bab ii tinjauan pustaka 2.1. sapi bali - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/16952/3/0909006028-3-bab...

Download BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/16952/3/0909006028-3-BAB II.pdf · jenis sapi yang unik, hingga masih hidup liar di Taman Nasional Bali Barat,

If you can't read please download the document

Upload: doanduong

Post on 06-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 4

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Sapi Bali

    Sapi bali merupakan sapi murni asal Indonesia yang tersebar luas

    diseluruh wilayah Indonesia. Sapi bali merupakan hasil domestikasi dari banteng

    (Bibos Banteng). Sapi bali memiliki banyak keunggulan dibandingkan sapi

    lainnya yaitu memiliki daya adaptasi terhadap lingkungan yang sangat tinggi,

    misalnya dapat bertahan hidup dalam cuaca yang kurang baik, dapat

    memanfaatkan pakan dengan kualitas yang rendah dan tahan terhadap parasit

    external maupun internal (Handiwirawan, 2004).

    Payne dan Rollinson (1973) menyatakan bahwa bangsa sapi bali diduga

    berasal dari pulau bali, karena pulau ini merupakan pusat penyebaran/distribusi

    sapi untuk Indonesia, karena itu dinamakan sapi bali dan tampaknya telah

    didomestikasi sejak jaman prasejarah 3500 SM. Sapi bali adalah sapi potong asli

    Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) adalah

    jenis sapi yang unik, hingga masih hidup liar di Taman Nasional Bali Barat,

    Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Ujung Kulon. Sapi asli Indonesia

    ini sudah lama didomestikasi di pulau Bali dan sekarang sudah tersebar di

    berbagai daerah dan mendominasi spesies sapi di Indonesia Timur. Sapi bali

    merupakan sapi lokal yang sangat berpotensi dikembangkan di Indonesia, sapi

    bali telah beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan di wilayah Indonesia

    (Bamualim dan Wirdahayati, 2003).

  • 5

    Menurut Yupardhi (2013) secara umum, ciri-ciri fisik sapi bali antara lain

    warna rambut kuning kemerah-merahan atau merah bata (pendek, halus, dan licin)

    sejak lahir, mempunyai garis hitam memanjang di sepanjang punggung sampai ke

    pangkal ekor, kaki di bawah lutut, dan pantat berwarna putih (disebut

    cermin/mirror), warna bulu telinga putih, bulu ekor hitam, moncong ke hitam-

    hitaman, dan tidak berpunuk.

    Ciri khas sapi bali adalah postur tubuh kecil, memiliki garis hitam pada

    punggung yang sering disebut garis belut (sangat jelas pada pedet), rambut

    berwarna coklat kekuningan (merah bata), pada jantan dewasa rambut akan

    berubah menjadi coklat kehitaman, berwarna putih pada bagian tepi daun telinga

    bagian dalam, kaki bagian bawah, bagian belakang pelvis dan bibir bawah (Feati,

    2011). Ukuran tubuh sedang, dada dalam, tidak berpunuk dan kaki-kaki ramping.

    Kulit berwarna merah bata. Cermin hidung, kuku dan rambut ujung ekor berwarna

    hitam. Kaki di bawah persendian karpal dan tarsal berwarna putih. Kulit

    berwarna putih juga ditemukan pada bagian pantat dan pada paha bagian dalam

    kulit berwarna putih tersebut berbentuk oval (Soeparno, 1992).

    Gambar 2.1. Sapi Bali jantan (kiri) dan betina (kanan)

  • 6

    Peternak menyukai sapi bali karena beberapa keunggulan karakteristiknya

    antara lain mempunyai fertilitas tinggi, lebih tahan terhadap kondisi lingkungan

    yang kurang baik, cepat beradaptasi apabila dihadapkan dengan lingkungan baru,

    cepat berkembang biak, bereaksi positif terhadap perlakuan pemberian pakan

    (Feati, 2011). Sapi bali dapat beradaptasi pada lingkungan dengan pakan yang

    kurang baik. Hal ini menyebabkan sapi bali diminati oleh peternak yang memiliki

    lahan dengan kualitas pakan yang rendah dan pada lahan yang subur.

    Sapi bali biasanya dipelihara secara individual dengan cara-cara

    tradisional sehingga menyebabkan perkembangannya agak lambat. Namun, disisi

    lain teknologi pakan untuk ternak (sapi) telah tersedia dan perlu diterapkan oleh

    peternak secara lanjut sehingga ternak yang dihasilkan oleh peternak meningkat

    kualitas dan produktivitasnya. Oleh karena itu, peternak harus berusaha memberi

    pakan yang cukup dan memenuhi syarat sesuai dengan kebutuhan sapi. Ransum

    sapi yang memenuhi syarat ialah ransum yang mengandung : protein, karbohidrat,

    lemak, vitamin, mineral, dan air dalam jumlah yang cukup. Kesemuanya dapat

    disediakan dalam bentuk hijauan dan konsentrat.

