proses regulasi diri pada mantan pecandu · pdf fileproses regulasi diri pada mantan pecandu...
TRANSCRIPT
PROSES REGULASI DIRI PADA MANTAN PECANDU NARKOTIKA
YANG BEKERJA SEBAGAI KONSELOR ADIKSI
HALAMAN JUDU L
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
HALAMAN JUDU L
Disusun Oleh:
Dyah Ayu Perwitasari
119114067
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
2016
HALAMAN P ERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
LEMBAR PENGESAHAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
MOTTO
HALAMAN MOTTO
“Segala perkara dapat ku tanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan
kepadaku”
“Refleksi adalah proses belajar yang paling indah”
“When you don’t give up, you can’t fail”
“Make a wish, take a chance, make a change, and breakaway”
“Live without limits”
“I wanna try everything, i wanna try even though I could fail”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk:
My Dearest Savior, Jesus Christ
Orangtuaku, Papa dan Mama tercinta
Kakak-kakakku tersayang
My Love
Sahabat yang terkasih
Dan segenap pihak yang mendukung
HALAMAN PERSEMBAHAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
LEMBAR PERNYATAAN
KEASLIAN KARYA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PROSES REGULASI DIRI PADA MANTAN PECANDU NARKOTIKA
YANG BEKERJA SEBAGAI KONSELOR ADIKSI
Studi Pada Mahasiswa Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Dyah Ayu Perwitasari
ABSTRAK
ABST RAK
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengeksplorasi proses regulasi diri pada mantan pecandu
narkotika yang bekerja sebagai konselor adiksi. Selain itu, penelitian dilakukan untuk mengungkap
faktor yang turut memberikan pengaruh terhadap proses regulasi diri. Pengambilan data dilakukan
dengan cara melakukan wawancara semi terstruktur. Subjek pada penelitian ini berjumlah dua
orang yang memiliki profesi atau pekerjaan sebagai konselor adiksi di sebuah panti rehabilitasi.
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif dengan metode Analisis
Fenomenologis Interpretatif (AFI). Analisis data dilakukan dengan analisis tematik sehingga dapat
ditemukan tema-tema tertentu dan menemukan hubungan pada domain. Proses validasi yang
digunakan adalah kredibilitas dan triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya
mekanisme kegagalan regulasi diri membuat individu mengalami ketergantungan terhadap
narkotika. Kondisi ketergantungan yang dialami juga memberikan kejenuhan dan menimbulkan
keinginan untuk lepas dari ketergantungan. Selanjutnya, proses rehabilitasi dilakukan sebagai
intervensi atas perilaku adiksi yang dialami individu. Adanya dampak negatif yang dirasakan serta
adanya kebutuhan memberikan motivasi bagi subjek untuk menetapkan suatu tujuan, yang mana
tujuan tersebut merupakan unsur dari regulasi diri. Pasca rehabilitasi, individu masih berjuang
untuk mempertahankan kesembuhannya. Kekambuhan maupun kejatuhan serta masih munculnya
dorongan untuk kembali menggunakan menunjukkan bahwa regulasi diri diperlukan selama
rentang hidup mantan pecandu. Pekerjaan sebagai konselor adiksi digunakan sebagai proses
monitoring untuk mendukung kemampuan regulasi diri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
mantan pecandu telah memiliki unsur-unsur regulasi diri, yaitu memiliki tujuan, adanya
monitoring diri, dan operate. Faktor yang memengaruhi proses regulasi diri pada kedua subjek
adalah faktor ekologi mikrosistem dan efikasi diri.
Kata Kunci: regulasi diri, mantan pecandu narkotika, konselor adiksi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
A SELF-REGULATION PROCESS OF EX-NARCOTIC ADDICTS WHO
WORK AS ADDICTION COUNSELORS
Study in Psychology in Sanata Dharma University
Dyah Ayu Perwitasari
ABSTRACT
ABSTRA CT
The purpose of this study was to explore the process of self-regulation towards ex-narcotic addicts
who worked as addiction counselors. This research’s purpose was also to find out the factors that
influenced the process of self-regulation. Data were collected through semi-structured interviews.
The subjects of this research were two people who worked as addiction counselors in a
rehabilitation clinic. Type of research was qualitative with Interpretative Phenomenology Analysis
(IPA) method. Data analysis was done by using thematic analysis to find specific themes and the
relations among domains. Data validation was done through credibility and triangulation. The
result showed there was a mechanism of self-regulation failure that made each individual got
addicted to narcotics. The condition of addiction also caused boredom and the willingness to be
free from addiction. Rehabilitation process was done to intervene the addiction behavior that
experienced by each individual. There was negative impact that was felt and there was a need to
motivate each subject to make a purpose which was an element of self-regulation. After
rehabilitation, each individual was still struggling to maintain their recovery. Relapse or downfall
and urge back to narcotics showed that self-regulation was needed for a lifetime period of each
ex-addict. Their jobs as addiction counselors were used as monitoring process to support their
self-regulation. The result showed that ex-addicts already had the elements of self-regulation
which were having purpose, self-monitoring, and operating. The factors that affected the process
of self-regulation to both subjects were microsytem ecology factor and self-effifacy.
Keywords: self-regulation, ex-narcotic addicts, addiction counselors
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
LEMBAR PERNYATAAN
PERSETUJUAN
PUBLIKASI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan penyertaanNya
sehingga penulis dapat melalui setiap proses dalam penulisan skripsi dengan baik.
Proses pembuatan skripsi ini tentu melewati berbagai perjumpaan dan pengalaman
yang mengesankan. Melalui penulisan skripsi ini, tidak hanya pengetahuan baru
yang didapatkan, tetapi juga nilai dan kesan tersendiri bagi penulis.
Mencoba mengenali dan memahami apa yang sebelumnya tidak pernah
diketahui oleh penulis menjadi suatu tantangan tersendiri, terutama dalam hal
memahami proses jatuh-bangun seorang mantan pecandu narkotika. Proses mental
yang luar biasa yang dialami oleh seorang mantan pecandu dapat menjadi proses
refleksi tersendiri bagi penulis. Proses mental yang luar biasa, terlebih perjuangan
untuk bertahan dan pulih dari adiksi yang dialaminya.
Membuka mata dan hati, itulah yang penulis refleksikan selama proses
penulisan skripsi. Belajar dari pengalaman orang lain merupakan proses belajar
yang melibatkan refleksi bagi penulis. Bagaimana sebuah pengalaman dapat
menjadi sebuah ilmu pengetahuan yang penting untuk dibagikan kepada sesama
sebagai proses pembelajaran dalam hidup.
Tak luput pula adanya dukungan dari orang-orang terkasih dan juga peran
sertanya dalam memberikan kontribusi dalam penulisan skripsi ini. Juga adanya
peran dari berbagai pihak yang turut serta membantu untuk kelancaran proses
penulisan skripsi. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
1. Tuhan Yang Maha Esa, Yesus Kristus, yang kusebut sebagai Juru Selamat,
sumber penghiburan, harapan, dan kekuatan bagi penulis.
2. Kedua orang tua saya, Papa Susamto Sanjaya dan Mama Erna Isvandari,
yang memberikan dukungan dan semangat, serta nasehat kepada penulis
selama proses mengerjakan skripsi. Sehat terus buat Papa dan Mama
3. Ibu Sylvia Carolina M. Y. M., M.Si., yang telah mendampingi,
membimbing, dan mendukung penulis selama proses mengerjakan skripsi.
Terimakasih banyak Bu, telah menyediakan waktu (selain waktu
bimbingan) untuk curhat. Sukses buat karir maupun studi Ibu ya.
4. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi yang
telah memberi ijin untuk mengikuti ujian skripsi.
5. Kedua penguji yang baik hati, Dr. Tjipto Susana, M.Si. dan Dr. YB. Cahya
Widiyanto, M.Si., terimakasih atas saran, kritik, maupun masukan bagi
penulis untuk memberikan hasil penelitian yang lebih baik.
6. Bro Eko dan Sis Lely, yang sudah membantu kelancaran skripsi dan
bersedia memberikan masukan dan informasi mengenai dunia adiksi. Sehat
selalu dan sukses buat kalian semua, aku mengasihi kalian
7. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang
turut memberikan dukungan hingga akhir proses mengerjakan skripsi.
8. Panti Sosial Parmadi Putra, yang secara hangat dan terbuka memberikan
bantuan dan kelancaran dalam bentuk memberikan ijin penelitian.
9. Ibu Monica Eviandaru M., yang telah membantu memberikan gambaran dan
pengarahan pada awal proses penulisan skripsi. Sukses untuk Ibu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
10. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi (Bu Nanik, Mas Gandung, dan Mas
Muji) yang selalu memberikan keramahan dan bantuan dalam hal
administrasi.
11. Kedua kakak saya, Angelia Nirmalasari dan Ervanto Agung Sanjaya yang
telah memberikan semangat kepada penulis.
12. Simon Yuarto, si “bawel” yang selalu memberikan dukungan dan semangat
kepada penulis selama proses mengerjakan skripsi. I love you, darl.
13. Teman-teman Teater Garis Aletheia, untuk Mba Ninit, Kak Yuni, Mba
Brenda, Indri, Grace, Cindy, dan Pak Wandy. Terimakasih atas doa dan
dukungan yang selalu diberikan kepada penulis. Tuhan memberkati
14. Kepada Mas Putu, Mas Aga, Mba Melati, Mba Herlina, Sawilda, Bella,
Raysa Rere, Anita, Tuti, dan seluruh teman-teman Komunitas Debat,
terimakasih atas semangat dan dukungan yang kalian berikan.
15. Serta kepada seluruh teman dan pihak lain yang turut mengisi hari-hariku,
yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh penulis.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena
itu, penulis menerima segala bentuk kritik atau masukan. Semoga penelitian ini
dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan dapat membuka hati
untuk mendukung proses pemulihan pada mantan pecandu narkotika.
Yogyakarta
Penulis,
Dyah Ayu Perwitasari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ....................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii
HALAMAN MOTTO ............................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSTRACT ........................................................................................................... viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................................. ix
KATA PENGANTAR ............................................................................................ x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ................................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 9
1. Manfaat Teoritis ................................................................................... 9
2. Manfaat Praktis .................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 11
A. Regulasi Diri .............................................................................................. 11
1. Pengertian Regulasi Diri .................................................................... 11
2. Unsur-unsur dalam Regulasi Diri ....................................................... 13
3. Pola-pola Umum dan Mekanisme Kegagalan Regulasi Diri ............. 16
B. NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya) .................... 27
1. Pengertian NAPZA ............................................................................ 27
2. Jenis-Jenis Penggolongan NAPZA .................................................... 28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
3. Efek yang Ditimbulkan oleh NAPZA ................................................ 29
C. Gangguan yang Berkaitan dengan Penggunaan Zat................................... 31
1. Penggolongan Gangguan yang Berkaitan dengan Zat ....................... 31
2. Istilah Pengguna, Penyalah guna, dan Ketergantungan ..................... 32
3. Tahapan Ketergantungan.................................................................... 33
4. Karakteristik Ketergantungan ............................................................ 34
D. Siklus Kekambuhan ................................................................................... 35
1. Pengertian Kekambuhan (relapse) ..................................................... 35
2. Tahapan Relapse (kekambuhan) ........................................................ 36
3. Pemicu Terjadinya Kekambuhan (Relapse) ....................................... 38
4. Tahapan Recovery (Kesembuhan) ...................................................... 40
E. Model Ekologi pada Perkembangan Manusia............................................ 43
F. Self Efficacy ................................................................................................ 44
G. Dinamika Regulasi Diri pada Mantan Pecandu Narkotika ........................ 47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 51
A. Jenis Penelitian ........................................................................................... 51
B. Fokus Penelitian ......................................................................................... 52
C. Subjek Penelitian ........................................................................................ 52
1. Teknik Pemilihan Subjek ................................................................... 52
2. Karakteristik Subjek ........................................................................... 53
D. Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 53
E. Metode Analisis Data ................................................................................. 56
F. Keabsahan Data .......................................................................................... 59
1. Kredibilitas ......................................................................................... 59
2. Triangulasi .......................................................................................... 60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 62
A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ........................................................ 62
1. Persiapan Penelitian dan Perijinan ..................................................... 62
2. Pelaksanaan Penelitian ....................................................................... 64
B. Subjek Penelitian ........................................................................................ 65
1. Demografi Subjek .............................................................................. 65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
2. Latar Belakang Subjek ....................................................................... 65
C. Analisis Data Penelitian ............................................................................. 73
1. Kegagalan Regulasi Diri yang Dialami Oleh Subjek ......................... 73
2. Kondisi Subjek Saat Menjadi Pecandu .............................................. 77
3. Awal dari Proses Regulasi Diri .......................................................... 81
4. Bentuk dan Upaya Regulasi Diri Pasca Rehabilitasi ............................ 88
D. Pembahasan .............................................................................................. 101
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 123
A. Kesimpulan .............................................................................................. 123
B. Keterbatasan Penelitian ............................................................................ 124
C. Saran ......................................................................................................... 125
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 127
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir....................................................................50
Gambar 2. Skema Perjalanan Menuju Adiksi......................................................107
Gambar 3. Skema Menuju Proses Kesembuhan..................................................122
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR TABEL
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pedoman Wawancara.......................................................................... 54
Tabel 2. Waktu dan Tempat Penelitian...............................................................64
Tabel 3. Demografi Subjek.................................................................................65
Tabel 4. Kegagalan Regulasi Diri yang Dialami Subjek....................................73
Tabel 5. Kondisi Saat Menjadi Pecandu............................................................78
Tabel 6. Awal Proses Regulasi Diri....................................................................81
Tabel 7. Bentuk dan Upaya Regulasi Diri..........................................................89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
Informed Consent..............................................................................................134
Surat Persetujuan Wawancara Subjek 1............................................................135
Surat Persetujuan Wawancara Subjek 2............................................................136
Surat Ijin Pelaksanaan Penelitian dari Fakultas (bulan Oktober 2015).............137
Surat Ijin Pelaksanaan Penelitian dari Fakultas (bulan Januari 2016)...............138
Surat Ijin Pelaksanaan Penelitian dari Gubernur (bulan Oktober 2015)............139
Surat Ijin Pelaksanaan Penelitian dari Gubernur (bulan Januari 2016).............140
Surat Ijin Pelaksanaan Penelitian dari Dinas Sosial (bulan Oktober 2015).......141
Surat Ijin Pelaksanaan Penelitian dari Dinas Sosial (bulan Januari 2016)........142
Transkrip Wawancara Subjek 1.........................................................................143
Transkrip Wawancara Subjek 2.........................................................................206
Lampiran Member Checking Subjek 1..............................................................255
Lampiran Member Checking Subjek 2..............................................................260
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah A Latar Belakang Masalah
Salah satu masalah yang sering muncul di dalam kehidupan
masyarakat hingga saat ini adalah terkait penyalahgunaan dan
ketergantungan obat-obatan terlarang/ narkotika. Narkotika (Sulistami,
Yulia, & Tegawati, 2013) merupakan zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan.
Jumlah penyalahguna dan pecandu narkotika di Indonesia terus
mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Menurut data penelitian
Badan Narkotika Nasional (BNN) diprediksi angka prevalensi penyalahguna
narkoba mencapai 5,1 juta orang di tahun 2015
(http://portalindonesianews.com/posts/view/1626/tahun_2015_jumlah_peng
guna_narkoba_di_indonesia_capai_5_juta_orangdiakses tanggal 29 Mei
2015).
Penyalahgunaan narkotika dapat terjadi pada berbagai rentang usia.
Akan tetapi, secara umum lebih banyak terjadi di kalangan remaja hingga
dewasa awal. Tercatat oleh Infodatin (Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI, 2014), sepanjang tahun 2008 hingga 2012 tercatat bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
tersangka narkoba pada rentang usia 16 hingga 19 tahun mencapai 2.016
kasus, sedangkan untuk rentang usia 20 hingga 24 tahun tercatat setidaknya
terdapat 5.478 kasus. Sebanyak 22 persen pengguna narkoba di Indonesia
berasal dari kalangan pelajar. Jumlah tersebut menempati urutan kedua
terbanyak setelah pekerja yang menggunakan narkoba. Akan tetapi, 70
persen pengguna di kalangan pekerja tersebut merupakan pemakai lanjutan.
Artinya, sejak menjadi pelajar mereka sudah menggunakan narkoba.
(http://nasional.sindonews.com/read/773842/15/22-persen-pengguna-
narkoba-adalah-pelajar-1377080228 diakses pada tanggal 29 Mei 2015).
DSM-IV TR (dalam Nevid, Rathus, & Grenee, 2005) menggunakan
istilah penyalahgunaan zat dan adiksi zat untuk menggolongkan orang-
orang yang penggunaan zatnya merusak fungsi mereka. Penyalahgunaan zat
melibatkan pola penggunaan berulang yang menghasilkan konsekuensi yang
merusak. Penyalahgunaan zat yang berlangsung dalam periode waktu yang
panjang atau meningkat menimbulkan adiksi pada zat. Adiksi merupakan
penggunaan habitual dan kompulsif yang diiringi dengan adanya
ketergantungan fisiologis dan psikologis. Ketergantungan fisiologis berarti
tubuh telah berubah sedemikian rupa akibat penggunaan secara teratur
sehingga tubuh menjadi tergantung pada pasokan zat yang stabil.
Ketergantungan psikologis ditandai dengan penggunaan secara kompulsif
untuk memenuhi kebutuhan psikologis (Nevid dkk., 2005).
Terdapat berbagai faktor yang memengaruhi individu terlibat dalam
penyalahgunaan narkotika. Faktor-faktor tersebut antara lain keingintahuan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
keinginan diterima di suatu kelompok, pengaruh teman sebaya, adanya
masalah keluarga, dan masih banyak faktor penyebab lainnya (Rahmadona
& Agustin, 2014; Tambunan, Sahar, & Hastono, 2008). Cooper
menambahkan, adanya afek negatif yang dialami menjadi motivasi bagi
individu untuk menggunakan narkotika sebagai mekanisme penyelesaian
masalah (dalam Crockett, Raffaelli, & Shen, 2006).
Baumeister dan Heatherton (1996) mengungkapkan bahwa masalah
ketergantungan muncul sebagai akibat individu tidak memiliki disiplin dan
kontrol atas dirinya sendiri. Adanya kontrol diri yang tinggi direlasikan
dengan penyesuaian diri yang baik, kurangnya psikopatologi, relasi yang
sehat, meningkatnya kemampuan sosial, dan sedikit memiliki masalah
perilaku kecanduan seperti merokok dan penyalahgunaan obat
(Baumgardner & Crothers, 2009).
Kegagalan regulasi diri (tidak adanya disiplin dan kontrol diri) dinilai
sebagai masalah dasar yang telah meluas di kehidupan masyarakat
(Baumeister & Heatherton, 1996). Regulasi diri (merupakan pertukaran dari
kontrol diri) dinilai sebagai kekuatan manusia untuk merespon secara efektif
terhadap kejadian buruk yang dialami oleh individu (Lopez, 2008). Regulasi
diri juga dinilai sebagai kekuatan untuk mengontrol emosi, pikiran, dan
perilaku pada diri individu (Baumeister, Tice, & Heatherton, 1994).
Penelitian sebelumnya menunjukkan manfaat dari regulasi diri seperti
mengalami masalah emosi yang lebih sedikit, mampu mengontrol perilaku
impulsif, dan melakukan perilaku yang diterima oleh masyarakat. Selain itu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
adanya kemampuan dari regulasi diri mampu melindungi individu dari
perilaku berisiko seperti penyalahgunaan narkotika (Abolghasemi & Rajabi,
2013; Bakhshani & Hosseinbor, 2013).
Banyak peneliti yang menemukan adanya keterkaitan antara
rendahnya kemampuan regulasi diri dengan perilaku merokok, mabuk, dan
penyalahgunaan narkotika (Bukhtawer, Muhammad, & Iqbal, 2014).
Sayangnya, beberapa penelitian lebih berfokus pada kegagalan regulasi diri
dibandingkan dengan bagaimana proses regulasi diri dapat terbentuk
(Baumeister & Heatherton, 1996; Heatherton & Wagner, 2011).
Pecandu narkotika tidak memiliki kemampuan yang mumpuni untuk
mengontrol dirinya. Hal itu terjadi karena pecandu terikat dengan
penyalahgunaan untuk menanggulangi sensasi yang tidak menyenangkan
atau untuk mengurangi emosi negatif (Abolghasemi & Rajabi, 2013). Untuk
itu, rehabilitasi merupakan solusi intervensi bagi individu yang terlibat
penyalahgunaan dan ketergantungan narkotika. Proses rehabilitasi tentunya
beragam dengan tujuan yang sama yaitu untuk mengubah perilaku adiksi
pada pecandu agar tidak mengalami kekambuhan. Akan tetapi, fakta
menunjukkan banyak pecandu yang telah menjalani proses rehabilitasi
mengalami kekambuhan (relapse) dan kembali lagi menjalani rehabilitasi.
Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan tingkat kekambuhan
(relapse) mantan pecandu narkoba di Indonesia tinggi. Dari sekitar 6.000
pecandu yang ikut menjalani rehabilitasi per tahunnya, sekitar 40 persen
akhirnya kembali lagi menjadi pecandu (http://lampost.co/berita/tingkat-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
kekambuhan-pecandu-narkoba-tinggi diakses pada tanggal 19 Februari
2016). Relapse atau kekambuhan berarti individu secara utuh kembali pada
pola adiksinya atau kembali pada penyimpangan perilakunya (Jiloha, 2011).
Relapse dipandang sebagai tantangan dalam setiap treatment penyimpangan
perilaku (Ibrahim & Kumar, 2009) dan merupakan masalah terbesar bagi
pecandu dalam mempertahankan kesembuhannya (Bhandari, Dahal, &
Neupane, 2015).
Dalam perspektif biologis, adiksi merupakan penyakit kronis yang
disertai dengan perubahan fungsi otak. Adiksi dalam jangka waktu yang
lama dapat mengurangi jumlah reseptor pada neuron penerima di mana
dopamin berada. Akibatnya, kemampuan otak menjadi menurun untuk
memproduksi dopamin sendiri. Perubahan pada sistem dopamin dapat
menjelaskan adanya rasa ketagihan yang kuat dan munculnya kecemasan
saat individu mengalami gejala putus zat (Nevid dkk., 2005). Adiksi
merupakan penyakit otak (brain disease) yang memiliki konsekuensi secara
biokimia maupun psikososial. Adiksi dikatakan sebagai sesuatu yang kronis,
bahkan terkadang disertai kekambuhan otak (brain relapsing) dengan
perilaku kompulsif seperti mencari narkoba walaupun mengetahui
konsekuensi negatifnya (Jiloha, 2011). Uraian tersebut memperlihatkan
adanya kesulitan bagi individu dengan ketergantungan kimia dalam
mempertahankan abstinensi (Nevid dkk., 2005).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, relapse
sebagian besar terjadi karena individu tidak mampu mengelola dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
mengontrol emosi (Ibrahim & Kumar, 2009). Pasca rehabilitasi, individu
mengalami ketidakstabilan emosi, rasa mengidam, ego yang lemah, dan
adanya emosi negatif. Selain itu, individu menggunakan coping yang tidak
efektif untuk mengatasi emosi negatif. Tekanan hidup juga menjadi
penyebab relapse pada pecandu karena mampu menurunkan kontrol diri dan
menghasilkan coping yang negatif untuk mengatasi tekanan (Matoo,
Chakrabarti, & Anjaiah, 2009; Sinha, 2001; Syuhada, 2015). Dari hal
tersebut, dapat disimpulkan bahwa relapse terjadi karena individu masih
lemah dalam meregulasi dirinya, yaitu individu masih memiliki masalah
yang berkaitan dengan emosi (Bukhtawer dkk., 2014; Hammerbacher &
Lyvers, 2005; Hurriyati, 2010; Rosyidah & Nurdibyanandaru, 2010).
Sayangnya, bagaimana proses regulasi diri pada mantan pecandu tidak
diungkap oleh penelitian sebelumnya. Berdasarkan penelitian sebelumnya,
penting untuk meneliti bagaimana peran regulasi diri untuk menjaga kondisi
abstinen terhadap narkotika (Bukhtawer dkk., 2014).
Salah satu kisah dari mantan pecandu yang bernama Gibon dapat
menjadi suatu bukti bahwa setelah menjalani rehabilitasi sekalipun, individu
masih mengalami dorongan-dorongan berupa keinginan untuk kembali
menggunakan (http://www.kompasiana.com/rahab/kisah-nyata-suara-hati-
mantan-pecandu-narkoba_54f75c6ca33311f9368b460b diakses pada tanggal
12 Juli 2016). Apabila Gibon tidak mampu memelihara emosi, maka
kecenderungan untuk kembali menggunakan akan ada. Tentu saja
diperlukan kemampuan regulasi diri untuk mengontrol emosi agar mantan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
pecandu tidak kembali menggunakan narkotika. Berdasarkan hal inilah
peneliti ingin mengeksplorasi bagaimana regulasi diri pada mantan pecandu
narkotika yang memiliki keinginan untuk menjaga kondisi abstinen.
Fitri Syarifah menuliskan, rasa kecanduan yang diciptakan oleh
narkotika ternyata disimpan baik di dalam memori/ ingatan sebagai sesuatu
yang menyenangkan. Memori muncul kembali ketika mantan pecandu
mengalami situasi yang tidak menyenangkan. Mantan pengguna narkoba
mengalami kesulitan mengendalikan keinginannya mengonsumsi narkoba
sampai kapanpun bila tidak didukung lingkungan yang baik
(http://health.liputan6.com/read/2065201/mantan-pecandu-narkoba-tak-bisa-
sembuh-selamanya diakses pada tanggal 19 Februari 2016).
Tidak hanya mengenai kemampuan regulasi diri, faktor lingkungan
juga turut membantu dalam mempertahankan kesembuhan bagi mantan
pecandu narkotika. Faktor lingkungan dapat berupa dukungan dari keluarga
maupun dari significant other. Dukungan yang tidak konsisten memberikan
peluang bagi mantan pecandu narkotika untuk kembali kambuh (Aztri &
Milla, 2013; Bhandari dkk., 2015; Hammerbacher & Lyvers, 2005;
Hurriyati, 2010; Ismail, 2015). Dukungan dari keluarga maupun significant
other memiliki efek yang tinggi terhadap regulasi diri. Keluarga dan
significant other dapat menjadi prediksi pada regulasi diri. Individu yang
menerima dukungan dari keluarga dan significant other lebih memiliki
usaha untuk mencapai target dan memiliki coping yang lebih baik untuk
masalah hidup (Tariqi & Tamini, 2014). Faktor eksternal pada regulasi diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
(sebagai contoh faktor lingkungan) memengaruhi regulasi diri dengan
menyediakan cara untuk mendapatkan penguatan (Feist & Feist, 2010).
Faktor lain yang turut memberikan pengaruh adalah terkait adanya
efikasi diri. Efikasi diri berperan untuk memperkuat keyakinan dalam usaha
mempertahankan kesembuhan bagi mantan pecandu narkotika (Aztri &
Milla, 2013; Dennis & Scott, 2007; Mattoo dkk., 2009; Syuhada, 2015).
Efikasi diri berguna sebagai motivasi dalam upaya individu meregulasi
dirinya (Bandura, 1999; Clark, 2011). Berdasarkan uraian tersebut, regulasi
diri juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti efikasi diri dan faktor
lingkungan. Inilah yang menjadikan proses regulasi diri menjadi suatu hal
yang kompleks dan saling memberikan pengaruh.
Upaya mantan pecandu untuk mempertahankan recovery tentunya
beragam. Hal yang dilakukan oleh Gibon adalah mendalami dunia adiksi
dengan cara belajar menjadi konselor. Menurut Gibon, dengan menjadi
konselor, dirinya dapat membantu orang lain sekaligus membantu dirinya
sebagai pengingat melalui program training yang ia lakukan. Gibon juga
mengungkapkan bahwa peran keluarga juga dirasa sangat besar bagi dirinya
(http://www.kompasiana.com/rahab/kisah-nyata-suara-hati-mantan-
pecandu-narkoba_54f75c6ca33311f9368b460b diakses pada tanggal 12 Juli
2016). Oleh karena itu, peneliti ingin mengeksplorasi proses regulasi diri
pada mantan pecandu narkotika dan ingin mengetahui bagaimana pengaruh
faktor lain terhadap proses regulasi diri pada mantan pecandu narkotika.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
B. Pertanyaan Penelitian B Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah proses regulasi diri pada mantan pecandu narkotika yang
bekerja sebagai konselor adiksi?
2. Bagaimanakah pengaruh dari faktor lain dalam proses regulasi diri?
C. Tujuan Penelitian C Tujuan Penelitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi proses regulasi diri pada
mantan pecandu narkotika yang bekerja sebagai konselor adiksi.
2. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana pengaruh dari
faktor lain dalam proses regulasi diri.
D. Manfaat Penelitian D Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan pengetahuan dalam ilmu Psikologi mengenai
proses regulasi diri pada mantan pecandu narkotika. Selain itu,
penelitian ini juga memberikan sumbangan pengetahuan berupa
bagaimana pengaruh dari faktor lain terhadap proses regulasi diri pada
mantan pecandu narkotika.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Mantan Pecandu Narkotika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan
bagi mantan pecandu narkotika dalam upaya meregulasi dirinya
agar tidak kembali menggunakan narkotika pasca rehabilitasi.
b. Bagi Keluarga
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan
dan kesadaran bagi keluarga mantan pecandu narkotika untuk
senantiasa memberikan dukungan sebagai upaya membantu
mempertahankan kemampuan regulasi diri pada mantan pecandu
narkotika.
c. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kesadaran bagi
masyarakat untuk memberikan dukungan berupa penerimaan
sebagai upaya mempertahankan kesembuhan dari mantan pecandu
narkotika.
d. Bagi Dinas Sosial/ Panti Rehabilitasi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak Dinas Sosial
maupun Panti Rehabilitasi untuk memberikan penguatan terhadap
kemampuan regulasi diri. Selain itu, penelitian ini diharapkan
mampu memberikan sumbangan berupa pentingnya kemampuan
regulasi diri sehingga pihak Dinas Sosial atau Panti Rehabilitasi
dapat memberikan treatment yang mendukung proses regulasi diri
pada residen pecandu maupun penyalahguna narkotika.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Regulasi Diri A Regulasi D iri
1. Pengertian Regulasi Diri
Regulasi diri merupakan kemampuan untuk meregulasi atau
mengubah perhatian, perasaan, dan perilaku yang disesuaikan dengan
tuntutan internal dan eksternal dalam mencapai tujuan yang lebih tinggi
(dalam Crockett dkk., 2006; Ridder & Wit, 2006). Karolyi
mengungkapkan bahwa regulasi diri dan kontrol diri mengarah pada
kemampuan seseorang untuk memulai dan memandu tindakan mereka
dalam mencapai suatu tujuan di masa depan (dalam Baumgardner &
Crothers, 2009).
Regulasi diri mengarah pada usaha yang dilakukan oleh manusia
untuk mengubah sebuah reaksi/ respon/ dorongan. Respon/ reaksi/
dorongan yang dimaksud dapat meliputi tindakan, pikiran, perasaan,
keinginan, dan perbuatan (Baumeister dkk., 1994). Regulasi diri
(merupakan pertukaran dari kontrol diri) menunjukkan pada kemampuan
seseorang untuk mengubah dirinya sendiri (Lopez, 2008). Esensi dasar
dari regulasi diri adalah mengesampingkan (overriding) respon/
dorongan. Konsep mengesampingkan meliputi memulai, menghentikan,
mencegah atau mengubah runtutan kejadian akibat suatu respon/
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
dorongan. Bentuk dasar dari mengesampingkan adalah menghentikan
rangkaian dari suatu respon.
Baumeister (dalam Lopez, 2008) mengidentifikasi bahwa kontrol
diri dipelajari melalui empat domain antara lain kontrol dorongan,
mengontrol pikiran, meregulasi mood atau emosi, dan mengontrol
keseluruhan proses yang menunjukkan kualitas performansi seseorang
(performance management). Hal utama dalam regulasi diri adalah
menghentikan dorongan yang tidak sehat.
Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa regulasi diri
memiliki dua fitur/ kekayaan umum yaitu: 1) regulasi diri sebagai sistem
motivasional yang dinamis dalam membuat tujuan (setting goals),
meningkatkan dan menetapkan strategi untuk meraih tujuan, menilai
perkembangan/ progres, dan meninjau ulang tujuan dan strategi yang
telah diterapkan. 2) regulasi diri berfokus pada mengelola respon/
dorongan emosi (emotional responses), yang mana terlihat sebagai
elemen penting dalam sistem motivasi, dan dipahami sebagai hal
kompleks dalam kaitannya dengan proses kognisi (Ridder & Wit, 2006).
Di sisi lain, Baumeister dan Heatherton (1996) membedakan
kegagalan regulasi diri menjadi dua, yaitu underregulation dan
misregulation. Underregulation berarti memiliki kegagalan dalam
menggunakan kontrol diri atau individu tidak mampu mengelola kontrol
dirinya. Underregulation (regulasi lemah) berarti seseorang tidak cukup
memiliki kekuatan untuk mengendalikan pikiran, perasaan, dan dorongan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
yang tidak diinginkan. Misregulation berarti individu melibatkan kontrol
dengan cara yang salah atau tidak produktif sehingga hasil yang
diinginkan tidak tercapai.
2. Unsur-unsur dalam Regulasi Diri
Baumeister dan Heatherton (1996) memberikan penjelasan
mengenai tiga komponen/ unsur dalam regulasi diri. Komponen dalam
regulasi ini dapat menjadi penentu keberhasilan regulasi diri pada
individu. Komponen regulasi diri digunakan untuk menjelaskan
mengenai fitur regulasi diri sebagai sistem motivasional yang dinamis
dalam membuat (setting goals) tujuan, meningkatkan dan menetapkan
strategi untuk meraih tujuan, menilai perkembangan/ progres, dan
meninjau ulang tujuan dan strategi yang telah diterapkan. Berikut adalah
tiga komponen dalam regulasi diri:
a. Standar atau ukuran
Standar atau ukuran merupakan tujuan atau konsep lainnya yang
mungkin untuk dicapai oleh individu. Standar atau ukuran dapat
berupa norma sosial, tujuan personal, harapan mengenai orang lain,
dan sebagainya (Baumeister dkk., 1994).
Bandura, Schunk, dan Zimmerman (dalam King, 2010)
memaparkan bahwa tujuan yang spesifik, berjangka pendek, dan
menantang dapat meningkatkan keberhasilan regulasi diri pada
individu. Anderman dan Wolters (dalam King, 2010) mengungkapkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
bahwa tujuan yang menantang akan melibatkan minat dan usaha pada
individu dibandingkan dengan tujuan yang mudah dicapai.
Tujuan dibuat dengan adanya ukuran yang jelas dan konsisten.
Tanpa adanya ukuran yang jelas dan konsisten, maka regulasi diri
akan terganggu. Selain itu, standar/ ukuran yang bertentangan dan
mengandung konflik dapat menghambat regulasi diri yang efektif
(Baumeister & Heatherton, 1996). Tujuan yang baik merupakan suatu
tujuan yang dibuat oleh individu mengenai apa yang ingin dicapai,
bukan dihindari. Penelitian yang dilakukan oleh Elliot dan Sheldon
(dalam King, 2010) memperoleh penemuan bahwa tujuan yang dibuat
untuk menghindari sesuatu diasosiasikan dengan kinerja dan stress
yang buruk.
b. Pemantauan (monitoring)
Proses monitoring pada individu melibatkan respon timbal balik,
yaitu membandingkan kondisi nyata yang ada dalam diri individu
dengan standar atau ukuran yang dibuat. Kesuksesan regulasi diri
dapat diraih apabila seseorang tetap berada pada jalan yang telah
dibuat/ berada pada trek (Baumeister & Heatherton, 1996). Seseorang
dapat meregulasi dirinya dengan sukses apabila dirinya tetap memiliki
atensi terhadap apa yang mereka lakukan dalam mengejar suatu tujuan
atau menambah pengetahuan mereka mengenai respon/ keinginan/
dorongan yang mereka miliki (Baumeister dkk., 1994).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Mengonsumsi alkohol dapat meningkatkan kegagalan regulasi
diri karena mengurangi atensi sehingga seseorang memiliki
kekurangan dalam memonitoring dirinya sendiri. Kegagalan dalam
menilai kelebihan diri sendiri (atau underestimasi kemampuan) juga
dapat menjadi penghalang dalam mencapai tujuan dan menghambat
regulasi diri (Baumeister & Heatherton, 1996).
c. Menjalankan (operate)
Menjalankan (operate) menunjuk kepada kemampuan seseorang
mengubah keadaan saat ini untuk mencapai tujuan. Regulasi diri dapat
gagal walaupun seseorang memiliki tujuan yang jelas dan pemantauan
yang efektif, hanya dikarenakan tidak mampu beradaptasi dengan
perubahan. Beradaptasi dapat berarti individu menyesuaikan diri
dengan lingkungan atau individu mengubah lingkungannya
(Baumeister & Heatherton, 1996).
Tujuan dari menjalankan (operate) ini adalah menghasilkan
perubahan terhadap dorongan/ keinginan ataupun respon. Regulasi diri
berarti dapat mengesampingkan suatu respon yang terjadi secara
normal, natural, atau karena kebiasaan (Baumeister dkk., 1994).
Regulasi diri merupakan proses kontrol yang menolak
konsekuensi dari impuls/ dorongan. Misalnya, seseorang mencoba
mengurangi kebiasaan mabuknya akan terlihat menolak mengonsumsi
alkohol sehingga mencegahnya untuk mabuk (Baumeister &
Heatherton, 1996).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
3. Pola-pola Umum dan Mekanisme Kegagalan Regulasi Diri
Dasar dari regulasi diri adalah memiliki standar, memantau diri
sendiri untuk mencapai standar, dan mengubah respon agar individu
dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap standarnya. Kegagalan
regulasi diri dapat terjadi pada dasar-dasar tersebut. Kegagalan regulasi
diri juga dapat terjadi akibat individu tidak mampu mengesampingkan,
menghentikan, maupun mengatasi dorongan. Berikut adalah pola umum
kegagalan regulasi diri (Baumeister dkk., 1994):
a. Konflik pada standar/ tujuan (conflicting standards)
Menurut Karoly (dalam Baumeister dkk., 1994), kegagalan regulasi
dapat terjadi ketika seseorang tidak memiliki standar/ tujuan yang
mana standar/ tujuan tersebut yang menjadi dasar dari regulasi diri.
Secara umum, masalah yang dialami oleh individu adalah ketika
dirinya memiliki beberapa tujuan yang tidak konsisten, bertentangan,
atau tidak cocok.
Ketika seseorang memiliki beberapa standar/ tujuan ataupun
memiliki tujuan yang saling bertentangan, mereka menjadi tidak
mampu mengelola dirinya sendiri secara efektif. Hamlet, Emmons,
dan King menunjukkan bahwa adanya tujuan yang saling bertentangan
memunculkan kecenderungan seseorang untuk lebih banyak merenung
dibandingkan bertindak, sehingga orang tersebut tidak memiliki
progres untuk mencapai salah satu dari tujuannya. Van Hook dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Higgins menunjukkan bahwa tujuan yang tidak spesifik dan memiliki
konflik dalam mengarahkan diri membuat seseorang menjadi kacau,
bimbang, memiliki respon yang menentang, kebingungan akan
identitasnya, dan memiliki distres emosi (dalam Baumeister dkk.,
1994).
b. Reduksi pada monitoring (reduction of monitoring)
Kegagalan regulasi diri dapat terjadi ketika seseorang bertindak
curang saat memantau/ memonitoring dirinya dalam mencapai suatu
tujuan. Regulasi diri yang efektif melibatkan adanya evaluasi
mengenai diri dan tindakan secara berkala terkait dengan tujuan dan
melihat bagaimana untuk meningkatkannya.
Sikap/ perilaku yang konsisten juga kerap dikaitkan dengan
kemampuan seseorang untuk memonitor dirinya sendiri. Memiliki
sikap yang konsisten membuat individu dapat berfokus untuk
mengevaluasi dirinya dan berada pada trek yang dibuatnya untuk
mencapai suatu tujuan.
Deindividuasi juga dikaitkan dengan isu dari monitoring.
Deindividuasi berarti kehilangan kesadaran diri (self-awareness) dan
kurangnya/ hilangnya evaluasi diri (evaluation apprehension)
terutama saat seseorang merasa direndam dalam suatu kumpulan
orang-orang. Deindividuasi diasosiasikan dengan beberapa tindakan
kekerasan dan tindakan yang berbahaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Hull mengungkapkan bahwa mengonsumsi alkohol dapat
mengurangi kesadaran diri dengan cara mereduksi proses kognisi yang
berkaitan dengan diri. Akibatnya, individu kehilangan kapasitas untuk
berpikir mengenai diri mereka sendiri, tidak mampu mengevaluasi
diri, tidak membandingkan dirinya sendiri dengan tujuan/ standar
personal, dan memiliki dampak dari kejadian saat ini untuk masa
depan mereka (dalam Baumeister dkk., 1994).
c. Regulasi Diri: Kekuatan yang Terbatas (Limited Source)
Kegagalan regulasi diri terjadi ketika seseorang tidak cukup
memiliki kekuatan akan suatu tugas. Regulasi diri melibatkan
perlawanan antara kekuatan dari dorongan dan gangguan untuk
beraksi dengan kekuatan dari mekanisme regulasi diri untuk
menginterupsi respon tersebut dan mencegah aksi yang diakibatkan
dari gangguan tersebut.
Pada bahasan ini lebih relevan dengan unsur regulasi diri, yaitu
kemampuan untuk menyesuaikan dengan standar/ tujuan. Kegagalan
regulasi diri dapat terjadi ketika seseorang tidak dapat
mengesampingkan responnya dan tidak mampu membawanya tetap
berada pada keinginan/ tujuannya. Baumeister dan Heatherton (1996)
mengungkapkan bahwa setiap dorongan dan motivasi memiliki
kekuatan yang bervariasi. Jika dorongan memiliki kekuatan yang
besar, maka seseorang harus memiliki kekuatan yang lebih besar
untuk menahan atau mengontrol dorongan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Asal dari “kekuatan” yang dibutuhkan agar regulasi diri berhasil
dengan melibatkan self-stopping. Self-stopping melibatkan sumber
mental dan fisik. Untuk mengendalikan sebuah dorongan/ kebiasaan/
kecenderungan lainnya, seseorang terkadang menggunakan kekuatan
mental dan fisik.
Berdasarkan konsep “kekuatan” dalam regulasi diri, berikut adalah
beberapa penyebab tidak adanya kekuatan pada diri seseorang untuk
melakukan regulasi diri:
1) Kelemahan yang kronis
Setiap individu memiliki kekuatan yang berbeda-beda dalam
menghadapi respon/ dorongan yang sama. Setiap orang memiliki
kapasitas yang berbeda-beda dalam mengendalikan dorongan,
keinginan, perasaan, dan tindakan mereka. Akan tetapi, kekuatan
pada tiap orang dapat ditingkatkan melalui latihan yang rutin.
Kekuatan regulasi diri dapat melemah apabila tidak dilatih secara
rutin.
2) Temporary (kekuatan merupakan sumber yang terbatas)
Kekuatan merupakan sumber yang terbatas dan dapat habis ketika
digunakan untuk mengontrol hal yang lain. Pada suatu waktu,
seseorang hanya mampu meregulasi beberapa perilakunya. Ketika
kekuatan regulasinya terkuras pada suatu tuntutan/ tekanan, maka
regulasi diri akan rusak dan dapat berimbas pada aspek lain.
Akibatnya, seseorang dapat menjadi lebih emosional dan mudah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
tersinggung sehingga mereka cenderung meningkatkan perilaku
merokok, diet ketat atau banyak makan, menyalahgunakan alkohol
atau obat-obatan (Baumeister & Heatherton, 1996).
3) Kekuatan dari respon/ dorongan lebih besar
Kegagalan regulasi diri dapat terjadi ketika seseorang memiliki
keyakinan bahwa respon yang dihadapi memiliki kekuatan yang
besar sehingga sulit untuk dikendalikan. Dorongan dan keinginan
bisa saja menjadi lebih kuat dari waktu ke waktu. Baumeister dan
Heatherton (1996) memberi penjelasan bahwa kekuatan regulasi
diri dapat ditingkatkan dengan adanya latihan yang teratur sehingga
regulasi diri menjadi lebih mudah dari sebelumnya. Kesuksesan
dalam merehabilitasi para tahanan dapat dilihat dari menguatnya
kemampuan regulasi diri. Ketika seseorang meningkatkan kekuatan
regulasi dirinya, seseorang menjadi lebih baik dalam hal
mengontrol dorongan sepanjang waktu.
d. Kelambanan psikologis (psychological inertia)
Regulasi diri akan lebih efektif dan lebih kuat apabila respon
diatasi sedini mungkin. Hal ini mengarah pada self-stopping, yaitu
menghentikan respon sejak awal kemunculan. Regulasi diri akan
semakin sulit apabila individu mengatasi sebuah respon yang sudah
berlangsung. Respon dapat dicegah sejak awal muncul/ dimulai,
apabila gagal, respon dapat diinterupsi dengan cara yang benar
daripada membiarkannya terus berlangsung. Akan tetapi, pencegahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
respon/ dorongan lebih efektif daripada menginterupsi dorongan yang
sudah terjadi (Baumeister dkk., 1994).
e. Pola Sebab-Akibat Kegagalan (lapse-activated causal patterns)
Dalam hal regulasi diri, kegagalan timbul ketika ada faktor yang
menjadi pemicu atau mendorong seseorang untuk melakukan hal yang
menyimpang. Ada saatnya orang terbawa oleh dorongan itu namun
dengan cepat ia menarik diri dan kembali pada keadaan yang
seharusnya. Tapi tidak jarang orang terbawa dan terhanyut sehingga
menggelinding seperti bola salju (sebuah metafor yang umum dipakai
untuk menjelaskan pola sebab-akibat dari kegagalan regulasi diri),
yang dalam hal ini ketika seseorang terjerumus dan mengalami
berbagai permasalahan yang semakin membesar ibarat bola salju yang
semakin menggelinding kebawah semakin membesar.
