bab ii tinjauan pustaka

9
TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Unsur Hara Tanaman untuk Tumbuh dan Berproduksi Tumbuhan merupakan makhluk hidup yang tergantung sepenuhnya pada bahan anorganik dari lingkungannya atau disebut autotrof. Tumbuhan memerlukan cahaya matahari sebagai sumber energi untuk melakukan fotosintesis. Untuk mensintesis bahan organik, tumbuhan memerlukan bahan mentah dalam bentuk bahan-bahan anorganik seperti karbondioksida, air, dan berbagai mineral yang ada sebagai ion anorganik dalam tanah. Melalui sistem akar dan sistem tunas yang saling berhubungan, tumbuhan memiliki jaringan kerja yang sangat intensif dengan lingkungannya seperti tanah dan udara yang menyediakan bahan anorganik untuk membentuk senyawa karbon komplek seperti karbohidrat, protein, lipid, dan lain sebagainya (Campbell et al. 2003). Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam kehidupan dan berlangsung secara terus menerus sepanjang daur hidup. Pertumbuhan tanaman terjadi karena adanya proses-proses pembelahan sel dan pemanjangan sel dimana proses-proses tersebut memerlukan karbohidrat dalam jumlah besar. Menurut Lambers et al. (1998), pertumbuhan merupakan pertambahan atau kenaikan berat kering, volume, panjang, dan luas yang melibatkan pembelahan, ekspansi dan diferensiasi sel. Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa pertumbuhan dan hasil suatu tanaman dipengaruhi oleh keadaan lingkungan tumbuhnya. Pertumbuhan vegetatif terbagi atas pertumbuhan daun, batang, dan akar. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pertumbuhan daun dan batang ialah hormon dan genetik (faktor dalam), hara, status air dalam jaringan tanaman, suhu udara, dan cahaya (faktor luar). Pertumbuhan akar dipengaruhi suhu media tumbuh, ketersediaan oksigen (aerasi), faktor fisik media tumbuh, pH media tumbuh, faktor dalam, dan status air dalam jaringan tanaman. Pertumbuhan daun dan perluasan batang menentukan luas permukaan daun dan struktur tajuk yang sangat penting sehubungan dengan proses fotosintesis. Sedangkan perluasan akar akan menentukan jumlah dan distribusi akar yang kemudian akan berfungsi sebagai organ penyerap unsur hara mineral.

Upload: rahmad-ali-wahyudi

Post on 13-Dec-2014

33 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Tinjauan Pustaka

TINJAUAN PUSTAKA

Kebutuhan Unsur Hara Tanaman untuk Tumbuh dan Berproduksi

Tumbuhan merupakan makhluk hidup yang tergantung sepenuhnya pada

bahan anorganik dari lingkungannya atau disebut autotrof. Tumbuhan

memerlukan cahaya matahari sebagai sumber energi untuk melakukan

fotosintesis. Untuk mensintesis bahan organik, tumbuhan memerlukan bahan

mentah dalam bentuk bahan-bahan anorganik seperti karbondioksida, air, dan

berbagai mineral yang ada sebagai ion anorganik dalam tanah. Melalui sistem

akar dan sistem tunas yang saling berhubungan, tumbuhan memiliki jaringan kerja

yang sangat intensif dengan lingkungannya seperti tanah dan udara yang

menyediakan bahan anorganik untuk membentuk senyawa karbon komplek

seperti karbohidrat, protein, lipid, dan lain sebagainya (Campbell et al. 2003).

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting

dalam kehidupan dan berlangsung secara terus menerus sepanjang daur hidup.

Pertumbuhan tanaman terjadi karena adanya proses-proses pembelahan sel dan

pemanjangan sel dimana proses-proses tersebut memerlukan karbohidrat dalam

jumlah besar. Menurut Lambers et al. (1998), pertumbuhan merupakan

pertambahan atau kenaikan berat kering, volume, panjang, dan luas yang

melibatkan pembelahan, ekspansi dan diferensiasi sel.

Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa pertumbuhan dan hasil suatu

tanaman dipengaruhi oleh keadaan lingkungan tumbuhnya. Pertumbuhan vegetatif

terbagi atas pertumbuhan daun, batang, dan akar. Faktor-faktor yang

mempengaruhi proses pertumbuhan daun dan batang ialah hormon dan genetik

(faktor dalam), hara, status air dalam jaringan tanaman, suhu udara, dan cahaya

(faktor luar). Pertumbuhan akar dipengaruhi suhu media tumbuh, ketersediaan

oksigen (aerasi), faktor fisik media tumbuh, pH media tumbuh, faktor dalam, dan

status air dalam jaringan tanaman. Pertumbuhan daun dan perluasan batang

menentukan luas permukaan daun dan struktur tajuk yang sangat penting

sehubungan dengan proses fotosintesis. Sedangkan perluasan akar akan

menentukan jumlah dan distribusi akar yang kemudian akan berfungsi sebagai

organ penyerap unsur hara mineral.

Page 2: Bab II Tinjauan Pustaka

Dalam pertumbuhannya tanaman membutuhkan unsur hara yang cukup

banyak, baik hara makro maupun hara mikro yang berasal dari alam maupun

pupuk yang ditambahkan ke dalam tanah. Ketersediaan hara mineral makro dan

mikro tersebut sangat penting karena setiap zat mempunyai kegunaan yang

berbeda-beda. Hal itu pula yang mengakibatkan kebutuhan tanaman untuk setiap

zat berbeda-beda jumlahnya (Taiz & Zeiger 2002).

Hingga saat ini diketahui ada 19 unsur hara esensial yang dibutuhkan oleh

tanaman, 10 di antaranya adalah hara esensial makro dan sisanya adalah esensial

mikro. Nama unsur, simbol unsur, bentuk ketersediaannya di dalam tanah, dan

jumlah akumulasinya di dalam tubuh tumbuhan dapat dililhat pada Lampiran 1.

Dari ke 19 unsur tersebut C, H, dan O mendominasi lebih dari 95% bobot kering

tumbuhan, sedangkan unsur lainnya kurang dari 5%. Unsur N yang diakumulasi

tumbuhan hanya memiliki proporsi sekitar 1,5% dari bobot kering sel atau

jaringan tumbuhan. Hal ini terkait dengan peran C, H, dan O sebagai kerangka

utama yaitu senyawa organik dalam tubuh tumbuhan. Unsur C dan O diperoleh

dari udara dalam bentuk CO2 dan O2, unsur H diperoleh dari dalam tanah dalam

bentuk air (H2O) (Hamim 2007).

Tanaman tidak dapat secara selektif menyerap unsur hara yang esensial bagi

pertumbuhan dan perkembangannya. Selain hara esensial, terdapat juga hara non

esensial yang dalam kondisi agroklimat tertentu bisa memperkaya pertumbuhan

tanaman dengan mendorong proses fisiologi. Hara tersebut disebut dengan hara

fungsional atau hara bermanfaat (pembangun) yang jika tidak ada maka

pertumbuhan tanaman tidak terganggu (Yukamgo & Yuwono 2007).

Pupuk Anorganik dan Pupuk Organik

Pemupukan bertujuan mengganti unsur hara yang hilang dan menambah

persediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk meningkatkan produksi

dan mutu tanaman. Ketersediaan unsur hara yang lengkap dan berimbang yang

dapat diserap oleh tanaman merupakan faktor yang menentukan pertumbuhan dan

produksi tanaman. Pemupukan terutama dilakukan untuk menambahkan

kandungan unsur hara N, P, K, dan S. Pupuk anorganik (pupuk kimia) mempunyai

kandungan unsur hara yang tinggi, tetapi bila diberikan terus menerus pada tanah

akan mengakibatkan akumulasi unsur hara tertentu pada tanah yang pada akhirnya

Page 3: Bab II Tinjauan Pustaka

akan merusak agregat tanah seperti adanya pemadatan (Kasniari & Supadma

2007). Pupuk anorganik telah secara intensif digunakan sejak tahun 1960-an.

