bab ii tinjauan pustaka 2.1 uraian umum tentang...
TRANSCRIPT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 URAIAN UMUM TENTANG INSTANSI
2.1.1 Rumah Sakit
Menurut Permenkes 159 b/MENKES/II/1988 Rumah Sakit adalah Sarana
upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan,
dimanfaatkan untuk pendidikan kesehatan dan penelitian (Siregar, 2003).
Rumah sakit adalah suatu lembaga dalam mata rantai sistem kesehatan
Nasional mempunyai serta mengemban tugas dalam upaya pelayanan kesehatan
seluruh lapisan masyarakat
Menurut WHO Rumah Sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial
dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna, pelayanan kuratif,
pelayanan preventif, pelayanan rawat jalan, pusat latihan tanaga kesehatan dan pusat
penelitian biomedik.
Rumah sakit didirikan dengan maksud agar dapat memberikan pelayanan dan
harus mampu menjalankan fungsi-fungsinya sehingga tujuan yang diharapkan dapat
tercapai sehingga rumah sakit diklasifikasi didasarkan : pada unsur pelayanan,
ketenagaan, fisik dan peralatan. Ada 4 (empat) kelas yaitu:
1) Kelas A
Kelas A yaitu kelas yang mempunyai fasilitas dan kemampuan Pelayanan
medis Spesialistik luas dan Sub spesialistik luas
5
2) Kelas B
Kelas B yaitu kelas yang mempunyai fasilitas dan kemampuan Pelayanan
medis sekurang–kurangnya 11 Spesialistik dan Sub spesialistik terbatas.
3) Kelas C
Kelas C yaitu kelas yang mempunyai fasilitas dan kemampuan Pelayanan
medis Spesialistik Dasar
4) Kelas D
Kelas D yaitu kelas yang mempunyai fasilitas dan kemampuan Pelayanan
medis dasar
RS dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut :
1) Klasifikasi berdasarkan kepemilikan
Klasifikasi berdasarkan kepemilikan terdiri atas rumah sakit pemerintah. Di
Negara kita ini, rumah sakit pemerintah terdiri atas rumah sakit vertical yang
langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan yaitu rumah sakit pemerintah daerah,
rumah sakit militer, dan rumah ssakit BUMN. Rumah sakit lain berdasarkan
kepemilikan ialah rumah sakit yang dikelolah oleh masyarakat atau sering disebut
rumah sakit sukarela. Rumah sakit sukarela ini terdiri atas rumah sakit hak milik dan
rumah sakit nirlaba. Rumah sakit hak milik ialah rumah sakit bisnis yang tujuan
utamanya adalah mencari laba (profit). Rumah sakit yang berafiliasi dengan
organisasi keagamaan pada umumnya beroperasi bukan untuk maksud membuat laba,
tetapi adalah nirlaba. Rumah Sakit nirlaba mencari laba sewajarnya saja, dan laba
6
yang diperoleh Rumah sakit ini digunakan sebagai modal peningkatan sarana fisik,
perluasan dan penyempurnaan mutu kepentingan penderita (Siregar, 2003).
2) Klasifikasi berdasarkan Jenis Pelayanan
Berdasarkan jenis pelayanannya, RS terdiri atas RS umum dan RS khusus. RS
umum member pelayanan kepada berbagai penderita dengan berbagai jenis kesakitan,
memberi pelayanan diagnosis dan terapi untuk berbagai kondisi medik, seperti
penyakit dalam, bedah, pediatric, psikiatri, ibu hamil dan sebagainya. RS khusus
adalah RS yang member pelayanan diagnosis dan pengobatan untuk penderita dengan
kondisi medic tertentu baik bedah maupun non bedah, seperti RS; kanker, bersalin,
psikiatri, pediatric, mata, lepra, tuberculosis, ketergantungan obat, RS rehabilitas dan
penyakit kronis (Siregar, 2003).
3) Klasifikasi berdasarkan Lama Tinggal Di RS
Berdasarkan lama tinggal. RS terdiri atas RS perawatan jangka pendek dan
jangka panjang. RS perawatan jangka pendek adalah RS yang merawat penderita
selama rata-rata kurang dari 30 hari, misalnya penderita dengan kondisi penyakit akut
dan kasus darurat, biasanya dirawat di RS kurang dari 30 hari. RS umum pada
umumnya adalah RS perawatan jangka pendek karena penderita yang dirawat adalah
penderita kesakitan akut yang biasanya pulih dalam waktu kurang dari 30 hari.
