bab ii tinjauan pustaka 2.1 rumah sakit … dan membentuk bagian-bagian virus tersebut (murphy et...

15
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit Hewan Institut Pertanian Bogor Rumah Sakit Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH-IPB) didirikan pada tanggal 9 Mei 2000 berdasarkan SK Rektor IPB No. 052/K13.12.1/KP/2000 yang dikelola oleh Tim Manajemen Rumah Sakit Hewan Pendidikan FKH-IPB. Secara operasional diresmikan oleh Presiden RI Abdurahman Wahid pada tanggal 11 Oktober 2000. Tugas dari RSH-IPB adalah menunjang pendidikan kedokteran hewan, serta memberikan pelayanan kesehatan kepada hewan selaku pasien, masyarakat pemilik hewan, dan lingkungan (RSH-IPB 2000). Visi dari RSH-IPB adalah menjadi Rumah Sakit Hewan rujukan spesialis terpilih di Indonesia. Misi RSH-IPB adalah menunjang pendidikan kedokteran hewan dan menyiapkan pendidikan dokter hewan spesialis bersamaan dengan pemberian pelayanan kesehatan kepada hewan selaku pasien dan masyarakat pemilik hewan. 2.2 Virus Virus bukan sel dan bukan mikroorganisme karena tidak memiliki organel fungsional dan bergantung sepenuhnya pada inang untuk memproduksi energi dan sintesis makromolekulnya. Virus hanya memiliki satu tipe asam nukleat fungsional antara DNA atau RNA, tidak pernah keduanya, dan dibedakan dari mikroorganisme lain karena memiliki dua fase yang sangat berbeda selama siklus hidupnya. Fase hidup virus di luar sel inang merupakan fase untuk ditransmisikan dan virus tidak melakukan metabolisme. Di dalam sel inang, merupakan fase untuk bermetabolisme aktif dan membentuk bagian-bagian virus tersebut (Murphy et al. 1999). Tujuan virus hidup bukan untuk menyebabkan penyakit pada manusia, hewan, tumbuhan ataupun organisme lain, namun virus terseleksi oleh alam untuk meningkatkan virulensi yang merupakan proses dimana ekologi dan evolusi biologis memainkan peranan penting sehingga kemunculan virus dan penyakitnya tidak terlepas dari dinamika ini. Selama 50 tahun belakangan ini dalam penelitian virus

Upload: ngothuy

Post on 05-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit … dan membentuk bagian-bagian virus tersebut (Murphy et al. 1999). Tujuan virus hidup bukan untuk menyebabkan penyakit pada manusia, hewan,

 

 

4     

BAB II TINJAUAN PUSTAKA   

2.1 Rumah Sakit Hewan Institut Pertanian Bogor 

Rumah  Sakit  Hewan  Institut  Pertanian  Bogor  (FKH-IPB)  didirikan  pada 

tanggal 9 Mei 2000 berdasarkan SK Rektor IPB No. 052/K13.12.1/KP/2000 yang 

dikelola oleh Tim Manajemen Rumah Sakit Hewan Pendidikan FKH-IPB. Secara 

operasional  diresmikan  oleh  Presiden  RI  Abdurahman  Wahid  pada  tanggal  11 

Oktober 2000. Tugas dari RSH-IPB adalah menunjang pendidikan kedokteran hewan, 

serta  memberikan  pelayanan  kesehatan  kepada  hewan  selaku  pasien,  masyarakat 

pemilik hewan, dan lingkungan (RSH-IPB 2000). 

Visi  dari  RSH-IPB  adalah  menjadi  Rumah  Sakit  Hewan  rujukan  spesialis 

terpilih di Indonesia. Misi RSH-IPB adalah menunjang pendidikan kedokteran hewan 

dan  menyiapkan  pendidikan  dokter  hewan  spesialis  bersamaan  dengan  pemberian 

pelayanan kesehatan kepada hewan selaku pasien dan masyarakat pemilik hewan.   