    Pakan adalah semua bahan makanan yang dapat diberikan kepada ternak

    dan tidak mengganggu kesehatan ternak. Kebutuhan ternak terhadap jumlah pakan

    tiap hari tergantung dari jenis atau spesies, umur dan fase pertumbuhan ternak

    (dewasa, bunting dan menyusui). Penyediaan pakan harus diupayakan secara

    terus-menerus dan sesuai dengan standar gizi ternak tersebut. Pemberian pakan

    yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi ternak dapat menyebabkan defisiensi zat

    makanan sehingga mudah terserang penyakit (Manurung, 2008).

  • 7

    Walaupun telah diberi pakan berupa hijauan atau kosentrat yang telah

    mengandung zat makanan yang memenuhi kebutuhannya, sapi bali masih sering

    menderita kekurangan vitamin, mineral dan bahkan protein, Keadaan ini dapat

    mengganggu pertumbuhan atau kesehatan sapi bali sehingga untuk mengatasinya

    sapi dapat diberikan pakan tambahan. Oleh karena itu pemberian pakan tambahan

    yang baik pada induk sapi bali akan sangat berpengaruh terhadap pedetnya.

    2.2. Pedet Sapi Bali

    Pedet adalah anak sapi yang baru lahir hingga umur 8 bulan. Perawatan

    terhadap pedet yang baru lahir dilakukan dengan membersihkan lendir pada

    hidung, mulut, dan lendir yang ada diseluruh tubuh karena cairan yang menutupi

    hidung akan mengganggu pernafasan anak sapi. Selanjutnya pedet dimasukan

    kedalam kandang anak yang sudah diberi alas jerami padi/kain kering yang tidak

    menimbulkan becek/basah. Untuk mencegah terjadinya infeksi dilakukan

    pemotongan terhadap tali pusar (Purwanto dan Muslih, 2006).

    Pedet yang baru lahir membutuhkan perawatan khusus, ketelitian,

    kecermatan dan ketekunan dibandingkan dengan pemeliharaan sapi dewasa.

    Selama 3 sampai 4 hari setelah pedet lahir harus mendapatkan kolostrum dari

    induknya, karena pedet belum mempunyai antibodi untuk resistensi terhadap

    penyakit. Setelah dipisahkan dari induk sapi barulah pedet mengkonsumsi

    suplemen makanan sedikit demi sedikit sehingga pertumbuhannya optimal

    (Sanuri, 2010).

  • 8

    Pedet Sapi bali secara fisik mudah dikenali karena mempunyai ciri-ciri

    fisik yang sama seperti induknya yaitu rambut berwarna merah bata, kaki di

    bawah persendian berwarna putih, pada bagian pantat kulit berwarna putih, bentuk

    badan memanjang, badan padat dengan dada yang dalam, tidak berpunuk, kaki

    ramping, pada tengah-tengah (median) punggung selalu ditemukan rambut hitam

    membentuk garis (garis belut) memanjang dari gumba hingga pangkal ekor,

    cermin hidung, kuku, dan bulu ujung ekor berwarna hitam.

    Gambar 2.2. Pedet sapi bali

    Genotipe, bobot lahir, produksi susu induk, jumlah anak per kelahiran,

    umur induk, jenis kelamin anak, dan umur sapih merupakan beberapa hal yang

    mempengaruhi pertumbuhan sebelum lepas sapih. Kurva pertumbuhan dapat

    dilihat dengan memproyeksikan ukuran tubuh selama waktu tertentu. Hormon

    androgen pada hewan jantan dapat merangsang pertumbuhan sehingga hewan

    jantan lebih besar daripada hewan betina (Kay dan Housseman, 1987). Ukuran

    dimensi panjang tubuh pedet baru lahir dipengaruhi oleh ukuran tubuh induknya

    (Saptayanti, 2013).

  • 9

    2.3. Pertumbuhan Ternak

    2.3.1 Pertumbuhan Prenatalis

    Pertumbuhan prenatalis pada sapi dimulai sejak terjadinya konsepsi yakni

    saat pertemuan sel telur betina dengan sel jantan, bersatunya sel jantan dan sel

    telur tadi mengasilkan calon individu baru di dalam kandungan yang disebut

    embrio atau foetus. Pada awal kebuntingan pertumbuhan foetus berjalan sangat

    lambat, sedangkan pada akhir kebuntingan pertumbuhan berlangsung sangat

    cepat. Foetus, hampir 2/3 bagian pertumbuhan hanya berlangsung 1/3 dari seluruh

    waktu yang digunakan dalam kandungan (Sudarmono dan Sugeng, 2008).

