlm.12 12 Barda Nawawi Arief dan Muladi, 1992, Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung, Alumni, hlm.56
Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019
19
tipologi itu sangat membantu untuk mengenali berbagai aspek korupsi:
penyebabnya, konsekuensi-konsekuensinya, dan caracara pemecahannya.
Strategi melawan korupsi dan membangun kemauan politik, dapat
dirumuskan berdasarkan pemahaman aspek tersebut dengan benar.
Sejumlah strategi itu mencakup pengembangan tiga hal: Pertama,
mengembangkan kemampuan mengartikulasikan berbagai konsekuensi
korupsi terhadap sistem ekonomi, politik dan sosial. Kemampuan ini
penting untuk melibatkan kelompok-kelompok kepentingan (interest
groups) agar membangun koalisi reformasi yang bertujuan membentuk
good governance. Kedua, mengembangkan pemahaman tentang
kepemimpinan politik dan birokrasi yang tidak konsisten membicarakan
soal korupsi.
Tujuannya untuk merubah peraturan-peraturan yang sifatnya
kolusif. Ketiga, mengembangkan kemampuan memobilisasi tuntutan-
tuntutan memberantas korupsi. Juga menjamin sustainability pimpinan
politik dan birokrasi agar melakukan kebijakan khusus dan perubahan
institusional yang diperlukan untuk memberantas korupsi.13
Menurut Philip ada tiga pengertian luas yang paling sering
digunakan dalam berbagai pembahasan tentang korupsi:
a. Korupsi yang berpusat pada kantor publik (public office-centered
corruption). Philip mendefinisikan korupsi sebagai tingkah laku dan
tindakan pejabat publik yang menyimpang dari tugas-tugas publik
formal yang tujuannya ntuk mendpatkan keuntungan pribadi.
b. Korupsi yang berpusat pada dampaknya terhadap kepentingan umum
(public interset-centered), dalam kerangka ini, korupsi sudah terjadi
ketika pemegang kekuasaan melakukan tindakan tertentu dari orang-
orang dengan suatu imbalan.
c. Korupsi yang berpusat pada pasar (market-centered), menurut
pengertian ini, individu atau kelompok menggunakan koruosi sebagai
13 Azyumardi Azra, 2002, Korupsi Dalam Perspektif Good Governance, Jurnal Kriminologi
Indonesia, Surakarta, Vol. 2
Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019
20
“lembaga” ekstra legal untuk mempengaruhi kebijakan dan tindakan
birokrasi. Hanya individu dan kelompok yang terlibat dalam proses
pembuatan keputusan yang lebih mungkin melakukan korupsi daripada
piha-pihak lain.14
Menurut Pasal 1 butir (14) KUHAP, “Tersangka adalah seorang
yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan
patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”. Tersangka dapat
diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu sebagai berikut:15
1) Tersangka yang kesalahannya sudah definitif atau dapat dipastikan
untuk tersangka tipe I ini, maka pemeriksaan dilakukan untuk
memperoleh pengakuan tersangka serta pembuktian yang menunjukkan
kesalahan tersangka selengkap-lengkapnya diperoleh dari fakta dan data
yang dikemukakan di depan sidang pengadilan;
2) Tersangka yang kesalahannya belum pasti untuk tersangka tipe II ini,
maka pemeriksaan dilakukan secara hati-hati melalui metode yang
efektif. Untuk dapat menarik keyakinan kesalahan tersangka, sehingga
dapat dihindari kekeliruan dalam menetapkan salah atau tidaknya
seseorang yang diduga melakukan.
Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP sebagai
masterpiece bangsa Indonesia memberikan perlindungan terhadap hak-hak
asasi manusia. Hak-hak yang dilindungi KUHAP terhadap ersangka atau
terdakwa antara lain:
a. Persamaan hak dan kedudukan serta kewajiban dihadapan hukum
(entitled without any discrimination to equal protection of the law);
b. Harus dianggap tidak bersalah dengan dasar-dasar:
1) presumption of innocent;
2) kesalahan seseorang harus dibuktikann dalam sidang yang bebas dan
jujur (fair trial);
14 Mark Philip, 1997, Defining Political Corruption, Political Studies, Vol 45, No. 3 15 Mujiyono, Agus Sri., 2009, Analisis Perlindungan Hukum Hak Tersangka Dan Potensi
Pelanggaran Pada Penyidikan Perkara Pidana, Skripsi. Surakarta : Universitas Sebelas
Maret, hlm. 17-18
Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019
21
3) persidangan harus terbuka untuk umum;
4) tanpa intervensi pemerintah/kekuatan politik. Terdakwa diadili
dalam peradilan yang mengemban independent judicial power
withoutencroachcments by government of political parties;
Penangkapan penahanan didasarkan bukti permulaan yang cukup
dan dibatasi secara limitatif.16
Menurut Jeremy Pope, upaya yang dapat dilakukan untuk dapat
mengurangi tindakan korupsi adalah dengan meningkatkan integritas
nasional. Memperkenalkan sistem integritas nasional di semua lapisan
masyarakat sangat penting bagi proses reformasi dan hendaknya dilakukan
secara berkesinambungan. Pendekatan ini penting agar tujuan
pembangunan dapat dicapai. Tujuan yang hendak dicapai melalui
pendekatan ini, hendaknya memperhatikan:
a. Pelayanan publik yang efisien dan efektif, dan menyumbang pada
pembangunan berkelanjutan,
b. Pemerintahan yang berjalan berdasarkan hukum, yang melindungi
warga masyarakat dari kekuasaan sewenang-wenang termasuk dari
pelanggaran hak asasi manusia,
c. Strategi pembangunan yang menghasilkan manfaat bagi negara secara
keseluruhan, termasuk rakyatnya yang palin miskin dan tidak berdaya,
bukan saja bagi para kaum elit.17
Gerak pembangunan yang hanya diprioritaskan pada kemajuan
ekonomi membuat rentan terjadinya praktik korupsi, bahkan pada gerakan
pembangunan tersebut yang umumnya terjadi secara sentarlistik. Menurut
Friedman dalam jurnalnya yang berjudul, a social science perspective,
mengungkapkan bahwa reformasi yang harus dilakukan harus mempunyai
arah-arah yang jelas dan langkah-langkah yang konkrit dan stratgis.
Mewujudkan negara hukum tidak saja diperlukan norma-norma hukum
16 M. Yahya Harahap, 1995, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Jilid I, Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm. 23 17 Chaerudin, 2008, Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi,
Bandung, PT Refika Aditarma, hlm.31
Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019
22
atau peraturan perundang-undangan sebagai substansi hukum, tetapi juga
diperlukan lembaga atau badan penggerak sebagai struktur hukum dengan
didukung oleh perilaku hukum seluruh komponen masyarakat sebagai
budaya hukum.18
3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Komisi pemberantasan korupsi (KPK) merupakan lembaga yang
dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002, yang
mempunyai tugas:
a. Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi.
b. Melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi.
c. Melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak
pidana korupsi.
d. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
e. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.19
Instansi yang berwenang dalam pemberantasan korupsi termasuk
didalamnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Komisi Pemeriksa Kekayaan
Penyelenggara Negara (KPKPN), inspektoratt pada departemen atau
lembagapemerintah nondepartemen.
Jadi, dengan demikian terdapat beberapa instansi yang mempunyai
lingkup tugas dan kewenangan kaitannya dengan upaya pemberanasan
korupsidi Indonesia. KPK dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Yang
dimaksud dengan “kekuasaan manapun” adalah kekuatan yang dapat
memengaruhi tugas dan wewenang KPK atau anggota komisi secara
individual dari pihak eksekutif, yudikatif, legislatif atau pihak-pihak lain
18 LM Friedman, 1975, The Legal System: A Social Science Perspective, Russel Sage
Foundation, New York, , Vol. 7 19 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019
23
yang terkait dengan perkara tindakpidana korupsi, atau keadaan dan situasi
ataupun dengan alasan apapun. Sedangkan wewenang KPK yaitu:
a. Mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak
pidana korupsi.
b. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak
pidana korupsi.
c. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana
korupsi kepada instansi yang terkait.
d. Melaksanakan dengar pedapat atau pertemuan dengan instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
e. Meminta laporan instansi terkait mengena pencegahan tindak pidana
korupsi.20
4. Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014
Pada bulan April 2015 Mahkamah Konstitusi (MK) telah
mengabulkan sebagian pengujian Undang-undang No 8 Tahun 1981
tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana(KUHAP). Dalam
amar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, Mahkamah
Konstitusi telah menetapkan objek praperadilan baru yaitu mengenai sah
atau tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan. Selain
itu Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Pasal 77 KUHAP ini tidak
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang tidak dimaknai
mencakup sah atau tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan dan
penyitaan. Dengan kata lain, penetapan tersangka setelah dikeluarkannya
Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai sah atau tidaknya penetapan
tersangka, penggeledahan dan penyitaan menjadi objek praperadilan.21
Pengajuan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap Undang-undang Dasar Negara
20 Bahari Adib, 2009, Komisi Pemberantasan Korupsi dari A sampai Z, Jakarta, Pustaka Yustisia,
hlm. 32 21 Tersedia di https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150428163639-12-49799/mk-putuskan-
penetapan-tersangka-masuk-objek-praperadilan, diakses hari Sabtu 23 September 2016, pukul 14.00
WIB
Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019
24
Republik Indonesia Tahun 1945 memuat tentang keabsahan penetapan
tersangka, penggeledahan dan penyitaan. Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 yang akhirnya secara
normative memperluas wewenang praperadilan yaitu penetapan tersangka,
penggeledahan dan penyitaan. Salah satu Amar Putusan Mahkamah
Konstitusi ini menyatakan bahwa Pasal 77 huruf (a) bertentangan dengan
UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka,
penggeledahan, dan penyitaan. Adapun Pernyataan dalamPasal 77 huruf (a)
KUHAP,yaitu:“Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan
memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini
tentang: sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian
penyidikan atau penghentian penuntutan”.
Artinya, jika dalam Pasal 77 huruf (a) KUHAP mengatur
kewenangan praperadilan hanya sebatas pada sah atau tidaknya
penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penuntutan. Maka
melalui putusan ini, Mahkamah Konstitusi memperluas ranah praperadilan
termasuk sah atau tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan dan
penyitaan. Mahkamah konstitusi membuat putusan ini dengan
mempertimbangkan Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa
Indonesia adalah negara hukum, sehingga asas due process of law harus
dijunjung tinggi oleh seluruh pihak lembaga penegak hukum demi
menghargai hak asasi seseorang.
Menurut Mahkamah Konstitusi, KUHAP tidak memiliki check and
balance system atas tindakan penetapan tersangka oleh penyidik karena
tidak adanya mekanisme pengujian atas keabsahan perolehan alat bukti.
“Hukum Acara Pidana Indonesia belum menerapkan prinsip due process of
law secara utuh karena tindakan aparat penegak hukum dalam mencari dan
menemukan alat bukti tidak dapat dilakukan pengujian keabsahan
Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019
25
perolehannya,” ujar Hakim Konstitusi Anwar Usman membacakan
Pertimbangan Hukum.22
Penambahan objek kewenangan praperadilan tentang sah tidaknya
penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan sebagaimana telah
diuraikan perkembangannya melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
21/PUU-XII/2014 menjadikan objek tersebut termasuk dalam objek
kewenangan praperadilan. Dasar penambahan objek tersebut adalah
sebagai bentuk pengawasan terhadap tindakan kesewenang-wenangan
penyidik dalam menetapkan status tersangka yang tidak sesuai prosedur
sebagaimana tercantum dalam KUHAP. Dalam perkembangannya, banyak
peristiwa yang menjadi dasar penambahan objek kewenangan praperadilan
ini di antaranya yang paling mendasar adalah tindak penyidik yang
memutar balikan prosedur dalam KUHAP khususnya dalam hal
penyidikan, dimana seharusnya dalam proses penyidikan mengumpulkan
bukti-bukti untuk menemukan tersangka namun dalam beberapa peristiwa
tersangka ditetapkan terlebih dahulu untuk menemukan barang bukti. Hal
ini lah yang dijadikan dasar oleh mahkamah konstitusi untuk membentuk
norma yang memperluas wewenang praperadilan termasuk menguji sah
atau tidaknya penetapan tersangka.
5. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah lembaga
(tinggi) negara yang baru yang sederajat dan sama tinggi
kedudukannya dengan Mahkamah Agung (MA). Menurut ketentuan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasca
Perubahan Keempat (Tahun 2002), dalam struktur kelembagaan
Republik Indonesia terdapat (setidaknya) 9 (sembilan) buah organ
negara yang secara langsung menerima kewenangan langsung dari
Undang-Undang Dasar. Kesembilan organ tersebut adalah (i) Dewan
22Tersedia di
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Berita&id=10796#.WJKeJST1
zE8 di akses Sabtu 23 September 2017, pukul 14.00 WIB
Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019
26
Perwakilan Rakyat, (ii) Dewan Perwakilan Daerah, (iii) Majelis
Permusyawaratan Rakyat, (iv) Badan Pemeriksa Keuangan, (v)
Presiden, (vi) Wakil Presiden, (vii) Mahkamah Agung, (viii)
Mahkamah Konstitusi, dan (ix) Komisi Yudisial.23
Mahkamah Konstitusi dibentuk untuk menjamin agar konstitusi
sebagai hukum tertinggi dapat ditegakkan sebagaimana mestinya.
Karena itu, Mahkamah Konstitusi biasa disebut sebagai The guardian
of the constitution seperti sebutan yang dinisbatkan kepada Mahkamah
Agung Amerika Serikat karena tidak ada Mahkamah Konstitusi maka
Mahkamah Agung-lah yang disebut sebagai The guardian Of
American Contitution.24
Jimly Asshiddiqie menjelaskan bahwa Pembentukan Mahkamah
Konstitusi pada setiap Negara memiliki latar belakang yang beragam,
namun secara umum adalah berawal dari suatu perubahan politik
kekuasaan yang otoriter menuju demokratis, sedangkan keberadaan
Mahkamah Konstitusi lebih untuk menyelesaikan konflik
antarlembaga yang demokratis tidak bisa dihindari munculnya
pertentangan antar lembaga. Selain itu, adanya kekosongan pengaturan
pengujian (judicial review) terhadap undang-undang secara tidak
lansung telah menguntungkan kekuasaan karena produk perundang-
undangnya tidak akan ada yang menganggu gugat, dan karenanya
untuk menjamin bahwa penyusunan peraturan perundang-undangan
akan selaras dengan konstitusi harus ditentukan mekanisme untuk
mengawasinya melalui hak menguji.
Berdasarkan ketentuan Pasal 24C Ayat (3) perubahan Ketiga
UUD 1945, Mahkamah Konstitusi mempunyai Sembilan orang
anggota hakim Konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden , yang
23 Tersedia di: http://www.jimlyschool.com/read/analisis/238/kedudukan-mahkamah-
konstitusi-dalam-struktur-ketatanegaraan-indonesia/, diakses pada Rabu, 10 Juli 2019 24 Jimly Asshiddiqie, 2006, Sengketa Kewenangan antar Lembaga Negara, Konstitusi:
Jakarta, hlm.103.
Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019
27
diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, Dewan
Perwakilan rakyat dan Presiden.27Menurut Riris Katrina pada Pasal
24C Ayat 3 Perubahan Ketiga UUD 1945, dapat dilihat yakni; (i)
Jumlah hakim konstitusi, (ii) penetapan hakim konstitusi dan (iii)
proses pengajuan hakim konstitusi.25
Sebagai sebuah lembaga yang telah ditentukan dalam UUD,
kewenangan Mahkamah Konstitusi juga diberikan dan diatur dalam
UUD. Kewenangan yang mengekslusifkan dan membedakan
Mahkamah Konstitusi dari lembaga-lembaga lain. Wewenang
Mahkamah Konstitusi secara khusus diatur dalam Pasal 24C ayat (1)
UUD 1945 jo. Pasal 10 Ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi yang menyatakan: (1) Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD; (2)
Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD. Misalnya, usul pemberhentian presiden dan/atau
wapres oleh DPR kepada MPR apabila presiden dan/atau wapres
terbukti melakukan pelanggaran hukum sebagaimana diatur dalam
Pasal 7A UUD 1945; (3) Memutus pembubaran partai politik; dan (4)
Memutus perselisihan tentang hasil pemilu.26
Keberadaan Mahkamah Konstitusi (Constitution Court) dalam
dunia ketatanegaraan memang merupakan perkembangan baru.MK
menjadi trend terutama di negara-negara yang baru mengalami
perubahan rezimdari otoritarian ke demokrasi.Secara teoritik, MK
dibentuk dengan maksud agar berfungsi sebagai lembaga yang memiliki
otoritas di dalam menafsirkan konstitusi, menyelesaikan sengketa antar
lembaga negara yang sumber kewenangannya dari konstitusi dan
25 Hariadi Didit, 2003, Mahkamah Konstitusi: Lembaga Negara Baru Pengawal Konstitusi, Agarino Abadi: Jakarta, hlm 52-53.
26Tutik Triwulan,2010, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Kencana: Jakarta, hlm 223.
Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019
28
memberikan putusan mengenai presiden dan atau wakil presiden. Selain
itu MK juga berperan di dalam melakukan proses “judicialization of
politics” suatu proses untuk menguji bagaimana tindakan-tindakan badan
legislatif dan eksekutif sesuai dengan konstitusi.
Secara umum dapat dikatakan bahwa keberadaan lembaga
Mahkamah Konstitusi ini merupakan fenomena baru dalam dunia
ketatanegaraan.Sebagian besar negara-negara demokrasi yang sudah
mapan, tidak mengenal lembaga Mahkamah Konstitusi yang berdiri
sendiri.Sampai sekarang baru ada 78 negara yang membentuk mahkamah
ini secara tersendiri.Fungsinya biasanya dicakup dalam fungsi “Supreme
Court” yang ada di setiap negara.Salah satu contohnya ialah Amerika
Serikat. Fungsi-fungsi yang dapat dibayangkan sebagai fungsi
Mahkamah Konstitusi seperli “judicial review” dalam rangka menguji
konstitusionalitas suatu undang-undang, baik dalam arti formil ataupun
dalam arti pengujian materiil, dikaitkan langsung dengan kewenangan
Mahkamah Agung (Supreme Court).27
27 Tersedia di: http://avivsyuhada.wordpress.com/2012/06/23/mahkamah-konstitusi/,
diakses pada Rabu 10 Juli 2019
Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019
29
C. Kerangka Pemikiran
BAB III
Latar belakang masalah:
Dalam amar putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 21/PUU-
XII/2014, Mahkamah Konstitusi
telah menetapkan objek
praperadilan baru yaitu mengenai
sah atau tidaknya penetapan
tersangka, penggeledahan dan
penyitaan. Hal inilah yang
dianggap para pelaku tindak
pidana, khususnya korupsi sebagai
“celah” yang bisa dimanfaatkan
oleh mereka untuk bisa terhindar
dari proses hukum dengan
mengajukan praperadilan.
PANCASILA
Peraturan Perundang-
undangan:
1)Undang-undang Dasar
Tahun 1945
2)Undang-undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-undang Hukum Acara
Pidana
3)Undang-undang Nomor 28
Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme
4)Undang-undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-
undang Nomor 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi
5)Undang-undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang
Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan
Kehakiman Republik
Indonesia
Rumusan Masalah
1. Bagaimana pertimbangan
hukum hakim dalam Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor
21/PUU-XII/2014?
2. Bagaimana akibat hukum
yang ditimbulkan dari
keluarnya Mahkamah
Konstitusi Nomor 21/PUU-
XII/2014 terhadap
pemberantasan tindak pidana
korupsi di Indonesia ?
Landasan Teori
1. Praperadilan
2. Tindak Pidana Korupsi
3. Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK)
4. Putusan MK Nomor
21/PUU-XII/2014
Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019