bab ii tinjauan pustaka

23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tatalaksana jalan napas (airway) merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap anestetis, karena itu harus menguasai anatomi jalan napas atau secara baik dan benar. 3 A. Anatomi Hubungan jalan napas dengan dunia luar melalui 2 jalan : Hidung (menuju nasofaring). Mulut (menuju orofaring). Hidung dan mulut dibagian depan dipisahkan oleh palatum durum dan palatum molle dan dibagian belakang bersatu di hipofaring. Hipofaring menuju esophagus dan laring yang dipisahkan oleh epiglottis menuju ke trakea. Laring terdiri dari tulang rawan tiroid, krikoid, epiglottis dan sepasang aritenoid, kornikulata dan kuneiforme. 3 1

Upload: yunitairham

Post on 04-Jan-2016

3 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

anastesi

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Tinjauan Pustaka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tatalaksana jalan napas (airway) merupakan keterampilan yang harus dimiliki

oleh setiap anestetis, karena itu harus menguasai anatomi jalan napas atau secara baik

dan benar.3

A. Anatomi

Hubungan jalan napas dengan dunia luar melalui 2 jalan :

Hidung (menuju nasofaring).

Mulut (menuju orofaring).

Hidung dan mulut dibagian depan dipisahkan oleh palatum durum dan

palatum molle dan dibagian belakang bersatu di hipofaring. Hipofaring menuju

esophagus dan laring yang dipisahkan oleh epiglottis menuju ke trakea. Laring terdiri

dari tulang rawan tiroid, krikoid, epiglottis dan sepasang aritenoid, kornikulata dan

kuneiforme.3

Persyarafan

1. N. Trigeminus (V), mempersarafi mukosa hidung, palatum (N. Oftalmika), daerah

maksila (N.Maksilaris), lidah dan daerah mandibula (N. Mandibularis).

2. N. Fasialis (VII), mempersarafi palatum.

3. N. Glossofaringeus (IX), mempersarafi lidah, faring, palatum molle dan tonsil.

4. N.Vagus (X), mempersarafi daerah sekitar epiglottis dan pita suara.3

1

Page 2: Bab II Tinjauan Pustaka

B. Obatruksi Jalan Napas

Obstruksi jalan napas dapat terjadi secara total maupun parsial. Keadaan ini

sering terjadi dan harus cepat di ketahui dan dikoreksi misalnya dengan triple

airway maneuver, pemasangan alat. Obstruksi jalan dapat disebabkan karena

spasme laring saat anesthesia ringan dan merangsang nyeri atau rangsangan oleh

sekret

C. Patofisiologi

Pada keadaan dimana ada penurunan kesadaran misalnya pada tindakan

anestesi, penderita trauma kepala atau oleh karena suatu penyakit, maka akan terjadi

relaksasi otot-otot termasuk otot lidah dan sphingter cardia akibatnya bial posisi

penderita terlentang maka pangkal lidah akan jatuh ke posterior menutup orofaring,

sehingga menimbulkan sumbatan jalan napas. Sphingter cardia yang relaks,

menyebabkan isi lambung mengalir kembali ke orofaring (regurgitasi). Hal ini

merupakan ancaman terjadinya sumbatan jalan napas oleh aspirat yang padat dan

aspirasi pneumonia oleh aspirat cair, sebab pada keadaan ini pada umumnya refleks

batuk sudah menutup atau hilang.2

Trauma di daerah wajah dapat menyebabkan edema, patah tulang, perdarahan,

lepasnya gigi dan hipersekresi yang dapat menimbulakan masalah/sumbatan jalan

napas. Patah tulang mandibula bilateral dapat menyebabkan lidah kehilangan

penyanggga sehingga penderita sulit untuk menelan dan bila berbaring lidah akan

jatuh menutup jalan napas walaupun pasien dalam keadaaan sadar. Pada keadaan

2

Page 3: Bab II Tinjauan Pustaka

seperti ini posisi penderita paling enak adalah duduk agak membungkuk. Trauma

tajam pada leher dapat menimbulkan perdarahan dan hematoma yang dapat

menggeser posisi jalan napas. Pendesakan oleh hematoma dapat menyebabkan

sumbatan jalan napas dan menyulitkan pada waktu intubasi endotracheal. Apabila

tidak memungkinkan dilakukan intubasi endotracheal, harus segera dilakukan

krikotiroidotomi atau tracheostomi. Trauma tumpul pada leher juga dapat

menyebabkan edema dan kerusakan pada laring dan trakhea yang dapat menyumbat

jalan napas.2

Obstruksi jalan napas dapat terjadi secara total mapun partial, keadaan ini

sering terjadi dan harus cepat diketahui dan dikoreksi dengan beberapa cara, misalnya

