bab ii tinjauan pustaka
DESCRIPTION
gTRANSCRIPT
TINJAUAN PUSTAKA
Susu
Susu merupakan salah satu bahan pangan hewani yang memiliki manfaat
besar dalam pemenuhan kebutuhan gizi dari manusia. Susu segar berasal dari ambing
sapi sehat yang diperah dengan cara pemerahan yang benar, tidak mengalami
penambahan atau pengurangan suatu komponen apapun dan tidak mengalami proses
pemanasan (Dewan Standarisasi Nasional, 1998). Kandungan berbagai jenis gizi
dalam susu yang dibutuhkan oleh manusia antara lain protein, lemak, karbohidrat,
vitamin, mineral, juga kandungan asam amino yang lengkap. Pengolahan produk
susu menjadi berbagai macam produk bertujuan untuk meningkatkan daya terima
dari konsumen dan meningkatkan umur simpan dari produk susu tersebut. Hal ini
disebabkan produk susu merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan
dan dapat mengurangi nilai kegunaan dari produk susu tersebut.
Komposisi Susu
Komposisi dalam susu sangat beragam tergantung dari beberapa faktor,
antara lain jenis ternak, waktu pemerahan, musim, umur ternak dan pakan ternak.
Selain itu komposisi susu dapat dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti penambahan
air atau bahan-bahan lainnya, maupun adanya aktivitas bakteri pada susu yang
tentunya dapat mempengaruhi komposisi susu (Buckle et al., 2007). Susu
mengandung vitamin yang penting bagi tubuh manusia yaitu vitamin A dan D,
riboflavin (vitamin B12), triptofan dan asam amino penting lainnya yang berperan
dalam pembentukan vitamin B niasin. Sebaliknya kandungan vitamin C dan E relatif
sangat sedikit, oleh sebab itu susu tidak dapat digunakan sebagai sumbervitamin C
dan E. Jika susu terpapar sinar ultra violet secara terus menerus maka peluang
hilangnya vitamin B12 (riboflavin) yang terdapat pada susu akan semakin besar.
Susu mengandung sekitar 87,4% air dan 12,6% padatan susu. Komposisi susu secara
lengkap terlihat pada Tabel 1.
4
Tabel 1. Komposisi Susu
Komponen Jumlah
Air 87,4 %
Padatan susu 12,6 %
Lemak susu 3,7 %
Padatan susu tanpa lemak 8,9 %
Laktosa 4,8 %
Mineral 0,7 %
Protein 3,4 %
Protein kasein 2,8 %
Protein whey 0,6 %
Sumber : Brown, 2008.
Lemak merupakan komponen yang paling penting dalam susu, yang
memiliki bentuk butiran dan tersusun dalam susu sebagai emulsi lemak dalam air.
Lemak susu mengandung asam lemak jenuh sebesar 65-75%, asam lemak tidak
jenuh sebesar 25-30%, dan asam lemak tidak jenuh ganda sebesar 4% (Buckle et al.,
2007). Kandungan lemak pada susu berperan penting pada flavor, citarasa di mulut
(mouthfeel) maupun kestabilan produk hasil olahan susu. Lemak susu mengandung
sejumlah asam lemak rantai pendek antara lain asam butirat, asam kaprilat, asam
kaproat dan asam kaprat (Brown, 2008).
Seperti bahan pangan hewani lainnya, susu juga mengandung kolesterol
yang akan berdampak negatif pada manusia jika terdapat dalam jumlah banyak pada
darah. Lemak dan kolesterol tersebut tentunya juga terdapat pada produk olahan
berbahan baku susu misalnya es krim, mentega, keju, yogurt dan produk lainnya.
Oleh sebab itu kini makin banyak konsumen yang memilih produk olahan susu yang
rendah lemak (sekitar 1-2% lemak) atau bahkan produk olahan susu tanpa lemak
(Harte et al., 2003).
Protein yang terdapat di dalam susu terdiri dari dua kelompok protein
utama, yaitu kasein yang sebagian besar terdapat dalam bentuk koloidal dalam susu
dan protein whey yang sebagian besar merupakan bahan larut dalam susu. Kasein
merupakan protein utama susu yang jumlahnya mencapai kira-kira 80% dari total
protein. Kira-kira 18% dari bahan yang dapat larut tertinggal dalam protein whey
yaitu laktalbumin dan laktoglobulin (Brown, 2008).
5
Laktosa adalah karbohidrat utama dalam susu. Laktosa tidak semanis
sukrosa dan memiliki daya larut hanya 20% pada suhu kamar Unsur lainnya berupa
mineral yang terkandung dalam susu antara lain adalah kalium, kalsium magnesium,
klorida, fosfor, dan sulfur. Unsur yang terbanyak pada susu adalah kalsium,
sedangkan unsur lainnya berada dalam jumlah kecil (Buckle et al., 2007).
Sifat Fisiko-Kimia Susu
Warna susu berkisar antara putih kebiruan hingga putih keemasan.
Perbedaan warna ini tergantung pada bangsa ternak, jenis makanan dan kandungan
lemak serta bahan padat yang terkandung dalam susu. Salah satu sifat fisik susu
adalah berat jenis. Besarnya berat jenis pada susu dipengaruhi oleh kadar lemak susu
dan komponen-komponen terlarut baik dalam bentuk koloid maupun suspensi,
seperti kasein, garam-garam susu dan laktosa (Brown, 2008).
Sifat fisik susu lainnya adalah titik beku susu. Titik beku susu dipengaruhi
oleh kandungan laktosa, garam-garam dan karbondioksida dalam susu. Semakin
besar kandungan zat-zat tersebut dalam susu, maka titik bekunya pun akan semakin
rendah. Persentase padatan susu mempengaruhi titik didih susu. Semakin besar
persentase padatan pada susu, maka semakin tinggi pula titik didih susu tersebut
(Buckle et al., 2007).
Sifat Mikrobiologi Susu
Zat-zat dalam susu memiliki perbandingan yang sempurna sehingga susu
menjadi mudah untuk dicerna dan sangat cocok untuk nutrisi bagi pertumbuhan, baik
pertumbuhan manusia maupun pertumbuhan beberapa jenis mikroorganisme.