Sebaliknya, RS perawatan jangka panjang adalah RS yang merawat penderita dalam
waktu rata-rata 30 hari atau lebih. Penderita demikian mempunyai kesakitan jangka
panjang, seperti kondisi psikiatri (Siregar, 2003).
7
4) Klasifikasi Berdasarkan Kapasitas Tempat Tidur
RS pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan kapasitas tempat tidur sesuai
pola berikut;
a. Di bawah 50 tempat tidur
b. 50-99 tempat tidur
c. 100-199 tempat tidur
d. 200-299 tempat tidur
e. 300-399 tempat tidur
f. 400-499 tempat tidur
g. 500 tempat tidur dan lebih (Siregar, 2003).
5) Klasifikasi Berdasarkan Afiliasi Pendidikan
RS berdasarkan afiliasi pendidikan terdiri atas dua jenis, yaitu RS pendidikan
dan RS nonpendidikan. RS pendidikan adalah RS yang melaksanakan program
pelatihan residensi dalam medic, bedah, pediatric, dan bidang spesialis lain. Dalam
RS demikian, residen melakukan pelayanan/perawatan penderita dibawah
pengawasan staf medic RS. RS yang tidak memiliki program pelatihan residensi dan
tidak ada afiliasi RS dengan universitas disebut RS non pendidikan (Siregar, 2003).
6) Klasifikasi Berdasarkan Status Akreditas
RS berdasarkan status akreditas terdiri atas RS rumah sakit yang diakreditas
dan RS yang belum diakreditas. RS telah diakreditas adalah RS yang telah diakui
secara formal oleh suatu badan sertifikasi yang diakui, yang menyatakan bahwa suatu
RS telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan tertentu (Siregar, 2003).
8
2.1.2 Profil RSUD. BLUD. Dr. MM. Dunda
1) Sejarah Rumah Sakit
Rumah Sakit Umum Dr. M.M Dunda adalah Rumah Sakit pemerintah yang
terletak di wilayah administrasi Kabupaten Gorontalo.
Rumah Sakit Umum Dr. M.M Dunda mempunyai luas 19.875 m2
dan luas
bangunan 6.990,237 m2 dengan kapasitas tempat tidur sebanyak 193 buah. Insalasi
rawat jalan dilayani oleh 12 klinik yakini : poli umum, poli anak, poli bedah, poli
penyakit dalam, poli mata, poli gigi, poli THT, poli obsetri dan Ginekologi, poli
Gastrohepatologi, poli jantung dan pembuluh darah, poli gizi dan poli syaraf.
Karyawan saat ini berjumlah 348 orang terdiri dari pegawai negeri sipil 200 orang,
tenaga honor 31 orang, tenaga kontrak 65 orang, dan tenaga abdi 54 orang.
Badan pengelola Rumah Sakit Umum Dr. M.M Dunda yang semula bernama
Rumah Sakit Umum Limboto adalah Rumah Sakit milik Pemerintah Kabupaten
Gorontalo yang berlokasi di wilayah adminstrasi Kabupaten Gorontalo, didirikan
pada tanggal 25 November 1963 dengan kapasitas awal tempat tidur 29 buah.
Melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 171/Menkes/SK/1994
RSU Dr M.M Dunda ditetapkan menjadi RSU kelas C yang peresmiannya pada
tanggal 19 September 1994 bersamaan dengan penggunaan nama RSU Dr. M.M
Dunda yang diambil dari nama seorang perintis kemerdekaan yang telah
mengabdikan dirinya di bidang kesehatan sehingga diabadikan menjadi nama Rumah
Sakit Umum Daerah milik Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo yang
9
berkedudukan sebagai unit pelaksana Pemerintah Kabupaten Gorontalo di bidang
pelayanan kesehatan masyarakat.
Dalam perkembangannya, RSU Dr. M.M Dunda menjadi badan Pengelola
berdasarkan SK Bupati Gorontalo Nomor 171 tahun 2002 tentang pembentukan
organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Umum daerah Dr. M.M Dunda Kab.
