bab ii tinjauan pustaka a. hasil penelitian terdahulu tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/reza...

25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 1 Hasil Penelitian Terdahulu No Nama Judul Rumusan Masalah Hasil Penelitian 1 Roma doni Analisis Putusan Praperadil an Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Apa dasar hukum yang digunakan oleh kedua hakim dalam memutuskan putusan perkara No.4/Pen.Pid/Prap/ 2015/PN Jkt Sel dan No. 2 /Pid/Prap/2015/PN. Pwt? 2. Bagaimana analisis atas putusan perkara No.4/Pen.Pid/Prap/ 2015/PN Jkt Sel dan No. 2 /Pid/Prap/2015/PN. Pwt? 1. Hal yang paling mendasar dalam masalah ini adalah tuntutan yang diajukan dalam sidang praperadilan tersebut tidak ada dalam Pasal 77 KUHAP, yaitu mengenai sah/tidaknya penetapan seseorang sebagai tersangka. Sementara dalam putusan No. 2 /Pid/Prap/2015/P N.Pwt, hakim berpendapat mengenai sah/tidaknya penetapan tersangka menurutnya tidak termasuk wewenang praperadilan. Menurutnya wewenang praperadilan hanya 5 poin saja. Dalam hal ini, penetapan tersangka tidak termasuk kedalam Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019

Upload: others

Post on 20-Jan-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/Reza Rachmat Yusdinsyah_BAB... · 2019. 11. 4. · dan penyitaan. 3. Hambatan utama dalam

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil Penelitian Terdahulu

Tabel 1 Hasil Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Rumusan Masalah Hasil Penelitian

1 Roma

doni

Analisis

Putusan

Praperadil

an Dalam

Penegakan

Hukum

Tindak

Pidana

Korupsi

1. Apa dasar hukum

yang digunakan

oleh kedua hakim

dalam memutuskan

putusan perkara

No.4/Pen.Pid/Prap/

2015/PN Jkt Sel

dan No. 2

/Pid/Prap/2015/PN.

Pwt?

2. Bagaimana analisis

atas putusan

perkara

No.4/Pen.Pid/Prap/

2015/PN Jkt Sel

dan No. 2

/Pid/Prap/2015/PN.

Pwt?

1. Hal yang paling

mendasar dalam

masalah ini

adalah tuntutan

yang diajukan

dalam sidang

praperadilan

tersebut tidak

ada dalam Pasal

77 KUHAP,

yaitu mengenai

sah/tidaknya

penetapan

seseorang

sebagai

tersangka.

Sementara dalam

putusan No. 2

/Pid/Prap/2015/P

N.Pwt, hakim

berpendapat

mengenai

sah/tidaknya

penetapan

tersangka

menurutnya

tidak termasuk

wewenang

praperadilan.

Menurutnya

wewenang

praperadilan

hanya 5 poin

saja. Dalam hal

ini, penetapan

tersangka tidak

termasuk

kedalam

Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/Reza Rachmat Yusdinsyah_BAB... · 2019. 11. 4. · dan penyitaan. 3. Hambatan utama dalam

6

wewenang

praperadilan

2. Dalam kasus ini

kemudian

menjadi motivasi

bagi tersangka

tindak pidana

korupsiyang

ditangani oleh

KPK untuk

mencari

perutungan

dengan alasan

terkait penetapan

ter

Sangka.

2 Tetuko

Radiet

Pramu

dita

Praperadil

an

Sebagai

Upaya

Kontrol

Bagi

Penyidik

Dalam

Perkara

Pidana

1. Bagaimana

kebijakan

formulatif tentang

praperadilan di

dalam hukum

Indonesia?

2. Bagaimana praktik

praperadilan

dengan fungsi

penyidik?

3. Apa hambatan-

hambatan

praperadilan dalam

mewujudkan suatu

keadilan hukum?

1. Kebijakan

formulatif

tentang

praperadilan di

dalam hukum

Indonesia

termuat dalam

pasal 77-83

KUHAP.

2. Praktik

praperadilan di

Indonesia pada

awalnya

ditujukan untuk

melindugi hak

bagi tersangka.

Fungsi penyidik

dalam praktik

praperadilan

diantaranya:

a. Melakukan

tindakan

petama pada

tempat

kejadian,

b. Melakukan

penangkapa

n,

penahanan,

Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/Reza Rachmat Yusdinsyah_BAB... · 2019. 11. 4. · dan penyitaan. 3. Hambatan utama dalam

7

penggeledah

an dan

penyitaan

c. Melakukan

pemeriksaan

dan

penyitaan.

3. Hambatan utama

dalam

praperadilan

dalam

mewujudkan

suatu keadilan

hukum adalah

menganai

lamanya suatu

perkara ditangani

yang membuat

terwujudnya

suatu keadilan

terhambat.

3 Lilis

Febriy

anti

Penolakan

Permohon

an

Praperadil

an

Tentang

Tidak

Sahnya

Penahanan

1. Bagaimana dasar

pertimbangan

hkum hakim yang

menolak

permohonan

praperadilan pada

Putusan Nomor:

01./Pid.Pra/2011/P

N.Pwt?

2. Apakah penolakan

permohonan

praperadilan pada

Putusan Nomor:

01./Pid.Pra/2011/P

N.Pwt?

1. Dasar

pertimbangan

hakim dalam

penetapan yang

menolak

permohonan

praperadilan

Nomor:

01./Pid.Pra/2011/

PN.Pwt. dalil

yang dipakai

pemohon sebagai

alasan

permintaan

pemeriksaan

praperadilan

adalah pendapat

pribadi dan

merupakan dalil

yang bersifat

subyektif.

Sehingga dasar

hukum dalam

mengajukan

pemohonan

Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/Reza Rachmat Yusdinsyah_BAB... · 2019. 11. 4. · dan penyitaan. 3. Hambatan utama dalam

8

praperadilan

tidak relevan

dengan ketentuan

tentang

praperadilan

sebagaiman

diatur dalam

KUHAP.