Protein, lemak dan karbohidrat yang terkandung di dalam susu merupakan media
yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, baik patogen maupun saprofit
(Jay, 1992).
Suhu merupakan faktor penting yang sangat mempengaruhi jumlah
mikroorganisme dalam susu. Hampir semua mikroorganisme yang terdapat dalam
susu berkembang biak pada selang suhu antara 21oC hingga 37,78
oC. Pada suhu 20
hingga 30oC pertumbuhan mikroorganisme akan sedikit tertekan. Mikroorganisme
bergerak lamban dan bahkan tidak aktif pada suhu kurang dari 10oC (Ray, 2001).
6
Bakteri yang selalu ada dalam produk susu adalah bakteri penghasil asam,
yang sebagian besar dari bakteri tersebut merupakan merupakan famili
Lactobactericeae dan Streptococcus lactis. Beberapa spesies dari Micrococcaceae
sering berada di dalam susu yang kurang terjaga kebersihannya. Bakteri ini akan
menyebabkan susu menjadi asam. (Hui, 2004). Famili dari Enterobacteriaceae,
terutama Escherichia coli dan Aerobacter aerogenes kerap kali ditemukan dalam
susu. Kedua spesies bakteri ini menyebabkan terjadinya fermentasi terhadap laktosa
(Ray, 2001).
Kerusakan Susu
Susu adalah bahan pangan yang mudah rusak dan mudah terkontaminasi
oleh mikroba karena susu merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan
mikroorganisme. Kerusakan susu oleh kontaminasi mikroba dapat disebabkan oleh
berbagai macam faktor, antara lain alat pemerahan dan tempat penyimpanan susu
yang kurang bersih, udara, lalat, dan buruknya penanganan oleh manusia (Buckle et
al., 2007).
Susu memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang tinggi dimana
mikroorganisme dapat menggunakannya untuk pertumbuhan. Di dalam susu segar
maupun susu pasteurisasi masih terdapat beberapa macam bakteria yg hidup,
sehingga untuk proses penyimpanannya dilakukan pendinginan dengan
menggunakan refrigerator. Walaupun susu disimpan di dalam refrigerator, namun
beberapa mikroba perusak masih mungkin tumbuh pada susu tersebut sehingga umur
simpan susu segar maupun susu pasteurisasi relatif terbatas (Ray, 2001).
Pada susu segar, adanya mikroorganisme berasal dari beberapa sumber
antara lain ambing, permukaan tubuh ternak, pakan, air minum ternak, udara,
maupun peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk pemerahan dan
penyimpanan. Tipe mikroorganisme utama yang umumnya terdapat di dalam ambing
yang sehat antara lain Micrococcus, Streptococcus dan Corynebacterium. Pada
umumnya susu segar memiliki kandungan mikroorganisme sebesar <103 sel/ml. Pada
sapi yang memiliki gejala mastitis, Streptococus agalactiae, Staphylococcus aureus,
coliform dan Pseudomonas dapat ditemui dalam jumlah yang cukup besar. Peralatan
di kandang juga dapat menjadi sumber utama bagi pencemaran bakteri Gram negatif,
7
seperti Pseudomonas, Alcaligenes, dan Flavobacterium. Begitu juga dengan jenis
bakteri Gram positif seperti Micrococcus dan Enterococcus (Goktepe et al., 2006).
Selama masa penyimpanan susu di dalam refrigerator sebelum dilakukan
proses pasteurisasi, maka bakteri yang dapat berkembang di dalam susu segar
hanyalah bakteri yang bersifat psikotropik. Jenis-jenis bakteri tersebut antara lain
Pseudomonas, Flavobacterium, Alcaligenes, beberapa koliform, dan Bacillus spp.
Bakteri tersebut dapat mempengaruhi kualitas pada susu segar (misalnya rasa dan
tekstur susu). Beberapa bakteri diantaranya juga mampu memproduksi enzim tahan
panas, seperti proteinase dan lipase. Enzim ini juga mampu untuk mempengaruhi
kualitas dari produk susu segar, bahkan setelah melalui proses pasteurisasi pada susu
segar (Lund et al., 2000).
Pengawasan mutu mikrobiologi dari susu segar dan susu pasteurisasi
dilakukan di banyak negara melalui badan pengawas kesehatan pangan. Di Amerika
Serikat jumlah mikroba (Total Plate Count) pada susu segar yang dijual di pasaran
adalah sekitar 1x105 hingga 3 x10
5 koloni/ml, sedangkan syarat mutu susu segar
yang digunakan untuk kebutuhan industri adalah 0,5 hingga 1x106 koloni/ml (Ray,
2001). Persyaratan mutu mikrobiologi susu telah ditentukan pemerintah Indonesia
berdasarkan keputusan Badan Standardisasi Nasional tentang Batas Maksimum
Cemaran Mikroba dalam Pangan yang tertuang dalam Standar Nasional Indonesia
yaitu SNI 7388:2009. Persyaratan pada SNI untuk batas maksimum susu segar untuk
diproses lebih lanjut meliputi ALT (angka lempeng total) 1x106 koloni/ml, koliform
2x101 koloni/ml, APM (angka paling mungkin) E. coli <3/ml, Salmonella negatif/25
ml dan S. aureus 1x102 koloni/ml.
Mikroorganisme yang terdapat di dalam susu pasteurisasi merupakan
mikroorganisme yang dapat bertahan dari proses pasteurisasi pada susu segar (seperti
mikroorganisme termodurik) dan mereka yang masuk ke dalam produk susu pasca
proses pasteurisasi dan sebelum pengemasan (kontaminasi pasca pasteurisasi).
Beberapa contoh dari mikroorganisme termodurik yang dapat bertahan dari proses
pasteurisasi antara lain Micrococcus, bebebrapa jenis Enterococcus (E. faecalis),
Streptococcus, beberapa jenis Lactobacillus (seperti L. viridescens), dan spora dari
Bacillus dan Clostridium. Beberapa kontaminan pasca proses pemanasan antara lain
koliform, Pseudomonas, Alcaligenes, dan Flavobacterium (Ray, 2001).
