bab ii tinjauan pustaka

20
TINJAUAN PUSTAKA Susu Susu merupakan salah satu bahan pangan hewani yang memiliki manfaat besar dalam pemenuhan kebutuhan gizi dari manusia. Susu segar berasal dari ambing sapi sehat yang diperah dengan cara pemerahan yang benar, tidak mengalami penambahan atau pengurangan suatu komponen apapun dan tidak mengalami proses pemanasan (Dewan Standarisasi Nasional, 1998). Kandungan berbagai jenis gizi dalam susu yang dibutuhkan oleh manusia antara lain protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, juga kandungan asam amino yang lengkap. Pengolahan produk susu menjadi berbagai macam produk bertujuan untuk meningkatkan daya terima dari konsumen dan meningkatkan umur simpan dari produk susu tersebut. Hal ini disebabkan produk susu merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan dan dapat mengurangi nilai kegunaan dari produk susu tersebut. Komposisi Susu Komposisi dalam susu sangat beragam tergantung dari beberapa faktor, antara lain jenis ternak, waktu pemerahan, musim, umur ternak dan pakan ternak. Selain itu komposisi susu dapat dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti penambahan air atau bahan-bahan lainnya, maupun adanya aktivitas bakteri pada susu yang tentunya dapat mempengaruhi komposisi susu (Buckle et al., 2007). Susu mengandung vitamin yang penting bagi tubuh manusia yaitu vitamin A dan D, riboflavin (vitamin B12), triptofan dan asam amino penting lainnya yang berperan dalam pembentukan vitamin B niasin. Sebaliknya kandungan vitamin C dan E relatif sangat sedikit, oleh sebab itu susu tidak dapat digunakan sebagai sumbervitamin C dan E. Jika susu terpapar sinar ultra violet secara terus menerus maka peluang hilangnya vitamin B12 (riboflavin) yang terdapat pada susu akan semakin besar. Susu mengandung sekitar 87,4% air dan 12,6% padatan susu. Komposisi susu secara lengkap terlihat pada Tabel 1.

Upload: hyureaper

Post on 01-Jan-2016

129 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

g

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Tinjauan Pustaka

TINJAUAN PUSTAKA

Susu

Susu merupakan salah satu bahan pangan hewani yang memiliki manfaat

besar dalam pemenuhan kebutuhan gizi dari manusia. Susu segar berasal dari ambing

sapi sehat yang diperah dengan cara pemerahan yang benar, tidak mengalami

penambahan atau pengurangan suatu komponen apapun dan tidak mengalami proses

pemanasan (Dewan Standarisasi Nasional, 1998). Kandungan berbagai jenis gizi

dalam susu yang dibutuhkan oleh manusia antara lain protein, lemak, karbohidrat,

vitamin, mineral, juga kandungan asam amino yang lengkap. Pengolahan produk

susu menjadi berbagai macam produk bertujuan untuk meningkatkan daya terima

dari konsumen dan meningkatkan umur simpan dari produk susu tersebut. Hal ini

disebabkan produk susu merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan

dan dapat mengurangi nilai kegunaan dari produk susu tersebut.

Komposisi Susu

Komposisi dalam susu sangat beragam tergantung dari beberapa faktor,

antara lain jenis ternak, waktu pemerahan, musim, umur ternak dan pakan ternak.

Selain itu komposisi susu dapat dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti penambahan

air atau bahan-bahan lainnya, maupun adanya aktivitas bakteri pada susu yang

tentunya dapat mempengaruhi komposisi susu (Buckle et al., 2007). Susu

mengandung vitamin yang penting bagi tubuh manusia yaitu vitamin A dan D,

riboflavin (vitamin B12), triptofan dan asam amino penting lainnya yang berperan

dalam pembentukan vitamin B niasin. Sebaliknya kandungan vitamin C dan E relatif

sangat sedikit, oleh sebab itu susu tidak dapat digunakan sebagai sumbervitamin C

dan E. Jika susu terpapar sinar ultra violet secara terus menerus maka peluang

hilangnya vitamin B12 (riboflavin) yang terdapat pada susu akan semakin besar.

Susu mengandung sekitar 87,4% air dan 12,6% padatan susu. Komposisi susu secara

lengkap terlihat pada Tabel 1.

Page 2: BAB II Tinjauan Pustaka

4

Tabel 1. Komposisi Susu

Komponen Jumlah

Air 87,4 %

Padatan susu 12,6 %

Lemak susu 3,7 %

Padatan susu tanpa lemak 8,9 %

Laktosa 4,8 %

Mineral 0,7 %

Protein 3,4 %

Protein kasein 2,8 %

Protein whey 0,6 %

Sumber : Brown, 2008.

Lemak merupakan komponen yang paling penting dalam susu, yang

memiliki bentuk butiran dan tersusun dalam susu sebagai emulsi lemak dalam air.

Lemak susu mengandung asam lemak jenuh sebesar 65-75%, asam lemak tidak

jenuh sebesar 25-30%, dan asam lemak tidak jenuh ganda sebesar 4% (Buckle et al.,

2007). Kandungan lemak pada susu berperan penting pada flavor, citarasa di mulut

(mouthfeel) maupun kestabilan produk hasil olahan susu. Lemak susu mengandung

sejumlah asam lemak rantai pendek antara lain asam butirat, asam kaprilat, asam

kaproat dan asam kaprat (Brown, 2008).

Seperti bahan pangan hewani lainnya, susu juga mengandung kolesterol

yang akan berdampak negatif pada manusia jika terdapat dalam jumlah banyak pada

darah. Lemak dan kolesterol tersebut tentunya juga terdapat pada produk olahan

berbahan baku susu misalnya es krim, mentega, keju, yogurt dan produk lainnya.

Oleh sebab itu kini makin banyak konsumen yang memilih produk olahan susu yang

rendah lemak (sekitar 1-2% lemak) atau bahkan produk olahan susu tanpa lemak

(Harte et al., 2003).

Protein yang terdapat di dalam susu terdiri dari dua kelompok protein

utama, yaitu kasein yang sebagian besar terdapat dalam bentuk koloidal dalam susu

dan protein whey yang sebagian besar merupakan bahan larut dalam susu. Kasein

merupakan protein utama susu yang jumlahnya mencapai kira-kira 80% dari total

protein. Kira-kira 18% dari bahan yang dapat larut tertinggal dalam protein whey

yaitu laktalbumin dan laktoglobulin (Brown, 2008).