Gorontalo. Sehingga sejak tahun anggaran 2001 Rumah Sakit Umum daerah Dr. M.M
Dunda Kab. Gorontalo mulai dikembangkan secara bertahap dengan biaya dari dana
rutin, APBD, APBN, dan hngga kini mempunyai kapasitas perawatan sebanyak 193
buah tempat tidur.
2) Identitas RSUD Dr. M.M. Dunda
Identitas Rumah Sakit dapat dilihat sebagaimana tersebut dibawah ini
Tabel 1. Identitas Rumah Sakit
Nama Rumah Sakit
Kode Rumah Sakit
Alamat Rumah Sakit
Nomor Telepon
Nomor Fax
Jumlah Tempat Tidur
Kelas Rumah Sakit
Status Penggunaan
Status Pengelolaan
Nama Kepala Rumah Sakit
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Badan Pengelola RSUD Dr. M.M.
Dunda Kabupaten Gorontalo
7101013
Jln. Jend. A.Yani No. 53 Kec.
Limboto, Kabupaten Gorontalo
0435 – 881445
0435 – 881095
194 Buah
C+
Non Pendidikan
Non Swadaya
Dr. Nuryana Alinti, M. Kes
10
Pemilik Rumah Sakit
Tahun Mulai Operasional
Luas
:
:
:
PEMDA Kabupaten Gorontalo
1963
6.990,237 M2
2.1.3 Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi farmasi merupakan suatu organisasi pelayanan di rumah sakit yang
memberikan pelayanan produk bersifat nyata (tangible) dan pelayanan farmasi klinik
bersifat tidak nyata (intangible) bagi konsumen (penderita, dokter, perawat,
professional kesehatan lain, dan masyarakat rumah sakit). (Anief, 1995) Walaupun
instalasi farmasi RS merupakan salah satu dari banyak bagian atau divisi dari RS, ia
mempunyai pengaruh yang sangat besar pada perkembangan profesional RS dan juga
terhadap ekonomi dan biaya operasional total RS, disebabkan hubungan timbal
baliknya dengan dan saling tergantungnya pelayanan-pelayanan lain pada IFRS.
IFRS adalah satu-satunya bagian atau divisi di RS yang bertanggung jawab
penuh atas pengelolaan dan pengendalian seluruh sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan lain yang beredar dan digunakan di RS. Mulai dari perencanaan, pemilihan,
penetapan spesifikasi, pengadaan, pengendaliaan mutu, penyimpanan, serta
dispensing, distribusi bagi penderita, pemantauan efek, pemberian informasi, dan
sebagainya, semuanya adalah tugas, fungsi, serta tanggungn jawab IFRS.
Dalam praktik farmasi komunitas, apoteker menyadari secara mendalam
hubungan tritunggal dokter-penderita-apoteker. Dalam pratik komunitas, dokter
mendiagnosis dan menulis resep, apoteker men-dispensing obatnya dan penderita
11
mengonsumsi obat resep tadi atau paling tidak dikonsumsikan padanya, di bawah
kondisi tertentu oleh anggota keluarganya.
IFRS (W.E.HASSAN JR.) adalah suatu departemen / system pelayanan dalam
suatu RS yang dibawah pimpinan seorang apoteker yang berkompeten dalam hal :
a) Menyediakan obat-obat untuk unit perawatan dan bidang lain
b) Mengarsipkan resep-resep khusus untuk pasien, pasien rawat jalan dan pasien luar.
c) Membuat obat-obatan
d) Menyalurkan, membagikan obat-obatan narkotika dan yang diresepkan
e) Menyimpan dan membagikan preparat-preparat biologis
f) Membuat, menyiapkan dan mensterilkan preparat-preparat parenteral
g) Menyediakan serta membagikan keperluan-keperluan tersebut secara professional.
Tujuan Farmasis Rumah Sakit (menurut ‘American Society of Hospital
Pharmacists’) adalah
a) Turut berpartisipasi aktif dalam penyembuhan penderita dan memupuk tanggung
jawab dalam profesi dengan landasan filosofi dan etika
b) Mengembangkan ilmu dan profesi dengan konsultasi, pendidikan dan penelitian
c) Mengembangkan kemampuan administrasi, management, penyediaan obat dan
alkes di RS
d) Meningkatkan keterampilan tenaga farmasi yang bekerja di RS
e) Memperhatikan kesejahteraan staff dan pegawai di lingkungan instalasi farmasi
rumah sakit
12
2.1.4 Profil Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr. M.M Dunda
1) Personalia IFRS RSUD Dr. M.M Dunda
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi rumah sakit, pimpinan rumah sakit
adalah seorang dokter, dibantu oleh beberapa tenaga kesehatan lainnya yang
memenuhi syarat termasuk apoteker, asisten apoteker, perawat, sarjana kesehatan
masyarakat, sarjana farmasi dan sejumlah personel pendukung yang memadai dan
memenuhi syarat.