maneuver triple jalan napas (Triple airway maneuver), pemasangan alat jalan napas

sungkup faring (Pharyngeal airway), pemasangan alat jalan sungkup laring

(Laryngeal airway), pemasangan pipa tracheal (Endotracheal tube). Obstruksi dapat

juga disebabkan karena spasme laring saat anesthesia ringan dan mendapat

rangsangan nyeri atau rangsangan oleh sekret.3

D. Tanda-Tanda dan Tatalaksana Obstruksi Jalan Napas

Pada keadaaan penderita yang masih bernapas, mengenali ada tidaknya

sumbatan jalan napas dapat dilakukan dengan cara Lihat (look), Dengar (listen), dan

Raba (feel).

Lihat (Look)

3

Page 4: Bab II Tinjauan Pustaka

Melakukan penilaian pada pergerakan dada dan perut waktu bernapas,

normalnya pada posisi berbaring waktu inspirasi dinding dada bergerak keatas

dinding-dinding perut bergerak keatas dan waktu ekspirasi dinding dada turun

dinding perut juga turun. Pada sumbatan jalan napas total atau partial berat, waktu

inspirasi dinding dada bergerak turun tapi dinding perut bergerak naik, sedangkan

waktu ekspirasi terjadi sebaliknya. Gerak napas ini disebut see saw atau rocking

respiration.

Melihat apakah penderita mengalami agitasi atau penurunan kesadaran.

Agitasi memberi kesan adanya hipoksemia yang mungkin disebabkan oleh karena

sumbatan jalan napas, sedangkan penurunan kesadaran memberikan kesan adanya

hiperkabia yang mungkin disebabkan oleh hipoventilasi akibat sumbatan jalan

napas.

Adanya retraksi sela iga, supraklavikular atau subkostal merupakan tanda

tambahan adanya sumbatan jalan napas. Sianosis yang terlihat dikuku atau bibir

menunjukan adanya hipoksemia akibat oksigenasi yang tidak adekuat. Pada

penderita perlu dilihat adanya deformitas daerah maksilofasial atau leher serta

adanya gumpalan darah, patah tulang, gigi dan muntahan yang dapat menymbat

jalan napas.2

Dengar (Listen)

Pemeriksaan suara napas menunjukan ada tidaknya suara tambahan. Adanya

suara napas tambahan berarti ada sumbatan jalan napas partial. Suara napas

4

Page 5: Bab II Tinjauan Pustaka

tambahan dapat berupa dengkuran (snowring), kumuran (gurgling), atau siulan

(crowing/stridor). Snowring disebabkan oleh lidah yang menutup orofaring,

Gurgling disebabkan karena adanya sekret, darah atau muntahan dan

Stridor/crowing disebabkan adanya penyempitan jalan napas oleh karena spasme,

edema, atau pendesakan. Suara bicara penderita yang normal menunjukan tidak

ada sumbatan jalan napas sedangkan suara yang parau menunjukan adanya

masalah didaerah laring.2

Raba (Feel)

Meraba hawa ekspirasi yang keluar dari lubang hidung atau mulut, dan ada

tidaknya getaran dileher waktu bernapas. Adanya getaran dileher menunjukan

sumbatan partial ringan. Pada penderita trauma perlu diraba apakah adanya

fraktur didaerah maksilofasial dan bagaimana posisi trakhea penderita.2

E. Pengelolaan Jalan Napas

Penilaian dan pengelolaan jalan napas harus dilakukan dengan cepat, tepat dan

cermat untuk mencegah terjadinya hipoksemia.