Kunci untuk memahami pola sebab-akibat kegagalan ini adalah
adanya dua model. Model yang pertama adalah ketika muncul faktor
yang membuat seseorang untuk melanggar program/aturan. Model
kedua adalah ketika sebuah faktor muncul dan mengubah kegagalan
awal menjadi kegagalan yang lebih besar atau berlarut-larut. Model
kedua ini hanya terjadi ketika model pertama telah terjadi.
Emosi memiliki peran dalam kegagalan regulasi diri. Seseorang
yang mengalami stres/ tekanan dalam kehidupan sehari-hari
cenderung lebih mudah mengalami kegagalan dalam pengendalian diri
akibat masalah yang bertumpuk-tumpuk dan terhalangnya pemikiran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
yang jernih. Emosi dapat memicu efek bola salju, seperti misalnya
ketika seseorang eks-alkoholis yang lama tidak merasakan alkohol,
akhirnya karena situasi dan kondisi menyerah pada keadaan dan
mengalami lapse (kekambuhan). Perasaan kacau balau bercampur
dengan rasa bersalah akibat meneguk alkohol kembali setelah berhasil
menjauh selama mungkin justru mendorongnya menenggak botol
demi botol agar perasaan tidak enak itu hilang.
Hal lain yang menyebabkan adanya kegagalan adalah keyakinan
nol-toleransi (zero tolerance). Pada keyakinan nol-toleransi, tidak ada
zona abu-abu (ya atau tidak sama sekali). Keyakinan nol-toleransi
berarti meniadakan sama sekali dorongan, stimulus, maupun hal lain
yang dapat menggagalkan usaha regulasi diri. Akan tetapi, tidak ada
orang yang sempurna 100%. Ketika individu gagal (contoh: tergelincir
menggunakan alkohol semenjak abstinen), hal tersebut akan
menggiringnya ke dalam bencana yang lebih besar. Adanya perasaan
tidak enak/ bersalah justru membuatnya semakin larut atau semakin
besar dalam mengonsumsi alcohol (Baumeister dkk., 1994).
f. Pemberontakan atensi (renegade attention)
Ketika seseorang kehilangan atensinya, regulasi diri menjadi lebih
sulit untuk dilaksanakan. Stimulus apapun yang melibatkan atensi
individu akan membangkitkan reaksi psikologis seperti dorongan dan
keinginan. Regulasi diri dapat gagal akibat banyaknya distraksi,
terlena, atau aktivitas kognisi lainnya yang mengganggu fokus dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
usaha regulasi diri. Strategi terbaik adalah mencegah stimulus
tersebut, seperti menghindari daripada menghadapi stimulus tersebut.
Penyebab dari kegagalan regulasi diri adalah kegagalan dalam
transcendence (kesadaran). Ketika individu memiliki tujuan yang
terlampau panjang dan memiliki idealisme yang tinggi, atensi akan
terbenam dan regulasi diri menjadi terancam. Walaupun kesadaran
berperan dalam mengarahkan atensi, tetapi dalam hal ini cenderung
melemahkan kapasitas regulasi diri.
Kapasitas untuk menunda kesenangan (delay of gratification)
merupakan salah satu yang penting dari teori regulasi diri. Seseorang
yang sukses menunda kesenangan akan fokus pada reward yang lebih
besar (yang diperoleh dari tujuan jangka panjang) daripada reward
yang secara langsung tersedia di hadapannya (Baumeister &
Heatherton, 1996).
Transcendence merupakan aspek penting dari regulasi emosi.
Seseorang mengendalikan kemarahan, rasa frustasi, atau kekecewaan
dengan melihat apa yang terjadi dibalik situasi segera (immediate
situation). Mereka membayangkan mengapa terjadi hal yang buruk
sehingga memunculkan hasil berupa kemungkinan yang positif
maupun memunculkan motif yang menguntungkan (Baumeister &
Heatherton, 1996).
g. Menggulingkan bola salju (rolling the snowball)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Dengan melihat faktor-faktor penyebab kegagalan pengendalian
diri, efek bola salju adalah lanjutan dari kegagalan pada tahap awal
(first lapse), yaitu kondisi saat seseorang tak mampu menarik kembali
dirinya agar tidak „menggelinding‟ pada trek yang penuh masalah dan
menghancurkan upaya pengendalian diri itu sendiri. Sikap nol-
toleransi yang coba diterapkan sebagai upaya pengendalian diri justru
berefek samping ketika pertahanan diri yang dibangun dengan kokoh
itu akhirnya hancur dan mengakibatkan timbulnya emosi yang tak
tertahankan (perasaan bersalah yang datang bertubi-tubi dan berujung
pada sikap kepalang tanggung).
Selain sikap nol-toleransi, kurangnya pengawasan terhadap upaya
pengendalian diri itu sendiri menjadi lampu hijau bagi bola salju untuk
menggelinding ketika tahap awal kegagalan terjadi. Kembali pada
contoh seorang eks-alkoholis yang berusaha keras kembali ke jalan
yang lurus. Ketika sebuah peristiwa meruntuhkan tekadnya (putus
cinta, kebangkrutan, kehilangan orang terkasih, dan sebagainya),
seteguk alkohol menjadi penghalang bagi akal sehat untuk
merefleksikan kembali tindakannya yang berlawanan dengan tekadnya
untuk memperbaiki diri. Satu teguk alkohol saja sudah cukup untuk
mengantarkannya pada satu botol. Demikian juga yang terjadi pada
seseorang yang berdiet ketat. Setelah sekian lama berdiet, tiba
waktunya untuk menghargai kerja keras dengan “satu potong saja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
cukup”. Akan tetapi, perasaan untuk „memberi penghargaan‟ ini justru
berlanjut dengan porsi yang lebih besar.
Spiraling distress (kemasygulan yang terus terulang) adalah pola
lain yang umum dalam efek bola salju. Seseorang barangkali tidak
kehilangan akal sehatnya ketika filter kegagalan pengendalian diri
bekerja. Orang itu mampu merefleksikan kembali lapse pertama yang
baru saja terjadi, namun dalam tahap refleksi ini ia cenderung tidak
berpikir positif melainkan membayangkan kualitas dirinya yang
memburuk. Semakin ia mencoba untuk mengawasi perilakunya dan
mengevaluasi diri, semakin kuat rasa bersalahnya dan orang tersebut
akan mudah tergelincir di trek bola salju (Baumeister dkk., 1994).
h. Penyerahan/ pembiaran (acquiescence: letting it happen)
Pecandu narkoba dan alkohol lebih suka disebut sebagai korban
karena kecanduan mereka (serta lapse yang terjadi pasca rehabilitasi)
disebabkan oleh keadaan yang memaksa atau menjerumuskan.Hal ini
menarik dan penting, karena sikap penyerahan atau pembiaran ini
telah menjadi latar belakang berbagai macam faktor yang telah
dibahas terkait dengan kegagalan pengendalian diri. Ketika seorang
pecandu narkoba minta disebut sebagai korban padahal ia tak sekedar
pengguna namun juga merangkap pengedar, istilah korban ini
nampaknya tidak lagi tepat digunakan.
Kondisi semacam ini menunjukkan bahwa mereka yang
mengalami kegagalan dalam pengendalian diri tidak sepenuhnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
helpless (tak berdaya), namun mereka memilih untuk tidak
mengindahkan aturan-aturan pengendalian diri yang mereka coba
terapkan dan secara aktif membiarkan pengendalian diri mereka gagal.
Bagi mereka yang secara sadar menggagalkan pengendalian diri,
hal yang umum terjadi adalah saat mereka telah sampai pada sebuah
titik jenuh atau titik nadir dan merasa bahwa mereka perlu untuk
melupakan masalah, menenangkan diri atau semacamnya. Sikap ini
menunjukkan bahwa penyerahan adalah murni pilihan berdasarkan
kesadaran atau karena kesengajaan. Memang ada hal-hal yang
tampaknya mustahil untuk dikendalikan dan upaya pengendalian diri
yang dilakukan (apalagi dipaksakan) oleh seseorang justru malah
membuatnya melakukan pembiaran ketika hasrat untuk menggagalkan
pengendalian diri itu muncul (Baumeister dkk., 1994).
i. Misregulasi
Misregulasi melibatkan cara/ teknik/ metode yang salah sehingga
memberi hasil yang berbeda dari yang diinginkan. Pola misrelugasi
disebabkan kurangnya pengetahuan sehingga individu menerapkan
cara yang salah untuk mencapai tujuan/ keinginan mereka.
Pertama, masalah terletak pada kecenderungan individu untuk
overgeneralisasi, yaitu merasa bahwa satu cara mampu diterapkan
untuk semua tujuan. Kedua, misregulasi terjadi ketika seseorang
percaya bahwa suatu cara dapat menyelesaikan sesuatu di luar kendali
yang pada akhirnya membawa hasil yang merugikan (misal:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
mengeluarkan banyak darah atau melubangi tengkorak untuk
menyembuhkan penyakit yang tak tersembuhkan, padahal cara
tersebut tidak valid bahkan sangat berbahaya). Ketiga, budaya dapat
mendukung berbagai keyakinan yang menghambat regulasi diri yang
optimal (misal: budaya “nrimo” di satu sisi baik, tetapi bisa juga
merugikan bagi orang lain).
Pada beberapa kasus, seseorang mengalami misregulasi karena
regulasi dirinya berfokus pada aspek yang salah dalam perilakunya.
Pertama, mereka berfokus untuk mengontrol hidupnya pada hal-hal
yang tidak dapat dikendalikan/ dikontrol. Lebih tepatnya, seseorang
berusaha untuk merasa nyaman dengan idealismenya dengan cara
mengontrol dirinya untuk mencapai tujuan idealisnya. Kedua,
seseorang mengalami misregulasi karena berfokus mengontrol distres
emosinya dibandingkan sesuatu yang lebih utama. Sebagai contoh,
penyalah guna narkoba menggunakan narkoba untuk mengontrol/
meredam gejolak emosinya dibandingkan mengontrol perilaku
penyalahgunaan itu sendiri (Baumeister dkk., 1994).
B. NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya)
1. Pengertian NAPZA B NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya)
Narkoba merupakan singkatan dari narkotika dan obat berbahaya
yang dapat menyebabkan kecanduan dan masalah kesehatan bagi
penggunanya. Istilah narkoba muncul terlebih dahulu dan lebih banyak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
digunakan di media massa, sedangkan istilah NAPZA muncul seiring
dengan meningkatnya penyalahgunaan zat kimia dan lebih banyak
dibahas di kalangan akademisi (Sulistami dkk., 2013). NAPZA terdiri
atas tiga komponen, yaitu:
a. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan.
b. Psikotropika merupakan bahan ataupun zat baik alamiah maupun
buatan yang bersifat psikoaktif pada susunan syaraf pusat. Psikoaktif
berarti memiliki sifat memengaruhi otak dan perilaku sehingga
menyebabkan perubahan aktivitas mental dan perilaku pemakainya
(Sulistami dkk., 2013).
c. Zat Adiktif lainnya merupakan obat serta bahan-bahan aktif yang
menimbulkan ketergantungan atau adiksi yang sulit dihentikan
sehingga pemakai ingin menggunakan secara terus-menerus dan
memberikan efek lelah atau rasa sakit yang luar biasa apabila
dihentikan (Sulistami dkk., 2013).
2. Jenis-Jenis Penggolongan NAPZA
Berikut adalah beberapa penggolongan NAPZA berdasarkan cara
mengolahnya:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
a. NAPZA alami merupakan NAPZA yang berasal dari olahan tanaman.
Selain itu, NAPZA alami tidak mengalami proses fermentasi ataupun
produksi. Tanaman yang tergolong NAPZA alami antara lain ganja/
Cannabis sativa, opium/ candu, dan kokain (Sulistami dkk., 2013).
b. NAPZA semisintetis, merupakan golongan NAPZA yang dibuat dari
alkaloida opium dengan inti penathren dan diproses secara kimiawi
untuk menjadi bahan obat yang berkhasiat sebagai narkotika. NAPZA
golongan ini telah diproses sedemikian rupa dan melalui proses
fermentasi (Sulistami dkk., 2013). Contoh dari jenis NAPZA
semisintetis yang sering digunakan adalah heroin/ putau, kodein, dan
morfin.
c. NAPZA sintetis merupakan golongan NAPZA yang diperoleh melalui
proses kimia dengan menggunakan bahan baku kimia, sehingga
diperoleh suatu hasil baru yang mempunyai efek narkotika. Jenis ini
dikembangkan untuk keperluan medis dan untuk menghilangkan rasa
sakit (Sulistami dkk., 2013). Contoh NAPZA sintetis antara lain
adalah pethidine, metadon, dan megadon.
3. Efek yang Ditimbulkan oleh NAPZA
Berikut adalah efek yang ditimbulkan oleh NAPZA:
a. Stimulan: merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan gairah kerja
serta kesadaran (Sulistami dkk., 2013). Selain itu, stimulan juga dapat
meningkatkan kinerja otak sehingga pengguna menjadi lebih waspada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
dan tidak merasa kelelahan. Stimulan juga dapat mengubah suasana
hati menjadi lebih tenang. Kondisi tersebut dapat memperpanjang
waktu individu untuk beraktivitas. Akan tetapi, stimulan dalam dosis
tinggi dapat menyebabkan kegelisahan, kecemasan, bahkan psikosis
paranoid (Amriel, 2008). Contoh zat yang bersifat stimulan antara lain
kafein, tembakau, amfetamin/ sabu-sabu, ekstasi, kokain, dan ganja
(Amriel 2008; Sulistami dkk., 2013).
b. Depresan: berbeda dengan stimulan, depresan bekerja dengan cara
mengurangi aktivitas fungsional tubuh, sehingga pemakai merasa
tenang bahkan tertidur atau tak sadarkan diri (Sulistami dkk., 2013).
Depresan menurunkan kerja otak sehingga pengguna mengalami
penurunan ketegangan dan merasa rileks. Pada saat yang sama, fungsi
fisik dan mental serta kendali diri juga mengalami penurunan tak
terkendali (Amirel, 2008). Contoh zat yang tergolong depresan adalah
alkohol, opium, putau/ heroin, morfin, kodein, valium, librium,
megadon, dan temazepam, serta inhalant atau zat tertentu yang
dimasukkan ke dalam tubuh dengan cara dihisap melalui hidung
(Amriel, 2008; Sulistami dkk., 2013).
c. Analgesik: berfungsi sebagai penghilang rasa sakit dengan cara
mereduksi kepekaan fisik dan emosional individu, serta memberikan
rasa hangat dan nyaman. Zat yang termasuk analgesik antara lain
adalah heroin, opium, pethidine, dan codeine (Amriel, 2008).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
d. Halusinogen: zat ini berfungsi meningkatkan apresiasi dan
pengalaman indrawi bagi pengguna. Suasana hati pengguna semakin
tajam dan mengalami persepsi yang terdistorsi sehingga memunculkan
halusinasi. Beberapa jenis zat halusinogen adalah kanabis/ ganja,
LSD, dan ekstasi (Amriel, 2008).
Brown dan King (dalam Amriel, 2008) menjelaskan jika individu
mengonsumsi beberapa jenis obat sekaligus akan memunculkan efek
yang tidak terduga dan berbahaya. Apabila individu menggabungkan
depresan dan analgesik, maka efek obat akan mematikan dan bereaksi
semakin kuat.
C. Gangguan yang Berkaitan dengan Penggunaan Zat C Gangguan yang Berkaitan dengan Penggunaan Zat
1. Penggolongan Gangguan yang Berkaitan dengan Zat
DSM-IV (dalam Nevid dkk., 2005) menggolongkan gangguan yang
berkaitan dengan zat menjadi 2 kategori. Pertama, gangguan penggunaan
zat (substance use disorders) berarti melibatkan penggunaan maladaptif
dari zat psikoaktif yang meliputi penyalahgunaan zat dan ketergantungan
zat. Kedua, gangguan akibat penggunaan zat (substance-induced
disorders) merupakan gangguan yang muncul akibat penggunaan zat
psikoaktif sepserti intoksikasi, gejala putus zat, gangguan mood,
delirium, demensia, amnesia, gangguan psikotik, gangguan kecemasan,
disfungsi seksual, dan gangguan tidur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
2. Istilah Pengguna, Penyalah guna, dan Ketergantungan
Terdapat istilah tertentu untuk membedakan seseorang dalam
mengonsumsi NAPZA. Seseorang yang mengonsumsi NAPZA dapat
disebut pengguna, penyalah guna, atau pecandu. Berikut beberapa
pengertian terkait ketiga hal tersebut (Sulistami dkk., 2013):
a. Penggunaan rekreasional/ eksperimental
Penggunaan rekreasional berarti seseorang menggunakan pertama kali
atau sesekali untuk tujuan mencari kesenangan. Pada tingkat ini,
seseorang menggunakan NAPZA karena adanya dorongan rasa ingin
tahu ataupun mendapatkan tekanan dari teman sebayanya. Pengguna
belum memiliki masalah terkait penggunaan zatnya. Selain itu,
NAPZA dikonsumsi dalam jumlah kecil hingga sedang oleh
penggunanya (Sulistami dkk., 2013).
b. Penggunaan sirkumstansial/ situasional
Pada tingkat ini, seseorang mengonsumsi NAPZA dengan tujuan
mencari efek tertentu untuk mengatasi kondisi tertentu. Pada tingkat
ini, seseorang dapat memiliki masalah terkait penggunaannya atau
tidak. Sebagai contoh, seorang tentara yang menggunakan morfin
dalam peperangan agar dapat merasakan perasaan santai dan terlepas
dari tekanan yang dialaminya (Sulistami dkk., 2013).
c. Penggunaan intensif/ reguler
Pemakai menggunakan NAPZA secara terus-menerus dengan tujuan
agar terbebas dari masalah yang dialami (seperti kecemasan atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
depresi), maupun mempertahankan kemampuan yang dikehendaki.
Dosis yang digunakan berada pada dosis rendah hingga dosis sedang.
Pada tingkatan penggunaan ini, sering juga disebut dengan tingkat
penyalahgunaan. Penyalah guna biasanya mulai mengalami masalah
terkait penggunaannya. Sebagai contoh, seseorang terlambat bekerja
karena mabuk pada malam sebelum ia berangkat kerja (Sulistami
dkk., 2013).
d. Penggunaan kompulsif/ adiktif
Pada tahap ini, pemakai sudah berada pada tahap yang paling parah
dan paling berbahaya. Pemakai pada tahap ini sering disebut adiksi
atau pecandu. Untuk mencapai efek fisik maupun psikologis yang
diinginkan maupun sekadar menghindari gejala putus zat (sakau),
diperlukan dosis yang tinggi secara rutin (setiap hari maupun beberapa
kali dalam sehari). NAPZA menjadi sesuatu yang dianggap penting
dalam kehidupan seseorang sehingga dapat melebihi aktivitas lainnya
(Sulistami dkk., 2013).
3. Tahapan Ketergantungan
Sebelum mengalami ketergantungan, individu memiliki pola umum yang
menghantarnya menuju adiksi. Berikut adalah beberapa tahapan menuju
adiksi (Nevid dkk., 2005):
a. Eksperimentasi: merupakan tahap coba-coba atau menggunakan
secara berkala. Pada tahap ini, pengguna merasa nyaman bahkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
merasa euforik. Pengguna merasa masih dapat mengendalikan diri dan
merasa yakin bahwa mereka dapat berhenti sewaktu-waktu.
b. Penggunaan rutin: pada tahap ini, individu mulai mengatur dirinya
untuk mendapatkan dan menggunakan obat. Individu mulai
menyangkal untuk menutupi konsekuensi negatif dari perilaku
mereka. Selain itu, nilai-nilai yang dianut individu mulai berubah
seperti menganggap obat merupakan hal yang lebih berharga
dibandingkan hal penting lainnya (seperti keluarga, pekerjaan, dan
sebagainya). Tahapan ini ditandai dengan munculnya masalah akibat
penggunaan obat.
c. Adiksi/ ketergantungan: pada tahapan ini, individu merasa tidak
berdaya untuk menolak obat karena ingin mengalami efek obat atau
untuk menghindari adanya gejala putus zat.
4. Karakteristik Ketergantungan
Berikut adalah karakteristik ketergantungan yang diadaptasi dari DSM
IV-TR untuk menunjukkan diagnosis adiksi pada individu (Nevid dkk.,
2005):
a. Toleransi zat, yang ditunjukkan dengan adanya kebutuhan untuk
meningkatkan dosis agar mendapatkan efek yang diinginkan dan/ atau
berkurangkan efek secara drastis apabila mengonsumsi dengan dosis
yang sama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
b. Gejala putus zat, yaitu mengalami gejala tertentu (gejala khas dari
suatu zat) apabila tidak mengonsumsi zat. Ditunjukkan dengan
mengonsumsi zat yang sama atau zat yang terkait (zat pengganti).
c. Penggunaan dosis yang lebih besar untuk periode waktu yang lebih
lama.
d. Kurang berhasil melakukan kontrol diri atau adanya keinginan untuk
mengurangi/ mengendalikan penggunaan zat.
e. Menghabiskan banyak waktu untuk aktivitas memperoleh zat,
menggunakan zat, atau memulihkan diri dari penggunaan zat.
f. Individu mengurangi aktivitas sosial, pekerjaan, atau rekreasional
akibat dari penggunaan zat.
g. Terus berlanjutnya penggunaan zat walaupun terdapat bukti adanya
masalah yang muncul akibat penggunaan zat.
D. Siklus Kekambuhan D Siklus Kekambuhan
1. Pengertian Kekambuhan (relapse)
Relapse/ kekambuhan berarti individu secara utuh kembali pada
pola adiksinya atau kembali pada penyimpangan perilakunya (Jiloha,
2011). Mahmood (dalam Ibrahim & Kumar, 2009) menambahkan,
relapse berarti penggunaan atau penyalahgunaan zat setelah individu
menjalani proses rehabilitasi secara fisik dan psikis. Slip atau
lapsemengarah pada satu episode, satu hari, dan mengarah pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
konsekuensi akibat kembalinya perilaku menggunakan narkoba (Jiloha,
2011).
2. Tahapan Relapse (kekambuhan)
Relapse atau kekambuhan pada individu terjadi secara bertahap.
Relapse dapat terjadi dalam waktu mingguan dan terkadang bulanan
sebelum individu tersebut kembali menggunakan narkotika. Tujuan dari
sebuah tritmen atau pengobatan adalah untuk membantu individu
menyadari tanda-tanda awal dari relapse dan untuk meningkatkan
kemampuan coping untuk mencegah relapse sedini mungkin. Berikut
adalah tahapan relapse menurut Melemis (2015):
a. Emotional Relapse
Selama mengalami emotional relapse, individu tidak berpikir
untuk menggunakan kembali karena mereka mengingat saat-saat
tritmen sehingga mereka tidak ingin menggunakan. Tanda-tanda
emotional relapse antara lain seperti mengisolasi diri, pergi ke
pertemuan tetapi tidak ingin berbagi pengalaman (sharing), fokus
pada orang lain (fokus pada bagaimana orang lain memengaruhi
mereka), dan kebiasaan makan dan tidur yang buruk.
Pada tahapan ini, kepedulian diri menjadi aspek yang paling
penting. Bagi sebagian besar individu, kepedulian diri adalah
mengenai kepedulian emosi yang terjadi pada diri. Adanya kepedulian
emosi membantu individu untuk mengidentifikasi penyangkalan pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
dirinya. Kepedulian terhadap emosi yang dialami individu dapat
diatasi dengan memiliki waktu untuk diri sendiri, memperlakukan diri
dengan baik, dan mengijinkan relaksasi bagi diri sendiri.
b. Mental Relapse
Pada tahapan ini, individu sedang berperang dengan pikirannya
sendiri. Pikiran individu mengalami pertentangan antara adanya
pengurangan perlawanan untuk relapse dengan keinginan untuk
menghindari. Tanda-tanda dari mental relapse antara lain mengidam
narkoba, berpikir tentang sesuatu (orang, tempat, dan benda) yang
berkaitan dengan penggunaan narkoba di masa lampau,
meminimalkan konsekuensi dari pemakaian di masa lalu, self-
bargaining, berbohong, memikirkan rencana untuk menggunakan di
bawah kontrol diri, melihat kesempatan untuk relapse, dan
merencanakan untuk relapse.
Adanya self-bargaining membuat individu berpikir untuk
menggunakan secara berkala dan mungkin merasa dapat mengontrol
(sebagai contoh: menggunakan sekali atau dua kali selama satu tahun).
Adanya self-bargaining dapat membuat individu kembali ke pola
adiksinya walaupun tidak menggunakan zat yang sama.
c. Physical Relapse
Pada tahapan ini, individu mulai menggunakan kembali narkoba
setelah sekian lama mengalami abstinen. Beberapa peneliti
membedakan antara lapse dan relapse. Lapse berarti awal mula
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
mengonsumsi alkohol maupun narkoba, sedangkan relapse berarti
mengalami penggunaan yang tidak terkendali.
3. Pemicu Terjadinya Kekambuhan (Relapse)
Jiloha (2011) membagi pemicu terjadinya kekambuhan menjadi dua
bagian besar yang di dalamnya terdapat sub-bagian, yaitu faktor
intrapersonal dan faktor interpersonal.
a. Faktor Intrapersonal
1) Upaya mengatasi emosi negatif
Individu mengalami kekambuhan sebagai bentuk coping
(penyelesaian) atas emosi negatif yang dialaminya. Emosi negatif
(emosi yang tidak menyenangkan) dapat berupa perasaan frustasi,
kemarahan, kekecewaan, kesedihan, kecemasan, dan lain
sebagainya. Kekambuhan dapat terjadi sebagai akibat dari
kesalahan reaksi dalam mengevaluasi tekanan, seperti kesulitan
dalam pekerjaan atau mengalami kemalangan.
2) Upaya mengatasi kondisi fisik dan psikis yang buruk
Kekambuhan muncul sebagai akibat adanya efek terdahulu yang
dialami oleh individu akibat menggunakan zat, seperti adanya
keinginan fisik untuk kembali menggunakan atau adanya
penderitaan akibat penarikan diri (withdrawl agony). Selain itu,
kekambuhan dapat terjadi akibat fisik mengalami kelelahan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
penyakit, atau operasi tetapi tidak berkaitan dengan penggunaan
yang terdahulu.
3) Meningkatkan emosi positif
Individu memiliki keinginan untuk kembali menggunakan dengan
alasan ingin kembali merasakan emosi positif yang ditimbulkan
dari zat tersebut, seperti perasaan bebas, senang, terbang, dan
sebagainya.
4) Menguji kontrol personal
Adanya pikiran atau perasaan bahwa individu dapat mengendalikan
dirinya walaupun kembali menggunakan zat. “Hanya mencoba
sekali” untuk melihat apa yang terjadi kerap menjadi jebakan dan
memiliki efek yang lebih besar, yaitu kembali pada pola adiksi
yang sebelumnya.
5) Larut dalam godaan atau keinginan
Larut dalam godaan dapat berarti seseorang membiarkan dirinya
berada dalam pengaruh godaan/ keinginan hingga pada akhirnya
larut dan kembali menggunakan zat.
b. Faktor Interpersonal
1) Upaya penyelesaian masalah interpersonal
Kekambuhan pada individu dapat muncul sebagai akibat seseorang
gagal dalam menyelesaikan konflik dengan orang lain. Adanya
emosi negatif terhadap orang lain menyebabkan seseorang
memiliki keinginan untuk mengatasi emosi negatifnya dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
kembali menggunakan zat yang dianggap dapat meredam emosi
negatif tersebut.
2) Tekanan sosial
Adanya kontak secara langsung dengan pecandu yang masih
mengonsumsi zat akan membawa pengaruh bagi individu untuk
kembali menggunakan.
3) Meningkatkan emosi positif bersama orang lain
Seseorang yang terlibat suatu perkumpulan (sesama pengguna)
cenderung mengonsumsi zat dengan tujuan terciptanya suasanya
euforia, ketertarikan seksual, kesenangan dalam sebuah perayaan,
dan lain sebagainya
4. Tahapan Recovery (Kesembuhan)
Recovery merupakan proses dari pertumbuhan individu yang mana setiap
tahapannya memiliki risiko untuk relapse (kambuh) dan masing-masing
memiliki tugas perkembangannya untuk menuju tahapan selanjutnya.
Tahapan recovery setiap individu memiliki rentang yang berbeda.
Berikut adalah tahapan dari recovery (Melemis, 2015):
a. Abstinence Stage (Tahapan Abstinen)
Tahapan ini secara umum berlangsung semenjak individu
berhenti menggunakan narkoba sepanjang satu hingga dua tahun.
Biasanya residen membuat perubahan besar pada lingkungan
eksternalnya seperti berganti pekerjaan maupun mengakhiri relasinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Biasanya perubahan besar dilakukan dalam rangka menghindar hingga
individu dapat memahami perannya.
Berikut adalah beberapa tugas pada tahapan ini, antara lain:
menerima bahwa dirinya memiliki adiksi, jujur, meningkatkan
kemampuan coping atas perasaan menagih, mengaplikasikan
kepedulian diri dengan berkata tidak, memahami tahapan relapse,
menghindari komunitas pemakai, berdamai dengan adanya post-acute
withdrawal, dan melihat diri sebagai non-pengguna. Tugas-tugas ini
dapat disimpulkan sebagai kepedulian diri (self-care) terhadap fisik
dan emosional.
b. Post-Acute Withdrawal
Pada tahapan ini, individu harus berdamai (deal) bahwa dirinya
akan mengalami post-acute withdrawal syndrome (PAWS). Saat
PAWS terjadi, durasinya berlangsung secara singkat dan PAWS
menjadi penyebab umum individu mengalami kekambuhan. PAWS
memiliki gejala baik secara fisik maupun emosional.
Gejala PAWS antara lain: mengalami mood yang tidak
beraturan (mood swing), kecemasan, mudah tersinggung, energi yang
tidak teratur, rendahnya rasa antusias, konsentrasi yang terpecah, dan
mengalami gangguan tidur. Gejala PAWS dapat meningkat dan
semakin kuat dari waktu ke waktu. Selain itu, gejala PAWS
merupakan gejala yang muncul secara berkala dalam kurun waktu
yang lebih lama dan dapat mencapai kurang lebih dua tahun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Biasanya, individu kembali jatuh karena dirinya tidak
merasakan adanya perubahan dalam dirinya. Individu merasa gejala
yang datang merupakan suatu kesalahan yang membuat dirinya
berpikir dirinya tidak berhasil.
c. Repair Stage (Tahapan Perbaikan)
Pada tahapan ini, individu berusaha memperbaiki kerusakan
akibat dari mengalami kecanduan. Mereka harus menghadapi
kerusakan karena adiksinya yang berdampak pada relasi, pekerjaan,
keuangan, maupun harga dirinya. Mereka juga harus mampu
mengatasi perasaan kecewa dan negative self-labeling. Selain itu,
individu lebih menitik beratkan pada pengawasan diri agar tidak
mengalami kekambuhan.
d. Growth Stage (Tahapan Pertumbuhan)
Tahapan ini berbicara mengenai meningkatkan kemampuan
untuk mempelajari hal-hal yang menjadi penyebab (predisposisi) yang
membawanya kembali pada adiksinya. Tahapan ini lebih mengarah
pada usaha individu untuk melangkah ke depan (moving forward).
Berikut beberapa tugas dalam tahapan ini: mengidentifikasi serta
memperbaiki pikiran negatif dan pola-pola kehancuran diri,
mengevaluasi diri dan memastikan dirinya tetap berada pada trek,
serta memahami bagaimana mengatasi pola-pola merugikan yang
dapat menjadi risiko kekambuhan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
E. Model Ekologi pada Perkembangan Manusia E Model Ekologi pada Perkembangan Manusia
Terdapat faktor-faktor eksternal yang turut memengaruhi regulasi diri
pada individu. Faktor eksternal yang turut memberikan pengaruh terhadap
regulasi diri adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan berinteraksi
dengan pengaruh personal, yaitu dengan memberikan suatu standar untuk
mengevaluasi perilaku. Selain itu, faktor-faktor eksternal memengaruhi
regulasi diri dengan menyediakan cara untuk mendapatkan penguatan (Feist
& Feist, 2010).
Lingkungan tempat tinggal (ekologi) manusia dibagi menjadi
beberapa tingkatan disesuaikan dengan pengaruhnya terhadap individu.
Lingkungan ekologis dipahami sebagai suatu kumpulan yang terstruktur,
yang dibagi dalam mikrosistem, mesosistem, eksosistem, makrosistem, dan
kronosistem (Bronfenbrenner, 1994):
1. Mikrosistem
Mikrosistem merupakan susunan dari aktivitas, peran sosial, dan relasi
interpersonal yang dialami langsung oleh individu secara tatap muka.
Lingkungan inilah yang sering ditemui oleh individu dalam kehidupan
sehari-hari. Contoh dari lingkungan mikrosistem antara lain keluarga,
sekolah, kumpulan pertemanan, dan tempat bekerja.
2. Mesosistem
Mesosistem terdiri atas hubungan dan proses yang melibatkan dua atau
lebih seting. Sebagai contoh, hubungan antara tempat tinggal dan sekolah
maupun hubungan antara sekolah dan tempat bekerja. Dampak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
perkembangan pada individu melibatkan pengambilan keputusan antara
komunikasi dua arah (misal: antara guru dan orang tua).
3. Eksosistem
Eksosistem terjadi apabila pengalaman di seting lain (individu tidak
berperan aktif) memengaruhi satu atau lebih setting yang lain. Sebagai
contoh, kepala dewan pendidikan memberikan keputusan bagi suatu
sekolah yang mana hal tersebut secara tidak langsung berdampak pada
guru dan siswa.
4. Makrosistem
Makrosistem terdiri atas kumpulan pola atas mikrosistem, mesosistem,
dan eksosistem yang dikarakteristikkan menjadi suatu bentuk budaya
atau sub-budaya. Budaya tersebut dapat meliputi sistem kepercayaan,
pengetahuan umum, sosioekonomi, maupun gaya hidup.
5. Kronosistem
Kronosistem merupakan kondisi sosiohistori pada individu. Kronosistem
dapat meliputi berbagai perubahan atau adanya konsistensi sepanjang
waktu, tidak hanya mengenai karakteristik dari individu tetapi juga
mengenai lingkungan tempat individu itu tinggal.
F. Self Efficacy F Self Efficacy
Bandura menjelaskan, self efficacy atau efikasi diri merupakan
kepercayaan pada diri individu bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk
berperilaku sesuai apa yang diinginkan (dalam Endler & Kocovski, 2000).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Bandura menambahkan, efikasi diri pada individu memengaruhi bentuk
tindakan yang dipilih untuk dilakukan dan memengaruhi usaha pada
individu dalam menghadapi rintangan maupun kegagalan (dalam Feist &
Feist, 2010).
Self efficacy memiliki kaitan dalam kemampuan seseorang untuk
meregulasi dirinya. Adanya self efficacy dalam diri individu menjadikannya
merasa mampu untuk mengubah perilakunya sehingga individu semakin
dekat dengan tujuan yang telah ia buat (dalam Endler & Kocovski, 2000).
Self efficacy merupakan faktor yang penting dalam regulasi diri, terutama
kaitannya dengan masa pemulihan dari penyalahgunaan atau adiksi zat.
Adanya self efficacy memberikan sebuah usaha bagi individu untuk bertahan
pada kondisi abstinen terhadap zat. Self efficacy meningkatkan kemampuan
regulasi diri pada individu sehingga memberikan komitmen bagi individu
itu sendiri untuk mencapai kesuksesan dalam usahanya (Bandura, 1999).
Bandura (1997) mengungkapkan, efikasi diri dapat berkurang maupun
bertambah melalui salah satu maupun gabungan dari empat sumber yang
meliputi pengalaman menguasai sesuatu (mastery experiences), modeling
sosial, persuasi sosial, serta kondisi fisik dan emosional (dalam Feist &
Feist, 2010). Berikut adalah sumber-sumber efikasi diri:
1. Pengalaman Menguasai Sesuatu (Mastery Experiences)
Sumber yang paling berpengaruh dalam regulasi diri adalah mengenai
bagaimana performa individu di masa lalu. Pertama, performa yang
berhasil pada tugas yang sulit akan meningkatkan efikasi diri pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
individu di masa mendatang ketika menghadapi tugas atau pengalaman
yang serupa. Kedua, efikasi diri akan meningkat ketika individu berhasil
menyelesaikan tugas dengan baik oleh diri sendiri dibandingkan dengan
bantuan orang lain. Ketiga, kegagalan yang terjadi di masa lalu mampu
menurunkan efikasi diri pada individu, terlebih ketika individu tersebut
merasa telah memberikan usaha terbaiknya dan berada dalam kondisi
yang maksimal. Kegagalan akibat rangsangan atau tekanan emosi yang
tinggi tidak terlalu merugikan bagi efikasi diri individu. Keempat,
kegagalan akibat individu belum memiliki perasaan yang kukuh dalam
menguasai sesuatu akan lebih berdampak buruk pada efikasi diri
dibandingkan kegagalan yang terjadi setelahnya (Bandura, 1997).
2. Modeling Sosial
Efikasi diri pada individu akan meningkat saat individu berhasil
mengamati pencapaian orang lain yang memiliki kompetensi yang setara.
Modeling sosial kurang memiliki dampak apabila individu mengamati
orang lain yang berbeda (dalam hal ini, memiliki kompetensi yang
berbeda). Modeling sosial tidak memiliki dampak sekuat performa di
masa lalu. Akan tetapi, apabila sosok yang menjadi figur model
mengalami kegagalan, hal tersebut lebih memiliki dampak bagi individu
untuk melakukan hal yang serupa. Sebagai contoh, seorang public
speaker dengan kemampuan yang setara tidak mampu memenangkan
pertandingan nasional akan membuat orang yang mengamati
mengurungkan niat untuk melakukan hal yang sama (Bandura, 1997).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
3. Persuasi Sosial
Persuasi dari orang lain dapat meningkatkan atau menurunkan efikasi diri
apabila diberikan pada kondisi yang tepat. Kondisi yang tepat berarti
adanya orang yang dipercaya oleh individu. Persuasi sosial dapat
berperan efektif selama individu ingin melakukan sesuatu yang didukung
dengan jangkauan kompetensinya.
4. Kondisi Fisik dan Emosional
Kondisi emosi yang kuat biasanya akan menurunkan performa individu.
Emosi yang dimaksud adalah ketakutan yang kuat, kecemasan, maupun
tingkat stres yang tinggi. Individu dengan kondisi emosi yang kuat
(ketakutan, kecemasan, dan tekanan) cenderung memiliki ekspektasi atau
harapan yang rendah (Bandura, 1997).
G. Dinamika Regulasi Diri pada Mantan Pecandu Narkotika
Menurut Baumeister, Tice, dan Heatherton (1994), regulasi diri
mengarah pada usaha seseorang meregulasi pikiran, emosi, dan tindakan
untuk mencapai suatu tujuan. Esensi dasar dari regulasi diri mengarah pada
usaha seseorang untuk mengesampingkan dorongan. Regulasi diri memiliki
unsur-unsur seperti adanya tujuan, monitoring diri, dan mengoperasikan.
Masalah terkait penyalahgunaan dan adiksi zat (narkotika) kerap
dikaitkan dengan adanya masalah pada kemampuan regulasi diri. Individu
yang terjerumus ke dalam jerat adiksi menggambarkan bahwa individu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
tersebut memiliki pola kegagalan regulasi diri atau bahkan sama sekali tidak
memiliki kekuatan untuk meregulasi dirinya.
Adiksi merupakan penggunaan habitual dan kompulsif yang diiringi
dengan adanya ketergantungan fisiologis dan psikologis. Ketergantungan
fisiologis berarti tubuh telah berubah sedemikian rupa akibat penggunaan
secara teratur sehingga tubuh menjadi tergantung pada pasokan zat yang
stabil. Ketergantungan psikologis ditandai dengan penggunaan secara
kompulsif untuk memenuhi kebutuhan psikologis (Nevid dkk., 2005).
Tentu saja banyak faktor yang menjadi penyebab individu terjerumus
ke dalam penyalahgunaan selain isu dari regulasi diri itu sendiri. Faktor
penyebab tersebut beragam, mulai dari faktor internal maupun faktor
eksternal. Dalam hal ini, lingkungan (baik keluarga maupun pertemanan)
juga turut berperan dalam memberikan sumbangan bagi kegagalan regulasi
diri pada individu. Sebagai contoh, individu menggunakan narkotika
sebagai coping atau pelarian atas masalah keluarga yang dialaminya
(Tambunan dkk., 2008).
Adiksi dalam jangka waktu yang lama dapat mengurangi jumlah
reseptor pada neuron penerima di mana dopamin berada. Perubahan pada
sistem dopamin dapat menjelaskan adanya rasa ketagihan yang kuat dan
munculnya kecemasan saat individu mengalami gejala putus zat (Nevid
dkk., 2005). Hal ini memperlihatkan adanya kesulitan bagi individu dengan
ketergantungan kimia dalam mempertahankan abstinensi (Nevid dkk.,
2005). Adanya kondisi biologis ini tentu memengaruhi kondisi psikologis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
seseorang. Kondisi biologis tak mampu sepenuhnya diubah karena tubuh
telah berubah sedemikian rupa akibat penggunaan zat. Dorongan-dorongan
akan selalu muncul dan menghantui para mantan pecandu narkotika. Oleh
karena itu, diperlukan suatu upaya (seperti meregulasi diri) untuk mencegah
kekambuhan terebut muncul.
Perjuangan bagi mantan pecandu narkotika tidak berhenti hanya
sebatas selesai menjalani proses rehabilitasi. Diperlukan keyakinan (efikasi
diri) dan kemampuan regulasi diri untuk menjaga diri tetap abstinen
terhadap zat. Selama menjaga kesembuhan (recovery), terdapat risiko-risiko
untuk kembali kambuh. Kekambuhan dapat terjadi sewaktu-waktu apabila
individu tidak mampu mengelola emosinya dan juga berada pada
lingkungan yang tidak mendukung. Menjaga recovery tentu saja menjadi
tugas seumur hidup bagi mantan pecandu.
Terdapat faktor pendukung bagi mantan pecandu dalam meregulasi
dirinya antara lain mengenai kondisi ekologis dan mengenai keyakinan diri
(self efficacy) yang dimiliki oleh mantan pecandu. Tidak dipungkiri bahwa
selama menjaga recovery, terdapat faktor risiko yang menjerat kembali
untuk menyalahgunakan zat. Berbagai upaya dapat dilakukan oleh mantan
pecandu agar tidak kembali mengalami kekambuhan. Salah satu di
antaranya, dengan menjadi konselor, mantan pecandu dapat mempelajari
mengenai adiksi sekaligus menjadi sarana untuk membantu dirinya sendiri.
Berdasarkan hal tersebut, diharapkan mantan pecandu dapat meregulasi
dirinya dan menemukan faktor yang mendukung upaya regulasi diri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir
Individu
Mengalami Adiksi
Mengalami
kekambuhan
Tidak mengalami
kekambuhan
Ketergantungan
Narkoba
Rehabilitasi
Tidak ada Kemampuan
Regulasi Diri
Kemampuan
Regulasi Diri
Profesi sebagai
Konselor
Adiksi
Lingkungan,
Efikasi Diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian
kualitatif merupakan suatu proses untuk memahami masalah sosial/ manusia
dengan memberikan gambaran secara menyeluruh dan kompleks, disajikan
dengan kata-kata, memberikan pandangan yang rinci dari para sumber
informasi, serta dilakukan dalam latar yang alamiah atau tanpa intervensi.
Denzin dan Lincoln menjelaskan bahwa penelitian kualitatif merupakan
penelitian lapangan dan bertujuan untuk memahami bagaimana para
partisipan mengambil makna dari lingkungan sekitar dan bagaimana makna
tersebut memengaruhi perilaku mereka (dalam Gunawan, 2013).
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis
fenomenologis interpretatif (AFI). Tujuan dari AFI adalah untuk
mengungkap secara detail bagaimana partisipan memaknai dunia personal
dan sosialnya. Sifat dari AFI adalah fenomenologis, yaitu melibatkan
pemeriksaan secara rinci terhadap dunia kehidupan partisipan. AFI
bermanfaat ketika seseorang berhadapan dengan kompleksitas, proses, atau
sesuatu yang baru. Jenis penelitian ini berguna untuk mengeksplorasi
pengalaman personal dan menekankan pada persepsi maupun pendapat
personal individu mengenai objek maupun peristiwa. Sampel yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
digunakan dalam penelitian jenis ini memiliki profil status demografik
maupun sosioekonomi yang serupa (Smith, 2009).
B. Fokus Penelitian
Penelitian ini berfokus pada eksplorasi mengenai proses regulasi diri pada
mantan pecandu narkotika yang bekerja sebagai konselor adiksi. Proses
regulasi diri diteliti dengan melihat bagaimana unsur-unsur regulasi diri
dapat tercapai serta bagaimana subjek mengatasi mekanisme kegagalan
regulasi diri. Selain itu, penelitian ini juga mengungkap bagaimana
pengaruh faktor lain dalam proses regulasi diri pada subjek.
C. Subjek Penelitian
1. Teknik Pemilihan Subjek
Penelitian ini menggunakan purposive sampling karena setiap individu
dari populasi tidak memiliki kemungkinan yang sama untuk terpilih.