Personel pendukung terdiri dari, teknisi, dan tenaga administrasi. Personel
pendukung diperlukan untuk meminimalkan penggunaan tenaga dalam tugas yang
tidak memerlukan professional.
Personal pendukung terdiri dari asisten apoteker, teknisi, sarjana farmasi dan
tenaga administrasi. Tujuan personal pendukung ini untuk meminimalkan
penggunaan apoteker dalam tugas yang tidak memerlukan pertimbangan professional.
Dalam Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr. M.M. Dunda Limboto, terdapat dua
apotek yang penanggung jawabnya adalah apoteker, dan masing-masing apotek ada
tenaga administrasi yang membantu pengentrian pelayanan resep. Tenaga apoteker
dan asisten apoteker belum tersedia cukup sehingga tingkat pelayanan farmasi masih
sangat rendah.
Untuk tenaga dalam gudang farmasi RS Dr. M.M. Dunda, penanggung
jawabnya bukan apoteker tetapi tenaga administrasi. Hal itu disebabkan kekurangan
apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
Rincian personel IFRS Dr. M.M. Dunda adalah sebagai berikut:
13
a) Apoteker
1. Yosita Tangnga S.Si, Apt
2. Sakinah Ali S.Si, Apt
3. Andi Makkulawu S.Farm, Apt
4. Hidayat Ahmad S.Farm, Apt
5. Citra U. Tapo S.Farm, Apt
6. Ambo Adam S.Farm, Apt
b) Tenaga Teknis Kefarmasian
1. Herlinawaty Lahay (lulusan SMF)
2. Ilma Sidiki (lulusan SMA)
3. Harmin Marali, A.md, kep
4. Muthmainnah KS S.si
5. Yusiana Said S.farm
6. Nilawaty S. Nusi S.farm
7. Fatmawaty Kamaru S.Farm
c) Tenaga Administrasi
1. Djamila Usman
2. Nizar Taha
3. Agus Sulingo
4. Maryam Panu
5. Fitron Nizar Nirwan
6. Yunda Djafar
14
2) Struktur Organisasi
Gambar 1. Struktur Organisasi IFRS Dr.M.M.Dunda
Kepala BLUD RSU Dr. M.M. Dunda
Dr. Nuryana Alinti, M.Kes
Sarjana Farmasi
Nilawaty S.Nusi, S.Farm
Mutmainah, S.Si
Fatmawaty Kamaru, S.Farm
Yusiana Said, S.Farm
Asisten Apoteker
Herlinawati Lahay
Novian Usman
Juru Resep
Ilma Sidiki
Harmin Marali
Titin Gobel
Administrasi
Djamila Usman
Nizar Taha
Suparjo Abas
Agus Sulingo
Maryam Panu
Apoteker
Sakinah Ali, S.Si Apt
Citra U. Tapo, S.Farm, Apt
Ambo Adam, S.Farm, Apt
Staf Gudang Instalasi
Fitron Nizar Nirwan
Yunda Djafar
Kepala Instalasi farmasi
Yosita Tanganga, S.Si, Apt
Penanggung jawab apotek I
Hidayat G. Ahmad. S.Farm, Apt
Penanggung jawab apotek II
Andi Makkulawu. S.Farm, Apt
Penanggung jawab Gudang IFRS
Maryam Panu
15
2.2 URAIAN TENTANG PENGELOLAAN OBAT DI INSTALASI
FARMASI RUMAH SAKIT
2.2.1 Pengelolaan Obat
Tujuan utama pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten
atau Kota adalah tersedianya obat dengan mutu yang baik, tersebar secara merata
dengan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar
bagi masyarakat yang membutuhkan di unit pelayanan kesehatan.