2. Ditolaknya

pemohonan

prapperadilan

pada Putusan

Nomor:

01./Pid.Pra/2011/

PN.Pwt yang

diajukan oleh

pemohon SK

mengenai

penahanannya

dalam tidak

pidana ini sudah

sesuai dengan

ketentuan

KUHAP. Kareena

terpenuhinya

syarat subyektif

sebagaimana

diatur dalalam

Pasal 21 ayat (1)

KUHAP dan

syarat obyektif

yang diatur dalam

Pasal 21 ayat (4)

KUHAP.

4 Andi

Hiday

at Nur

Putra

Kewenang

an

Pengadila

n

Memeriks

a dan

Memutus

Gugatan

Praperadil

1. Apa dasar

kewenangan

pengadilan

memriksa dan

memutus gugatan

praperadilan

tentang tidak

sahnya penetapan

tersangka?

1. Putsan

praperadilan yang

menyimpang dari

kewenangan

praperadilan yang

telah diatur dalam

KUHAP akan

menmbulkan

ketidakpastian

Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/Reza Rachmat Yusdinsyah_BAB... · 2019. 11. 4. · dan penyitaan. 3. Hambatan utama dalam

9

an

Tentang

Tidak

Sahnya

Penetapan

Tersangka

2. Bagaiman

akekuatan hukum

dari putusan

praperdilan tentang

tida k sahnya

penetapan

tersangka?

3. Apakah mungkin

pengajuan upaya

hukum atas putusan

praperadilanyang

keliru/diluar batas

kewenangan?

hukum.

2. Terhadap Putusan

praperadilan yang

keliru/dluar batas

kewenangan tidak

dapat dilakukan

upaya hukum.

Pemeriksaan

praperadilan

hanya terkait

prosedur dari

tindakan yang

dilakukan

penyidik dan

penuntut umum

belum menyentuh

pokok perkara.

Apabila

dilakukan upaya

hukum akan

mengakibatkan

penyelesaian

perkara akan

semakin lama dan

berlarut-larut

karena pihak

yang tidak terima

akan putusan

praperadilan

tersebutakan

melakukan

perlawanan ke

tingkat

pengadilan yang

lebih tinggi.

3. Bahwa tidak

adanya

mekanisme upaya

hukum atas

putusan

praperadilan

menjadikan

pemeriksaan

praperadilan

adalah

pemeriksaan

Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/Reza Rachmat Yusdinsyah_BAB... · 2019. 11. 4. · dan penyitaan. 3. Hambatan utama dalam

10

tingkat pertama

dan akhir,

sehingga putusan

praperadilan

tentang

sah/tidaknya

penetapan

tersangka bersifat

final, memiliki

kekuatan hukum

mengikat dan

wajib

dilaksanakan.

Dalam penelitian diatas terdapat beberapa persamaan dan

perbedaan dengan penelitian ini. Persamaan yang terdapat antara

penelitian-penelitian diatas adalah mengenai objek penelitian, yaitu

praperadilan. Adapun perbedaan yang terdapat antara penelitian-penelitian

diatas dengan penelitian ini ialah mengenai subjek penelitiannya. Dalam

penelitian ini subjek penelitiannya adalah terhadap upaya pemberantasan

tindak pidana korupsi dengan mengkhususkan pada putusan MK Nomor

21/PUU-XII/2014.

B. Landasan Teori

1. Praperadilan

Praperadilan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh

Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus tentang keabsahan

penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, penghentian

penuntutan dan memutus permintaan ganti kerugian serta rehabilitasi

yang perkara pidanannya tidak dilanjutkan ke muka sidang pengadilan

negeri atas permintaan tersangka atau terdakwa atau pelapor atau

keluarganya dan atau penasehat hukumnya.2

Praperadilan hanyalah wewenang tambahan yang diberikan

kepada Pengadilan Negeri serta diberikan wewenang untuk memeriksa

2 Mochamad Anwar, 1998, Praperadilan, Jakarta, Ind-Hil-Co, Hlm. 25

Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/Reza Rachmat Yusdinsyah_BAB... · 2019. 11. 4. · dan penyitaan. 3. Hambatan utama dalam

11

dan memutus permasalahan atau kasus yang terjadi dalam penggunaan

wewenang upaya paksa yang dilakukan oleh Penyidik dan Penuntut

Umum. Dalam perkara praperadilan biasanya adadua pihak, yaitu

pihak Pemohon dan pihak Termohon. Pihak pemohon adalah

tersangka, keluarga maupun kuasa hukumnya. Sedangkan pihak

termohonadalah penyidik atau jaksa penuntut umum. Pihak pemohon

merasa ada aturan ataupun haknya merasa dirugikan oleh Penyidik

maupun Jaksa Penuntut Umum, kemudian pemohon mengajukan hal

ini ke lembaga praperadilan dalam penyelesaian perkara pidananya

yang merasa haknya dirugikan oleh termohon.

Menurut Pasal 1 butir (10) KUHAP menyatakan Praperadilan

adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus

menurut cara yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang:

a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas

permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa

tersangka;

b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian

penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;

c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau

keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak

diajukan ke pengadilan. Praperadilan tidak diatur di dalam ketentuan

HIR(Herziene Inlands Reglement).3

Acara praperadilan untuk ketiga hal, yaitu pemeriksaan sah

atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan (Pasal 79 KUHAP),

pemeriksaan sah tidaknya suatu penghentian penyidikan atau

penuntutan (Pasal 80 KUHAP), pemeriksaan tentang ganti kerugian

dan/atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan

3R. Soeparmono, 2003, Praperadilan dan Penggabungan Perkara Ganti Kerugian dalam KUHAP, Bandung, Mandar Maju, Hlm. 6

Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/Reza Rachmat Yusdinsyah_BAB... · 2019. 11. 4. · dan penyitaan. 3. Hambatan utama dalam