Pemilihan subjek dilakukan dengan menggunakan teknik purposive
sampling, yaitu memilih subjek berdasarkan ciri-ciri yang sesuai dengan
tujuan penelitian yang akan dilakukan (Herdiansyah, 2015). Pada
penelitian ini, peneliti memilih sampling suatu teori atau konsep. Teknik
sampling teori dilakukan dengan cara meneliti individu dengan tujuan
memberikan pemahaman lebih terhadap suatu konsep atau teori,
menemukan suatu konsep yang spesifik, atau membantu menghasilkan
teori (Herdiansyah, 2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
2. Karakteristik Subjek
Dalam penelitian ini, subjek yang menjadi sasaran penelitian adalah
mantan pecandu narkotika. Peneliti menentukan batasan untuk
menentukan subjek penelitian. Berikut batasan yang digunakan oleh
peneliti:
a. Berada pada tahap abstinen sekurang-kurangnya satu tahun setelah
proses rehabilitasi.
b. Memiliki pengalaman sebagai pecandu dengan memiliki kriteria
diagnosa ketergantungan zat.
c. Bekerja sebagai konselor adiksi pada suatu panti rehabilitasi
D. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini hanya menggunakan satu metode pengumpulan data,
yaitu metode wawancara. Menurut Poerwandari (1998), wawancara
merupakan proses percakapan dan tanya jawab yang diarahkan oleh
pewawancara untuk mencapai tujuan tertentu. Stewart dan Cash
menjelaskan bahwa wawancara merupakan suatu interaksi yang terdapat
proses pertukaran/ sharing, melibatkan komunikasi dua arah, dan memiliki
tujuan yang akan di capai (dalam Herdiansyah, 2015). Selain itu, Banister
memberi penjelasan bahwa wawancara kualitatif dilakukan untuk
memperoleh makna subjektif yang dipahami individu yang sesuai dengan
topik yang sedang diteliti (dalam Poerwandari, 1998).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara semi terstruktur. Tujuan dari wawancara semi terstruktur adalah
untuk memahami suatu fenomena atau permasalahan tertentu. Ciri dari
wawancara semi terstruktur yaitu adanya pertanyaan yang bersifat terbuka,
namun memiliki batasan tema dan alur pembicaraan. Jawaban yang
diberikan oleh subjek tidak dibatasi selama berada pada jalur tema yang
sesuai dengan tujuan wawancara. Pertanyaan yang diajukan bersifat
fleksibel, bergantung pada situasi dan kondisi serta alur pembicaraan. Selain
itu, pedoman wawancara digunakan sebagai patokan dalam alur, urutan, dan
penggunaan kata (Herdiansyah, 2015).
Sebelum melaksanakan proses wawancara, peneliti memberikan
informed consent pada subjek secara lisan. Informed consent berisi tentang
informasi penelitian yang akan dilaksanakan dan kesediaan subjek untuk
mengikuti penelitian. Selain itu, informed consent berisikan tujuan
penelitian, bagaimana data akan diambil, serta wewenang subjek dalam
penelitian ini.
Tujuan penelitian yang disampaikan di dalam informed consent adalah
untuk mengeksplorasi pengalaman adiksi pada mantan pecandu narkotika
dan melihat peran sebagai konselor adiksi terhadap recovery. Data diperoleh
melalui wawancara personal dengan menggunakan alat voice recorder.
Peneliti menjamin kerahasiaan data pada subjek dan subjek memiliki
wewenang untuk tidak mengungkapkan hal-hal yang dirasa tidak ingin
disampaikan. (Draft informed consent terdapat pada halaman lampiran)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Tabel 1
Pedoman Wawancara Tabel 1 Pedoman Wawancara
Aspek Komponen Pertanyaan Wawancara
Latar Belakang
Subjek
Kondisi Keluarga 1. Bagaimana pandangan
terhadap ayah dan ibu?
2. Bagaimana sikap ayah dan ibu
di dalam keluarga?
3. Bagaimana relasi di dalam
keluarga?
Kondisi Pertemanan 1. Bagaimana relasi dengan
teman sebaya?
2. Bagaimana pengaruh teman
sebaya?
Pandangan terhadap diri
sendiri/ self
1. Bagaimana pandangan
terhadap diri sendiri (sebelum
menjadi pecandu narkoba)?
2. Prestasi yang pernah diraih?
Kondisi
Regulasi Diri
Sebelum
Menjadi
Pecandu
Hal-hal yang membuat
subjek mengalami
kegagalan regulasi diri
mekanisme kegagalan
regulasi diri
1. Apa yang menjadi faktor anda
menjadi pecandu narkoba?
2. Apa saja yang terjadi pada
anda sehingga anda mengalami
adiksi?
Kondisi Subjek
Saat Menjadi
Pecandu
Narkoba
Hal-hal yang dialami
subjek selama menjadi
pecandu dan
pengaruhnya terhadap
regulasi diri
1. Bagaimana pengaruh narkoba
terhadap subjek?
2. Bagaimana perasaan dan
pikiranterhadap narkoba?
3. Bagaimana dampak kondisi
adiksi terhadap regulasi diri?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Aspek Komponen Pertanyaan Wawancara
Bentuk dan
proses regulasi
diri pasca
rehabilitasi
Unsur-unsur regulasi diri
sebagai bentuk
adanya regulasi diri pada
subjek
1. Apa tujuan yang dimiliki oleh
subjek supaya tidak kembali
mengalami kekambuhan?
2. Bagaimana cara subjek
mengawasi dirinya dalam
mencapai tujuan tersebut dan
bagaimana cara mengawasi
diri agar tidak kembali
mengalami kekambuhan?
3. Apa yang dilakukan subjek
untuk mencapai tujuan dan
beradaptasi terhadap berbagai
perubahan/ tekanan?
Proses yang dialami
subjek agar berhasil
meregulasi dirinya
1. Apa saja yang dilakukan
subjek untuk mengatasi
keinginan kembali
menggunakan narkoba?
2. Bagaimana cara subjek
menghadapi tantangan/
hambatan agar tidak kembali
menggunakan narkoba?
E. Metode Analisis Data
Menurut Spradley (dalam Gunawan, 2013), analisis data merupakan
pencarian pola-pola untuk menetapkan bagian-bagiannya, hubungan
antarkajian, dan hubungan terhadap keseluruhannya. Bogdan dan Biklen
(dalam Gunawan, 2013) menambahkan, analisis data dilakukan melalui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
proses pencarian data yang dikumpulkan seperti wawancara, catatan, dan
bahan lainnya untuk meningkatkan pemahaman terhadap suatu hal dan
menyajikan apa yang ditemukan.
Analisis data dalam penelitian kualitatif menggunakan analisis tematik
atau analisis tema kultural. Teknik analisis tematik digunakan untuk
memahami gejala yang khas, nilai, maupun simbol budaya dengan
mengumpulkan berbagai tema. Selanjutnya, analisis tematik digunakan
untuk menemukan hubungan-hubungan pada domain yang dianalisis
sehingga membentuk suatu kesatuan dan menampakkan tema yang dominan
maupun yang kurang dominan (Gunawan, 2013).
Menurut Miles dan Huberman, penelitian kualitatif memiliki empat
tahapan dalam analisis data, yaitu mengumpulkan data, mereduksi data
melalui tema dan kode, display data ke dalam bentuk kategori, dan menarik
kesimpulan/ verifikasi (dalam Herdiansyah, 2015). Secara rinci, berikut
adalah langkah-langkah dalam menganalisis data (Smith, 2009):
1. Membaca data secara berulang
Pada tahap ini, peneliti membaca transkrip wawancara untuk
memahami dunia subjek. Membaca kembali data berguna agar peneliti
tidak terburu-buru dalam mereduksi data dan lebih memahami
keterkaitan antar data yang diperoleh.
2. Pencatatan awal dan mencari tema-tema
Peneliti mulai memberikan catatan terhadap transkrip yang diperoleh.
Hal ini berguna untuk mendeskripsikan secara detail dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
memunculkan pengetahuan secara umum mengenai pengalaman
subjek. Komentar yang diberikan pada transkrip bermaksud untuk
merangkum atau menyimpulkan, memberikan asosiasi atau koneksi,
dan dapat merupakan interpretasi awal. Catatan-catatan awal
ditransformasi ke dalam frase-frase yang singkat (tema) untuk
menangkap kualitas esensial dari teks. Transformasi tersebut berguna
untuk memunculkan koneksi teoritis di dalam dan di antara kasus.
Jumlah tema yang muncul mencerminkan kekayaan bagian yang
bersangkutan
3. Mengaitkan tema-tema yang ada
Pada tahap ini, peneliti mengurutkan tema-tema yang muncul dengan
pengurutan yang lebih bersifat analitis atau teoritis dengan tujuan
menemukan koneksi antar tema. Beberapa tema dikelompokkan
sehingga dapat menarik tema yang lain untuk memberikan makna.
Peneliti juga membandingkan pemahaman yang dibuatnya dengan apa
yang dikatakan oleh partisipan.
Tahap selanjutnya adalah membuat tabel tema atau pemetaan dan
peneliti berusaha menyatukan tema-tema tersebut. Kelompok-
kelompok tema tersebut diberi nama dan diberikan penanda pada
masing-masing contoh (dengan memberikan penomoran) agar mudah
dicari sumber asalnya.
4. Melanjutkan analisis dengan kasus-kasus lain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Tahap selanjutnya adalah berpindah kepada transkrip subjek
berikutnya dengan mengulangi tahapan yang sama. Peneliti harus
mencermati pola yang berulang dan menanggapi isu baru yang
muncul saat mengerjakan transkrip. Peneliti mengenali pernyataan
antar subjek, bagaimana pernyataan tersebut mirip namun juga
berbeda. Selanjutnya, peneliti menentukan tema-tema yang akan
difokuskan dengan cara membuat prioritas dan mulai mereduksinya.
5. Mencari pola-pola lintas kasus (subjek)
Tahapan selanjutnya adalah mencari pola pada kasus yang ditemukan.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara melihat tabel tema pada
setiap kasus (subjek). Peneliti mulai mencari keterkaitan antar tema
pada masing-masing kasus sehingga dapat menemukan pola untuk
memudahkan dalam menganalisis data.
F. Keabsahan Data
1. Kredibilitas
Kredibilitas merupakan istilah yang digunakan untuk mengganti
konsep validitas dalam penelitian kualitatif yang dimaksudkan untuk
merangkum bahasan mengenai kualitas penelitian kualitatif (Creswell,
2010; Poerwandari, 1998). Creswell dan Miller menjelaskan kredibilitas
dalam penelitian kualitatif didasarkan pada kepastian apakah hasil
penelitian sudah akurat dari sudut pandang partisipan, peneliti, atau
pembaca secara umum (dalam Creswell, 2010). Kredibilitas kualitatif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
dikatakan berhasil apabila mencapai maksud mengeksplorasi masalah
atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial, atau pola interaksi
yang kompleks (Poerwandari, 1998).
Stangl dan Sarantakos mengungkapkan bahwa validitas dalam
penelitian kualitatif tidak dicapai dengan memanipulasi variabel, tetapi
melalui orientasinya dan upayanya mendalami dunia empiris dengan
menggunakan metode paling cocok untuk pengambilan dan analisis data.
Oleh karena itu, peneliti perlu menguraikan parameter penelitian
(langkah-langkah, pedoman, batasan, maupun ukuran) dengan jelas, yaitu
bagaimana desain dikembangkan, subjek penelitian dipilih, ataupun
analisis yang dilakukan (dalam Creswell, 2010).
Kredibilitas/ validitas dapat dicapai bila temuan dari studi-studi lain
mengenai topik yang sama menunjukkan hasil yang kurang lebih serupa.
Selain itu, validitas/ kredibilitas dapat dilakukan dengan cara
mengonfirmasi kembali data dan analisisnya kepada subjek penelitian
(Creswell, 2010).
2. Triangulasi
Triangulasi data digunakan untuk memantapkan kredibilitas dan
konsistensi data, dan dapat juga bermanfaat sebagai alat bantu analisis
data di lapangan. Triangulasi dikenal sebagai teknik pemeriksaan
keabsahan dengan cara memanfaatkan sesuatu di luar data untuk
keperluan pengecekan atau pembanding data.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Berikut adalah jenis-jenis triangulasi yang digunakan oleh peneliti
(Afiyanti 2008; Creswell 2010; Herdiansyah, 2015):
a. Validasi subjek
Validasi subjek atau member checking dilakukan dengan cara
menunjukkan hasil salinan verbatim wawancara beserta analisis dari
peneliti kepada subjek penelitian. Hal ini dilakukan untuk
mengonfirmasi ulang mengenai data yang telah diperoleh peneliti,
apakah sudah sesuai atau ada yang perlu diperbaiki. Cara ini
memberikan kesempatan kepada subjek untuk berkomentar mengenai
hasil penelitian (Creswell, 2010; Herdiansyah 2015).
b. Peer checking
Kredibilitas diperoleh dengan cara melakukan diskusi panel dengan
para ekspertis atau ahli untuk melakukan reanalisis data yang telah
diperoleh (Afiyanti, 2008).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HA SIL PENELITIAN DAN PEMBAHA SAN A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Penelitian dan Perijinan
Pada penelitian ini, peneliti mengambil subjek yang bekerja di
Panti Rehabilitasi NAPZA yang bernama Panti Sosial Parmadi Putra
(PSPP). Panti Sosial Parmadi Putra terletak di Karangmojo,
Purwomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta. Panti Sosial Parmadi Putra
memberikan pelayanan, perawatan, dan rehabilitasi sosial dengan
menggunakan metode Therapeutic Community, yang meliputi
pembinan fisik, mental, dan sosial. Program Therapeutic Community
dirancang untuk waktu 12 bulan (1 tahun). Akan tetapi dalam
pelaksanaan Therapeutic Community tergantung pada perkembangan
residen selama mengikuti program. Selain itu, proses rehabilitasi yang
diberikan yaitu mengubah sikap dan tingkah laku, resosialisasi, serta
pembinaan lanjut agar mampu dan berperan aktif dan positif dalam
kehidupan keluarga dan masyarakat.
Peneliti tidak mengambil subjek yang merupakan residen di Panti
Sosial Parmadi Putra. Peneliti memilih subjek yang merupakan mantan
pecandu narkotika dan kini bekerja sebagai konselor adiksi di Panti
Sosial Parmadi Putra. Untuk menentukan subjek penelitian, peneliti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
menggunakan purposive sampling, yaitu menentukan subjek dengan
karakter tertentu yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti mengajukan
permohonan izin penelitian ke Kantor Gubernur DIY dan ke Dinas Sosial
agar mendapatkan izin penelitian di Panti Sosial Parmadi Putra.
Pengajuan izin pertama kali diajukan pada bulan Oktober 2015 hingga
bulan Januari 2016. Selanjutnya, peneliti melakukan perpanjangan izin
pada bulan Januari 2016 hingga bulan April 2016.
Setelah mendapatkan izin, peneliti melakukan pendekatan/ rapport
dengan konselor adiksi yang sesuai dengan kriteria penelitian, yaitu yang
pernah mengalami adiksi narkoba sebelum menjadi seorang konselor
adiksi. Rapport dilakukan agar terjalin kedekatan dengan subjek adanya
rasa percaya dengan peneliti sehingga subjek dapat memberikan
informasi secara terbuka. Subjek dalam penelitian ini berjumlah dua
orang. Selain itu, kedua subjek tersebut merupakan pekerja aktif di PSPP
sebagai konselor adiksi.
Proses rapport dilaksanakan tanggal 21 Oktober 2015 pada subjek
2 (Bro Y) dan tanggal 26 November 2015 pada subjek 1 (Sis X). Untuk
memenuhi proses ini, peneliti bertanya jawab seputar kehidupan subjek
dan pekerjaannya di PSPP. Selain itu, proses rapport juga dilakukan
dengan cara makan bersama subjek agar hubungan tidak menjadi
canggung. Proses wawancara selanjutnya dilaksanakan dengan cara
membuat janji dengan subjek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Proses wawancara dilaksanakan di PSPP ketika subjek sedang tidak
memiliki kesibukan kerja. Proses wawancara menggunakan guideline
interview. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara tidak
terstruktur agar peneliti dapat menggali informasi secara lebih dalam dan
luwes. Peneliti juga menyiapkan alat rekam untuk membantu proses
pengumpulan data wawancara.
2. Pelaksanaan Penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian
Tabel 2
Waktu dan Tempat Penelitian
No. Kegiatan Subjek 1 (Sis X) Subjek 2 (Bro Y)
1 Wawancara
subjek
a. 26 November 2015
(15.10-16.00) di
ruang Konsultasi
PSPP
b. 19 desember 2015
(11.20-12.30) di
ruang Konsultasi
PSPP
c. 1 April 2016 (16.05-
17.00) di ruang
tunggu PSPP
d. 29 April 2016
(16.10-16.45) di
ruang Konsultasi
PSPP
a. 21 Oktober 2015
(14.45-15.10) di
ruang tunggu PSPP
b. 19 Desember 2015
(13.30-14.40) di
ruang Konsultasi
PSPP
c. 28 Januari 2016
(15.10-16.05) di
ruang tunggu PSPP
d. 1 April 2016
(15.10-15.50) di
ruang Konsultasi
PSPP
e. 22 April 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
No. Kegiatan Subjek 1 (Sis X) Subjek 2 (Bro Y)
(15.30-16.00) di
ruang tunggu PSPP
2 Member
checking
Dilaksanakan pada hari
Rabu, 18 Mei 2016 di
Ruang Konsultasi PSPP
pada pukul 15.00
Dilaksanakan pada hari
Rabu, 18 Mei 2016 di
Ruang Konsultasi
PSPP pada pukul 18.30
B. Subjek Penelitian
1. Demografi Subjek
Tabel 3
Demografi Subjek
No. Keterangan Subjek 1 Subjek 2
1 Nama Inisial Sis X Bro Y
2 Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki
3 Usia 32 tahun 57 tahun
4 Anak ke- 2 dari 3
bersaudara
2 dari 2
bersaudara
5 Jumlah Saudara 2 1 kandung, 3 tiri
6 Pekerjaan Konselor Adiksi Konselor Adiksi
2. Latar Belakang Subjek
a) Subjek 1 (Sis X)
Subjek merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, memiliki
kakak laki-laki dan adik laki-laki. Akan tetapi, subjek mengatakan
bahwa dirinya tidak memiliki kedekatan dengan saudara kandungnya
dan cenderung sering bertengkar dengan adiknya. Subjek merasa tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
memiliki kedekatan dengan saudaranya karena sejak kecil subjek
sudah terpisah dari saudaranya karena bersekolah di tempat yang
berbeda-beda. Adanya perbedaan sekolah inilah yang membuat subjek
dan saudaranya tidak berada di satu tempat tinggal yang sama. Subjek
juga mengatakan bahwa dirinya memiliki komunikasi yang kaku
dengan saudaranya. Di dalam keluarganya, subjek merasa lebih dekat
dengan ibunya karena subjek dapat memiliki komunikasi yang terbuka
dengan ibunya. Subjek merasa bahwa dirinya mampu saling menegur
bahkan berdebat dengan ibunya.
Di dalam keluarganya, subjek memandang bahwa kakak dan
adiknya adalah sosok yang tertutup seperti dirinya. Selain itu, subjek
juga memandang bahwa kakak dan adiknya adalah sosok yang bandel.
Subjek juga memandang ayahnya sebagai sosok yang kurang
menyenangkan. Ayahnya dipandang sebagai sosok yang keras,
emosional, tidak tahu caranya mengungkapkan kasih sayangnya,
diktator, dan ringan tangan terhadap anak-anaknya. Subjek merasa
bahwa hubungannya dengan sosok ayah dirasa tidak cukup harmonis.
Berbeda pandangannya terhadap sosok ibu, bagi subjek, ibu
merupakan sosok yang kuat dan sabar. Pandangan tersebut muncul
karena subjek merasa dirinya dan saudaranya telah melakukan
kenakalan, tetapi sang ibu masih tetap kuat dan sabar. Selain itu,
ibunya dipandang sebagai sosok yang peduli terhadap keluarganya.
Kepedulian itu diceritakan subjek karena ibunya masih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
memperhatikan neneknya dan juga saudara dari sang ibu. Bagi subjek,
sosok ibu merupakan panutan di dalam keluarganya.
Menurut subjek, masalah di dalam keluarga yang dialami
merupakan masalah yang terjadi di antara kedua orang tuanya. Selama
menghadapi masalah yang terjadi di dalam keluarga, subjek memilih
untuk diam dan membiarkan masalah tersebut hilang dengan
sendirinya. Subjek juga merasa bahwa dirinya dan saudaranya
memiliki kesamaan, yaitu tertutup dan suka memendam masalah.
Selama memiliki masalah, subjek memilih untuk diam dan cenderung
menutupi masalahnya. Jika muncul masalah lagi, subjek memilih
untuk diam karena ia merasa akan memiliki akhir yang sama saja.
Subjek kini bekerja sebagai konselor adiksi di Panti Sosial
Parmadi Putra. Sebelumnya, subjek telah menempuh pendidikan
hingga perguruan tinggi di jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Selama
bersekolah, subjek menunjukkan prestasinya dengan berhasil meraih
peringkat selama duduk di bangku Sekolah Dasar hingga Sekolah
Menengah Pertama. Akan tetapi, prestasi menurun saat subjek
menginjak bangku Sekolah Menengah Atas karena subjek mengakui
bahwa dirinya sudah mulai mengenal narkoba. Saat duduk di bangku
kuliah, subjek menceritakan bahwa prestasi baginya merupakan
sesuatu ketika dirinya mampu mengikuti aktivitas dan memperoleh
penghargaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Subjek juga memiliki relasi yang kurang sehat dengan teman-
temannya. Subjek cenderung membatasi diri dan membatasi
komunikasi dengan teman-temannya. Subjek mengatakan bahwa
dirinya memiliki sedikit teman perempuan. Menurut subjek, teman
perempuan merupakan sosok yang suka bergosip, sensitif, dan tidak
menyenangkan. Di sisi lain, ternyata subjek memiliki pergaulan yang
kurang sehat, yaitu bergaul dengan teman-teman yang nakal dan
pemakai narkoba. Pada awal berkenalan, subjek tidak mengetahui
bahwa teman-temannya merupakan pemakai narkoba. Akan tetapi,
semakin lama subjek semakin terpengaruh oleh pergaulan dan turut
mengonsumsi narkoba. Subjek merasa biasa saja karena ia merasa
kakaknya pun juga demikian. Subjek merasa temannya membujuknya
dan subjek sendiri juga merasa adanya masalah/ urusan yang belum
selesai (unfinished bussiness). Usia yang juga dianggap labil oleh
subjek juga menjadi salah satu faktor subjek terjerumus di pergaulan
tersebut.
Subjek merasa tidak pernah memiliki masalah yang begitu
berarti dengan teman-temannya. Subjek merasa bahwa dirinya
membatasi diri, sehingga ia hanya curhat (bercerita) seperlunya saja.
Subjek merasakan adanya ketakutan atau kekhawatiran yang tidak
beralasan sehingga subjek cenderung kurang terbuka dan memilih
tidak bercerita banyak dengan teman-temannya. Menurut subjek,
teman-temannya bersikap baik apabila merasa butuh saja. Selain itu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
teman-temannya dirasa tidak mengerti apa yang ada di dalam diri
subjek. Tetapi subjek juga menyadari bahwa dirinya juga merupakan
sosok yang tertutup, sehingga teman-temannya tidak mengenalnya
secara lebih dalam.
Teman-teman subjek dirasa memiliki pengaruh terhadap
subjek.Pengaruh yang dirasa positif adalah ketika teman-temannya
mengajak subjek untuk berpikir secara simple/ sederhana. Akan tetapi,
sisi negatifnya adalah subjek mabuk-mabukan bersama teman-
temannya dan mengonsumsi narkoba bersama teman-temannya.
Subjek memandang bahwa dirinya merupakan orang yang
mudah terpengaruh oleh suasana hati (emosian). Subjek juga
mengatakan bahwa dirinya itu flat/ datar. Perasaan datar tersebut
dikarenakan subjek merasa bahwa dirinya sudah terlatih demikian
selama masih masa anak-anak. Subjek merasa sejak masa anak-anak,
dirinya terbiasa memendam suatu masalah dan tidak mampu
mengungkapkannya. Subjek merasa setiap masalah yang datang akan
memiliki akhir yang sama. Subjek juga cenderung tertutup dan
memilih diam ketika menghadapi masalah. Subjek juga memilih untuk
pergi ketika dirinya sedang menghadapi suatu masalah.
Subjek saat ini telah bersuami dan memiliki anak berusia tujuh
tahun. Selama menikah, subjek merasa harmonis karena subjek
merasa selalu memanipulasi. Tindakan manipulasi yang dilakukan
subjek adalah subjek menutupi penggunaan dosis narkoba yang ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
gunakan. Subjek juga menceritakan bahwa sebelum menikah,
suaminya hanya mengetahui bahwa subjek telah berhenti (padahal
subjek masih mengonsumsi). Subjek juga bercerita bahwa dirinya
pernah mengalami overdosis sehingga anaknya dirawat oleh ibunya.
b) Subjek 2 (bro Y)
Subjek merupakan anak ke-dua dari dua bersaudara ketika
dirinya belum memiliki ayah tiri. Saat dirinya memiliki ayah tiri,
subjek memiliki tiga saudara tiri. Subjek tidak memiliki kedekatan
dengan saudara kandungnya maupun saudara tirinya. Subjek sering
mengalami sibling rivalry dengan saudara tirinya karena dirinya
merasa tidak diperhatikan sebagaimana saudara tirinya diperhatikan.
Subjek merasa bahwa dirinya merupakan anak yang paling
nakal, yaitu ditunjukkan dengan perilaku merokok dan melawan
peraturan yang dibuat oleh orang tuanya. Selain itu, subjek merasa
memiliki masalah emosional, yaitu sulit menerima kekecewaan.Emosi
yang tidak terkendali seperti mudah marah juga menjadi masalah bagi
subjek.
Menurut subjek, kedua orang tuanya memiliki pengasuhan yang
demokratis. Akan tetapi, ia cenderung menilai ayahnya memiliki
pengasuhan yang kuno. Pengasuhan yang kuno diceritakan
sebagaimana ayahnya sering memukuli subjek apabila subjek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
melakukan kesalahan. Subjek juga merasakan kurangnya kehangatan
maupun perhatian dari orang tuanya, terutama dari ayah tirinya.
Sosok ibu dianggap sebagai public figure bagi subjek karena ibu
dianggap sebagai sosok yang sabar, melayani, dan dapat dipercaya.
Sedangkan untuk ayah tiri, subjek menganggap bahwa ayah tirinya
telah menyelamatkannya dengan cara menjadikan subjek seorang
pegawai dan turut campur tangan ketika subjek mengalami adiksi.
Ketika mengalami masalah di dalam keluarganya, subjek selalu
memilih untuk pergi dan mabuk bersama teman-temannya. Subjek
terkadang merasa tidak ada jalan keluar dan sering memilih untuk
diam ketika ayah tirinya sedang marah. Subjek mengharapkan
ayahnya dapat menasehatinya dengan cara yang halus.
Subjek merasa kurang mendapatkan kehangatan dari orang
tuanya. Subjek lebih suka bermain mainan yang sederhana seperti
bermain layangan dibandingkan dibelikan mainan modern yang
memiliki harga mahal. Subjek menceritakan bahwa ayah tirinya lebih
ringan kepadanya dibandingkan dengan saudara tirinya. Sampai saat
ini, subjek tidak mengetahui kabar mengenai ayah kandungnya.
Subjek pun tidak berani untuk bertanya kepada ibunya karena subjek
takut apabila ia menyakiti ibunya.
Di lingkungan tempat tinggalnya, subjek juga kerap
mendapatkan pembicaraan yang kurang menyenangkan dari kumpulan
ibu-ibu rumah tangga di kampung tersebut. Kumpulan ibu-ibu tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
sering melontarkan pernyataan bahwa ibunya sudah menjadi milik
ayah tirinya. Subjek juga sering mendapatkan pembicaraan bahwa
dirinya bukan merupakan anak dari ayah tirinya. Dari hal tersebut
subjek merasa bahwa dirinya mendengarkan sesuatu yang belum
saatnya bagi subjek untuk mengetahuinya.
Subjek juga memiliki pergaulan yang buruk bersama teman-
teman di kampungnya. Subjek kerap berkumpul bersama dan
menggunakan narkoba bersama-sama. Subjek dan teman-temannya
sering menghabiskan waktu bersama dan “ndugal” bersama. Subjek
merasa dirinya dan perkumpulannya merupakan geng yang eksklusif
sehingga anak di luar kampung dirasa tidak percaya diri untuk
mendekati subjek.
Subjek menceritakan bahwa dirinya masuk di sekolah favorit
sejak SD hingga SMP. Subjek juga kerap mendapatkan prestasi
berupa memeroleh peringkat di dalam kelasnya. Subjek merasa
walaupun dirinya kurang suka membaca dan pernah membolos, tetapi
subjek tetap mendapatkan nilai yang baik.
Subjek merasa bahwa apabila dirinya berada di kost pada saat
duduk di bangku SMA, subjek tidak akan terjerumus ke dalam dunia
adiksi. Subjek mengatakan bahwa sebenarnya ia ingin menghindari
pergaulan yang tidak baik yang ada di kampungnya tersebut. Akan
tetapi, ibu subjek tidak mengijinkannya dengan alasan sekolah subjek
tidaklah begitu jauh dari rumahnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Sejak duduk di bangku SMP, subjek telah mengonsumsi morfin
dan menjadi seorang pengguna aktif. Subjek merasa mudah
mendapatkan prekusor narkoba karena pada jaman dahulu, tidak ada
UU narkotika yang melarang peredaran prekusor. Dengan adanya UU
kesehatan, subjek dengan mudahnya mendapatkan morfin di apotek.
Pada saat ini, subjek bekerja sebagai konselor adiksi di PSPP.
Sebelumnya, subjek bersama teman-temannya merintis berdirinya
panti rehabilitasi. Semakin lama, subjek semakin menikmati
pekerjaannya. Motivasi subjek bekerja sebagai konselor adiksi adalah
ingin menyelamatkan pecandu. Selain itu, subjek merasa bahwa yang
dapat memahami pecandu adalah mantan pecandu narkoba.
C. Analisis Data Penelitian
1. Kegagalan Regulasi Diri yang Dialami Oleh Subjek
Berikut akan dijabarkan faktor yang menjadi penyebab subjek menjadi
seorang pecandu. Faktor penyebab ditinjau melalui pola umum/
mekanisme kegagalan kegulasi diri yang dialami oleh subjek.
Tabel 4
Kegagalan Regulasi Diri yang Dialami Subjek
Subjek 1 (Sis X) Subjek 2 (Bro Y)
Rolling the snowball:
Baris: 16-17; 24-27; 71-73
Rolling the snowball:
Baris: 21-26
Letting it happen:
Baris: 134-137; 153-154; 158-161
Letting it happen:
Baris: 10-11; 133-136
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Subjek 1 (Sis X) Subjek 2 (Bro Y)
Pola sebab akibat kegagalan
Faktor: Ekologi Mikrosistem
Baris: 34-37; 61-62; 92-93; 129-
132; 147-149; 167-168
Tekanan Emosi
Baris: 94-97; 157-159; 169-179;
182-192
Pola sebab akibat
kegagalan faktor:
Ekologi Mikrosistem
Baris: 3-8; 14-16; 34-35
Ekologi Eksosistem
Baris: 92-97
Ekologi Makrosistem
Baris: 104-105; 106-109;
157-158
Reduksi pada Monitoring
Baris: 38-41; 45-48
Berikut adalah beberapa kutipan yang mendukung adanya faktor yang
menjadi predisposisi subjek untuk menjadi pecandu. Faktor predisposisi
ditinjau dari pola umum atau mekanisme kegagalan regulasi diri pada
masing-masing subjek:
a. Rolling the snowball
Rolling the snowball merupakan timbulnya efek yang lebih besar akibat
proses awal kejatuhan (Baumeister dkk., 1994). Masing-masing subjek
memiliki pengalaman yang sama. Mengonsumsi alkohol ataupun
merokok merupakan sebuah gerbang menuju adiksi. Setiap subjek
berawal dengan mengonsumsi alkohol atau merokok, kemudian berimbas
mengonsumsi narkoba hingga mengalami ketergantungan.
1) Subjek 1 (Sis X)
“habis alkohol, karena dulu di sekolah aku ibaratnya karena ada
yang ngedarin kan ya, saya tidak tahu itu bandar atau apa, tapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
kita bisa beli dari dia gitu, eee itu ganja, habis itu waktu SMA
itu. Waktu kuliah, saya pakai inex” (Baris: 24-27)
2) Subjek 2 (Bro Y)
“pertama kali mesti ya ngerokok, habis itu saya miras. Habis itu
ganja. Dulu namanya kokain mbak. Candu, itu adalah getahnya
ganja, dulu bisa dari situ. Terus pakai morfin. Dulu ga ada
istilah pecandu, user, penyalahguna, tapi dulu namanya
morfinis. Awake mesti kurus karena jadi ga doyan makan, raiso
turu, dan mesti takut sama air, makane ambune mesti ra enak”
(Baris: 21-26)
b. Letting it Happen
Pola kegagalan ini mengarah pada kesengajaan subjek untuk
menggagalkan regulasi dirinya. Selain itu, pola ini juga mengarah pada
kegagalan regulasi diri akibat merasa jenuh dan ingin melupakan masalah
sejenak (Baumeister dkk., 1994).
1) Subjek 1 (Sis X)
“....Kita punya masalah, terus kita makai, “ohh udah lupa nih
kalo ada masalah”. Padahal secara ga sengaja kita ninggalin
masalah di belakang. Kita makai, efek hilang kan masalah itu
timbul lagi tu....” (Baris: 158-161)
2) Subjek 2 (Bro Y)
“nah ya jalan keluarnya mending saya mendem wae biar saya
diperhatikan” (Baris: 10-11)
c. Pola Sebab-Akibat Kegagalan
Kegagalan regulasi diri dapat terjadi akibat adanya faktor yang menjadi
pemicu gagalnya regulasi diri (Baumeister dkk., 1994). Pada bahasan ini,
faktor yang menjadi pemicu adalah faktor ekologi/ lingkungan tempat
subjek berada. Selain itu, pola sebab akibat kegagalan juga meninjau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
adanya tekanan emosi yang dialami subjek akibat adanya masalah yang
menumpuk.
1) Subjek 1 (Sis X)
Ekologi: mikrosistem, merupakan relasi individu dengan lingkungan
terdekatnya seperti keluarga, teman, maupun dengan lingkungan kerja
(Bronfenbrenner, 1994).
“ya itu juga komunitas, kita kumpul, pada minum, fun, karoke.
Nah makin ke sini, kita kan juga ngrokok itu, nah terjerumuslah
ke ganja. Karena yaa ajakan dari temen” (Baris: 34-37)
Adanya Tekanan Emosi:
“....yang kedua saya juga punya banyak masalah yang saya gak
bisa buat meng-cover itu, yasudah saya terjerumus di situ.
Setelah nyobain, eh itu malah bikin masalah karena setelah saya
nyobain, itu malah bikin kecanduan badan saya” (Baris 94-97)
2) Subjek 2 (Bro Y)
Ekologi: mikrosistem, merupakan relasi individu dengan lingkungan
terdekatnya seperti keluarga, teman, maupun dengan lingkungan kerja
(Bronfenbrenner, 1994).
“.....Karena bapak itu yo rodo slewang-sleweng. Saya berpikir
lho ya waktu itu, bapak keras dengan saya karena untuk
menutupi kesalahannya saja. Waktu itu saya mikir, ibu saya
wesdi’pek karo wong liyo yo kan aku ra trimo....‟ (Baris: 3-8)
Ekologi: Eksosistem, yaitu lingkungan di mana subjek tidak berperan
secara langsung tetapi mengalami dampak melalui sistem yang
berlaku (Bronfenbrenner, 1994).
“saya pakai dari tahun 1975 sampai tahun 1998. Nah habis itu
ada undang-undang kesehatan kan ya. Sakjane kalo narkotika itu
dimasukkan ke dalam undang-undang kesehatan, ee jadi gini
mbak, dulu mencari prekusor itu mudah dan tersedia di apotek,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
tidak seperti sekarang. Karena apa? Ya undang-undang
kesehatan itu. Sekarang kan pakainya UU narkotika, ya susah
juga dapatnya” (Baris: 92-97)
Ekologi: Makrosistem,yaitu bagaimana status sosioekonomi maupun
gaya hidup memberikan penaruh terhadap kehidupan individu
(Bronfenbrenner, 1994).
“iya mbak. Toleransinya itu cepet banget mbak. Karena apa?
Dulu kan saya ga kehilangan duit” (Baris: 104-105)
d. Reduksi pada Monitoring
Kegagalan regulasi diri dapat terjadi apabila subjek tidak memiliki self
awareness dan tidak memiliki evaluasi diri (Baumeister dkk., 1994).
1) Subjek 2
“kalau disuruh menilai, ya saya tau itu ga baik. Tapi yang
namane pecandu kan tidak bisa menilai. Nah gini, sekarang aku
tanya, nek kamu memakai narkoba, ini andaikan aja lho ya,
menurutmu itu kepinginan apa kebutuhan?” (Baris: 38-41)
2. Kondisi Subjek Saat Menjadi Pecandu
Berikut akan dijabarkan mengenai kondisi saat subjek mengalami masa
adiksi. Subjek mengingat-ingat pengalaman ketika dirinya menjadi
seorang pecandu. Kondisi saat menjadi pecandu ditunjukkan dengan
karakteristik adiksi yang dimiliki oleh subjek dan bagaimana regulasi diri
semakin terbenam ketika subjek mengalami adiksi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Tabel 5
Kondisi Saat Menjadi Pecandu
Kondisi Subjek 1 (Sis X) Subjek 2 (Bro Y)
Karakteristik
Ketergantungan
1. Mengalami gejala
putus zat. (Baris: 46-
50; 75-87; 266-268;
271-274; 318-321)
2. Mengalami toleransi.
(Baris: 110-111; 113-
114; 117-119; 369-
372; 380-383)
3. Kurang berhasil
melakukan kontrol
diri. (Baris: 207-214)
4. Aktivitas untuk
mendapatkan zat.
(Baris: 222-228; 251-
258)
5. Kurangi aktivitas
sosial (Baris: 401-
405)
1. Mengalami toleransi.
(Baris: 64; 71-73; 101-
102)
2. Mengalami gejala
putus zat/ sakau (Baris:
117-119/ 140-142;
157-158)
3. Mengurangi aktivitas
(Baris: 121-124; 318-
322)
Terbenamnya
regulasi diri
Pemberontakan atensi
adanya gratifikasi dari
narkoba (Baris: 64-69;
103-107; 218-223; 236-
241; 296-297; 337-342;
353-356)
Pemberontakan atensi
efek menyenangkan dari
narkoba (Baris: 112-114;
130-132; 175-177)
Letting it happen (Baris:
289-292)
Letting it happen (Baris:
206-209)
Reduksi pada monitoring Reduksi pada monitoring
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Kondisi Subjek 1 (Sis X) Subjek 2 (Bro Y)
hilangnya evaluasi
diri (Baris: 195-197; 294-
295; 300-302; 312-316)
hilangnya evaluasi diri
(Baris: 200-203; 331-336)
Berikut merupakan beberapa pernyataan subjek mengenai kondisi regulasi
dirinya selama menjadi seorang pecandu. Karakteristik adiksi yang dialami
oleh subjek menjadikan kemampuan regulasi diri subjek semakin terbenam.
a. Subjek 1 (Sis X)
Berikut adalah contoh pernyataan subjek yang menunjukkan kemampuan
regulasi dirinya semakin terbenam selama mengalami adiksi
1) Pemberontakan atensi
Pemberontakan atensi terjadi apabila subjek mengalami gratifikasi
atau merasakan adanya efek yang menyenangkan dari narkoba yang
dikonsumsinya (Baumeister dkk., 1994).
“.......Kalo udah make, emosional kan. Itu udah emosional. Tapi
kalo kita udah kena Puttaunya, itu rasanya kayak damai gitu,
udah ga ada yang dipikirin, udah di badan rasanya enak gitu.
Eee apa ya, saya tu kalo lagi dapetin tu barang pas ketemu
bandar, udah ni langsung kluarin alat tembaknya, langsung
beraksi “set set set..” . udaahh kayak gitu, “sensasional”. Gitu..”
(Baris: 337-342)
2) Letting it happen
Kegagalan regulasi diri dapat terjadi ketika subjek merasa “kepalang
tanggung”, yaitu kondisi saat melakukan suatu kesalahan, akan terus
berulang untuk menekan perasaan bersalah tersebut (Baumeister dkk.,
1994).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
“kepalang tanggung. Itu jadi istilahnya pada saat itu di tingkat
udah ga bisa mikir, mau gimana juga udah ga ngerti, jadi udah
ga kepikiran untuk sayang sama diri sendiri.” (Baris: 289-292)
3) Reduksi pada monitoring
Terbenamnya regulasi diri dapat pula terjadi ketika subjek mengalami
deindividuasi, yaitu kondisi saat subjek kehilangan evaluasi diri atas
apa yang telah ia lakukan (Baumeister dkk., 1994).
“ha‟a bener. Jadi yaudah sama sekali udah ga sayang sama diri
sendiri. Kan udah kesel tadi.” (294-295)
b. Subjek 2 (Bro Y)
Berikut adalah contoh pernyataan dari subjek mengenai kondisi regulasi
dirinya yang semakin terbenam selama ia mengalami adiksi:
1) Pemberontakan atensi
Subjek merasakan adanya efek yang menyenangkan dari
mengonsumsi narkoba, sehingga regulasi dirinya semakin terbenam
“ya terus mendewakan begitu kalau pecandu. Lha aku pakai ini
rasane ra susah, ora mikir, wes rasane koyo digendong dewo
ngono kae.” (Baris: 130-132)
2) Letting it happen
Regulasi diri semakin terbenam dengan adanya pembiaran atau
kesengajaan untuk gagal (Baumeister dkk., 1994). Istilah tidak
berdaya muncul, padahal itu hanya pembenaran dari subjek dan murni
kegagalan terjadi atas kesadaran dan kesengajaan.
“ya jelas, karena kita ga ada berdaya. Satu, seorang pecandu itu
selalu ingin membahagiakan orang lain dalam tanda kutip.
Berarti ketidakberdayaan itu kalau dia ditawari meneh. Kedua,
bahwa seorang pecandu itu selalu tidak mau tahu.” (Baris: 206-
209)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
3) Reduksi pada monitoring
Adanya deindividuasi membuat subjek kehilangan evaluasi dirinya
(Baumeister dkk., 1994). Subjek semakin tidak mengenal bahkan
tidak sayang pada dirinya sendiri
“ya saya akan sombong. Karena seorang pecandu itu akan
sombong. Karena saya pernah menjadi orang normal, tapi kamu
belum pernah jadi orang pecandu.Itu kesombongannya mereka.
Jadi kalo pridenya yak, kalo actionnya itu no. Nek karo wong
liyo, “woo sapa elu”. Padahal sakjane yo ngrasa, “aku ki sopo to
sakjane?” (Baris: 331-336)
3. Awal dari Proses Regulasi Diri
Pada bagian ini, akan dijabarkan mengenai proses awal pemulihan subjek
sehingga pada akhirnya subjek memiliki kemampuan untuk meregulasi
dirinya.
Tabel 6
Awal Proses Regulasi Diri
Proses Subjek 1 (Sis X) Subjek 2 (Bro Y)
Munculnya
keinginan
untuk pulih
1. Mengalami kejenuhan
(Baris: 428-431)
2. Keinginan untuk
berhenti (Baris: 452-
454)
3. Mengalami overdosis
(Baris: 438-442)
1. Mengalami kejenuhan
(Baris: 277-281)
2. Keinginan untuk
berhenti (Baris: 187-
191)
3. Mengalami stagnasi
(Baris: 187-188; 296-
301)
Proses
rehabilitasi
1. Program yang dirasa
cocok CBT (Baris
473-476)
1. Program yang dirasa
cocok terapi grup
(Baris: 341-347)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Proses Subjek 1 (Sis X) Subjek 2 (Bro Y)
2. Menahan sakau (Baris:
502-504; 514-519)
3. Refleksi (Baris: 489-
492)
4. Mendapatkan role
model (Baris: 781-789)
2. Menahan sakau (Baris:
351-357)
3. Latihan regulasi emosi
(Baris: 417-427)
4. Mengevaluasi diri
(Baris: 430-439)
Mengalami
PAWS dan
sakau psikis
1. PAWS (Baris: 540-
542; 544-546; 1221-
1221)
2. Sakau Psikis (Baris:
529-530; 536-538)
1. PAWS (Baris: 212-
217; 219-221; 232-
235; 251-252; 597-
600; 762-765; 963-
964)
2. Sakau Psikis (Baris:
227-228)
MENGALAMI
RELAPSE saat
sebelum benar-benar
mengalami recovery
(Baris: 374-379; 800-
803; 786-790)
SEBAB
RELAPSEemotional
relapse (Baris: 384-390;
507-512; 735-748; 750-
754; 774-775; 820-824;
839-844)
Pola/ mekanisme
kegagalan regulasi diri:
Pemberontakan atensi
(386-390; 507-512)
Letting it happen (384-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Proses Subjek 1 (Sis X) Subjek 2 (Bro Y)
388; 735-748)
Faktor yang
mendukung
terbentuknya
unsur regulasi
diri
1. Merasakan dampak
negatif dari adiksi
merasakan tubuhnya
hancur (1285-1287;
1329-1335)
2. Adanya kebutuhan
mengurus anak (607-
610; 683-686; 1302-
1305
1. Merasakan dampak
negatif dari adiksi
mendapatkan
diskriminasi (679-682)
2. Adanya kebutuhan
bekerja/ berkarya
(855-859; 1008-1011)
Berikut adalah pertanyaan subjek untuk menggambarkan proses pemulihan
yang dialami oleh subjek. Proses pemulihan melibatkan awal mula mengapa
subjek ingin pulih, proses rehabilitasi, dan gejala yang muncul pasca
rehabilitasi (termasuk relapse yang dialami oleh subjek 2)
a. Subjek 1 (Sis X)
1) Keinginan untuk pulih
Keinginan untuk pulih muncul ketika subjek sudah merasa jenuh akan
kondisi adiksinya dan mengalami overdosis
“....karena itu tadi saya bilang, saya tu udah jenuh, saya dah
capek. Dan waktu itu saya Oktober ulang tahun, saya tu bilang,
“yaudahlah Tuhan, saya tu udah capek, pokoknya gimana
caranya”. Aku udah ngomong gitu...”.........Nah dari situ saya
nyoba kan, sampai dosis tinggi, dikit lagi.. dikit lagi.. oh kena
nih.. yaudah langsung klimaksnya di situ, saya overdosis.