Tindakan ditujukan untuk membuka dan menjaga jalan napas tetap terbuka

dan waspada terhadap keadaan klinis yang menyumbat atau potensial akan

menyumbat jalan napas. Pada penderita yang mengalami penurunan kesadaran maka

lidah akan jatuh ke belakang menyumbat hipofaring atau epiglottis jatuh kebelakang

menutup rima glottis. Pada keadaan seperti ini, pembebasan jalan napas dilakukan

5

Page 6: Bab II Tinjauan Pustaka

tanpa alat maupun dilakukan dengan menggunakan jalan napas buatan. Membuka

jalan napas tanpa alay dilakukan dengan cara Head Tilt, Chin Lift, dan Jaw Thrust.

Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk mengatasi sumbatan jalan napas karena

lidah adalah jalan napas orofaringeal atau nasofaringeal.

Pada penderita trauma, tindakan-tindakan yang dilakukan untuk membuka

jalan napas, dapat menyebabkan atau memperburuk cedera cervical. Oleh karena itu

pada penderita trauma dengan dugaan trauma cervical cara yang dianjurkan hanya

Jaw Thrust dengan imobilisasi kepala dan leher secara manual atau memakai Neck

Collar.

Tatalaksana Jalan Napas dengan Manual / Tanpa Alat

Head Tilt &Chin Lift

Head Tilt

6

Page 7: Bab II Tinjauan Pustaka

Chin Lift

Cara melakukan metodeHead-tilt & chin-lift yaitu : 3,4

Letakkan telapak tangan Anda di dahi korban dan letakkan jari-jari tangan

anda yang lain dibawah dagu korban.

Kemudian tekan dahi ke bawah sambil angkat dagu keatas sehingga

kepala korban mendongak keatas dan mulut korban terbuka.

Empat jari salah satu tangan diletakkan dibawah rahang ibu jari diatas

dagu, kemudian secara hati- hati dagu diangkat kedepan. Bila perlu ibu

jari dipergunakan untuk membuka mulut/ bibir atau dikaitkan pada gigi

seri bagian bawah untuk mengangkat rahang bawah. Manuver chin lift ini

tidak boleh menyebabkan posisi kepala hiperekstensi.

Jaw Thrust

7

Page 8: Bab II Tinjauan Pustaka

Mendorong angulus mandibula kanan dan kii ke depan dengan jari – jari

kedua tangan sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas,

kedua ibu membuka mulut dan kedua telapak tangan menempel pada kedua

pipi penderita untuk melakukan immobilisasi kepala.