2.2 Virus 

Virus bukan sel dan bukan mikroorganisme karena tidak memiliki organel 

fungsional dan bergantung sepenuhnya pada inang untuk memproduksi energi dan 

sintesis makromolekulnya. Virus hanya memiliki satu tipe asam nukleat fungsional 

antara DNA atau RNA, tidak pernah keduanya, dan dibedakan dari mikroorganisme 

lain karena  memiliki dua fase  yang sangat berbeda selama siklus  hidupnya.  Fase 

hidup virus di luar sel inang merupakan fase untuk ditransmisikan dan virus tidak 

melakukan metabolisme. Di dalam sel inang, merupakan fase untuk bermetabolisme 

aktif dan membentuk bagian-bagian virus tersebut (Murphy et al. 1999). 

Tujuan virus hidup bukan untuk menyebabkan penyakit pada manusia, hewan, 

tumbuhan   ataupun   organisme   lain,   namun   virus   terseleksi   oleh   alam   untuk 

meningkatkan virulensi yang merupakan proses dimana ekologi dan evolusi biologis 

memainkan  peranan  penting  sehingga  kemunculan  virus  dan  penyakitnya  tidak 

terlepas dari dinamika ini. Selama 50 tahun belakangan ini dalam penelitian virus

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit … dan membentuk bagian-bagian virus tersebut (Murphy et al. 1999). Tujuan virus hidup bukan untuk menyebabkan penyakit pada manusia, hewan,

 

 

5    

memperjelas  banyak  rincian  infeksi  virus  mengenai  biologi  sel  dan  molekulnya, 

imunologi, morfogenesis virus, dan topik lainnya. Penyebab dan proses munculnya 

penyakit viral perlu dipelajari secara genetis dan ekologis dimana beberapa faktor 

berhubungan  dengan  ekologi  dan  evolusi  biologis  dari  agen  patogen,  inang,  dan 

hubungan antara patogen dengan inang yang tidak dapat dihindarkan (Lunet 2012). 

Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi infektivitas virus karena mempengaruhi 

protein permukaan yang akan terdenaturasi dalam waktu beberapa menit pada suhu 

55  hingga  60oC.  Denaturasi  ini  mengakibatkan  virion  tidak  mampu  melakukan 

penempelan pada sel, penetrasi, dan/atau uncoating (Murphy et al. 1999). 

Banyak penyakit yang disebabkan oleh virus pada anjing, diantaranya adalah 

Parvo dan Distemper. Salah satu cara untuk mendiagnosa penyakit viral, diantaranya 

dengan melakukan pemeriksaan terbentuk atau tidaknya badan inklusi virus tersebut. 

Badan  inklusi  merupakan  akumulasi  dari  komponen  struktur  viral  (Sharma  & 

Adlakha 2009). Menurut Murphy et al. (1999), badan inklusi virus yang terbentuk 

pada sel yang terinfeksi terdapat secara intrasitoplasma seperti penyakit Rabies dan 

Pox, serta intranuklear seperti penyakit Herpes dan Parvo. Beberapa virus seperti 

Canine Distemper Virus dan Porcine cytomegalovirus, membentuk baik badan inklusi 

intranuklear   maupun   intrasitoplasmik   pada   sel   yang   sama.   Pencegahan   yang 

dilakukan hanya pemberian vaksin secara berkelanjutan, namun hal ini tidak menutup 

kemungkinan terjadinya infeksi.   

2.3 Canine Distemper Virus (CDV) 

2.3.1 Etiologi 

Pada  tahun  1809,  Edward  Jenner  adalah  orang  pertama  yang  menjelaskan 

penyebab dan gejala klinis dari CDV namun etiologi virus didemonstrasikan oleh 

Carré (MacLachlan & Edward 2011). Henri Carré dianggap sebagai penemu Canine 

Distemper  Virus  pada  tahun  1905  (Murphy  2008).  Pada  tahun  1988,  virus  yang 

berbeda namun mirip dengan CDV, yaitu Phocine Distemper Virus (PDV), diisolasi 

dari  sejumlah  besar  anjing  laut  yang  mati  di  sepanjang  pantai  utara  Eropa  dan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit … dan membentuk bagian-bagian virus tersebut (Murphy et al. 1999). Tujuan virus hidup bukan untuk menyebabkan penyakit pada manusia, hewan,

 

 

6    

menunjukkan gejala klinis yang serupa dengan distemper pada anjing (Mahy & Marc 

2010). 