(Baris: 428-431)
2) Program Rehabilitasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Subjek menjalani program rehabilitasi untuk mengubah
perilakunya.Program yang dirasa cocok adalah Cognitive Behavioral
Therapy (CBT). Subjek juga diajak berefleksi agar mengenal dirinya,
menahan gejala putus zat, dan mendapatkan panutan untuk dijadikan
contoh.
“kalo saya, untuk saya itu CBT.. selain itu, tanpa diberi itu saya
juga liat realitanya. Liat efek dari Puttau juga.Banyak yang mati
juga. Kita berapa orang, paling ga nyampe empat orang dari
angkatan kita” (Baris: 473-476)
3) Mengalami Post Acute Withdrawl Syndrome (PAWS) dan Sakau
Psikis.
Subjek mengalami gejala-gejala seperti sakau pasca menjalani
rehabilitasi. Gejala tersebut muncul dalam durasi yang lama dalam
kehidupan subjek.
“emosional aja. Ga enak deh badannya pokoknya, ga kayak
biasanya gitu.Ya duduknya ga nyaman juga, emosional,
tersinggungan, dan itu ada masa-masanya. Kalau kita alami itu
seumur hidup” (Baris: 540-542) PAWS
“Jadi kalau sakau psikis itu sampai mimpi basah, dalam artian
itu kita mimpi “makai”, itu seharusnya udah kelar (Baris: 536-
538) sakau psikis
4) Faktor yang mendukung terbentuknya unsur regulasi diri
Subjek merasakan dampak negatif dari kondisi adiksi yang dialaminya
di masa lalu. Subjek merasakan dampak bahwa tubuhnya serasa
hancur, sehingga subjek tidak ingin “jatuh” kembali. Subjek juga
mendapatkan label negatif dari masyarakat. Adanya dampak negatif
yang dirasakan membuat subjek ingin pulih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
“........ Ya karena saya ngerasa lelah Sis, lelah sama keadaan
yang seperti “itu” terus. Karena aku udah ngrasain gimana
rasanya hancur, dan itu ga enak banget. Hancur semua badanku
ini. Jadi karena kegagalan, itu yang jadi motivasi buat aku.Itu
juga yang bikin aku punya tujuan hidup. Aku juga dapat black
label dari masyarakat, dari sosial kan...” (Baris: 1329-1335)
Faktor lain yang mendorong terbentuknya unsur regulasi diri adalah
adanya kebutuhan yang disadari oleh subjek, yang mana kebutuhan
tersebut merupakan kebutuhan yang dirasa penting bagi subjek.
Selama mengalami adiksi, subjek merasa tidak mampu memenuhi
kebutuhan tersebut.
“.....Mikirnya itu dalam artian, “oh mereka masih bisa ngasih
makan ke anak, masih bisa ngelindungin anak”. Iya karena
naluri manusia ya. Karena aku harus bisa ngehidupi anakku.”
(Baris: 1302-1305)
b. Subjek 2 (Bro Y)
1) Keinginan untuk pulih
Berikut adalah kutipan dari subjek ketika dirinya mengalami tahap
stagnasi sehingga dirinya merasa jenuh dan memutuskan untuk
mengikuti program rehabilitasi
“iya. Tetapi sebenarnya itu paling efektif buat rehab karena
menggunakan apa-apa sudah tidak nyaman lagi, jadi hanya
untuk menghilangkan rasa sakit. Tetapi hepi rasa senang itu
nggak ada. Euforia juga ga ada. Yaudah berhenti di situ terus,
kan rasanya ga enak kan? Rasane cuma sakit aja, biar ga sakau.
Tapi itu malah bikin awake loro kabeh mbak. Karena tidak ada
kepuasan secara psikis.” (Baris: 296-301)
2) Program Rehabilitasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Program rehabilitasi yang dirasa cocok oleh subjek adalah terapi grup,
sehingga subjek mendapatkan evaluasi dan berlatih untuk meregulasi
emosinya.
“ya sama seperti di sini. Yang mana ada 18 grup terapi yang
tidak semua orang bisa “in”. Tapi ada di antara 18 grup terapi itu
yang mesti “in” walaupun hanya satu. Jadi memang ada grup-
grup terapi yang pas untuk mengubah perilaku saya. (Baris: 341-
347)
3) Mengalami Post Acute Withdrawl Syndrome (PAWS) dan Sakau
Psikis
“yang paling itu yang karena adanya PAWS. Itu muncul kan
karena secara fisik racun di tubuh itu ke otak, jadinya ingat,
naah itu yang bahaya. Karena kalau sudah di otak itu terbuka
semua yang dulu ada, yang seharusnya kita tutup itu terbuka.”
(Baris: 597-600)
“kalau sakau psikis, itu mimpi pakai. Jadi dilakoni satu kali
sakau itu selesai” (Baris: 227-228)
4) Mengalami Relapse
Sebelum benar-benar pulih, subjek mengalami relapse/ kekambuhan
kembali. Subjek mengalami emotional relapse, yaitu kondisi saat
dirinya memiliki persepsi yang salah mengenai orang lain sehingga
mudah mengalami gejolak emosi.
“lha mlebu nang panti bolak-balik nganti ping pitu kan lak yo
relapse terus to?” (Baris: 374-379)
Sebab relapse emotional relapse
“iya itu sebenarnya karena luapan emosi ya, karena keluar dari
panti itu harusnya bisa handle feeling ya. Cuma karena kendala
sesuatu itu seperti orang tua saya menyinggung saya.
Sebenarnya kalau waras ya tidak apa-apa, hanya saja waktu itu
saya masih berjuang untuk recovery kan jadi mudah sekali jatuh
dan mudah sekali terganggu. Jadi relapse sewaktu sudah pulang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
dari rehab itu bukan karena kepinginan, bukan karena
kepinginan badan karena nagih karena itu sudah dilalui di panti
selama satu tahun. Cuma di sini relapsenya adalah relapse
perilaku. Jadi relapse perilaku itu karena misalnya tersinggung
dengan pacar saya dulu. Mungkin juga waktu orang tua
mengembalikan kata-kata yang gak aku seneng. Atau aku
melihat perbuatan teman-teman yang selalu menghina. Jadi
relapse saya yang tujuh kali itu adalah relapse perilaku, bukan
relapse secara fisik.” (Baris: 735-748)
Sebab relapse masih mengalami pola umum/ mekanisme
kegagalan regulasi diri
Pemberontakan atensi: subjek masih belum mampu menilai apa yang
terjadi di balik situasi segera dan hanya menilai berdasarkan dari
pemahamannya sendiri
“........Lha aku mendem meneh. Sepele to? Tapi seorang pecandu
itu masalah kecil dibesarkan, bukan masalah besar terus
dikecilkan. Karena semuanya dinilai dari dirinya sendiri, tidak
pernah dari omongan orang lain. Akhirnya yang terjadi apa? Ya
menilai kalo orang lain itu salah” (Baris: 386-390)
Letting it happen: subjek kembali menggunakan narkoba sebagai
langkah untuk menekan rasa kecewanya terhadap perbuatan orang
lain.
“iya itu sebenarnya karena luapan emosi ya, karena keluar dari
panti itu harusnya bisa handle feeling ya. Cuma karena kendala
sesuatu itu seperti orang tua saya menyinggung saya.
Sebenarnya kalau waras ya tidak apa-apa, hanya saja waktu itu
saya masih berjuang untuk recoverykan jadi mudah sekali jatuh
dan mudah sekali terganggu. Jadi relapse sewaktu sudah pulang
dari rehab itu bukan karena kepinginan, bukan karena
kepinginan badan karena nagih karena itu sudah dilalui di panti
selama satu tahun. Cuma di sini relapsenya adalah relapse
perilaku. Jadi relapse perilaku itu karena misalnya tersinggung
dengan pacar saya dulu. Mungkin juga waktu orang tua
mengembalikan kata-kata yang gak aku seneng. Atau aku
melihat perbuatan teman-teman yang selalu menghina. Jadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
relapse saya yang tujuh kali itu adalah relapse perilaku, bukan
relapse secara fisik. (Baris: 735-748)
5) Faktor yang mendukung terbentuknya unsur regulasi diri
Subjek merasakan dampak negatif dari kondisi adiksi yang dialaminya
di masa lalu. Subjek mengatakan bahwa dirinya mendapatkan label
negatif dari masyarakat. Adanya dampak negatif yang dirasakan
membuat subjek ingin pulih
“.....Ini sebagai contoh, di kampung saya, saya ini disingkirkan
dan mulai ada diskriminasi. Aku ikut ronda aja ga boleh lho Sis,
dikiranya nanti ngajak mendem. Diskriminasi itu aku mau ikut
lomba aja ga boleh lho Sis. Sistem sosial yang membangun,
misal aku meh golek surat kelakuan baik aja ga pernah entuk lho
Sis karena saya sudah dipenjara tiga kali....” (Baris: 679-682)
Faktor lain yang turut memberikan pengaruh terhadap terbentuknya
unsur regulasi diri adalah adanya kebutuhan yang disadari oleh subjek,
yang mana kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan yang dirasa
penting bagi subjek. Selama mengalami adiksi, subjek merasa tidak
mampu memenuhi kebutuhan tersebut.
“satu, karena termotivasi dari adik-adikku dong. Masa adik-
adikku pada “jadi” smua, aku malah ga jadi sendiri? Ya karena
aku sendiri pun pengen punya anak, pengen punya bojo, ya
makane aku harus berkarya. Jadi aku ga bisa “njagakake” orang
tua terus.” (Baris: 1008-1011)
4. Bentuk dan Upaya Regulasi Diri Pasca Rehabilitasi
Pada proses ini, kedua subjek telah menunjukkan kemampuan meregulasi
dirinya ditinjau dari unsur-unsur regulasi diri, menghindari pola
kegagalan regulasi diri, maupun faktor lain yang turut membantu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
keberhasilan subjek untuk menjaga recoverynya. Akan tetapi, subjek 1
(Sis X) mengalami slip/ lapse dan tetap menjaga regulasi dirinya.Selain
itu, terdapat makna atas pengalaman adiksi yang telah dilalui oleh subjek.
Proses regulasi diri terus dilakukan oleh kedua subjek karena hingga saat
ini, subjek masih mengalami dorongan berupa munculnya pikiran-pikiran
untuk kembali mengonsumsi narkoba.
Tabel 7
Bentuk dan Upaya Regulasi Diri
Dinamika Subjek 1 (Sis X) Subjek 2 (Bro Y)
Unsur Regulasi
Diri
1. Membuat tujuan
(Baris: 603-605; 1066-
1069; 1076-1079)
2. Monitoring kenali
PAWS (Baris: 591-
591; 1097-1103) &
Menjadi role model
(Baris: 973-976; 1113-
1116; 1253-1255)
3. Operate/ menjalankan
beradaptasi (Baris:
458-462)
1. Membuat tujuan
(Baris: 855-859; 525-
536; 613-625)
2. Monitoring kenali
PAWS (Baris: 690-
694) & Menjadi role
model (Baris: 444-448;
515-522; 978-985)
3. Operate/ menjalankan
beradaptasi (Baris:
938-940; 942-946;
948-950)
Mencegah pola
atau mekanisme
kegagalan regulasi
diri
1. Cegah kelambanan
psikologis
selfstopping (Baris:
554-556; 591-594;
595-597; 936-940;
984-987; 1035-1037;
1. Cegah kelambanan
psikologis self
stopping (Baris: 269-
273; 544-548; 636-
637; 893-895)
2. Cegah pemberontakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Dinamika Subjek 1 (Sis X) Subjek 2 (Bro Y)
1086-1088; 1134-
1143)
2. Cegah pemberontakan
atensi fokus (Baris:
577-578; 584-588;
694-710; 705-720;
722-736; 804-807;
827-829; 816-821;
994-998; 838-843;
1228-1231)
3. Cegah pola sebab
akibat kegagalan
atasi masalah (Baris:
1043-1055; 1060-
1063; 1120-1125)
atensi transcendence
(Baris: 287-289; 400-
406; 574-580; 604-
610; 648-655; 674-
677; 582-588)
3. Tingkatkan kekuatan
regulasi diri (Baris:
582-588; 903-911)
Faktor Ekologi Mikrosistem berupa
dukungan dari keluarga
atau teman (Baris: 562-
569; 591-597; 620-625;
924-934; 963-968; 1234-
1239)
Eksosistem susah
dapatkan puttau/ tidak
beredar (Baris: 796-799)
Mikrosistem
dukungan keluarga dan
teman (Baris: 211-217;
265-267; 361-370; 455-
464; 932-937)
Self Efficacy Memiliki niat (Baris:
1258-1277)
Sumber efikasi diri:
mendapatkan social
modelling (1314-1319)
Memiliki niat dan
komitmen (Baris: 851-
853; 874-876; 699-706)
Sumber efikasi diri:
mendapatkan social
modelling (1036-1039)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Dinamika Subjek 1 (Sis X) Subjek 2 (Bro Y)
Makna Pengalaman adiksinya
(Baris: 628-638; 658-
661; 680-691)
Pengalaman adiksinya
(Baris: 666-669; 673-
687; 707-716; 724-731;
995-999) MENGALAMI SLIP/
LAPSE (saat ini)
1. Mengalami slip (Baris:
829-831; 1211-1214)
2. Pola kegagalan
regulasi diri:
Pola sebab akibat
kegagalan
mengalami tekanan
emosi (Baris: 954-957)
Letting it happen
rasa jenuh & rindu
(Baris: 870-874; 845-
847; 900-903)
Regulasi diri adalah
kekuatan yang terbatas
(Baris: 878-880; 943-
951; 1184-1188)
3. Faktor ekologi
mikrosistem (Baris:
1009-1018)
4. Kurangnya efikasi diri
(Baris: 895-897; 1171-
1182; 1190-1198)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Berikut beberapa pernyataan subjek yang mendukung mengenai dinamika
subjek dalam menjaga recovery. Dinamika tersebut meliputi adanya unsur
regulasi diri, mencegah pola kegagalan regulasi diri, dan faktor-faktor yang
turut membantu subjek dalam menjaga recoverynya.
a. Subjek 1 (Sis X)
1) Unsur regulasi diri
Membuat tujuan membuat suatu standar, dapat berupa norma,
keinginan individu, harapan mengenai orang lain, atau hal yang ingin
dicapai.
“ini ga tau jangka panjang atau jangka pendek. Yang jelas saat
itu saya mau..saya mau menjadi ibu yang baik bagi anak saya.”
(Baris: 603-605)
Memonitoring perilakunya tetap berada pada trek agar tujuan
tersebut tercapai. Cara yang dilakukan subjek 1 adalah dengan
mengenali tanda-tanda PAWS dan dengan menjadi role model bagi
residen di panti rehabilitasi
“itu semua ada tanda-tandanya ya. “Wah ini pikiran udah dateng
ni, walaupun cuma sebentar nih”. Nanti kalau udah lapse,
takutnya slip. Kalau kayak gitu, aku jauh-jauh hari udah harus
ada plan atau rencana. Misal, “bro atau sis, yuk besok kita pergi
ke mall” atau “yuk anterin karaoke, kita karaoke
sebentar”.Yaudah gitu aja sih.Untuk menghindar dari udah ada
sinyal-sinyal.Udah ngerti gitu.” (Baris: 1097-1103)
“kalau di sini aku mencoba jadi role model buat mereka. Juga
aku cari kesibukan.Tapi ya ternyata itu kesibukan dateng
sendiri.” (Baris: 1253-1255)
Operate/ menjalankan beradaptasi terhadap lingkungan dengan
cara menyesuaikan atau mengubah lingkungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
“kalo aku pribadi ya, makanya aku ni move dari Jakarta ke sini
kan, karena kalo balik ke sana lagi aku ga ngerti gitu lho, cerita
ini ga mungkin ada. Yang jelas di sini aku di kasih treatmen
sama konselor aku juga. Aku dikasih kegiatan juga.Kegiatan
untuk ngelupain masa kekosongan pikiran.” (Baris: 458-462)
2) Mencegah pola umum atau mekanisme kegagalan regulasi diri
Cegah kelambanan psikologis dengan menghentikan dorongan
sejak awal kemunculan
“iya. Itu kita harus berani untuk larinya itu lho.Kadang tu ya
pikiran itu muncul, sampai kita tu lupa untuk pergi dari
tempat.Padahal pergi dari tempat itu efektif banget buat hindari
lapse itu tadi, lapse yang terus-terusan. Jadi kalo sekalinya
mikir, mending kita langsung minggat dari tempat.” (Baris: 936-
940)
Cegah pemberontakan atensi dengan cara fokus untuk bertahan
pada kondisi abstinen dan memperkuat atensi untuk menjaga kondisi
abstinen
“kalo gini saya ngomong ga ada barangnya gitu, saya ga mau
munafik, jika suatu saat handle feeling saya loss, saya bisa pake
lagi, tapi balik lagi ke poin saya sebelumnya, semua itu ada di
pikiran sama hati saya. Bagaimanapun juga saya masih punya
hati, saya masih punya pikiran, itu yang mem-blocking saya.
Kita bisa berusaha, sisanya nanti kita serahkan pada Tuhan, gitu
kan.. Tapi paling tidak saya bisa me-manage semua itu.” (Baris:
694-701)
Cegah pola sebab akibat kegagalan dengan cara mengatasi masalah
agar tidak mengalami tekanan emosi
“sekarang aku untungnya belajar memilah dan memilih. Jadi
misal banyak nih ya permasalahanku, di otak itu aku milih,
mana nih masalah yang harus aku selesaikan dulu..........” (Baris:
1043-1055)
3) Faktor ekologi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Faktor yang berasal dari lingkungan yang turut membantu dalam
keberhasilan subjek dalam menjaga recoverynya. Faktor ekologi
(dalam hal ini mikrosistem) juga memberi pengaruh bagi regulasi diri
subjek 1. Pengaruh yang dirasakan antara lain mendapatkan
dukungan, terutama saat-saat subjek mengalami gejala PAWS.
Dukungan yang diterima subjek berupa rasa pengertian dari teman
subjek 1. Faktor ekologi (mikrosistem) berguna sebagai pengalihan
dorongan bagi subjek 1.
“he‟em. Dan untungnya temenku itu udah paham kalo aku itu
ngajakin keluar tu pasti aku lagi ga enak, karena aku juga udah
ngomong. “Jujur Bro, Sis, pikiranku lagi ga ini..” Nah kita pergi
karaoke, ntar patungan.Gitu sis. “Yang penting bisa nylametin
yang satu ini”, mungkin pikir mereka kayak gitu daripada
akunya nanti kayak gimana gitu kan.” (Baris: 963-968)
4) Self efficacy merupakan keyakinan diri pada subjek bahwa dirinya
mampu berperilaku sesuai dengan yang diharapkan. Walau subjek 1
terlihat kurang begitu yakin (terdapat pada penjelasan ketika subjek
mengalami slip), subjek 1 tetap berusaha untuk menjaga kondisi
abstinennya.
“yakin. Aku harus yakin kalau aku bisa. Ya walaupun kadang
ada pesimisnya. Kalau muncul pikiran pesimis tadi, ya kita
harus kalahin dengan yakin itu tadi. Ini aku lagi proses mencoba
Sis, masih berusaha bener-bener ini.” (Baris: 1258)
Sumber Self Efficacy: social modelling, yaitu subjek mendapatkan
keyakinan bahwa dirinya mampu abstinen karena melihat pengalaman
dari konselor adiksinya yang juga merupakan seorang mantan pecandu
narkotika.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
“...Jadi sebelumnya aku juga melihat contoh nyata role
modelnya. Kalo aku di sini role modelnya adalah Bro Y, jadi dia
dulu juga pecandu tapi bisa sembuh. Bro Y itu kalo aku lihat dia
sering diterpa masalah, tapi dia itu kok tenang. Jadi aku punya
contoh nyata dari dia itu. Kenapa saya bisa handle feeling ya
karena saya melihat ada contoh nyata.” (Baris: 1314-1319)
sumber dari efikasi diri
5) Makna personal makna akan pengalaman personal, dalam hal ini
adalah pengalaman adiksi pada subjek
“itu juga simple aku ee memaknai itu. “Akhirnya bisa juga
hidup sehat..hidup sehat dalam arti, saya masih ngrokok, itu
nggaa trouble ya..”. Tapi saya bisa ngrasain oo pagi-pagi ee saya
itu kayak kehilangan memori pada saat saya dulu. Soalnya dulu
pas masih make, ga tau rasanya gimana ya orang normal ga
pake. Kayak gitu. Pagi-pagi kerja, pada sehat-sehat aja gitu.
Sedangkan dulu, pagi-pagi kita mau kerja, kita mau ngajar
murid, eh udah sakau aja.Yaa seperti itu rasanya. Akhirnya saya
bisa merasakan seperti orang normal, saya belum diambil
nyawanya, karena sudah dua hari lebih lah saya koma. Sampe
OD (overdosis) gitu” (Baris: 628-638)
6) Mengalami Slip/ Lapse
Subjek 1 mengalami slip (penggunaan narkotika dalam episode
tunggal) setelah menjalani proses rehabilitasi. Berikut adalah bukti
pernyataan subjek bahwa dirinya mengalami slip
“pengen mengobati rasa “ah pengen gini ya, pengen gini ya”.
Yang penting ada drugs, yang penting ada zat yang masuk. Tapi
tidak mau kembali ke karakter drugs yang sebelumnya.” (Baris:
1211-1214)
Faktor ekologi mikrosistem: subjek berada di perkumpulan di mana
terdapat teman-teman subjek yang masih menggunakan narkoba.
Subjek merasa bahwa dirinya tidak dapat menarik diri dari
perkumpulan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
“saat itu ya, karena oh pengaruh temennya juga seperti itu kan.
Karena gini, kalau pada saat itu aku narik diri, kan nggak
mungkin, gitu. Atau mungkin karena keadaannya yang ga
mungkin aku langsung pergi gitu aja. Jadi aku pakai “itu” pun
karena sudah ada di situ. Yang “slip” itu memang sudah ada di
situ..........” (Baris: 1009-1018)
Kurangnya efikasi diri atau keyakinan diri subjek 1 merasa bahwa
dirinya tidak mungkin 100% bersih dari penggunaan narkoba jenis
apapun. Dari hasil member checking, subjek juga menambahkan
bahwa ia berada pada lingkungan yang sangat beresiko dan merasa
masih sangat mudah menemukan narkoba jenis lain (bukan puttau).
“........Slip nggak boleh, dan lapse itu juga sebenarnya nggak
boleh. Tapi kalau diriku sendiri seperti mereka, sepertinya
unbelievable.” (Baris: 895-897)
Adanya pola kegagalan regulasi diri subjek 1 masih mengalami
pola umum/ mekanisme kegagalan regulasi diri antara lain:
Pola sebab akibat kegagalan: subjek mengalami tekanan emosi akibat
adanya faktor pemicu. Dari hasil member checking, subjek
menambahkan bahwa faktor pemicu juga diperoleh karena lingkungan
subjek 1 dirasa tidak mendukung.
“iya karena ada faktor “X”nya. Memang tidak menyangkali
ya..karena memang semua itu dari diri sendiri. Tetapi ada juga
faktor pemicunya kan. “Ah ini orang mabok-mabokan mulu”,
nah kitanya kan jengkel.” (Baris: 954-957)
Letting it happen: subjek dengan sengaja mengonsumsi narkoba
(bukan drug choicenya) dengan alasan untuk mengobati rasa kangen
yang dialaminya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
“untuk mengalihkan kali ya. Aku yang pengen banget nih pakai
puttau. Lalu aku “slip” itu aku juga ga dapetin efek yang aku
pengenin. Yang ada bingung, yang jelas kebalikan dari drug
choice aku yang sebelumnya.Jadi yang ada malah nambah
pikiran ruwet gitu lho.” (Baris: 870-874)
Kekuatan yang terbatas: subjek 1 belum memiliki cukup kekuatan
untuk menahan dorongan yang lebih besar. Subjek 1 juga terhitung
masih “baru”, yaitu mau memasuki dua tahun setelah proses
rehabilitasi.
“berusaha sih, pasti pikirannya berusaha. Ya itu balik lagi sih.
Sekuat-kuatnya orang berusaha, kita addict gitu kan, pasti ada
saatnya jatuh dikit atau tersandung gitu kan.” (Baris: 878-880)
b. Subjek 2 (Bro Y)
1) Unsur regulasi diri
Membuat tujuan membuat suatu standar, dapat berupa norma,
keinginan individu, harapan mengenai orang lain, atau hal yang ingin
dicapai.
“iya karena saya sudah janji. Oke saya kurangajar cukup sampai
umur sekian saja.Saya sudah harus sembuh, cari kerja, lalu cari
istri. Sambil cari istri, ya saya sambil nyicil rumah. Terus punya
anak satu dulu.Nanti saya jadi pegawai lalu naik pangkat baru
saya punya anak dua.” (Baris: 855-859)
Memonitoring perilakunya tetap berada pada trek agar tujuan
tersebut tercapai, yaitu dengan mengenali tanda-tanda PAWS dan
dengan menjadi role model bagi residen melalui pekerjaannya sebagai
konselor adiksi
“ya mengenali tanda-tanda, misal PAWS itu tadi, terus kata-
katanya keluar kebun binatang semua, duduk tidak nyaman,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
emosional, atau ga bisa terkendali, nah itu tanda-tandanya Sis.
Maka kalau kita mengenali tanda-tanda itu kita harus prepare,
kita mesti siap. Saya harus pergi, renang misale Sis” (Baris:
690-694) mengenali tanda-tanda PAWS
“sibuk dengan anak-anak (residen). Makanya saya khawatir
besok kalau saya pensiun, saya tidak bisa bergabung dengan
anak-anak. Karena apa? Saya hadir dengan anak-anak berarti
saya juga harus jadi role model dong. Karena kan setiap hari
saya memberikan motivasi, memberikan arahan, memberikan
contoh-contoh bagaimana mereka mengalami itu. Kalau saya
sampai relapse itu kan berarti saya menjilat ludah saya sendiri.
Jadi ya itu, maintenance saya dengan anak-anak.” (Baris: 515-
522) menjadi role model bagi residen
Operate/ menjalankan beradaptasi terhadap lingkungan dengan
cara menyesuaikan atau mengubah lingkungan
“mending pindah saja. Lha di tempat yang lama, misal aku
dateng huat hari raya, silaturahmi, masih di tuding-tuding,
dirasani, ya kan aku lama-lama tersinggung. Makanya aku
pindah di lingkungan baru, di budaya yang baru, yang tidak tahu
aku yang dulu, makanya itu lama-lama akan terkikis” (Baris:
942-946)
2) Mencegah pola umum atau mekanisme kegagalan regulasi diri
Cegah kelambanan psikologis menghentikan atau mengalihkan
dorongan sejak awal kemunculan
“kalau olah pikir ya kita harus segera berhenti melamun. Jadi
saya ngobrol dengan njenengan itu ya maintenance buat saya.
Daripada saya duduk di situ ngelamun. Naah dialihkan seperti
ini. Buat njenengan ada manfaatnya, dan buat saya juga merasa
ada penghargaan, gitu lho.” (Baris: 544-548)
Cegah pemberontakan atensi transcendence: memahami apa yang
terjadi dibalik situasi segera dengan meregulasi emosi dan berpikir
positif
“iya. Tetapi begini lho, saya dulu jadi pecandu, saya selalu
egois, saya itu harus selalu dingertiin.Tetapi sekarang ketika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
saya abstinen, saya harus ngertiin orang. Jadi apapun mereka, ya
saya harus handle feeling saya harus positif thinking. Tapi saya
juga bisa ikut siaran di mana-mana berarti Tuhan itu masih
memberikan kesempatan buat saya mampu dan mau untuk
clean. Makanya, saya maklum kalau di kampung saya di judge
seperti itu.Tapi gimana caranya saya tetep bisa berbuat baik.”
(Baris: 648-655)
Meningkatkan kekuatan regulasi diri dengan uji kekuatan. Subjek 2
melakukan uji kekuatan dengan menghadapi situasi yang menggoda
secara langsung, hingga subjek 2 benar-benar merasa mampu
mengatasi kondisi tersebut tanpa merasa cemas atau terganggu sama
sekali.
“tes power itu kalau kita duduk di situ bersama orang yang
sedang menggunakan itu kuat atau enggak, satu menit. Kalau
nggak kuat ya langsung pergi.Lalu nanti dua menit, tiga menit.
Sampai lama-lama ga masalah duduk di situ. Sama saya waktu
itu pas satu mobil, saya yang menyupir, perjalanan jauh, hujan
deres dan temen semua pada ngerokok. Dan setiap ngerokok
bungkusnya dilepar di depan dashboard saya. Opo ora kepingin
Sis? tapi itu tes power bagi saya. Kalau saya ga kuat, saya
langsung berhenti, dan saya mendingan mencari taksi karena
sirahe wes mumet ga karuan Sis.” (Baris: 903-911)
3) Faktor ekologi
Faktor yang berasal dari lingkungan yang turut membantu dalam
keberhasilan subjek dalam menjaga recoverynya. Hal yang dirasa
membantu dari lingkungan adalah sebagai tempat sharing bagi subjek
saat mengalami PAWS.
“karena apa? Karena kita akan mengalami Post Acute Withdrawl
Syndrome. Jadi buat pengalihan, misal crita mengalami ini, lalu
saya diajak makan ke mana.Jadi saya pergi dari tempat, kalau
tidak ya cuma mikir. Maka sharing is the big power. Nah ini
sebenarnya saya takut, misal besok pensiun saya gimana. Nah
kan saya ngomong sama istriku. Jadi saya itu butuh dukungan,
jadi apa ya, sudah pensiun itu ada post power syndrome, nah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
saya harus punya kegiatan, misal pergi ke pasar hewan, bikin
kurungan burung. Nah seperti itu.” (Baris: 455-464)
4) Self efficacy merupakan keyakinan diri pada subjek bahwa dirinya
mampu berperilaku sesuai dengan yang diharapkan. Subjek 2 juga
sudah memiliki komitmen sehingga sampai saat ini dirinya mampu
bersih dari narkoba jenis apapun dan tidak lagi mengalami relapse.
“karena niat. Saya itu orang yang komitmen, kalau sudah bilang
janji walaupun ada halangan yaa jalani. Karena sudah janji,
saya punya niat.” (Baris: 851-853)
Sumber Self Efficacy: social modelling, yaitu subjek mendapatkan
keyakinan bahwa dirinya mampu abstinen karena melihat pengalaman
dari konselor adiksinya yang juga merupakan seorang mantan pecandu
narkotika.
“oiya jelas, dari temen-temen yang ada di Malaysia sana. Jadi
mereka ya ngasih contoh ke aku, sama kayak aku kasih contoh
ke anak-anak residen sekarang. Jadi balik ke semboyan tadi,
“orang lain bisa, saya juga bisa”. Begitu..” (Baris: 1036-1039)
mendapatkan sumber efikasi diri
5) Makna personal makna akan pengalaman personal, dalam hal ini
adalah pengalaman adiksi pada subjek
“ya saya harus bisa belajar dari pengalaman. Ternyata, Tuhan
masih memberi kesempatan.Ada orang bilang kalau kegagalan
itu arah menuju sukses.Justru dengan saya jatuh itu saya dapat
ilmu yang tidak sembarang orang dapat.Maka saya kasihkan
ilmu itu dan saya tidak pernah tutup-tutupi. Pengalaman ini
tidak akan saya bawa mati, tapi akan saya sharingkan dengan
temen-temen. Jadi saya merasa hidup ini harus bermakna.”
(Baris: 724-731)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
D. Pembahasan
Untuk menguraikan hasil data dan analisis, peneliti akan membagi
pembahasan ke dalam empat bagian, yaitu kegagalan regulasi diri yang
dialami subjek, kondisi subjek saat menjadi pecandu, awal proses regulasi
diri, serta bentuk dan upaya regulasi diri pasca rehabilitasi.
1. Kegagalan Regulasi Diri yang Dialami Subjek
Kegagalan regulasi diri dapat terjadi ditinjau dari adanya pola-pola
umum atau mekanisme kegagalan regulasi diri. Selain itu, tidak adanya
unsur regulasi diri pada kedua subjek juga menunjukkan tidak adanya
kapasitas atau kekuatan untuk meregulasi dirinya. Sesuai dengan
pendapat dari Baumeister, Heatherton, dan Tice (1994), masalah seperti
penyalahgunaan dan adiksi obat dan zat terlarang (narkoba) merupakan
masalah yang muncul akibat seseorang tidak meregulasi dirinya.
Pola-pola umum atau mekanisme kegagalan regulasi diri yang
muncul pada kedua subjek adalah mengenai pola sebab akibat kegagalan
(lapse activated causal pattern). Pada mekanisme ini, terdapat faktor
yang menjadi penyebab seseorang gagal meregulasi dirinya. Faktor yang
muncul pada kedua subjek adalah faktor ekologi. Menurut
Bronfenbrenner (1994), ekologi merupakan lingkungan yang berkaitan
dengan perkembangan manusia. Faktor ekologi mikrosistem muncul
sebagai masalah pada subjek 1 dan subjek 2. Faktor mikrosistem muncul
sebagai adanya masalah pada interaksi subjek dengan keluarga dan
adanya pengaruh dari teman sebayanya. Subjek 1 dan subjek 2 merasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
bahwa ayahnya adalah sosok yang keras dan merasa tidak nyaman
dengan keluarganya. Subjek 1 dan subjek 2 juga mengalami suasana
pertemanan yang tidak sehat, yaitu berkumpul dengan teman-teman yang
sering mengonsumsi narkoba. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya, yaitu adanya masalah dalam keluarga dan adanya
pengaruh teman sebaya memberikan pengaruh terhadap individu untuk
menyalahgunakan zat terlarang (Rahmadona & Agustin, 2014;
Tambunan dkk., 2008).
Pada mekanisme ini pola sebab akibat kegagalan, terdapat sedikit
perbedaan pada faktor yang memengaruhi antara subjek 1 dan subjek 2.
Subjek 2 mendapat lebih banyak faktor ekologi, sedangkan subjek 1 lebih
banyak mendapatkan faktor tekanan emosi. Faktor ekologis pada subjek
2 yang turut mendukung adalah faktor ekologis eksosistem (adanya UU
kesehatan) dan makrosistem (status sosioekonomi). Subjek 1 lebih
banyak mendapatkan tekanan emosi karena ia merasa sering memendam
dan menumpuk masalah.
Menggelindingkan bola salju (rolling the snowball) juga menjadi
mekanisme kegagalan regulasi diri pada kedua subjek. Baumeister dkk.,
(1994), memberi penjelasan bahwa mekanisme ini memberikan efek
yang lebih besar yang dipicu oleh kegagalan di awal. Subjek 1
mengonsumsi rokok dan subjek 2 mengonsumsi alkohol sebelum pada
akhirnya mereka mengalami adiksi pada narkoba pilihannya (drug
choice). Berdasarkan efek bola salju ini memberi pemahaman bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
rokok dan alkohol merupakan gerbang menuju tahap adiksi apabila tidak
dihentikan sejak awal penggunaan. Pada kondisi ini, kedua subjek
akhirnya tidak mampu menarik kembali dirinya sehingga keduanya
masuk ke dalam trek yang penuh masalah (tidak mampu keluar dari
ketergantungannya). Kedua subjek juga mengalami masalah-masalah
yang timbul akibat adiksinya. Dalam hal ini, kedua subjek telah
mendapatkan konsekuensi yang merugikan seperti mengalami
ketidakberdayaan untuk berhenti dan memiliki perilaku yang impulsif
seperti banyaknya aktivitas untuk mendapatkan narkoba (Nevid dkk.,
2005).
Kedua subjek juga mengalami mekanisme kegagalan regulasi diri
terkait penyerahan/ pembiaran (letting it happen). Baumeister dkk.,
(1994), memberi penjelasan bahwa pembiaran berarti subjek secara sadar
menyerahkan dirinya mengalami kegagalan. Selain itu, pembiaran juga
terkait mengenai keinginan untuk melupakan masalah akibat merasa
jenuh. Kedua subjek memiliki pengalaman yang sama terkait mekanisme
ini, yaitu menjadikan narkoba sebagai pelarian atas masalah yang
dialaminya. Subjek 1 merasa bahwa dirinya tidak memiliki jalan keluar
atas masalah yang dihadapinya, didukung dengan sikapnya yang suka
memendam masalah. Pada akhirnya subjek 1 merasa membutuhkan
sesuatu (mengonsumsi narkotika) sebagai upaya untuk melupakan
masalahnya. Subjek 2 merasa bahwa dengan “mendem” dirinya akan
diperhatikan. Subjek 2 juga merasa bahwa dirinya kurang diperhatikan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
sehingga dengan menggunakan narkotika, merupakan cara bagi dirinya
untuk memeroleh perhatian.
Subjek 2 mengalami reduksi pada monitoring, yaitu terjadi
deindividuasi pada diri subjek. Subjek mengalami ketidakmampuan
untuk membedakan antara benar dan salah. Selain itu, subjek juga
mengalami kurangnya self awareness, sehingga dirinya mudah sekali
terjerumus ke dalam dunia adiksi.
Hal lain yang terjadi adalah, subjek 1 dan subjek 2 tidak memiliki
tujuan sehingga unsur regulasi diri tidak terpenuhi (Subjek 1: baris 408-
411, subjek 2: lembar member checking). Regulasi diri merupakan suatu
proses aktif dalam mengarahkan pikiran, perasaan, dan tindakan untuk
mencapai suatu tujuan. Tidak adanya tujuan dalam hidup kedua subjek
dapat menjadikan keduanya mudah terjerumus oleh gratifikasi
(kesenangan sesaat) sehingga dapat dikatakan kedua subjek tidak
memiliki kapasitas untuk meregulasi dirinya. Adanya tujuan
memudahkan individu mengelola perilakunya dan tidak mudah tergoda
oleh hal-hal yang dapat menggagalkan upayanya dalam mencapai suatu
tujuan.
2. Kondisi Subjek saat Menjadi Pecandu
Pada bahasan ini, peneliti mencoba menjelaskan mengenai kondisi
regulasi diri saat kedua subjek mengalami adiksi. Peneliti mencoba
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
menjelaskan mengenai karakteristik ketergantungan yang kemudian di
kaitkan dengan kegagalan regulasi diri.
Kedua subjek memiliki karakteristik ketergantungan yang sama.
Kedua subjek mengalami toleransi atau kenaikan dosis. Menurut Nevid
dkk., (2005), toleransi ditunjukkan dengan adanya kebutuhan untuk
meningkatkan dosis agar mendapatkan efek yang diinginkan. Selain itu,
kedua subjek juga mengalami gejala putus zat, yaitu kondisi munculnya
gejala yang khas apabila tidak mengonsumsi obat (Nevid dkk., 2005).
Adanya toleransi dan gejala putus zat membuat kedua subjek harus
mengonsumsi narkoba secara rutin untuk menghindari efek yang tidak
diinginkan. Selain itu, dengan adanya toleransi dan gejala putus zat,
kedua subjek memiliki perilaku impulsif (tidak terkendali) sehingga
kedua subjek memiliki keinginan untuk terus mengonsumsi narkoba.
Tidak hanya itu, subjek 1 mengaku bahwa dirinya kurang berhasil
melakukan kontrol diri dan menghabiskan banyak waktu untuk
mendapatkan narkoba. Dampak dari adiksi bagi relasi sosial kedua
subjek adalah kedua subjek sama-sama mengurangi aktivitas sosialnya.
Kedua subjek menjadi individu yang cenderung menarik diri dan hanya
bergaul dengan teman-teman sesama pecandu.
Adanya kondisi adiksi pada kedua subjek membuat regulasi diri
semakin terbenam bahkan tidak muncul sama sekali. Semakin gagalnya
regulasi diri dapat dilihat dari adanya pemberontakan atensi. Menurut
Baumeister dkk., (1994), pemberontakan atensi merupakan kondisi saat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
subjek kehilangan atensinya. Baumeister dkk., (1994), menguraikan
pemberontakan atensi terjadi akibat adanya gratifikasi yang membuat
subjek lebih fokus pada reward saat ini dibandingkan dengan reward
yang ada di masa depan. Hal ini terlihat dari pernyataan kedua subjek
ketika dirinya merasakan adanya efek yang menyenangkan dari narkoba.
Masing-masing subjek merasakan efek dari narkoba sesuai dengan sifat
dari narkoba tersebut. Subjek 1 menganggap narkoba sebagai barang
yang berharga dan diandaikan seperti mendapatkan uang bertumpuk-
tumpuk. Subjek 2 menganggap narkoba sebagai “dewa” dan menganggap
narkoba itu sebagai teman hidupnya. Adanya anggapan demikian dari
kedua subjek membuat subjek semakin terikat dengan narkoba. Tidak
hanya itu, kedua subjek juga merasakan adanya efek yang menyenangkan
dari narkoba yang dikonsumsinya. Adanya manipulasi afek yang
ditimbulkan dari efek narkoba membuat kedua subjek merasa nyaman
menggunakan narkoba. Selain itu, narkoba juga digunakan untuk
menekan emosi yang tidak menyenangkan, sehingga narkoba
diasosiasikan dengan sesuatu yang menyenangkan.
Baumeister dkk., (1994) menjelaskan, regulasi diri semakin gagal
karena subjek mengalami reduksi pada kegiatan monitoring. Reduksi ini
terjadi ketika subjek mengalami deindividuasi, yaitu saat subjek
kehilangan kewaspadaan diri (self awareness) dan hilangnya evaluasi diri
(evaluation apprehension). Adanya deindividuasi ini membuat kedua
subjek sulit untuk menilai perilaku mereka dan cenderung acuh dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
kondisi yang mereka alami. Subjek 1 mengatakan bahwa dirinya merasa
tidak menyayangi dirinya sendiri. Sedangkan subjek 2 mengatakan
bahwa ia tidak mengenal dirinya sendiri. Saat kedua subjek merasakan
hal yang demikian, maka subjek tidak akan ambil pusing atas
tindakannya dan cenderung membenarkan perilaku adiksinya.
Regulasi diri akan semakin gagal apabila subjek melakukan
mekanisme pembiaran (letting it happen). Mekanisme pembiaran berarti
subjek secara sadar membiarkan dirinya gagal dan merasa bahwa dirinya
perlu untuk melupakan masalah karena merasa berada pada titik jenuh.
Subjek 1 sudah merasa “kepalang tanggung” sehingga subjek 1 semakin
terjerumus ke dalam dunia adiksi. Sedangkan subjek 2 merasa bahwa
dirinya tidak berdaya. Hal ini hanyalah pembenaran dari subjek karena
dirinya sendiri yang memilih untuk tidak mengindahkan aturan
pengendalian diri. Ditinjau dari mekanisme pembiaran, kedua subjek
menjadikan narkoba sebagai pelarian (coping) atas masalah yang mereka
alami, baik masalah yang terjadi di keluarga atau sebagai upaya untuk
menenangkan diri.
Mengalami Pola-
pola Umum
Kegagalan Regulasi
Diri
Masalah pada
Mikrosistem (Relasi
dengan keluarga dan
teman)
Mengalami
adiksi
Mengalami
Kegagalan
Regulasi Diri
Ketidakberdayaan
untuk berhenti Rehabilitasi
Gambar 2. Skema Perjalanan Menuju Adiksi
Keinginan
Pribadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
3. Awal dari Proses Regulasi Diri
Menurut Melemis (2015), recovery merupakan proses dari
pertumbuhan individu yang mana setiap tahapannya memiliki risiko
untuk kembali kambuh (relapse). Proses regulasi diri diawali dengan
adanya keinginan untuk pulih dari kedua subjek dan dibantu dengan
proses rehabilitasi. Adanya rehabilitasi membantu subjek meraih tahap
abstinen, yaitu kondisi tidak menggunakan narkoba. Selanjutnya, kedua
subjek mengalami post acute withdrawl sydrome (PAWS) yang terjadi
dalam durasi waktu yang relatif lama.
Sebelum benar-benar mengalami kesembuhan, kedua subjek
mengalami kejenuhan atas kondisi adiksinya. Subjek 1 mengatakan
kejenuhan yang dialami lebih kepada perasaan lelah untuk terus
mengalami gejala putus zat, mencari narkoba, dan menutupi kondisi
adiksinya. Pada akhir titik jenuhnya, subjek 1 ingin menggunakan
narkoba untuk terakhir kalinya. Akan tetapi dirinya justru mengalami
overdosis dan mengalami koma selama dua minggu. Sedangkan subjek 2
merasa jenuh karena dirinya berada dalam posisi stagnasi, yaitu
mengonsumsi narkoba dengan dosis yang sama sehingga dirinya tidak
lagi merasakan efek yang diinginkan. Subjek 2 pernah mengalami
relapse (dijelaskan lebih lanjut di bawah), dan menjalani proses
rehabilitasi sebanyak tujuh kali. Selama mengalami relapse, subjek 2
tidak mengalami kenaikan dosis. Hal inilah yang menyebabkan adanya
fase stagnasi dan menimbulkan kejenuhan bagi subjek 2. Adanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
kejenuhan ini justru dirasa menjadi titik yang baik pagi subjek 2 untuk
menjalani proses rehabilitasi. Saat kedua subjek mengalami kejenuhan,
subjek mulai berpikir untuk berhenti. Dari situlah muncul niat yang
sungguh-sungguh sehingga subjek lebih menerima untuk menjalani
proses rehabilitasi.
Seperti telah dijelaskan di atas, subjek 2 pernah mengalami relapse.