8
Sebagian besar kerusakan susu disebabkan oleh mikroorganisme. Beberapa
kerusakan tersebut antara lain, (1) pengasaman dan penggumpalan susu karena
terbentuknya asam laktat, (2) pengentalan dan pembentukan lendir, dan (3)
penggumpalan susu tanpa penurunan pH yang diakibatkan oleh aktivitas bakteri
Bacillus cereus (Buckle et al., 2007).
Yogurt
Yogurt merupakan hasil fermentasi susu yang dibuat dengan penambahan
satu kultur atau lebih pada bahan yang mengandung krim susu, sebagian susu skim
atau skim. Kultur starter yang ditambahkan berupa bakteri atau kombinasi dari dua
bakteri asam laktat spesifik, yaitu Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus dan
Streptococcus thermophilus (Hui, 2004).
Yogurt sering digunakan sebagai makanan yang bertujuan untuk kebutuhan
diet (dietetic purposes) atau kesehatan (therapeutic purposes), terutama bagi
konsumen yang menginginkan produk pangan dengan kalori rendah. Penderita
lactose intolerance sangat baik mengkonsumsi produk yogurt karena jumlah laktosa
yang terkandung sangat rendah. Bakteri Lactobacillus seperti L. acidophilus, L.
casei, atau keduanya memiliki potensi untuk mendegradasi laktosa sehingga
membantu dalam proses pencernaan laktosa (Ray, 2001).
Berdasarkan perbedaan metode pembuatannya, tipe yogurt dibagi menjadi
dua yaitu set yogurt dan stirred yogurt. Klafikasi ini berdasarkan pada sistem
pembuatannya dan struktur fisik dari koagulum. Set yogurt merupakan produk
dengan karakteristik proses bahwa pada waktu inkubasi atau fermentasi susu berada
di dalam kemasan individual, sehingga karakteristik koagulumnya tidak berubah.
Pada stirred yogurt fermentasi susu dilakukan pada wadah yang relatif sangat besar
(fermentor) dan setelah inkubasi barulah produk dikemas dalam kemasan individual
sehingga memungkinkan koagulumnya mengalami perubahan tekstur dan konsistensi
sebelum pendinginan dan pengemasan selesai (Hui, 2004). Yogurt komersial dibagi
menjadi tiga kategori utama, yaitu : plain yogurt atau natural yogurt (tanpa
penambahan bahan lainnya selain susu dan kultur BAL), fruit yogurt (yogurt dengan
penambahan buah), dan flavoured yogurt yaitu yogurt dengan penambahan bahan
perisa (Hui, 2004).
9
Jika pada yogurt ditambahkan probiotik, maka interaksi probiotik dengan
kultur yogurt menjadi lebih baik sehingga produk sinbiotik menjadi lebih unggul.
Diduga kultur bakteri asam laktat yang digunakan dalam pembuatan yogurt akan
lebih intensif ketika digunakan bersamaan dengan probiotik yang sengaja
ditambahkan pada yogurt (Knut, 2001).
Sifat Mikrobiologi
Kultur starter yogurt komersial terdiri atas Lactobacillus delbrueckii subsp.
bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Hasil penelitian Utami (1995)
mendapatkan, bahwa inokulasi biakan starter terbaik pada yogurt adalah konsentrasi
3% dengan perbandingan terbaik antara Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus
dan Streptococcus thermophilus adalah 1 : 1.
Kombinasi L. delbrueckii subsp. bulgaricus dan S. thermophilus pada
produk akan mempercepat dan menghasilkan total asam yang lebih banyak
dibandingkan dalam bentuk tunggalnya. Hal ini disebabkan aktifitas proteolitik dari
L. bulgaricus yang menghasilkan asam amino seperti valin, histidin dan glisin
sehingga dapat merangsang pertumbuhan dan produksi asam dari bakteri S.
thermophilus Sebaliknya aktifitas dari S. thermophilus akan menurunkan pH dan
menghasilkan asam format yang dapat menstimulasi aktifitas L. delbrueckii subsp.
bulgaricus (Ray, 2001).
Yogurt yang mengandung L. delbrueckii subsp. bulgaricus dan S.
thermophilus dapat mempengaruhi jumlah Clostridium dan Bifidobacteria yang
terdapat dalam usus manusia. Dengan konsumsi yogurt secara teratur maka terjadi
perubahan jumlah mikroflora di dalam usus yaitu jumlah Clostridium menurun dan
Bifidobacteria meningkat (Hekmat dan McMahon, 1992). Pada awal inkubasi S.
thermophilus tumbuh lebih cepat dan mendominasi proses fermentasi, sedangkan L.
delbrueckii subsp. bulgaricus tumbuh lebih lambat. Pada saat pH mencapai 4,2
pertumbuhan S. thermophilus akan semakin melambat hingga pada saat pH di bawah
4,2 maka proses fermentasi yang terjadi didominasi oleh L. delbrueckii
subsp.bulgaricus. (Hui, 2004).
Bakteri L. delbrueckii subsp.bulgaricus dan S. thermophilus merupakan
bakteri asam laktat yang memiliki sifat homofermentatif, asidurik dan termofilik.
10
Bakteri asam laktat yang tergolong ke dalam homofermentatif dapat megubah lebih
dari 85% glukosa atau heksosa lainnya menjadi asam laktat (Campbell-Platt, 2009).
Proses Fermentasi
Bakteri asam laktat memproduksi asam organik seperti asam laktat dan
asam asetat yang membantu mengatur aktifitas pencernaan dan memperbaiki
pencernaan serta absorpsi pada tubuh manusia. Komponen-komponen yang
diproduksi oleh bakteri asam laktat dapat pula menekan proses pembusukan
makanan dalam usus dan merangsang ekskresi kotoran ke luar. Selain itu bakteri
asam laktat memiliki pengaruh bakteriostatik terhadap mikroba tertentu (Goktepe et
al., 2006).