Taksonomi  CDV  berdasarkan  International  Committee  on  Taxonomy  of 

Viruses (ICTV) pada tahun 2009 adalah 

Ordo  : Mononegavirales 

Famili  : Paramyxoviridae 

Subfamili  : Paramyxovirinae 

Genus  : Morbilivirus 

Spesies  : Canine distemper virus 

Diameter  dari  virionnya  adalah  150-350  nm  dan  memiliki  nukleokapsid  yang 

dikelilingi oleh amplop dari lipid. Virion sangat sensitif terhadap dehidrasi, panas, 

deterjen, pelarut lemak, formaldehida, dan agen oksidasi (Mahy & Marc 2010).              

 

Gambar 1 Struktur virion dari Morbilivirus (Mahy & Marc 2010).              

Gambar 2 Canine Distemper Virus (Auburn University 2009).

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit … dan membentuk bagian-bagian virus tersebut (Murphy et al. 1999). Tujuan virus hidup bukan untuk menyebabkan penyakit pada manusia, hewan,

 

 

7     

Strain  CDV  tertentu  sangat  virulen  dan  neurotropik,  seperti  “Snyder  Hill” 

strain yang menyebabkan polioencephalomyelitis dan strain A75/17 dan R252 yang 

menyebabkan  demyelinasi  sistem  saraf  pusat  (Côté  2011).  Virus  ini  menyerang 

hewan  yang  termasuk  famili  Canidae  (anjing,  dingo,  serigala,  rubah),  Mustelidae 

(musang,  cerpelai,  sigung,  berang-berang),  Procyonidae  (rakun,  panda),  beberapa 

Viveridae (binturong), sejumlah besar Felidae (singa, macan, cheetah), dan Tayassu 

tajacu (MacLachlan & Edward 2011).   

2.3.2 Patogenesa 

Penyakit  ini  mudah  menyebar  selama  masa  infeksi  terutama  melalui  rute 

aerosol, namun tidak zoonosis (Côté 2011). Saluran respirasi adalah saluran utama 

tempat  masuknya  virus  dan  juga  menginfeksi  via  saluran  pencernaan  melalui 

kontaminasi pakan dan air. Eksudat dari hidung mengandung virus dapat menyebar di 

udara melalui bersin, lalu virus tersebut masuk ke dalam saluran hidung anjing lain 

yang  dapat  diinfeksi  untuk  bereplikasi  serta  menyebar  di  dalam  tubuh  (Legendre 

2005). Anjing yang umumnya terinfeksi adalah anjing yang tidak divaksinasi, tidak 

memperoleh   kolostrum   dari   induk   yang   sudah   memiliki   imunitas,   pemberian 

vaksinasi yang tidak tepat, imunosuppresi, dan sejarah interaksi dengan hewan yang 

terinfeksi (Nelson & Couto 1998). 

Anjing dengan umur 3 sampai 6 bulan yang paling umum terinfeksi, anjing 

mengalami demam seminggu pasca infeksi virus namun biasanya tidak teramati. Dua 

minggu  pasca  infeksi,  virus  menyebabkan  kerusakan  ringan  pada  sel-sel  saluran 

pernapasan,  mata,  paru-paru,   dan  saluran  pencernaan   (Legendre   2005).  Virus 

bereplikasi  pada  makrofag  epitel  saluran  pernapasan  atas  lalu  terbawa  melalui 

jaringan limfatik lokal menuju limfonodus pada tonsil, retrofaringeal, dan bronchial 

(Côté 2011). Cell-associated viremia berakibat infeksi pada seluruh jaringan limfatik 

yang disertai dengan infeksi pada saluran respirasi, pencernaan, epitel urogenitalia, 

sistem saraf pusat, dan saraf mata. Penyakit menyebar seiring dengan replikasi virus 

pada jaringan. Derajat keparahan viremia dan menyebarnya virus ke jaringan lainnya

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit … dan membentuk bagian-bagian virus tersebut (Murphy et al. 1999). Tujuan virus hidup bukan untuk menyebabkan penyakit pada manusia, hewan,

 

 

8    

tergantung pada tingkat imunitas tubuh yang spesifik selama periode infeksi (Kahn 

2005).   

2.3.3 Gejala Klinis dan Diagnosa 

Gejala  umum  yang  teramati  oleh  pemilik  antara  lain  depresi,  kelemahan, 

eksudat dari mata dan hidung, batuk, muntah, atau diare, namun pada infeksi yang 

sudah parah dapat teramati gangguan saraf seperti kejang atau ataksia (Côté 2011). 