Tindakan Jaw Thrust, Membuka mulut dan Head Tilt disebut Triple

Airway Maneuver.3

Jaw Thrust

Tatalaksana Jalan Napas dengan Alat

Oro-Pharyngeal Airway

Alat ini dipasang lewat mulut sampai ke faring sehingga menahan lidah tidak

jatuh menutup hipofaring. Ukuran harus tepat yaitu dari tengah mulut sampai

ke angulus mandibula atau tepi mulut sampai ke tragus. Bila kekecilan malah

akan mendorong lidah kebelakang hingga makin menyumbat.2

8

Page 9: Bab II Tinjauan Pustaka

Alat ini berbentuk pipa bulat berlubang tengahnya dibuat dari bahan karet

lateks lembut. Pemasangan harus hati-hati dan untuk menghindari trauma

mukosa hidung pipa diolesi dengan jelly.3

9

Page 10: Bab II Tinjauan Pustaka

Naso-Pharyngeal Airway

Alat dipasang lewat salah satu lubang hidung sampai ke faring yang

akan menahan jatuhnya pangkal lidah agar tidak menutup hipofaring.2

Diameter disesuaikan dengan besarnya lubang hidung penderita. Pada

waktu memasang pelumasan harus baik agar tidak melukai pembuluh darah

yang ada di rongga hidung. Alat ini lebih dapat di terima oleh penderita dan

lebih kecil kemungkinan merangsang muntah dibandingkan jalan napas

oropharyngeal.2

Alat ini berbentuk pipa gepeng lengkung seperti huruf C berlubang

ditengahnya dengan salah satu ujungnya bertangkai dengan dinding lebih

keras untuk mencegah kalau penderita menggigit lubang tetap paten,

sehingga aliran udara tetap terjamin. Alat ini juga dipasang bersama pipa

trachea atau sungkup laring untuk menjaga patensi kedua alat tersebut ari

gigitan pasien.3

10

Page 11: Bab II Tinjauan Pustaka

Laryngeal Mask Airway

Laryngeal Mask Airway atau sungkup laring ialah alat jalan napas berbentuk

sendok terdiri dari pipa besar berlubang dengan ujung menyerupai sendok

yang pinggirnya dapat dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa trachea.

Tangkai LMA dapat berupa pipa keras dari polivinil atau lembek dengan

spiral untuk menjaga supaya tetap paten.3

Jalan Napas Defenitif

Jalan napas defenitif adalah pipa jalan napas yang dilengkapi dengan balon (Cuff)

yang dapat dikembangkan yang dapat dipasang ditrakhea. Tujuan pemasangan

jalan napas defenitif untuk mempertahankan jalan napas, pemberian ventilasi,

oksigensasi dan pencegahan aspirasi.2

Terdapat 2 macam jalan napas defenitif :

Intubasi Endotrakheal

11

Page 12: Bab II Tinjauan Pustaka

Surgical Airway

o Krikotiroidotomi

o Trakheostomi

Beberapa keadaan klinik yang memerlukan jalan napas defenitif antara lain

apneu, tidak mampu mempertahankan jalan napas dengan cara-cara yang lain,

pencegahan aspirasi darah atau muntahan, ancaman terjadinya sumbatan jalan

napas (contoh : trauma inhalasi, status konvulsi, trauma maksilofasial,

trauma/cedera kepala tertutup dengan GCS kurang dari 8, tidak berhasil

memperoleh oksigenasi yang adekuat dengan menggunakan masker.2

Intubasi Endotrakheal

Intubasi endotrakheal adalah tindakan memasukkan pipa trachea ke dalam

trachea melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira

dipertengahan trachea antara pita suara dan bifurkasio trachea. Indikasi sangat

bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai berikut :

o Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun.

Kelainan anatomi, bedah khusus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret

jalan napas, dan lain-lainnya.

o Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi.

Misalnya, saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan

efisien, ventilasi jangka panjang.

o Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi.

12

Page 13: Bab II Tinjauan Pustaka

Kesulitan Intubasi antara lain sebagai berikut :

o Leher pendek berotot

o Mandibula menonjol

o Maksila/gigi depan menonjol

o Uvula tidak terlihat (mallampati 3 atau 4)

o Gerak sendi temporo-mandibular terbatas.

o Gerak vertebra servikal terbatas.

Komplikasi selama dilakukan intubasi :

o Trauma gigi-geligi

o Laserasi bibir, gusi, laring

o Merangsang saraf simpatis (hipertensi-takikardia)

o Intubasi bronkus

o Intubasi esophagus

o Aspirasi

o Spasme bronkus

Komplikasi setelah ekstubasi :

o Spasme laring

o Aspirasi

o Gangguan fonasi

o Edema glottis-subglotis

13

Page 14: Bab II Tinjauan Pustaka

o Infeksi laring, faring dan trachea.

14

Page 15: Bab II Tinjauan Pustaka

15

Page 16: Bab II Tinjauan Pustaka

Surgical Airway

Prosedur ini dilakukan bila tidak mungkin atau gagal melakukan intubasi

endotrakheal yang dapat berupa :

o Krikotiroidotomi (penusukan needle canula) ke trahkea kearah distal pada

membrane krikotiroidea. Cara ini disebut jet insufflations untuk

memberikan oksigen dengan cepat.

o Krikotiroidotomi dengan pembedahan, dilakukan insisi pada membrane

krikotiroidea dan kemudian dimasukan kanula trakheostomi atau pipa

endotracheal.2,3

16

Page 17: Bab II Tinjauan Pustaka

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiryoatmodjo K., 2000, Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar Untuk

Pendidikan S1 Kedokteran, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen

Pendidikan Nasional : Jakarta

2.

17