bab ii tinjauan pustaka 2.1 regulasi diri 2.1.1 …

34
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 Pengertian Regulasi Diri Siegert, Mc Peherson dan Taylor menyebutkan bahwa regulasi diri digunakan secara fleksibel oleh para ahli psikologi untuk menjelaskan rentang perbedaan pendekatan teoritis yang ada dalam berbagai dominan, terutama kepribadian dan kognisi sosial. Lebih dari itu, penggunaan istilah ini hampir serupa tetapi tidak terlalu sama dengan beberapa istilah lain, seperti kontrol diri dan manajemen diri. Pada beberapa penelitian istilah-istilah ini digunakan secara bergantian (Chairani, dan Subandi, 2010). Pintrict & groot (1990) memberikan istilah regulasi diri dalam belajar dengan istilah SRL (Self-Regulated Learning) dikemukakan pertama kali oleh bandura dalam latar teori belajar sosial. Regulasi diri adalah proses di mana seseorang dapat mengatur kecapaian dan aksi mereka sendiri, menentukan target untuk mereka, mengevaluasi kesuksesan mereka saat mencapai target tersebut, dan memberikan penghargaan pada diri mereka sendiri karena telah mencapai tujuan tersebut (Howard S. Friedman dan Miriam W. Schustack, 2008). 17

Upload: others

Post on 03-Dec-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 REGULASI DIRI

2.1.1 Pengertian Regulasi Diri

Siegert, Mc Peherson dan Taylor menyebutkan

bahwa regulasi diri digunakan secara fleksibel oleh para

ahli psikologi untuk menjelaskan rentang perbedaan

pendekatan teoritis yang ada dalam berbagai dominan,

terutama kepribadian dan kognisi sosial. Lebih dari itu,

penggunaan istilah ini hampir serupa tetapi tidak terlalu

sama dengan beberapa istilah lain, seperti kontrol diri dan

manajemen diri. Pada beberapa penelitian istilah-istilah ini

digunakan secara bergantian (Chairani, dan Subandi,

2010). Pintrict & groot (1990) memberikan istilah regulasi

diri dalam belajar dengan istilah SRL (Self-Regulated

Learning) dikemukakan pertama kali oleh bandura dalam

latar teori belajar sosial. Regulasi diri adalah proses di

mana seseorang dapat mengatur kecapaian dan aksi

mereka sendiri, menentukan target untuk mereka,

mengevaluasi kesuksesan mereka saat mencapai target

tersebut, dan memberikan penghargaan pada diri mereka

sendiri karena telah mencapai tujuan tersebut (Howard S.

Friedman dan Miriam W. Schustack, 2008).

17

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

18

Regulasi diri tidak hanya mencakup kegiatan

mencapai tujuan, tapi juga menghindari gangguan

lingkungan dan impuls emosional yang dapat mengganggu

perkembangan seseorang (Lawrence A. Pervin, Daniel

Pervone, Dan Oliver P. John, 2010). Zimmarman

mengungkapkan bahwa regulasi diri adalah proses yang

dilakukan seseorang dalam mengaktifkan dan memelihara

pikiran, perasaan, dan tindakannya untuk mencapai tujuan

personal (Husna, Hidayati dan Ariati, 2004). Selain itu

Zimmarman (2002) juga menyatakan bahwa regulasi diri

dalam belajar bukanlah suatu kemampuan mental atau

sebuah keterampilan dalam akademik, namun mengelola

proses belajar individu sendiri melalui pengaturan dan

pencapaian tujuan dengan mangacu pada metakognisi dan

perilaku aktif dalam belajar mandiri.

Winne menjelaskan bahwa regulasi diri atau

pengaturan diri adalah kemampuan dalam diri seseorang

untuk memunculkan dan memonitor sendiri pikiran,

perasaan dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan

tertentu, dalam hal ini ialah tujuan belajar. Zimmarman

berpendapat bahwa pengelolaan diri berkaitan dengan

pembangkitan diri baik pikiran, perasaan serta tindakan

yang direncanakan dan adanya timbal balik yang

disesuaikan pada pencapaian tujuan personal. Dengan kata

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

19

lain, pengelolaan diri berhubungan dengan metakognisi,

motivasi dan perilaku yang berpartisipasi aktif untuk

mencapai tujuan personal. Dalam hal ini tujuan yang

dimaksud bersifat umum, misalnya tujuan dalam belajar.

Jadi dapat disimpulkan bahwa regulasi diri yang dimaksud

dalam penelitian ini ialah kemampuan seseorang dalam

mengontrol perilakunya sendiri, meliputi aspek

metakognisi, motivasi dan perilaku (Hidayat, 2013).

Bandura menjelaskan bahwa Regulasi diri

merupakan kemampuan manusia mengatur dirinya sendiri,

mempengaruhi tingkah lakunya dengan cara mengatur

lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, serta

mengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri. Self

regulation merupakan kemampuan diri untuk mengatur

perilaku dan tindakan, serta sebagai daya penggerak

utama kepribadian manusia. Seseorang harus mampu

mengatur perilaku sendiri guna mencapai tujuan yang

diinginkan. Memanagemen waktu dan mengontrol perilaku

sehingga tujuan yang hendak dicapai dapat dioptimalkan

dengan baik (Musyrifah, 2016).

Berdasarkan teori di atas maka dapat disimpulkan

bawa regulasi diri merupakan kemampuan seseorang

memanipulasi pikiran dan tingkah lakunya untuk mencapai

tujuan yang optimal dengan menentukan target

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

20

pencapaian, dan melanjutkan setiap target yang akan

dicapai.