Page 3: BAB II Tinjauan Pustaka

5

Laktosa adalah karbohidrat utama dalam susu. Laktosa tidak semanis

sukrosa dan memiliki daya larut hanya 20% pada suhu kamar Unsur lainnya berupa

mineral yang terkandung dalam susu antara lain adalah kalium, kalsium magnesium,

klorida, fosfor, dan sulfur. Unsur yang terbanyak pada susu adalah kalsium,

sedangkan unsur lainnya berada dalam jumlah kecil (Buckle et al., 2007).

Sifat Fisiko-Kimia Susu

Warna susu berkisar antara putih kebiruan hingga putih keemasan.

Perbedaan warna ini tergantung pada bangsa ternak, jenis makanan dan kandungan

lemak serta bahan padat yang terkandung dalam susu. Salah satu sifat fisik susu

adalah berat jenis. Besarnya berat jenis pada susu dipengaruhi oleh kadar lemak susu

dan komponen-komponen terlarut baik dalam bentuk koloid maupun suspensi,

seperti kasein, garam-garam susu dan laktosa (Brown, 2008).

Sifat fisik susu lainnya adalah titik beku susu. Titik beku susu dipengaruhi

oleh kandungan laktosa, garam-garam dan karbondioksida dalam susu. Semakin

besar kandungan zat-zat tersebut dalam susu, maka titik bekunya pun akan semakin

rendah. Persentase padatan susu mempengaruhi titik didih susu. Semakin besar

persentase padatan pada susu, maka semakin tinggi pula titik didih susu tersebut

(Buckle et al., 2007).

Sifat Mikrobiologi Susu

Zat-zat dalam susu memiliki perbandingan yang sempurna sehingga susu

menjadi mudah untuk dicerna dan sangat cocok untuk nutrisi bagi pertumbuhan, baik

pertumbuhan manusia maupun pertumbuhan beberapa jenis mikroorganisme.

Protein, lemak dan karbohidrat yang terkandung di dalam susu merupakan media

yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, baik patogen maupun saprofit

(Jay, 1992).

Suhu merupakan faktor penting yang sangat mempengaruhi jumlah

mikroorganisme dalam susu. Hampir semua mikroorganisme yang terdapat dalam

susu berkembang biak pada selang suhu antara 21oC hingga 37,78

oC. Pada suhu 20

hingga 30oC pertumbuhan mikroorganisme akan sedikit tertekan. Mikroorganisme

bergerak lamban dan bahkan tidak aktif pada suhu kurang dari 10oC (Ray, 2001).

Page 4: BAB II Tinjauan Pustaka

6

Bakteri yang selalu ada dalam produk susu adalah bakteri penghasil asam,

yang sebagian besar dari bakteri tersebut merupakan merupakan famili

Lactobactericeae dan Streptococcus lactis. Beberapa spesies dari Micrococcaceae

sering berada di dalam susu yang kurang terjaga kebersihannya. Bakteri ini akan

menyebabkan susu menjadi asam. (Hui, 2004). Famili dari Enterobacteriaceae,

terutama Escherichia coli dan Aerobacter aerogenes kerap kali ditemukan dalam

susu. Kedua spesies bakteri ini menyebabkan terjadinya fermentasi terhadap laktosa

(Ray, 2001).

Kerusakan Susu

Susu adalah bahan pangan yang mudah rusak dan mudah terkontaminasi

oleh mikroba karena susu merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan

mikroorganisme. Kerusakan susu oleh kontaminasi mikroba dapat disebabkan oleh

berbagai macam faktor, antara lain alat pemerahan dan tempat penyimpanan susu

yang kurang bersih, udara, lalat, dan buruknya penanganan oleh manusia (Buckle et

al., 2007).

Susu memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang tinggi dimana

mikroorganisme dapat menggunakannya untuk pertumbuhan. Di dalam susu segar

maupun susu pasteurisasi masih terdapat beberapa macam bakteria yg hidup,

sehingga untuk proses penyimpanannya dilakukan pendinginan dengan

menggunakan refrigerator. Walaupun susu disimpan di dalam refrigerator, namun

beberapa mikroba perusak masih mungkin tumbuh pada susu tersebut sehingga umur

simpan susu segar maupun susu pasteurisasi relatif terbatas (Ray, 2001).

Pada susu segar, adanya mikroorganisme berasal dari beberapa sumber

antara lain ambing, permukaan tubuh ternak, pakan, air minum ternak, udara,

maupun peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk pemerahan dan

penyimpanan. Tipe mikroorganisme utama yang umumnya terdapat di dalam ambing

yang sehat antara lain Micrococcus, Streptococcus dan Corynebacterium. Pada

umumnya susu segar memiliki kandungan mikroorganisme sebesar <103 sel/ml. Pada

sapi yang memiliki gejala mastitis, Streptococus agalactiae, Staphylococcus aureus,

coliform dan Pseudomonas dapat ditemui dalam jumlah yang cukup besar. Peralatan

di kandang juga dapat menjadi sumber utama bagi pencemaran bakteri Gram negatif,

Page 5: BAB II Tinjauan Pustaka

7

seperti Pseudomonas, Alcaligenes, dan Flavobacterium. Begitu juga dengan jenis

bakteri Gram positif seperti Micrococcus dan Enterococcus (Goktepe et al., 2006).

Selama masa penyimpanan susu di dalam refrigerator sebelum dilakukan

proses pasteurisasi, maka bakteri yang dapat berkembang di dalam susu segar

hanyalah bakteri yang bersifat psikotropik. Jenis-jenis bakteri tersebut antara lain

Pseudomonas, Flavobacterium, Alcaligenes, beberapa koliform, dan Bacillus spp.

Bakteri tersebut dapat mempengaruhi kualitas pada susu segar (misalnya rasa dan

tekstur susu). Beberapa bakteri diantaranya juga mampu memproduksi enzim tahan

panas, seperti proteinase dan lipase. Enzim ini juga mampu untuk mempengaruhi

kualitas dari produk susu segar, bahkan setelah melalui proses pasteurisasi pada susu

segar (Lund et al., 2000).