Menurut Jiloha (2011), relapse merupakan kembalinya ke pola adiksi
atau kembali kepada penyimpangan perilakunya. Subjek 2 kembali
menggunakan morfin dan menjalani proses rehabilitasi sebanyak tujuh
kali. Subjek 2 mengalami relapse karena dirinya mengalami emotional
relapse. Menurut Melemis (2015), emotional relapse adalah kondisi saat
subjek masih berfokus pada orang lain dan melihat bagaimana orang lain
memengaruhi mereka. Subjek 2 menganggap bahwa yang menyebabkan
dirinya relapse adalah merasa kecewa akan nasehat dari ibunya dan
adanya pembicaraan negatif dari masyarakat di sekitarnya. Menurut
Jiloha (2011), relapse dapat terjadi karena individu berupaya mengatasi
emosi negatif yang dialaminya. Subjek 2 mengalami emosi negatif
berupa kekecewaan dan perasaan ditolak oleh masyarakat. Hal ini sesuai
dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa ketidakmampuan
individu untuk mengatasi emosi negatif, menjadi salah satu penyebab
adanya kekambuhan (Hammerbacher & Lyvers, 2005; Hurriyati, 2010).
Saat mengalami relapse, subjek 2 mengalami mekanisme
kegagalan regulasi diri, yaitu adanya pemberontakan atensi. Subjek 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
tidak berhasil melihat apa yang terjadi di balik situasi segera. Subjek 2
tidak mampu menilai nasehat yang diberikan oleh ibunya. Subjek 2
cenderung menilai nasehat ibunya sebagai penolakan sehingga subjek 2
mengalami kekecewaan dan tidak mampu melihat sisi positif dari nasehat
ibunya tersebut. Hal ini juga selaras dengan pendapat Jiloha (2011),
bahwa subjek 2 kembali menggunakan narkoba (morfin) sebagai upaya
mengatasi emosi negatifnya, yaitu dalam upaya mengatasi
kekecewaannya. Saat mengalami relapse, subjek 2 juga melakukan
mekanisme kegagalan regulasi diri berupa pembiaran (letting it happen),
yaitu kembali menggunakan narkoba untuk melupakan masalahnya.
Saat memilih untuk menjalani proses rehabilitasi, kedua subjek
harus menahan gejala putus zat selama menjalani rehabilitasi. Kedua
subjek juga mendapatkan proses refleksi agar kedua subjek semakin
mengenali dirinya. Program yang dirasa cocok oleh subjek 1 adalah CBT
(cognitive behavior therapy), sedangkan subjek 2 lebih cocok
menggunakan program terapi grup.
Setelah menjalani proses rehabilitasi, kedua subjek mengalami
tahap abstinen, yaitu kondisi individu tidak menggunakan narkoba dalam
waktu satu hingga dua tahun. Menurut Melemis (2015), tahapan abstinen
merupakan tahapan awal yang dialami oleh subjek pada proses/ tahapan
recovery. Perubahan besar dilakukan oleh kedua subjek untuk
mendukung proses abstinen yang mereka jalani. Subjek 1 melakukan
perubahan dengan berpindah dari Jakarta ke Yogyakarta untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
menghindari hal-hal yang dianggapnya sebagai trigger adiksinya.
Sedangkan subjek 2 memilih untuk pindah rumah agar terhindar dari
pembicaraan warga yang dirasa tidak menyenangkan. Perubahan yang
dilakukan ini sejalan dengan unsur regulasi diri, yaitu operate/
menjalankan. Menurut Baumeister dkk., (1994), unsur regulasi diri
(operate) berarti individu melakukan perubahan untuk mencapai
tujuannya. Tentu saja tujuan subjek adalah untuk mempertahankan
kondisi abstinennya.
Selanjutnya, kedua subjek mengalami PAWS (post acute
withdrawal syndrome). PAWS merupakan gejala (semacam sakau) yang
dialami oleh individu. Menurut Melemis (2015), gejala PAWS yang
muncul memiliki durasi yang singkat, akan tetapi sindrom tersebut
berlangsung dalam waktu yang relatif lama, yaitu kurang lebih selama
dua tahun. PAWS merupakan tahapan selanjutnya setelah individu
mengalami tahapan abstinen. Pada tahapan PAWS ini, subjek diharapkan
mampu berdamai dengan sindrom ini dan mampu mengendalikan diri
agar tidak kembali menggunakan narkoba. Akan tetapi, kondisi subjek
tidaklah selaras dengan teori yang diungkapkan oleh Melemis (2015),
yaitu bahwa kedua subjek hingga saat ini mengalami PAWS. Gejala yang
muncul mirip dengan sakau ditandai munculnya perasaan cemas,
munculnya keringat dingin, emosional, mudah tersinggung, dan lain-lain.
Selain PAWS, kedua subjek juga mengalami sakau psikis. Sakau psikis
dimaknai sebagai munculnya aktivitas menggunakan narkoba dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
bentuk mimpi. Kedua subjek mengatakan bahwa ketika mimpi itu
muncul, berarti sakau psikis sudah berakhir. Sakau psikis juga masih
dialami oleh kedua subjek sampai saat ini. Adanya PAWS dan sakau
psikis yang dialami kedua subjek menandakan bahwa subjek sampai saat
ini masih memiliki dorongan untuk kembali menggunakan narkoba dan
masih memiliki ingatan mengenai efek yang ditimbulkan oleh narkoba.
Sebelum kedua subjek mampu mengupayakan regulasi diri,
terdapat faktor lain yang turut memberikan pengaruh bagi kedua subjek
(selain adanya faktor kejenuhan dari kondisi adiksi). Faktor-faktor
tersebut memberikan dampak terhadap tujuan yang hendak dibuat oleh
kedua subjek. Tujuan merupakan unsur yang penting dalam usaha
individu untuk meregulasi dirinya.
Faktor pertama yang memberikan pengaruh adalah adanya dampak
negatif dari perilaku adiksi terhadap kehidupan kedua subjek. Subjek 1
merasakan dampak negatif dari adiksi yaitu memberikan kehancuran bagi
performa fisiknya, sehingga subjek merasa sering mengalami sakit.
Subjek 2 juga merasakan adanya dampak negatif dari perilaku adiksinya
berupa diskriminasi dari masyarakat dan sulitnya mendapatkan surat
keterangan perilaku baik dari kepolisian. Dampak negatif yang sama-
sama dialami oleh kedua subjek adalah adanya label negatif dari
masyarakat kepada dirinya. Adanya dampak negatif yang dialami oleh
kedua subjek memberikan suatu motivasi bagi kedua subjek. Kedua
subjek memiliki tujuan agar tidak kembali jatuh ke dalam “perangkap”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
narkotika. Tujuan ini dibuat agar kedua subjek mampu mencapai tujuan
hidupnya yang lain.
Faktor kedua yang memberikan pengaruh terhadap penetapan
tujuan adalah adanya kebutuhan yang harus dicapai oleh kedua subjek.
Selama mengalami adiksi, kedua subjek tidak mampu memenuhi
kebutuhannya bahkan tidak sanggup memenuhi tanggung jawabnya.
Kebutuhan yang dimiliki mampu mendorong kedua subjek untuk tetap
berada pada kondisi abstinen agar kedua subjek mampu memenuhi
kebutuhannya. Adanya kebutuhan tersebut menggerakkan kedua subjek
untuk menilainya sebagai tujuan yang harus dicapai. Kebutuhan yang
dimiliki oleh kedua subjek menjadi sumber motivasi untuk mencapai
tujuan tersebut. Sebagai contoh, subjek 1 memiliki kebutuhan untuk
mengasuh anaknya. Oleh karena itu, ia ingin menjadi ibu yang baik untuk
menjaga masa depan anaknya. Subjek 2 memiliki kebutuhan untuk
berkeluarga dan berkarya. Oleh karena itu, subjek 2 ingin menjadi
teladan bagi anaknya dan mampu berkarir untuk mencukupi
kebutuhannya. Kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki oleh kedua subjek
sejalan dengan tujuan dasar mereka sebagai mantan pecandu, yaitu
mempertahankan recoverynya.
4. Bentuk dan Upaya Regulasi Diri Pasca Rehabilitasi
Pada pembahasan ini, peneliti akan menguraikan bagaimana cara-
cara kedua subjek menjaga kondisi recovery. Dalam menjaga recovery,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
tentu saja dibutuhkan kemampuan regulasi diri dan mencegah pola-pola
kegagalan regulasi diri. Selain itu, terdapat pula faktor lain yang
mendukung subjek dalam menjaga recovery, seperti faktor ekologi dan
self efficacy pada subjek.
Kedua subjek memiliki kemampuan regulasi diri ditinjau dari
adanya unsur-unsur regulasi diri. Menurut Baumeister dkk., (1994),
unsur regulasi diri meliputi membuat tujuan, memonitoring, dan operate/
menjalankan. Adanya unsur regulasi diri semakin memudahkan subjek
untuk meraih tujuannya sekaligus menjadi langkah recovery bagi kedua
subjek.
Kedua subjek telah memiliki tujuan yang juga sekaligus menjadi
motivasi bagi kedua subjek untuk bertahan pada kondisi abstinennya.
Subjek 1 memiliki tujuan ingin menjadi ibu yang baik dan
menyenangkan orang tuanya. Subjek merasa bahwa selama menjadi
pecandu, dirinya kurang mampu mengurus anaknya dengan baik.Subjek
2 juga menyusun rencana seperti rencana karir saat dirinya memutuskan
untuk abstinen narkoba. Selain itu, subjek 2 juga mulai menyusun
rencana kegiatan di masa pensiun untuk menghindari adanya rasa kalut
akibat tidak adanya kegiatan. Adanya tujuan-tujuan tersebut membuat
kedua subjek ingin mempertahankan kondisi abstinennya dan menjaga
recoverynya agar tujuan tersebut tercapai.
Unsur regulasi yang kedua adalah subjek melakukan monitoring
atau pemantauan atas perilaku mereka. Kedua subjek menggunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
gejala PAWS sebagai tanda-tanda yang harus diwaspadai agar mereka
tidak kembali jatuh.Subjek mengenali tanda-tanda PAWS sebagai
antisipasi agar dirinya dapat melakukan antisipasi agar dorongan tersebut
tidak terjadi. Selain itu, kedua subjek bekerja sebagai konselor adiksi
ternyata bukan tanpa arti. Subjek menggunakan profesinya sebagai media
untuk memonitoring perilakunya. Kedua subjek mengatakan bahwa
dengan menjadi konselor adiksi, mereka merasa bahwa dirinya harus
menjadi role model/ contoh yang baik bagi residen. Dengan menjadi
konselor adiksi, kedua subjek merasa selalu diingatkan agar tidak
kembali jatuh atau kembali menjadi pecandu. Subjek juga menjadi
semakin berusaha untuk berada pada tahap abstinennya.
Unsur regulasi yang ketiga adalah operate/ menjalankan. Pada
unsur ini, subjek berusaha beradaptasi untuk mencapai tujuannya.
Adaptasi dapat berupa menyesuaikan dengan lingkungan atau mengubah
lingkungan. Kedua subjek melakukan perubahan lingkungan dengan cara
berpindah tempat. Subjek 1 berpindah tempat kerja dan menghindari
trigger atau pencetus masalah yang ada di Jakarta. Sedangkan subjek 2
berpindah lingkungan tempat tinggal untuk menghindari pembicaraan
yang tidak menyenangkan dari warga.
Selain adanya unsur-unsur regulasi diri, subjek juga melakukan
tindakan mencegah terjadinya mekanisme kegagalan regulasi diri untuk
menjaga recoverynya. Mekanisme kegagalan regulasi diri yang dicegah
oleh kedua subjek adalah mencegah kelambanan psikologis dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
mencegah pemberontakan atensi. Selain itu, subjek 1 juga mencegah
terjadinya pola sebab akibat kegagalan dan subjek 2 melakukan tindakan
untuk meningkatkan kekuatan regulasi diri.
Mencegah kelambanan psikologis dilakukan dengan adanya self-
stopping (secara sadar menghentikan). Mencegah kelambanan psikologis
berarti subjek berusaha menghentikan, mengesampingkan, atau
mengatasi dorongan sejak awal kemunculan dorongan. Kedua subjek
melakukan self-stopping dengan cara pergi dari tempat ketika muncul
pikiran untuk kembali menggunakan narkoba. Bagi kedua subjek,
berpindah tempat merupakan cara yang efektif untuk menghentikan
munculnya dorongan berupa pikiran untuk menggunakan.
Cara mencegah pola kegagalan dilakukan juga dengan cara
mencegah pemberontakan atensi. Melalui mekanisme ini berarti subjek
tidak membiarkan atensinya mengalami distraksi sehingga menjaganya
tetap berada pada usaha regulasi dirinya. Selain itu, mencegah
pemberontakan atensi dilakukan dengan melihat apa yang terjadi di balik
situasi segera (immediate situation), yaitu berusaha melihat kemungkinan
positif atas apa yang terjadi. Subjek 1 lebih berfokus pada usaha menjaga
atensinya agar tidak kembali menggunakan narkoba. Subjek 1 lebih
mengandalkan kekuatan dari kontrol pikirannya dan merasa lebih efektif
dengan cara mengendalikan pikirannya. Sedangkan subjek 2 berusaha
lebih memahami mengapa orang lain bertindak demikian. Dengan cara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
seperti itulah subjek 2 lebih mampu untuk mengendalikan emosinya dan
berpikir positif mengenai apa yang orang lain lakukan.
Mekanisme lain yang digunakan oleh subjek 1 adalah dengan
mencegah terjadinya pola sebab akibat kegagalan. Subjek 1 memilih
untuk menyelesaikan masalah yang dirasa menimbulkan tekanan emosi
bagi dirinya. Sedangkan subjek 2 menggunakan mekanisme uji kekuatan
untuk meningkatkan kekuatan regulasi dirinya. Uji kekuatan dilakukan
dengan cara menghadapi stimulus secara langsung hingga dirinya merasa
benar-benar kuat untuk menghadapi kekuatan stimulus tersebut.
Selain adanya unsur regulasi dan mencegah pola kegagalan regulasi
diri, faktor ekologi juga memberikan dukungan bagi kedua subjek dalam
menjaga recovery/ kepulihannya. Subjek merasa lingkungan/ ekologi
mikrosistem turut memberikan dukungan bagi subjek untuk menjaga
kondisi abstinennya. Subjek 1 mengatakan bahwa dirinya membutuhkan
dukungan dari teman yang mampu memahami dirinya sebagai
pengalihan ketika dirinya mengalami kondisi yang tidak menyenangkan
ataupun sedang berupaya mengatasi dorongan. Subjek 2 mengatakan
bahwa dukungan keluarga sangat berperan baginya, terutama sebagai
media sharing saat menghadapi kondisi tidak menyenangkan maupun
dalam upaya mengatasi dorongannya. Adanya dukungan dari faktor
ekologi menunjukkan bahwa faktor lingkungan turut memberikan
pengaruh dengan menyediakan cara untuk mendapatkan penguatan (Feist
& Feist, 2010). Penguatan ini dapat dilihat melalui adanya dukungan dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
pihak keluarga maupun teman-teman dari kedua subjek. Hasil penelitian
ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa adanya
dukungan dari keluarga maupun dari significant others akan membantu
proses recovery pada individu (Aztri & Milla, 2013; Hurriyati, 2010;
Tariqi & Tamini, 2014)
Self efficacy atau keyakinan diri juga memberikan dukungan bagi
kedua subjek dalam upayanya meregulasi diri. Menurut Bandura (1999),
efikasi diri merupakan keyakinan individu untuk berperilaku sesuai
dengan yang mereka harapkan. Efikasi diri juga memberi kontribusi bagi
usaha regulasi diri dalam bentuk usaha atau motivasi yang dimilikili oleh
individu. Bagi subjek 2, dirinya perlu memiliki niat yang kuat dan
komitmen untuk tetap menjaga kondisi abstinennya. Sedangkan subjek 1
dirasa belum begitu yakin bahwa dia mampu sepenuhnya abstinen. Akan
tetapi, subjek 1 mengaku bahwa dirinya tetap berusaha dan tetap
memiliki pikiran yang positif bahwa ia mampu menjaga recoverynya.
Berdasarkan hasil penelitian ini, sesuai dengan penelitian sebelumnya
yang mengatakan bahwa efikasi diri mendukung proses recovery (Dennis
& Scott, 2007; Mattoo dkk., 2009).
Di sisi lain, kedua subjek memiliki sumber efikasi diri yang sama.
Kedua subjek merasa yakin karena mereka mendapatkan inspirasi dari
konselor adiksinya. Sosok konselor adiksi tersebut merupakan role model
bagi kedua subjek karena dirasa memiliki pengalaman yang sama. Sosok
yang menjadi role model merupakan mantan pecandu yang pada akhirnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
bekerja sebagai konselor adiksi. Bagi kedua subjek, mereka mampu
bertahan pada kondisi abstinen karena mendapatkan contoh dari sosok
role model mereka. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh
Bandura (1997), bahwa efikasi diri dapat meningkat karena adanya social
modelling. Akan tetapi, hasil penelitian ini memiliki sedikit perbedaan
dengan teori yang diungkapkan sebelumnya. Bandura (1997)
mengunggapkan bahwa social modelling tidak memiliki dampak yang
begitu berarti terhadap peningkatan efikasi diri pada seseorang. akan
tetapi pada kasus ini, justru seorang pecandu akan merasa yakin apabila
mendapatkan contoh yang nyata sehingga mereka memiliki perasaan
bahwa mereka mampu berperilaku sesuai dengan sosok role model
mereka.
Adanya sumber efikasi diri ini mendukung upaya kedua subjek
dalam meregulasi dirinya. Efikasi diri dinilai sebagai “bahan bakar”
dalam upaya meregulasi diri (Bandura, 1999). Efikasi diri berperan
sebagai motivasi maupun keyakinan bagi individu dalam upaya mencapai
perilaku yang diinginkan, dalam hal ini setara tujuan yang telah
ditetapkan oleh kedua subjek yang mana hal tersebut merupakan unsur
dari regulasi diri. Efikasi diri mendukung kapasitas regulasi diri dengan
memberikan usaha untuk menghadapi hambatan (Clark, 2011).
Akan tetapi, subjek 1 masih merasa impossible untuk mengalami
kondisi abstinen 100%, sehingga dirinya pernah mengalami slip/ first
lapse. Hal tersebut menunjukkan bahwa subjek 1 masih memiliki sisi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
kurangnya efikasi diri. Efikasi diri yang kurang disebabkan karena
adanya faktor lain yang dirasa kurang mendukung bagi subjek 1. Adanya
slip/ first lapse menunjukkan bahwa subjek 1 pernah mengonsumsi
alkohol dan narkoba dengan efek yang lebih ringan dari puttau sebanyak
dua kali, terhitung dari kondisi abstinennya yang sudah berjalan hampir
dua tahun. Slip yang dialami oleh subjek 1 terjadi karena adanya
mekanisme kegagalan regulasi diri yang masih terjadi dan adanya
pengaruh kondisi ekologi.
Subjek 1 mengalami slip karena dirinya merasa adanya tekanan
emosi, terutama saat menghadapi banyaknya masalah yang membuatnya
merasa kalut dan jenuh. Hal ini menunjukkan bahwa subjek 1 mengalami
pola sebab akibat kegagalan regulasi diri, yaitu adanya faktor pemicu
yang menyebabkan regulasi diri itu gagal. Akan tetapi, subjek tidak
memiliki keyakinan nol-toleransi, sehingga menjadikan dirinya tetap
berusaha meregulasi dirinya walaupun pernah terjatuh.
Subjek 1 mengalami slip karena merasa bahwa dirinya masih
memiliki kekuatan yang terbatas. Subjek 1 juga merasa bahwa dirinya
masih terbilang baru untuk menjadi mantan pecandu dan merasa masih
membutuhkan banyak pelajaran untuk meningkatkan kekuatannya.
Di sisi lain, subjek 1 mengalami slip karena dirinya merasa jenuh
dan memiliki kerinduan untuk kembali menggunakan narkoba. Hal ini
menunjukkan bahwa subjek 1 memiliki mekanisme pembiaran sehingga
slip itu terjadi. Akan tetapi, subjek 1 tetap berusaha mengendalikan diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
dan tidak secara sengaja merencanakan untuk kembali menggunakan
narkoba.
Berdasarkan pengalaman menjadi seorang pecandu tentu saja ada
berbagai makna yang diperoleh dari masing-masing subjek. Subjek 1
merasa bersyukur bahwa ia masih diberi kesempatan untuk menebus
kesalahannya dan memperbaiki akibat dari perbuatannya. Subjek 1 juga
merasa bangga bahwa ia mampu putus dari puttau dan mampu selamat
dari kondisi koma akibat overdosis. Subjek 2 merasa bahwa
pengalamannya sebagai pecandu merupakan pelajaran yang sangat
berharga yang harus ia bagikan kepada orang lain. Subjek 2 ingin agar
generasi berikutnya memiliki pengetahuan mengenai dunia adiksi dan
ingin menyelamatkan generasi yang mengalami adiksi. Subjek 2
merasakan bahwa dirinya harus mampu bertahan dari label negatif yang
diberikan oleh masyarakat. Subjek 2 juga berpendapat bahwa relapse
merupakan suatu pembelajaran bahwa relapse merupakan hal sia-sia
yang seharusnya bisa ia isi dengan sesuatu yang lebih produktif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Berikut adalah skema menuju proses kesembuhan (recovery)
Keterangan:
Panah biru tebal: menunjukkan proses mencapai recovery
Panah hitam: menunjukkan tahapan-tahapan yang dialami
subjek pasca rehabilitasi
Panah merah: menunjukkan “kejatuhan” yang dialami oleh
subjek
Jenuh
+
Keinginan untuk
berhenti
Rehabilitasi Menyadari dampak
negatif dan menemukan
kebutuhan
Relapse
(Subjek 2)
Mengalami stagnasi
Merasa jenuh dan ingin berhenti
Tahap Abstinen
Kemampuan Regulasi
Diri:
1. Unsur-unsur
Regulasi Diri
2. Mencegah
Mekanisme
Kegagalan Regulasi
Diri
Tahap Post Acute Withdrawal
Syndrome (PAWS) dan sakau
psikis
Self Efficacy dan
Lingkungan
Mikrosistem (dukungan
dari keluarga dan teman)
Kesembuhan
(Recovery)
Gambar 3. Skema Menuju Proses Kesembuhan
Slip/ Lapse
(Subjek 1)
Tahap repair dan growth stage
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KE SIMPULAN DAN SARA N
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti dapat menyimpulkan
beberapa hal diantaranya adalah:
1. Proses regulasi diri pada kedua subjek diawali dengan adanya rasa jenuh
akan kondisi adiksi sehingga memunculkan keinginan untuk pulih.
Setelah menjalani proses rehabilitasi, masing-masing subjek mengalami
PAWS dan sakau psikis yang terus mereka alami hingga saat ini.
Selanjutnya, proses regulasi diri juga diawali dengan adanya faktor yang
memberikan pengaruh terhadap proses regulasi diri. Faktor tersebut
antara lain kedua subjek merasakan adanya dampak negatif akibat
perilaku adiksinya dan memiliki kebutuhan yang harus mereka penuhi.
Adanya faktor tersebut mengawali proses regulasi diri bagi kedua subjek
terutama dalam menetapkan tujuan. Saat subjek memiliki tujuan, maka
unsur regulasi diri mulai diterapkan. Kedua subjek menjaga recovery
dengan meregulasi dirinya dan mencegah terjadinya mekanisme
kegagalan regulasi diri.
2. Di sisi lain, faktor ekologi (terutama mikrosistem) dan efikasi diri turut
memberikan dukungan maupun pengaruh bagi kedua subjek untuk
mempertahankan kondisi abstinen atau menjaga recovery.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
Faktor ekologi mikrosistem memberikan sumbangan pada upaya regulasi
diri berupa adanya dukungan dari keluarga maupun teman sehingga
semakin menguatkan kedua subjek dalam mempertahankan kondisi
abstinen. Dukungan yang dirasakan oleh kedua subjek adalah lingkungan
sebagai tempat pengalihan ketika dorongan tersebut muncul. Efikasi diri
juga memberikan sumbangan berupa motivasi bagi kedua subjek untuk
mempertahankan kondisi abstinen. Motivasi tersebut muncul karena
adanya social modelling sehingga kedua subjek merasa mampu.
B. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari adanya keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Peneliti juga kurang mengeksplorasi faktor lain yang mungkin terkait
dengan adiksi maupun kemampuan regulasi diri seperti faktor
kepribadian.
2. Peneliti kurang menggali dampak dari adiksi terhadap relasi subjek yang
berpengaruh terhadap regulasi diri. Peneliti kurang menggali bagaimana
subjek memperbaiki relasinya dengan orang lain.
3. Keterbatasan jumlah subjek dalam penelitian ini menjadikan penelitian
ini kurang memiliki data yang jenuh. Keterbatasan jumlah subjek juga
dipengaruhi oleh minimnya mantan pecandu yang kembali lagi ke panti
rehabilitasi sebagai konselor adiksi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
C. Saran
1. Bagi Mantan Pecandu
Dapat menemukan dampak negatif dari perilaku adiksi dan memiliki
kebutuhan yang menggerakkan untuk mencapai unsur-unsur regulasi diri.
Selain itu, mantan pecandu dapat mengupayakan untuk meregulasi
dirinya dengan menerapkan unsur-unsur regulasi diri dan mencegah
kegagalan regulasi diri dengan menggunakan mekanisme yang dianggap
paling kuat, yang dimiliki oleh mantan pecandu. Mantan pecandu juga
berusaha memahami kondisi ekologis dan meningkatkan efikasi diri
untuk mendukung upaya regulasi diri.
2. Bagi Panti Rehabilitasi dan Dinas Sosial
Dapat memberikan pendampingan bagi subjek terutama terkait
kemampuan meregulasi dirinya. Diharapkan panti rehabilitasi dan dinas
sosial dapat membantu residen untuk memiliki faktor dan kesadaran yang
kuat sebelum residen menerapkan unsur-unsur regulasi diri. Selain itu,
diharapkan juga memberikan pendampingan terhadap orang tua, tidak
hanya berupa pemantauan tetapi juga pengetahuan mengenai upaya
meregulasi diri dan adiksi kepada orang tua dari residen.
3. Bagi Orang Tua dan Keluarga Subjek
Memberikan pendampingan dan pengertian terutama di tahun awal saat
residen kembali ke lingkungan keluarga atau masyarakat. Keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
sebaiknya turut memantau dan memberi dukungan bagi residen agar
proses regulasi diri terus berjalan.
4. Bagi Penelitian Selanjutnya
Dapat meneliti mengenai dampak adiksi terhadap relasi, yang mana relasi
tersebut mempengaruhi regulasi diri. Diharapkan penelitian selanjutnya
mampu mengungkap faktor lainnya (seperti faktor kepribadian) yang
turut memberikan pengaruh terhadap regulasi diri. Selain itu, peneliti
menyarankan untuk penelitian selanjutnya agar menggunakan minimal
tiga subjek dalam upaya mendapatkan data yang jenuh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
DAFTAR PUSTAKA
Abolghasemi, A., & Rajabi, S. (2013). The role of self regulation and affective
control in predicting interpersonal reactivity of drug addicts. International
Journal of High Risk Behaviors & Addiction, 2(1), 28-33.
Adian. (2015). Tingkat kekambuhan pecandu narkoba tinggi. Diunduh dari:
http://lampost.co/berita/tingkat-kekambuhan-pecandu-narkoba-tinggi.
Diakses pada tanggal 19 Februari 2016.
Amriel, R. I. (2008). Psikologi kaum muda pengguna narkoba. Jakarta: Salemba
Humanika.
Aztri, S., & Milla, M. N. (2013). Rasa berharga dan pelajaran hidup mencegah
kekambuhan kembali pada pecandu narkoba studi kualitatif fenomenologis.
Jurnal Psikologi, 9(1).
Bakhshani, N. M., & Hosseinbor, M. (2013). A comparative study of self-
regulation in substance dependent and non-dependent individuals. Global
Journal of Health Science, 5(6). Canadian Center of Science and Education.
Bandura, A. (1997). Self efficacy. New York: W. H. Freeman and Company.
Bandura, A. (1999). A sociocognitive analysis of substance abuse: An agentic
perspective. Psychological Science, 10(3).
Baumeister, R. F., Heatherton, T. F., & Dianne, M. T. (1994). Losing control:
How and why people fail at self-regulation. United Kingdom: Academic
Press.
Baumeister, R. F., & Heatherton, T. F. (1996). Self-regulation failure: An
overview. Journal of Psychological Inquiry, 7(1), 1-15.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
Baumgardner, S. R., & Crothers, M. K. (2009). Positive Psychology. New Jersey:
Pearson
Bhandari, S., Dahal, M., & Neupane, G. (2015). Factors associated with drug
abuse relapse: A study on the clients of rehabilitation centers. Al Ameen J
Med. Sci., 8(4), 293-298.
Bronfenbrenner, U. (1994). Ecological models of human development (ed. Ke-2).
International Encyclopedia of Education, Vol. 3, Oxford: Elsevier.
Bukhtawer, N., Muhammad, S., & Iqbal, A. (2014). Personality traits and self
regulation: A comparative study among current, relapse and remitted drug
abuse patients. Health, 6, 1368-1375.
Clark, M. (2011). Conseptualizing addiction: How useful is the construct?.
International Journal of Humanities and Social Science, 1(13).
Creswell, J. W. (2010). Research Design: Pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan
mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar (Karya asli terbit 2009).
Crockett, L. J., Raffaelli, M., & Shen, Y. (2006). Linking self-regulation and risk
proneness to risky sexual behavior: Pathways through peer pressure and
early substance use. Journal of Research on Adolescence.
Dennis, M., & Scott, C. K. (2007). Managing addiction as a chronic condition.
Addiction Science & Clinical Practice.
Endler, N. S., & Kocovski, N. L. (2000). Self-regulation and distress in clinical
psychology. Handbook of Self-Regulation. Copyright by Academic Press.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
Feist J., & Feist J. (2010). Teori kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika (Karya
asli terbit 1998).
Ganendra, R. (2014). Kisah nyata suara hati mantan pecandu narkoba. Diunduh
dari http://www.kompasiana.com/rahab/kisah-nyata-suara-hati-mantan-
pecandu-narkoba_54f75c6ca33311f9368b460b diakses pada tanggal 12 Juli
2016.
Gunawan, I. (2013). Metode penelitian kualitatif teori & praktik. Jakarta: Bumi
Aksara.
Hammerbacher, M., & Lyvers, M. (2005). Factors associated with relapse among
client in Australian substance disorder treatment facilities. 11 (6), 387-394.
Heatherton, T. F., & Wagner, D. D. (2011). Cognitive neuroscience of self-
regulation failure. Trends in Cognitive Science, 15(3).
Herdiansyah, H. (2015). Metodologi penelitian kualitatif untuk ilmu psikologi.
Jakarta: Salemba Humanika
Hurriyati, E. A. (2010). Mengapa pengguna narkoba pada remaja akhir relapse?.
Humaniora, 1(2), 303-314.
Ibrahim, F., & Kumar, N. (2009). Factors effecting drug relapse in Malaysia: An
empirical evidence. Journal of Asian Social Science, 5(12). Published by
CCSE
Ismail, H. (2015). Faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan pada pengguna
putaw yang mendapatkan layanan pasca konseling di puskesmas kassi-kassi
Makassar. Journal of Medical Surgical Nursing, 1(1), 47-51.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
Jiloha, R. C. (2011). Management of lapse and relapse in drug dependence. Delhi
Psychiatry Journal, 14(2).
Kementrian Kesehatan RI. (2014). Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan.
Semester I, ASSN 2088-270x
King, L. A. (2010). Psikologi umum: Sebuah pandangan apresiatif. Jakarta:
Salemba Humanika.
Lopez, S. J. (2008). Positive psychology: Exploring the best in people (Vol. 1).
USA: Praeger Publishers.
Mattoo, S. K., Chakrabarti, S., & Anjaiah, M. (2009). Psychosocial factors
associated with relapse in men with alcohol or opioid dependence. Indian
Journal Med. Res., 130, 702-708.
Melemis, S. M. (2015). Relapse prevention and the five rules of recovery. Yale
Journal of Biology and Medicine, 88, 325-332.
Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. (2005). Psikologi abnormal (Edisi
kelima, Jilid 2). Jakarta: Erlangga.
Poerwandari, K. E. (1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi.
Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan
Psikologi (LPSP3) UI.
Prabowo, Andika. (2013). 22 persen pengguna narkoba adalah pelajar. Diunduh
dari http://nasional.sindonews.com/read/773842/15/22-persen-pengguna-
narkoba-adalah-pelajar-1377080228. Diakses pada tanggal 29 Mei 2015
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
Rahmadona, E., & Agustin, H. (2014). Faktor yang berhubungan dengan
penyalahgunaan narkoba di RSJ. Prof. HB. Sa‟Anin. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Andalas, 8(2), 59-65.
Ridder, D. T. D,. & Wit, J. B. F. (2006). Self-regulation in health behavior:
Concepts, theories, and central issues. John Wiley & Sons Ltd.
Rosyidah, R., & Nurdibyanandaru, D. (2010). Dinamika emosi pecandu narkotika
dalam masa pemulihan. INSAN, 12(2).
Sinha, R. (2001). How does stress increase risk of drug abuse and relapse?
Psychopharmacology, 158, 343-359.
Smith, J. A. (2009). Psikologi kualitatif: Panduan praktis metode riset.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar (Karya asli terbit 2008).
Sulistami, S., Yulia R. N., & Tegawati L. M. (2013). Bahaya NAPZA. Jakarta: PT.
Mustika Cendekia Negeri.
Syarifah, Fitri. (2014). Mantan pecandu narkoba tak bisa sembuh selamanya.
Diunduh dari: http://health.liputan6.com/read/2065201/mantan-pecandu-
narkoba-tak-bisa-sembuh-selamanya.Diakses pada tanggal 19 Februari
2016.
Syuhada, I. (2015). Faktor internal dan intervensi pada kasus penyandang relaps
narkoba. Psychology Forum UMM, ISBN: 978-979-796-324-8.
Tambunan, R., Sahar J., & Hastono S. P. (2008). Beberapa faktor yang
berhubungan dengan perilaku penggunaan NAPZA pada remaja di Balai
Pemulihan Sosial Bandung. Jurnal Keperawatan Indonesia, 12(2).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
Tariqi, R. & Tamini, B. K. (2014). Relationship between perceived social support
with self regulation and self concept in students of Islamic Azad University,
Saravan Branch, Iran. Journal of Multidisciplinary Research, 3, Issue 12,
83-93.
Zk. (2015). Tahun 2015 Jumlah Pengguna Narkoba di Indonesia Capai 5 juta
Orang. Diunduh dari:
http://portalindonesianews.com/posts/view/1626/tahun_2015_jumlah_pengg
una_narkoba_di_indonesia_capai_5_juta_orang. Diakses pada tanggal 29
Mei 2015
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
Informed Consent
Saya, Dyah Ayu Perwitasari, adalah mahasiswa Program Studi Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Saat ini, saya sedang melakukan
penelitian mengenai pengalaman adiksi pada pecandu narkotika.
Tujuan penelitian ini untuk mengeksplorasi pengalaman sebelum menjadi
pecandu narkotika hingga pasca rehabilitasi. Selain itu, penelitian ini bertujuan
untuk meninjau peran sebagai konselor adiksi terhadap proses recovery. Penelitian
ini dilaksanakan dalam bentuk wawancara personal. Apabila anda berpartisipasi
dalam penelitian ini, berarti anda turut serta dalam memberikan informasi
mengenai pengalaman anda sebagai pecandu narkotika.
Saya meminta kesediaan anda untuk ikut serta sebagai partisipan dalam
penelitian ini. Wawancara akan berlangsung sebanyak 3-5 kali selama kurang
lebih satu jam setiap sesi wawancaranya. Selama proses wawancara berlangsung,
anda bebas mengemukakan pikiran dan perasaan sejauh yang anda inginkan dan
anda juga berhak untuk tidak mengungkapkan hal yang anda rasa tidak ingin
diungkapkan.
Selama proses wawancara berlangsung, seluruh pembicaraan akan
direkam menggunakan voice recorder. Wawancara berlangsung secara pribadi
(antara peneliti dan partisipan). Identitas dan hasil rekaman anda sebagai
partisipan akan dijaga kerahasiaannya oleh peneliti sehingga tidak ada pihak lain
yang dapat mendengarkan atau memperoleh data anda. Penelitian ini akan diawasi
dan dipastikan berjalan secara etis oleh Sylvia Carolina M. Y. M., M.Si.
Jika anda mempunyai pertanyaan mengenai penelitian ini, silakan anda
secara bebas untuk menghubungi saya (peneliti) di nomor telepon 085701206355
atau email [email protected]. Terimakasih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
TRANSKRIP WAWANCARA SUBJEK 1
W: Interviewer
S: Subjek 1 (Sis X)
No. Verbatim Transformatif/ Narasi Interpretasi Tema/ sub Tema
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
W: eee untuk yang sesi ini, saya mencoba untuk mengajak
sharing aja, untuk menceritakan bahwa, tadi sempet bilang
kalo dulu juga pecandu. Nah itu kalau boleh tahu, pertama kali
menjadi pecandu kapan Sis?
S: kalo pecandu, kalo sudah mulai nyandu itu eee kira-kira
empat sampai lima tahun lalu.
W: itu kira-kira umur berapa?
S: berapa ya.. 20 sekian kali ya (sambil tertawa) itu sekitar 25
sekian.
W: kalau mulai pertama kali pakai sebelum pecandu itu
kapan?
S: iya, itu kira-kira tahun 99,
W: masih TK aku (hehehe)
S: waktu itu saya SMA, saya SMA itu. Masih sekolah.
Sekarang kan aku 32
W: dulu pertama kali pakai apa?
(1-17) subjek pertama kali menjadi
seorang pecandu kira-kira empat hingga
lima tahun yang lalu saat dirinya berumur
kurang lebih 25 tahun. Pertama kali,
subjek mengonsumsi alkohol.
Gerbang menuju adiksi,
dimulai dengan mengonsumsi
alkohol
Pola kegagalan RD:
Rolling the snowball (16-
17)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
S: dulu pakai alkohol, biasa dasarnya kan alkohol.
W: mungkin bisa dicritain sis, dulu gimana dari awalnya
alkohol terus nyoba-nyoba yang lain gitu?
S: mungkin gini, karena pada waktu itu yang paling mudah
memang alkohol, soalnya pada waktu itu masih di jual di
supermarket.
W: oh gitu....
S: habis alkohol, karena dulu di sekolah aku ibaratnya karena
ada yang ngedarin kan ya, saya tidak tahu itu bandar atau
apa, tapi kita bisa beli dari dia gitu, eee itu ganja, habis itu
waktu SMA itu. Waktu kuliah, saya pakai inex
W: apa itu?
S: inex itu estacy
W: oo estacy
S: iyaaa nah itu habis itu mulai kuliah itu lalu ke puttau.
W: nah itu kan perjalanannya kan agak panjang kan ya sis bisa
sampai ke puttau begitu. Nah itu prosesnya gimana sis?
S: ya itu juga komunitas, kita kumpul, pada minum, fun,
karoke. Nah makin ke sini, kita kan juga ngrokok itu, nah
(18-31) pertama kali, subjek mengonsumsi
alkohol pada sekitar tahun 1999. Subjek
merasa alkohol menjadi dasar adiksi pada
dirinya. Setelah mengonsumsi alkohol,
subjek mulai mengonsumsi ganja dan
mendapatkan ganja dengan mudah dari
pengedar selama dirinya duduk di bangku
SMA. Menginjak bangku perkuliahan,
subjek menggunakan estacy. Selama
duduk di bangku perkuliahan, subjek
mengonsumsi Puttau.
(32-41) subjek menceritakan bahwa
dirinya terjerumus ke narkoba karena
ajakan dari temannya. Selain itu, subjek
juga seorang perokok sehingga pada
Gate menuju adiksi: diawali
dengan alkohol, lalu ganja,
estacy, kemudian puttau
Subjek mengonsumsi narkoba
karena ajakan/ pengaruh dari
temannya
Pola kegagalan RD:
Rolling the snowball (24-
27)
Pola Kegagalan RD:
Pola sebab akibat
kegagalan
Ekologi – Mikrosistem
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
terjerumuslah ke ganja. Karena yaa ajakan dari temen
juga. Karena komunitas gitu
W: dari ganja terus ada yang nawarin puttau gitu ya?
S: dari ganja ke inex dulu. Ke estacy dulu. Nah habis itu kan
lulus SMA, estacy. Nah habis itu kan komunitas temen
kampus. Itu aja juga masih alkohol.
W: itu makin lama makin berat efeknya atau sama efeknya?
S: dan kebetulan puttau itu efeknya yang paling lumayan
berat.
W: itu efeknya kayak gimana Sis?
S: sakau yang dibilang sakau ya Puttau itu.. eehhm kalau
memang, eehm sebenernya aku juga nyoba sabu juga itu
mental, efeknya tu gak dapet. Karena apa? Karena aku udah
nyobain puttau. Jadi puttau itu udah keraknya racun gitu
kan.. Keraknya dari sabu itu.. Hehehehe. Terus dan itu aku
juga suntik
W: oo suntik juga..
S: awalnya aku langsung suntik.
W: berarti langsung suntik ga isep gitu?
S: engga.. aku langsung suntik.. Naah itu awalnya muntah-
muntah memang. Karena aku ga bisa ngukur dosisnya kan.
Naah aku muntah-muntah, udah lemes, ga karu-karuan. Terus
akhirnya ia juga menggunakan ganja.
(42-59) subjek merasakan adanya efek
yang lebih berat ketika dirinya
mengonsumsi puttau. Subjek merasakan
adanya efek, yaitu sakau (gejala putus zat)
saat mengonsumsi puttau. Subjek
mengonsumsi puttau pertama kali
langsung dengan cara suntik. Subjek
merasa bahwa puttau merupakan kerak
dari racun dibandingkan dengan sabu.
Subjek tidak merasakan adanya efek saat
mengonsumsi sabu. Subjek mengalami
reaksi fisik seperti muntah, lemas, dan
tidak karuan (tidak enak di badan) karena
tidak mampu mengukur dosis saat injeksi
puttau. Selanjutnya subjek mampu
mengatur dosis dan mengalami kenaikan
Mengalami gejala putus zat/
sakau selama mengonsumsi
puttau.
Mengalami kenaikan dosis.
(34-36)
Karakteristik adiksi:
Mengalami sakau (46-50)
Mengalami kenaikan dosis
(57-59)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
ya udah, di situlah aku bisa mainin dosisku. Oh ternyata
dosisnya segini segitu. Terus jadi naik gitu..
W: itu berarti di SMA itu dapetnya dari temen ya?
S: iya.. dari temen. Karena aku waktu SMA itu kan tinggalnya
sama nenek. Jadi lumayan eemm ga terlalu fine juga sih.
W: eee kalo pake ganja itu efeknya gimana Sis?
S: ganjaa.. eehhmm kalo ganja itu luar biasa. Kalo diisep
kayak rokok itu apa ya.. itu kan larinya ke mata. Naa untuk
efeknya itu keliatannya dari mata. Naah itu nanti pokoknya
udah ngantuk, terus kayak udah nge-fly gitulah.. itu biar
tambah hhmm gimana ya biar tambah seneng terus. Biasanya
kan disedot gitu.
W: itu pakai ganja kira-kira berapa lama Sis?
S: pakai ganja itu kelas kira-kira mulai kelas 2 sampai lulus
eee lulus SMA. Itu ga langsung lanjut ya, paling berhenti
berapa bulan gitu. Terus coba inex (estacy).
W: itu jadi pecandu itu riwayatnya gimana Sis?
S: pecandu.. hmm dibilang saya mulai kecanduan sesuatu itu
ya pada saat saya pakai puttau. Karena ya itu tadi, untuk
dosis.
(624-627) subjek mendapatkan narkoba
dari teman sekolahnya didukung ia tinggal
di rumah nenek yang dirasa tidak begitu
(fine) baik baginya.
(63-73) subjek menceritakan bahwa ganja
dikonsumsi dengan cara dihisap seperti
rokok. Efek dari ganja terlihat dari
matanya sehingga menimbulkan rasa
kantuk dan menimbulkan rasa fly
(terbang). Subjek menggunakan ganja dari
kelas 2 SMA hingga lulus SMA. Setelah
itu, subjek mengonsumsi estacy.
(74-87) subjek merasakan awal kecanduan
ketika mengonsumsi puttau. Subjek
merasakan adanya perlawanan (berontak)
Mendapatkan narkoba dari
teman, didukung dengan
tinggal di rumah nenek yang
kurang pengawasan.
Subjek mengonsumsi ganja
sejak kelas 2 SMA hingga
tamat SMA. Efek yang didapat
dari ganja adalah mengantuk,
fly/ terbang, dan senang.
Subjek juga mengalami
peningkatan dalam hal
menggunakan narkoba, yaitu
meningkat ke efek yang
diatasnya
Subjek mengalami adiksi
fisiologis selama mengonsumsi
puttau.
Pola sebab akibat
kegagalan:
Ekologi – mikrosistem
(61-62)
Pola kegagalan RD:
Pemberontakan atensi –
gratifikasi (64-69)
Rolling the snowball (71-
73)
Karakter adiksi:
Gejala putus zat (75-87)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
saya jawab pertanyaan yang pecandu tadi, yang bikin
kecanduan, itu di puttau karena kalo sudah merasakan sekali
atau dua kali itu badan yang berontak. Oke dari pikiran kita,
“wah gue sakit nih”. Padahal engga, karena dari badan itu
nagih. Ternyata pada saat itu baru masuk sekali atau dua kali,
ga sampe tiga kali kok. Itu karena saya suntik kan, jadi
mungkin efeknya eee jadi lebih dahsyat juga. Terus pada
bilang, “oo itu loe udah sakau tu”. Nah dari situ saya coba
lagi itu. Itungan berapa menit gitu lah ingus saya langsung
berhenti, badan udah ga sakit-sakit, yang ga karuan itu udah
ilang.