Tujuan utama pengelolaan obat adalah tersedianya obat dengan mutu yang baik,
tersedia dalam jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan pelayanan kefarmasian bagi
masyarakat yang membutuhkan. (Anonim, 2003)
Fungsi dasar sistem pengelolaan obat dan penggunaan obat di Kabupaten/Kota
adalah:
a. Perumusahan kebutuhan (selection)
b. Pengadaan (procurement)
c. Distribusi (distribution)
d. Penggunaan obat (use)
Ke empat fungsi tersebut didukung oleh sistem penunjang pengelolaan yang
terdiri dari:
a. Organisasi
b. Pembiayaan & kesinambungan
c. Pengelolaan informasi
d. Pengelolaan & pengembangan SDM
16
Pelaksanaan keempat fungsi & keempat element sistem pendukung tersebut
diatas didasarkan pada kebijakan (policy) dan atau peraturan perundang-undangan
yang berlaku serta didukung oleh kepedulian masyarakat & petugas kesehatan
terhadap program dalam bidang obat & pengobatan (Anonim, 2008).
Pelaksanaan pengelolaan obat akan berjalan degan baik jika proses
pengelolaannya terutama perencanaan kebutuhan obat & evaluasi tidak mengalami
berbagai kendala dalam pelaksanaannya, yang terpenting pada pengelolaan obat ini
adalah membatasi jumlah & bermacam obat berdasarkan Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN), pengunaan obat generik dengan perencanaan yang baik & tepat.
Adanya ketersediaan obat dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan serta
penyebarannya yang merata disemua lapisan masyarakat dengan jenis obat yang
sesuai bagi masyarakat yang membutuhkannya merupakan salah satu tujuan utama
pengeolaan obat demi terciptanya pelayanan kesehatan yang diharapkan (Aditama,
2003)
Obat merupakan suatu bahan yang menyebabkan perubahan fungsi-fungsi
biologis dalam tubuh melalui serangkaian proses kimia. Sedangkan untuk definisi
yang lebih lengkap, obat adalah bahan atau campuran yang digunakan:
a) Pengobatan, peredaan, pencegahan diagnose suatu penyakit, kelainan fisik atau
gejala-gejalanya pada manusia atau hewan
b) Dalam pemulihan, perbaikan atau pengubahan fungsi organik pada manusia
atau hewan.
17
Obat dapat merupakan bahan yang disintesis di dalam tubuh atau merupakan
bahan-bahan kimia yang tidak disintesis di dalam tubuh. Penggolongan sederhana
dapat diketahui dari definisi yang lengkap seperti diatas yaitu obat untuk manusia dan
obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa penggolongan obat yang lain, dimana
penggolongan obat dimaksdukan untuk peningkatan keamanan dan ketetapan
penggunaan serta pengamanan distribusi. (Syamsuni, 2006)
Berdasarkan undang-undang obat digolongkan dalam:
a. Obat bebas
b. Obat keras
c. Obat psikotropika dan narkotika
2.2.2 Penyimpanan Obat
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari
pencurian serta gangguan dari fisik yang dapat merusak mutu obat. (Anonim 2008)
Penyimpanan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tujuan dari
penyimpanan tercapai. Menurut Marwan (1997) tujuan penyimpanan antara lain:
a) Mempertahankan mutu obat dari kerusakan akibat penyimpanan yang tidak baik.
b) Mempermudah pencarian di gudang/kamar penyimpanan
c) Mencegah kehilangan
d) Mencegah penyimpanan yang salah
e) Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
f) Menjaga kelangsungan persediaan
18
g) Memudahkan pencarian dan pengawasan
Standar penyimpanan obat yang sering di gunakan adalah sebagai berikut
(Anonim, 2011):
1) Persyaratan gudang
a) Luas minimal 3 x 4 m2
b) Ruang kering tidak lembab
c) Ada ventilasi agar ada aliran udara dan tidak lembab
d) Cahaya cukup
e) Lantai dari tegel atau semen
f) Dinding dibuat licin
g) Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam
h) Ada gudang penyimpanan obat
i) Ada pintu dilengkapi kunci ganda
j) Ada lemari khusus untuk narkotika
2) Pengaturan penyimpanan obat
a) Menurut bentuk sediaan dan Alfabetis
b) Menerapkan sistem FIFO dan FEFO
c) Menggunakan almari, rak dan pallet
d) Menggunakan almari khusus untuk menyimpan narkotika dan psikotropika
e) Menggunakan almari khusus untuk perbekalan farmasi yang memerlukan
penyimpanan pada suhu tertentu
f) Dilengkapi kartu stock obat
19
Kegiatan penyimpanan obat meliputi:
1. Pengaturan Gudang Obat
Dalam pengaturan gudang yang akan dipakai untuk penyimpanan haruslah
dapat menjaga agar obat:
a) Tidak rusak secara fisik dan kimia. oleh karena itu, harus diperhatikan ruangnya
tetap kering, adanya ventilasi untuk aliran udara agar tidak panas, cahaya yang
cukup, gudang harus ditata berdasarkan sistem arus lurus, arus U, agar
memudahkan dalam bergerak, dan penempatan rak yang tepat serta penggunaan
Pallet akan dapat meningkatkan sirkukasi uara dan gerakan stok obat.