Pengawasan mutu mikrobiologi dari susu segar dan susu pasteurisasi

dilakukan di banyak negara melalui badan pengawas kesehatan pangan. Di Amerika

Serikat jumlah mikroba (Total Plate Count) pada susu segar yang dijual di pasaran

adalah sekitar 1x105 hingga 3 x10

5 koloni/ml, sedangkan syarat mutu susu segar

yang digunakan untuk kebutuhan industri adalah 0,5 hingga 1x106 koloni/ml (Ray,

2001). Persyaratan mutu mikrobiologi susu telah ditentukan pemerintah Indonesia

berdasarkan keputusan Badan Standardisasi Nasional tentang Batas Maksimum

Cemaran Mikroba dalam Pangan yang tertuang dalam Standar Nasional Indonesia

yaitu SNI 7388:2009. Persyaratan pada SNI untuk batas maksimum susu segar untuk

diproses lebih lanjut meliputi ALT (angka lempeng total) 1x106 koloni/ml, koliform

2x101 koloni/ml, APM (angka paling mungkin) E. coli <3/ml, Salmonella negatif/25

ml dan S. aureus 1x102 koloni/ml.

Mikroorganisme yang terdapat di dalam susu pasteurisasi merupakan

mikroorganisme yang dapat bertahan dari proses pasteurisasi pada susu segar (seperti

mikroorganisme termodurik) dan mereka yang masuk ke dalam produk susu pasca

proses pasteurisasi dan sebelum pengemasan (kontaminasi pasca pasteurisasi).

Beberapa contoh dari mikroorganisme termodurik yang dapat bertahan dari proses

pasteurisasi antara lain Micrococcus, bebebrapa jenis Enterococcus (E. faecalis),

Streptococcus, beberapa jenis Lactobacillus (seperti L. viridescens), dan spora dari

Bacillus dan Clostridium. Beberapa kontaminan pasca proses pemanasan antara lain

koliform, Pseudomonas, Alcaligenes, dan Flavobacterium (Ray, 2001).

Page 6: BAB II Tinjauan Pustaka

8

Sebagian besar kerusakan susu disebabkan oleh mikroorganisme. Beberapa

kerusakan tersebut antara lain, (1) pengasaman dan penggumpalan susu karena

terbentuknya asam laktat, (2) pengentalan dan pembentukan lendir, dan (3)

penggumpalan susu tanpa penurunan pH yang diakibatkan oleh aktivitas bakteri

Bacillus cereus (Buckle et al., 2007).

Yogurt

Yogurt merupakan hasil fermentasi susu yang dibuat dengan penambahan

satu kultur atau lebih pada bahan yang mengandung krim susu, sebagian susu skim

atau skim. Kultur starter yang ditambahkan berupa bakteri atau kombinasi dari dua

bakteri asam laktat spesifik, yaitu Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus dan

Streptococcus thermophilus (Hui, 2004).

Yogurt sering digunakan sebagai makanan yang bertujuan untuk kebutuhan

diet (dietetic purposes) atau kesehatan (therapeutic purposes), terutama bagi

konsumen yang menginginkan produk pangan dengan kalori rendah. Penderita

lactose intolerance sangat baik mengkonsumsi produk yogurt karena jumlah laktosa

yang terkandung sangat rendah. Bakteri Lactobacillus seperti L. acidophilus, L.

casei, atau keduanya memiliki potensi untuk mendegradasi laktosa sehingga

membantu dalam proses pencernaan laktosa (Ray, 2001).

Berdasarkan perbedaan metode pembuatannya, tipe yogurt dibagi menjadi

dua yaitu set yogurt dan stirred yogurt. Klafikasi ini berdasarkan pada sistem

pembuatannya dan struktur fisik dari koagulum. Set yogurt merupakan produk

dengan karakteristik proses bahwa pada waktu inkubasi atau fermentasi susu berada

di dalam kemasan individual, sehingga karakteristik koagulumnya tidak berubah.

Pada stirred yogurt fermentasi susu dilakukan pada wadah yang relatif sangat besar

(fermentor) dan setelah inkubasi barulah produk dikemas dalam kemasan individual

sehingga memungkinkan koagulumnya mengalami perubahan tekstur dan konsistensi

sebelum pendinginan dan pengemasan selesai (Hui, 2004). Yogurt komersial dibagi

menjadi tiga kategori utama, yaitu : plain yogurt atau natural yogurt (tanpa

penambahan bahan lainnya selain susu dan kultur BAL), fruit yogurt (yogurt dengan

penambahan buah), dan flavoured yogurt yaitu yogurt dengan penambahan bahan

perisa (Hui, 2004).

Page 7: BAB II Tinjauan Pustaka

9

Jika pada yogurt ditambahkan probiotik, maka interaksi probiotik dengan

kultur yogurt menjadi lebih baik sehingga produk sinbiotik menjadi lebih unggul.

Diduga kultur bakteri asam laktat yang digunakan dalam pembuatan yogurt akan

lebih intensif ketika digunakan bersamaan dengan probiotik yang sengaja

ditambahkan pada yogurt (Knut, 2001).

Sifat Mikrobiologi

Kultur starter yogurt komersial terdiri atas Lactobacillus delbrueckii subsp.

bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Hasil penelitian Utami (1995)

mendapatkan, bahwa inokulasi biakan starter terbaik pada yogurt adalah konsentrasi

3% dengan perbandingan terbaik antara Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus

dan Streptococcus thermophilus adalah 1 : 1.

Kombinasi L. delbrueckii subsp. bulgaricus dan S. thermophilus pada

produk akan mempercepat dan menghasilkan total asam yang lebih banyak

dibandingkan dalam bentuk tunggalnya. Hal ini disebabkan aktifitas proteolitik dari

L. bulgaricus yang menghasilkan asam amino seperti valin, histidin dan glisin

sehingga dapat merangsang pertumbuhan dan produksi asam dari bakteri S.

thermophilus Sebaliknya aktifitas dari S. thermophilus akan menurunkan pH dan

menghasilkan asam format yang dapat menstimulasi aktifitas L. delbrueckii subsp.

bulgaricus (Ray, 2001).

Yogurt yang mengandung L. delbrueckii subsp. bulgaricus dan S.

thermophilus dapat mempengaruhi jumlah Clostridium dan Bifidobacteria yang

terdapat dalam usus manusia. Dengan konsumsi yogurt secara teratur maka terjadi

perubahan jumlah mikroflora di dalam usus yaitu jumlah Clostridium menurun dan

Bifidobacteria meningkat (Hekmat dan McMahon, 1992). Pada awal inkubasi S.

thermophilus tumbuh lebih cepat dan mendominasi proses fermentasi, sedangkan L.

delbrueckii subsp. bulgaricus tumbuh lebih lambat. Pada saat pH mencapai 4,2

pertumbuhan S. thermophilus akan semakin melambat hingga pada saat pH di bawah

4,2 maka proses fermentasi yang terjadi didominasi oleh L. delbrueckii

subsp.bulgaricus. (Hui, 2004).

