bab ii tinjauan pustaka a. berpikir kritisrepository.ump.ac.id/44/3/bab ii rina.pdf · a. berpikir...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Berpikir Kritis
Dalam proses mengerjakan latihan-latihan tersebutlah mulai berpikir
bagaimana merumuskan masalah, merencanakan penyelesaian, mengkaji
langkah-langkah penyelesaian, membuat dugaan bila data yang disajikan
kurang lengkap diperlukan sebuah kegiatan berpikir yang disebut berpikir
kritis. Apakah sebenarnya berpikir kritis itu? Anak yang mampu berpikir
kritis akan melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang tepat, menjawab
pertanyaan secara orisinil, mengumpulkan berbagai informasi yang
dibutuhkan secara efesien dan kreatif. Berpikir kritis sebagai berpikir untuk
sampai pada pengetahuan yang tepat, sesuai dan dapat dipercaya mengenai
dunia disekitar kita.
Menurut Richard Paul (Kowiyah, 2012:176) memberikan definisi
bahwa: berpikir kritis adalah model berpikir mengenai hal, substansi atau
masalah apa saja, dimana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya
dengan menangani secara terampil struktur-struktur yang melekat dalam
pemikiran dan menerapkan standar-standar intelektual padanya. Menurut
Edward Glaser mendifinisikan bahwa definisi di atas menjelaskan bahwa
berpiki rkritis sebagai: (1) suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang
masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman
seseorang; (2) pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan
8
Peningkatan Kemampuan Berpikir..., Rina Widyawati, FKIP UMP, 2015
9
penalaran yang logis; dan (3) semacam suatu keterampilan untuk menerapkan
metode-metode tersebut. Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk
memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti
pendukungnya dan simpulan-simpulan lanjutan yang diakibatkannya
(Kowiyah, 2012:176-177).
Gambar 2.1 Unsur Kecakapan Berpikir Kritis
Berikut adalah penjelasan skema dari keenam kecakapan berpikir
kritis utama: (1) Interpretasi, menginterpretasi adalah memahami dan
mengekpresikan makna dari berbagai macam pengalaman, situasi, data,
penilaian prosedur atau kriteria. Interpretasi mencakup sub kecakapan
mengkategorikan, menyampaikan signifikasi dan mengklarifikasi makna; (2)
Analisis, menganalisis adalah mengidentifikasi hubungan inferensial dan
aktual diantara pertanyaan-pertanyaan, konsep-konsep, deskripsi untuk
mengekpresikan kepercayaan, penilaian dan pengalaman, alasan, informasi
dan opini. Analisis meliputi pengujian data, pendeteksian argumen,
menganalisis argumen sebagai sub kecapakan dari analisis; (3) Evaluasi,
berarti menaksir kredibilitas pernyataan-pernyataan atau representasi yang
merupakan laporan atau deskripsi dari persepsi, pengalaman dan menaksir
Enam Unsur Kecakapan Berpikir Kritis
(1) Interpretasi
(2) Analisis
(3)Evaluasi
(4) Simpulan
(5) Penjelasan
(6)Pengaturan Diri
Berpikir
Kritis
Peningkatan Kemampuan Berpikir..., Rina Widyawati, FKIP UMP, 2015
10
kekuatan logis dari hubungan inferensial, deskripsi atau bentuk representasi
lainnya. Contoh evaluasi adalah membandingkan kekuatan dan kelemahan
dari interpretasi alternatif; (4) Simpulan, berarti mengidentifikasi dan
memperoleh unsur yang diperlukan untuk membuat kesimpulan-kesimpulan
yang masuk akal, membuat dugaan dan hipotesis, mempertimbangkan
informasi yang relevan dan menyimpulkan konsekuensi dari data; (5)
Penjelasan, berarti mampu menyatakan hasil-hasil dari penalaran seseorang,
menjustifikasi penalaran tersebut dari sisi konseptual, metodologis dan
konstektual; (6) Pengaturan Diri, berarti secara sadar diri memantau kegiatan-
kegiatan kognitif seseorang, unsur-unsur yang digunakan dalam hasil yang
diperoleh, terutama dengan menerapkan kecakapan di dalam analisis dan
evaluasi untuk penilaiannya sendiri.
Tahapan-tahapan berpikir kritis menurut Achmad (Uzwah, 2009)
adalah:
1. Keterampilan menganalisis
Keterampilan menganalisis merupakan keterampilan menguraikan
sebuah struktur kedalam komponen-komponen agar mengetahui
pengorganisasian struktur tersebut.