2.1.2 Aspek-aspek Regulasi diri

Menurut Bandura, menjelaskan bahwa aspek-aspek

self regulation terdiri dari 6 aspek, yaitu:

a. Standar dan tujuan yang ditentukan sendiri (Self

Determinet standart and Goals) Sebagaimana manusia

yang mengatur diri, cenderung memiliki standar-standar

yang umum bagi perilaku. Standar yang menjadi kriteria

untuk mengevaluasi performa dalam situasi spesifik.

Membuat tujuan-tujuan tertentu yang dianggap bernilai

dan menjadi arah dan sasaran perilaku seseorang.

Memenuhi standar-standar dan meraih tujuan-tujuan

yang memberi kepuasan (self-satisfaction),

meningkatkan self-afficacy, dan memacu sesorang

untuk meraih lebih besar lagi.

b. Pengaturan Emosi (Emosional Regulated), Yaitu selalu

menjaga atau mengelola setiap perasaan seperti

amarah, dendam, kebencian, atau kegembiraan yang

berlebihan agar tidak menghasilkan respon yang

kontraprosuktif, pengaturan emosi yang efektif sering

melibatkan 2 cabang.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

21

c. Instruksi Diri (Self-intruction) Instruksi yang seseorang

berikan kepada dirinya sendiri sembari melakukan

sesuatu yang kompleks, memberi sarana untuk

mengingatkan diri mereka sendiri tentang tindakan-

tindakan.

d. Monitor Diri (Self Monitoring) Bagian penting

selanjutnya adalah mengamati diri sendiri saat sedang

melakukan sesuatu atau sebuah observasi diri. Agar

membuat kemajuan ke arah tujuan-tujuan yang

penting, seseorang harus sadar tentang seberapa baik

yang sedang dilakukan dan membuat kemajuan kearah

tujuan-tujuan tertentu, lebih mungkin melanjutkan

usaha-usaha.

e. Evaluasi Diri (Self-Evaluation) Setiap apa yang kita

lakukan dimanapun kita berada prilaku kita akan dinilai

oleh orang lain, meski demikian agar seseorang mampu

mengatur dirinya sendiri seseorang harus bisa menilai

perilakunya sendiri dengan kata lain seseorang itu akan

melakukan evaluasi.

f. Kontingensi yang ditetapkan diri sendiri (Selfimposed

Contingencies) Ketika seseorang menyelesaikan sesuatu

yang telah dirancang sebelumnya, khususnya jika tugas

tersebut rumit dan menantang seseorang itu akan

merasa bangga pada dirinya sendiri dan memuji dirinya

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

22

atas keberhasilan yang dia capai. Sebaliknya ketika

gagal menyelesaikan sebuah tugas, seseorang akan

merasa tidak senang dengan performanya sendiri,

merasa menyesal atau malu, oleh karena itu penguatan

atau hukuman yang ditetapkan sendiri yang menyertai

suatu perilaku itu sangat penting.

Menurut zimmarman dalam jurnaya (zimmarman,

1989) regulasi diri mencakup tiga aspek yang diaplikasikan

dalam belajar yaitu metakognitif, motivasi, dan perilaku.

a. Metakognitif

Matlin (dalam Ghufron & Riswita, 2011) mengatakan

metakognisi adalah pemahaman dan kesadaran tentang

proses kognitif. Selanjutnya, ia mengatakan bahwa

metakognitif merupakan suatu proses penting. Hal ini

dikarenakan pengetahuan seseorang tentang kognisi dapat

membimbing dirinya mengatur atau menata peristiwa yang

akan dihadapi dan memilih strategi yang sesuai agar dapat

meningkatkan kinerja kognisinya kedepan. Zimmarman &

Pons (dalam Ghufron & Rismawita, 2011) menambahkan

bahwa poin metakognitif bagi individu yang melakukan

pengelolaan diri adalah individu yang merencanakan,

mengorganisasi, mengukur diri, dan mengintruksikan diri

sebagai kebutuhan selama proses perilakunya, misal dalam

hal belajar.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

23

b. Motivasi

Devi & Ryan (dalam Ghufron & Risnawita, 2011)

mengemukakan bahwa motivasi adalah fungsi dari

kebutuhan dasar untuk mengontrol dan berkaitan dengan

kemampuan yang ada pada setiap diri individu.

Ditambahkan pula oleh zimmarmen & Pons (dalam Ghufon

& Risnawita, 2010: 59) bahwa keuntungan motivasi ini

adalah individu memiliki motivasi intrinsik, otonomi, dan

kepercayaan diri tinggi terhadap kemampuan dalam

melakukan sesuatu.

c. Perilaku

perilaku menurut Zimmarman dan Schank (dalam

Ghufon & Risnawita, 2010) merupakan upaya individu

untuk menyeleksi, menyusun, dan menciptakan lingkungan

fisik maupun sosial dalam mendukung aktivitasnya.

Dari penjelasan diatas secara umum yang menjadi

aspek-aspek Regulasi Dirii yaitu aspek metakognitif yang

merupakan kemampuan seseorang terhadap pemahaman

dan kesadaran dirinya, aspek motivasi yang mendasari

kebutuhan utama untuk mengontrol dirinya, dan aspek

perilaku yang diciptakan dalam lingkup sosial maupun yang

mendukung aktivitas.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

24

2.1.3 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Regulasi

Diri

Bandura (Feist & Feist, 2013) menyebutkan tiga

kebutuhan internal dalam proses melakukan regulasi diri

yang terus menerus yaitu:

1) Observasi Diri

Kita harus dapat memonitor performa kita walaupun

perhatian yang kita berikan kepadanya belum tentu

tuntas ataupun akurat. Kita harus memberikan

perhatian secara selektif terhadap beberapa aspek

dari perilaku kita dan melupakan yang lainnya

dengan sepenuhnya. Apa yang kita observasi

tergantung pada minat dan konsepsi diri lainnya

yang sudah ada sebelumnya.