b) Aman. Agar obat tidak hilang maka perlu adanya ruangan khusus untuk gudang
dan pelayanan, dan sebaiknya ada lemari/rak yang terkunci, serta ada lamari
laci khusus untuk narkotika yang selalu terkunci.
Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan, pencarian
dan pengawasan obat-obat, maka diperlukan pengaturan tata ruang gudang dengan
baik.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang gudang adalah
sebagai berikut:
1) Kemudahan bergerak
Untuk kemudahan bergerak, maka gudang perlu ditata sebagai berikut :
a) Gudang menggunakan sistem satu lantai jangan menggunakan sekat-sekat
karena akan membatasi pengaturan ruangan. Jika digunakan sekat,
perhatikan posisi dinding dan pintu untuk mempermudah gerakan.
20
b) Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran obat, ruang gudang
dapat ditata berdasarkan sistem, arus garis lurus, arus U dan arus L
2) Sirkulasi udara yang baik
Salah satu faktor penting dalam merancang gudang adalah adanya sirkulasi
udara yang cukup didalam ruangan gudang. Sirkulasi yang baik akan memaksimalkan
umur hidup dari obat sekaligus bermanfaat dalam memperpanjang dan memperbaiki
kondisi kerja. Idealnya dalam gudang terdapat AC, namun biayanya akan menjadi
mahal untuk ruang gudang yang luas. Alternatif lain adalah menggunakan kipas
angin. Apabila kipas angin belum cukup maka perlu ventilasi melalui atap.
3) Kondisi penyimpanan khusus.
Vaksin memerlukan "Cold Chain" khusus dan harus dilindungi dari
kemungkinan putusnya aliran listrik.
a) Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari khusus dan selalu
terkunci,
b) Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter harus disimpan dalam
ruangan khusus, sebaiknya disimpan di bangunan khusus terpisah dari gudang
induk.
4) Pencegahan kebakaran
Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti
dus, kartun dan lain-lain. Alat pemadam kebakaran harus dipasang pada tempat yang
mudah dijangkau.
21
2. Penyusunan Stok Obat.
Obat disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis, apabila tidak
memungkinkan obat yang sejenis dapat dikelompokkan menjadi satu.
Untuk memudahkan pengendalian stok maka dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut :
a) Gunakan prinsip FIFO dalam penyusunan obat yaitu obat yang pertama
diterima harus pertama juga digunakan sebab umumnya obat yang datang
pertama biasanya juga diproduksi lebih awal dan akan kadaluwarsa lebih awal
pula.
b) Susun obat yang berjumlah besar di atas pallet atau diganjal dengan kayu secara
rapi dan teratur.
c) Gunakan lemari khusus untuk menyimpan narkotika dan obat-obatan yang
berjumlah sedikit tetapi mahal harganya.
d) Susun obat yang dapat dipengaruhi oleh temperatur, udara, cahaya dan
kontaminasi bakteri pada tempat yang sesuai.
e) Susun obat dalam rak dan berikan nomor kode, pisahkan obat dalam dengan
obat-obatan untuk pemakaian luar.
f) Cantumkan nama masing-masing obat pada rak dengan rapi
g) Apabila gudang tidak mempunyai rak maka dus-dus bekas dapat dimanfaatkan
sebagai tempat penyimpanan.