2. Keterampilan mensintesis
Keterampilan mensintesis merupakan keterampilan yang berlawanan
dengan keterampilan menganalisis. Keterampilan mensintesis adalah
keterampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan
atau susunan yang baru. Pertanyaan sintesis menuntut siswa untuk
Peningkatan Kemampuan Berpikir..., Rina Widyawati, FKIP UMP, 2015
11
menyatupadukan semua informasi yang diperoleh dari materi bacaanya,
sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara
eksplisit didalam bacaannya.
3. Keterampilan mengenal dan memecahkan masalah
Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada
beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menuntut siswa untuk
memahami bacaan dengan kritis sehingga setelah kegiatan membaca
selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga
mampu mempola sebuah konsep. Keterampilan ini bertujuan agar siswa
mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam
permasalahan atau ruang lingkup baru.
4. Keterampilan menyimpulkan
Keterampilan menyimpulkan ialah kegiatan akal pikiran manusia
berdasarkan pengertian atau pengetahuan (kebenaran) yang dimilikinya,
dapat beranjak mencapai pengertian atau pengetahuan (kebenaran) yang
baru yang lain. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa
keterampilan ini menuntut siswa agar mampu menguraikan dan
memahami berbagai aspek secara bertahap, sampai kepada suatu struktur
baru yaitu sebuah kesimpulan. Proses pemikiran manusia itu sendiri, dapat
menempuh dua cara yaitu deduksi dan veluksi. Jadi, kesimpulan
merupakan sebuah proses berpikir yang memberdayakan pengetahuannya
sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau pengetahuan
yang baru.
Peningkatan Kemampuan Berpikir..., Rina Widyawati, FKIP UMP, 2015
12
5. Keterampilan mengevaluasi atau menilai
Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan
nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai
mengharapkan siswa agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur
dengan menggunakan standar tertentu. Dalam taksonomi belajar,
keterampilan mengevaluasi merupakan tahap berpikir kognitif yang paling
tinggi.
B. Pembelajaran Sejarah
Usman berpendapat bahwa pembelajaran merupakan sebuah proses
yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan
timbal balik, yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mncapai tujuan
tertentu (Hamid, 2014: 207). Sudjana 1928 “Proses pembelajaran merupakan
interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam pembelajaran,
yang satu sama lainnya saling berhubungan dalam sebuah rangkaian untuk
mencapai tujuan”. Adapun yang termasuk dalam komponen pembelajaran
adalah tujuan, bahan, metode, alat, dan penilaian (Hamid, 2014: 207).
Pembelajaran merupakan kombinasi yang tersusun atas unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling
mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran dapat
dilihat dari kebutuhan siswa, mata pelajaran dan guru. Berdasarkan kebutuhan
siswa dapat ditetapkan apa yang hendak dicapai, dan dikembangkan dan
diapresiasikan. Berdasarkan mata pelajaran yang ada dalam petunjuk
Peningkatan Kemampuan Berpikir..., Rina Widyawati, FKIP UMP, 2015
13
kurikulum dapat ditentukan hasil-hasil pendidikan yang diinginkan. Guru
sendiri adalah sumber utama tujuan bagi para siswa, dan guru harus mampu
menulis dan memilih tujuan-tujuan pendidikan yang bermakna, dan dapat
terukur (Hamalik, 1999:76).
Pembelajaran sejarah sudah dilakukan mulai dari pendidikan dasar
sampai pendidikan tinggi. Dalam pendidikan dasar dan menengah acuan
kurikulum yang digunakan adalah kurikulum 2013, dimana dalam kurikulum
memberikan kesempatan kepada guru untuk mengembangkan berbagai
kemampuan peserta didik, mengembangkan materi sesuai dengan situasi dan
kondisi anak sehingga pembelajaran sejarah lebih konstektual dan bermakna.
Selain itu juga membuka dominasi kajian pada sejarah lokal sehingga mampu
menerobos batas antara teori dan kenyataan, peserta didik langsung mengenal
lingkungan masyarakatnya, mengembangkan pembelajaran aktif dan kreatif
serta mendorong keterampilan yang bersifat inkuiri (Waryo, 2011: 3).