2) Proses Penilaian

Proses penilaian membantu kita meregulasi perilaku

kita melalui proses mediasi kognitif. Kita tidak hanya

mampu untuk menyadari diri kita secara reflektif,

tetapi juga menilai seberapa berharga tindakan kita

berdasarkan tujuan yang kita buat untuk diri kita.

Lebih spesifiknya lagi, proses penilaian bergantung

pada standar pribadi, performa rujukan, pemberi

nilai pada kegiatan, dan atribusi terhadap performa.

3) Reaksi Regulasi Diri

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

25

Manusia berproses secara positif dan negatif

terhadap perilaku meraka bergantung pada

bagaimana perilaku tersebut memenuhi standar

personal mereka. Manusia menciptakan inisiatif

untuk tindakan mereka melalui penguatan diri atau

hukuman diri.

Penjelasan di atas menjelaskan bahwa yang menjadi

faktor- faktor terbentuknya regulasi diri yang pertama,

melakukan observasi diri yang digantungkan pada minat

dan konsepsi diri. Kedua, proses penilaian yang akan

membantu kita menyadari diri kita. dan proses ketiga

merupakan reaksi regulasi diri yaitu proses perilaku secara

positif maupun negatif.

2.1.4 Pandangan Islam Tentang Regulasi Diri

Manusia senantiasa Allah peringati dalam mencapai

tujuannya agar dapat mengontrol dirinya dalam bertindan

dan melakukan sesuatu serta menyerahkan seluruh apa

sudah manusia usakan kepada Allah SWT. Karena manusia

hanya berusaha dengan porsi melakukan sesuatu dengan

sebaik-baiknya dan Allah yang menentukan segala-galanya.

Hal ini tergambar dalam surah Al-Hasyr: 118 Sebagai

berikut:

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

26

ا س م ف ر ن ظ ن ت ل و وا الل ق وا ات ن ين آم ذ ا ال ه ي ا أ ي

لون م ع ا ت ير بم ب خ ن الل إ وا الل ق ات د و غ ت ل م د ق

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Al-hasyr: 18)

Imam Ibnu Katsir (2013) dalam tafsirnya

menjelaskan mengenai ayat tersebut bahwa Allah

memerintahkan agar manusia bertaqwa kepadanya-Nya.

Pengertian takwa mencakup segala sesuatu yang telah

diperintahkan dan meninggalkan sesuatu yang telah di

larang. Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyarahkan

hisablah dirimu sebelum di hisab oleh Allah, dan lihatlah

apa yang telah kamu tabung sebelum dihisan oleh Allah,

dan lihatlah apa yang kamu tabung untuk diri-diri kamu,

berupa amal-amal shaleh, untuk hari di mana kamu akan

kembali dan berhadapan dengan Tuhanmu. Allah

mengulangi kalimat “bertaqwalah kepada Allah” sebagai

penegasan untuk kedua kalinya dan ketahuilah bahwa

Allah Yang Mahasuci adalah Maha Mengetahui atas semua

perbuatan dan ihwal kamu. Tidak ada sesuatu pun yang

dapat kamu sembunyikan dari pada-Nya dan tidak ada

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

27

perkara-perkara kamu yang gaib dari-Nya, yang besar atau

kecil.

Pendapat Galisky (Rose, Florez, & Ida, 2011) yaitu

dengan adanya regulasi diri, seseorang akan mampu untuk

mengatur pikiran, emosinya dan perilaku seseorang untuk

menuju kesuksesan. Setiap individu memiliki kemampuan

untuk bertanggung jawab dan mengontrol dirinya masing-

masing agar selalu berada dalam limpahan kebaikan sesuai

dengan tujuan yang telah mereka rencanakan sebelumnya.

Hal ini juga dipertegas dengan firman Allah yang

memerintahkan kepada manusia agar selalu menyerahkan

diri dan melakukan perbuatan kebaikan yang bermanfaat

untuk dirinya dan juga lingkungan sekitar. Hal tersebut

terdapat dalam surah Ar- Ra’d ayat 11 sebagai berikut:

بات من بين يديه ومن خلفه يحفظونه من أمر الل إن له معق

ل يغي ر ما بقوم حتى يغي روا ما بأنفسهم وإذا أراد الل الل

بقوم سوءا فل مرد له وما لهم من دونه من وال

Artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang

selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di

belakangnya, mereka menjaganya atas perintah

Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan

sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

28

yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah

menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum,

maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-

kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia (Ar-

Rad:11).

Ayat diatas menjelaskan bahwa setiap masing-

masing individu manusia mempunyai regulasi diri untuk

mengatur dirinya, karena Allah menghendaki hamba-Nya

untuk selalu mengontrol dirinya sesuai dengan tujuan yang

ia kehendaki (Syamil, 2007). Seseorang akan mendapatkan

tujuannya sesuai dengan usaha yang telah ia kerjakan,

sebagai potongan ayat di atas menjelaskan bahwa Allah

tidak akan merubah keadaan hamba kecuali hamba itu

sendiri yang mengubanhya.

2.2 PENGHAFAL QUR’AN

2.2.1 Pengertian Penghafal Al-Qur’an

Hafiz adalah sebuah panggilan bagi seseorang yang

dapat menghafal Al-Qur'an. Istilah ini diberikan kepada

seseorang yang menghafal Al-Qur'an, tetapi pada masa

dahulu, hafiz diberikan bagi orang-orang yang dapat

menghafal hadis. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia,

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

29

pengertian menghafal adalah berusaha meresapkan

kedalam fikiran agar selalu ingat (dalam KBBI). Tahfidz

Qur’an terdiri dari dua suku kata, yaitu Tahfidz dan Qur’an,

yang mana keduanya mempunyai arti yang berbeda. yaitu

tahfidz yang berarti menghafal. Menghafal dari kata dasar

hafal yang dari bahasa arab Hafidza-Yahfadzu-Hifdzan,

yaitu lawan dari lupa, yaitu selalu ingat dan sedikit lupa.