Bakteri L. delbrueckii subsp.bulgaricus dan S. thermophilus merupakan

bakteri asam laktat yang memiliki sifat homofermentatif, asidurik dan termofilik.

Page 8: BAB II Tinjauan Pustaka

10

Bakteri asam laktat yang tergolong ke dalam homofermentatif dapat megubah lebih

dari 85% glukosa atau heksosa lainnya menjadi asam laktat (Campbell-Platt, 2009).

Proses Fermentasi

Bakteri asam laktat memproduksi asam organik seperti asam laktat dan

asam asetat yang membantu mengatur aktifitas pencernaan dan memperbaiki

pencernaan serta absorpsi pada tubuh manusia. Komponen-komponen yang

diproduksi oleh bakteri asam laktat dapat pula menekan proses pembusukan

makanan dalam usus dan merangsang ekskresi kotoran ke luar. Selain itu bakteri

asam laktat memiliki pengaruh bakteriostatik terhadap mikroba tertentu (Goktepe et

al., 2006).

Laktosa atau gula susu yang berupa disakarida dihidrolisis menjadi

monosakarida glukosa dan galaktosa oleh enzim laktase. Unit-unit monosakarida

tersebut (dalam kondisi asam) kemudian difermentasi oleh bakteri asam laktat

menjadi asam laktat (Hui, 2004).

Yogurt yang memiliki keasaman kurang lebih 1% asam laktat akan

menyebabkan bakteri-bakteri patogen seperti Salmonella sp menjadi inaktif. Selain

itu koliform akan menjadi tidak mampu bertahan pada kondisi pH rendah dan

penghambatan ini diperkuat oleh produksi senyawa-senyawa antibiotik yang

dihasilkan oleh mikroorganisme yogurt (Tamime dan Robinson, 1999).

Kasein merupakan protein terbesar yang terdapat dalam susu dan sangat

dipengaruhi oleh kondisi penurunan nilai pH. Penurunan tingkat keasaman atau nilai

pH susu berakibat misela-misela tersebut menjadi endapan dan membentuk jeli

sehingga terbentuk gel yogurt (Brown, 2008).

Pembuatan Yogurt

Pembuatan yogurt dimulai dengan persiapan kultur, yaitu dengan

membiakkan kultur murni Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus dan

Streptococcus thermophilus. Umumnya pada pembuatan plain yogurt tidak

ditambahkan gula maupun flavor sehingga yogurt yang dihasilkan memiliki citarasa

asli. Kandungan lemak dalam yogurt dapat diatur sesuai dengan tingkat kesukaan

konsumen. Bahan baku lain berbasis susu yang dapat digunakan sebagai bahan baku

Page 9: BAB II Tinjauan Pustaka

11

pembuatan yogurt antara lain susu skim, atau susu rendah lemak. Sedangkan bahan

tambahan pangan yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu yogurt antara lain

vitamin A, vitamin D, pemanis alami atau pemanis buatan, penstabil, perisa

(flavoring ingredients), maupun pewarna pangan. Selain itu, ke dalam yogurt dapat

pula ditambahkan bakteri laktat lainnya misalnya Lactobacillus acidophilus yang

mampu menghasilkan bakteriosin. Lactobacillus acidophilus termasuk probiotik,

sehingga dengan penambahan L. acidophilus pada yogurt akan menghasilkan yogurt

sinbiotik (Hui, 2004).

Pada pembuatan minuman susu fermentasi, diharapkan akan dihasilkan

produk akhir dengan pH 3,8. Nilai pH yang rendah, jauh di bawah titik isoelektrik

protein susu (4,6) akan mencegah pertumbuhan bakteri lainnya termasuk juga bakteri

patogen selama proses penyimpanan. Namun demikian, kapang masih mungkin

tumbuh pada produk dengan tingkat keasaman tinggi sehingga dapat menyebabkan

kerusakan yogurt (Goktepe et al, 2006 dan Hui, 2004). Hal ini dapat dicegah dengan

penambahan bahan tambahan pangan yang bersifat antimikotik pada yogurt untuk

mencegah atau menghambat pertumbuhan kapang, sehingga dapat memperpanjang

umur simpan yogurt.

Sifat dan Nilai Gizi Yogurt

Umumnya sifat yogurt dipengaruhi oleh komposisi bahan mentah yang

digunakan. Karakteristik yogurt yang dihasilkan adalah halus, membentuk gel kental

dengan rasa asam dan flavor yang menyerupai flavor green apple. Beberapa yogurt

menunjukkan karakteristik konsistensi yang menyerupai puding (Hui, 2004).

Flavor yang dimiliki oleh yogurt memiliki karakteristik unik dan umumnya

tidak ditemui dalam produk susu fermentasi lainnya. Flavor tersebut dipengaruhi

oleh suhu inkubasi, jumlah inokulum yang ditambahkan, periode inkubasi, sumber

kultur, perlakuan pemanasan bahan dasar susu dan pH produk akhir (Hui, 2004 dan

Ray, 2001).

Plain yoghurt merupakan yogurt murni tanpa penambahan flavor atau buah

serta tanpa bahan penstabil maupun pemanis. Karakteristik yogurt ini adalah

umumnya asam, berflavor khas yogurt dengan tingkat keasaman berkisar antara 0,9 –

1,2% (berdasarkan total asam laktat). Plain yoghurt umumnya kurang disukai

Page 10: BAB II Tinjauan Pustaka

12

konsumen karena kurangnya variasi rasa dan aroma, namun bagi konsumen yang

membatasi konsumsi gula maka plain yoghurt merupakan salah satu pilihan yang

tepat. Bakteri asam laktat pada yogurt non pasteurisasi yang disimpan pada suhu

rendah masih dapat berkembang secara lambat, sehingga proses produksi asam laktat

pun masih berlangsung. Hal ini menyebabkan yogurt yang terlalu lama disimpan

pada suhu rendah akan memiliki rasa asam yang sangat pekat, yang berasal dari asam

laktat dalam jumlah besar. Yogurt non pasteurisasi yang disimpan pada suhu 10oC

memiliki umur simpan sekitar 2 minggu (Hui, 2004).