Robert Douch menyatakan bahwa dalam pembelajaran sejarah, peserta
didik dapat melihat langsung kehidupan yang nyata, bukan hanya sekedar
mendapatkan materi pembelajaran yang abstrak (Douch, 1967).Untuk
mencapai aspirasi ini, pembelajaran sejarah dapat bersumber dari pengalaman
kehidupan siswa sehari-hari. Kedekatan emosional siswa dengan
lingkungannya merupakan sumber belajar yang berharga bagi terjadinya
proses pembelajaran dikelas (Waryo, 2011: 5).
Model pengajaran yang tepat untuk pembelajaran sejarah akan
menambah semangat generasi muda untuk menggali segala potensi bangsa
Peningkatan Kemampuan Berpikir..., Rina Widyawati, FKIP UMP, 2015
14
dan negara sehingga muncul kebanggan terhadap bangsanya sendiri. Belajar
sejarah dapat mengkonsepkan kehidupan sesuai dengan perjalanan waktu
yang terjadi dengan menempatkan diri kita didalamnya. Menanamkan rasa
bangga terhadap pembelajaran sejarah bukanlah hal yang mudah, diperlukan
berbagai upaya untuk membuat pembelajaran sejarah disukai oleh generasi
muda.
Pembelajaran sejarah seharusnya tidak hanya sebagai wahana
pengembangan kemampuan intelektual dan kebanggaan masa lampau saja
(Hasan, 1996), tetapi justru kejadian pada masa lampau harus dijadikan
sebagai guru yang baik untuk memperbaiki kehidupan dimasa sekarang.
Pembelajaran bukan sekedar nama dan tanggal, tetapi menyangkut penilaian,
kepedulian dan kewaspadaan. Dengan pembelajarah sejarah kita
diperkenalkan kepada hal-hal yang tidak dialami dan dilihat sebelumnya,
sehingga diperlukan pendidik/pengajar yang dapat membantu generasi muda
melihat masa lalu yang tidak pernah kita alami sebagai kulit luar dari
persoalan-persoalan penting yang tetap ada hingga saat ini.
Sebenarnya generasi muda tertarik dengan pembelajaran sejarah
apabila pendidikan tersebut dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari sehingga
generasi muda mendapatkan gambaran yang utuh terhadap pembelajaran
sejarah dan tujuan dari pembelajaran sejarah. Keberhasilan suatu proses
pendidikan sebetulnya sangat tergantung dari generasi mudanya itu sendiri.
Generasi muda yang memasuki program studi pendidikan sejarah pada
umumnya dikarenakan oleh faktor ketertarikan terhadap sejarah karena
Peningkatan Kemampuan Berpikir..., Rina Widyawati, FKIP UMP, 2015
15
pemilihan jurusan ditentukan sendiri oleh generasi mudanya (Waryo H. S.,
2011: 9-10).
C. Cooperative Learning dan Tipe Diskusi Kelompok
1. Cooperative Learning
a. Pengertian Cooperative Learning
Pembelajaran kelompok merupakan model pembelajaran yang akhir-
akhir ini menjadi perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk
digunakan. Slavin mengemukakan dua alasan, pertama, beberapa hasil
penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan
kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan
diri dan orang lain, serta dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam
belajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan
dengan ketrampilan. Dari dua alasan tersebut maka pembelajaran
kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki
sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan (Sanjaya,
2006:238). Salah satu model dari pembelajaran kelompok adalah
pembelajaran kooperatif (cooperative learning).
Pembelajaran kooperatif bukanlah gagasan baru dalam dunia
pendidikan, tetapi sebelum masa belakangan ini, model ini hanya
digunakan oleh beberapa guru untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti tugas-
tugas atau laporan kelompok tertentu. Namun demikian, penelitian selama
Peningkatan Kemampuan Berpikir..., Rina Widyawati, FKIP UMP, 2015
16
dua puluh tahun terakhir ini telah mengidentifikasikan model pembelajaran
kooperatif yang dapat digunakan secara efektif pada setiap tingkatan kelas
dan untuk mengajarkan berbagai macam mata pelajaran. Mulai dari
matematika, membaca, menulis sampai pada ilmu pengetahuan ilmiah,
mulai dari kemampuan dasar sampai pemecahan masalah-masalah yang
kompleks. Lebih daripada itu, pembelajaran kooperatif juga dapat
digunakan sebagai cara utama dalam mengatur kelas untuk pengajaran.