12

atau akibat sahnya penghentian penyidikan (Pasal 81 KUHAP)

ditentukan beberapa hal berikut:

a. Tiga hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk

menetapkan hari sidang;

b. Memeriksa dan memutus tentang sah tidaknya penangkapan atau

penahanan, sah tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan,

permintaan ganti kerugian dan/atau rehabilitasi akibat sah tidaknya

penangkapan atau penahanan, akibat sah tidaknya penghentian

penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak

termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik

tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang berwenang;

c. Pemeriksaan tersebut dilaksanakan secara cepat dan selambat-

lambatya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya;

d. Perkara yang sudah mulai diperiksa oleh Pengadilan Negeri,

sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan

belum selesai maka permintaan tersebut gugur;

e. Putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup

kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan praperadilan lagi pada

tingkat pemeriksaan oleh Penuntut Umum, jika itu diajukan

permintaan baru( semua yang tersebut pada butir a sampai e ini diatur

dalam pasal 82 ayat (1) KUHAP);

f. Putusan hakim dalam acara pemeriksaan praperadilan dalam ketiga

hal tersebut harus memuat dengan jelas dasar dan alasannya (Pasal 82

ayat (2) KUHAP);

Selain daripada yang tersebut pada butir 6, putusan hakim

ini memuat pula diantaranya:

1) Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau

penahanan tidak sah maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada

tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan

tersangka;

Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/Reza Rachmat Yusdinsyah_BAB... · 2019. 11. 4. · dan penyitaan. 3. Hambatan utama dalam

13

2) Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan

atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap

tersangka wajib dilanjutkan;

3) Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau

penahanan tidak sah maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya;

4) Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang

tidak termasuk alat pembuktian maka dalam putusan dicantumkan

bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka

atau dari siapa benda itu disita.

Setiap hal yang baru, tentunya mempunyai suatu maksud dan

tujuan atau motivasi tertentu. Pasti ada yang hendak dituju dan dicapai.

Tidak ada sesuatu yang ingin diciptakan tanpa didorong oleh maksud

dan halnya dengan pelembagaan praperadilan. Maksud dan tujuan

yang hendak ditegakkan dan dilindungi,4 yaitu:

a. Perlindungan hak-hak asasi manusia, terutama mereka yang terlibat

dalam perkara pidana, khususnya pada tahap penyidikan dan

penuntutan;

b. Alat kontrol terhadap penyidik atau penuntut umum terhadap

penyalahgunaan wewenang olehnya.

Tindakan upaya paksa yang dikenakan instansi penegak hukum

merupakan pengurangan dan pembatasan kemerdekaan hak asasi

tersangka, tindakan itu harus dilakukan secara bertanggung jawab

menurut ketentuan hukum dan Undang-undang yang berlaku (due

process of law). Prinsip yang terkandung pada praperadilan bermaksud

dan bertujuan guna melakukan tindakan pengawasan horizontal untuk

mencegah tindakan hukum upaya paksa yang berlawanan dengan

Undang-Undang.

4 M.Yahya Harahap, 2010, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, Sinar Grafika, Jakarta, Hlm. 3

Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/Reza Rachmat Yusdinsyah_BAB... · 2019. 11. 4. · dan penyitaan. 3. Hambatan utama dalam

14

Berdasarkan dari segi struktur dan susunan peradilan,

praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri. Bukan

pula sebagai instansi tingkat peradilan yang mempunyai wewenang

dalam memberi putusan akhir atas suatu kasus peristiwa pidana.

Praperadilan hanya suatu lembaga baru yang ciri dan eksistensinya

sebagai berikut:

a. Berada dan merupakan kesatuan yang melekat pada Pengadilan Negeri

dan sebagai lembaga pengadilan, hanya dijumpai pada tingkat

Pengadilan Negeri sebagai satuan tugas yang tidak terpisah dari

Pengadilan Negeri;

b. Praperadilan bukan berada di luar atau di samping maupun sejajar

dengan Pengadilan Negeri, tapi hanya merupakan divisi dari

Pengadilan Negeri, administratif yustisial, personil, peralatan dan

finansial bersatu dengan Pengadilan Negeri, dan berada di bawah

pimpinan serta pengawasan dan pembinaan Ketua Pengadilan Negeri;

c. Tata laksana fungsi yustisialnya merupakan bagian dari fungsi

yustisial Pengadilan Negeri itu sendiri.

KUHAP tidak bertitik tolak pada orientasi kekusaan. Fungsi,

wewenang dan kekuasaan yang diberikan KUHAP kepada masing-

masing jajaran aparat penegak hukum, diseimbangkan dengan

pemberian hak yang sah dan legal kepada setiap tersangka atau

terdakwa. Ini harus benar-benar diresapi oleh semua jajaran aparat

penegak hukum. Bahwa dominannya asas keseimbangan sebagai titik

sentral dalam KUHAP merupakan keinginan dan tujuan pembuat

Undang-undang untuk membatasi penumpukan kekuasaan.5

Pengadilan melalui lembaga praperadilan ikut memainkan

peranan dalam membatasi kecenderungan penyalahgunaan dan

kecongkalan kekuasaan yang dilakukan aparat penyidik atau penuntut

umum. Wewenang pertama yang telah diberikan oleh KUHAP yang

5 M.Yahya Harahap, 2008, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, Jakarta, Sinar Grafika, Hlm.8

Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/Reza Rachmat Yusdinsyah_BAB... · 2019. 11. 4. · dan penyitaan. 3. Hambatan utama dalam

15

memeriksa dan memutus sah atau tidaknya suatu penangkapan atau

penahanan yang dilakukan oleh penyidik. Dalam hal penangkapan,

seseorang dapat mengajukan pemeriksaan kepada praperadilan tentang

ketidakabsahan penangkapan yang dilakukan terhadap dirinya. M.

Yahya Harahap menjelaskan kriteria suatu penangkapan dianggap

tidak sah, yaitu:

a. Apabila dalam melakukan penangkapan, seorang penyidik tidak

menyertakan surat tugas dan surat perintah penangkapan untuk

diperlihatkan kepada tersangka, selain itu jika tembusan surat

penangkapan tidak diberikan kepada pihak keluarganya;

b. Apabila batas waktu penangkapan lewat satu hari maka dapat

dimintakan pemeriksaan kepada praperadilan.