Pemanasan yogurt pada suhu berkisar antara 60 – 65oC selama 15-20 menit

dapat mempertahankan mutu yogurt antara 6 – 8 minggu apabila disimpan pada suhu

dingin (12oC). Yogurt yang tidak dipanaskan memiliki waktu simpan 3 minggu

apabila disimpan pada suhu dingin. Pemanasan yogurt dapat memperpanjang masa

simpan yogurt karena dengan aplikasi panas dapat membunuh bakteri-bakteri lain

yang mungkin telah mencemari yogurt. Selain itu bakteri asam laktat pada yogurt

pasteurisasi akan mati sehingga produk tidak semakin masam (Lund et al., 2000).

Mikroflora Usus

Mikroflora usus terdapat semenjak manusia dilahirkan dan terdiri atas

bermacam-macam mikroorganisme yang memiliki fungsi penting bagi inangnya,

khususnya yaitu manusia. Janin hidup dan tumbuh dalam kondisi steril dalam

kandungan, selanjutnya akan terekspos oleh mikroba yang berasal dari saluran

genital, feses, mikroba kulit ibunya, dan lingkungan setelah dilahirkan (Goktepe, et

al., 2006).

Komposisi dari mikroflora usus berubah seiring dengan bertambahnya umur

seseorang. Manusia dewasa yang sehat memiliki mikroflora usus yang berada pada

keseimbangan walaupun terdapat perbedaan pada individu yang satu dengan individu

lainnya. Menurut Mitsuoka (1990), perubahan yang terjadi dengan mikroflora

disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain karena bertambahnya usia,

stress, konstipasi, dan diare yang dialami oleh individu tersebut. Salminen dan

Wright (1998) menyatakan bahwa komposisi mikroflora usus pada lokasi spesifik

ditentukan oleh lingkungan fisik (misalnya gerakan usus) dan lingkungan kimia

(perubahan nilai pH). Lactobacillus acidophilus, L. reuteri dan Bifidobacteria

Page 11: BAB II Tinjauan Pustaka

13

merupakan mikroba yang dominan terhadap flora bayi yang sedang dalam masa

pemberian ASI, sedangkan bayi yang diberikan susu formula memiliki flora yang

lebih beragam, antara lain meliputi Bifidobacteria, mikroba aerobik dan anaerobik

(Mitsouka, 1990).

Bakteri Asam Laktat

Bakteri asam laktat (BAL) adalah bakteri yang dapat memfermentasi gula-

gula sederhana seperti glukosa atau laktosa untuk memproduksi sejumlah besar asam

laktat. Klasifikasi bakteri asam laktat dibuat pada tahun 1919 oleh S. Orla-Jensen

(Hui, 2004). Kini dengan penggunaan metode untuk teknologi dan tipe molekuler

DNA maka berdampak besar pada taksonominya sehingga perlu dilakukan revisi

taksonomi (Tabel 2), sedangkan pada Tabel 3 tercantum sepuluh nama genus bakteri

asam laktat.

Bakteri asam laktat termasuk kelompok bakteri Gram-positif, tidak

membentuk spora, dapat berbentuk koki, kokobasili atau batang. Pada umumnya

BAL bersifat katalase negatif, namun beberapa galur memiliki sifat katalase semu

yang dapat dideteksi dalam kultur yang dipupukkan pada media dengan konsentrasi

gula rendah, dan membutuhkan karbohidrat yang difermentasi untuk

pertumbuhannya (Ray, 2001).

Bakteri asam laktat diklasifikasikan menjadi dua golongan berdasarkan hasil

metabolisme glukosa, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. BAL

homofermentatif mengubah 95% glukosa menjadi asam laktat serta sejumlah kecil

CO2 serta asam-asam volatile (Rahman et al., 1992). BAL heterofermentatif

menghasilkan asam asetat, asam laktat, CO2, dan etanol dalam jumlah yang besar

(Mitsuoka, 1990). Bakteri asam laktat juga memiliki kemampuan untuk

menghasilkan senyawa-senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan

mikroorganisme lainnya. Senyawa-senyawa antimikroba tersebut antara lain asam

laktat, asam asetat, hidrogen peroksida, diasetil, serta bakteriosin (De Vuyst dan

Vandamme, 1994).

Page 12: BAB II Tinjauan Pustaka

14

Tabel 2. Perubahan Nama-nama Bakteri Asam Laktat bedasarkan Revisi

Taksonomi

Nama Baru Nama Lama

Carnobacterium divergens Lactobacillus divergens

Carnobacterium piscicola Lactobacillus carnis

Lactobacillus delbrueckii subsp.

Bulgaricus

Lactobacillus bulgaricus

Lactobacillus delbrueckii subsp. lactis Lactobacillus lactis

Lactobacillus rhamnosus Lactobacillus casei subsp. Rhamnosus

Lactobacillus sakei Lactobacillus sake dan sebagian besar

strain dari Lactobacillus bavaricus

Lactobacillus sanfranciscensis Lactobacillus sanfrancisco

Lactococcus lactis subsp. cremoris Streptococcus cremoris

Lactococcus lactis subsp. lactis Streptococcus lactis

Lactococcus lactis subsp. lactis biovar.

Diacetylactis Streptococcus diacetylactis

Leuconostoc mesenteroides subsp.

cremoris

Leuconostoc citrovorum

Leuconostoc mesenteroides subsp.

dextranicum

Leuconostoc dextranicum

Oenococcus oeni Leuconostoc oeni

Streptococcus thermophilus Streptococcus salivarus subsp.

thermophilus

Tetregenococcus halophilus Pediococcus halophilus

Weissella confuse Lactobacillus confuses

Weissella paramesenteroides Leuconostoc paramesenteroides

Sumber : Hui, 2004

Keterangan : Tidak semua bacteria dalam daftar tersebut digunakan sebagai starter, beberapa

diantaranya merupakan hasil isolasi dari produk fermentasi pangan (http://www.bacterio.cict.fr.)

Kultur Starter Yogurt.

Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus. Bakteri Lactobacillus

delbrueckii subsp. bulgaricus merupakan salah satu bakteri yang berperan sebagai

kultur starter bakteri dalam proses pembuatan produk yogurt. Bakteri ini dapat hidup

di dalam usus namun hanya dapat bertahan selama sekitar tiga jam setelah masuk ke

dalam usus bersamaan dengan yogurt yang dikonsumsi. Oleh karena itu

Page 13: BAB II Tinjauan Pustaka

15

Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus tidak tergolong ke dalam bakteri

probiotik (Goktepe et al., 2006).