Sedangkan menurut Abdul Aziz Abdul Rauf definisi

menghafal adalah proses mengulang sesuatu baik dengan

membaca atau mendengar. Pekerjaan apapun jika sering

diulang, pasti menjadi hafal (Khalil Manna’ Al-Qattan,

2012). Seseorang yang telah hafal Al-Qur’an secara

keseluruhan di luar kepala, bisa disebut dengan juma’ dan

huffazhul Qur’an.

Lafadz Al-Qur’an berasal dari bahasa arab, yaitu akar

kata dari qara’a, yang berarti membaca, Al-Quran isim

masdar yang diartikan sebagai isim maful, yaitu maqru’

berarti yang dibaca. Pendapat lain menyatakan bahwa

lafadz Al-Qur’an yang berasal dari akar kata qara’a

tersebut, juga memiliki arti al-jamu’ yaitu mengumpulkan

dan menghimpun. Secara terminologi (secara istilah) Al-

Qur’an diartikan sebagai kalam Allah SWT, yang diturunkan

kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizat,

disampaikan dengan jalan mutawatir dari Allah SWT sendiri

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

30

dengan perantara Malaikat Jibril dan membaca Al-Qur’an

dinilai ibadah kepada Allah SWT .

Al-Qur’an adalah murni wahyu dari Allah SWT,

bukan dari hawa nafsu perkataan Nabi Muhammad SAW.

Al-Qur’an memuat aturan-aturan kehidupan manusia di

dunia. Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi orang-orang

yang beriman dan bertaqwa. Didalam Al-Qur’an terdapat

rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang

beriman. Al-Qur’an merupakan petunjuk yang dapat

mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju jalan yang

terang (Masjfuk Zuhdi, 1993) Terdapat perbedaan

pandangan dikalangan para ulama’ berkaitan dengan asal

mula lafadz (word) Al-Qur’an. Pendapat pertama bahwa

penulisan lafadz Al-Qur’an dibubuhi dengan huruf hamzah

(Mahmuz).

Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa lafadz

tersebut tidak dibubuhi huruf hamzah (Ghairu Mahmuz).

Mengenai yang terakhir ini akan diuraikan beberapa

argumen dari para ulama’ di antaranya: Menurut As-Syafi’i

lafadz Al-Qur’an bukanlah musytaq (tidak terambil dari akar

kata apapun) dan buakan pula mahmuz (tidak

dibubuhidengan huruf hamzah di tengahnya). Dengan kata

lain, lafadz Al-Qur’an itu adalah ismu jamid ghairu mahmuz,

yaitu suatu isim yang berkaitan dengan nama yang khusus

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

31

diberikan Al-Qur’an, sama halnya dengan nama taurat dan

injil.

Jadi, menurut As-syafi’i, lafadz tersebut bukan akar

dari kata qara’a,yang berarti membaca sebagaimana

disebutkan diatas. Sebab menurutnya kalau Al-Qur’an

diambil dari akar kata qara’a, maka semua yang dibaca

tentu dapat dinamakan Al-Qur’an. Menurut Al-Farra’, lafadz

Al-Qur’an tidak berhamzah dan merupakan pecahan

musytaq dari kata qara’a (jamak kata dari kata qarinah),

yang berarti kaitan, indikator,petunjuk.

Hal ini disebabkan sebagian ayat-ayat Al-Qur’an

serupa dengan ayat-ayat lain. Maka seolah-olah sebagian

ayat-ayatnya merupakan indikator (petunjuk) dari apa yang

dimaksud oleh ayat-ayat yang lainnya. Tingkat Hafalan Al

Qur’an Murabbi membuatkan daftar muraja’ah dari yang

paling rendah kekuatan hafalannyahingga yang tertinggi:

a. Tingkatan pertama Muraja’ah hafalan seluruh Al-Qur’an

untuk tahap awal dan menyelesaikannya dalam jangka

waktu tiga bulan.

b. Tingkatan kedua Muraja’ah hafalan seluruh Al-Qur’an

untuk tahap kedua dan menyelesaikannya dalam

jangka waktu satu setengah bulan.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

32

c. Tingkatan ketiga Muraja’ah hafalan seluruh Al-Qur’an

untuk tahap ketiga dan menyelesaikannya dalam

jangka waktu satu bulan.

d. Tingkatan keempat Muraja’ah hafalan seluruh Al-Qur’an

untuk tahap keempat dan menyelesaikannya dalam

jangka waktu setengah bulan.

e. Tingkatan kelima Muraja’ah hafalan seluruh Al-Qur’an

untuk tahap kelima dan menyelesaikannya dalam

jangka waktu tujuh hari (Az-Zamawi, 2010)

Dengan demikian bisa simpulkan bahwa pengertian

penghafal Al-Qur’an adalah seseorag yang menyimpan atau

menghafalan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad SAW yang berisi petunjuk untuk mengatur

kehidupan manusia. Dalam memahami dan menghafalkan

Al-Qur’an murabbi (penghafal Al-Qur’an) membuat daftar

muraja’ah atau mengulangi hafalan sesuai dengan

tahapan-tahapannya.