22
h) Barang-barang yang memakan tempat seperti kapas dapat disimpan dalam dus
besar, sedangkan dus kecil dapat digunakan untuk menyimpan obat-obatan
dalam kaleng atau botol.
i) Apabila persediaan obat cukup banyak, maka biarkan obat tetap dalam box
masing-masing, ambil seperlunya dan susun dalam satu dus bersama obat-
obatan lainnya. Pada bagian luar dus dapat dibuat daftar obat yang disimpan
dalam dus tersebut.
j) Obat-obatan yang mempunyai batas waktu pemakaian maka perlu dilakukan
rotasi stok agar obat tersebut tidak selalu berada dibelakang yang dapat
menyebabkan kadaluarsa obat
3. Pencatatan Stok Obat
Kartu stok berfungsi:
a) Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi obat (penerimaan, pengeluaran,
hilang, rusak atau kadaluwarsa)
b) Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1 (satu) jenis
obat yang berasal dari 1 (satu) sumber dana
c) Tiap baris data hanya diperuntukkan mencatat 1 (satu) kejadian mutasi obat
d) Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan
pengadaan-distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik obat
dalam tempat penyimpanannya.
Adapun Kegiatan yang harus dilakukan :
a) Kartu stok diletakkan bersamaan/berdekatan dengan obat bersangkutan
23
b) Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari
c) Setiap terjadi mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak/ daluwarsa)
langsung dicatat di dalam kartu stok
d) Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir bulan
Adapun Informasi yang didapat yaitu:
a) Jumlah obat yang tersedia (sisa stok)
b) Jumlah obat yang diterima
c) Jumlah obat yang keluar
d) Jumlah obat yang hilang/rusak/daluwarsa
e) Jangka waktu kekosongan obat
Adapun manfaat informasi yang didapat :
a) Untuk mengetahui dengan cepat jumlah persediaan obat.
b) Perencanaan pengadaan dan penggunaan pengendalian persediaan.
Obat disusun menurut ketentuan-ketentuan berikut :
a) Obat dalam jumlah besar (bulk) disimpan diatas pallet atau ganjal kayu secara
rapi, teratur dengan memperhatikan tanda-tanda khusus (tidak boleh terbalik,
berat, bulat, segi empat dan lain-lain).
b) Penyimpanan antara kelompok/jenis satu dengan yang lain harus jelas sehingga
memudahkan pengeluaran dan perhitungan.
c) Penyimpanan bersusun dapat dilaksanakan dengan adanya forklift untuk obat-
obat berat.
24
d) Obat-obat dalam jumlah kecil dan mahal harganya disimpan dalam lemari
terkunci dipegang oleh petugas Penyimpanan.
e) Satu jenis obat disimpan dalam satu lokasi (rak, lemari dan lain-lain).
f) Obat dan alat kesehatan yang mempunyai sifat khusus disimpan dalam tempat
khusus. Contoh : Eter, Film dan lain-lain.
Kartu stok memuat nama obat, satuan, asal (sumber) dan diletakkan bersama
obat pada lokasi penyimpanan.
Bagian judul pada kartu Stok diisi dengan dengan nama obat, kemasan, isi
kemasan
Kolom-kolom pada Kartu Stok diisi sebagai berikut:
a. Tanggal penerimaan atau pengeluaran.
b. Nomor dokumen penerimaan atau pengeluaran.
c. Sumber asal obat atau kepada siapa obat dikirim.
d. No. Batch/No. Lot.
e. Tanggal kadaluwarsa
f. Jumlah penerimaan
g. Jumlah pengeluaran
h. Sisa stok
i. Paraf petugas yang mengerjakan
Catatan : Pada akhir bulan sedapat mungkin kartu stok ditutup, sekaligus untuk
memeriksa kesesuaian antara catatan dengan keadaan fisik. Untuk melakukan hal ini
25
maka pada setiap akhir bulan beri tanda atau garis dengan warna yang berbeda
dengan yang biasa digunakan, misalnya warna merah.
4. Pengamatan mutu obat.
Istilah mutu obat dalam pelayanan farmasi berbeda dengan istilah mutu obat
secara ilmiah, yang umumnya dicantumkan dalam buku-buku standard seperti
farmakope. Secara teknis, kriteria mutu obat mencakup identitas, kemurnian, potensi,
keseragaman, dan ketersediaan hayatinya.