Tabel 3. Genus dari Bakteri Asam Laktat

Genus Genus terdahulu Jumlah spesies Fermentasi Gula

Lactococcus Lactic atau Grup N

Streptococcus

5 Homo

Enterococcusa Fecal Streptococcus 14 Homo

Streptococcusb 39 Homo

Leuconostoc Betacoccus 9 Hetero

Oenococcus Leuconostoc 1 Hetero

Pediococcus 6 Homo

Tetragenococcus Pediococcus 1 Homo

Lactobacillus >60 Grup I : Homo

Grup II : Facultative heteroc

Grup III : Hetero

Carnobacterium Lactobacillus 6 Homo

Weisella 1 genus sebelumnya

Leuconostoc

5 genus sebelumnya

Lactobacillus

7 Hetero

Sumber : Hui, 2004.

Keterangan : abeberapa bersifat patogenik

bBanyak yang bersifat patogenik

cFermentasi glukosa melalui jalur homofermentatif, serta pentoses dan 6-P-

glyconate melalui jalur heterofermentatif.

Bakteri L. delbrueckii subsp. bulgaricus termasuk bakteri Gram-positif,

memiliki bentuk batang, berukuran medium atau panjang. Bakteri laktat ini tidak

dapat tumbuh pada suhu 10OC, namun mampu bertahan hidup dalam suhu 45

OC,

memiliki sifat reduksi litmus kuat, tidak tahan pada kondisi garam (6,5%), dan

bersifat termodurik (Rahman et al., 1992).

Banyak penelitian menunjukkan adanya korelasi keberadaan L. delbrueckii

subsp. bulgaricus dengan mikroflora usus. Terdapat perubahan mikroflora dalam

feses manusia setelah mengkonsumsi yogurt yang mengandung bakteri Lactobacillus

delbrueckii subsp. bulgaricus. Jumlah Bifidobakteria dalam feses meningkat,

sedangkan jumlah Clostridium menurun secara nyata (Goktepe et al., 2006).

Page 14: BAB II Tinjauan Pustaka

16

Streptococcus thermophilus. Bakteri S. thermophilus (Streptococcus

salivarius subsp. thermophilus) merupakan salah satu bakteri yang berperan dalam

proses pembuatan yogurt seperti halnya Lactobacillus delbruekii subsp. bulgaricus.

Bakteri laktat S. thermophilus juga hanya dapat bertahan hidup dalam usus manusia

dalam rentang waktu yang tidak lama (Goktepe et al., 2006).

Bakteri S. thermophilus merupakan bakteri yang berbentuk bulat dengan

susunan membentuk rantai panjang atau pendek, termasuk dalam golongan bakteri

Gram-positif, dapat mereduksi litmus milk dan katalase negatif. Bakteri ini tidak

toleran terhadap konsentrasi garam lebih dari 6,5% dengan pH optimal untuk

pertumbuhan adalah 6,5. S. thermophilus dibedakan dari genus Streptococcus lainnya

berdasarkan pertumbuhan pada suhu 45oC, dan tidak dapat tumbuh pada suhu 10

oC

(Jay, 2000).

Bakteri S. thermophilus yang ditumbuhkan pada susu kerbau memiliki sifat

antibakteri. Beberapa bakteri yang dihambat oleh S. thermophilus adalah Bacillus

cereus, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhosa, Escherichia coli, dan

Staphylococcus aureus (Davidson and Branen, 1993).

Kultur Starter Probiotik.

Lactobacillus acidophilus

Bakteri Lactobacillus acidophilus juga merupakan bakteri yang hidup di

dalam saluran pencernaan manusia. Bakteri ini memiliki pengaruh yang baik bagi

kesehatan manusia yaitu membantu keseimbangan jumlah mikroflora di dalam usus,

meningkatkan aktifitas enzim β-galaktosidase, menurunkan kolesterol serta

mengontrol perkembangan sel kanker (Hui, 2004).

L. acidophilus merupakan bakteri yang berbentuk batang, termasuk ke

dalam famili Lactobacillaceae, genus Lactobacillus. Bakteri ini tergolong ke dalam

bakteri Gram-positif dan tidak membentuk spora. L. acidophilus bersifat

homofermentatif, menghasilkan D, L-asam laktat (dari glukosa). Suhu optimum bagi

pertumbuhan bakteri ini adalah 35 – 38oC dan pertumbuhannya akan terhambat pada

suhu 15oC (Lund et al., 2000).

Ketidakstabilan sel Lactobacillus acidophilus yang ditambahkan ke dalam

yogurt disebabkan oleh hidrogen peroksida yang dihasilkan oleh kultur Lactobacilli

Page 15: BAB II Tinjauan Pustaka

17

pada yogurt. Hal ini akan menyebabkan Lactobacillus acidophilus menjadi

kehilangan viabilitasnya. Kehilangan ini dapat dicegah dengan cara penambahan

katalis yaitu enzim katalase (Ray, 2001).

Penambahan Lactobacillus acidophilus atau kultur starter yogurt yang

mengandung Lactobacillus lactis dan Streptococcus thermophilus ke dalam susu

mampu menurunkan gejala lactose maldigestion pada anak-anak. Selain itu bakteri

ini juga mempunyai aktifitas antimutagenik yang mampu menghambat senyawa

mutagenik yang dihasilkan oleh Salmonella Typhimurium (Hui, 2004).

Prebiotik

Prebiotik merupakan bahan yang tidak tercerna di dalam tubuh atau non-

digestible food ingredient yang memicu aktivitas dan pertumbuhan yang selektif

terhadap satu jenis ataupun lebih bakteri penghuni kolon yang bermanfaat bagi

kesehatan manusia (Aryana dan McGrew, 2007). Prebiotik pada umumnya adalah

karbohidrat dalam bentuk oligosakarida (oligofruktosa maupun oligoglukosa) dan

dietary fiber (inulin). Bahan pangan yang merupakan sumber dari prebiotik antara

lain adalah bawang putih, asparagus, pisang, umbi dahlia dan ubi jalar. Suatu

prebiotik harus memenuhi kriteria antara lain (a) tidak terhidrolisis dan diserap di

bagian usus halus ataupun usus besar, (b) substrat tersebut haruslah selektif untuk

satu maupun sejumlah mikroflora yang menguntungkan bagi kolon, dan (c) memiliki

kemampuan untuk mengubah mikroflora pada kolon menjadi komposisi yang

menguntungkan bagi kesehatan manusia, terutama pada bagian kolon (McFarlan dan

Cummings, 1999).