Gejala  tersebut  merupakan  infeksi  kombinasi  antara  virus  dan  bakteri.  Virus 

distemper  yang  bersifat  subklinis  dan  dalam  jangka  waktu  yang  lama  juga  dapat 

menginfeksi  kulit,  sehingga  telapak  kaki  anjing  menjadi  keras  dan  menebal,  dan 

disebut  sebagai  penyakit  “hard  pad”.  Selain  itu,  virus  juga  menyerang  sistem 

kekebalan  tubuh  sehingga  merusak  kemampuan  tubuh  untuk  melawan  infeksi 

(Legendre 2005). 

Temuan pemeriksaan fisik dapat berupa suara napas yang keras saat dilakukan 

auskultasi,  kaheksia,  dehidrasi,  dan  peradangan  pada  mata  (anterior  uveitis,  optik 

neuritis,  degenerasi  retina,  atau  keratokonjungtivitis)  jika  infeksi  CDV  bersifat 

sistemik (Côté  2011). Setengah dari  total  anjing  yang terinfeksi CDV mengalami 

kerusakan  saraf  karena  CDV  tertarik  dan  bereplikasi  cepat  pada  jaringan  saraf 

(Legendre 2005). Kerusakan pada saraf mengakibatkan kejang yang disebut sebagai 

“chewing-gum” seizures karena membuka dan menutup mulut dengan keras secara 

berulang-ulang.  Gejala  lain  yang  menunjukkan  infeksi  CDV  adalah  mioklonus 

kepala,  leher,  atau  tungkai  (Côté  2011).  Mioklonus  adalah  kontraksi  ritmik  yang 

sangat kuat pada otot rangka (Widodo et al. 2011). Kerusakan pada sumsum tulang 

dapat  mengakibatkan  kelemahan  dan  paralisis,  namun  kerusakan  pada  saraf  juga 

dapat  menyebabkan  gerakan  tidak  terkoordinasi  dari  kaki  (Legendre  2005).  Pada 

anjing yang pulih dari infeksi CDV dimungkinkan mengalami anosmia persisten atau 

kehilangan daya penciuman (Côté 2011). 

Salah satu kasus yang dipaparkan oleh Richards et al. (2011) ditemukan pada 

9  tahun  anjing  jenis  Jack  Russell  Terrier  betina  sudah  steril  dan  divaksinasi  di 

Ontario Veterinary College Veterinary Teaching Hospital (OVC VTH) dengan gejala

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit … dan membentuk bagian-bagian virus tersebut (Murphy et al. 1999). Tujuan virus hidup bukan untuk menyebabkan penyakit pada manusia, hewan,

 

 

9    

kerusakan saraf termasuk kebutaan selama 1 minggu. Tidak ada gejala batuk, eksudat 

pada mata atau hidung, maupun suara abnormal paru-paru seperti yang umumnya 

dilaporkan  oleh  dokter  hewan.  Pemeriksaan  postmortem  menghasilkan  diagnosa 

bahwa anjing tersebut terjangkit Canine Distemper (CD). Neuritis pada mata yang 

didiagnosa  sebelumnya  bukanlah  temuan  yang  menunjukan  infeksi  CDV  karena 

hanya terdapat gejala gangguan saraf. 

Anamnesa   pemilik,   sejarah   penyakit,   gejala   klinis   yang   teramati,   dan 

pemeriksaan fisik diperlukan untuk menetapkan diagnosa tetapi alat bantu diagnosa 

juga dapat digunakan. Alat bantu tersebut antara lain radiografi thoraks, uji serum 

antibodi, uji protein cairan serebrospinal, atau PCR (Polymerase Chain Reaction) 

untuk  CDV  pada  darah,  serum,  atau  cairan  serebrospinal  (Côté  2011).  Menurut 

Rosenfeld  dan  Sharon  (2010)  CDV  sangat  jarang  dapat  diidentifikasi  melalui 

pemeriksaan darah dan hanya bisa ditemukan pada anjing dengan infeksi sangat akut. 