Pasal 79 dan Pasal 80 KUHAP mengatur hal mengenai yang

berwenang mengajukan praperadilan, yaitu menjelaskan:

Pasal 79 KUHAP:“Permintaan pemeriksaan tentang sah atau

tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka,

keluarganya atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan

menyebutkan alasannya”.

Pasal 80 KUHAP:“Pemeriksaan untuk memeriksa sah atau

tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan

oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang

berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan

alasannya”.

Berdasarkan pasal-pasal tersebut dapat disimpulkan yang

berhak mengajukan praperadilan adalah:

a. Tersangka, keluarga atau kuasa hukumnya;

b. Penyidik atau penuntut umum;

c. Pihak ketiga yang berkepentingan.6

Demi tegaknya the rule of law, maka siapapun yang bersalah

harus dihukum.Demikian juga apabila penyidik ataupun penuntut

6 Tri Andrisman, 2010, Hukum Acara Pidana, Bandar Lampung: Buku Ajar, hlm.48

Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/Reza Rachmat Yusdinsyah_BAB... · 2019. 11. 4. · dan penyitaan. 3. Hambatan utama dalam

16

umum salah dalam menjalankan tugas penyidikan ataupun penuntutan

akan dapat dituntut oleh mereka yangdirugikan (baik tersangka

maupun pihak ketiga) selama penyidikan ataupun penuntutan itu

berlangsung.7

Dampak hukum yang ditimbulkan bagi tersangka terhadap

adanya gugatan praperadilan bergantung pada putusan praperadilan

yang dijatuhkan oleh hakim, obyek gugatanya sebagaimana yang

dijelaskan di Pasal 79 dan Pasal 80 KUHAP, dan pada putusanya

dimenangkan oleh tersangka, maka akan timbul dampak hukum yang

meliputi dampak positif maupun negatif. Adapun dampak hukum

positif bagi tersangka sebagaimana yang dijelaskan pada pasal 82 ayat

(3) poin a & d KUHAP yaitu bila yang dipraperadilan terkait dengan

sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan dan hakim pada

putusanya menetapkan dimenangkan oleh pihak tersangka, maka

penyidik harus membebaskan tersangka, bila yang dipraperadilankan

terkait dengan SP3, dan dalam putusanya menetapkan bahwa

penghentian penyidikan yang dilakukan oleh penyidik tidak sah, maka

perkaranya akan dihentikan. Adapun dampak negatifnya adalah

sebagaiamana yang dijelaskan dalam pasal 82 ayat (3) point b tentang

penghentian penyidikan terhadap tersangka, bila SP3 dinyatakan sah

oleh Hakim, maka perkara pokok terhadap tersangka tetap berlanjut

sampai disidangkan dan mendapatkan putusan incraht.

Akibat Hukum terhadap proses pidana tersangka setelah

adanya pencabutan surat penghentian penyidikan bahwa penghentian

penyidikan secara normatif dengan jelas diterangkan dalam Pasal 109

ayat (2) KUHAP, dan adanya kesepakatan perdamain antar kedua

belah pihak tidak dapat dijadikan dasar untuk melakukan penghentikan

penyidikan, hal tersebut dikarenakan tidak memenuhi syarat untuk

melakukan penghentian penyidikan (SP3) sebagaimana yang

7 Anang Priyanto, 2012, Hukum Acara Pidana Indonesia, Yogyakarta, Ombak, hlm.55

Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/Reza Rachmat Yusdinsyah_BAB... · 2019. 11. 4. · dan penyitaan. 3. Hambatan utama dalam

17

tercantum dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP, maka de-ngan

dicabutnya SP3 oleh penyidik, akan berdampak dilanjutkanya kembali

proses penyidikan lanjutan terhadap perkara pidana tersangka.8

2. Tindak Pidana Korupsi

Korupsi dalam bahasa Latin disebut Corruptio–corruptus, dalam

bahasa Belanda disebut corruptie, dalam Bahasa Inggris disebut

corruption, dalam bahasa Sansekerta didalam Naskah Kuno Negara

Kertagama tersebut corrupt arti harfiahnya menunjukkan kepada perbuatan

yang rusak, busuk, bejat, tidak jujur yang disangkutpautkan dengan

keuangan.9

Pengertian korupsi dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999

sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTKP) tidak

disebutkan pengertian korupsi secara tegas. Pasal 2 Ayat (1)

menyebutkan:“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan

perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi

yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,

dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling

singkat 4 (empat) Tahun dan paling lama 20 (dua puluh) Tahun dan denda

paling sedikit Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)”.10

Berdasarkan pengertian korupsi dalam Pasal 2 Ayat (1) UUPTPK di

atas, dapat disimpulkan ada tiga unsur tindak pidana korupsi yaitu secara

melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang

lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan negara atau perekonomian

negara; Pasal 3 menyebutkan bahwa tindak pidana korupsi dilakukan

dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang

8 Mokhamad Muslimin, 2011, Fungsi dan Kewenangan Praperadilan, Semarang, Vol. 6 9 Sudarto, 1996, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung, Alumni, hlm. 115

10 Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi

Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/Reza Rachmat Yusdinsyah_BAB... · 2019. 11. 4. · dan penyitaan. 3. Hambatan utama dalam

18

ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan

keuangan negara atau perekonomian negara; dan memberi hadiah atau janji

kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang

melekat pada jabatan atau kedudukannya tersebut.