W: jadi udah nagih gitu ya? Eehm ini kalo Puttau ini makenya
lebih buat ke pain killer atau gimana?
S: awalnya itu buat apa ya.. hmm awalnya tu emang buat pain
killer. Kayak tentara perang kalo sakit di kasih itu langsung
sembuh tu. Ya kayak gitu-gitu. Kalo buat saya sendiri, mm
karena awalnya memang satu, karena pergaulan juga, terus
yang kedua saya juga punya banyak masalah yang saya
gak bisa buat meng-cover itu, yasudah saya terjerumus di
situ. Setelah nyobain, eh itu malah bikin masalah karena
setelah saya nyobain, itu malah bikin kecanduan badan saya.
W: berarti kecanduan ini udah pada tahap badan nagih gitu
dari tubuh. Subjek merasa sakit, yang
sebenarnya itu adalah wujud dari
ketagihan fisiologis. Subjek merasakan
adanya efek yang dahsyat karena dirinya
mengonsumsi puttau dengan cara suntik.
Saat subjek merasa adanya sakau, di
situlah subjek mencoba kembali puttau
tersebut. Saat mengonsumsi puttau, ingus
dan rasa sakit di badan menjadi hilang.
(88-100) awal Subjek mengonsumsi puttau
adalah karena pengaruh pergaulan dan
tidak mampu meng-cover (mengatasi)
masalahnya yang dirasa banyak. Setelah
mengonsumsi Puttau, subjek mengalami
kecanduan fisiologis.
Subjek mengonsumsi puttau
karena pengaruh pergaulan dan
merasa memiliki banyak
masalah.
Subjek mengalami kecanduan
fisiologis.
Subjek juga mendapatkan
narkoba karena pengaruh
pergaulan
Pola kegagalan RD:
Pola sebab akibat
kegagalan:
Tekanan emosi (94-97)
Ekologi – mikrosistem
(92-93)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
ya?
S: iya..
W: kalo pake puttau itu perasaannya kayak gimana, feelingnya
kayak gimana?
S: yaa damai-damai aja sih ya, santai, slow, dan itu kayak
mmm kayak obat bius juga kan ya, matanya jadi turun gitu
kan kaya orang ngantuk gitu. Tapi di situ, kita kayak, tadinya
ga bisa lakuin apa-apa karena sakau, terus kita pake itu terus
jadi sehat kan.. Tapi nanti kalo efeknya udah ilang, misal
selang berapa jam, itu nanti kayak gitu lagi, nah makanya
harus nyari lagi. Naah nanti kayak gitu lagi, ngedrop lagi,
yaudah.. Karena efeknya itu cepet, makin kita naik dosis,
makin cepet pula efeknya.
W: oo begitu, semacam ada kenaikan dosis begitu ya Sis?
S: iyaaa.. toleransi yah.. toleransi... nah ya itu, kita udah ada
di tahap toleransi itu.
W: nah itu kenaikan dosis yang dialami itu kayak gimana sis?
Atau toleransinya itu gimana?
S: kalo toleransi, aku bisa tahap toleransi itu aku cuma bisa
nemuin di puttau. Sama di obat, itu pun aku temuin
karena aku lagi sakau. Jadi aku emang konsumsi painkiller
(101-111) perasaan yang dialami subjek
selama mengonsumsi Puttau adalah adanya
rasa damai, santai, dan slow (pelan) seperti
obat bius. Subjek merasa sebelumnya sakit
akibat sakau, kemudian merasa sehat
setelah mengonsumsi puttau. Subjek
merasa efek dari Puttau hanya sementara.
Subjek juga mengalami tahap toleransi,
yaitu adanya kenaikan dosis saat
mengonsumsi Puttau.
(112-126) subjek kembali menegaskan
bahwa dirinya sudah memasuki tahap
toleransi/ kenaikan dosis. Toleransi hanya
di temukan di puttau. Subjek mengonsumsi
painkiller sebelum mengenal dan
mengonsumsi puttau. Saat mengalami
kecanduan dengan puttau, subjek
menggunakan painkiller sebagai substitusi/
Subjek mengalami reaksi
psikologis seperti merasa
damai, santai, dan slow.
Subjek mengalami gejala putus
zat/ sakau.
Subjek mengalami toleransi/
kenaikan dosis
Menggunakan obat tertentu
sebagai substitusi/ pengganti
saat mengalami toleransi
selama mengonsumsi puttau
Pola kegagalan RD:
Pemberontakan atensi –
gratifikasi (103-107)
Karakter adiksi:
Toleransi (110-111)
Tanda adiksi:
Toleransi (113-114)
Menggunakan substitusi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
atau benzo gitu memang sebelum aku pakai puttau.
W: jadi sebelum puttau pakainya painkiller?
S: jadi sebelum puttau, biasa tuh aku kan pakainya obat tidur.
Obat tidur sama inex. Udah gitu kan. Pas kenal puttau, baru
aku kenal obat painkillernya buat ngilangin sakaunya.
W: buat pengganti sementara gitu ya?
S: iya buat substitusi gitu lah.
W: kalau puttau itu dulu ndapetinnya gimana Sis? Misal pas
badan nagih gitu Sis..
S: dari temen.. ada linknya, jadi langsung ke bandarnya.
Jadi mau ke temen yang sana atau ke temen yang situ, karena
kebanyakan teman juga pecandu Puttau. Jadi kemana-mana
ya ada.
W: lebih mahal ya dari ganja?
S: iya.. Karena gini ya, satu, si bandar ini bilang, “sekalinya
pake Puttau, badan akan ketagihan”. Jadi mau ga mau ya
konsumen bakal ngejar ini barang. Jadi yaa mau gimana.. yaa
sebelas duabelas lah sama sabu. Kalo sabu ya dibutuhkan buat
amfetamin gitu ya, lebih semangat juga, buat dopping gitu.
Kalo Puttau itu lebih ada ke depressannya gitu. Jadi kalo
misal saya lagi pake Puttau sehari, naah paling tidak saya
harus punya antisipasi atau substitusi yang lain. Biasanya
pengganti saat mengalami sakau.
(127-143) subjek mendapat informasi dari
seorang bandar bahwa puttau memiliki
efek adiksi fisiologis. Subjek menceritakan
bahwa sabu dibutuhkan untuk amfetamin
dan menimbulkan efek seperti dopping
(menimbulkan semangat), sedangkan
puttau memiliki efek depressan. Subjek
memiliki antisipasi berupa menyediakan
obat yang lain seperti Kodefin sebagai
pengganti saat mengalami sakau
Menegaskan kembali bahwa
subjek membutuhkan substitusi
sebagai pengganti puttau saat
mengalami sakau.
Selain itu, subjek secara sadar
membiarkan kegagalan itu
terjadi
Pola kegagalan RD:
Letting it happen (134-
137)
Pola sebab akibat
kegagalan:
Ekologi – mikrosistem
(129-132)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
saya pakai Kodefin, atau apa, obat dari dokter gitu. Pain
killernya juga, tapi biasanya obat gitu.
W: nah itu kan sis X konsumsi alkohol, inex, dan sebagainya
itu kan juga karena pergaulan kan ya sis. Nah itu sis X
konsumsi drugs itu dalam rangka apa sis?
S: moment waktu itu, moment kan ya. Waktu itu apa ya, taun
baruan kan ya dan kebetulan waktu itu ada party. Dan waktu
itu pada kumpul sama temen, yaudah. Sebenernya inex itu aku
juga udah nyoba dari SMA.
W: kalo misal udah ga ada moment nih, itu menggunakan
drugs dalam rangka apa sis?
S: dalam rangka jenuh, bete. “mau ngapain ya? Ga ada
kerjaan gini”. Nah pas itu ada “barang”.
W: itu jenuh sama betenya karena ga ada barang atau kenapa
sis?
S: ga ada kegiatan dan pas itu ada masalah. Kan kita
numpuk-numpuk masalah. Kita punya masalah, terus kita
makai, “ohh udah lupa nih kalo ada masalah”. Padahal
secara ga sengaja kita ninggalin masalah di belakang. Kita
makai, efek hilang kan masalah itu timbul lagi tu. Kepikiran
lagi, dateng lagi. Kita makai aja udah bawa masalah, nah itu
numpuk-numpuk, di tinggal ke belakang, yaudah jadi stres.
(144-163) subjek mengonsumsi narkoba
ketika memiliki acara dengan teman-
temannya seperti sedang berpesta/ party.
Selain itu, subjek menggunakan narkoba
ketika dirinya merasa jenuh, bete/ suntuk,
dan merasa tidak memiliki kegiatan.
Subjek juga menggunakan narkoba untuk
melupakan masalahnya. Sebenarnya,
subjek sadar bahwa dirinya membuat
masalah yang baru.
Subjek menggunakan narkoba
saat berpesta dengan temannya,
memiliki rasa jenuh (tidak ada
kegiatan), dan merasa ingin
melupakan masalahnya yang
membuatnya merasa adanya
tekanan emosi.
Pola kegagalan RD:
Pola sebab akibat
kegagalan:
Adanya tekanan emosi
(157-159)
Ekologi – mikrosistem
(147-149)
Letting it happen (153-
154/ 158-161)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
W: hhmm tadi kan sempat bilang bahwa terjerumusnya tadi
karena pertama, pergaulan lalu tadi juga bilang bahwa ada
masalah. Nah itu, masalah yang dialami seperti apa Sis?
S: masalah keluarga. Nah itu masalah keluarga. Karena saya
orangnya introvert kan. Dulu... kadang sekarang masih ada
sisanya dikit-dikit. Saya introvert, lalu saya takut untuk
mengutarakan suatu pendapat. Pokoknya juga takut untuk
melakukan suatu hal juga. Aku pendem-pendem dari aku
kecil sampe dewasa. Jadi yaudah, “aduh udah kebanyakan PR
nih,” rasanya gitu. Kebanyakan PR, numpuk-numpuk,
bingung sendiri, sampe akhirnya saya stress sendiri pada saat
itu. Terus makanya aku dulu dibawa ke Psikiater, terus saya
malah dikasih obat gitu kan.. Naah terus saya ke Psikolog,
saya bingung, “saya juga bisa curhat ke temen-temen kalo
saya mau”. Tapi kan saya ga mau. Gitu.... Larilah saya ke
situ (narkoba), eh ternyata itu malah nambah masalah baru.
W: jadi tadinya ke Psikiater malah dapet obat, ke Psikolog
ngrasa lebih...
S: karena ke Psikolog “ngapain sih?”. Dia emang ngasih way
out. Sedangkan kalo dari kita, “saya ngerti kok kalo way
outnya itu”. Cuman karena saya sudah terbebani oleh masalah
yang saya pending-pending, lebih berat sendiri, jadi bingung
(164-192) Subjek terjerumus
menggunakan narkoba selain karena
terpengaruh pergaulan, subjek juga
memiliki masalah keluarga. Subjek merasa
bahwa dirinya adalah sosok yang introvert
(tertutup) sehingga membuat dirinya takut
untuk mengutarakan pendapat dan takut
untuk melakukan suatu hal. Subjek
memendam masalah dari masa kecil
hingga dewasa. Subjek merasa adanya PR
(tugas) yang telalu banyak dan menumpuk
sehingga membuat dirinya merasa bingung
dan stress (tertekan). Subjek datang ke
pada Psikiater dan mendapatkan obat.
Selain itu, subjek juga datang ke Psikolog
yang di rasa tidak ada bedanya dengan
teman curhat (berbagi cerita). Kemudian,
subjek lari ke pada narkoba dan akhirnya
merasa bahwa hal tersebut justru
menambah masalah baru. Di sisi lain,
subjek merasa tidak adanya way out (jalan
keluar) yang berarti bagi dirinya sehingga
Subjek merasa terjerumus ke
dalam narkoba karena dirinya
mengalami tekanan emosi
akibat memendam dan
menumpuk masalahnya.
Masalah tersebut adalah
masalah keluarga.
Pola kegagalan RD:
Pola sebab akibat
kegagalan adanya
tekanan emosi (169-179/
182-192)
Ekologi – mikrosistem
(167-168)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
sendiri, jadi takut sendiri, yaudah buat apa... Begitu..
Sebetulnya sih seperti itu. Kalo saya ke Psikiater, dapet obat.
Obat buat apa? Obat buat tidur. Untuk nenangin.. dan yang
ada, “jalan keluar apa sih yang ada?”. Kayak gitu.. Saya
obat dari dokter udah pernah, obat tidur udah sering. Terus
akhirnya saya juga ngrasain juga dibawa ke sini (panti rehab)
karena Puttau.
W: itu tadinya bisa ke panti rehab itu ketauannya gimana Sis?
S: itu awalnya sebenarnya saat saya pakai Puttau, itu keluarga
saya tau kalo saya pake Puttau. Kalo awal-awalnya bisa saya
tangkis, dan mereka percaya gitu kan. Tapi makin ke sini
yaudah kalo Puttau udah ketauan banget. Dan dari situ orang
tua saya ngerti, dan pada suatu ketika aku sakau dan ga bisa
nahan, dan orang tua saya ada di rumah. Mau ga mau akhirnya
saya ngomong. “Yaudah anterin aku ke Psikiater”. Nah terus
saya dibawa ke Psikiater. Yaudah dari situ tau, “oh ini udah
sakau”. Gituu.. dan dengan junkienya, lalu orang tua percaya,
“udah ini bakal sembuh kok, udah ini aja”. Gitu.. Terus saya
ke rumah sakit polisi karena ketangkep. Naah mau ga mau
yaaa mau gimana lagi (hahaha). Akhirnya ditebus.. ditebus
dua kali, terus ga berubah juga. Akhirnya saya makai lagi, lalu
saya sakau. Di situ klimaksnya.. Lalu saya ngomong sama diri
dirinya terjerumus untuk mengonsumsi
Puttau. Subjek merasa Psikolog dan
Psikiater kurang cukup membantu dalam
mengatasi beban masalahnya.
(193-214) keluarga subjek sudah
mengetahui apabila subjek mengonsumsi
narkoba dan mengalami sakau. Saat subjek
mengalami sakau dan merasa tidak tahan,
keluarga subjek membawa subjek ke
Psikiater. Akan tetapi, subjek berhasil
mengalihkan dan memberi alasan bahwa
dirinya mampu sembuh dari sakau. Subjek
pernah ditangkap oleh polisi dan ditebus
oleh keluarganya. Tetapi subjek tak
kunjung berubah (berhenti mengonsumsi).
Saat subjek mencapai klimaks, subjek
merasa bahwa dirinya ingin berhenti.
Tetapi, subjek merasa bahwa tubuhnya
tidak sanggup untuk berhenti karena badan
Subjek mengalami
deindividuasi, yaitu kehilangan
evaluasi diri atas apa yang
diperbuatnya. Akibat adiksi,
subjek merasa tidak mampu
mengendalikan dirinya.
Pola kegagalan RD:
Reduksi pada monitoring
hilangnya evaluasi diri
(195-197)
Karakter adiksi:
Kurang mampu lakukan
kontrol diri (207-214)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
208
209
210
211
212
213
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
saya sendiri kalau saya tu mau berhenti. Tapi saya ga bisa,
badan saya tu ga bisa, ga mampu gitu. Tapi saya udah capek
karena dari pagi mikirin gimana caranya dapet Puttau, harus
ada. Terus nanti kalo siang atau sore saya sakau gimana. Dan
malem itu saya harus bisa nyuntik gitu. Jadi itu, jadi ibaratnya
udah dibabuin lah sama tu Puttau. Jadi hidup saya yaa untuk
Puttau itu.
W: eehmm sejak pertama kali kenal Puttau atau bahkan
sampai kecanduan begitu, Sis X menganggap drugs itu apa?
Atau anggapan mengenai drugs selama ini..?
S: eee pada saat itu ya, pada saat itu nih, misal saya lagi beli
barang, waah kayak dapet uang berapa tumpuk. Ya karena
pada saat itu saya tidak memikirkan sama sekali eehhmm apa
ya, secara duniawi lah, tidak mikirin gadget, mikirin apa atau
apa itu enggak. Pokoknya waktu itu dimana saya ada duit,
disitu saya harus dapet Puttau. Dan pada waktu itu saya juga
ngajar ya.. saya ngajar, jadi tiap bulannya saya dapat utuh,
karena saya juga masih dikasih sama orang tua juga, dan saya
udah ada keluarga juga kan pada saat itu juga, naah uang dari
suami saya juga buat beli Puttau gitu kan. Yaaa pinter-
pinternya saya buat manipulated itu.
W: eehhmm gini, apa yang dipikirkan tentang Puttau?
sudah ketagihan dengan narkoba. Subjek
merasa bahwa hidupnya telah dibabuin
(diperbudak) oleh Puttau.
(215-241) anggapan subjek mengenai
narkoba ibarat mendapatkan uang
bertumpuk-tumpuk. Subjek merasa ketika
dirinya memiliki uang, ia harus
mendapatkan Puttau. Subjek merasa
bahwa dirinya harus pintar me-
manipulated (mencari akal) dalam alokasi
uang untuk membeli Puttau. Subjek
menganggap puttau adalah sesuatu yang
sangat berharga. Subjek merasa senang/
bersyukur apabila mendapatkan Puttau
(saat subjek masih menjadi pecandu).
Subjek menganggap puttau
sebagai sesuatu yang berharga
(digambarkan dengan
setumpuk uang).
Selama subjek memiliki uang,
subjek akan membeli puttau.
Pola kegagalan RD:
Pemberontakan atensi –
gratifikasi (218-223/ 236-
241)
Karakter adiksi:
Aktivitas untuk
mendapatkan zat (222-
228)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
230
231
232
233
234
235
236
237
238
239
240
241
242
243
244
245
246
247
248
249
250
S: saat jadi pecandu?
W: iya saat jadi pecandu.
S: iya itu.. Puttau itu saya ibaratkan seperti uang gitu.. Saat
kita dapat uang banyak, bertumpuk-tumpuk, naah seperti
itulah saya menganggapnya.
W: jadi seperti sesuatu yang berharga gitu?
S: iya berharga banget. Yaa kayak tadi ibaratnya saya dapet
uang bertumpuk-tumpuk, yaa seperti itulah saya menganggap
Puttau itu. Begitu saya dapet Puttau, saya pegang itu barang,
“waaaa.. akhirnya.. syukurlah... alhamdullillah laah..”. naah
jadi kurang lebih ya kayak gitu. Karena pada saat itu dapet
Puttau, waa rasanya udah susah digambarin mba.
W: itu kalo sedang dalam pengaruh Puttau, itu perasaan atau
perilaku yang muncul itu kayak gimana Sis?
S: rasanya biasa aja, kayak orang normal, kayak embak gitu.
Kayak kita ini lagi ngobrol, udah gitu aja.
W: soalnya kan ada yang sampai menyerang, sampai tidur..
(hahaha) gitu..
S: naah ya kita bisa tidur, kita bisa layaknya orang normal lah.
Justru kalo kita lagi sakau, naah perbedaannya di situ.
W: bedanya gimana?
(242-247) subjek merasa layaknya orang
normal ketika mengonsumsi puttau. Justru
perilaku atau perasaan tersebut akan
muncul ketika dalam keadaan sakau
(badan sakit, cemas karena harus
mendapatkan Puttau)
(248-260) subjek menceritakan bahwa
dirinya dapat nekat (melakukan apapun)
dan berpikiran tidak sehat ketika merasa
Subjek akan menjual apapun
untuk membeli puttau
Karakteristik adiksi:
Habiskan aktivitas utk
peroleh zat (251-258)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
155
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
264
265
266
267
268
269
270
271
S: kita bisa nekat, kita bisa berpikiran yang ga sehat,
pokoknya harus gimana ni caranya supaya bisa dapet tu
puttau. Tapi satu, saya ga pernah jual diri, jual badan saya
buat dapet gitu, enggak. Karena puttau jaman saya dulu sama
jaman sekarang itu beda. Misal junkie cewek apalagi udah
kena puttau, orang anggep pasti udah jual badan. Kalo saya ga
gitu. Ya paling korbannya yaa barang-barang di rumah
saya pada habis
W: iya yaa brarti apapun yang ada dijual
S: iyaa iyaa kayak gitu
W: ee berarti (ada orang masuk) ee jadi kalo boleh aku
simpulin, ee agak bareng sih yaa, jadi dari pergaulan, terus
juga ada masalah di rumah, plus dari situ meningkat dosisnya.
Eehmm terus kalo ada masalah baru pakai Puttau atau
gimana?
S: enggak.. Jadi waktu itu ada masalah atau enggak sekalipun
tetep yang kedetect kan tubuh kita. Tubuh kita yang minta
gitu..
W: berarti kalo kecanduan tu udah dari badan ya, nagih buat
selalu pakai gitu?
S: kringet dingin, misal mulai kringet dingin gitu, naah saya
harus mendapatkan Puttau. Akan tetapi,
subjek tidak pernah menjual diri untuk
mendapatkan Puttau karena dirinya sudah
menjual barang-barang di rumah untuk
membeli Puttau.
(261-268) subjek mengonsumsi Puttau saat
berdasarkan deteksi dari tubuhnya. Subjek
merasa bahwa tubuhnya yang “meminta”
untuk mengonsumsi Puttau.
(269-274) subjek menceritakan gejala
sakau seperti keringat dingin, bersin-
bersin, dan badan jatuh ke tembok (badan
Ada atau tidaknya masalah,
selama badan dirasa “nagih”/
kecanduan, maka subjek akan
mengonsumsi puttau
Penjelasan mengenai gejala
sakau
Subjek mengalami adiksi
fisiologis
Gejala putus zat
(266-268)
Karakteristik adiksi:
Gejala putus zat (271-274)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
272
273
274
275
276
277
278
279
280
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
291
292
293
mulai antisipasi itu.. saya bersin 10 kali gitu, naah itu tanda-
tanda saya udah mulai sakau gitu. Badan udah jatuh ke
tembok gitu.
W: nah itu dulu selama menjadi pecandu, itu perasaan yang di
alami seperti apa sis? Bukan pas lagi sakau sis, tapi selama
menjadi pecandu, itu perasaanya gimana?
S: perasaannya itu ya saya itu kayak orang yang
terdiskriminasi. Ya saya menganggap diri saya ga normal,
pada saat itu sebelum saya masuk rehab. Saya merasa bukan
seperti orang normal. Ya beda lah.
W: berarti itu secara ga langsung seperti itu yang dipikirkan.
Nah ketika seperti itu, perasaan apa yang muncul sis?
S: ketika ngrasa ga kayak orang normal, ya sebel aja sama
diri sendiri.
W: nah, ketika ada perasaan sebel sama diri sendiri, merasa
tidak seperti orang normal, nah itu kenapa sis bisa juga sampai
pada tahap toleransi?
S: kepalang tanggung. Itu jadi istilahnya pada saat itu di
tingkat udah ga bisa mikir, mau gimana juga udah ga
ngerti, jadi udah ga kepikiran untuk sayang sama diri
sendiri.
W: jadi kayak gini yaudah gini sekalian gitu ya?
terasa berat)
(275-316) selama menjadi seorang
pecandu, subjek pun merasa
terdiskriminasi karena merasa dan
menganggap diri tidak normal. Subjek juga
merasa sebel/ jengkel terhadap dirinya
sendiri. Menurut subjek, dirinya sudah
kepalang tanggung/ terlanjur, sehingga
dirinya pun terus mengonsumsi dan masuk
ke tahap toleransi. Subjek mengakui
bahwa saat itu, dirinya sudah tidak mampu
berpikir apapun dan tidak tahu hendak
berbuat apa. Subjek merasa tidak
menyayangi diri sendiri/ tidak peduli dan
menganggap bahwa narkoba merupakan
temannya. Subjek merasa flat/ datar dan
merasa bahwa dirinya telah melakukan
blocking sehingga ia tidak bisa mengenal
siapa dirinya.
Merasa terdiskriminasi.
Menganggap diri tidak normal.
Merasa jengkel dengan diri
sendiri.
Merasa kepalang tanggung/
sudah terlanjur.
Tidak peduli pada diri sendiri.
Menganggap narkoba adalah
teman.
Perasaan pada diri sendiri flat/
datar.
Tidak mengenal diri sendiri
karena telah melakukan
blocking.
Mengalami emosi negatif
Pola kegagalan RD:
Pemberontakan atensi –
gratifikasi (296-297)
Reduksi pada monitoring –
deindividuasi (294-295;
300-302; 312-316)
Letting it happen
(289-292)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
294
295
296
297
298
299
300
301
302
303
304
305
306
307
308
309
310
311
312
313
314
315
316
S: ha‟a bener. Jadi yaudah sama sekali udah ga sayang sama
diri sendiri. Kan udah kesel tadi.
W: kayak yang semacam kayak udah ga ada wayout gitu ya?
S: he‟em.. jadi ibaratnya drugs itu temen, udah jadi temen.
W: naah waktu saat jadi pecandu gitu, itu pandangan terhadap
diri sendiri itu kayak gimana?
S: yang jelas dia macam udah ga peduli sama diri dia
sendiri. Apalagi sama orang lain. Dia udah careless gitu
orangnya
W: kalo pas jadi pecandu, kalo ditanya siapa kamu, itu bakal
jawab apa Sis?
S: ga tau.. kalo ada yang tanya siapa kamu, yaa saya bakal
jawab ga tau gitu (hahaha).
W: berarti ee bagaimana sih perasaannya sama diri sendiri?
Apa yang dipikirkan terhadap diri sendiri?
S: dulu tu flat ya mba (hehehe). Itu dulu.. kalo sekarang
udahlah saya berharga gitu..
W: mm kalo udah kecanduan emang udah susah sih ya..
S: iya begitu (hahaha). Dulu jadi inget, Psikolog pernah tanya,
“kamu kenal ga sama diri kamu sendiri?”. Trus aku jawab,
“enggak”. Yaudah begitu karena saya udah mem-blocking
diri saya sendiri. Jadi untuk mengenal diri saya sendiri yaa
saya ga tau gitu..
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
317
318
319
320
321
322
323
324
325
326
327
328
329
330
331
332
333
334
335
336
337
338
W: kalau sakau puttau itu kayak gimana sis?
S: kalo Puttau, kalau sakau yaaa ga bisa ngapa-ngapain
mbak. Makan aja ga bisa, mau yang lain aja ga bisa apalagi
makan. Kalo saya dipegang kulitnya aja ngamuk. Kayak sakit
gimana gitu.
W: berarti pas sakau, kalo kulit dipegang gitu sakit ya?
S: ho‟o..
W: terus perasaan yang muncul kayak apa itu?
S: emosi.. emosional.. emosional tingkat dewa gitu.
W: kalau pakai Puttau gitu pernah muncul kayak halusinasi
gitu ga?
S: oohh enggak kok enggak.. itu udah sabu
W: ohh beda ya?
S: beda kalo itu udah beda
W: soalnya kalo ganja katanya bisa munculkan halusinasi gitu,
yang biasa dipake sama seniman
S: iyaa berimajinasi... efek penenang mungkin ya
W: apa yang mau ditenangin ya Sis?
S: ya ga tau (hahaha).. Soalnya gini, kalo kita udah sakau,
pikiran kita tu jadi kusut banget. Kalo udah make,
emosional kan. Itu udah emosional. Tapi kalo kita udah kena
Puttaunya, itu rasanya kayak damai gitu, udah ga ada yang
(317-342) subjek menceritakan bahwa
dirinya tidak mampu berbuat apapun
ketika dirinya mengalami sakau. Selama
sakau, subjek mengalami kesakitan secara
fisik. (kulit dipegang, sakit). Dari sisi
emosi, subjek juga lebih dikendalikan oleh
suasana hati (emosional) ketika mengalami
sakau dan juga mudah marah. Dari segi
kognitif, subjek mengakui ketika sakau,
pikirannya menjadi kusut (kacau, tidak
beraturan). Akan tetapi, ketika subjek
menggunakan puttau, dirinya merasakan
perasaan damai dan sensasional.
Yang dialami selama sakau:
Fisik mengalami kesakitan
(kulit disentuh, sakit).
Emosi lebih dikendalikan
suasana hati (emosional/
mudah marah).
Kognitif tidak mampu
berpikir jernih (pikiran kusut).
Karakteristik adiksi:
Mengalami gejala putus
zat (318-321)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
339
340
341
342
343
344
345
346
347
348
349
350
351
352
353
354
355
356
357
358
359
dipikirin, udah di badan rasanya enak gitu. Eee apa ya, saya tu
kalo lagi dapetin tu barang pas ketemu bandar, udah ni
langsung kluarin alat tembaknya, langsung beraksi “set set
set..” . udaahh kayak gitu, “sensasional”. Gitu.. (hahaha)
W: nah drugs itu kan efeknya macem-macem kan ya sis, dan
sepertinya puttau itu yang efeknya depressan kan ya. Nah itu
sis X memang pilih drugs dengan efek itu atau gimana sis?
S: kalo memilih, jadi kita tu ga bisa milih ini tu enak dipakai
atau enggak. Nah kebetulan di tahap terakhir itu aku pilih, ee
aku kemasukannya yang puttau. Jadi badan udah ga bisa buat
nolak. Jadi kalo kita ga kemasukan gitu, malah badan yang
butuh. Kalo sabu masih bisa terkontrol. Ganja apalagi. Untuk
efek-efeknya, sebenernya itu ga enak efek-efeknya. Pada ga
enak efeknya. Tapi karena aku udah kepentok di puttau itu.
Karena yang butuh kan badanku. Makin ke sini ya enjoy
malah dengan efek itu, lebih nyantai, yang nge-fly gitu. Jadi
karena itu langsung ke otak kan, langsung “wah enak nih”,
langsung slow gitu.
W: misal nih sis, ga ada puttau atau obat buat redain sakau,
nah itu sis X bisa tahan berapa lama dan apa yang si X
lakukan?
(343-356) subjek menceritakan bahwa
narkoba tersebut memiliki efek yang tidak
enak. Akan tetapi, ia merasa bahwa
tubuhnya lah yang membutuhkan narkoba.
Semakin lama, tubuhnya merasakan enjoy/
nyaman, nge-fly/ melayang, dan slow/
pelan.
(357-372) apabila subjek tidak
mendapatkan puttau ataupun obat yang
menjadi substitusinya, ia akan mengalami
Semakin lama, subjek semakin
menikmati efek yang
ditimbulkan dari narkoba
Subjek juga mengalami
toleransi pada obat-obatan
substitusi yang digunakan
Pola kegagalan RD:
Pemberontakan atensi –
gratifikasi (337-342)
Karakteristik adiksi:
Mengalami toleransi pada
obat-obatan (369-372)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
360
361
362
363
364
365
366
367
368
369
370
371
372
373
374
375
376
377
378
379
380
S: satu hari. Satu hari itu, aku sih pasti minum, aku pasti
ada antisipasi gitu karena aku punya dari psikiater, punya
obat gitu.
W: buat penyangga gitu?
S: iya, dan itu aku harus selalu sedia.
W: walaupun efeknya ga sekuat puttau ya?
S: iya itu buat jaga-jaga
W: itu efeknya gimana sis kalau kebetulan pakai obat yang
dari dokter itu?
S: dosis. Jadi kalo misal masih sakit badannya, masih ngrasa
ga enak, ya aku tambahin itu obat. Makanya aku bisa pakai
sampai lima miligram. Dan itu bisa naik terus kalo badan
masih kerasa sakit, makanya tambah lagi tambah lagi.
W: nah kalau sedang sakau itu perasaan yang sering muncul
itu seperti apa sis?
S: kondisi emosi ya? Kondisi perasan yaa kesel, jengkel,
marah, dan yaa aku harus dapetin puttau. Pasti emosi.
W: dan sis X udah alami tahap toleransi atau kenaikan dosis
itu udah berapa lama? Terhitung dari puttau ya sis, karena
yang lain kan ga dapet efeknya.
S: sebulan, sebulan kurang. Karena kita kan lihat dosisnya,
sakau yang durasinya adalah satu hari.
Subjek menceritakan bahwa dirinya selalu
menyediakan obat substitusi untuk
mengantisipasi sakau. Subjek juga
menceritakan bahwa dirinya bisa
mengalami kenaikan dosis apabila efek
dari obat tersebut belum terasa (belum
mampu menghilangkan rasa sakit).
(373-376) perasaan/ emosi yang muncul
ketika subjek mengalami sakau adalah
jengkel, kesel/ sebel, marah, dan merasa
harus mendapatkan puttau
(377-398) subjek mengalami toleransi
puttau selama 1 bulan, jadi sejak
pemakaian awal, pada 1 bulan pertama
sudah mengalami kenaikan dosis. Subjek
untuk mengantisipasi gejala
sakaunya.
Kondisi emosi subjek selama
sakau: kesel/ sebel, marah,
jengkel, dan merasa harus
dapat puttau
Subjek mengalami kenaikan
dosis pada puttau pada 1 bulan
pertama pemakaian puttau.
Adanya rasa jenuh menjadi
Kondisi emosi subjek
selama mengalami sakau.
Karakteristik adiksi:
Toleransi (380-383)
Lama penggunaan puttau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
381
382
383
384
385
386
387
388
389
390
391
392
393
394
395
396
397
398
399
400
401
402
apalagi kita kan suntik sis. Dan itu dosisnya makin naik,
makin tambah, sampai ngrasa “teng” gitu. Semakin kita
banyak pemakaian, sakaunya semakin cepet.
W: kalau sakau itu hitungannya per hari atau gimana sis?
S: per hari. Itu kalau telat ya. Jadi itu, ada jatuh tempo.
W: berarti itungannya tiap hari sis X pakai puttau?
S: ho‟oh.
W: nah itu pakainya berapa lama? Sampai memutuskan
untuk di rehab?
S: empat sampai lima tahun pure puttau. Jadi itu badannya
yang butuh. Kalo saya udah jenuh.. Tapi badan yang
butuh, udah kan ga bisa mikir, jadi emosional, ga bisa
berpikir jernih lah. Ada barang udah hajar aja gitu. Dan
ini udah jadi drug choice kan, udah itu empat sampai lima
tahun aktif pakainya puttau.
W: dan itu ga kehitung yang lain-lain sama yang awal mula
pakai alkohol dan sebagainya itu ya?
S: hahahaha ga kehitung
W: eemmm selama jadi pecandu itu, relasinya sama temen-
temen di luar komunitas pecandu itu gimana sis?
S: biasa aja sih. Hubungan kita bisa jadi lebih baik kalo aku
habis makai. Kalo aku lagi ga makai gitu, otomatis badan kan
juga menceritakan bahwa sakau itu dialami
setiap hari jika tidak mendapatkan puttau.
Subjek menceritakan bahwa dirinya aktif
mengonsumsi puttau selama 4 hingga 5
tahun dan sudah merasa bahwa puttau
adalah drug choicenya. Sebenarnya, subjek
merasa jenuh. Tetapi subjek merasakan
bahwa badannya yang selalu
membutuhkan. Di sisi lain, subjek merasa
sudah tidak mampu berpikir jernih,
emosional, dan selalu mencari puttau
tersebut.
(399-407) subjek merasa relasinya dengan
teman-teman di luar komunitas pecandu
akan lebih baik jika dirinya sudah
mengonsumsi puttau. Subjek akan menarik
seorang pecandu, tetapi merasa
tidak berdaya karena adanya
adiksi fisik.
Tidak mampu berpikir jernih,
emosional, dan keinginan
untuk selalu mencari puttau.
Subjek menghindari aktivitas
sosial seperti mengurangi
pergaulan
Karakteristik adiksi:
Mengurangi aktivitas
sosial (401-405)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
162
403
404
405
406
407
408
409
410
411
412
413
414
415
416
417
418
420
421
422
423
424
ga enak nih, aku lebih baik menjauh. Karena aku ga mau
mereka tahu perubahan badan aku, emosional aku, ga mau
klihatan. Karena puttau itu kelihatan sis.
W: berarti selama hidup itu banyak yang ditutupin ya?
S: banyak banget.
W: dulu selama SMA atau kuliah gitu, ada ga sis cita-cita
yang bener dikejar gitu?
S: belum
W: belum ada?
S: belum. Kalo profesi, hmm apa ya.. ya pengennya lulus
nuntut ilmu, sapa tau bisa bikin sekolah
W: ketika menjadi pecandu puttau, itu kuliahnya juga sampai
lulus ya sis?
S: iya.
W: itu di rehabnya setelah kuliah ya?
S: he‟em.
W: sis X kan juga cerita selama menjadi pecandu itu kan
sering “ngeles-ngeles” gitu kan sis. Itu berarti ngelesnya
dengan kata lain bohong atau gimana?
S: iya blocking, ya memungkiri juga supaya ga mencapai
pembicaraan itu.
diri jika mengalami gejala sakau. Subjek
tidak ingin perubahan dirinya dan
emosionalnya terlihat oleh teman-
temannya.
(408-418) subjek mengatakan bahwa
dirinya belum memiliki cita-cita yang
dikejar selama masa SMA. Subjek
menjalani rehabilitasi setelah
menyelesaikan kuliahnya.
(420-424) selama menjadi seorang
pecandu, subjek sering mengalihkan
pembicaraan agar tidak menyinggung
masalah adiksinya
Tidak adanya cita-cita yang
dikejar selama masa SMA
Adanya mekanisme pertahanan
diri yang dilakukan oleh
subjek: denial
Tidak memiliki tujuan/
cita-cita tidak adanya
unsur regulasi diri
(408-411)
MPD: denial
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
163
425
426
427
428
429
430
431
432
433
434
435
436
437
438
439
440
441
442
443
444
445
446
W: terus dulu, ee tadi kan sempet bilang bahwa ada keinginan
buat sembuh, kenapa keinginan sembuh itu bisa muncul
begitu?
S: karena itu tadi saya bilang, saya tu udah jenuh, saya dah
capek. Dan waktu itu saya Oktober ulang tahun, saya tu
bilang, “yaudahlah Tuhan, saya tu udah capek, pokoknya
gimana caranya”. Aku udah ngomong gitu. Saya dah capek,
saya mikir nyari duitnya buat dapetin Puttau, nah saya udah
capek, buat apa. Gitu capek buat apa. Udah gitu saya jadi
rumah tangga, juga ga harmonis, nah saya capek kan? Saya
juga harus nutupin itu smua, jangan sampe saya ketauan sakau
begitu kan? Saya jadi capek. Nah di situ saya... ya mungkin
kuasa Tuhan juga ya. Nah saat saya ulang tahun, saya bilang,
“udah nih aku mau make, sekali aja”. Udah, maka terjadilah,
saya make, saya beli, hampir satu gram lebih. Nah dari situ
saya nyoba kan, sampai dosis tinggi, dikit lagi.. dikit lagi.. oh
kena nih.. yaudah langsung klimaksnya di situ, saya
overdosis.
W: dari overdosis langsung dibawa ke panti rehab?
S: karena dari situ saya mikir, “o iya yaa itu semua juga dari
paksaan badan aku”. Sampai ortu ikut intervensi, udah dibawa
ke panti rehab gitu. Awalnya udah mau ke rehab, ke
(425-454) keinginan subjek untuk pulih
berawal dari adanya kejenuhan dan
kelelahan (capek) menjadi seorang
pecandu. Subjek merasa lelah karena harus
berpikir bagaimana mendapatkan uang
untuk membeli Puttau dan merasa lelah
untuk menutupi keadaannya yang sedang
sakau, juga rumah tangga menjadi tidak
harmonis. Subjek juga merasa adanya
pertolongan dari Tuhan. Ketika subjek
berulang tahun di bulan Oktober, subjek
ingin menggunakan Puttau untuk terakhir
kalinya. Akan tetapi, subjek mengonsumsi
Puttau sebanyak lebih dari satu gram
sehingga subjek mengalami overdosis.
Subjek merasakan adanya paksaan dari
tubuhnya. Orang tua subjek turut
memberikan intervensi (campur tangan)
dan membawa subjek ke panti rehabilitasi.
Akan tetapi, subjek ngeles (memberikan
banyak alasan) berupa banyaknya
pekerjaan yang harus ia lakukan. Pada
Adanya keinginan untuk lepas
dari kecanduan karena merasa
jenuh dan lelah. Selain itu,
dirasa harus selalu menutupi
dan rumah tangga dirasa tidak
harmonis. Adanya keinginan
untuk berhenti diakhiri dengan
pemakaian terakhir kalinya
sehingga subjek mengalami
overdosis.
Awal ingin pulih:
Jenuh (428-431)
Alami overdosis (438-442)
Ingin berhenti (452-454)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
447
448
449
450
451
452
453
454
455
456
457
458
459
460
461
462
463
464
465
466
467
rehabilitasi gitu. Cuma saya ngeles-ngeles sana sini lah, yang
saya bilang ada kerja lah, ada outting lah, ada ngajar juga.
Yaudah, akhirnya dipaksa juga sama orang tua dan dibawa ke
BNN waktu itu.
W: berarti motivasi itu timbul dari diri sendiri ya?
S: iya.. dari diri sendiri he‟em.. kita mau sehat, kita mau
mempertahankan recovery kita, kita mau ga kumat lagi yaa
semua dari diri sendiri.
W: lalu yang di jalani sis X apa aja, dari pecandu sampai
bener-bener lepas? Proses yang dialami apa aja selama rehab
di sini?
S: kalo aku pribadi ya, makanya aku ni move dari Jakarta ke
sini kan, karena kalo balik ke sana lagi aku ga ngerti gitu lho,
cerita ini ga mungkin ada. Yang jelas di sini aku di kasih
treatmen sama konselor aku juga. Aku dikasih kegiatan juga.
Kegiatan untuk ngelupain masa kekosongan pikiran.
W: oo berarti mencegah supaya ga kosong kan ya pikirannya?
S: ho‟oh. Supaya pikirannya ga kosong dan supaya ga mikir
“ke sana” gitu. Itu dibekalin itu terus sampai kuat. Udah
sekarang ngomongin kayak gimana pun udah kebal aja
W: kalo di panti rehab ini, diberikan apa aja Sis? Buat
akhirnya, orang tua subjek tetap
memaksanya dan membawa subjek ke
BNN. Subjek merasa bahwa motivasi
berasal dari dirinya sendiri. Recovery
(kesembuhan) harus dipertahankan dan
semua itu dirasa dari dirinya sendiri.
(455-466) subjek pindah dari Jakarta ke
panti di Jogja untuk menghindari trigger
tersebut (spt di atas). Subjek diberi
kegiatan agar dirinya tidak mengalami
kekosongan pikiran
(467-484) subjek menceritakan bahwa
Subjek menghindari hal yang
dianggap trigger baginya
(mengubah lingkungan).
Mengikuti kegiatan agar tidak
mengalami kekosongan
pikiran.
Mendapatkan terapi CBT.
Unsur regulasi diri:
Operate – ubah lingkungan
(458-462)
Program rehabilitasi:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
165
468
469
470
471
472
473
474
475
476
477
478
479
480
481
482
483
484
485
486
487
488
489
membantu proses penyembuhan?
S: eee program yaa.. kayak misalnya dikasih CBT (cognitive
teraphy behavior), naah itu juga program-program lain yang
bisa disamakan.
W: kalo yang cocok, program yang dirasa cocok itu apa Sis?
S: kalo saya, untuk saya itu CBT.. selain itu, tanpa diberi itu
saya juga liat realitanya. Liat efek dari Puttau juga. Banyak
yang mati juga. Kita berapa orang, paling ga nyampe empat
orang dari angkatan kita.
W: dari berapa itu
S: woaa dari berapa ya, banyak.. banyak banget.. yang make
kayak gitu yaa kayak gimana macam kayak udah punah.
W: hmm berarti kesimpulannya, dari pikiran udah ada usaha
buat sembuh, dari sini diberi program CBT itu ya, yang dirasa
cocok dan sebagai penguat
S: dan saya juga liat dari realita, saya liat dari temen-temen
yang udah pada ga ada gitu..
W: ada detox kan ya? Kalo detox itu dimasukkan ke dalam
ruangan atau diberi obat yang berlawanan agar bersih atau
gimana sis?
S: detoxifikasi itu selain kita di pantau sama dokter sama
perawat juga kan, sebenernya tempat untuk merenung
CBT merupakan program yang dirasa
cocok baginya. Selain itu, subjek juga
melihat efek dari puttau yang mematikan
bagi para pecandunya.
(485-496) detoksifikasi merupakan suatu
kondisi saat residen dimasukkan ke dalam
suatu ruangan (isolasi) guna untuk
berefleksi. Obat hanya digunakan ketika
residen mengalami kesulitan tidur
Melihat realita dari efek puttau
yang mematikan.
Mendapatkan isolasi untuk
berefleksi
CBT (473-476)
Proses rehabilitasi:
Isolasi refleksi (489-
492)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
166
490
491
492
493
494
495
496
497
498
499
500
501
502
503
504
505
506
507
508
509
510
isolasi itu. Jadi di sini tu di suruh merenung, “kenapa sih
sampai sini” gitu lho, “apa sih yang udah diperbuat”, begitu.
Jadi buat berkaca.
W: berarti sama sekali ga dikasih obat?
S: enggak, sama sekali enggak. Kalaupun di kasih itupun tetep
dikontrol sama dokter. Misal ee misal buat yang sampai ga
bisa tidur berhari-hari gitu.
W: nah kalau lagi sakau itu gimana sis kalau kebetulan
sedang direhab gitu?
S: kalau di sini pasang badan, kalau aku. Ibaratnya, yaudah
nikmati aja sampai lewat masa sakau itu.
W: ga papa itu sis?
S: yaa sakau kan ga bisa mati kan. Ya ditahan, mau sampai
jungkir balik, badan sakit, sampai basah yaa ditahan. Soalnya
itu udah resiko.
W: ada kan ya pecandu itu yang prosesnya sedikit demi
sedikit, lalu pada akhirnya abstinen gitu ya. Nah yang sis X
alami itu kayak gimana? Apakah ada penurunan dosis atau
langsung diputus gitu aja?