Laktosa atau gula susu yang berupa disakarida dihidrolisis menjadi
monosakarida glukosa dan galaktosa oleh enzim laktase. Unit-unit monosakarida
tersebut (dalam kondisi asam) kemudian difermentasi oleh bakteri asam laktat
menjadi asam laktat (Hui, 2004).
Yogurt yang memiliki keasaman kurang lebih 1% asam laktat akan
menyebabkan bakteri-bakteri patogen seperti Salmonella sp menjadi inaktif. Selain
itu koliform akan menjadi tidak mampu bertahan pada kondisi pH rendah dan
penghambatan ini diperkuat oleh produksi senyawa-senyawa antibiotik yang
dihasilkan oleh mikroorganisme yogurt (Tamime dan Robinson, 1999).
Kasein merupakan protein terbesar yang terdapat dalam susu dan sangat
dipengaruhi oleh kondisi penurunan nilai pH. Penurunan tingkat keasaman atau nilai
pH susu berakibat misela-misela tersebut menjadi endapan dan membentuk jeli
sehingga terbentuk gel yogurt (Brown, 2008).
Pembuatan Yogurt
Pembuatan yogurt dimulai dengan persiapan kultur, yaitu dengan
membiakkan kultur murni Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus dan
Streptococcus thermophilus. Umumnya pada pembuatan plain yogurt tidak
ditambahkan gula maupun flavor sehingga yogurt yang dihasilkan memiliki citarasa
asli. Kandungan lemak dalam yogurt dapat diatur sesuai dengan tingkat kesukaan
konsumen. Bahan baku lain berbasis susu yang dapat digunakan sebagai bahan baku
11
pembuatan yogurt antara lain susu skim, atau susu rendah lemak. Sedangkan bahan
tambahan pangan yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu yogurt antara lain
vitamin A, vitamin D, pemanis alami atau pemanis buatan, penstabil, perisa
(flavoring ingredients), maupun pewarna pangan. Selain itu, ke dalam yogurt dapat
pula ditambahkan bakteri laktat lainnya misalnya Lactobacillus acidophilus yang
mampu menghasilkan bakteriosin. Lactobacillus acidophilus termasuk probiotik,
sehingga dengan penambahan L. acidophilus pada yogurt akan menghasilkan yogurt
sinbiotik (Hui, 2004).
Pada pembuatan minuman susu fermentasi, diharapkan akan dihasilkan
produk akhir dengan pH 3,8. Nilai pH yang rendah, jauh di bawah titik isoelektrik
protein susu (4,6) akan mencegah pertumbuhan bakteri lainnya termasuk juga bakteri
patogen selama proses penyimpanan. Namun demikian, kapang masih mungkin
tumbuh pada produk dengan tingkat keasaman tinggi sehingga dapat menyebabkan
kerusakan yogurt (Goktepe et al, 2006 dan Hui, 2004). Hal ini dapat dicegah dengan
penambahan bahan tambahan pangan yang bersifat antimikotik pada yogurt untuk
mencegah atau menghambat pertumbuhan kapang, sehingga dapat memperpanjang
umur simpan yogurt.
Sifat dan Nilai Gizi Yogurt
Umumnya sifat yogurt dipengaruhi oleh komposisi bahan mentah yang
digunakan. Karakteristik yogurt yang dihasilkan adalah halus, membentuk gel kental
dengan rasa asam dan flavor yang menyerupai flavor green apple. Beberapa yogurt
menunjukkan karakteristik konsistensi yang menyerupai puding (Hui, 2004).
Flavor yang dimiliki oleh yogurt memiliki karakteristik unik dan umumnya
tidak ditemui dalam produk susu fermentasi lainnya. Flavor tersebut dipengaruhi
oleh suhu inkubasi, jumlah inokulum yang ditambahkan, periode inkubasi, sumber
kultur, perlakuan pemanasan bahan dasar susu dan pH produk akhir (Hui, 2004 dan
Ray, 2001).
Plain yoghurt merupakan yogurt murni tanpa penambahan flavor atau buah
serta tanpa bahan penstabil maupun pemanis. Karakteristik yogurt ini adalah
umumnya asam, berflavor khas yogurt dengan tingkat keasaman berkisar antara 0,9 –
1,2% (berdasarkan total asam laktat). Plain yoghurt umumnya kurang disukai
12
konsumen karena kurangnya variasi rasa dan aroma, namun bagi konsumen yang
membatasi konsumsi gula maka plain yoghurt merupakan salah satu pilihan yang
tepat. Bakteri asam laktat pada yogurt non pasteurisasi yang disimpan pada suhu
rendah masih dapat berkembang secara lambat, sehingga proses produksi asam laktat
pun masih berlangsung. Hal ini menyebabkan yogurt yang terlalu lama disimpan
pada suhu rendah akan memiliki rasa asam yang sangat pekat, yang berasal dari asam
laktat dalam jumlah besar. Yogurt non pasteurisasi yang disimpan pada suhu 10oC
memiliki umur simpan sekitar 2 minggu (Hui, 2004).
Pemanasan yogurt pada suhu berkisar antara 60 – 65oC selama 15-20 menit
dapat mempertahankan mutu yogurt antara 6 – 8 minggu apabila disimpan pada suhu
dingin (12oC). Yogurt yang tidak dipanaskan memiliki waktu simpan 3 minggu
apabila disimpan pada suhu dingin. Pemanasan yogurt dapat memperpanjang masa
simpan yogurt karena dengan aplikasi panas dapat membunuh bakteri-bakteri lain
yang mungkin telah mencemari yogurt. Selain itu bakteri asam laktat pada yogurt
pasteurisasi akan mati sehingga produk tidak semakin masam (Lund et al., 2000).
Mikroflora Usus
Mikroflora usus terdapat semenjak manusia dilahirkan dan terdiri atas
bermacam-macam mikroorganisme yang memiliki fungsi penting bagi inangnya,
khususnya yaitu manusia. Janin hidup dan tumbuh dalam kondisi steril dalam
kandungan, selanjutnya akan terekspos oleh mikroba yang berasal dari saluran
genital, feses, mikroba kulit ibunya, dan lingkungan setelah dilahirkan (Goktepe, et
al., 2006).