Pada   infeksi   akut   tersebut,   badan   inklusi   sangat   jelas   tampak   menggunakan 

pewarnaan Diff-Quik ataupun Romanowsky (Gambar 3) dan terlihat sebagai inklusi 

homogen berwarna merah keunguan yang pekat. Pada pewarnaan  Wright-Giemsa, 

badan  inklusi  sulit  terlihat  jelas  karena  berwarna  ungu  muda  yang  menyerupai 

pewarnaan sitoplasma neutrofil dan eritrosit.  

a b

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit … dan membentuk bagian-bagian virus tersebut (Murphy et al. 1999). Tujuan virus hidup bukan untuk menyebabkan penyakit pada manusia, hewan,

 

 

10    

Gambar 3 Ulas darah badan inklusi CDV (a) dari sumsum tulang di intrasitoplasma sel darah putih bersifat eosinofilik (b) pada neutrofil dan limfosit dengan pewarnaan Romanowsky (VDIC; Kapil et al. 2008).  

2.3.4 Perubahan Patologis 

Kerusakan  jaringan  terjadi  karena  infeksi  sekunder  oleh  bakteri.  Kelainan 

patologis  baik  secara  anatomi  maupun  histologi  pada  anjing  yang  mati  akibat 

terinfeksi CDV dapat ditemukan terutama pada organ pernapasan (Gambar 4).               

Gambar 4 Pneumonia akibat infeksi CDV (King 2010).  

b a             

d c

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit … dan membentuk bagian-bagian virus tersebut (Murphy et al. 1999). Tujuan virus hidup bukan untuk menyebabkan penyakit pada manusia, hewan,

 

 

11                  

Gambar 5 Histopatologi badan inklusi CDV pada organ (a) sitoplasma epitel vesica urinaria (b) nukleus sel glial otak (c) intrasitoplasmik dan intranuklear sel Sertoli (d) intrasitoplasmik epitel saluran empedu (King 2010). 

Canine Distemper Virus akan membentuk badan inklusi intrasitoplasmik dan 

intranuklear  pada  sel  (Murphy  et  al.  1999).  Badan  inklusi  tersebut  terutama 

ditemukan  dalam  sitoplasma  sel epitel  pada  saluran  respirasi  dan  urinaria  (Aiello 

1998), namun  juga dapat ditemukan  pada sel  otak, sel Sertoli, dan  epitel saluran 

empedu (Gambar 5).  

2.3.5 Terapi dan Pencegahan 

Infeksi  sekunder  oleh  bakteri  dapat  ditangani  dengan  pemberian  antibiotik 

berspektrum luas, sedangkan untuk gejala diare dan muntah dapat diberikan antidiare, 

antiemetik, infus cairan elektrolit untuk mengatasi dehidrasi (Côté 2011). Anjing akan 

terlihat  normal  selama  2  sampai  3  minggu  dengan  pemberian  antibiotik  hingga 

munculnya  penyakit  pada  otak  dan  sumsum  tulang  belakang  jika  mengalami 

kerusakan saraf. Pemberian antikonvulsan dapat dilakukan untuk mengurangi kejang. 

Perawatan,  pemberian  pakan  yang  berkualitas  baik  dan  disukai,  serta  lingkungan 

yang bebas stress akan membantu meningkatkan selera makan dan menjadi sehat. 

Penanganan yang dapat dilakukan sangat terbatas, sehingga vaksinasi merupakan cara 

yang  dapat  dilakukan  untuk  mencegah.  Vaksin  untuk  mencegah  Distemper  mulai 

diberikan saat anak anjing disapih. Jika induknya sudah divaksinasi atau sembuh dari 

Distemper,  maka  antibodi  terhadap  Distemper  akan  diberikan  kepada  anaknya  di 

dalam susu (Legendre 2005).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit … dan membentuk bagian-bagian virus tersebut (Murphy et al. 1999). Tujuan virus hidup bukan untuk menyebabkan penyakit pada manusia, hewan,

 

 

12     

2.4 Canine Parvovirus (CPV) 

2.4.1 Etiologi 

Pada tahun 1928, Verge dan Christoforoni menemukan Feline Panleukopenia 

Virus  yang  merupakan  Parvovirus  pertama,  sedangkan  Canine  Parvovirus  baru 

ditemukan  pada tahun  1978 oleh Carmichael, Appel, dan Parish yang  merupakan 

Canine Parvovirus-2 (Murphy 2008). Merupakan virus DNA yang tidak beramplop 

sehingga   tahan   di   lingkungan   (Gambar   6)   (Steiner   2008).   Taksonomi   CPV 

berdasarkan  International Committee  on Taxonomy of Viruses  (ICTV) pada  tahun 

2009 adalah 

Famili  : Parvoviridae 

Subfamili  : Parvovirinae 

Genus  : Parvovirus 

Spesies  : Canine Parvovirus             

Gambar 6 Canine Parvovirus (Brooks 2001).  