2.2.2 Metode-Metode Menghapal Al-Qur’an

Menghafal Al-Qur’an Ada beberapa metode yang

mungkin bisa dikembangkan dalam rangka mencari

alternatif terbaik untuk menghafal Al-Qur’an, dan bisa

memberikan bantuan kepada para penghafal dalam

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

33

mengurangi kepayahan dalam menghafal Al-Qur’an.

Metode itu diantaranya:

1. Metode Wahdah yaitu menghafal satu persatu terhadap

ayat-ayat yang hendak dihafalnya. Untuk mencapai

hafalan awal, setiap ayat bisa dibaca sebanyak sepuluh

kali, atau dua puluh kali atau lebih sehingga proses ini

mampu membentuk pola dalam bayangannya. Dengan

demikian penghafal akan mampu mengkondisikan ayat-

ayat yang dihafalkannya bukan saja dalam

bayangannya, akan tetapi hingga benar-benar

membentuk gerak refleks pada lisannya. Setelah benar-

benar hafal barulah dilanjutkan pada ayat-ayat

berikutnya dengan cara yang sama, demikian

seterusnya hingga mencapai satu muka.

2. Metode kitabah, Kitabah artinya menulis. Metode ini

memberikan alternatif lain daripada metode yang

pertama. Pada metode ini penulis terlebih dahulu

menulis ayatayat yang akan dihafalnya pada secarik

kertas yang telah disediakan untuknya. Kemudian ayat-

ayat tersebut dibacanya hingga lancar dan benar

bacaannya, lalu dihafalkannya.

3. Metode sima’i artinya mendengar. Yang dimaksud

dengan metode ini ialah mendengarkan sesuatu bacaan

untuk dihafalkannya. Metode ini akan sangat efektif

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

34

bagi penghafal yang punya daya ingat ekstra, terutama

bagi penghafal tunanetra, atau anak-anak yang masih

dibawah umur yang belum mengenal tulis baca Al-

Qur‟an. Metode ini dapat dilakukan dengan dua

alternatif:

a) Mendengar dari guru pembimbingnya, terutama bagi

para penghafal tunanetra, atau anak-anak.

b) Merekam terlebih dahulu ayat-ayat yang akan

dihafalkannya kedalam pita kaset sesuai dengan

kebutuhan dan kemampuannya. Kemudian kaset

diputar dan didengar secara seksama sambil

mengikuti secara perlahan.

4. Metode Gabungan Metode ini merupakan metode

gabungan antara metode pertama dan metode kedua,

yakni metode wahdah dan metode kitabah. Hanya saja

kitabah (menulis) disini lebih memiliki fungsional

sebagai uji coba Az-Zamawi, 2010)

5. Metode Jama’ yang dimaksud dengan metode ini, ialah

cara menghafal yang dilakukan secara , yakni ayat-ayat

yang dihafal dibaca secara kolektif, atau bersama-sama,

dipimpin oleh seorang instruktur. Pertama, instruktur

membacakan satu ayat atau beberapa ayat dan siswa

menirukan secara bersama-sama. Kedua, instruktur

membimbingnya dengan mengulang kembali ayat-ayat

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

35

tersebut dan siswa mengikutinya. Setelah ayat-ayat itu

dapat mereka baca dengan baik dan benar, selanjutnya

mereka mengikuti bacaan dengan sedikit demi sedikit

mencoba melepaskan mushaf (tanpa melihat mushaf)

dan demikian seterusnya sehingga ayat-ayat yang

sedang dihafalnya itu benar-benar sepenuhnya masuk

dalam bayangannya (Az-Zamawi, 2010). Seiring

perkembangan zaman maka metode-metode

menghafalpun semakin beragam, metode tersebut

terbagi 2 yaitu metode klasikal dan juga metode

modern:

a. Metode Klasik Dalam Menghafal Al-Qur’an

1. Talqin Yaitu cara pengajaran hafalan yang

dilakukan oleh seorang guru dengan membaca

satu ayat, lalu ditirukan sang murid secara

berulang-ulang sehingga nancap di hatinya.

2. Talaqqi yaitu Presentasi hafalan sang murid

kepada gurunya.

3. Mu’aradhah yaitu Saling membaca secara

bergantian.

Dalam praktiknya, tidak ada perbedaan

diantara ketiga cara tersebut. Tergantung

instruksi sang guru yang biasanya lebih dominan

menentukan metode. Barangkali, teknik mengajar

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

36

dengan metode talqin lebih cocok untuk anak-

anak. Adapun talaqqi dan mu‟aradhah, lebih

cepat untuk orang dewasa (sudah benar dan

lancar membaca).

b. Metode modern dalam menghafal Al-Qur’an

1. Mendengar kaset murattal melalui tape recorder,

MP3/4, handphone. Komputer dan sebagainya.

2. Merekam suara kita dan mengulangnya dengan

bantuan alat-alat modern

3. Menggunakan program software Al-Qur’an

penghafal

4. Membaca buku-buku Qur’ani Puzzle (semacam

teka teki yang diformat untuk menguatkan daya

hafalan kita).