    Periode kebuntingan dapat dibagi secara kasar dalam tiga bagian,

    berdasarkan ukuran individu dan pekembangan jarigan dan organ. Ketiga periode

    itu adalah ovum, embrio dan foetus. Periode ovum atau blastula berlangsung 10

    12 hari, selang waktu pembuahan yang biasanya terjadi beberapa jam sesudah

    ovulasi sampai pembentukan membrane zygote dalam uterus. Periode

    embrio/foetus atau organogenesis berlangsung 12 45 hari masa kebuntingan.

    (Barnes, Waikel Villee. 1984).

    Pertumbuhan sebelum lahir (prenatal) terjadi saat embrio, meliputi

    pembelahan sel dan pertambahan jumlah sel tubuh serta terjadi perubahan fungsi

    sel menjadi sistem-sistem organ tubuh. Embrio juga mengalami perkembangan sel

    menjadi lebih besar sehingga membutuhkan asupan nutrisi yang lebih banyak

    (Field dan Taylor, 2002 dalam Muhibbah, 2007).

  • 10

    Hafez (1993) menyatakan bahwa pertumbuhan prenatal dipengaruhi oleh

    hereditas, paritas, nutrisi induk, perkembangan embrio dan endometrium sebelum

    implantasi serta ukuran tubuh. Lebih lanjut dijelaskan bahwa akhir masa

    kebuntingan terjadi pertumbuhan foetus yang cepat dan mencapai puncak pada

    dua bulan akhir kebuntingan. Pemberian pakan berkualitas baik selama akhir

    masa kebuntingan dapat meningkatkan bobot lahir 5 8% dari bobot induk

    (Nggobe et al., 1994).

    Pada masa akhir kebuntingan anak ternak yang normal telah berkembang

    sedemikian rupa sehingga ia sanggup hidup di lingkungan cairan dan saluran

    pencernaan serta saluran pernafasannya siap untuk mulai fungsi dan tanggung

    jawabnya. Selama minggu- minggu pertama kehidupan di luar uterus terjadi suatu

    penyesuaian fisiologik anak ternak yang memerlukan perhatian khusus dari

    peternak untuk mempertahankan hidup dan pertumbuhan optimum dari ternak

    yang baru lahir. (Toelihere, R. Mozes. 1985).

    Pemberian ransum dengan kualitas baik pada saat induk bunting tua dapat

    berpengaruh terhadap peningkatan bobot lahir, dan akan terjadi sebaliknya apabila

    kekurangan, bobot lahir pedet rendah, kondisi lemah dan tingkat kematian tinggi.

    Menurut Anggorodi (1994) dalam Utomo et al (2006), bahwa pakan dengan

    kandungan protein yang cukup dapat berfungsi memperbaiki jaringan,

    pertumbuhan jaringan baru, metabolisme untuk energi dan merupakan penyusun

    hormon. Salah satu akibat dari pertumbuhan tulang adalah memanjangnya

    panjang badan.

  • 11

    2.3.2 Pertumbuhan Posnatalis

    Salisbury dan Van Demark (1985) dalam Nia (2008) menjelaskan bahwa

    dengan berakhirnya masa kebuntingan, anak sapi yang normal telah berkembang

    sedemikan rupa, sehingga dapat hidup di luar tubuh induk. Pada saat itu, alat

    pencernaan maupun pernapasannya telah siap berfungsi sebagaimana mestinya.

    selama minggu-minggu pertama sesudah kelahiran sangat dibutuhkan

    penyesuaian fungsi faali anak sapi tersebut yang membutuhkan perhatian

    peternak, sehingga anak yang lahir dapat hidup dan tumbuh sempurna.

    Saluran pencernaan pedet saat lahir belum berkembang dan berfungsi

    dengan baik, sehingga belum mampu untuk mencerna pakan padat, rumput, atau

    sumber serat lainnya. Oleh karena itu, pemberian pakan padat dan hijauan (pakan

    sumber serat) pada pedet dilakukan secara bertahap. Saat pedet baru dilahirkan,

    pakan pertama yang harus diberikan adalah kolostrum karena pedet hanya mampu

    memanfaatkan nutrien susu, kemudian meningkat dengan pemberian susu induk

    atau susu pengganti, pakan padat, dan rumput (Hadziq, 2011).

    Pada saat lahir, perut depan pedet belum berkembang seperti pada

    ruminansia dewasa. Bobot abomasum pedet sekitar setengah berat perut total.

    Setelah lahir, rumen, retikulum, dan omasum akan terus berkembang hingga

    berfungsi baik. Pedet memulai tahap transisi pada umur 5 minggu dan berakhir

    umur 12 minggu. Pada tahap ini, pola metabolisme karbohidrat berubah.