Korupsi secara umum diartikan sebagai perbuatan yang berkaitan

dengan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk kepentingan pribadi

dan/atau kelompok tertentu. Dengan demikian secara spesifik ada 3(tiga)

fenomena yang tercakup dalam istilah korupsi, yaitu penyuapan (bribery),

pemerasan (extraction), dan nepotisme (nepotism).11Kejahatan korupsi

pada hakikatnya termasuk ke dalam kejahatan ekonomi, hal ini bisa

dibandingkan dengan anatomi kejahatan ekonomi sebagai berikut:

1. Penyamaran atau sifat tersembunyi maksud dan tujuan kejahatan;

2. Keyakinan si pelaku terhadap kebodohan dan kesembronoan si korban;

3. Penyembunyian pelanggaran.12

Pidana khusus ini memuat ketentutan-ketentuan yang dari ketentuan

pidana umum yang menyangkut sekelompok orang atau perbuatan-

perbuatan tertentu. Khususan dari hukum pidana khusus dapat dilihat

adanya ketentuan mengenai dapat dipidana suatu perbuatan, ketentuan

tentang pidana dan tindakan dan mengenai dapat dituntutnya perbuatan.

Pidana khusus menunjuk kepada diferinisasi hukum pidana, suatu

kecenderungan yang bertentangan dengan adanya unifikasi dan ketentuan

umum dari hukum pidana khusus mempunyai tujuan dan fungsi sendiri,

akan tetapi azas-azas hukum pidana khususnya “tiada pidana tanpa

kesalahan” harus dihormati.

Berdasarkan tingkat intensitasnya, dapat dilihat apakah tindakan

korupsi itu berlangsung secara isolatif atau sistematik. Kategori lainnya

mencakup: korupsi besar-besaran dan kecil-kecilan, nasional dan lokal,

personal dan institusional, tradisional dan modern. Seluruh kategori dan

11 Syed Husein Alatas, 1983, Sosiologi Korupsi, Sebuah Penjelajahan Dengan Dara

Kontemporer,Jakarta,LP3ES, hlm.12 12 Barda Nawawi Arief dan Muladi, 1992, Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung, Alumni, hlm.56

Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/Reza Rachmat Yusdinsyah_BAB... · 2019. 11. 4. · dan penyitaan. 3. Hambatan utama dalam

19

tipologi itu sangat membantu untuk mengenali berbagai aspek korupsi:

penyebabnya, konsekuensi-konsekuensinya, dan caracara pemecahannya.

Strategi melawan korupsi dan membangun kemauan politik, dapat

dirumuskan berdasarkan pemahaman aspek tersebut dengan benar.

Sejumlah strategi itu mencakup pengembangan tiga hal: Pertama,

mengembangkan kemampuan mengartikulasikan berbagai konsekuensi

korupsi terhadap sistem ekonomi, politik dan sosial. Kemampuan ini

penting untuk melibatkan kelompok-kelompok kepentingan (interest

groups) agar membangun koalisi reformasi yang bertujuan membentuk

good governance. Kedua, mengembangkan pemahaman tentang

kepemimpinan politik dan birokrasi yang tidak konsisten membicarakan

soal korupsi.

Tujuannya untuk merubah peraturan-peraturan yang sifatnya

kolusif. Ketiga, mengembangkan kemampuan memobilisasi tuntutan-

tuntutan memberantas korupsi. Juga menjamin sustainability pimpinan

politik dan birokrasi agar melakukan kebijakan khusus dan perubahan

institusional yang diperlukan untuk memberantas korupsi.13

Menurut Philip ada tiga pengertian luas yang paling sering

digunakan dalam berbagai pembahasan tentang korupsi:

a. Korupsi yang berpusat pada kantor publik (public office-centered

corruption). Philip mendefinisikan korupsi sebagai tingkah laku dan

tindakan pejabat publik yang menyimpang dari tugas-tugas publik

formal yang tujuannya ntuk mendpatkan keuntungan pribadi.

b. Korupsi yang berpusat pada dampaknya terhadap kepentingan umum

(public interset-centered), dalam kerangka ini, korupsi sudah terjadi

ketika pemegang kekuasaan melakukan tindakan tertentu dari orang-

orang dengan suatu imbalan.

c. Korupsi yang berpusat pada pasar (market-centered), menurut

pengertian ini, individu atau kelompok menggunakan koruosi sebagai

13 Azyumardi Azra, 2002, Korupsi Dalam Perspektif Good Governance, Jurnal Kriminologi

Indonesia, Surakarta, Vol. 2

Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/Reza Rachmat Yusdinsyah_BAB... · 2019. 11. 4. · dan penyitaan. 3. Hambatan utama dalam

20

“lembaga” ekstra legal untuk mempengaruhi kebijakan dan tindakan

birokrasi. Hanya individu dan kelompok yang terlibat dalam proses

pembuatan keputusan yang lebih mungkin melakukan korupsi daripada

piha-pihak lain.14

Menurut Pasal 1 butir (14) KUHAP, “Tersangka adalah seorang

yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan

patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”. Tersangka dapat

diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu sebagai berikut:15

1) Tersangka yang kesalahannya sudah definitif atau dapat dipastikan

untuk tersangka tipe I ini, maka pemeriksaan dilakukan untuk

memperoleh pengakuan tersangka serta pembuktian yang menunjukkan

kesalahan tersangka selengkap-lengkapnya diperoleh dari fakta dan data

yang dikemukakan di depan sidang pengadilan;

2) Tersangka yang kesalahannya belum pasti untuk tersangka tipe II ini,

maka pemeriksaan dilakukan secara hati-hati melalui metode yang

efektif. Untuk dapat menarik keyakinan kesalahan tersangka, sehingga

dapat dihindari kekeliruan dalam menetapkan salah atau tidaknya

seseorang yang diduga melakukan.

Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP sebagai

masterpiece bangsa Indonesia memberikan perlindungan terhadap hak-hak

asasi manusia. Hak-hak yang dilindungi KUHAP terhadap ersangka atau

terdakwa antara lain:

a. Persamaan hak dan kedudukan serta kewajiban dihadapan hukum

(entitled without any discrimination to equal protection of the law);

b. Harus dianggap tidak bersalah dengan dasar-dasar:

1) presumption of innocent;

2) kesalahan seseorang harus dibuktikann dalam sidang yang bebas dan

jujur (fair trial);

14 Mark Philip, 1997, Defining Political Corruption, Political Studies, Vol 45, No. 3 15 Mujiyono, Agus Sri., 2009, Analisis Perlindungan Hukum Hak Tersangka Dan Potensi

Pelanggaran Pada Penyidikan Perkara Pidana, Skripsi. Surakarta : Universitas Sebelas

Maret, hlm. 17-18

Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/Reza Rachmat Yusdinsyah_BAB... · 2019. 11. 4. · dan penyitaan. 3. Hambatan utama dalam

21

3) persidangan harus terbuka untuk umum;

4) tanpa intervensi pemerintah/kekuatan politik. Terdakwa diadili

dalam peradilan yang mengemban independent judicial power

withoutencroachcments by government of political parties;

Penangkapan penahanan didasarkan bukti permulaan yang cukup

dan dibatasi secara limitatif.16

Menurut Jeremy Pope, upaya yang dapat dilakukan untuk dapat

mengurangi tindakan korupsi adalah dengan meningkatkan integritas

nasional. Memperkenalkan sistem integritas nasional di semua lapisan

masyarakat sangat penting bagi proses reformasi dan hendaknya dilakukan

secara berkesinambungan. Pendekatan ini penting agar tujuan

pembangunan dapat dicapai. Tujuan yang hendak dicapai melalui

pendekatan ini, hendaknya memperhatikan:

a. Pelayanan publik yang efisien dan efektif, dan menyumbang pada

pembangunan berkelanjutan,

b. Pemerintahan yang berjalan berdasarkan hukum, yang melindungi

warga masyarakat dari kekuasaan sewenang-wenang termasuk dari

pelanggaran hak asasi manusia,

c. Strategi pembangunan yang menghasilkan manfaat bagi negara secara

keseluruhan, termasuk rakyatnya yang palin miskin dan tidak berdaya,

bukan saja bagi para kaum elit.17

Gerak pembangunan yang hanya diprioritaskan pada kemajuan

ekonomi membuat rentan terjadinya praktik korupsi, bahkan pada gerakan

pembangunan tersebut yang umumnya terjadi secara sentarlistik. Menurut

Friedman dalam jurnalnya yang berjudul, a social science perspective,

mengungkapkan bahwa reformasi yang harus dilakukan harus mempunyai

arah-arah yang jelas dan langkah-langkah yang konkrit dan stratgis.

Mewujudkan negara hukum tidak saja diperlukan norma-norma hukum

16 M. Yahya Harahap, 1995, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Jilid I, Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm. 23 17 Chaerudin, 2008, Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi,

Bandung, PT Refika Aditarma, hlm.31

Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/Reza Rachmat Yusdinsyah_BAB... · 2019. 11. 4. · dan penyitaan. 3. Hambatan utama dalam

22

atau peraturan perundang-undangan sebagai substansi hukum, tetapi juga

diperlukan lembaga atau badan penggerak sebagai struktur hukum dengan

didukung oleh perilaku hukum seluruh komponen masyarakat sebagai

budaya hukum.18

3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Komisi pemberantasan korupsi (KPK) merupakan lembaga yang

dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002, yang

mempunyai tugas:

a. Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan

pemberantasan tindak pidana korupsi.

b. Melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan

pemberantasan tindak pidana korupsi.

c. Melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak

pidana korupsi.

d. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.

e. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.19

Instansi yang berwenang dalam pemberantasan korupsi termasuk

didalamnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawas

Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Komisi Pemeriksa Kekayaan

Penyelenggara Negara (KPKPN), inspektoratt pada departemen atau

lembagapemerintah nondepartemen.

Jadi, dengan demikian terdapat beberapa instansi yang mempunyai

lingkup tugas dan kewenangan kaitannya dengan upaya pemberanasan

korupsidi Indonesia. KPK dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya

bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Yang

dimaksud dengan “kekuasaan manapun” adalah kekuatan yang dapat

memengaruhi tugas dan wewenang KPK atau anggota komisi secara

individual dari pihak eksekutif, yudikatif, legislatif atau pihak-pihak lain

18 LM Friedman, 1975, The Legal System: A Social Science Perspective, Russel Sage

Foundation, New York, , Vol. 7 19 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi

Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/Reza Rachmat Yusdinsyah_BAB... · 2019. 11. 4. · dan penyitaan. 3. Hambatan utama dalam

23

yang terkait dengan perkara tindakpidana korupsi, atau keadaan dan situasi

ataupun dengan alasan apapun. Sedangkan wewenang KPK yaitu:

a. Mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak

pidana korupsi.

b. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak

pidana korupsi.

c. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana

korupsi kepada instansi yang terkait.

d. Melaksanakan dengar pedapat atau pertemuan dengan instansi yang

berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

e. Meminta laporan instansi terkait mengena pencegahan tindak pidana

korupsi.20

4. Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014

Pada bulan April 2015 Mahkamah Konstitusi (MK) telah

mengabulkan sebagian pengujian Undang-undang No 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana(KUHAP). Dalam

amar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, Mahkamah

Konstitusi telah menetapkan objek praperadilan baru yaitu mengenai sah

atau tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan. Selain

itu Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Pasal 77 KUHAP ini tidak

mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang tidak dimaknai

mencakup sah atau tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan dan

penyitaan. Dengan kata lain, penetapan tersangka setelah dikeluarkannya

Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai sah atau tidaknya penetapan

tersangka, penggeledahan dan penyitaan menjadi objek praperadilan.21

Pengajuan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap Undang-undang Dasar Negara

20 Bahari Adib, 2009, Komisi Pemberantasan Korupsi dari A sampai Z, Jakarta, Pustaka Yustisia,

hlm. 32 21 Tersedia di https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150428163639-12-49799/mk-putuskan-

penetapan-tersangka-masuk-objek-praperadilan, diakses hari Sabtu 23 September 2016, pukul 14.00

WIB

Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/Reza Rachmat Yusdinsyah_BAB... · 2019. 11. 4. · dan penyitaan. 3. Hambatan utama dalam

24

Republik Indonesia Tahun 1945 memuat tentang keabsahan penetapan

tersangka, penggeledahan dan penyitaan. Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 yang akhirnya secara

normative memperluas wewenang praperadilan yaitu penetapan tersangka,

penggeledahan dan penyitaan. Salah satu Amar Putusan Mahkamah

Konstitusi ini menyatakan bahwa Pasal 77 huruf (a) bertentangan dengan

UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka,

penggeledahan, dan penyitaan. Adapun Pernyataan dalamPasal 77 huruf (a)

KUHAP,yaitu:“Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan

memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini

tentang: sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian

penyidikan atau penghentian penuntutan”.