S: kalau puttau putus gitu aja. Dan itu tergantung mindset
kita juga sih. Tergantung apa yang kita pikirkan. Kalo mau
(497-504) subjek menceritakan bahwa
apabila dirinya mengalami sakau saat
direhab, dirinya harus menahan rasa sakit
itu bagaimanapun juga. Subjek
mengatakan bahwa sakau tidak akan
menyebabkan kematian. Baginya,
melewati masa sakau merupakan resiko
saat dirinya memilih untuk menjalani
rehabilitasi.
(505-511) subjek memilih untuk putus
(lepas sama sekali) dari puttau.
Menahan rasa sakit akibat
sakau dianggap sebagai resiko
yang harus ditanggung ketika
subjek memilih untuk
menjalani rehabilitasi.
Subjek memilih untuk lepas
sama sekali dari puttau
Proses rehabilitasi:
Menahan gejala sakau
(502-504)
Tahap abstinen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
167
511
512
513
514
515
516
517
518
519
520
521
522
523
524
525
526
527
528
529
530
putus ya putus saat itu juga.
W: nah kalau waktu itu di cut langsung kan ada reaksi fisiknya
kan ya? Itu yang dialami kayak gimana sis?
S: ya itu jungkir balik ga karuan di asrama gitu. Tapi
mereka taunya aku sakit masuk angin. Dikerokin ga bisa,
“udah aku sendiri aja dulu”. Emosi dan mesti harus handle
feeling kan. Aku mikirnya, “kalau aku ngamuk, berarti aku
belum sembuh gitu”. Jadi aku bilang, aku mesti sendiri dulu
dan aku harus handle feeling gitu.
W: itu selama di rehab dan mengalami sakau prosesnya berapa
lama sis sehingga sakau itu bener-bener hilang?
S: sakau fisik, itu paling ga nyampai 20 hari. Sepuluh
sampai ee dua mingguan lah. Habis itu sisa-sisanya.
W: terus diberi kegiatan?
S: ya kegiatan komunikasi, ya konseling itu lah.
W: setelah itu ga ada yang dialami lagi?
S: ada. Sakau psikis.
W: nah itu kayak gimana sis?
S: sakau psikis itu ya emosional, ga tenang lah dan itu ga
konsentrasi, kita mau ngomong apa sih ga bisa.
(512-519) reaksi yang dialami oleh subjek
saat dirinya memilih untuk putus dari
puttau adalah adanya rasa sakit pada
tubuhnya. Subjek merasa harus mengatur
emosinya dan berusaha untuk tidak marah
(ngamuk). Selain itu, subjek memilih
untuk menyendiri sampai rasa sakit itu
hilang.
(520-525) subjek mengalami sakau fisik
selama direhabilitasi kurang lebih 20 hari.
Saat mengalami sakau fisik, subjek
melakukan kegiatan konseling.
(526-539) sampai saat ini, subjek
mengalami sakau psikis. Sakau psikis
ditandai dengan kondisi yang sangat
dipengaruhi oleh emosi, tidak mampu
berkonsentrasi, dan kurang mampu
Subjek melakukan kontrol diri
berupa kontrol emosi (handle
feeling). Agar emosinya tidak
meluap, subjek melakukan
isolasi diri sampai rasa sakit
tersebut hilang.
Mengalami proses hilangnya
sakau fisik +/- 20 hari.
Melakukan konseling.
Mengalami sakau psikis, yaitu
mengalami proyeksi berupa
mimpi mengonsumsi narkoba.
Proses rehabilitasi:
Menahan gejala putus zat
(514-519)
Proses rehabilitasi:
Melakukan konseling
untuk sakau fisik
Sakau psikis (529-530/
536-538)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
168
531
532
533
534
535
536
537
538
539
540
541
542
543
544
545
546
547
548
549
550
551
552
W: sampai kapan itu sis ngalaminnya?
S: kalau sakau psikis itu sampai saat ini aja aku masih
alamin gitu.
W: lalu yang dilakukan sis X apa supaya at least itu tidak
begitu terasa?
S: kalau aku pribadi itu ngelakuin kegiatan. Jadi kalau sakau
psikis itu sampai mimpi basah, dalam artian itu kita mimpi
“makai”, itu seharusnya udah kelar.
W: sampai mimpi gitu ya?
S: ho‟oh. Nah itu nanti ada kelanjutannya lagi. PAWS, post
acute withdrawl syndrome. Jadi itu ibaratnya apa ya.. ee itu
sakau kecilnya pecandu, kayak orang lagi mens gitu.
W: nah PAWS itu sendiri kayak gimana sis?
S: emosional aja. Ga enak deh badannya pokoknya, ga
kayak biasanya gitu. Ya duduknya ga nyaman juga,
emosional, tersinggungan, dan itu ada masa-masanya. Kalau
kita alami itu seumur hidup.
W: dan itu rentang waktunya berapa sis?
S: kurang dari enam bulan. Tergantung dosis yang dipakai,
terus intensitasnya juga
W: itu maksudnya kurang dari enam bulan itu gimana sis?
S: ya tiga bulan sekali, atau dua bulan sekali,
menyampaikan apa yang ingin
disampaikan. Yang dilakukan subjek untuk
mengatasi sakau psikis adalah dengan
melakukan suatu kegiatan. Menurut
subjek, jika sakau psikis muncul dalam
bentuk suatu mimpi menggunakan
narkoba, seharusnya sakau psikis sudah
berakhir.
(540-556) subjek juga mengalami post
acute withdrawl syndrome yang ditandai
dengan kondisi emosional yang labil
sehingga mudah tersinggung dan merasa
tidak nyaman di badan. PAWS dialami
setiap berapa bulan sekali tergantung
pemakaiannya dahulu. Yang dilakukan
subjek saat mengalami PAWS adalah
memilih untuk berkegiatan atau
beristirahat sampai PAWS itu hilang.
Melakukan pengalihan
dorongan saat mengalami
PAWS dengan melakukan
suatu kegiatan atau beristirahat.
Mengalami PAWS (540-
546)
Cegah pola kegagalan
RD:
Cegah kelambanan
psikologis – self stopping
(554-556)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
169
553
554
555
556
557
558
559
560
561
562
563
564
565
566
567
568
569
570
571
572
573
574
W: kalau lagi kayak gitu berarti berkegiatan aja?
S: berkegiatan atau kalo aku ya istirahat aja. Untuk apa ya,
untuk mengurangi emosi. Kalau sakau psikis, “mimpi basah”
itu harusnya udah kelar. PAWS itu yang seumur hidup.
W: itu ee selama ini ee tadi kan dibilang juga kalo ada
recovery terus menerus, berarti dengan kata lain adalah ya
proses jatuh bangunnya
S: pasti...
W: coba critain dong Sis..
S: jatuh bangunnya, contohnya, saya udah di rehab. Dan
waktu itu pertama kali saya mau dan pulang karena ada orang
di rumah. Itu yaampun itu saya rasanya udah gemeter, tremor
gitu kringet dingin, udah kayak gimana, udah itu ingus tiba-
tiba meler, udah ngliat itu barang (Puttau), saya mau pakai itu
gitu kan, akhirnya yaudah saat itu saya ditelpon konselor saya,
batin aja kali ya.. dari situ, ohh iya gue lagi diingetin nih. Pada
waktu itu tinggal ngitung kancing aja. Make engga make
engga gitu aja karena itu barang udah di depan mata saya.
Karena bekas bekas tissu yang ada darahnya itu belum
diberesin mbak, masih ada di kamar saya. Waktu-waktu saya
overdosis itu kan kamar belum sempat diberesin. Lha jatuh
bangunnya itulah.. waktu itu, “wah make lagi, ah enggak”.
(557-574) Di kamar rumahnya, subjek
menemukan bekas pemakaian Puttau
berupa tisu yang terdapat bercak darah
yang belum dibereskan saat dirinya
overdosis saat lalu. Subjek merasakan
tubuhnya gemetar, tremor, keringat dingin,
dan ingus yang meler (mengalir). Saat itu,
subjek mendapat telepon dari konselornya
dan mendapat peringatan. Subjek merasa
bahwa saat itu hanya tinggal menghitung
kancing untuk menggunakan kembali atau
tidak. Keadaan bimbang untuk kembali
menggunakan Puttau atau tidak merupakan
proses jatuh bangun yang dialami oleh
subjek.
Subjek mendapatkan teguran
dari konselornya.
Ekologi – mikrosistem
(562-569)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
170
575
576
577
578
579
580
581
582
583
584
585
586
587
588
589
590
591
592
593
594
595
W: waktu itu apa aja yang ngebantuin, sehingga bisa sembuh?
Apa aja yang dirasa membantu?
S: membantu itu sebenernya dari pikiran kita sendiri. Kalo
lingkungan, hmm lingkungan kita itu bisa apa sih? Kalo
lingkungan yang kondusif, lingkungan yang dinamis,
lingkungan yang harmonis atau kayak gimana, tapi pikiran
kita tetep mencari, pikiran kita tetep konslet, yaudah.. jadi ya
itu tadi
W: jadi lebih di tekankan dari pikiran
S: semua dari pikiran, dari diri sendiri. Udah.. seperti yang
aku bilang, “kalo lo sayang sama diri lo sendiri, yaudah”.
Pihak lain itu pihak kedua, nah pihak kedua itu bisa apa? Kalo
ngasih dukungan, emang.. Tapi yang paling depan ya itu tetep
diri sendiri.
W: itu caranya mm kayak buat monitoring atau memantau diri
sendiri itu kayak gimana Sis?
S: kalo saya nih, eehm kan ada tahap saya ini post gitu kan ya,
tiap berapa bulan sekali gitu, kalo saya nih ya, yaa selama
saya di sini paling yaa saya pergi sama temen-temen. Yang
penting saya keluar dari tempat yang saya pikirin.
Misalnya, saya lagi mikirin ke situ, saya lagi collapse, saya
(575-588) subjek merasa bahwa
lingkungan tidak memberi bantuan yang
cukup berarti dalam proses pemulihannya.
Subjek menjelaskan apabila lingkungan
tersebut kondusif, dinamis, dan harmonis
tetapi pikiran tetap mencari dan konslet
(kacau), tetap saja orang dapat
menggunakan kembali. Subjek
menekankan bahwa hal yang terpenting
berawal dari pikiran pribadi dan menilai
pihak lain adalah pihak kedua.
(589-600) cara subjek memantau diri
adalah dengan cara menghindar dari hal-
hal yang dapat mempengaruhinya untuk
kembali menggunakan Puttau. Seperti
contoh dalam kurun waktu berapa bulan
sekali, subjek pergi bersama teman untuk
menghindari pikirannya yang sedang
Menekankan pada penguatan
pada pikiran.
Adanya kontrol pikiran.
Subjek memilih untuk
menghindari hal-hal yang
membuatnya kalut dengan cara
pergi bersama teman-
temannya.
Cegah pola kegagalan
RD:
Cegah pemberontakan
atensi – fokus (577-578/
584-588)
Ekologi – mikrosistem
(591-597)
Unsur RD:
Monitoring (591-592)
Cegah Pola kegagalan RD:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
171
596
597
598
599
600
601
602
603
604
605
606
607
608
609
610
611
612
613
614
615
616
617
lagi sendiri gitu, yaudah saya langsung cabut aja dari tempat
situ. Saya jalan kek kemana gitu kek sama temen-temen.
W: berarti lebih ke menghindari sesuatu yang bisa..
menjadi pencetus gitu ya?
S: yap.. ho‟oh..
W: sebenarnya punya tujuan apa sehingga pengen sembuh?
Tujuan jangka panjang mungkin?
S: ini ga tau jangka panjang atau jangka pendek. Yang jelas
saat itu saya mau.. saya mau menjadi ibu yang baik bagi anak
saya.
W: ibu yang baik itu kategorinya kayak gimana?
S: karenaaaa dari dia (anaknya) kecil itu kan saya ga ngurusin.
Kalo baik ya berarti saya harus ngurusin dia, harus mantau
dia, gimana perkembangannya kayak apa. Simple aja saya ga
mau terlalu muluk-muluk, saya mau coba to be a good mom
(hehehe).
W: udah punya anak Sis?
S: udah, satu.
W: umur berapa Sis?
S: tujuh
W: udah SD berarti
S: iya, anakku sekarang kan sama ibu kandung saya.
collapse (runtuh) atau sedang berpikir ke
arah menggunakan kembali.
(601-617) hal yang menjadi tujuan bagi
subjek untuk pulih adalah subjek ingin
menjadi ibu yang baik bagi anaknya.
Subjek telah memiliki seorang anak
berumur tujuh tahun. Subjek memiliki
tujuan yang dirasa simple atau tidak terlalu
muluk (sederhana), yaitu mampu mengurus
anaknya dan mampu memantau
perkembangan anaknya. Subjek merasa
dirinya tidak mampu mengurus anak sedari
anaknya kecil karena dirinya yang menjadi
pecandu.
Adanya tujuan yaitu berupa
keinginan untuk menjadi ibu
yang baik bagi anaknya
mampu mengurus anaknya
Cegah kelambanan
psikologis (595-597)
Unsur regulasi diri:
Memiliki tujuan (603-605)
Adanya kebutuhan untuk
mengurus anaknya (607-
610)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
172
618
619
620
621
622
623
624
625
626
627
628
629
630
631
632
633
634
635
636
637
W: kalo selama ini, ee dukungan dari luar itu seperti apa Sis?
Yang dirasa membantu proses penyembuhan?
S: dukungan dari luar, dukungan yang tau saya, yang mana
saya lagi sakau, dan saya lagi bete, atau apa, mereka tau saya
lagi menyendiri, yaa simple sih, mereka mengajak saya
ngobrol atau bercanda. Atau kita keluar yuk jalan, seperti itu.
Itu aja sih mbak. Itu sih tetep, misal juga nyuruh berdoa, itu
tetep karena juga keterbatasan alat komunikasi kan.
W: ini berarti, udah dibilang sembuh kan ya.. itu apa yang bisa
dimaknai dari pengalaman sekian tahun ini Sis?
S: itu juga simple aku ee memaknai itu. “Akhirnya bisa juga
hidup sehat.. hidup sehat dalam arti, saya masih ngrokok, itu
nggaa trouble ya..”. Tapi saya bisa ngrasain oo pagi-pagi ee
saya itu kayak kehilangan memori pada saat saya dulu.
Soalnya dulu pas masih make, ga tau rasanya gimana ya orang
normal ga pake. Kayak gitu. Pagi-pagi kerja, pada sehat-
sehat aja gitu. Sedangkan dulu, pagi-pagi kita mau kerja, kita
mau ngajar murid, eh udah sakau aja. Yaa seperti itu rasanya.
Akhirnya saya bisa merasakan seperti orang normal, saya
belum diambil nyawanya, karena sudah dua hari lebih lah saya
(618-625) subjek merasa dukungan dari
luar yang cukup membantu adalah orang-
orang di sekitar subjek yang memahami
keadaan subjek. Saat subjek sedang sakau,
bete (suasana hati yang buruk), dan sedang
menyendiri, subjek merasa ajakan dari
orang lain untuk keluar dan berdoa dirasa
cukup membantu.
(626-645) hal yang dapat dimaknai oleh
subjek adalah perasaan mampu hidup
sehat, walaupun subjek masih merokok.
Subjek mengatakan bahwa dirinya serasa
kehilangan memori (ingatan) saat menjadi
pecandu. Dirinya merasakan seperti orang
“normal” (orang yang tidak menggunakan
narkoba) yang dapat berangkat kerja di
pagi hari. Subjek merasa beruntung karena
dapat merasakan seperti orang normal
karena dirinya pernah mengalami koma
akibat overdosis. Selain itu, subjek
Membutuhkan orang yang
mampu memahami situasi
subjek sehingga subjek dapat
teralihkan ketika dirinya
berada di situasi yang
merugikan
Perasaan dapat hidup secara
normal tidak mengalami
sakau.
Perasaan bersyukur karena
masih diberi kesempatan untuk
hidup lepas dari fase koma
akibat overdosis.
Ekologi – mikrosistem
(620-625)
Pemaknaan pengalaman
adiksi (628-638)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
173
638
639
640
641
642
643
644
645
646
647
648
649
650
651
652
653
654
655
656
657
658
koma. Sampe OD (overdosis) gitu.
W: sampe koma gitu
S: kalo OD rata-rata sampe koma gitu.
W: kalo bablas udah “tiiiiit” gitu
S: (tertawa) iya akupun juga gitu. Tergantung dari pasiennya
sendiri. Waktu itu ibu saya dateng, lalu dia bisikin saya,
bisikin di telinga saya, “adek bangun”. Eehh bangun saya.
Karena apa yaa.. powernya dari ibu gitu ya..
W: eee kalo dulu kan ga kenal nih dirinya seperti apa,
sekarang nih kalo ditanya, siapa sih kamu? Itu bisa jawab apa
Sis?
S: saya... saya adalah seorang cewek, seorang ibu, yang
bandel, yang keras kepala, tapi di situ saya masih bisa dan
mampu untuk berubah.
W: lalu dulu bisa kenal sama diri sendiri itu prosesnya gimana
sis?
S: mmm apa ya? Ya seiring bergulirnya waktu ya sis. Aku di
sini di ajak mikir, merenung gitu
W: kira-kira apa sih yang membuat bangga dengan diri sendiri
atas semua pengalaman ini?
S: saya bangga ya saya bangga karena abstinen saya. Saya
menceritakan adanya power (kekuatan)
dari sang ibu dengan cara menganggilnya
yang membuatnya terbangun saat dirinya
sedang pada fase koma.
(646-655) subjek merasa sudah mengenal
dirinya sendiri, seperti mampu
menjelaskan bahwa dirinya adalah seorang
ibu, yang bandel, keras kepala, namun
mampu untuk berubah. Subjek dapat
mengenali diri sendiri karena subjek selalu
diajak untuk merenung dan berpikir
(berefleksi)
(656-678) subjek merasa bangga terhadap
dirinya sendiri karena mampu abstinen
(tidak menggunakan) dan stop (berhenti)
Subjek sudah mampu
mengenali dirinya sendiri dan
mampu menerima dirinya
sendiri.
Subjek merasa senang/
bersyukur karena dirinya
mampu abstinen dari puttau.
Proses refleksi.
Mengenal dirinya.
Fase abstinen
Pemaknaan akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
174
659
660
661
662
663
664
665
666
667
668
669
670
671
672
673
674
675
676
677
678
679
680
bangga karena saya stop. Karena saya pikir, orang ga
percaya lho kalo misalnya Puttau, bisa sama sekali putus
gitu.. dan ini udah ada setahun.
W: jadi sebenernya Puttau itu ga bisa putus atau gimana sih
Sis, sampai tadi katanya jarang banget ada orang putus dari
Puttau?
S: naah ya itu, karena mereka udah terikat kontrak mati gitu
loo.. kontrak mati udah kalo sama Puttau.
W: seumur hidup ga bisa sembuh gitu?
S: yaaa perbandingannya tu kecil, tipis gitu.. tipis banget
lagi.. yaa buktinya udah pada mati semua gitu. Karena cepet
dia naik dosis gitu cepet banget. Saya kan langsung ke darah
kan. Kalo di drugs yang cuma dihisap gitu, yaa ga ada
seberapanya. Naa kalo saya langsung disuntik gitu.. jadi dari
darah langsung merambat dingdingdingding gitu langsung
saya kayak robot gitu. disuntik lari ke urat, ke atas ke otak,
udah langsung “teng” gitu.. di otak tu rasanya langsung diiket
gitu.
W: rasanya udah kayak hidup matinya disitu
S: iyaa tu kayak gitu...
W: (hahaha) eehmm gimana ya Sis, gini, kalo ada orang
bilang, “kalo kamu dikasih hidup satu kali lagi”, itu mau
dalam kurum waktu satu tahun. Menurut
subjek, orang yang sudah menjadi pacandu
Puttau akan terikat kontrak mati (hidup
hanya untuk Puttau). Subjek menceritakan
bahwa adanya perbandingan yang kecil
untuk lepas dari Puttau, melihat teman-
temannya banyak yang meninggal.
Puttau dinilai sebagai zat yang cepat
memberikan efek toleransi/ kenaikan dosis
kepada penggunanya, terutama dengan
cara disuntikkan. Drugs/ narkoba yang
dimasukkan ke dalam tubuh dengan cara
suntik/ injeksi, akan cepat diikat oleh otak.
(679-690) subjek menceritakan apabila
dirinya diberi kesempatan untuk hidup
Adanya keinginan untuk
menyenangkan keluarganya
pengalaman (658-661)
Pemaknaan (680-690)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
175
681
682
683
684
685
686
687
688
689
690
691
692
693
694
695
696
697
698
699
700
701
gimana Sis? Kalo dibolehkan dilahirkan kembali, mengulangi
dari awal gitu Sis..
S: yaitu cuma satu, karena masa depan saya ada di saya. Lalu
gimana aku bisa nyukupin kebutuhan dia (anaknya), saya jadi
ibu yang baik, anak yang baik juga buat orang tua saya, karena
dulu saya pecandu kan ya, nah saya harus bayar itu. Dah saya
ga mau muluk-muluk kayak gimana gitu, enggak. Yang
penting, bikin mereka happy, tenang, nyaman karena dulu
mereka (orang tua) ga tenang dan ga nyaman. Tu.. yaudah gitu
aja
W: Itu tadi kan recovery seumur hidup ya, misal ketemu
barang (narkoba) itu lagi, kumpul sama temen-temen yang
seperti itu lagi. Itu gimana Sis?
S: kalo gini saya ngomong ga ada barangnya gitu, saya ga
mau munafik, jika suatu saat handle feeling saya loss, saya
bisa pake lagi, tapi balik lagi ke poin saya sebelumnya, semua
itu ada di pikiran sama hati saya. Bagaimanapun juga saya
masih punya hati, saya masih punya pikiran, itu yang mem-
blocking saya. Kita bisa berusaha, sisanya nanti kita serahkan
pada Tuhan, gitu kan.. Tapi paling tidak saya bisa me-manage
semua itu.
sekali lagi, subjek ingin menjadi orang tua
yang baik bagi anaknya dan menjadi anak
yang baik bagi orang tuanya. Subjek
merasa ada sesuatu yang harus ia bayar
sehingga ia berusaha membuat
keluarganya happy (senang), tenang, dan
nyaman.
(691-710) subjek menceritakan bahwa hal
terpenting untuk tidak kembali
menggunakan Puttau adalah dengan cara
mem-blocking (menutup) pikiran dan
perasaan. Subjek juga menyerahkan
usahanya kepada Tuhan.
dan membayar kesalahannya
Adanya usaha subjek untuk
mengontrol, terutama
pikirannya.
Kontrol kognisi/ pikiran.
Kebutuhan untuk
mengurus anaknya (683-
686)
Cegah pola kegagalan
RD:
Cegah pemberontakan
atensi – fokus (694-701)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
176
702
703
704
705
706
707
708
709
710
711
712
713
714
715
716
717
718
719
720
721
722
723
W: Terus tadi kan Sis juga bilang kalo itu semua dari pikiran.
Naah kalo ketemu lagi itu barang dan supaya tahan untuk
tidak pakai itu gimana Sis?
S: kalo ketemu barang, seperti yang aku critain tadi pas
kemarin aku pulang ke rumah, itu kemarin ya aku ibaratnya
ngitung kancing, make-enggak-make-enggak, soalnya barang
udah di tangan kok. Bukannya ngelawan orang, tapi ngelawan
diri sendiri. Kalo tubuh berontak, ya 50:50.. Tapi di situ saya
mikirnya gini, “kalo sekarang, lo udah sembuh, udah kayak
ibaratnya sehat. Dan aku ingin jadi pekerja di panti rehab, jadi
konselor adiksi. Kalo misal nanti aku nyuntik lagi..”, pada
saat itu aku gitu, panjang mikirnya.. “aku besok ni sakau, ni
barang gimana aku bisa dapetin? Kliatan dong ke keluargaku,
ketauan dong sama ibuku. Kalo aku pulang ke panti, aku
sakau. Gimana caranya buat nge-cover itu”. Naah gitu aja sih
aku mikirnya. Jadi mikirnya juga lumayan rumit waktu itu.
Dan untungnya, karena Puttau sekarang udah ga beredar
lagi kan, itu udah ilang beberapa bulan yang lalu gitu. Jadi
yaudah, baguslah (hahaha)
W: tapi mungkin ada yang lain (drugs) gitu?
S: yaa karena itu, kalo kita udah pakai Puttau, yang lain tu
kayak mental gitu. Mau diambil apanya? Misal kalo saya pake
(702-720) subjek menceritakan bahwa
dirinya cukup berpikir panjang pasca lepas
dari Puttau. Subjek merasa bimbang
karena Puttau sudah di tangannya. Akan
tetapi, subjek tidak ingin kembali
merasakan sakau, menutupinya, bahkan
memiliki tuntutan untuk menjadi contoh
bagi residen di panti rehabilitasi. Subjek
juga merasa terbantu karena Puttau tidak
beredar kembali.
(721-736) subjek merasa bahwa substansi
yang lain tidak memberikan efek yang
berarti seperti Puttau, sehingga sekalipun
Subjek merasa bahwa ia cukup
berpikir panjang untuk kembali
menggunakan, mengingat
banyaknya resiko yang akan ia
hadapi.
Subjek merasa bahwa dirinya
masih memiliki tanggung
jawab untuk mengurus
Cegah pola kegagalan
RD:
Cegah pemberontakan
atensi (705-720)
Cegah pola kegagalan
RD:
Cegah pemberontakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
177
724
725
726
727
728
729
730
731
732
733
734
735
736
737
738
739
740
741
742
743
744
sabu, saya mau rasain apanya dari sabu? Saya ga dapet
tastenya. Saya mau ganja, mau dapet di mananya kalo pake
ganja? Karena saya udah nyobain, dan saya udah mentok di
Puttau itu. Jadi untuk efek drugs yang lain, saya ga dapet
efeknya malahan. Sebenernya saya ga berhenti begitu aja,
perjalanan saya masih jauh, ngurusin keluarga, saya juga
harus ngurusin diri saya sendiri karena saya udah paham sama
diri saya, dan di situ saya juga harus memperkokoh untuk
saya mempertahankan recovery saya, saya juga harus
memperkokoh supaya saya ga terjerumus lagi ga pakai lagi,
karena cobaan saya akan semakin besar dan semakin berat ke
depan. Nah saya juga harus memikirkan persiapan apalagi
yang harus saya buat untuk membuat benteng itu.
W: jadi selama ini yang harus diperkuat adalah dari?
S: diri sendiri...
W: terutama dari pikiran...?
S: ya..ya..yaa.. Semoga juga dari iman lah. Karena saya diberi
nyawa. Karena kemarin kan saya sekali lagi itu kan. Dan saya
juga harus bisa mempertahankan itu.. Naahh gitu aja
W: nah kalau bagi Sis X sendiri, abstinen itu seperti apa?
S: abstinen itu kalau kita nggak makai drug lagi, drug
subjek mengonsumsi substitusi yang lain,
subjek tidak akan mendapatkan efek yang
diinginkan. Subjek juga merasa bahwa
perjalanan hidupnya masih panjang.
Subjek sudah memahami dirinya sendiri
dan merasa harus memperkuat dan
mempertahankan recoverynya
(kesembuhannya) karena subjek merasa
bahwa cobaannya akan semakin berat di
kemudian hari. Subjek merasa harus
mempersiapkan benteng (pertahanan) bagi
recoverynya
(737-742) Subjek mengatakan bahwa yang
diperkuat adalah dari sisi pikiran dan iman.
Subjek mengatakan bahwa dirinya
memiliki kesempatkan hidup.
(743-765) subjek mengatakan bahwa
abstinen merupakan kondisi saat seseorang
keluarga. Dirinya juga ingin
memperkokoh agar tidak
kembali terjerumus untuk
menggunakan narkoba.
Abstinen berarti sama sekali
tidak menggunakan narkoba
atensi – fokus (722-736)
Pandangan mengenai
abstinen, slip, dan relapse.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
178
745
746
747
748
749
750
751
752
753
754
755
756
757
758
759
760
761
762
763
764
765
766
choicenya kita. Nah itu kita udah bener-bener abstinen, kita
udah nggak makai lagi. Kecuali kalau kita makai drugs yang
lain. Kayak misal aku makainya puttau, trus aku pakainya
sabu, nah itu aku “slip”. “Slip” di bawahnya zat itu. Atau
misal aku makai sabu nih drug choicenya, trus aku makainya
obat, itu aku “slip” karena aku makai di bawahnya itu kan atau
aku makai alkohol itu aku udah slip.
W: kalau itu sama-sama bikin “addict” ga sih?
S: eee bikin addict sih sama, bikin addict. Cuma tergantung
dari, apa ya, tahapan kita pakai. Dibilang addict itu kan dilihat
dari tahapannya, tahapan kita pakai. Kalau kita kecanduan,
kita atau di toleransi itu. Misal kita nih ganti drug choice,
misal pakai sabu, pakai terus lalu kecanduan. Ya akhirnya kita
ganti drug choice.
W: berarti sama aja bisa bikin kecanduan ya?
S: iya sama-sama bisa jadi addict
W: berarti sama aja ya baik itu slip atau relapse itu bisa balik
lagi ke rehab ya?
S: ho‟o.. iya.. berarti kan kita gagal untuk menjaga recovery
kita. Itu sih yang seumur hidup. Kalau rehab lagi ya berarti
kita kembali ne nol lagi.
W: bagi Sis X, rehabilitasi itu dikatakan berhasil itu kalau
tidak lagi menggunakan narkoba
pilihannya saat mengalami adiksi. Slip
merupakan kondisi ketika menggunakan
narkoba dengan efek di bawah narkoba
pilihan. Subjek mengatakan kondisi slip
dapat saja mengakibatkan seseorang
kembali ke pada pola adiksi (relapse).
Subjek mengatakan bahwa kembali ke
panti rehab, berarti seseorang kembali ke
proses awal (nol)
(766-777) subjek mengatakan bahwa
sama sekali.
Slip berarti menggunakan
narkoba dengan tingkatan yang
lebih rendah dari narkoba
sebelumnya.
Keberhasilan rehabilitasi=
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
179
767
768
769
770
771
772
773
774
775
776
777
778
779
780
781
782
783
784
785
786
787
788
seperti apa?
S: rehabilitasi itu dikatakan berhasil, rehabilitasi sosial ya
karena kita ini rehabilitasi sosial karena kita mengubah
perilaku. Dikatakan berhasil apabila sudah benar-benar
menunjukkan perubahan perilakunya di luar. Perubahan
perilakunya itu jelas dari negatif ke positif. Di lain sisi,
berhasil ya kita abstinen itu. Abstinen itu dijaga, abstinen itu
diperkuat kan dari diri kita sendiri kan.
W: mmm berarti dikatakan berhasil itu kalau nggak balik lagi
ke panti rehab kan ya?
S: iya..
W: kalau program rehabilitasi yang dikatakan berhasil bagi
Sis X itu program yang mana Sis?
S: sukses menangani aku?
W: iya, yang bisa bener-bener mengubah perilaku Sis X
S: kalau aku, untungnya dari segi akunya, dari otak ya, dari
otak dan pemikiran itu juga nggak susah banget Sis. Jadi
ibaratnya masih bisa memilah gitu lho. Jadi aku ada role
model, aku membutuhkan role model, jadi “oh dia itu contoh
nih”. Ada contoh buat aku, lalu aku harus seperti itu, aku
harus meniru seperti itu. Mungkin selama ini role model itu
kurang di aku, sebelum masuk rehab ya. Di rehab aku dapet
rehabilitasi dikatakan berhasil apabila
mampu mengubah perilaku seseorang dari
negatif menjadi positif. Subjek juga
menjelaskan pentingnya keberhasilan
abstinen agar tidak kembali ke panti
rehabilitasi.
(778-789) subjek menceritakan bahwa
program rehabilitasi dapat berhasil pada
dirinya karena dirinya merasa memiliki
kemampuan kognitif yang cukup dan
subjek juga mendapatkan role model
(contoh) yang menjadi panutan selama
menjalani proses rehabilitasi.
mengubah perilaku menjadi
perilaku positif, seperti
abstinen
Subjek merasa mendapatkan
role model yang tepat bagi
dirinya selama menjalani
proses rehabilitasi.
Subjek merasa dirinya mampu
dari segi kognitif
Proses rehabilitasi:
Mendapatkan role model
(781-789)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
180
789
790
791
792
793
794
795
796
797
798
799
800
801
802
803
804
805
806
807
808
809
role model, aku dapet arahan, yaudah jadi learning by doing.
W: nah Sis X udah abstinen kan ya, itu terakhir kapan Sis?
S: tahun 2014
W: berarti udah mau jalan dua tahun kan ya?
S: iya mau dua tahun ini abstinen
W: kalau selama ini apa yang dilakukan sama Sis X untuk
menjaga diri tetap abstinen?
S: satu, itu karena faktor lingkungan. Jaga diri itu karena
faktor lingkungan juga. Itu salah satu faktornya sih. Karena
aku di sini, itu pemicunya udah susah, untuk drug choiceku itu
udah susah. Jadi itulah yang mendukung.
W: berarti karena adanya lingkungan sosial yang mendukung,
jauh dari yang jual puttau gitu ya? Kalau andaikan lho, Sis X
ketemu lagi itu gimana?
S: kayak gitu kita gak memungkiri sih, tapi bagaimana kita
bisa sedemikian rupa lah untuk inget-inget. Misal nih
andaikan aku makai lagi, itu efeknya yang bakal aku hadepin
itu kayak gimana. Karena kalau untuk puttau, udah aku ga
bisa toleransi lagi. Jadi ya menghindari.
W: karena udah tau ya konsekuensinya seperti apa
S: iya kayak gitu, jadi aku udah paham dulu jatuh di jurang
(790-799) subjek berada pada tahap
abstinen sudah memasuki tahun yang ke
dua. Subjek menceritakan bahwa dirinya
mampu abstinen karena puttau sudah susah
dijangkau bagi subjek
(800-811) andaikan subjek menemukan
kembali narkoba, subjek berusaha untuk
mengingat-ingat dampak yang ditimbulkan
dari mengosumsi narkoba. Subjek
mengatakan bahwa dirinya lebih baik
menghindari karena dirnya pernah
merasakan jatuh di lubang yang dalam.
Subjek merasa dirinya terbantu
dengan sulitnya mendapatkan
puttau di lingkungannya.
Subjek menghindari
mengonsumsi puttau dengan
mengingat-ingat efek tidak
menyenangkan dari puttau.
Ekologi – eksosistem
(796-799)
Cegah pola kegagalan
RD:
Cegah pemberontakan
atensi (804-807)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
181
810
811
812
813
814
815
816
817
818
819
820
821
822
823
824
825
826
827
828
829
830
yang dalam, rasanya kayak apa, jadi kalau untuk balik pakai
lagi, hmmm enggak deh kayaknya.
W: berarti yang selama ini mengingatkan Sis X untuk tetap
abstinen itu apa aja?
S: mengingatkan abstinen?
W: iya, seperti, “aku ini harus tetep abstinen itu kenapa”?
S: pasti karena udah umur ya. Terus aku mau lebih baik,
maksudnya hidupnya lebih baik ga kayak dulu. Kalau aku
masih mikirin napsu untuk makai, itu udah balik lagi dari nol.
Itu aja sih. Terus orang tua, sampai kapan sih orang tua itu
berumur? Terus dari aku sendiri udah berumur juga. Kalau
aku masih badung seperti ini, kapan aku nyicil nebusnya.
W: berarti semacam ada perasaan ingin menebus yang
kemarin?
S: he‟em.
W: terus apa aja yang dilakukan Sis X supaya bertahan
abstinen?
S: untuk bertahan abstinen itu kita menarik diri ya. Menarik
diri dari lingkungan, lingkungan yang membahayakan yang
sekiranya mengarahkan untuk “ ke sana”. Abstinen, misal
rasanya pengen makai nih, nah makainya itu yang lain, yang
(812-824) hal-hal yang mengingatkan
subjek untuk tetap abstinen adalah usia
subjek dan orang tua subjek. Subjek
mengatakan bahwa ia ingin menebus
perbuatannya yang kemarin.
(825-833) yang dilakukan subjek agar
bertahan pada kondisi abstinen adalah
dengan menarik diri dari lingkungan yang
dirasa membahayakan, yaitu lingkungan
yang dapat mengarahkan subjek kembali
menggunakan narkoba.
Subjek merasa dirinya harus
mengingat adanya batas usia
untuk menebus kesalahannya.
Subjek merasa dirinya harus
lebih baik lagi dan tidak
kembali ke titik nol akibat
memakai narkoba.
Subjek menjaga status
abstinennya dengan menarik
diri dari lingkungan yang
dirasa membahayakannya.
Subjek mengalami SLIP
Cegah pola kegagalan
RD:
Cegah pemberontakan
atensi (816-821)
Cebah pola kegagalan
RD:
Cegah pola sebab akibat
kegagalan (827-829)
Mengalami SLIP (829-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
182
831
832
833
834
835
836
837
838
839
840
841
842
843
844
845
846
847
848
849
850
“slip”nya itu tadi. Itu tu pasti ada yang slip.
W: Sis X pernah slip?
S: pernah
W: lalu gimana caranya, misal nih Sis X mengalami “slip”.
Nah itu gimana caranya biar ga jadi addict lagi?
S: kontrol diri.
W: kontrolnya gimana Sis?
S: mindset aja. Kita main sama pikiran aja. Main pikiran
dalam arti, kita pasti ada sisi positif dan negatifnya. Nah
tergantung dari diri kita sendiri nih. “Ini kalau aku pakai terus-
terusan juga, sama aja aku pindah ke drug lain”. Lalu yang
kedua, aku memang bekerja sebagai konselor, jadi masa aku
“kayak gitu” juga? Ibaratnya seperti itu.
W: itu yang membuat Sis X mengalami “slip” itu apa Sis?
S: itu pikiran juga masuknya. Pikiran yang nggak tenang,
pikiran yang lagi ruwet, terus kita pas lagi sendiri juga. Itu
mempengaruhi juga
W: berarti dalam keadaan pikiran seperti itu dan pas sendiri
ya?
S: he‟em
(834-850) walaupun subjek mengalami
SLIP, subjek tetap mengontrol dirinya agar
tidak kembali ke pola adiksinya. Subjek
mengontrol diri dengan cara mengontrol
pikiranya dan mengingat bahwa dirinya
bekerja sebagai konselor adiksi.
Subjek mengalami SLIP karena
mengalami pikiran yang tidak jernih
(ruwet) dan mengalami kesendirian.
Agar tidak mengalami
kecanduan, subjek
menggunakan kontrol pikiran
selama mengalami SLIP.
Subjek mengalami SLIP ketika
dirinya merasa kacau (pikiran
tidak tenang) dan sedang
sendirian.
831)
Cegah kegagalan RD:
Cegah pemberontakan
atensi (838-843)
Mengalami pola
kegagalan RD:
Letting it happen (845-
847)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
183
851
852
853
854
855
856
857
858
859
860
861
862
863
864
865
866
867
868
869
870
871
872
W: itu kira-kira seberapa sering Sis „slip” atau “lapse” itu
terjadi?
S: kalo lapse itu terjadi sebulan atau dua bulan sekali. Lapse
itu pikiran untuk makai. Itu kalau lapse. Lapse itu gagal juga
itungannya, tapi karena kita manusia, ya pikiran itu pasti ada
muncul. Lalu kita lihat orang makai, lalu kita nahan buat ga
makai. Pada akhirnya kita terjerembab masuk ke situ.
Emosionalnya itu timbul di situ.
W: kalau “slip” itu, yang makai itu terhitung berapa kali Sis?
S: berapa kali itu maksudnya gimana Sis?
W: jadi, terhitung dari abstinen itu, selama hampir dua tahun
itu terhitung berapa kali Sis mengalami “slip”?
S: itungannya bisa enam bulan sekali ya. “Slip” lho ya.
Karena posisi aku kan ada di sini, jadi ga bisa untuk meraih
lebih jauh lagi.
W: kalau yang “slip” itu Sis X mendapatkan efek yang sama
ga sih?
S: oh enggak.
W: berarti “slip” itu digunakan untuk apa Sis?
S: untuk mengalihkan kali ya. Aku yang pengen banget nih
pakai puttau. Lalu aku “slip” itu aku juga ga dapetin efek yang
aku pengenin. Yang ada bingung, yang jelas kebalikan dari
(851-865) subjek menjelaskan bahwa
LAPSE merupakan munculnya pikiran-
pikiran untuk kembali menggunakan.
Selama abstinen, subjek mengalami SLIP
selama enam bulan sekali.
(866-874) subjek mengatakan bahwa
dirinya tidak mendapatkan efek yang sama
selama mengalami SLIP. Subjek
mengalami SLIP untuk mengalihkan rasa
rindu untuk menggunakan puttau. Akan
tetapi subjek merasa bingung karena
merasa pikirannya semakin tidak jernih
Selama berada di tahap
abstinen sekalipun, subjek
masih tetap mengalami
pikiran-pikiran untuk kembali
menggunakan narkoba
(LAPSE)
Bagi subjek, SLIP digunakan
untuk mengalihkan keinginan
menggunakan puttau.
Subjek tidak mendapatkan efek
yang menyenangkan dari SLIP
tersebut.
Adanya pikiran-pikiran
untuk kembali
menggunakan (LAPSE)
Pola kegagalan RD:
Letting it happen (870-
874)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
184
873
874
875
876
877
878
879
880
881
882
883
884
885
886
887
888
889
890
891
892
893
drug choice aku yang sebelumnya. Jadi yang ada malah
nambah pikiran ruwet gitu lho.
W: lalu kalau dari Sis X sendiri apakah, “tidak apa-apa
mengalami slip enam bulan sekali”, atau tetap berusaha untuk
tidak pakai sama sekali?
S: berusaha sih, pasti pikirannya berusaha. Ya itu balik lagi
sih. Sekuat-kuatnya orang berusaha, kita addict gitu kan, pasti
ada saatnya jatuh dikit atau tersandung gitu kan.
W: berarti bagi Sis X yang penting ga addict lagi ya?
S: iya begitu. Yang penting begitu aja.
W: kalau “slip” itu yang di pakai apa Sis?
S: kalau puttau itu yang dipakai biasanya sabu kalau enggak
ya alkohol.
W: kalau untuk Sis X sendiri, bagaimana pandangan Sis X
terhadap “relapse” itu sendiri? Jadi relapse atau menggunakan
drug yang sama lagi, itu menurut Sis X gimana?
S: kita itu untuk slip, lapse, dan relapse itu adalah bagian dari
recovery ya. Jadi, aku tidak menyetujui kalau relapse, lalu
bukannya menyetujui kalau lapse, karena itu merupakan
perjalanannya. Karena recovery itu kan masing-masing dan itu
smua merupakan perjalanan dari recovery itu sendiri. Kita
(ruwet) akibat SLIP.
(875-885) subjek mengatakan bahwa dari
pikirannya, dirinya tetap berusaha. Akan
tetapi subjek juga mengatakan bahwa
dirinya dapat saja tersandung atau jatuh.
(886-897) subjek memandang bahwa slip,
lapse, dan relapse merupakan perjalanan
bagi seorang pecandu. Subjek tidak
menyetujui relapse maupun lapse karena
hal tersebut merupakan perjalanan dari
recovery (kesembuhan). Subjek tidak
memperbolehkan adanya slip maupun
lapse, akan tetapi dirinya merasa tidak
Subjek belum cukup memiliki
kekuatan untuk bersih sama
sekali dari narkoba jenis
apapun. Akan tetapi subjek
tetap mengusahakan untuk
tidak kembali ke pola
adiksinya
Subjek tidak membenarkan
adanya SLIP, LAPSE, dan
RELAPSE.
Subjek merasa tidak mampu
bila sepenuhnya abstinen.
Pola kegagalan RD:
Kekuatan yang terbatas
(878-880)
Kurangnya self efficacy
pada subjek (895-897)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
185
894
895
896
897
898
899
900
901
902
903
904
905
906
907
908
909
910
911
912
913
914
melarang anak-anak supaya nggak relapse, ya karena itu salah.
Slip nggak boleh, dan lapse itu juga sebenarnya nggak boleh.
Tapi kalau diriku sendiri seperti mereka, sepertinya
unbelievable.
W: ngrasa unbelievable atau ngerasa nggak mungkin itu
kenapa Sis?
S: nggak mungkin karena apa yaa.. dari pikiran, karena
pikiran itu ada jenuh, nah kalau jenuh itu pasti mikirnya “ke
sana”. Kecuali kalau dia ngarahinnya untuk kegiatan atau ke
kerjaan yang lain. Tapi kalau yang dulunya addict sabu, itu
bisa dialihkan. Tapi kalau puttau, ya itu tadi karena bahannya
ga ada, barangnya ga ada. Pasti dia ga akan mencari. Tapi
kalau sabu tetep, karena semua itu ada di pikiran.
W: berarti kalau relapse sabu, dia bakal carinya sabu lagi ya?
S: iya. Begitu juga puttau, kalau ada barangnya ya larinya ke
puttau lagi. Kalau puttau, kalau dia ada faktor untuk dia
abstinen ya, entah dia udah menikah, atau udah kerja yang
bener, dia larinya ke sabu. Pokoknya yang “slip” itu tadi yang
dibawahnya puttau. Karena kalau sabu itu masih bisa berhenti
total dengan intens atau jangka waktunya ga selama puttau.
Bukan berarti puttau itu ga bisa berhenti atau ga bisa abstinen.
percaya apabila dirinya mampu tidak
sekalipun untuk demikian.
(898-906) subjek merasa tidak mungkin
untuk sepenuhnya abstinen karena dirinya
merasa pasti akan mengalami pikiran yang
jenuh.
(907-914) subjek mengatakan bahwa
relapse berarti kembali ke drug choice
(narkoba pilihan) yang terdahulu. Subjek
mengatakan bahwa puttau memiliki
kemungkinan abstinen yang lebih sulit
dibandingkan dengan sabu.
Subjek merasa tidak mampu
sepenuhnya abstinen karena
subjek masih sering mengalami
LAPSE apabila merasa jenuh.