Komposisi dari mikroflora usus berubah seiring dengan bertambahnya umur
seseorang. Manusia dewasa yang sehat memiliki mikroflora usus yang berada pada
keseimbangan walaupun terdapat perbedaan pada individu yang satu dengan individu
lainnya. Menurut Mitsuoka (1990), perubahan yang terjadi dengan mikroflora
disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain karena bertambahnya usia,
stress, konstipasi, dan diare yang dialami oleh individu tersebut. Salminen dan
Wright (1998) menyatakan bahwa komposisi mikroflora usus pada lokasi spesifik
ditentukan oleh lingkungan fisik (misalnya gerakan usus) dan lingkungan kimia
(perubahan nilai pH). Lactobacillus acidophilus, L. reuteri dan Bifidobacteria
13
merupakan mikroba yang dominan terhadap flora bayi yang sedang dalam masa
pemberian ASI, sedangkan bayi yang diberikan susu formula memiliki flora yang
lebih beragam, antara lain meliputi Bifidobacteria, mikroba aerobik dan anaerobik
(Mitsouka, 1990).
Bakteri Asam Laktat
Bakteri asam laktat (BAL) adalah bakteri yang dapat memfermentasi gula-
gula sederhana seperti glukosa atau laktosa untuk memproduksi sejumlah besar asam
laktat. Klasifikasi bakteri asam laktat dibuat pada tahun 1919 oleh S. Orla-Jensen
(Hui, 2004). Kini dengan penggunaan metode untuk teknologi dan tipe molekuler
DNA maka berdampak besar pada taksonominya sehingga perlu dilakukan revisi
taksonomi (Tabel 2), sedangkan pada Tabel 3 tercantum sepuluh nama genus bakteri
asam laktat.
Bakteri asam laktat termasuk kelompok bakteri Gram-positif, tidak
membentuk spora, dapat berbentuk koki, kokobasili atau batang. Pada umumnya
BAL bersifat katalase negatif, namun beberapa galur memiliki sifat katalase semu
yang dapat dideteksi dalam kultur yang dipupukkan pada media dengan konsentrasi
gula rendah, dan membutuhkan karbohidrat yang difermentasi untuk
pertumbuhannya (Ray, 2001).
Bakteri asam laktat diklasifikasikan menjadi dua golongan berdasarkan hasil
metabolisme glukosa, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. BAL
homofermentatif mengubah 95% glukosa menjadi asam laktat serta sejumlah kecil
CO2 serta asam-asam volatile (Rahman et al., 1992). BAL heterofermentatif
menghasilkan asam asetat, asam laktat, CO2, dan etanol dalam jumlah yang besar
(Mitsuoka, 1990). Bakteri asam laktat juga memiliki kemampuan untuk
menghasilkan senyawa-senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme lainnya. Senyawa-senyawa antimikroba tersebut antara lain asam
laktat, asam asetat, hidrogen peroksida, diasetil, serta bakteriosin (De Vuyst dan
Vandamme, 1994).
14
Tabel 2. Perubahan Nama-nama Bakteri Asam Laktat bedasarkan Revisi
Taksonomi
Nama Baru Nama Lama
Carnobacterium divergens Lactobacillus divergens
Carnobacterium piscicola Lactobacillus carnis
Lactobacillus delbrueckii subsp.
Bulgaricus
Lactobacillus bulgaricus
Lactobacillus delbrueckii subsp. lactis Lactobacillus lactis
Lactobacillus rhamnosus Lactobacillus casei subsp. Rhamnosus
Lactobacillus sakei Lactobacillus sake dan sebagian besar
strain dari Lactobacillus bavaricus
Lactobacillus sanfranciscensis Lactobacillus sanfrancisco
Lactococcus lactis subsp. cremoris Streptococcus cremoris
Lactococcus lactis subsp. lactis Streptococcus lactis
Lactococcus lactis subsp. lactis biovar.
Diacetylactis Streptococcus diacetylactis
Leuconostoc mesenteroides subsp.
cremoris
Leuconostoc citrovorum
Leuconostoc mesenteroides subsp.
dextranicum
Leuconostoc dextranicum
Oenococcus oeni Leuconostoc oeni
Streptococcus thermophilus Streptococcus salivarus subsp.
thermophilus
Tetregenococcus halophilus Pediococcus halophilus
Weissella confuse Lactobacillus confuses
Weissella paramesenteroides Leuconostoc paramesenteroides
Sumber : Hui, 2004
Keterangan : Tidak semua bacteria dalam daftar tersebut digunakan sebagai starter, beberapa
diantaranya merupakan hasil isolasi dari produk fermentasi pangan (http://www.bacterio.cict.fr.)
Kultur Starter Yogurt.
Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus. Bakteri Lactobacillus
delbrueckii subsp. bulgaricus merupakan salah satu bakteri yang berperan sebagai
kultur starter bakteri dalam proses pembuatan produk yogurt. Bakteri ini dapat hidup
di dalam usus namun hanya dapat bertahan selama sekitar tiga jam setelah masuk ke
dalam usus bersamaan dengan yogurt yang dikonsumsi. Oleh karena itu
15
Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus tidak tergolong ke dalam bakteri
probiotik (Goktepe et al., 2006).
Tabel 3. Genus dari Bakteri Asam Laktat
Genus Genus terdahulu Jumlah spesies Fermentasi Gula
Lactococcus Lactic atau Grup N
Streptococcus
5 Homo
Enterococcusa Fecal Streptococcus 14 Homo
Streptococcusb 39 Homo
Leuconostoc Betacoccus 9 Hetero
Oenococcus Leuconostoc 1 Hetero
Pediococcus 6 Homo
Tetragenococcus Pediococcus 1 Homo
Lactobacillus >60 Grup I : Homo
Grup II : Facultative heteroc
Grup III : Hetero
Carnobacterium Lactobacillus 6 Homo
Weisella 1 genus sebelumnya
Leuconostoc
5 genus sebelumnya
Lactobacillus
7 Hetero
Sumber : Hui, 2004.
Keterangan : abeberapa bersifat patogenik
bBanyak yang bersifat patogenik
cFermentasi glukosa melalui jalur homofermentatif, serta pentoses dan 6-P-
glyconate melalui jalur heterofermentatif.