    Penggunaan glukosa secara langsung yang diserap dari usus halus sebagai hasil

    hidrolisis laktosa mulai hilang dan proses glukoneogenesis asam propionat mulai

    muncul (Arora, 1989).

  • 12

    2.4. Pakan Ternak Sapi

    Pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan dapat dicerna

    sebagian atau seluruhnya tanpa mengganggu kesehatan ternak yang memakannya

    (Tillman et al., 1998). Kebutuhan ternak terhadap jumlah pakan tiap hari

    tergantung dari jenis atau spesies, umur dan fase pertumbuhan ternak (dewasa,

    bunting dan menyusui). Menurut Blakely dan Bade (1998) bahan pakan dapat

    dibagi menjadi dua kelompok yaitu konsentrat dan bahan berserat. Konsentrat

    berupa bijian dan butiran serta bahan berserat yaitu jerami dan rumput yang

    merupakan komponen penyusun ransum. Pakan adalah bahan yang dimakan dan

    dicerna oleh seekor hewan yang mampu menyajikan hara atau nutrien yang

    penting untuk perawatan tubuh, pertumbuhan, penggemukan, dan reproduksi.

    Darmono (1999) menjelaskan bahwa bahan pakan yang baik adalah bahan

    pakan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral serta

    tidak mengandung racun yang dapat membahayakan ternak yang

    mengkonsumsinya. Pemberian pakan ternak berkualitas sangat mempengaruhi

    tingkat keberhasilan usaha ternak sapi tersebut. Sekalipun bibit sapi berasal dari

    bibit unggul serta memiliki sifat genetis unggul, tetapi jika tidak diimbangi

    dengan pemberian pakan berkualitas maupun secara tepat, maka berbagai

    kelebihan tidak akan memberikan nilai tambah secara signifikan. Pemberian

    pakan ternak secara tepat dan berkualitas dapat meningkatkan potensi keunggulan

    genetis sapi peliharaan sehingga dapat meningkatkan hasil produksi ternak sesuai

    target.

    http://www.tanijogonegoro.com/2013/06/ternak-sapi.html

  • 13

    2.5. Kerangka Konsep

    Pertumbuhan tubuh ternak mempunyai arti yang sangat penting dalam

    proses produksi. Kualitas produksi daging sapi bali tergantung pada

    pertumbuhannya karena produksi yang tinggi dapat dicapai dengan pertumbuhan

    yang cepat. Pertumbuhan merupakan suatu proses yang terjadi pada setiap mahluk

    hidup dan dapat dimanifestasikan sebagai tambahan berat organ atau jaringan

    tubuh seperti otot, tulang dan lemak, urutan pertumbuhan jaringan tubuh dimulai

    dari jeringan saraf, kemudian tulang, otot dan terakhir lemak (Lawrence, 1980).

    Faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan hewan antara lain spesies, jenis

    kelamin, umur dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Titus, 1955).

    Pertumbuhan dapat dinilai sebagai peningkatan tinggi, panjang, ukuran

    lingkar, dan bobot yang terjadi pada seekor ternak muda yang sehat serta diberi

    pakan, minum, dan mendapat tempat perlindungan yang layak (Swatland, 1984).

    Pada awal kebuntingan pertumbuhan foetus berjalan sangat lambat,

    sedangkan pada akhir kebuntingan pertumbuhan berlangsung sangat cepat.

    Foetus, hampir 2/3 bagian pertumbuhan hanya berlangsung 1/3 dari seluruh waktu

    yang digunakan dalam kandungan (Sudarmono dan Sugeng, 2008). Periode

    embrio/foetus atau organogenesis berlangsung 12 45 hari masa kebuntingan.

    (Barnes, WV. 1984).

    Pemberian pakan tambahan dengan kualitas baik pada induk sapi akan

    sangat berpengaruh terhadap dimensi tubuh pedet salah satunya pada ukuran

    dimensi panjang pedet. Dimensi panjang merupakan salah satu ukuran tubuh yang

    dapat digunakan sebagai indikator produktivitas ternak karena dengan melihat

  • 14

    dimensi panjang kita dapat melihat keberhasilan suatu manajemen pemeliharaan.

    Dimensi panjang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor internal yaitu

    faktor genetik dan sekeresi hormon dan faktor eksternal adalah lingkungan dan

    pakan.

    Ukuran dimensi panjang tubuh pedet dipengaruhi oleh dimensi panjang

    induknya, panjang kepala, telinga, leher, tubuh, ekor (Saptayanti, 2013).

    2.6. Hipotesis

    Hipotesis dari penelitian ini adalah :

    Terdapat perbedaan dimensi panjang antara pedet yang induknya diberikan

    pakan tambahan dengan yang tidak berikan pakan tambahan.

  • 15