Kemudian program intensifikasi pertanian khususnya pada komoditas padi (1970-

an) telah mendorong penggunaan pupuk anorganik secara luas, dan bahkan pada

daerah tertentu menunjukkan gejala berlebih (Rusastra et al. 2005).

Ada tiga faktor yang mendorong meningkatnya perhatian terhadap aplikasi

pupuk organik dan pupuk hayati di Indonesia, yaitu krisis ekonomi yang terjadi

pada tahun 1997, pencabutan subsidi pupuk oleh pemerintah pada tahun 1999, dan

tumbuhnya kesadaran terhadap potensi pencemaran lingkungan melalui

penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan dan tidak efisien (Simanungkalit

2001). Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari sisa-sisa organisme

hidup. Pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah dan sedikit menambah

unsur hara, serta dapat membuat unsur hara yang terikat di dalam tanah menjadi

tersedia untuk tanaman (Suriadikarta & Setyorini 2006). Pupuk organik yang

sering digunakan adalah pupuk kandang dan kompos.

Penggunaan pupuk organik dapat menjadi alternatif untuk mengurangi

berbagai dampak negatif dari pupuk anorganik, antara lain dengan memanfaatkan

limbah sisa panen dan tanaman sela dengan cara mendaur ulang menjadi kompos.

Penggunaan pupuk organik merupakan salah satu cara untuk meningkatkan bahan

organik tanah, dan meningkatkan produktivitas lahan. Bahan organik sangat

diperlukan karena : (a) berperan dalam memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi

tanah, (b) meningkatkan kemampuan tanah menahan air dan mencegah erosi, (c)

berperan dalam penyediaan unsur hara dan sumber energi bagi mikroorganisme

bagi tanah (Rusastra et al. 2005).

Fungsi fisika bahan organik adalah pengikat butiran primer menjadi butiran

sekunder tanah dalam pembentukan agregat yang mantap. Keadaan ini besar

pengaruhnya pada porositas, penyimpanan dan penyediaan air, aerasi tanah dan

temperatur tanah. Bahan organik dengan rasio C/N tinggi seperti jerami atau

sekam lebih besar pengaruhnya pada perubahan sifat-sifat fisik tanah dibanding

bahan organik yang terdekomposisi seperti kompos dan pupuk kandang (Arafah &

Sirappa 2003).

Page 4: Bab II Tinjauan Pustaka

Secara kuantitatif, bahan organik sedikit mengandung unsur hara. Namun,

fungsi kimia yang penting antara lain penyedia hara makro seperti N, P, K, Ca,

Mg, dan S dan mikro seperti Zn, Cu, Mo, Co, Mn, dan Fe (Simanungkalit et al.

2006). Fungsi kimia lain dari bahan organik adalah dapat mencegah kahat unsur

mikro pada tanah marginal atau tanah yang telah diusahakan secara intensif

dengan pemupukan yang kurang berimbang, meningkatkan Kapasitas Tukar

Kation (KTK) tanah, dan dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam

(Al, Fe, dan Mn). Ion-ion logam tersebut dapat meracuni tanaman serta

menurunkan penyediaan hara (Rusastra et al. 2005).

Fungsi biologis bahan organik adalah sebagai sumber energi dan makanan

bagi mikroorganisme tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan

menyebabkan aktivitas dan populasi mikroba dalam tanah meningkat, terutama yang

berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi. Dengan demikian,

pemberian pupuk organik berperan dalam penyediaan hara dan siklus hara dalam

tanah untuk mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman (Nuraini 2009).

Pupuk Hayati

Ada beberapa permasalahan yang dihadapi dalam penggunaan pupuk

organik diantaranya rendahnya kandungan unsur hara dalam pupuk tersebut, sulit

dalam penyimpanan, dan petani pada umumnya kesulitan untuk

mengaplikasikannya. Salah satu alternatif yang dapat dikembangkan untuk

mengatasi masalah-masalah tersebut adalah penggunaan pupuk organik yang

mengandung mikroba aktivator (biofertilizer).