Ada banyak alasan yang membuat pembelajaran kooperatif memasuki
jalur utama praktik pendidikan. Salah satunya berdasarkan penelitian dasar
(yang dirangkum dalam buku Robert E. Slavin, 2005) yang mendukung
penggunaan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan pencapaian
prestasi para siswa, dan juga akibat-alibat positif lainnya yang dapat
mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman
sekelas yang lemah dalam bidang akademik, dan meningkatkan rasa harga
diri. Alasan lain adalah tumbuhnya kesadaran bahwa para siswa perlu
belajar untuk berpikir, menyelesaikan masalah, dan mengintregasikan serta
mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan mereka, dan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan sarana yang sangat baik untuk
mencapai hal-hal semacam itu.
Sebagaimana model pembelajaran lainnya, cooperative learning
memiliki tujuan, langkah dan lingkungan belajar dan sistem pengelolaan
yang khas. Tujuan cooperative learning adalah untuk meningkatkan
partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran, memfasilitasi peserta
Peningkatan Kemampuan Berpikir..., Rina Widyawati, FKIP UMP, 2015
17
didik dengan pengalaman sikap kepemimpinan, membuat keputusan dalam
kelompok dan berinteraksi serta belajar bersama-sama dengan peserta
didik yang memiliki latar belakang yang berbeda. Ciri-ciri model
pembelajaran cooperative learning tampak sebagai berikut: (1). Adanya
saling ketergantungan positif, saling membantu teman dan saling bekerja
sama. (2). Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan
materi pelajaran tiap anggota kelompok. (3). Adanya kelompok heterogen.
(4). Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergulir untuk
memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok. (5).
Adanya keterampilan sosial yang diberikan ke dalam kelompok, misalkan:
kepemimpinan, kemampuan komunikasi, dan mempercayai orang. (6).
Guru terus melakukan monitor melalui observasi dan melakukan intervensi
jika ada masalah dalam kerja sama antar anggota.
b. Konsep Cooperative Learning
Slavin, Abrani, dan Chambers (Sanjaya, 2006:242) berpendapat
bahwa pembelajaran melalui kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa
perspektif, yaitu perspektif motivasi, perspektif sosial, perspektif
perkembangan kognitif, dan perspektif elaborasi kognitif. Perspektif
motivasi artinya bahwa penghargaan yang diberikan kepada kelompok
memungkinkan setiap anggota kelompok akan saling membantu. Dengan
demikian, keberhasilan setiap individu pada dasarnya adalah keberhasilan
kelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota kelompok
untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya.
Peningkatan Kemampuan Berpikir..., Rina Widyawati, FKIP UMP, 2015
18
Perpektif sosial artinya bahwa melalui pembelajaran kooperatif
setiap siswa akan saling membantu dalam belajar karena mereka
menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan.
Bekerja secara tim dengan mengevaluasi keberhasilan sendiri oleh
kelompok, merupakan iklim yang bagus, dimana setiap anggota kelompok
menginginkan semuanya memperoleh keberhasilan.
Perspektif perkembangan kognitif artinya bahwa dengan adanya
interaksi antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa
untuk berpikir mengolah berbagai informasi. Elaborasi kognitif, artinya
bahwa setiap siswa akan berusaha untuk memahami dan menimba
informasi untuk menambah pengetahuan kognitifnya. Karakteristik model
pembelajaran kooperatif menurut Sanjaya sebagai berikut:
1) Pembelajaran Secara Tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim
merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus
mampu membuat setiap siswa belajar. Semua anggota tim (anggota
kelompok) harus saling membantu untuk mencapai tujuan pelajaran.
Untuk itulah kriteria keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh
keberhasilan tim.
Setiap kelompok bersifat heterogen. Artinya, kelompok terdiri
atas anggota yang memiliki kemampuan akademik, jenis kelamin, dan
latar belakang sosial yang berbeda. Hal ini dimaksudkan agar setiap
anggota kelompok dapat saling memberikan pengalaman, saling
Peningkatan Kemampuan Berpikir..., Rina Widyawati, FKIP UMP, 2015
19
memberi dan menerima, sehingga diharapkan setiap anggota dapat
memberikan kontribusi terhadap keberhasilan kelompok.
2) Didasarkan pada Manajemen Kooperatif
Sebagaimana pada umumnya, manajemen mempunyai empat
fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi
pelaksanaan, dan fungsi kontrol. Demikian juga dalam pembelajaran
kooperatif. Fungsi perencanaan menunjukkan bahwa pembelajaran
kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses
pembelajaran berjalan secara efektif, misalnya tujuan apa yang harus
dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa yang harus digunakan untuk
mnecapai tujuan itu dan lain sebagainya. Fungsi pelaksanaan
menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan sesuai
dengan perencanaan, melalui langkah-langkah pembelajaran yang
sudah ditentukan termasuk ketentuan-ketentuan yang sudah disepakati
bersama. Fungsi organisasi menunjukkan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah pekerjaan bersama antar setiap anggota kelompok,
oleh sebab itu perlu diatur tugas dan tanggung jawab setiap anggota
kelompok. Fungsi kontrol menunjukkan bahwa dalam pembelajaran
kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui test
maupun non-test.