Virus  ini  dapat  bertahan  di  lingkungan  selama  6  bulan  karena  sulit  untuk 

membunuh  virus  dari  tanah  yang  sudah  terkontaminasi  tanpa  membunuh  semua 

vegetasi yang ada (Legendre 2005). Virus akan lebih tahan lama di lingkungan pada 

musim dingin dan sudah resisten terhadap desinfektan (Côté 2011). Ada dua tipe dari 

Parvovirus yang menginfeksi anjing, yaitu Canine Parvovirus-1 (CPV-1) dan Canine 

Parvovirus-2  (CPV-2).  Canine  Parvovirus-1  dikenal  sebagai  “minute  virus  of 

canine”, yang bersifat nonpatogen namun terkadang dapat menyebabkan penyakit 

pada  anak  anjing  (Nelson  &  Couto  1998).  Canine  Parvovirus-2  menyebabkan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit … dan membentuk bagian-bagian virus tersebut (Murphy et al. 1999). Tujuan virus hidup bukan untuk menyebabkan penyakit pada manusia, hewan,

 

 

13    

gastroenteritis  hemoragi  yang  parah  pada  anjing  karena  hanya  bereplikasi  pada 

anjing. 

Selama beberapa tahun, CPV-2 menunjukkan laju mutasi yang tinggi sehingga 

muncul  varian  CPV-2a  dan  CPV-2b  serta  dapat  memperluas  range  inangnya  ke 

kucing (Battilani et al. 2007). Anjing ras Doberman Pinschers, Rottweilers, Labrador 

Retrievers,   American   Ctaffordshire   Terriers,   German   Shepherd,   dan   Alaskan 

Malamute  lebih  rentan  terinfeksi  CPV  dan  menunjukkan  gejala  yang  lebih  parah 

daripada ras lainnya (Legendre 2005; Steiner 2008). Sedangkan ras Toy Poodle dan 

Cocker  Spaniels  lebih  tahan  terhadap  infeksi  CPV  (Côté  2011).  Faktor  resiko 

terinfeksi Parvo menurut Tilley & Smith (1997) adalah anjing di bawah umur 3 bulan, 

copatogen (parasit, virus, dan bakteri), CPV-2 yang diikuti Canine coronavirus, dan 

kepadatan serta sanitasi yang buruk sehingga menurunkan keberhasilan vaksinasi.   

2.4.2 Patogenesa 

Canine Parvovirus adalah virus yang mudah menyebar yang menyebabkan 

gastroenteritis  dan  miokarditis  pada  anjing.  Karakteristik  infeksinya  bersifat  akut 

sehingga gejala akan muncul dalam waktu yang singkat setelah virus masuk (Zeng et 

al. 2008). Virus ini umum ditemukan di lingkungan sehingga sebagian besar anjing 

dewasa  sudah  memperoleh  kekebalan  melalui  vaksinasi  atau  infeksi  sebelumnya. 

Infeksi pada anjing melalui jaringan limfoid oronasal dan menebar melalui sistem 

limfoid ke organ lainnya yang pembelahan selnya cepat, seperti kripta epitel usus dan 

sumsum   tulang   (Steiner   2008).   Kerusakan   jaringan   pada   usus   menyebabkan 

hilangnya cairan tubuh serta kerusakan sel epitel usus memungkinkan bakteri masuk 

ke  tubuh  melalui  aliran  darah  (Legendre  2005).  Kerusakan  struktur  permukaan 

mukosa usus akan berdampak pada penurunan laju absorpsi yang akan menuju pada 

disfungsi usus (Steiner 2008). 