Bakteri L. delbrueckii subsp. bulgaricus termasuk bakteri Gram-positif,
memiliki bentuk batang, berukuran medium atau panjang. Bakteri laktat ini tidak
dapat tumbuh pada suhu 10OC, namun mampu bertahan hidup dalam suhu 45
OC,
memiliki sifat reduksi litmus kuat, tidak tahan pada kondisi garam (6,5%), dan
bersifat termodurik (Rahman et al., 1992).
Banyak penelitian menunjukkan adanya korelasi keberadaan L. delbrueckii
subsp. bulgaricus dengan mikroflora usus. Terdapat perubahan mikroflora dalam
feses manusia setelah mengkonsumsi yogurt yang mengandung bakteri Lactobacillus
delbrueckii subsp. bulgaricus. Jumlah Bifidobakteria dalam feses meningkat,
sedangkan jumlah Clostridium menurun secara nyata (Goktepe et al., 2006).
16
Streptococcus thermophilus. Bakteri S. thermophilus (Streptococcus
salivarius subsp. thermophilus) merupakan salah satu bakteri yang berperan dalam
proses pembuatan yogurt seperti halnya Lactobacillus delbruekii subsp. bulgaricus.
Bakteri laktat S. thermophilus juga hanya dapat bertahan hidup dalam usus manusia
dalam rentang waktu yang tidak lama (Goktepe et al., 2006).
Bakteri S. thermophilus merupakan bakteri yang berbentuk bulat dengan
susunan membentuk rantai panjang atau pendek, termasuk dalam golongan bakteri
Gram-positif, dapat mereduksi litmus milk dan katalase negatif. Bakteri ini tidak
toleran terhadap konsentrasi garam lebih dari 6,5% dengan pH optimal untuk
pertumbuhan adalah 6,5. S. thermophilus dibedakan dari genus Streptococcus lainnya
berdasarkan pertumbuhan pada suhu 45oC, dan tidak dapat tumbuh pada suhu 10
oC
(Jay, 2000).
Bakteri S. thermophilus yang ditumbuhkan pada susu kerbau memiliki sifat
antibakteri. Beberapa bakteri yang dihambat oleh S. thermophilus adalah Bacillus
cereus, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhosa, Escherichia coli, dan
Staphylococcus aureus (Davidson and Branen, 1993).
Kultur Starter Probiotik.
Lactobacillus acidophilus
Bakteri Lactobacillus acidophilus juga merupakan bakteri yang hidup di
dalam saluran pencernaan manusia. Bakteri ini memiliki pengaruh yang baik bagi
kesehatan manusia yaitu membantu keseimbangan jumlah mikroflora di dalam usus,
meningkatkan aktifitas enzim β-galaktosidase, menurunkan kolesterol serta
mengontrol perkembangan sel kanker (Hui, 2004).
L. acidophilus merupakan bakteri yang berbentuk batang, termasuk ke
dalam famili Lactobacillaceae, genus Lactobacillus. Bakteri ini tergolong ke dalam
bakteri Gram-positif dan tidak membentuk spora. L. acidophilus bersifat
homofermentatif, menghasilkan D, L-asam laktat (dari glukosa). Suhu optimum bagi
pertumbuhan bakteri ini adalah 35 – 38oC dan pertumbuhannya akan terhambat pada
suhu 15oC (Lund et al., 2000).
Ketidakstabilan sel Lactobacillus acidophilus yang ditambahkan ke dalam
yogurt disebabkan oleh hidrogen peroksida yang dihasilkan oleh kultur Lactobacilli
17
pada yogurt. Hal ini akan menyebabkan Lactobacillus acidophilus menjadi
kehilangan viabilitasnya. Kehilangan ini dapat dicegah dengan cara penambahan
katalis yaitu enzim katalase (Ray, 2001).
Penambahan Lactobacillus acidophilus atau kultur starter yogurt yang
mengandung Lactobacillus lactis dan Streptococcus thermophilus ke dalam susu
mampu menurunkan gejala lactose maldigestion pada anak-anak. Selain itu bakteri
ini juga mempunyai aktifitas antimutagenik yang mampu menghambat senyawa
mutagenik yang dihasilkan oleh Salmonella Typhimurium (Hui, 2004).
Prebiotik
Prebiotik merupakan bahan yang tidak tercerna di dalam tubuh atau non-
digestible food ingredient yang memicu aktivitas dan pertumbuhan yang selektif
terhadap satu jenis ataupun lebih bakteri penghuni kolon yang bermanfaat bagi
kesehatan manusia (Aryana dan McGrew, 2007). Prebiotik pada umumnya adalah
karbohidrat dalam bentuk oligosakarida (oligofruktosa maupun oligoglukosa) dan
dietary fiber (inulin). Bahan pangan yang merupakan sumber dari prebiotik antara
lain adalah bawang putih, asparagus, pisang, umbi dahlia dan ubi jalar. Suatu
prebiotik harus memenuhi kriteria antara lain (a) tidak terhidrolisis dan diserap di
bagian usus halus ataupun usus besar, (b) substrat tersebut haruslah selektif untuk
satu maupun sejumlah mikroflora yang menguntungkan bagi kolon, dan (c) memiliki
kemampuan untuk mengubah mikroflora pada kolon menjadi komposisi yang
menguntungkan bagi kesehatan manusia, terutama pada bagian kolon (McFarlan dan
Cummings, 1999).
Fruktooligosakarida (FOS)
Fruktooligosakarida (FOS) merupakan oligosakarida yang tidak dapat
dicerna oleh manusia. Umumnya substrat ini terdapat di bawang merah yang
umumnya digunakan pada olahan pangan serta memiliki efek yang bagus untuk
kesehatan. FOS tidak dapat dihidrolisis oleh enzim usus halus sehingga FOS ini
dapat mencapai usus besar. Selanjutnya FOS dimetabolisme oleh mikroflora yang
terdapat pada usus besar. Hasil akhir dari proses fermentasinya berupa gas, asam
laktat dan asam lemak rantai pendek seperti propionat, butirat dan asetat (Aryana dan
18
McGrew, 2007). Lactobacillus dan Bifidobacterium dapat menfermentasi prebiotik
FOS. Bahan prebiotik FOS banyak juga ditambahkan ke dalam susu formula, yogurt
dan produk pangan lainnya (Kaplan dan Hudkins, 2000).