Dari metode di atas terkonologi juga

membantu dalam proses menghafal, dan merupakan

metode modern yang bisa dipakai dalam metode

menghafal. Secara umum metode-metode

menghafal terbagi dua yaitu metode klasik dan

modern. Seiring dengan perkembangan teknologi

maka metode menghafal Al-Qur’an semakin canggih,

dengan demikian proses menghafal Al-Qur’an

menuntut pengunaan metode yang sesuai dengan

dirinya.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

37

2.2.3 Perspektif Al-Qur’an Dan Hadis Tentang

Penghafal AL-Qur’an

Al-Qur’an merupakan sumber syariat Islam yang bisa

mendatangkan ketenangan tersendiri bagi yang membaca

dan mengamalkan-Nya. Terlebih lagi bagi yang mau

menghafalkan. Banyak sekali keutamaan menjadi

penghafal Al-Qur’an. Menghafal Al-Qur’an termasuk ibadah

jika dilakukan dengan ikhlas karena Allah dan bukan untuk

mengharapkan pujian di dunia. Bahkan salah satu ciri

orang yang berilmu menurut standar Al-Quran adalah

mereka yang memiliki hafalan Al-Quran. Allah Subhanahu

wa ta’ala berfirman dalam QS. Al-Ankabut: 49:

وتوا العلم وما يجحد بل هو آيات بي نات في صدور الذين أ

بآياتنا إل الظالمون

Artinya: “Bahkan Al Quran itu adalah ayat-ayat yang

nyata, yang ada di dalam dada orang-orang yang

diberi ilmu (QS. al-Ankabut: 49)”.

Senada dengan ungkapan Yahya dalam buku

(yahya: 2005) yang menjelaskan tentang keutamaan dalam

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

38

menghafal Al- Qur’an dalam Al-Qur’an surah Al-Fathir: 29-

30 sebagai berikut:

ا إن الذين يتلون كتاب الل وأقاموا الصلة وأنفقوا مم

رزقناهم سرا وعلنية يرجون تجارة لن تبورليوف يهم

جورهم ويزيدهم من فضله إنه غفور شكور أ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang selalu

membaca kitab Allah dan mendirikan salat dan

menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami

anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan

terang-terangan, mereka itu mengharapkan

perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah

menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan

menambah kepada mereka dari karunia-Nya.

Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha

Mensyukuri” (Q.S. Al-Fathir: 29-30).

Imam Ibnu Katsir (2013) menafsirkan surah Al-

Fathir ayat 29-30 bahwa pada ayat ini Allah mengambarkan

tentang hamba-hamba-Nya yang beriman yaitu orang-

orang yang membaca kitab suci Al-Qur’an dan

mempercayai apa yang terkandung di dalamnya. Meraka

mengharap pahala dari Allah SWT yang pasti akan mereka

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

39

terima. Dengan demikian inilah keutamaan menghafal Al-

Qur’an yaitu mereka dipastikan akan mendapat pahala

seperti yang mereka harapkan.

Allah memudahkan Al-Qur’an untuk diingat oleh

seseorang dan menjaminnya selamat dari berbagai

perubahan. Allah memberi petunjuk orang-orang pilihannya

yang cerdas dan bertakwa untuk menghimpun setiap

bidang ilmu yang dapat mengembirakan hati orang yakin

(yahya: 2005). Sebagaimana firman Allah SWTdalam Al-

Hijr: 9 sebagai berikut:

كر نزلنا نحن إنا لحافظون له وإنا الذ

Artinya: “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.(QS. Al-Hijr: 9)

Az-Zawawi (2010) menjelaskan dari ayat di atas

Allah AWT menjelaskan bahwa Allah sendirilah yang

menjamin penjagaan Al-Qur’an, dan Allah SWT juga telah

mempersiapkan kedudukan yang tinggi bagi mereka di

dunia dan akhirat. Senada dengan sabda Rasullah yang

menjelaskan keutaamaan penghafal Al-Qur’an sebagai

berikut:

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

40

لبس فيه، بما وعمل القرآن قرأ من يوم تاجا والداه أ

مس ضوء من أحسن ضوءه القيامة، نيا، بيوت في الش الد

بهذا عمل بالذي ظنكم فما فيكم كانت لو .

Artinya: “Barangsiapa yang membaca Al-Qur’an dan mengamalkannya maka akan di pakaikan kepada kedua orang tuanya mahkota yang sinarnya lebih terang dari pada sinar matahari di dunia dan pada hari kiamat nanti, kalaulah sekiranya ada bersama kalian, maka apa perkiraan kalian tentang orang yang mengamalkannya (Al-Qur’an)” (HR. Ahmad, Abu Daud, Al-Baihaqi, dan Al-Hakim) .

Dengan Al-Qur’an, Allah SWT mengangkat derajat

para penghafal Al-Qur’an serta memakaikan kepada kedua

orangtuanya, mahkota yang bersinar lebih terang dari pada

sinar matahari (Az-Zawawi, 2010). Selain itu Rasulullah

SAW juga bersabda mengenai Allah SWT mencintai para

penghafal Al-Qur’an, sebagaimana sabdanya sebagai

berukut:

وخاصته من هم ؟ قال : هم أهل القرآن ، أهل الل إن لل

أهلين من الناس

Artinya: “sesungguhnya Allah ta’ala memeiliki ahli-ahli dari golongan menusia, lalu ditanyakan siapakah ahli Allah dari mereka? Beliau menjawab, yaitu ahlul

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

41

Qur’an (orang-orang yang hafal Al-Qur’an dan mengamalkannya), mereka adalah ahli Allah (wali-wali Allah) dan memiliki kedudukan khusus di sisi-Nya)” (HR. Ahmad dalam Musmad-nya dengan sanad yang Hasan).

Di dalam hadis tersebut di jelaskan bahwa golongan

yang paling dicintai oleh Allah SWT. Mencintai orang-orang

yang hafal Al-Qur’an dan mengamalkannya (Az-Zawawi,

2010).

Perspektif Al-Qur’an dan Hadis tentang penghapal

Al-Qur’an yaitu memudahkan Al-Qur’an untuk diingat oleh

seseorang dan menjaminnya selamat dari berbagai

perubahan. Al-Qur’an merupakan petunjuk kehidupan

dengan demikian Allah akan memberi petunjuk orang-

orang pilihannya yang cerdas dan bertakwa untuk

menghimpun setiap bidang ilmu yang dapat

mengembirakan hati orang yakin, serta menjamin hidupnya

dari segala perubahan. Orang yang menghafal Al-Qur’an

mendapatkan jaminan dan di cintai oleh Allah SWT.