Virus  ini  dapat  menyebabkan  kerusakan  pada  sumsum  tulang,  leukopenia, 

neutropenia,  dan  limfopenia.  Virus  memiliki  daya  tarik  terhadap  sel  yang  aktif 

bermitosis  walaupun  belum  diketahui  secara  pasti  bahwa  replikasi  virus  sebagai 

penyebab reduksi dan membunuh sel-sel sumsum tulang atau efek lainnya (Weiss &

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit … dan membentuk bagian-bagian virus tersebut (Murphy et al. 1999). Tujuan virus hidup bukan untuk menyebabkan penyakit pada manusia, hewan,

 

 

14    

Wardrop 2010). Disfungsi kekebalan tubuh sebagai dampak rusaknya sumsum tulang 

dan sel darah putih dapat menyebabkan kematian selain akibat gejala klinis yang 

timbul (Legendre 2005).   

2.4.3 Gejala Klinis dan Diagnosa 

Parvo  yang  menginfeksi  saluran  pencernaan  menyebabkan  muntah,  diare, 

demam,  dan  penurunan  kemampuan  untuk  melawan  infeksi  terutama  pada  anak 

anjing  yang  terinfeksi  parah. Anak  anjing  umumnya  terinfeksi  akibat  tanah  yang 

terkontaminasi CPV dan gejala akan terlihat antara 4 hingga 14 hari dari terinfeksi. 

Gejala  yang  paling  awal  terlihat  adalah  depresi,  menurunnya  nafsu  makan,  dan 

demam lalu diikuti dengan muntah dan diare berdarah pada 1 atau 2 hari kemudian 

(Legendre  2005).  Darah  yang  terdapat  pada  feses  seringkali  berwarna  gelap  atau 

melena. Gejala demam berhubungan erat dengan infeksi sekunder bakteri sebagai 

akibat terjadinya leukopenia dan menurunnya pertahanan usus (Steiner 2008). 

Semua gejala yang timbul akan cepat menyebabkan dehidrasi dan kematian 

pada  infeksi  yang  parah. Anak  anjing  umur  6  hingga  8 minggu  memiliki  tingkat 

mortalitas  yang  tinggi  jika  dibandingkan  dengan  anjing  dewasa  karena  tingkat 

kekebalannya berbeda (Legendre 2005). Miokarditis dapat teramati pada anak anjing 

yang sudah terinfeksi selama di dalam uterus induk hingga 8 minggu setelah lahir 

(Steiner 2008). Anamnesa pemilik, sejarah penyakit, gejala klinis yang teramati, dan 

pemeriksaan fisik diperlukan untuk menetapkan diagnosa tetapi alat bantu diagnosa 

juga dapat digunakan. 

Alat  bantu  tersebut  antara  lain  CPV  antigen  test  kit,  pemeriksaan  darah 

(complete blood count), ELISA, dan PCR. Untuk uji antigen digunakan feses atau 

serum  anjing  suspect  untuk  mendeteksi  virus  dan  memperoleh  hasil  yang  cepat. 

Pemeriksaan  CBC dilakukan  jika  anjing  depresi  dan  dehidrasi,  infeksi  CPV akan 

memberikan gambaran leukopenia (Côté 2011). Uji feses menggunakan ELISA untuk 

menunjukkan saat virus shedding, namun bisa menunjukkan hasil positif palsu jika 

anjing divaksinasi menggunakan vaksin hidup yang dilemahkan. Sedangkan, PCR

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit … dan membentuk bagian-bagian virus tersebut (Murphy et al. 1999). Tujuan virus hidup bukan untuk menyebabkan penyakit pada manusia, hewan,

 

 

15    

hanya digunakan untuk membedakan antara infeksi CPV dengan vaksin karena akan 

mendeteksi DNA virus pada feses (Steiner 2008). 

Blood Urea Nitrogen (BUN) dihasilkan di hati lalu masuk ke aliran darah 

untuk  diekskresikan  melalui  filtrasi  glomerulus.  Penyakit  yang  mengakibatkan 

pendarahan pada usus, seperti infeksi Parvovirus, dapat menjadi penyebab sekunder 

meningkatnya  kadar  BUN  dalam  darah.  Penyakit  ini  jelas  dapat  mengakibatkan 

hipokalemia akibat dari hilangnya cairan tubuh yang signifikan melalui muntah dan 

diare (Rosenfeld & Sharon 2010). Dehidrasi dapat terlihat dari membran mukosa 

mulut yang kering. Palpasi abdominal akan menunjukkan usus yang penuh berisi 

cairan dan memicu gerakan kontraksi muntah (Côté 2011). 