Fruktooligosakarida (FOS)

Fruktooligosakarida (FOS) merupakan oligosakarida yang tidak dapat

dicerna oleh manusia. Umumnya substrat ini terdapat di bawang merah yang

umumnya digunakan pada olahan pangan serta memiliki efek yang bagus untuk

kesehatan. FOS tidak dapat dihidrolisis oleh enzim usus halus sehingga FOS ini

dapat mencapai usus besar. Selanjutnya FOS dimetabolisme oleh mikroflora yang

terdapat pada usus besar. Hasil akhir dari proses fermentasinya berupa gas, asam

laktat dan asam lemak rantai pendek seperti propionat, butirat dan asetat (Aryana dan

Page 16: BAB II Tinjauan Pustaka

18

McGrew, 2007). Lactobacillus dan Bifidobacterium dapat menfermentasi prebiotik

FOS. Bahan prebiotik FOS banyak juga ditambahkan ke dalam susu formula, yogurt

dan produk pangan lainnya (Kaplan dan Hudkins, 2000).

Bakteriosin

Bakteriosin pada awalnya didefinisikan secara spesifik berhubungan dengan

colicin yaitu jenis protein antibiotik, yang mensitesis suatu komponen yang dapat

mematikan atau menghambat pertumbuhan sel. Kemampuan daya serapnya

bergantung terhadap adanya kehadiran reseptor spesifik pada bagian bakteri yang

sensitif. Ciri-ciri lain yang membedakan substansi penghambat jenis colicin antara

lain berat molekulnya yang relatif tinggi, aktifitas penghambat yang sensitif

(umumnya dibatasi pada strain Enterobactericeae) dan gabungan plasmid yang

menentukan genetik (Ray, 2001).

Sekarang ini telah ditemukan bahwa sebagian besar bakteriosin yang

diproduksi berasal dari bakteri Gram positif. Hal ini jelas tidak sesuai dengan ciri-ciri

pada colicin. Bakteriosin cenderung menjadi lebih aktif terhadap strain bakteri Gram

positif. Beberapa bakteriosin, seperti nisin, mengandung lanthionin yang merupakan

asam amino termodifikasi yang terbentuk setelah terjadi hasil translasi pada molekul

(De Vuyst dan Leroy, 2007).

BAL memiliki kemampuan untuk memproduksi asam laktat yang

merupakan produk utama dari proses metabolisme yang berguna untuk menghambat

pertumbuhan dari mikroorganisme yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan.

Selain asam laktat, bakteri asam laktat juga memiliki kemampuan untuk

memproduksi berbagai substansi antimikroba. Beberapa contoh dari substansi

antimikroba ini antara lain hidogen peroksida, diasetil, asam organik, dan bakteriosin

(Jay, 1992).

Bakteriosin merupakan substansi protein yang umumnya memiliki berat

molekul kecil dan memiliki aktivitas sebagai bakterisidal, melalui sintesis protein

yang diatur oleh plasmid. Senyawa antimikroba atau bakteriosin memiliki banyak

peran dan manfaat, terutama terhadap kemampuan atau sifat antagonistiknya, dalam

bidang biopreservatif bahan pangan, juga terhadap kemampuannya dalam

menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif maupun Gram negatif dan juga

Page 17: BAB II Tinjauan Pustaka

19

sebagai terapeutik. Beberapa spesies bakteri asam laktat yang telah diketahui

memiliki kemampuan dalam memproduksi bakteriosin antara lain adalah

Streptococcus lactis, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus acidophilus,

Pediococcus acidilactici, Enterococcus faecum, Enterococcus lactis, Leuconostoc

mesenteroides dan Listeria monocytogenes (Lund et al., 2000).

Ray (2001) menambahkan definisi bakteriosin dengan beberapa kriteria

tambahan, antara lain sebagai berikut : (1) memiliki spektrum aktivitas yang relatif

sempit dan terpusat di sekitar spesies penghasil bakteriosin tersebut, (2) komponen

senyawa aktif utamanya terdiri atas fraksi protein, (3) memiliki sifat bakterisidal, (4)

memiliki reseptor spesifik terhadap sel sasaran dan (5) gen yang determinan terdapat

di dalam plasmid yang memiliki peranan pada produksi dan imunitas.

Bakteriosin yang diproduksi oleh bakteri asam laktat umumnya digunakan

sebagai komponen aktif untuk biopreservatif bahan pangan. Beberapa bakteriosin

memiliki tingkat ketahanan dan stabil pada perlakuan panas, sehingga hal ini

membuat bakteriosin tersebut aplikatif terhadap proses pemanasan. Bakteriosin juga

memiliki sifat irreversible, mudah untuk dicerna, memiliki pengaruh positif terhadap

kesehatan dan dapat aktif pada konsentrasi yang rendah (De Vuyst dan Vandamme,

1994).

Natamisin

Natamisin (natamycin) pertama kali ditemukan pada tahun 1955.

Natamisin ini ditemukan dalam sebuah filtrat kultur bakteri Streptomyces natalensis.

Bakteri Streptomyces ini diisolasi dari tanah yang berasal dari provinsi Natal di

Afrika Selatan. Oleh karena itu nama natamisin ini diambil dari nama daerah

tersebut. Pada awalnya natamisin disebut dengan pimaricin, sesuai dengan nama kota

terdekat yaitu Pietermaritzburg. Pengaruh komponen antimikotik dari natamisin ini

pada awalnya ditunjukkan terdapat pada bahan pangan seperti buah-buahan lunak

seperti strawberi dan raspberi, jus buah, minuman berkarbonasi, dressed poultry,

sosis, cottage cheese dan hard cheese. Sekarang ini natamisin telah diizinkan

penggunaannya sebagai bahan tambahan pada bahan pangan di seluruh dunia (De

Vuyst dan Leroy, 2007). The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food

Additives (JECFA), suatu komite ilmiah internasional telah mengevaluasi keamanan

Page 18: BAB II Tinjauan Pustaka

20

dari berbagai senyawa yang digunakan sebagai bahan tambahan pangan. Hingga kini

JECFA telah melakukan evaluasi terhadap lebih dari 1.500 jenis bahan tambahan

pangan, termasuk natamisin. Pada tahun 1966 JECFA mulai mempelajari keamanan

dalam pemanfaatan natamisin sebagai antimikroba, dan kajian terakhir tentang

natamisin dilakukan JECFA pada tahun 2002 (DSM, 2010).