2.3 Mahasiswa

2.3.1 Pengertian Mahasiswa

Pengertian Mahasiswa adalah seseorang yang

sedang dalam proses menimba ilmu ataupun belajar dan

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

42

terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu

bentuk perguruan tinggi yang terdiri dari akademik,

politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas (Hartaji,

2012). Dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBBI), mahasiswa

didefinisikan sebagai orang yang belajar di Perguruan

Tinggi (Kamus Bahasa Indonesia Online, kbbi.web.id)

Menurut Siswoyo (Siswoyo, 2007) mahasiswa dapat

didefinisikan sebagai individu yang sedang menuntut ilmu

ditingkat perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau

lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi.

Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas

yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan kerencanaan

dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak dengan cepat

dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada

diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip yang saling

melengkapi (Salam, 2014)

2.3.2 Masa Transisi Mahasiswa Di Perguruan Tinggi

untuk kebanyakan individu di negara maju, lulus dari

sekolah dan melanjutkan kuliah merupakan aspek penting

dalam transisi menuju kedewasaan (Bowman, dalam

santrok 2012). Mahasiswa merupakan transisi dari masa

remaja menuju masa dewasa. Transisi dari masa remaja ke

dewasa disebut sebagai beranjak dewasa (emerging

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

43

adulthood) yang terjadi dari usia 18 sampai 25 tahun

(Arnett, dalam santrock, 2012).Transisi dari sekolah

menengah ke perguruan tinggi menyebabkan perubahan

dan stress. Akan tetapi transisi ini melibatkan fitur-fitur

positif. Mahasiswa lebih lebih merasa dewasa, punya

banyak pilihan terhadap mata kuliah yang diambil, punya

lebih banyak waktu untuk bergaul dengan teman-teman,

punya kesempatan yang lebih besar untuk mengeksplorasi

nilai dan gaya hidup yang beragam, menikmati kebebasan

yang lebih besar dari pantauan orang tua, dan tertantang

secara intelektual oleh tugas-tugas akademis (Santrock,

2012).

Masa adolesen adalalah masa peralihan dari masa

remaja atau masa pemuda ke masa dewasa. Ada yang

menyamakan Masa adolesen sama dengan masa dewasa

(Soejanto, 2005). Masa transisi dari sekolah menengah ke

perguruan tinggi Masa mahasiswa telah dibebani untuk

dapat menseleksi pengaruh-pengaruh dari luar. Mereka

telah dibebani untuk menyaring, dan menentukan ilmu

yang mana dan yang dari mana yang dibawakan oleh siapa

yang akan diikutinya. Dengan kata lain mahasiswa harus

dapat hidup sendiri atas kreasinya sendiri.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

44

Jeffrey Arnett (dalam santrock, 2012)

mendeskripsikan lima cirri-ciri dari orang yang beranjak

dewasa sebagai berikut:

a. Eksplorasi identitas, khususnya dalam relasi romantis

dan pekerjaan. Beranjak dewasa adalah masa di mana

dalam diri sebagian besar individu terjadi perubahan

penting yang menyangkut identitas.

b. Ketidakstabilan. Perubahan tempat tinggal sering terjadi

selama masa dewasa awal, sebuah masa dimana juga

sering terjadi ketidakstabilan dalam hal relasi romantis,

pekerjaan, dan pendidikan.

c. Berfokus pada diri. Menurut Arnet individu yang berada

dimasa beranjak dewasa cenderung terfokus pada diri

sendiri, dalam arti mereka kurang terlibat dalam

kewajiban sosial, malakukan tugas dan berkomitmen

terhadap orang lain, serta mengakibatkan mereka

memiliki otonomi yang besar dalam mengatur

kehidupannya sendiri.

d. Merasa seperti berada diperalihan. Banyak orang

dimasa beranjak dewasa tidak menganggap dirinya

remaja ataupun sepenuhnya sudah dewasa dan

berpengalaman.

e. Usia dengan berbagai kemungkinan, sebuah masa

dimana individu memiliki peluang untuk mengubah

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

45

kehidupan mereka. Arnett mendeskripsikan dua cara di

mana masa beranjak dewasa merupakan usia yang

memiliki berbagai kemungkinan: (1) banyak orang

beranjak dewasa optimis dengan masa depannya, dan

(2) bagi mereka yang mengalami kesulitan ketika

bertumbuh besar, masa beranjak dewasa merupakan

sebuah kesempatan untuk mengarahkan kehidupan

mereka ke arah yang lebih positif.

Dengan demikian masa transisi dari sekolah

menengah ke perguruan tinggi merupakan masa transisi

menuju dewasa yang masih belum stabil dalam penetapan

sesuatu dan merupakan masa yang penuh harapan dan

rancangan untuk membangun karakter yang positif.

2.3.3 Proses Belajar di Perguruan Tinggi

Memasuki dunia Perguruan Tinggi berarti

melibatkan diri dalam situasi hidup dan situasi akademis

yang secara fundamental berbeda dengan apa yang pernah

dialami dalam lingkungan Sekolah Lanjutan Atas.

Perguruan Tinggi bukanlah sekadar lanjutan dari Sekolah

Lanjutan Atas, tetapi merupakan suatu yang hakiki dan

taraf pendidikan tinggi itu sesuai tuntutan pendidikan tinggi

itu. Sebagai konsekwensinya, bahwa manusia wajib

mengadakan adaptasi dengan dunia baru ini yang penuh

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

46

dengan liku-liku dan seluk beluknya serta penuh resiko,

terutama adaptasi pola berpikir, belajar, berkreasi,

bertindak/beramal dalam menggumuli kehidupan kampus

ini. Ini memerlukan kesadaran dari mahasiswa bahwa ia

berada di antara berbagai ragam problema secara

sendirian, yang sangat jauh berbeda dengan situasi

Sekolah Lanjutan Atas yang relatif mudah memperoleh

bimbingan dan penyuluhan.