3) Kemauan untuk Bekerja Sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh
keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama
Peningkatan Kemampuan Berpikir..., Rina Widyawati, FKIP UMP, 2015
20
perlu ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif. Setiap anggota
kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masing-
masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu.
Misalnya, yang pintar perlu membantu yang kurang pintar. Kemauan
untuk bekerja sama itu kemudian dipraktikkan melalui aktivitas dan
kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama. Dengan
demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi
dan berkomunikasi dengan anggota lain. Siswa perlu dibantu mengatasi
berbagai hambatan dalam berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga
setiap siswa dapat menyamaikan ide, mengemukakan pendapat, dan
memberikan kontribusi kepada keberhasilan kelompok.
2. Tipe Diskusi Kelompok
Diantara bentuk-bentuk pembelajaran kooperatif yang paling lama dan
paling banyak digunakan adalah diskusi kelompok. Misalnya, kebanyakan
guru ilmu pengetahuan ilmiah menggunakan kelompok laboratorium
kooperatif, dan banyak guru ilmu sosial dan bahasa inggris yang
menggunakan kelompok-kelompok diskusi.
Pekerjaan kelompok dalam mempersiapkan kelompok diskusi adalah
memastikan bahwa tiap anggota kelompok berpartisipasi. Apabila ingin
agar kelompok membuat laporan tertulis, maka sangat penting juga bagi
tiap anggotanya untuk mempunyai bagian tugas yang dibagi dengan baik,
supaya semua pekerjaan (dan pembelajaran) ditanggung oleh satu orang
anggota saja.
Peningkatan Kemampuan Berpikir..., Rina Widyawati, FKIP UMP, 2015
21
Adalah penting untuk memilih seorang pemimpin dari kelompok
diskusi. Orang ini harus dipilih berdasarkan kemampuan organisasional
dan kepemimpinannya, dan bukan hanya berdasarkan pada kinerja
akademiknya saja. Pemimpin ini harus memastikan bahwa tiap orang
berpartisipasi dan bahwa kelompok tetap mengerjakan tugas (Slavin,
2005:252).
Salah satu cara yang bagus untuk membuat setiap anggota tim
berpartisipasi adalah dengan membuat supaya setiap orang menuliskan
sebuah opini atau gagasan sebelum mulai diskusi. Anggota kelompok
dapat membacakan keuntungan dan kerugian mereka kepada
kelompoknya, dan diskusinya dapat berfokus pada daftar tiap anak secara
bergantian. Kunci dari prosedur ini adalah bahwa apabila semua siswa
menyatakan sebuah pendapat, mereka akan mempunyai komitmen
terhadap diskusi kelompok dan jauh lebih besar kemauannya untuk
berpartisipasi didalamnya.
Sebagai tambahan untuk partisipasi yang lebih besar, tugas pokok
lainnya dalam mempersiapkan sebuah kelompok diskusi adalah fokus. Tak
ada yang lebih buruk daripada sebuah diskusi yang tanpa tujuan. Pekerjaan
kelompok harus diekspresikan dengan jelas.
Apabila menginginkan kelompok menuliskan laporan, pastikan bahwa
tiap siswa berpartisipasi. Salah satu cara untuk melakukannya adalah
dengan membagi laporan tersebut ke dalam bagian-bagian yang ditulis
oleh siswa yang berbeda. Kelompok akan membantu tiap anggotanya
Peningkatan Kemampuan Berpikir..., Rina Widyawati, FKIP UMP, 2015
22
dengan memberi saran-saran untuk perencanaan, membuat konsep,
merevisi, dan meyunting bagian mereka (Slavin, 2005: 252-254).
D. Penelitian Yang Relevan
Dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang telah dilaksanakan oleh
Nur Laely Mukarromah tahun 2013, dengan judul Upaya Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas VIIA SMP Ma’Arif NU 3
Purwokerto dalam Pembelajaran Matematika melalui Pembelajaran
Kooperatif dapat disimpulkan bahwa:
Pembelajaran matematika melalui pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIIA SMP Ma’Arif NU
3 Purwokerto. Hal ini dibuktikan dengan hasil tes kemampuan berpikir kritis
dengan rata-rata nilai seluruh siswa dalam kelas siklus I 54,94, pada siklus II
67,13, dan pada siklus III 75,13.