2.4.4 Perubahan Patologis 

Perubahan  patologis  terutama  akan  terlihat  pada  usus,  berupa  kongesti, 

dilatasi,   dan   titik-titik   hemoragi   (Gambar   7).   Pada   CPV   yang   menyebabkan 

miokarditis, akan terlihat pucat pada miokardium. Secara histopatologi, dapat terlihat 

kerusakan kripta usus berupa dilatasi, hilangnya epitel usus, nekrosa epitel usus, serta 

badan inklusi intranuklear pada epitel usus (Gambar 8).            

 

b a

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit … dan membentuk bagian-bagian virus tersebut (Murphy et al. 1999). Tujuan virus hidup bukan untuk menyebabkan penyakit pada manusia, hewan,

 

 

16               

d c             

Gambar  7  Patologi  anatomi  CPV  (a)  kongesti  pada  usus  yang  disertai  dengan perubahan  warna  Daun  Peyer  (b)  segmental  enteritis  ditandai  dengan kongesti  dan  dilatasi  (c)  titik  hemoragi  pada  mukosa  duodenum  (d) miokardium pucat terutama pada ventrikel (King 2010).  

 

c b a             

e d

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit … dan membentuk bagian-bagian virus tersebut (Murphy et al. 1999). Tujuan virus hidup bukan untuk menyebabkan penyakit pada manusia, hewan,

 

 

17                 

Gambar 8 Histopatologi organ akibat CPV (a) dilatasi kripta usus (b) hilangnya epitel kripta dan sel debris di kripta (c) nekrosa epitel dengan debris merah muda di lumen kelenjar dan epitel pleomorfisme serta dilatasi kripta (d) badan inklusi  pada  usus  halus  anak  anjing  (e)  miokarditis  akut  (Aburto  2009; King 2010).  

2.4.3 Terapi dan Pencegahan 

Terapi cairan secara intravena diperlukan untuk mengatasi dehidrasi karena 

anjing tidak dapat memperoleh asupan cairan serta kekurangan cairan dalam jumlah 

besar  akibat  diare  dan  muntah.  Selain  itu,  terapi  antibiotik  diperlukan  untuk 

membunuh bakteri yang berada di aliran darah. Tindakan yang dapat dilakukan untuk 

mencegah penyakit ini adalah dengan vaksinasi. Anak anjing divaksinasi pada umur 6 

minggu  dan  mengurangi  paparan  terhadap  lingkungan  yang  terinfeksi  sampai 

divaksinasi lengkap. Induk anjing yang sudah divaksinasi atau pernah terinfeksi CPV 

akan memberikan antibodi kepada anaknya melalui susu, namun antibodi maternal 

akan  melindungi  kurang  lebih  selama  3  bulan  tergantung  jumlah  antibodi  yang 

diberikan (Legendre 2005).   

2.5 Cuaca 

Iklim dinyatakan sebagai rata-rata keadaan cuaca dalam jangka waktu yang 

cukup lama (Sudrajat 2009). Menurut Kartasapoetra dalam Sudrajat (2009), unsur- 

unsur cuaca dan iklim antara lainnya radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara, 

awan  dan  presipitasi  (hujan),  evaporasi  (penguapan),  tekanan  udara,  dan  angin. 

Unsur-unsur tersebut menunjukkan pola keragaman sebagai dasar untuk melakukan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit … dan membentuk bagian-bagian virus tersebut (Murphy et al. 1999). Tujuan virus hidup bukan untuk menyebabkan penyakit pada manusia, hewan,

 

 

18    

klasifikasi iklim, namun unsur yang sering digunakan adalah suhu dan curah hujan. 

Menurut Lakitan dalam Sudrajat 2009, hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang 

paling beragam sesuai waktu dan tempat sehingga klasifikasi iklim untuk wilayah 

Indonesia dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama. 

Salah  satu  sistem  klasifikasi  iklim  yang  sampai  sekarang  digunakan  di 

Indonesia adalah sistem Oldeman. Sistem klasifikasi ini disesuaikan dengan bidang 

pertanian,  maka  menurut  Oldeman  suatu  bulan  dikatakan  bulan  basah  apabila 

mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering 

apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm (Handoko 1994).