Beberapa hal berikut perlu mendapat perhatian sehubungan dengan mutu obat,
oleh karena di samping berkaitan dengan efek samping, potensi obat, juga dapat
mempengaruhi efek obat aktif, yaitu:
a) Kontaminasi. Beberapa jenis sediaan obat harus selalu berada dalam kondisi steril,
bebas pirogen dan kontaminan, misalnya obat injeksi. Oleh sebab itu proses
manufaktur, pengepakan, dan distribusi hingga penyimpanannya harus memenuhi
syarat-syarat tertentu. Dalam prakteknya kerusakan obat jenis ini umumnya
berkaitan dengan kesalahan dalam penyimpanan dan penyediaannya. Sebagai
contoh, di kamar suntik pusat pelayanan kesehatan acap kali ditemukan obat
injeksi yang diatasnya diletakkan jarum dalam posisi terbuka. Dengan alasan
apapun (misalnya segi kepraktisan saat pemindahan obat ke dalam spuit), cara ini
jelas keliru dan harus dihindari, oleh karena memungkinkan terjadinya
kontaminasi dengan udara luar dan berbagai bakteri, sehingga prinsip obat dalam
kondisi steril sudah tidak tercapai lagi. Untuk sediaan lain seperti cream, salep
atau sirup, meskipun risikonya lebih kecil, tetapi sering juga terjadi kontaminasi,
26
misalnya karena udara yang terlalu panas, kerusakan pada pengepakannya, dsb,
yang tentu saja mempengaruhi mutu obatnya.
b) Medication error. Keadaan ini tidak saja dapat terjadi pada saat manufaktur
(misalnya kesalahan dalam mencampur 2 atau lebih obat sehingga dosisnya
menjadi terlalu besar atau terlalu kecil), tetapi dapat juga terjadi saat praktisi
medik ingin mencampur beberapa jenis obat dalam satu sediaan sehingga
menimbulkan risiko terjadinya interaksi obat-obat. Akibatnya efek obat tidak
seperti yang diharapkan bahkan dapat membahayakan pasien.
c) Berubah menjadi toksik (toxic degradation). Beberapa obat, karena proses
penyimpanannya dapat berubah menjadi toksik (misalnya karena terlalu panas
atau lembab), misalnya tetrasiklin. Beberapa obat yang lain dapat berubah
menjadi toksik karena telah kadaluwarsa. Oleh sebab itu obat yang telah expired
(kadaluwarsa) atau berubah warna, bentuk dan wujudnya, tidak boleh lagi
dipergunakan.
d) Kehilangan potensi (loss of potency). Obat dapat kehilangan potensinya sebagai
obat aktif antara lain apabila ketersediaan hayatinya buruk, telah melewati masa
kadaluwarsa, proses pencampuran yang tidak sempurna saat digunakan, atau
proses penyimpanan yang keliru (misalnya terkena sinar matahari secara
langsung). Setiap obat sebenarnya telah memiliki batas keamanan (margin of
safety) yang dapat dipertanggung jawabkan
Adapun Tanda-tanda perubahan mutu obat sesuai standar yang di tetapkan
yaitu (Anonim, 2011):
27
1) Tablet.
a) Terjadinya perubahan warna, bau atau rasa
b) Kerusakan berupa noda, berbintik-bintik, lubang, sumbing, pecah, retak dan
atau terdapat benda asing, jadi bubuk dan lembab
c) Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat
2) Kapsul.
a) Perubahan warna isi kapsul
b) Kapsul terbuka, kosong, rusak atau melekat satu dengan lainnya
3) Tablet salut.
a) Pecah-pecah, terjadi perubahan warna dan lengket satu dengan yang lainnya
b) Kaleng atau botol rusak sehingga menimbulkan kelainan fisik
4) Cairan.
a) Menjadi keruh atau timbul endapan.
b) Konsistensi berubah
c) Warna atau rasa berubah
d) Botol-botol plastik rusak atau bocor
5) Salep.
a) Warna berubah
b) Konsistensi berubah
c) Pot atau tube rusak atau bocor
d) Bau berubah
6) Injeksi.
28
a) Kebocoran wadah (vial, ampul)
b) Terdapat partikel asing pada serbuk injeksi
c) Larutan yang seharusnya jernih tampak keruh atau ada endapan
d) Warna larutan berubah (Anonim, 2007)
Adapun tindak lanjut terhadap obat yang terbukti rusak/kadaluwarsa adalah :
a) Dikumpulkan, inventarisasi dan disimpan terpisah dengan penandaan/label
khusus
b) Dikembalikan/ diklaim sesuai aturan yang berlaku
c) Dihapuskan sesuai aturan yang berlaku serta dibuat Berita Acaranya
(Anonim, 2010)