Bakteriosin
Bakteriosin pada awalnya didefinisikan secara spesifik berhubungan dengan
colicin yaitu jenis protein antibiotik, yang mensitesis suatu komponen yang dapat
mematikan atau menghambat pertumbuhan sel. Kemampuan daya serapnya
bergantung terhadap adanya kehadiran reseptor spesifik pada bagian bakteri yang
sensitif. Ciri-ciri lain yang membedakan substansi penghambat jenis colicin antara
lain berat molekulnya yang relatif tinggi, aktifitas penghambat yang sensitif
(umumnya dibatasi pada strain Enterobactericeae) dan gabungan plasmid yang
menentukan genetik (Ray, 2001).
Sekarang ini telah ditemukan bahwa sebagian besar bakteriosin yang
diproduksi berasal dari bakteri Gram positif. Hal ini jelas tidak sesuai dengan ciri-ciri
pada colicin. Bakteriosin cenderung menjadi lebih aktif terhadap strain bakteri Gram
positif. Beberapa bakteriosin, seperti nisin, mengandung lanthionin yang merupakan
asam amino termodifikasi yang terbentuk setelah terjadi hasil translasi pada molekul
(De Vuyst dan Leroy, 2007).
BAL memiliki kemampuan untuk memproduksi asam laktat yang
merupakan produk utama dari proses metabolisme yang berguna untuk menghambat
pertumbuhan dari mikroorganisme yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan.
Selain asam laktat, bakteri asam laktat juga memiliki kemampuan untuk
memproduksi berbagai substansi antimikroba. Beberapa contoh dari substansi
antimikroba ini antara lain hidogen peroksida, diasetil, asam organik, dan bakteriosin
(Jay, 1992).
Bakteriosin merupakan substansi protein yang umumnya memiliki berat
molekul kecil dan memiliki aktivitas sebagai bakterisidal, melalui sintesis protein
yang diatur oleh plasmid. Senyawa antimikroba atau bakteriosin memiliki banyak
peran dan manfaat, terutama terhadap kemampuan atau sifat antagonistiknya, dalam
bidang biopreservatif bahan pangan, juga terhadap kemampuannya dalam
menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif maupun Gram negatif dan juga
19
sebagai terapeutik. Beberapa spesies bakteri asam laktat yang telah diketahui
memiliki kemampuan dalam memproduksi bakteriosin antara lain adalah
Streptococcus lactis, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus acidophilus,
Pediococcus acidilactici, Enterococcus faecum, Enterococcus lactis, Leuconostoc
mesenteroides dan Listeria monocytogenes (Lund et al., 2000).
Ray (2001) menambahkan definisi bakteriosin dengan beberapa kriteria
tambahan, antara lain sebagai berikut : (1) memiliki spektrum aktivitas yang relatif
sempit dan terpusat di sekitar spesies penghasil bakteriosin tersebut, (2) komponen
senyawa aktif utamanya terdiri atas fraksi protein, (3) memiliki sifat bakterisidal, (4)
memiliki reseptor spesifik terhadap sel sasaran dan (5) gen yang determinan terdapat
di dalam plasmid yang memiliki peranan pada produksi dan imunitas.
Bakteriosin yang diproduksi oleh bakteri asam laktat umumnya digunakan
sebagai komponen aktif untuk biopreservatif bahan pangan. Beberapa bakteriosin
memiliki tingkat ketahanan dan stabil pada perlakuan panas, sehingga hal ini
membuat bakteriosin tersebut aplikatif terhadap proses pemanasan. Bakteriosin juga
memiliki sifat irreversible, mudah untuk dicerna, memiliki pengaruh positif terhadap
kesehatan dan dapat aktif pada konsentrasi yang rendah (De Vuyst dan Vandamme,
1994).
Natamisin
Natamisin (natamycin) pertama kali ditemukan pada tahun 1955.
Natamisin ini ditemukan dalam sebuah filtrat kultur bakteri Streptomyces natalensis.
Bakteri Streptomyces ini diisolasi dari tanah yang berasal dari provinsi Natal di
Afrika Selatan. Oleh karena itu nama natamisin ini diambil dari nama daerah
tersebut. Pada awalnya natamisin disebut dengan pimaricin, sesuai dengan nama kota
terdekat yaitu Pietermaritzburg. Pengaruh komponen antimikotik dari natamisin ini
pada awalnya ditunjukkan terdapat pada bahan pangan seperti buah-buahan lunak
seperti strawberi dan raspberi, jus buah, minuman berkarbonasi, dressed poultry,
sosis, cottage cheese dan hard cheese. Sekarang ini natamisin telah diizinkan
penggunaannya sebagai bahan tambahan pada bahan pangan di seluruh dunia (De
Vuyst dan Leroy, 2007). The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food
Additives (JECFA), suatu komite ilmiah internasional telah mengevaluasi keamanan
20
dari berbagai senyawa yang digunakan sebagai bahan tambahan pangan. Hingga kini
JECFA telah melakukan evaluasi terhadap lebih dari 1.500 jenis bahan tambahan
pangan, termasuk natamisin. Pada tahun 1966 JECFA mulai mempelajari keamanan
dalam pemanfaatan natamisin sebagai antimikroba, dan kajian terakhir tentang
natamisin dilakukan JECFA pada tahun 2002 (DSM, 2010).
Natamycin umumnya digunakan dalam produk seperti keju, krim asam,
yogurt dan campuran salad dalam kemasan. Penggunaan natamisin terutama untuk
perlakuan pada permukaan keju dan daging yang diproses yaitu digunakan pada
permukaan sosis kering/sosis fementasi untuk mencegah pertumbuhan kapang pada
selongsong sosis. Sebagai bahan tambahan pangan, di Eropa natamisin diberi
kode/nomer E 235, namun natamisin yang beredar di Amerika Serikat tetap ditulis
sebagai natamycin (Anonymousa)
, 2010). Rumus molekul natamisis adalah
C33H47NO13 sedangkan rumus bangun natamisin tercantum pada Gambar 1.