Dari keterangan tersebut ada kesamaan dari beberapa variabel
penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian milik Nur Lerly
Mukarromah (2013). Peneliti melakukan jenis penelitian tindakan kelas yang
sama, dengan tujuan sama yaitu kemampuan berpikir kritis siswa dengan
model kooperatif. Hanya saja peneliti cukup menggunakan 2 siklus,
sedangkan Nur Lely menggunakan 3 siklus. Tetapi dari rata-rata nilai pada
setiap siklusnya, penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan yang dilakukan
oleh Nur Laely sama-sama meningkat pada setiap siklusnya. Hasil tes
evaluasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti dibuktikan dengan rata-rata
Peningkatan Kemampuan Berpikir..., Rina Widyawati, FKIP UMP, 2015
23
nilai pada siklus I yaitu sebesar 66,25 dan setelah dilakukan tahap sama pada
siklus II meningkat menjadi 80,15.
E. Kerangka Pikir
Peningkatan mutu pendidikan di sekolah banyak dipengaruhi dari
berbagai faktor yang ada dilingkungan sekolah tersebut. Salah satunya adalah
kualitas dari pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Siswa yang tidak suka
dengan pembelajaran sejarah cenderung pasif, dan hasil belajar yang meliputi
afektif, kognitif, dan psikomotor yang rendah.
Cooperative learning menekankan siswa untuk terlibat langsung
dalam kegiatan belajar mengajar dimana siswa dibentuk dalam suatu
kelompok yang mana anggota kelompok bersama-sama mempelajari dan
saling mengungkapkan pendapatnya masing-masing, maka dalam hal ini
siswa dituntut untuk dapat berpikir kritis, bahkan sekritis mungkin dalam
melaksanakan pembelajaran melalui cooperative learning ini.
Gambar 2.2. Kerangka Berpikir
Apabila diuraikan bagan diatas menjelaskan bahwa pembelajaran yang
dilakukan dengan perlakuan atau kelas eksperimen menggunakan model
cooperative learning tipe diskusi kelompok akan menghasilkan produk
belajar siswa yaitu kemampuan berpikir kritis.
Bepikir Kritis dalam
Pembelajaran
Sejarah
Cooperative
Learning tipe
Diskusi
kelompok
Pembelajaran
Sejarah
Peningkatan Kemampuan Berpikir..., Rina Widyawati, FKIP UMP, 2015
24
Pembelajaran sejarah terbiasa dilakukan dengan ceramah yang
membuat peserta didik bosan dan kurang aktif dalam mengikuti
pembelajaran. Disini, peserta didik mengikuti pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif/cooperative learning tipe
diskusi kelompok dimana peserta didik dituntut untuk melaksanakan tugas
dengan bekerja sama bersama anggota kelompok yang berasal dari teman
sekelasnya. Dengan model pembelajaran ini siswa lebih banyak berinteraksi
dengan teman anggota kelompoknya, serta saling membantu dan dalam
memecahkan masalah atau tugas dikelompoknya. Semua anggota kelompok
wajib mengetahui dan paham akan tugas yang diberikan dan dikerjakannya.
Dalam melaksanakan pembelajaran sejarah dengan model cooperative
learning tipe diskusi kelompok tersebut, semua anggota kelompok saling
menyumbangkan pemikirannya untuk menjawab/menyelesaikan tugas
kelompoknya. Pemikiran yang disumbangkan adalah pemikiran yang kritis.
Karena tujuan dari cooperative learning tipe diskusi kelompok disini adalah
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Jadi dari pelaksanaan
pembelajaran dengan ceramah diganti dengan model pembelajaran kooperatif
yang kemudian dapat menciptakan siswa untuk dapat berpikir kritis mengenai
tugas yang diberikan bersama teman sekelompoknya.
F. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir diatas, peneliti mempunyai hipotesis
tindakan dengan menerapkan model cooperative learning tipe diskusi
Peningkatan Kemampuan Berpikir..., Rina Widyawati, FKIP UMP, 2015
25
kelompok dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam
pembelajaran sejarah di kelas XI teknik pemesinan 3 SMK Negeri 2
Purwokerto.
Peningkatan Kemampuan Berpikir..., Rina Widyawati, FKIP UMP, 2015