Sejalan dengan perubahan dalam masyarakatnya,

mahasiswa juga mengalami pancaroba dalam dirinya

menuju taraf kedewasaannya Untuk menjawab tantangan

ini dibutuhkan suatu sikap mental yang tangguh dan serasi

dengan tuntutan hidup di dunia baru ini. Jawaban ini pun

dapat diberikan karena mahasiswa secara fisik dan

kejiwaan seyogianya telah mencapai taraf kedewasaan

atau kematangan rasional dan emosional untuk mendidik

dan membentuk dirinya sendm menjadi seorang ilmuwan/

intelektual, karena hal itu merupakan sesuatu yang terpuji

untuk meninggalkan pola berpikir, belajar, beramal dengan

gaya Sekolah Lanjutan Atas, guna dapat berkonsisten

dengan tingkat pendidikan yang baru di Perguruan tinggi.

Dengan demikian dari mahasiswa diharapkan adanya jiwa

yang bebas terbuka. pikiran yang aktif, kritis, dan kreatif

terhadap segala hal serta tidak menjadi bingung di

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

47

tengantengah percaturan pendapat dan kaidah-kaidah

yang asing yang pelajan.

2.4 Dinamika Regulasi Diri Mahasiswa Penghapal

Al-Qur’an

Regulasi diri mahsiswa penghafal Al-Qur’an adalah

mahasiswa yang mengatur dirinya dengan membuat

perencanaan, memiliki tujuan, mengontrol perilaku,

memiliki motivasi yang kuat, adanya konsekuensi terhadap

perilakunya serta mengadakan perilaku konsisten dalam

mengelola waktu sehingga target untuk dapat

menghafalkan Al-Qur’an sesuai dengan perencanaan.

Secara keseluruhan dari hasil penelitian diperoleh data

bahwa regulasi diri Mahasiswa penghafal Al-Qur’an

dikatakan cenderung belum baik.

Regulasi diri mahasiswa penghafal Al-Qur’an

cenderung belum baik dikarenakan terdapat tuntutan

waktu akademis. Permasalahan muncul ketika perilaku

tidak sesuai dengan standar yang dibuat remaja sehingga

mempengaruhi perilaku dalam penghafal Al-Qur’an.

Baumeister & Vohs (2007) mengungkapkan bentuk dari

regulasi diri dengan mengubah perilaku agar mengikuti

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

48

aturan, mencocokkan dengan cita-cita, atau mengejar

tujuan.

Permasalahan yang terjadi di kalangan mahasiswa

penghafal Al-Qur’an banyaknya kegiatan serta adanya rasa

malas. Selain permasalahan tersebut, teman-teman

bergaul, keluarga dan lingkungan tempat tinggal akan

mempengaruhi pencapaian tujuan menghafal Al-Quran.

Setiap permasalahan akan selalu ada penyelesaiannya,

namun cara setiap orang berbeda-beda dalam

menyelesaikannya. Berikut ini merupakan permasalahan

regulasi diri mahasiswa penghafal Al-Qur’an dan cara

mengatasinya:

Pertama, permasalahan individu yaitu niat, motivasi,

mengelola waktu. Ketika niat kurang ikhlas maka dalam

menghafal mengalami permasalahan salah satunya susah

untuk mengingat. Motivasi berasal dari dalam maupun luar

individu yang dapat menyebabkan seseorang sangat

bersemangat ataupun kurang bersemangat dalam

melakukan proses pembelajaran baik disekolah ataupun

dirumah (Sobur, 2003).

Kedua, susah untuk mengingat ayat-ayat surah-

surah yang sedang atau telah dihafalkan, mudah lupa, dan

banyak mendengarkan musik. Hal-hal yang menghalangi

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

49

menghafal Al-Qur’an adalah sikap malas dan lemah, jika

seseorang bersikap malas dan lemah dalam mengambil,

membaca, menghafal maka tidak akan mampu untuk

menyimpan dalam hatinya (Habibilah & Asy-Syinqithi,

2014). Ketiga, menjaga hafalannya, menjaga perilakunya

maka akan sangat sulit mengatasi hal-hal yang terkait

dengan lawan jenis.

Di dalam menghafalkan Al-Qur’an kognisi atau

kemampuan dibutuhkan namun bukan penghafal Al-Qur’an

dengan kemampuan rendah tidak dapat menghafalkan Al-

Qur’an begitupun penghafal Al-Qur’an yang memiliki

kemampuan yang baik atau tinggi dapat menghafalkan Al-

Qur’an dengan mudah. Keberhasilan menghafal Al-Qur’an

dilatarbelakangi adanya faktor-faktor pendukung yang

berasal dari internal yaitu: Pertama, adanya niat untuk

menghafal, memiliki motivasi yang kuat, memiliki target

hafalan dan mengetahui tujuan menghafal Al-Qur’an.

Kedua, orang tua yang mendukung penuh anaknya untuk

menghafal Al-Qur’an akan mempermudah bagi remaja

mencapai target hafalan. Dimulai dari kesepakan orang tua

untuk mendidik anaknya dengan pendidikan yang benar,

menjauhkan hiburan-hiburan yang tidak bermanfaat, orang

tua yang senantiasa membaca Al-Qur’an di anaknya.

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGULASI DIRI 2.1.1 …

50

2. 5. Kerangka Pikir Penelitian