Gambar 1. Rumus Bangun Natamisin (Anonymous, 2005)
Penggunaan natamisin pada pangan, terutama pada keju dan olahan susu
lainnya, juga telah diuji secara intensif oleh beberapa institusi. Hasil uji
menunjukkan bahwa natamisin tidak bersifat toksik (DSM, 2010). Dari kajian
terhadap hewan percobaan, pemberian ransum yang mengandung natamisin dalam
jumlah tertentu ternyata tidak menunjukkan tokisitas akut. LD50 terendah adalah 450
mg/kg (atau 450 ppm). Bahkan LD50 pada tikus adalah ≥2300 mg/kg, dan dosis rutin
sebanyak 500 mg/kg/hari selama 2 tahun ternyata tidak menunjukkan adanya tumor.
Selain itu, penggunaan natamisin sebagai bahan tambahan pangan tidak berpengaruh
buruk terhadap pertumbuhan mikroflora usus (Anonymous, 2005).
21
Natamisin bersifat tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa serta
memiliki kelarutan dalam air yang sangat rendah. Namun demikian penggunaan
natamisin efektif pada konsentrasi yang sangat rendah. Sebagian besar kapang
mempunyai konsentrasi penghambatan minimun (minimum inhitory concentration)
sebesar <10ppm. Natamisin akan berikatan dengan ergosterol yang membentuk
building block pada dinding sel khamir maupun kapang. Hal ini tentunya
menyebabkan kerusakan pada dinding sel khamir atau kapang, sehingga
mengakibatkan sel mati. Dinding sel bakteri tidak mengandung ergosterol sehingga
adanya natamisin tidak berpengaruh pada pertumbuhan bakteri (DSM, 2010).
Pengemasan
Pengemasan merupakan salah satu proses yang sangat berperan penting
dalam industri pangan. Tujuan utama proses pengemasan adalah untuk menjaga
kualitas produk dari pengaruh luar, seperti adanya kontaminasi mikroorganisme
ataupun partikel kotoran, menghindari berkurangnya komponen-komponen yang ada
dalam bahan pangan, juga melindungi produk pangan tersebut dari pengaruh panas
dan cahaya. Proses pengemasan harus dilakukan sedekat mungkin dengan tempat
penyimpanan yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi
maupun kerusakan pasca produksi (Bureau dan Moulton, 1995).
Produk es krim harus dikemas dalam wadah yang tertutup rapat yang tidak
dipengaruhi ataupun mempengaruhi kandungan maupun isi dari produk es krim, serta
aman selama proses penyimpanan maupun pengiriman (Dewan Standarisasi
Nasional, 1995). Kemasan yang terbuat dari kertas karton atau cardboard baik untuk
digunakan pada penyimpanan produk olahan susu. Hal ini disebabkan kertas karton
tersebut tahan terhadap proses pembekuan serta memiliki nilai permeabilitas air dan
gas yang sangat rendah (Bureau dan Moulton, 1995).
Kemasan jenis poly propylene (PP)dapat pula digunakan sebagai kemasan
untuk produk es krim. Poly prolylene relatif banyak digunakan untuk kemasan
pangan maupun non pangan. Kemas plastik PP dikenal sebagai produk plastik yang
relatif ramah lingkungan, karena plastik jenis ini masih mungkin untuk didaur ulang
serta relatif mudah rusak/terdegradasi dibandingkan jenis plastik lainnya.
22
Keunggulan plastik PP untuk kemasan pangan antara lain permeabilitas uap air yang
sangat rendah sehingga produk yang dikemas relatif tidak mengalami perubahan
kadar air dalam jangka waktu agak lama. Selain itu titik leleh plastik PP sekitar
160oC sehingga plastik ini dapat digunakan untuk mengemas produk pangan yang
mengalami proses pemanasan. Plastik PP terbuat dari bahan yang tidak toksik,
mudah dibersihkan dan tidak meninggalkan noda pada kemasannya (Anomymous b)
,
2010).
Penilaian Organoleptik
Penilaian organoleptik atau penilaian sensorik merupakan metode penilaian
yang sering digunakan karena memiliki keunggulan dapat dilaksanakan secara cepat
dan langsung. Penerapan penilaian sensorial yang dilakukan dalam praktek nyata
disebut sebagai uji organoleptik dan dilakukan berdasarkan prosedur tertentu. Sistem
penilaian dari organoleptik telah dibakukan dan telah dijadikan sebagai alat penilaian
dalam laboratorium. Penilaian organoleptik sering digunakan sebagai metoda dalam
penelitian dan pengembangan produk pangan. Prosedur penilaian tersebut
memerlukan prosedur pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun dalam
melakukan analisis data (Karagul-Yuceer et al., 1999).
Pada uji organoleptik, indera yang berperan penting dalam proses pengujian
adalah indera penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba, dan pendengaran. Indera
yang paling umum digunakan untuk proses penilaian penerimaan suatu makanan
adalah penglihatan dan pencicipan, lalu disusul oleh indera peraba. Selain itu dalam
proses uji organoleptik diperlukan sejumlah panelis (orang yang akan menjadi
anggota panel untuk proses pengujian). Panelis tersebut dapat dikelompokkan
menjadi beberapa golongan, yaitu panelis terbatas, panelis terlatih, panelis tidak
terlatih, dan panelis konsumen. Panelis dalam uji hedonik diminta tanggapan
pribadinya mengenai kesukaan, atau sebaliknya mengenai ketidaksukaan. Panelis
tersebut juga akan diminta untuk menentukan tingkat dari kesukaan tersebut.
Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut sebagai skala hedonik. Berbeda dengan uji
kesukaan, uji mutu hedonik tidak menyatakan suka atau tidak suka, melainkan
menyatakan kesan mengenai baik atau buruknya produk pangan yang diuji. Kesan
baik atau buruk ini disebut sebagai kesan mutu hedonik (Meilgaard et al., 1999).