Natamycin umumnya digunakan dalam produk seperti keju, krim asam,

yogurt dan campuran salad dalam kemasan. Penggunaan natamisin terutama untuk

perlakuan pada permukaan keju dan daging yang diproses yaitu digunakan pada

permukaan sosis kering/sosis fementasi untuk mencegah pertumbuhan kapang pada

selongsong sosis. Sebagai bahan tambahan pangan, di Eropa natamisin diberi

kode/nomer E 235, namun natamisin yang beredar di Amerika Serikat tetap ditulis

sebagai natamycin (Anonymousa)

, 2010). Rumus molekul natamisis adalah

C33H47NO13 sedangkan rumus bangun natamisin tercantum pada Gambar 1.

Gambar 1. Rumus Bangun Natamisin (Anonymous, 2005)

Penggunaan natamisin pada pangan, terutama pada keju dan olahan susu

lainnya, juga telah diuji secara intensif oleh beberapa institusi. Hasil uji

menunjukkan bahwa natamisin tidak bersifat toksik (DSM, 2010). Dari kajian

terhadap hewan percobaan, pemberian ransum yang mengandung natamisin dalam

jumlah tertentu ternyata tidak menunjukkan tokisitas akut. LD50 terendah adalah 450

mg/kg (atau 450 ppm). Bahkan LD50 pada tikus adalah ≥2300 mg/kg, dan dosis rutin

sebanyak 500 mg/kg/hari selama 2 tahun ternyata tidak menunjukkan adanya tumor.

Selain itu, penggunaan natamisin sebagai bahan tambahan pangan tidak berpengaruh

buruk terhadap pertumbuhan mikroflora usus (Anonymous, 2005).

Page 19: BAB II Tinjauan Pustaka

21

Natamisin bersifat tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa serta

memiliki kelarutan dalam air yang sangat rendah. Namun demikian penggunaan

natamisin efektif pada konsentrasi yang sangat rendah. Sebagian besar kapang

mempunyai konsentrasi penghambatan minimun (minimum inhitory concentration)

sebesar <10ppm. Natamisin akan berikatan dengan ergosterol yang membentuk

building block pada dinding sel khamir maupun kapang. Hal ini tentunya

menyebabkan kerusakan pada dinding sel khamir atau kapang, sehingga

mengakibatkan sel mati. Dinding sel bakteri tidak mengandung ergosterol sehingga

adanya natamisin tidak berpengaruh pada pertumbuhan bakteri (DSM, 2010).

Pengemasan

Pengemasan merupakan salah satu proses yang sangat berperan penting

dalam industri pangan. Tujuan utama proses pengemasan adalah untuk menjaga

kualitas produk dari pengaruh luar, seperti adanya kontaminasi mikroorganisme

ataupun partikel kotoran, menghindari berkurangnya komponen-komponen yang ada

dalam bahan pangan, juga melindungi produk pangan tersebut dari pengaruh panas

dan cahaya. Proses pengemasan harus dilakukan sedekat mungkin dengan tempat

penyimpanan yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi

maupun kerusakan pasca produksi (Bureau dan Moulton, 1995).

Produk es krim harus dikemas dalam wadah yang tertutup rapat yang tidak

dipengaruhi ataupun mempengaruhi kandungan maupun isi dari produk es krim, serta

aman selama proses penyimpanan maupun pengiriman (Dewan Standarisasi

Nasional, 1995). Kemasan yang terbuat dari kertas karton atau cardboard baik untuk

digunakan pada penyimpanan produk olahan susu. Hal ini disebabkan kertas karton

tersebut tahan terhadap proses pembekuan serta memiliki nilai permeabilitas air dan

gas yang sangat rendah (Bureau dan Moulton, 1995).

Kemasan jenis poly propylene (PP)dapat pula digunakan sebagai kemasan

untuk produk es krim. Poly prolylene relatif banyak digunakan untuk kemasan

pangan maupun non pangan. Kemas plastik PP dikenal sebagai produk plastik yang

relatif ramah lingkungan, karena plastik jenis ini masih mungkin untuk didaur ulang

serta relatif mudah rusak/terdegradasi dibandingkan jenis plastik lainnya.

Page 20: BAB II Tinjauan Pustaka

22

Keunggulan plastik PP untuk kemasan pangan antara lain permeabilitas uap air yang

sangat rendah sehingga produk yang dikemas relatif tidak mengalami perubahan

kadar air dalam jangka waktu agak lama. Selain itu titik leleh plastik PP sekitar

160oC sehingga plastik ini dapat digunakan untuk mengemas produk pangan yang

mengalami proses pemanasan. Plastik PP terbuat dari bahan yang tidak toksik,

mudah dibersihkan dan tidak meninggalkan noda pada kemasannya (Anomymous b)

,

2010).

Penilaian Organoleptik

Penilaian organoleptik atau penilaian sensorik merupakan metode penilaian

yang sering digunakan karena memiliki keunggulan dapat dilaksanakan secara cepat

dan langsung. Penerapan penilaian sensorial yang dilakukan dalam praktek nyata

disebut sebagai uji organoleptik dan dilakukan berdasarkan prosedur tertentu. Sistem

penilaian dari organoleptik telah dibakukan dan telah dijadikan sebagai alat penilaian

dalam laboratorium. Penilaian organoleptik sering digunakan sebagai metoda dalam

penelitian dan pengembangan produk pangan. Prosedur penilaian tersebut

memerlukan prosedur pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun dalam

melakukan analisis data (Karagul-Yuceer et al., 1999).

Pada uji organoleptik, indera yang berperan penting dalam proses pengujian

adalah indera penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba, dan pendengaran. Indera

yang paling umum digunakan untuk proses penilaian penerimaan suatu makanan

adalah penglihatan dan pencicipan, lalu disusul oleh indera peraba. Selain itu dalam

proses uji organoleptik diperlukan sejumlah panelis (orang yang akan menjadi

anggota panel untuk proses pengujian). Panelis tersebut dapat dikelompokkan

menjadi beberapa golongan, yaitu panelis terbatas, panelis terlatih, panelis tidak

terlatih, dan panelis konsumen. Panelis dalam uji hedonik diminta tanggapan

pribadinya mengenai kesukaan, atau sebaliknya mengenai ketidaksukaan. Panelis

tersebut juga akan diminta untuk menentukan tingkat dari kesukaan tersebut.

Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut sebagai skala hedonik. Berbeda dengan uji

kesukaan, uji mutu hedonik tidak menyatakan suka atau tidak suka, melainkan

menyatakan kesan mengenai baik atau buruknya produk pangan yang diuji. Kesan

baik atau buruk ini disebut sebagai kesan mutu hedonik (Meilgaard et al., 1999).