Ada banyak mikroorganisme berkembang di tanah, terutama di rhizosfer

tanaman. Berbagai spesies bakteri dan jamur memiliki hubungan fungsional dan

merupakan sebuah sistem holistik dengan tanaman. Mikroorganisme tersebut

mampu memberi efek yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Vessey

2003). Mikroba-mikroba tanah berperan di dalam penyediaan dan penyerapan

unsur hara bagi tanaman, misalnya hara Nitrogen (N), fosfor (P), dan Kalium (K)

(Isroi 2007).

Pupuk hayati menjadi satu alternatif input produksi dalam budidaya

tanaman, khususnya kegiatan yang menyangkut pemupukan. Pupuk hayati

didefinisikan sebagai sebuah komponen yang mengandung mikroba untuk

Page 5: Bab II Tinjauan Pustaka

meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman. Pupuk tersebut mengandung

mikroorganisme hidup yang diberikan ke dalam tanah sebagai inokulan untuk

membantu menyediakan unsur hara tertentu bagi tanaman (Simanungkalit 2001).

Pupuk hayati juga membantu usaha mengurangi pencemaran lingkungan akibat

penyebaran hara yang tidak diserap tanaman pada penggunaan pupuk anorganik

(Saraswati & Sumarno 2008).

Dalam memacu pertumbuhan tanaman, PGPR dapat berperan langsung

maupun tidak langsung. Peran secara langsung dari bakteri tersebut dapat dengan

cara meningkatkan ketersediaan hara serta menghasilkan hormon pertumbuhan

(Vessey 2003). Bakteri PGPR juga dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan

tanaman secara tidak langsung yaitu dengan cara memproduksi senyawa-senyawa

metabolit seperti siderofor, HCN, amonia, dan antibiotik, serta menekan

pertumbuhan bakteri, jamur dan nematoda patogen (Viveros et al. 2010; Samuel

& Muthukkaruppan 2011).

Weller et al. (2002) melaporkan bahwa komunitas mikroba dapat berperan

dalam pertumbuhan tanaman melalui beberapa mekanisme, antara lain

meningkatkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah, menghasilkan hormon

yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman, meningkatkan kemampuan

bersaing dengan patogen akar, dan meningkatkan serapan unsur-unsur hara oleh

tanaman. Kemampuan mikroba dalam menjalankan fungsi ekologis beragam

sehingga untuk memanfaatkannya perlu dilakukan seleksi. Selanjutnya, mikroba

unggul hasil seleksi dapat diperbanyak dan digunakan sebagai pupuk hayati.

Pupuk Hayati Penambat Nitrogen

Unsur N terdapat dalam jumlah yang melimpah di udara yaitu kurang lebih

78%. Namun, N udara berbentuk gas N2 dan tidak dapat langsung dimanfaatkan

oleh tanaman. Tanaman hanya dapat menyerap unsur N dalam bentuk tersedia

seperti ammonium (NH4+) dan Nitrat (NO3

-) (Salisbury & Ross 1995). Oleh

karena itu, supaya dapat dimanfaatkan oleh tanaman maka N2 perlu diubah

menjadi bentuk N terikat. Pengikatan (fiksasi) N dapat dilakukan secara kimia

melalui proses industri maupun secara biologi. Pengikatan N2 dalam proses

industri dapat menghasilkan pupuk anorganik seperti urea. Pengikatan N secara

Page 6: Bab II Tinjauan Pustaka

biologi dilakukan oleh berbagai jenis mikroba penambat N baik secara simbiotik

maupun non simbiotik (Hamim 2007). Pengikatan N oleh bakteri penambat N

ditunjukkan dengan persamaan kimia berikut ini:

N2 + 8 H+ + 8 elektron + 16 ATP 2 NH3 + H2 + 16 ADP + 16 Pi

Dua molekul amoniak terbentuk dari 1 molekul gas nitrogen serta

diperlukan 16 molekul ATP dan suplai elektron dan proton. Reaksi kimia tersebut

dapat dilakukan oleh organisme prokariot seperti bakteri dengan menggunakan

kompleks enzim nitrogenase (Salisbury & Ross 1995).

Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman

leguminose (kacang-kacangan) saja, sedangkan mikroba penambat N non

simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman (Kristanto 2002). Mikroba

penambat N simbiotik contohnya adalah Rhizobium sp. yang hidup pada bintil

akar tanaman kacang-kacangan. Mikroba penambat N non simbiotik misalnya

Azospirillum sp. dan Azotobacter sp. (Isroi 2007). Menurut Hamim (2007),

Rhizobium hidup dalam bintil akar yang mampu secara kimia menambat nitrogen

bebas (N2) dari udara dan mengubahnya menjadi amoniak (NH3) yang dapat

dimanfaatkan oleh tanaman inang untuk tumbuh dan berkembang.

Saraswati (1999) melaporkan bahwa Bradyrhizobium japonicum dan

Shinorhizobium japonicum adalah bakteri bintil akar yang dapat mengikat

nitrogen bebas melalui simbiosis dengan tanaman kedelai (Glycine max) sehingga

dapat menyediakan nitrogen siap pakai bagi tanaman. Selain itu, penggunaan

pupuk mikroba yang mengandung bakteri bintil akar Bradyrhizobium japonicum,

bakteri pelarut fosfat Pseudomonas, Micrococcus, Bacillus, dan bakteri pemacu

tumbuh Azospirillum dapat meningkatkan ketersediaan hara N dan P.

Dalam banyak studi awal tentang peran PGPR pada produksi tanaman

graminaceous, diduga bahwa bakteri meningkatkan masukan nitrogen ke dalam

tanah karena banyak PGPR mampu mengikat nitrogen bebas (Cummings 2009).

Isminarni (2007) melaporkan bahwa dari hasil penelitiannya diperoleh satu isolat

Azotobacter yang memiliki kemampuan menambat N, juga menghasilkan IAA,

dan berdasarkan hasil pengujian morfologi dan biokimia menunjukkan bahwa

isolat ini memiliki kemiripan yang tinggi dengan Azotobacter chroococum.

Matiru dan Dakora (2003) melaporkan bahwa bakteri PGPR seperti

Page 7: Bab II Tinjauan Pustaka

Azorhizobium caulinodan ORS571, Rhizobium NGR234, Rhizobium GHR2,

Sinorhizobium meliloti strain1, Rhizobium leguminosarum bv. viceae Cn6, and R.

leguminosarum bv. viceae strain 30 yang diinfeksikan pada akar sorgum dan

millet memproduksi fitohormon seperti auksin, sitokinin, gibberellin, dan asam

absisat yang dapat memacu pertumbuhan tanaman. Pupuk hayati yang terdiri atas

mikroba penambat N mampu mensuplai hingga 300-500 kg N/ha (Simarmata &

Yuwariah 2008).

Pupuk Hayati Pelarut Fosfat

Kelompok mikroba lain yang juga berperan sebagai pupuk hayati adalah

mikroba pelarut P dan K. Tanah pertanian kita umumnya memiliki kandungan P

cukup tinggi (jenuh). Namun, hara P ini sedikit atau tidak tersedia bagi tanaman,

karena terikat pada mineral liat tanah. Peranan mikroba pelarut P ini adalah

melepaskan ikatan P dari mineral liat dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak

sekali mikroba yang mampu melarutkan P, antara lain: Aspergillus sp.,

Penicillium sp., Pseudomonas sp., dan Bacillus megatherium. Mikroba yang

berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam

melarutkan K (Isroi 2007).