Artinya, jika dalam Pasal 77 huruf (a) KUHAP mengatur

kewenangan praperadilan hanya sebatas pada sah atau tidaknya

penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penuntutan. Maka

melalui putusan ini, Mahkamah Konstitusi memperluas ranah praperadilan

termasuk sah atau tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan dan

penyitaan. Mahkamah konstitusi membuat putusan ini dengan

mempertimbangkan Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa

Indonesia adalah negara hukum, sehingga asas due process of law harus

dijunjung tinggi oleh seluruh pihak lembaga penegak hukum demi

menghargai hak asasi seseorang.

Menurut Mahkamah Konstitusi, KUHAP tidak memiliki check and

balance system atas tindakan penetapan tersangka oleh penyidik karena

tidak adanya mekanisme pengujian atas keabsahan perolehan alat bukti.

“Hukum Acara Pidana Indonesia belum menerapkan prinsip due process of

law secara utuh karena tindakan aparat penegak hukum dalam mencari dan

menemukan alat bukti tidak dapat dilakukan pengujian keabsahan

Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/Reza Rachmat Yusdinsyah_BAB... · 2019. 11. 4. · dan penyitaan. 3. Hambatan utama dalam

25

perolehannya,” ujar Hakim Konstitusi Anwar Usman membacakan

Pertimbangan Hukum.22

Penambahan objek kewenangan praperadilan tentang sah tidaknya

penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan sebagaimana telah

diuraikan perkembangannya melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

21/PUU-XII/2014 menjadikan objek tersebut termasuk dalam objek

kewenangan praperadilan. Dasar penambahan objek tersebut adalah

sebagai bentuk pengawasan terhadap tindakan kesewenang-wenangan

penyidik dalam menetapkan status tersangka yang tidak sesuai prosedur

sebagaimana tercantum dalam KUHAP. Dalam perkembangannya, banyak

peristiwa yang menjadi dasar penambahan objek kewenangan praperadilan

ini di antaranya yang paling mendasar adalah tindak penyidik yang

memutar balikan prosedur dalam KUHAP khususnya dalam hal

penyidikan, dimana seharusnya dalam proses penyidikan mengumpulkan

bukti-bukti untuk menemukan tersangka namun dalam beberapa peristiwa

tersangka ditetapkan terlebih dahulu untuk menemukan barang bukti. Hal

ini lah yang dijadikan dasar oleh mahkamah konstitusi untuk membentuk

norma yang memperluas wewenang praperadilan termasuk menguji sah

atau tidaknya penetapan tersangka.

5. Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah lembaga

(tinggi) negara yang baru yang sederajat dan sama tinggi

kedudukannya dengan Mahkamah Agung (MA). Menurut ketentuan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasca

Perubahan Keempat (Tahun 2002), dalam struktur kelembagaan

Republik Indonesia terdapat (setidaknya) 9 (sembilan) buah organ

negara yang secara langsung menerima kewenangan langsung dari

Undang-Undang Dasar. Kesembilan organ tersebut adalah (i) Dewan

22Tersedia di

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Berita&id=10796#.WJKeJST1

zE8 di akses Sabtu 23 September 2017, pukul 14.00 WIB

Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/Reza Rachmat Yusdinsyah_BAB... · 2019. 11. 4. · dan penyitaan. 3. Hambatan utama dalam

26

Perwakilan Rakyat, (ii) Dewan Perwakilan Daerah, (iii) Majelis

Permusyawaratan Rakyat, (iv) Badan Pemeriksa Keuangan, (v)

Presiden, (vi) Wakil Presiden, (vii) Mahkamah Agung, (viii)

Mahkamah Konstitusi, dan (ix) Komisi Yudisial.23

Mahkamah Konstitusi dibentuk untuk menjamin agar konstitusi

sebagai hukum tertinggi dapat ditegakkan sebagaimana mestinya.

Karena itu, Mahkamah Konstitusi biasa disebut sebagai The guardian

of the constitution seperti sebutan yang dinisbatkan kepada Mahkamah

Agung Amerika Serikat karena tidak ada Mahkamah Konstitusi maka

Mahkamah Agung-lah yang disebut sebagai The guardian Of

American Contitution.24

Jimly Asshiddiqie menjelaskan bahwa Pembentukan Mahkamah

Konstitusi pada setiap Negara memiliki latar belakang yang beragam,

namun secara umum adalah berawal dari suatu perubahan politik

kekuasaan yang otoriter menuju demokratis, sedangkan keberadaan

Mahkamah Konstitusi lebih untuk menyelesaikan konflik

antarlembaga yang demokratis tidak bisa dihindari munculnya

pertentangan antar lembaga. Selain itu, adanya kekosongan pengaturan

pengujian (judicial review) terhadap undang-undang secara tidak

lansung telah menguntungkan kekuasaan karena produk perundang-

undangnya tidak akan ada yang menganggu gugat, dan karenanya

untuk menjamin bahwa penyusunan peraturan perundang-undangan

akan selaras dengan konstitusi harus ditentukan mekanisme untuk

mengawasinya melalui hak menguji.

Berdasarkan ketentuan Pasal 24C Ayat (3) perubahan Ketiga

UUD 1945, Mahkamah Konstitusi mempunyai Sembilan orang

anggota hakim Konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden , yang

23 Tersedia di: http://www.jimlyschool.com/read/analisis/238/kedudukan-mahkamah-

konstitusi-dalam-struktur-ketatanegaraan-indonesia/, diakses pada Rabu, 10 Juli 2019 24 Jimly Asshiddiqie, 2006, Sengketa Kewenangan antar Lembaga Negara, Konstitusi:

Jakarta, hlm.103.

Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/Reza Rachmat Yusdinsyah_BAB... · 2019. 11. 4. · dan penyitaan. 3. Hambatan utama dalam

27

diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, Dewan

Perwakilan rakyat dan Presiden.27Menurut Riris Katrina pada Pasal

24C Ayat 3 Perubahan Ketiga UUD 1945, dapat dilihat yakni; (i)

Jumlah hakim konstitusi, (ii) penetapan hakim konstitusi dan (iii)

proses pengajuan hakim konstitusi.25

Sebagai sebuah lembaga yang telah ditentukan dalam UUD,

kewenangan Mahkamah Konstitusi juga diberikan dan diatur dalam

UUD. Kewenangan yang mengekslusifkan dan membedakan

Mahkamah Konstitusi dari lembaga-lembaga lain. Wewenang

Mahkamah Konstitusi secara khusus diatur dalam Pasal 24C ayat (1)

UUD 1945 jo. Pasal 10 Ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi yang menyatakan: (1) Mahkamah Konstitusi

berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang

putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD; (2)

Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya

diberikan oleh UUD. Misalnya, usul pemberhentian presiden dan/atau

wapres oleh DPR kepada MPR apabila presiden dan/atau wapres

terbukti melakukan pelanggaran hukum sebagaimana diatur dalam

Pasal 7A UUD 1945; (3) Memutus pembubaran partai politik; dan (4)

Memutus perselisihan tentang hasil pemilu.26

Keberadaan Mahkamah Konstitusi (Constitution Court) dalam

dunia ketatanegaraan memang merupakan perkembangan baru.MK

menjadi trend terutama di negara-negara yang baru mengalami

perubahan rezimdari otoritarian ke demokrasi.Secara teoritik, MK

dibentuk dengan maksud agar berfungsi sebagai lembaga yang memiliki

otoritas di dalam menafsirkan konstitusi, menyelesaikan sengketa antar

lembaga negara yang sumber kewenangannya dari konstitusi dan

25 Hariadi Didit, 2003, Mahkamah Konstitusi: Lembaga Negara Baru Pengawal Konstitusi, Agarino Abadi: Jakarta, hlm 52-53.

26Tutik Triwulan,2010, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Kencana: Jakarta, hlm 223.

Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/Reza Rachmat Yusdinsyah_BAB... · 2019. 11. 4. · dan penyitaan. 3. Hambatan utama dalam

28

memberikan putusan mengenai presiden dan atau wakil presiden. Selain

itu MK juga berperan di dalam melakukan proses “judicialization of

politics” suatu proses untuk menguji bagaimana tindakan-tindakan badan

legislatif dan eksekutif sesuai dengan konstitusi.

Secara umum dapat dikatakan bahwa keberadaan lembaga

Mahkamah Konstitusi ini merupakan fenomena baru dalam dunia

ketatanegaraan.Sebagian besar negara-negara demokrasi yang sudah

mapan, tidak mengenal lembaga Mahkamah Konstitusi yang berdiri

sendiri.Sampai sekarang baru ada 78 negara yang membentuk mahkamah

ini secara tersendiri.Fungsinya biasanya dicakup dalam fungsi “Supreme

Court” yang ada di setiap negara.Salah satu contohnya ialah Amerika

Serikat. Fungsi-fungsi yang dapat dibayangkan sebagai fungsi

Mahkamah Konstitusi seperli “judicial review” dalam rangka menguji

konstitusionalitas suatu undang-undang, baik dalam arti formil ataupun

dalam arti pengujian materiil, dikaitkan langsung dengan kewenangan

Mahkamah Agung (Supreme Court).27

27 Tersedia di: http://avivsyuhada.wordpress.com/2012/06/23/mahkamah-konstitusi/,

diakses pada Rabu 10 Juli 2019

Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 1 …repository.ump.ac.id/9591/3/Reza Rachmat Yusdinsyah_BAB... · 2019. 11. 4. · dan penyitaan. 3. Hambatan utama dalam

29

C. Kerangka Pemikiran

BAB III

Latar belakang masalah:

Dalam amar putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 21/PUU-

XII/2014, Mahkamah Konstitusi

telah menetapkan objek

praperadilan baru yaitu mengenai

sah atau tidaknya penetapan

tersangka, penggeledahan dan

penyitaan. Hal inilah yang

dianggap para pelaku tindak

pidana, khususnya korupsi sebagai

“celah” yang bisa dimanfaatkan

oleh mereka untuk bisa terhindar

dari proses hukum dengan

mengajukan praperadilan.

PANCASILA

Peraturan Perundang-

undangan:

1)Undang-undang Dasar

Tahun 1945

2)Undang-undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-undang Hukum Acara

Pidana

3)Undang-undang Nomor 28

Tahun 1999 tentang

Penyelenggara Negara yang

Bersih dan Bebas dari

Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme

4)Undang-undang Nomor 20

Tahun 2001 tentang

Perubahan atas Undang-

undang Nomor 31 Tahun 1999

Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi

5)Undang-undang Nomor 48

Tahun 2009 tentang

Perubahan Atas Undang-

undang Nomor 4 Tahun 2004

tentang Kekuasaan

Kehakiman Republik

Indonesia

Rumusan Masalah

1. Bagaimana pertimbangan

hukum hakim dalam Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor

21/PUU-XII/2014?

2. Bagaimana akibat hukum

yang ditimbulkan dari

keluarnya Mahkamah

Konstitusi Nomor 21/PUU-

XII/2014 terhadap

pemberantasan tindak pidana

korupsi di Indonesia ?

Landasan Teori

1. Praperadilan

2. Tindak Pidana Korupsi

3. Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK)

4. Putusan MK Nomor

21/PUU-XII/2014

Analisis Putusan MK..., Reza Rachmat Yusdinsyah, Fakultas Hukum UMP, 2019