Bakteri PGPR seperti Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. dapat menghasilkan

asam-asam organik seperti asam formiat, asam asetat, dan asam laktat yang dapat

melarutkan fosfat dalam bentuk yang sulit larut. Asam-asam organik ini

membentuk khelat dengan kation-kation pengikat P di dalam tanah seperti Al3+

dan Fe3+

. Khelat tersebut dapat menurunkan reaktivitas ion-ion tersebut sehingga

menyebabkan pelarutan fosfat yang efektif (Han & Lee 2005). Hal tersebut sesuai

hasil penelitian Han et al. (2006) dimana inokulasi bersama antara bakteri pelarut

P dengan bakteri pemobilisasi K telah meningkatkan serapan hara N, P, dan K

pada tanaman merica dan ketimun. Dalam kaitan dengan mineralisasi P organik,

beberapa mikroba menghasilkan enzim-enzim bebas yang disebut fosfatase.

Sedangkan, dalam kaitannya dengan pelarutan P anorganik beberapa mikroba

menghasilkan asam-asam organik yang berfungsi untuk meningkatkan kelarutan

senyawa P, seperti asam α ketoglutarat, asam oksalat, dan asam tatrat (Ma’shum

et al. 2003).

Page 8: Bab II Tinjauan Pustaka

Gray dan Smith (2005) melaporkan bahwa Bacillus japonicum dan Bacillus

polymaxa merupakan bakteri pelarut fosfat yang dapat meningkatkan P tanah

menjadi bentuk tersedia, selain itu juga mampu menghasilkan hormon IAA

(Indole Acetic Acid) yang dapat memacu pertumbuhan tanaman. Bharathi et al.

(2004) melaporkan bahwa bioformulasi yang mengandung P. fluorescens Pf-1, B.

subtilis, biji nimba dan kitin efektif meningkatkan luas daun, panjang batang,

jumlah bunga, buah, rata-rata panjang buah, dan total hasil tanaman cabe pada

kondisi rumah kaca dan lapangan.

Aplikasi Terpadu Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pupuk Anorganik

Arafah dan Sirappa (2003) melaporkan bahwa hasil penelitian penggunaan

bahan organik, seperti sisa-sisa tanaman yang melapuk, kompos, pupuk kandang

atau pupuk organik cair menunjukkan bahwa pupuk organik dapat meningkatkan

produktivitas tanah dan efisiensi pemupukan serta mengurangi kebutuhan pupuk,

terutama pupuk K. Penggunaan pupuk organik yang bersumber dari jerami

menunjukkan kecenderungan pertumbuhan dan hasil tanaman yang lebih tinggi

bila dibandingkan dengan tanpa pupuk organik, baik secara tunggal maupun

interaksinya dengan pupuk N, P, dan K. Pupuk organik berupa kompos

merupakan substansi penting dalam memperbaiki sifat biologi tanah sehingga

tercipta lingkungan yang lebih baik bagi perakaran tanaman disamping sebagai

sumber energi bagi mikroba tanah dalam proses dekomposisi dan pelepasan hara.

Pupuk kimia tidak dapat menggantikan manfaat ganda bahan organik, namun

dapat ditambahkan untuk mempercepat dekomposisi dan membuat hara lebih

tersedia.

Chandrasekar et al. (2005) melaporkan bahwa biofertilizer yang terdiri atas

Azotobacter dan Azospirillum yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik

menunjukkan hasil yang lebih baik pada parameter morfologi dan produksi pada

tanaman millet bila dibandingkan dengan aplikasi tunggal dari masing-masing

perlakuan. Perlakuan biofertilizer yang dikombinasikan dengan 100% urea

menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Saraswati dan

Sumarno (2008) melaporkan bahwa aplikasi pupuk hayati, kompos dari serasah

jagung (5 t/ha) dan pupuk N, P, dan K dosis 50% mampu meningkatkan hasil padi

Page 9: Bab II Tinjauan Pustaka

gogo sampai dengan 153%. Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian pupuk

anorganik masih diperlukan sampai batas dimana pemberian pupuk anorganik

tersebut tidak menekan perkembangan mikroorganisme tanah.