Subjek merasa cara yang
efektif adalah dengan cara
mengalihkan pikiran ke dalam
bentuk kegiatan.
Pola kegagalan RD:
Pembiaran/ letting it
happen (900-903)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
186
915
916
917
918
919
920
921
922
923
924
925
926
927
928
929
930
931
932
933
934
935
W: kalau pas abstinen itu berarti sering ya muncul pikiran
untuk pakai?
S: iya. Ya itu tadi munculnya dua bulanan sekali.
W: berarti munculnya pikiran itu saat kondisi emosi yang
suntuk dan sendiri itu ya Sis?
S: iya
W: nah, Sis X sendiri bagaimana caranya untuk
mengusahakan agar slip atau lapse bahkan relapse itu supaya
tidak terjadi?
S: oke, ini terjadi beberapa waktu yang lalu ya. Nah aku
hubungi, kebetulan ada temen juga kan di sini. Yaudah deh
kita pergi karaoke. Kalau enggak, kita ngapain gitu kan. Yang
penting pergi. Sebenernya untuk pikiran itu ada. Misalnya nih
aku duduk di sini, lalu aku mikir, atau aku ngalami lapse itu
kan. Aku sebenernya harus pergi, cuma beberapa menit doang,
dan itu sebenernya sudah hilang, tanpa dipengaruhi temen-
temen di sekitarnya untuk pakai, nh itu sebenernya udah ilang.
Lima menitan aja dah, misal aku lapse di dalem ruangan ini,
nah aku keluar ke teras atau ke gazebo itu aja udah ilang
lapsenya.
W: berarti pindah tempat gitu ya Sis?
(915-920) selama abstinen, subjek sering
mengalami munculnya kembali pikiran
untuk menggunakan narkoba.
(921-940) cara subjek mengusahakan agar
relapse tidak terjadi adalah dengan
beranjak dari tempat seperti pergi bersama
teman untuk karaoke, duduk di gazebo,
ataupun yang lainnya agar pikiran tersebut
tidak terus-menerus berlangsung. Subjek
mengatakan bahwa pikiran tersebut dapat
hilang apabila dirinya sudah berpindah
tempat. Subjek mengatakan bahwa hal
tersebut sangat efektif untuk menghindari
lapse (pikiran) yang muncul terus-
menerus.
Pada kondisi abstinen
sekalipun, subjek masih
mengalami munculnya pikiran-
pikiran (dorongan) untuk
kembali menggunakan.
Subjek memilih mengalihkan
untuk mencegah LAPSE yang
berkepanjangan. Cara subjek
mengalihkan yaitu dengan cara
berpindah atau beranjak dari
tempat.
Subjek sering alami
LAPSE. (917-920)
Ekologi – mikrosistem
(924-934)
Cegah pola kegagalan
RD:
Cegah kelambanan
psikologis (936-940)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
187
936
937
938
939
940
941
942
943
944
945
946
947
948
949
950
951
952
953
954
955
956
957
S: iya. Itu kita harus berani untuk larinya itu lho. Kadang tu ya
pikiran itu muncul, sampai kita tu lupa untuk pergi dari
tempat. Padahal pergi dari tempat itu efektif banget buat
hindari lapse itu tadi, lapse yang terus-terusan. Jadi kalo
sekalinya mikir, mending kita langsung minggat dari tempat.
W: kalo hambatan, atau hal-hal yang sekiranya dianggap
menyulitkan untuk bertahan waktu abstinen itu apa sih Sis?
S: yang sulit untuk abstinen? Yang sulit itu kalo kita. Ehhm
gini aja deh, aku critain dari aku aja ya. Jadi misal kayak aku
sekarang ini, dengan posisi kerjaku yang sekarang ini, berarti
aku mesti clean atau bersih. Tapi kadangkala aku ngelihat
orang yang pakai, padahal kita di sini sama-sama clean.
Gregetan, emosi, nah itu sebenernya kan kita mesti handle
feeling kan. Cuma kadang, tapi yang namanya pikiran juga ga
bisa diprogram untuk handle feeling terus. Kadang itu yang
ada “miss”nya dikit.
W: berarti lebih karena diri sendiri yang ga bisa handle feeling
gitu ya? Lalu ngelihat gitu ya?
S: iya karena ada faktor “X”nya. Memang tidak menyangkali
ya.. karena memang semua itu dari diri sendiri. Tetapi ada
juga faktor pemicunya kan. “Ah ini orang mabok-mabokan
mulu”, nah kitanya kan jengkel.
(941-957) faktor yang dianggap
menyulitkan subjek untuk menjaga kondisi
abstinen adalah dirinya merasa gregetan
(sebal) terhadap orang yang sedang
menggunakan narkoba di panti rehabilitasi.
Subjek merasa dirinya tidak mampu untuk
mengontrol emosi secara terus-menerus.
Subjek merasa adanya faktor pemicu yang
membuat dirinya mengalami SLIP.
Subjek merasa bahwa dirinya
tidak mampu apabila terus-
menerus untuk mengontrol
emosinya. Subjek juga
mengalami SLIP karena
merasa ada faktor pemicu
dirinya kehilangan kontrol
emosi yang terjadi di
lingkungannya
Pola umum kegagalan
RD:
Regulasi diri= kekuatan
yang terbatas (943-951).
Pola sebab akibat
kegagalan (954-957)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
188
958
959
960
961
962
963
964
965
966
967
968
969
970
971
972
973
974
975
976
977
W: kalau menurut pengalamannya Sis X, kalau pas ada yang
kayak gitu, yang dilakuin apa Sis?
S: aku diem, ga langsung marah-marah ke orang itu. Paling
aku langsung pergi aja. Keluar dari panti.
W: berarti biar ga larut gitu ya sama kondisi di tempat?
S: he‟em. Dan untungnya temenku itu udah paham kalo aku
itu ngajakin keluar tu pasti aku lagi ga enak, karena aku juga
udah ngomong. “Jujur Bro, Sis, pikiranku lagi ga ini..” Nah
kita pergi karaoke, ntar patungan. Gitu sis. “Yang penting
bisa nylametin yang satu ini”, mungkin pikir mereka kayak
gitu daripada akunya nanti kayak gimana gitu kan.
W: jadi ibaratnya sebelum kena ya
S: iya, antisipasi lah.
W: lalu peran keluarga, masyarakat, atau temen selama
abstinen itu gimana Sis?
S: karena mereka udah tau aku kerja di sini, aku karyanya di
sini, yaudah, mereka percaya aja sih. Karena mereka mikirnya
aku udah jadi role model, gitu. Jadi role model buat yang lain-
lainnya, jadi, ya percaya.
W: lalu waktu awal-awal abstinen, saat Sis X kembali ke
(958-970) subjek merasa bahwa teman-
temannya sudah memahami subjek bahwa
ketika dirinya mengajak temannya untuk
keluar dari panti, berarti subjek sedang
dalam keadaan yang tidak baik. Subjek
mengatakan bahwa dirinya juga berkata
jujur dengan kondisi yang sedang ia alami.
(971-976) subjek merasa bahwa
lingkungan sekitarnya tahu bahwa subjek
bekerja di panti rehabilitasi dan menjadi
role model (panutan) bagi residen.
(977-989) subjek mengatakan bahwa
Subjek memilih mengontrol
emosi dan mengalihkan
dorongan dengan pergi dari
tempat bersama teman yang
dirasa sudah memahaminya
sebagai langkah antisipasi.
Subjek menjadi role model
bagi residen di panti
rehabilitasi
Subjek juga mendapatkan
Ekologi – mikrosistem
(963-968)
Menjadi role model (973-
976)
Cegah pola kegagalan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
189
978
979
980
981
982
983
984
985
986
978
988
989
990
991
992
993
994
995
996
997
998
999
keluarga begitu, nah tanggapan keluarga Sis X bagaimana?
S: tanggapannya ya, kalau untuk keluarga inti ya positif.
W: kalau yang lain-lain?
S: kalau yang lain-lain stigma “itu” ya pasti ada.
W: kalau pas lagi dapet stigma yang tidak enak begitu, Sis X
sendiri tanggapannya bagaimana?
S: pergi. Aku lebih baik pergi sih orangnya. Misal, lagi
kumpul-kumpul di sini. Misal dari cara ngelihatnya, karena
memang sensitif kan. Diliat dari cara mereka ngelihat, terus
dari omongannya udah nggak enak gitu mendingan aku pergi.
W: berarti
S: menghindar. Iya menghindar gitu ya.
W: misal nih Sis, ada temen-temen deket. Nah temen-temen
itu kan udah lama kan ya Sis X ada di komunitas itu. Lalu
kumpul nih, terus ditawarin “nih, coba lagi”. Nah itu Sis X
gimana? Makai sedikit atau enggak sama sekali?
S: kalau itu sih, selama ini ada. Kayak gitu ada dan untungnya
aku langsung menarik diri gitu lho. Itu pernah aku lakuin, aku
menarik diri sama aku ga mau pakai drug chioceku itu. Jadi
aku pakai yang masih bisa aku kontrol, jadi aku makai
sebrangnya.
W: makai sebrangnya? “slip” dong berarti?
keluarganya memberi tanggapan yang
positif saat subjek mengalami abstinen.
Akan tetapi, apabila subjek mendapatkan
stigma yang tidak menyenangkan, subjek
akan pergi dari perkumpulan tersebut,
terutama saat subjek merasa ada yang tidak
menyenangkan dari cara melihat atau cara
berbicaranya.
(990-1003) apabila berada di lingkungan
yang kembali menawarkan narkoba pada
subjek, subjek lebih baik menarik diri/
menghindar dan tidak menggunakan
narkoba pilihannya (puttau). Subjek
mengatakan ia menggunakan narkoba yang
dirasa masih dapat dikendalikan oleh
subjek. Subjek mengatakan bahwa ketika
dirinya relapse, berarti ia mengalami
kegagalan dalam proses recovernya/
tanggapan tidak enak pasca
dirinya direhabilitasi.
Subjek memilih menghindar
ketika dirinya merasa adanya
omongan yang tidak
menyenangkan bagi dirinya.
Mengalihkan= menghindari
dengan cara menarik diri.
Mengalami SLIP ketika berada
di kerumunan.
RD:
Cegah kelambanan
psikologis (984-987)
Cegah pola kegagalan
RD:
Cegah kelambanan
psikologis (984-987)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
190
1000
1001
1002
1003
1004
1005
1006
1007
1008
1009
1010
1011
1012
1013
1014
1015
1016
1017
1018
1019
1020
S: iya “slip” daripada aku “relapse” gitu kan. Karena aku
mikirnya, kalau aku relapse, berarti aku udah ga ada recovery.
Konsekuensinya itu, udah ada di bayangan otak kalau itu pasti
terjadi, makanya aku enggak mau relapse.
W: hmm aku pengen tau Sis, misal Sis X tadi bilang
mengalami “slip” ya, atau pakai drugs yang sebrangnya. Nah
kan Sis X juga bilang ga merasakan efeknya. Itu kok tetap
dikonsumsi itu kenapa Sis? saat itu, walaupun itu tidak
menimbulkan kecanduan. Nah itu kenapa Sis?
S: saat itu ya, karena oh pengaruh temennya juga seperti itu
kan. Karena gini, kalau pada saat itu aku narik diri, kan nggak
mungkin, gitu. Atau mungkin karena keadaannya yang ga
mungkin aku langsung pergi gitu aja. Jadi aku pakai “itu” pun
karena sudah ada di situ. Yang “slip” itu memang sudah ada di
situ. Dan memang ga ngrasain titik nikmatnya itu kan. Itupun
baru aku tinggal karena aku ngerti, ini aku pakai, masih bisa
aku kontrol. Jadi aku perginya juga enak gitu kan. Lalu temen-
temen bilang, “oh berarti kamu sekarang udah ga makai itu?”.
Kira-kira gitu sis
W: berarti pakai itu sekedar biar temen-temen ga curiga atau
gimana?
kesembuhannya.
(1004-1018)subjek mengatakan bahwa
dirinya mengalami SLIP karena pengaruh
teman. Pengaruhnya antara lain, subjek
merasa tidak bisa langsung menarik diri
begitu saja. Subjek mengonsumsi narkoba
yang masih dapat di kontrol oleh subjek.
(1019-1026) subjek mengatakan bahwa
teman-temannya memiliki sikap yang
Subjek mengalami SLIP saat
berkumpul dengan teman-
temannya dahulu (sesama
pemakai). Subjek merasa perlu
mengonsumsi agar teman-
temannya tidak merasa curiga
atau paranoid.
Ekologi – mikrosistem
(1009-1018)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
191
1021
1022
1023
1024
1025
1026
1027
1028
1029
1030
1031
1032
1033
1034
1035
1036
1037
1038
1039
1040
1041
S: iyaa karena temen-temen taunya aku udah direhab. Karena
mereka agak-agak parno juga sih sebenernya. Parno dalam
pertemanan ini ntar mereka ngira, “wah ntar nih bawa BNN
atau segala macem gitu”.
W: berarti makainya supaya mereka ga ngerasa parno aja?
S: he‟em..
W: misal nih ya Sis, kan Sis X berada di lingkungan luar. Dan
ga semuanya itu positif. Nah itu apa yang Sis X lakukan?
S: berada di lingkungan yang ga mendukung? Kalo aku sih
tetep keluar.
W: berusaha keluar itu yang gimana Sis?
S: maksudnya aku ya keluar dari lingkungan situ, aku mencari
lingkungan yang lain.
W: daripada memaksakan di situ ya?
S: iya. Kalau aku pribadi, aku ga bisa dipaksakan kalau
lingkungannya itu mengarah-mengarah “ke sana”. Aku ga
bisa. Mending stop ada di situ.
W: Sis X sempat bercerita bahwa dulu awal mula pakai drugs
itu karena merasa masalah bertumpuk-tumpuk dan merasa
terpengaruh pergaulan juga kan ya. Nah kalau sekarang Sis X
itu punya masalah, yang dilakukan apa Sis?
paranoid atau cemas karena mengira
bahwa subjek akan membawa pihak BNN.
(1027-1037) subjek mengatakan apabila
dirinya berada di lingkungan yang dirasa
kurang mendukung, subjek akan keluar
dari lingkungan tersebut. Subjek akan
mencari lingkungan yang lain daripada
harus memkasakan diri untuk berada di
lingkungan tersebut.
(1038-1063) saat ini, subjek
menyelesaikan masalahnya dengan cara
memilih dan memilah, yaitu
menyelesaikan masalah yang sekiranya
Subjek cenderung menghindar
apabila berada di lingkungan
yang dirasa tidak
menyenangkan oleh subjek.
Menghindari adanya tekanan
emosi akibat mengalami
masalah:
Subjek belajar mengatasi
Cegah pola kegagalan
RD:
Cegah kelambanan
psikologis (1035-1037)
Cegah pola kegagalan
RD:
Cegah pola sebab akibat
kegagalan (1043-1055/
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
192
1042
1043
1044
1045
1046
1047
1048
1049
1050
1051
1052
1053
1054
1055
1056
1057
1058
1059
1060
1061
1062
1063
S: sekarang aku untungnya belajar memilah dan memilih. Jadi
misal banyak nih ya permasalahanku, di otak itu aku milih,
mana nih masalah yang harus aku selesaikan dulu.
W: itu contohnya gimana Sis? dan cara menyelesaikannya
gimana Sis?
S: misal nih ya, aku di sini kan ada tuntutan kerja, ada tekanan
juga pastinya. Faktor misal dari residen atau gimana caranya
aku bisa kasih contoh ke mereka. Terus tiba-tiba nih ibuku
telfon, “si kecil nih gini gini gini”. Terus masalah itu dateng
lagi dateng lagi. Nah, ini aku harus selesaikan yang mana dulu
nih. Karena badan aku di sini, posisi aku di sini, ya aku
selesaikan dulu yang ada di sini. Terus di sini (nunjuk kepala)
itu “tenang tenang tenang”. Jadi lebih ke memanajemen
konflik, atau memanajemen masalah gitu ya.
W: berarti Sis X selesaikan masalah yang ada dan ga cuma
nahan emosi kayak dulu ya?
S: enggak.
W: jadi masalah itu diselesaikan ya?
S: he‟em. Misalpun ngehadepin masalah nih ya, itukan pasti
ada emosional yang ga kekontrol gitu kan. Nah itupun juga
harus belajar” ngerem”. Gimana caranya handle feeling itu
tadi, biar ga emosional.
masalah tersebut dapat ditangani terlebih
dahulu. Subjek juga berusaha mengelola
emosinya dengan mengatakan kepada
dirinya untuk bersikap tenang. Subjek
mengatakan bahwa dirinya harus
mengontrol emosinya
masalahnya dengan memilah
dan memilih, sekiranya mana
masalah yang terlebih dahulu
akan diselesaikannya.
Subjek juga mengontrol
emosinya atas setiap masalah
yang ia alami agar dirinya
tidak mengalami tekanan
emosi.
1060-1063)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
193
1064
1065
1066
1067
1068
1069
1070
1071
1072
1073
1074
1075
1076
1077
1078
1079
1080
1081
1082
1083
1084
1085
W: lalu sekarang tujuannya Sis X itu apa? Bisa dikaitin sama
abstinennya. Jadi sekarang ini Sis X punya tujuan apa?
S: tujuan ya. Tujuannya yaitu aku harus bisa nyenengin orang
tua. Nyenengin orang tua dan ga ngebuat mereka kecewa.
Terus buat hidupku semakin baik, semakin positif. Udah itu
aja.
W: jadi bisa mermanfaat juga bagi orang lain?
S: iya
W: itu bermanfaatnya gimana Sis? Apakah dengan di panti
rehab ini?
S: iya di panti rehab ini.
W: kalau tujuan jangka panjang gitu ada Sis?‟
S: tujuan jangka panjang yang pasti kalau berhenti itu pasti,
untuk menjaga recovery itu pasti, karena itu tujuan
sebenernya. Untuk selanjutnya yaudah aku ikuti alur yang
sedang aku jalani sekarang ini, kalo untuk karir.
W: berarti semacam jadi role model begitu ya?
S: iya
W: mmmm kalau misal ada hambatan dalam mencapai tujuan,
baik itu tujuan untuk menyenangkan orang tua ataupun jadi
role model yang bagus bagi residen, itu yang dilakukan Sis X
apa saja buat atasi hambatan atau gangguan itu?
(1064-1081) subjek memiliki tujuan untuk
menyenangkan orang tuanya dan tidak
membuat orang tuanya kecewa. Subjek
ingin dirinya semakin baik dan positif.
Subjek memiliki tujuan untuk menjaga
kesembuhannya.
(1082- 1094) subjek mengatakan bahwa
dalam upayanya mencapai tujuan, dirinya
mengatasi hambatan dengan cara
menghindar (pergi) agar pikirannya
Unsur regulasi diri yang
dimiliki subjek adalah subjek
mampu menetapkan tujuan:
Tujuan yang dimiliki subjek
antara lain adalah ingin
menyenangkan orang tua,
hidup semakin positif dengan
memiliki manfaat di panti
rehab, dan ingin menjaga
kesembuhannya
Self stopping yang dilakukan
subjek:
Subjek merasa bahwa dia
merupakan tipe orang yang
Unsur Regulasi Diri:
Menetapkan tujuan (1066-
1069/ 1076-1079)
Cegah pola kegagalan
RD:
Cegah kelambanan
psikologis (1086-1088)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
194
1086
1087
1088
1089
1090
1091
1092
1093
1094
1095
1096
1097
1098
1099
1100
1101
1102
1103
1104
1105
1106
S: pergi, udah pergi gitu aja. Pergi dari situ sebentar. Ga tau
Sis, aku gitu orangnya ga tau kenapa. Pergi sebentar habis itu
balik, udah netral lagi.
W: berarti memang tipenya menghindar dulu ya?
S: iya menghindar dulu. Untuk beberapa saat lah, sebentar aja.
W: terus apa yang dilakukan Sis X supaya, kan gini, abstinen
drugsnya udah mau jalan dua tahun kan ya, lalu bagaimana
caranya Sis X menyadari, “oh bentar lagi aku bakal ada
pikiran, dan lain-lain”.
W: Nah caranya memantau diri supaya tujuan itu tercapai dan
supaya abstinen itu tetap terjaga itu gimana Sis?
S: itu semua ada tanda-tandanya ya. “Wah ini pikiran udah
dateng ni, walaupun cuma sebentar nih”. Nanti kalau udah
lapse, takutnya slip. Kalau kayak gitu, aku jauh-jauh hari udah
harus ada plan atau rencana. Misal, “bro atau sis, yuk besok
kita pergi ke mall” atau “yuk anterin karaoke, kita karaoke
sebentar”. Yaudah gitu aja sih. Untuk menghindar dari udah
ada sinyal-sinyal. Udah ngerti gitu.
W: berarti harus peka sama sinyalnya ya
S: ho‟o gitu. Udah peka
W: terus kalau jadi role model yang baik itu standarnya
kembali netral.
(1095-1105) cara subjek memantau diri
agar tergaja kondisi abstinennya adalah
dengan mengenali tanda-tanda munculnya
PAWS. Subjek juga menyiapkan rencana
dengan mengajak pergi teman untuk
mengatasi sinyal atau gejala tersebut.
(1106-1116) menjadi role model yang baik
senang menghindar dari
pikiran-pikiran yang tidak
diinginkan.
Cara monitoring diri pada
subjek:
Subjek menjaga abstinennya
dengan menyadari/ peka tanda-
tanda, yaitu bahwa dirinya
mulai merasakan munculnya
pikiran untuk menggunakan.
Subjek menjadi seorang role
Unsur regulasi diri:
Monitoring (1097-1103)
Kenali tanda PAWS
Menjadi role model (1113-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
195
1107
1108
1109
1110
1111
1112
1113
1114
1115
1116
1117
1118
1119
1120
1121
1122
1123
1124
1125
1126
1127
1128
gimana Sis? baiknya itu seperti apa?
S: baik jadi role model. Role model yang baik itu, gimana
caranya. “misal nih anak, lagi kenceng-kencengnya pikiran
untuk makai, yaudah gimana caranya kita supaya dia nggak
melakukan itu”.
W: berarti role model yang baik itu menurut Sis X sendiri...
S: kita atur perilaku kita, terus kita atur juga dari bicara kita
supaya ga ngomong ke adiksi terus, kan itu ga boleh. Ga kasih
omongan yang negatif ke anak-anak. Yang pasti kita juga
jangan sampai mabok di depan anak-anak. Udah itu aja.
W: Sis X kan sering sekali menyebutkan handle feeling,
handle pikiran kan ya. Handlenya itu seperti apa Sis supaya itu
pun bisa ke handle terus.
S: jadi gini, misal kita emosi nih ya, terpancing oleh masalah.
Kalau aku sendiri karena aku basicnya itu emosian,
temperamen gitu, yang meluap-luap gitu kan. Dari akunya
gimana caranya, “oh yaudah dibikin nyantai”. Jadi intonasinya
ga yang up and down, jadi dibuat datar. Ya dipikiran itu, di
pikir sendiri.
W: berarti semacam memiliki standar di pikiran, lalu
mengikuti yang ada di pikiran itu ya?
S: iya Sis.
menurut subjek adalah dengan
mengendalikan pikiran dengan tidak
menggunakan narkoba walaupun pikiran
tersebut sedang memberi sinyal yang
sangat kuat untuk menggunakan. Selain
itu, subjek menjelaskan bahwa menjadi
role model yang baik adalah dengan
mengatur perilakunya sendiri dan tidak
memberi perkataan yang negatif kepada
residen.
(1117-1128) cara subjek untuk handle
feeling (kontrol emosi) adalah dengan cara
membuat dirinya sendiri santai, karena
subjek mengakui bahwa dirinya
merupakan sosok yang temperamen
(mudah marah).
model di panti rehabilitasi
tempat dirinya bekerja.
Subjek menjelaskan mengenai
karakter role model yang baik
menurut dirinya
Subjek dapat mengontrol
emosinya dengan menerapkan
suatu standar di pikirannya.
1116)
Cegah pola kegagalan
RD:
Cegah pola sebab akibat
kegagalan (1120-1125)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
196
1129
1130
1131
1132
1133
1134
1135
1136
1137
1138
1139
1140
1141
1142
1143
1144
1145
1146
1147
1148
1149
1150
W: gini Sis, kan godaan atau pikiran itu kan bisa aja dateng
kapanpun dan bisa aja makin kuat. Lalu Sis X bilang, ya kalau
mentalnya kuat, bisa aja mental lagi lemah ada orang godain,
yah jadi “begitu”. Nah kalau untuk Sis X sendiri agar semakin
kuat dalam menghadapi hal seperti itu gimana Sis?
S: biasanya kita patahin. Misal nih aku ngalamin sendiri, aku
waktu itu ditawari, “Sis, ada „ini‟ nih”. Dan itu adalah barang
“slip” dari drug choiceku. Terus aku jawab, “ah itu mah ga
enak, atau aku lagi bokek”. Nah caranya kita patahin dengan
omongan yang enteng-enteng seperti itu. Dan “hal itu” ga
akan terjadi. Dia kan istilahnya meracuni, tapi semakin kita
ngasih tanggepan positif, kalo kita merespon „iya‟, dan merasa
„klik‟, udah „itu‟ terjadi. Itu udah aku cobain kok. “Coba ya
aku respon seperti ini, yang nolak itu”. Iya udah bener itu
„mental‟.
W: berati semacam belajar dari pengalam gitu ya Sis?
S: iya. Itu aku coba
W: pengujian gitu Sis?
S: iya, ho‟o. Orangnya yang nawarin sama. Aku coba kalimat
gini, “ah enggak, gue bingung bawanya”. Dan terus-terus dia
mencoba kan, tetep ngeracunin terus dan aku tetep nolak
dengan kalimat-kalimat itu tadi. Lalu dia nawarin lagi kan di
(1129-1155) dalam menghadapi godaan
yang terus-menerus datang, subjek
mematahkan tawaran dengan kata-kata
penolakan terhadap orang yang
menawarkan narkoba pada subjek.
Self stopping:
Subjek melakukan penolakan
terhadap tawaran dari orang
lain untuk mengonsumsi
narkoba
Cegah pola kegagalan
RD:
Cegah kelambanan
psikologis (1134-1143)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
197
1151
1152
1153
1154
1155
1156
1157
1158
1159
1160
1161
1162
1163
1164
1165
1166
1167
1168
1169
1170
1171
hari beda, dan itu pikiran juga lagi suntuk, dan ketemu lawan
yang „makai‟. Lalu aku iyain, yaudah terjadi. Jadi kalau ga
dari diri kita sendiri, mustahil Sis bisa. Walaupun dari
lingkungan yang kayak gimana pun, kalau dari diri sendiri ga
„move‟, ga bakal bisa.
W: lalu Sis X memandang “slip” dan “lapse” itu seperti apa?
S: hal yang biasa. Karena itu bagian dari recovery itu tadi.
W: berarti selama itu ga relapse atau kambuh lagi jadi addict
itu gapapa?
S: iya gapapa. Yang penting masih bisa dikontrol. Kalau udah
relapse, udah itu ga bisa di kontrol. Sama dengan halnya orang
pemakai sabu, terus dia “slip”nya ke koplo atau ke alkohol.
Tapi kan ga tau orang ini bisa atau enggak mengontrol
“slip”nya itu tadi. Tapi kalau dia relapse dan dia balik lagi ke
sabu, aku jamin dia ga akan bisa kontrol. Karena apa? Dia
udah dapetin kenyamanan di situ. Coba dikasih puttau, pasti
pada ga mau, kalopun dikasih gratis, pasti pada ga mau.
Karena kalau puttau itu udah ga bisa di kontrol.
W: Sis, maksudnya impossible buat clean itu gimana?
Terutama bagi Sis X..
S: impossible itu yaa karena realitasnya ya, kalo presentase ya
(1156-1168) subjek mengatakan bahwa
slip dan lapse merupakan bagian dari
recovery. Bagi subjek hal tersebut masih
dapat ditoleransi selama individu tidak
mengalami relapse.
(1169-1182) subjek menceritakan
mengapa dirinya tidak mampu sepenuhnya
clean (bersih/ abstinen) karena subjek
Subjek memandang bahwa slip
dan lapse merupakan bagian
dari recovery.
Subjek kurang memiliki
keyakinan diri bahwa dirinya
mampu sepenuhnya bersih.
Pandangan mengenai SLIP
dan LAPSE
Kurangnya self efficacy
(1171-1182)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
198
1172
1173
1174
1175
1176
1177
1178
1179
1180
1181
1182
1183
1184
1185
1186
1187
1188
1189
1190
1191
1192
dibilang 80 banding 20. Maksudnya itu ya sebagian besar dari
kita itu ga bisa clean kan ya, ada proses untuk slipnya, ada ada
relaspenya. Kalau aku sendiri ya, namanya juga manusia, ga
bisa perfect untuk itu. Tapi ya aku berusaha, karena aku udah
janji ga mau kayak dulu lagi kan. Tapi kesandung itu pasti
ada, masalah pasti ada. Ya aku cuma bisa berusaha aja supaya
tidak kembali relapse. Paling engga, tapi kalo aku pribadi
memang lebih ke slip. Jadi kalau dibilang clean itu ya semua
itu ada waktu ya. Ke depannya memang aku cuma bisa
berbicara, tapi tapi realitanya ke depan seperti apa aku ga bisa
memastikan itu.
W: tidak bisa memastikan itu gimana Sis?
S: ya karena ada masalah juga ya. Namanya juga orang ya,
kita sebagai pecandu bisa aja tidak kuat karena ada masalah
itu tadi. Udah coba buat nahan, tapi mau gimana juga bisa aja
jatuh lagi kan. Aaaa slip juga akhirnya, pakai alkohol lah atau
pakai drugs yang di bawahnya.
W: kalau dari diri sendiri, apakah ada keinginan untuk clean?
S: kalau dari diri sendiri pengennya clean. Dan memang, “oh
iya kamu harus janji sama diri kamu sendiri”. Aku niatnya
pengen clean, tapi kayak kemarin, aku sempet slip. Tapi
merasa bahwa dirinya tidak mampu perfect
(sempurna) sebagai manusia. Di sisi lain,
subjek tetap berusaha karena tidak ingin
mengulang pengalamannya yang
terdahulu. Subjek mengatakan bahwa
untuk benar-benar clean, membutuhkan
waktu dan subjek tidak bisa memastikan
bagaimana realitas ke depannya.
(1183-1188) subjek mengatakan bahwa
dirinya tidak dapat memastikan karena
masalah pasti dialami dan subjek
mengatakan bahwa sekuat apapun
mencoba menahan masalah, suatu ketika
bisa saja jatuh.
(1189-1201) subjek memiliki keinginan
untuk clean (bersih). Subjek mengatakan
bahwa dirinya clean, yaitu abstinen dengan
drug choicenya. Subjek mengatakan
Akan tetapi, sisi positifnya
dalah subjek tidak menganut
zero tolerance.
Subjek merasa bahwa
kekuatannya masih terbatas,
yaitu adanya kemungkinan
untuk jatuh kembali karena
merasa belum memiliki
kekuatan yang cukup.
Subjek memiliki keyakinan diri
yang kurang sehingga dirinya
masih mengalami slip. Di
samping itu, subjek mengalami
Pola Kegagalan Regulasi
Diri:
Kekuatan yang terbatas
(1184-1188)
Self efficacy yang kurang
(1190-1198)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
199
1193
1194
1195
1196
1197
1198
1199
1200
1201
1202
1203
1204
1205
1206
1207
1208
1209
1210
1211
1212
1213
1214
dalam sebelumnya aku udah bilang kalau aku clean aku
abstinen ya. Sampai sekarang pun aku abstinen dengan drug
choiceku, cuma memang aku pernah slip. Nah itulah yang
harus dikuatkan, dan aku berusaha untuk menguatkan itu
supaya tidak slip lagi. Dan slip itu aja memang saat keadaan
bener-bener lagi jatoh.
W: jadi karena memang ada masalah gitu ya slipnya?
S: iya, karena kita udah berusaha nahan dan memang kita itu
semacam kesandung ya
W: waktu mengalami slip itu perasaannya gimana Sis?
S: slip itu bagi aku juga kesalahan ya, karena kita jatuh. Tapi
bukan relapse ya, karena relapse itu kembali lagi pakai drug
choice yang sama. Karena bagi aku untuk mengobati rasa
pengen pakai itu sah-sah aja ya. Karena recovery itu milik
pribadi, otomatis pengalamannya juga beda, ga bisa sama.
Tapi juga harus tahu porsi, tahu kondisi tubuh kita, tapi sejauh
ini saya slip itu mental semua Sis karena rasanya ga dapet.
W: jadi pakai itu buat?
S: pengen mengobati rasa “ah pengen gini ya, pengen gini
ya”. Yang penting ada drugs, yang penting ada zat yang
masuk. Tapi tidak mau kembali ke karakter drugs yang
sebelumnya.
bahwa dirinya mengalami slip ketika
dalam keadaan benar-benar jatuh, yaitu
keadaan ketika tidak lagi sanggup
menahan.
(1202-1218) subjek mengatakan bahwa
slip merupakan suatu kesalahan karena itu
adalah kejatuhan. Akan tetapi, subjek
merasa sah-sah saja untuk mengobati rasa
kangen. Subjek mengatakan tidak
merasakan efek yang diinginkan selama
mengalami slip. Pasca rehabilitasi hingga
saat ini, subjek mengalami slip sebanyak
dua kali.
slip karena merasa memiliki
kekuatan yang terbatas.
Subjek mengalami slip karena
dirinya ingin mengobati rasa
rindu menggunakan narkoba.
Mengalami slip
(1211-1214)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
200
1215
1216
1217
1218
1219
1220
1221
1222
1223
1224
1225
1226
1227
1228
1229
1230
1231
1232
1233
1234
1235
W: kalau slip itu kalau diinget-inget udah berapa kali
mengalami slip Sis? Selama abstinen atau selama recovery
ini..
S: dua.
W: Sis, PAWS itu dirasa mengganggu ga?
S; ya mengganggu, karena buat apa-apa ga enak. Apalagi itu
juga ada emosionalnya ya, jadi ya ga nyaman.
W: selama PAWS itu ada pikiran buat pakai Sis?
S: ya ada, justru itu yang mengganggu Sis.
W: nah kalau PAWS itu kan Sis X juga sempat bilang kalau
handle feeling kan. Itu apa aja Sis yang dilakukan supaya Sis
X bisa dikatakan mampu handle feeling? Lebih ke prosesnya,
nah itu gimana Sis?
S: kalau dulu itu apa-apa berpikirnya instan, pengen yang
serba cepet kan. Nah kalau sekarang tu pikirnya pelan-pelan,
fokus, satu per satu. Kalau ga bisa, ada tuh perasaan kecewa,
emosi, nah di situ aku menyikapinya ya tenangin diri sendiri.
W: kalau selama ini apa yang dirasa membantu Sis, terutama
dari orang tua dalam menjaga Sis X tetap abstinen?
S: cukup besar ya. Contoh, kalau aku pulang, ibu aku ga
pernah kasih omongan yang ngungkit masa lalu, ga pernah
(1219-1231) PAWS dirasa mengganggu
oleh subjek dan membuat subjek berpikir
untuk kembali menggunakan.
Subjek merasa bahwa dirinya mampu
kontrol emosi dengan cara fokus satu per
satu dan menyikapi dengan tenang.
(1232-1241) subjek mengatakan bahwa ia
mendapatkan dukungan dari orang tuanya.
Dukungan yang dirasakan berupa motivasi
dari ibunya. Selain itu subjek juga
Gejala PAWS dirasa
mengganggu oleh subjek.
Subjek merasa mendapatkan
dukungan dari ibunya.
Mengalami PAWS
(1220-1221)
Cegah pemberontakan
atensi (1228-1231)
Ekologi:
Mikrosistem (1234-1239)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
201
1236
1237
1238
1239
1240
1241
1242
1243
1244
1245
1246
1247
1248
1249
1250
1251
1252
1253
1254
1255
1256
flash back ya. Terus juga kasih motivasi walaupun pakai kata-
kata yang terselubung. Selain itu juga mau jagain anak aku.
Anakku juga udah tau, apa itu narkoba, efeknya gimana dan
apa aja yang harus dijauhi.
W: jadi motivasi dari orang tua, juga anak ya?
S: iya, orang tua, anak, dan diri sendiri.
W: selama abstinen itu hal-hal yang menurut Sis X harus
dihindari itu apa?
S: ya menghindari ajakan yang mengarah ke situ ya. Dan lagi
aku kerja di sini ya, yang mana itu isinya pecandu semua. Dan
mereka itu bebas keluar masuk. Itu jadi godaan juga Sis.
W: kalau di sini banyak godaan, kenapa malah kerja di sini
Sis?
S: karena itu tantangan ya. Masa iya aku harus terus
menghindar dari kenyataan. Misal juga aku lihat jarum suntik
di rumah, ya aku harus bisa lawan itu.
W: lalu cara Sis X ngehadepin tantangan itu gimana?
S: kalau di sini aku mencoba jadi role model buat mereka.
Juga aku cari kesibukan. Tapi ya ternyata itu kesibukan dateng
sendiri. Hahhaa.
W: selain handle feeling, apa yang dilakukan biar tetap
mengingat akan anaknnya. Ibu dan
anaknya dianggap sebagai motivasi bagi
subjek.
(1242- 1255) subjek mengatakan untuk
menjaga kondisi abstinen adalah dengan
menghindari ajakan yang mengarah ke
pada menggunakan kembali.
Subjek mengatakan bahwa pekerjaan
sebagai konselor adiksi merupakan sebuah
tatangan bagi subjek.
Subjek menjadi seorang role model bagi
residen dan sebagai sarana untuk memberi
kesibukan bagi subjek.
(1256-1271) subjek mengatakan bahwa
Subjek bekerja di panti rehab
untuk menjadi role model.
Dengan demikian, subjek
merasa mampu memantau
perilakunya dan merasakan
adanya tantangan
Walaupun subjek kadang
Menjadi role model (1253-
1255)
Self efficacy (1258-1277)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
202
1257
1258
1259
1260
1261
1262
1263
1264
1265
1266
1267
1268
1269
1270
1271
1272
1273
1274
1275
1276
abstinen Sis?
S: yakin. Aku harus yakin kalau aku bisa. Ya walaupun
kadang ada pesimisnya. Kalau muncul pikiran pesimis tadi, ya
kita harus kalahin dengan yakin itu tadi. Ini aku lagi proses
mencoba Sis, masih berusaha bener-bener ini. Dan menurutku
waktu aku dua tahun abstinen itu masih muda ya, masih
kehitung baru dan bentar. Maka dari itu aku ga tahu ke
depannya gimana, tapi dari aku pribadi sebagai manusia aku
berusaha pastinya. Dan selama mau bener-bener abstinen itu
perjalanan bisa panjang Sis. Orang itu bisa aja ada slipnya,
bahkan relapse. Karena ada yang bilang, udah lewat 1000 hari
itu udah bisa bener-bener abstinen ya. Cuma untuk
prakteknya, aku belum ngerasain yang 1000 hari itu. Karena
untuk slip, itu aja sebenernya udah ngulang lagi. Ngulang
untuk abstinen dari segala jenis drugs, apapun itu.
PROBING
W: jadi begini Sis, yang membuat Sis X termotivasi terus dan
supaya tidak jatuh itu apa Sis?
S: karena ibu, anak, dan diri sendiri
W: jadi itu kayak gimana Sis maksudnya?
S: ya karena ada motivasi. Misal nih dari ibu, dan ibu itu kasih
dirinya harus yakin. Walaupun terkadang
pesimis, subjek berusaha mengalahkan
rasa pesimis dengan rasa yakin.
Subjek mengatakan bahwa masa
abstinennya terbilang masih awal. Subjek
mengatakan bahwa perjalanan menuju
abstinen itu panjang dan memungkinkan
orang untuk slip bahkan relapse.
(1272-1287) hal yang membuat subjek
termotivasi agar tidak kembali jatuh
(kambuh) adalah adanya motivasi yang
positif dari ibunya, menjaga masa depan
anaknya, dan dari dirinya sendiri. Subjek
merasa pesimis, namun subjek
tetap memiliki keyakinan diri
Motivasi yang dimiliki oleh
subjek berasal dari ibu, anak,
dan dirinya sendiri. Subjek
mendapatkan dukungan yang
positif dari ibunya.
Sumber Motivasi: (1276-
1287)
Mendapat dukungan dari
ibunya.
Ingin menjaga masa depan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
203
1277
1278
1279
1280
1281
1282
1283
1284
1285
1286
1287
1288
1289
1290
1291
1292
1293
1294
1295
1296
1297
yang positif-positif. Ibu bilang, “udah dek, kamu mau sampai
kapan kayak gitu terus?”. Dari situ ya aku tanem dalam otak,
terus dari aku sendiri juga ayo, aku juga pengen berubah. Ibu
juga support biar aku ga jatoh lagi. Lalu kalo dari anak juga,
anakku juga udah gede udah umur segitu, pastinya dia juga
udah taulah soal drugs. Misal aku mau ngambil “barang”,
langsung keinget, “masa anakku buat masa depannya cuma
sampe segitu doang”. Terus kalo masih keganggu juga, ya
akhirnya dari diri sendiri. Aku inget efeknya yang bakal
panjang banget, gini aja badanku udah ancur lebur gitu kan.
Kalo aku lebih kuatin ke pikiran aja.
W: tujuannya Sis X itu apa supaya tidak jatuh lagi?
S: tujuannya itu ya karena aku pengen ngerasain totally clean
dan totally sober. Dan saat ini saya memang masih belum
sober ya, belum hidup sehat. Dan itu pengen saya lengkapi itu
clean and sober.
W: itu bisa muncul motivasinya buat anak dan ibu itu dari
mana Sis?
S: ya saya dari pikiran aja ya. Saya mikir, “oh, karena yang
bener-bener care, bener-bener peduli ya cuma mereka aja”.
W: kok Sis X bisa punya pikiran seperti itu?
mengatakan bahwa dirinya selalu berpikir
panjang apabila ingin kembali mengambil/
mengonsumsi barang (narkoba). Subjek
mengingat efek narkoba pada dirinya
seperto membuat badannya hancur. Karena
itu, subjek mengatakan lebih menguatkan
aspek pikirannya.
(1288-1308) subjek memiliki tujuan agar
dirinya mampu merasakan kondisi clean
and sober (bersih dan hidup sehat). Subjek
memiliki tujuan seperti itu karena merasa
bahwa ibu dan anaknya dalah sosok yang
care (peduli) padanya. Selain itu, subjek
mengatakan bahwa dirinya masih memiliki
sisi untuk berpikir, seperti untuk
mencukupi kebutuhan anaknya.
Subjek merasa ingin menjaga
masa depan anaknya.
Subjek juga selalu mengingat
efek yang merugikan yang
ditimbulkan dari narkoba.
Tujuan atau keinginan subjek
adalah ingin merasakan kondisi
bersih dan hidup sehat.
Dasar dari tujuan yang dibuat
oleh subjek karena merasakan
kepedulian dari ibunya dan
ingin mencukupi kebutuhan
anaknya.
anaknya.
Mengingat efek merugikan
dari narkoba.
Sumber motivasi: (1295-
1305)
Dukungan dari ibunya
Ingin mencukupi
kebutuhan anaknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
204
1298
1299
1300
1301
1302
1303
1304
1305
1306
1307
1308
1309
1310
1311
1312
1313
1314
1315
1316
1317
1318
1319
S: karena saya masih punya sisi untuk mikir ya, jadi itu yang
timbul. Emang perasaan ya.
W: nah itu bisa mikir bisa merasakan itu dari mana Sis?
S: ibaratnya itu gini, segalak-galaknya harimau, sebuas-
buasnya macan, mereka tu masih bisa mikir. Mikirnya itu
dalam artian, “oh mereka masih bisa ngasih makan ke anak,
masih bisa ngelindungin anak”. Iya karena naluri manusia ya.
Karena aku harus bisa ngehidupi anakku.
W: berarti kalo aku simpulin itu karena adanya motivasi dari
luar seperti Sis X itu harus bisa mencukupi kebutuhan anak
begitu ya?
W: nah terus begini Sis, sekarang ini kan Sis X bisa handle
feeling dengan cara tiap muncul pikiran pengen pakai, lalu Sis
X langsung pergi. Nah, Sis X itu bisa punya gaya handle
feeling seperti itu, atau bisa handle feeling itu tadinya
bagaimana Sis?
S: bermain pikiran. Jadi sebelumnya aku juga melihat contoh
nyata role modelnya. Kalo aku di sini role modelnya adalah
Bro Y, jadi dia dulu juga pecandu tapi bisa sembuh. Bro Y itu
kalo aku lihat dia sering diterpa masalah, tapi dia itu kok
tenang. Jadi aku punya contoh nyata dari dia itu. Kenapa saya
bisa handle feeling ya karena saya melihat ada contoh nyata.
(1309-1323) subjek memiliki cara handle
feeling (kontrol emosi) dengan cara
menghindar karena dirinya mendapatkan
contoh dari Bro Y (konselor adiksinya).
Bro Y merupakan seorang mantan
pecandu, sehingga subjek merasa
menndapatkan contoh yang nyata. Selain
itu, subjek mengatakan bahwa dirinya
merasa yakin karena Tuhan masih sayang
kepadanya.
Subjek mendapatkan role
model dari konselor adiksinya
sehingga subjek memiliki cara
handle feeling yang serupa.
Mendapatkan role
model/ contoh untuk
mengontrol emosinya.
(1312-1321)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
205
1320
1321
1322
1323
1324
1325
1326
1327
1328
1329
1330
1331
1332
1333
1334
1335
1336
1337
1338
1339
1340
W: terus apa yang bikin Sis X yakin kalau Sis X itu bisa
menjalani dan melalui ini semua?
S: saya yakin, walo saya ini jarang ibadah, tapi saya yakin
kalo Tuhan sayang sama saya.
W: terus apa yang Sis X lakukan supaya tetap yakin?
S: melangkah yakin aja dan tetep positif thinking aja kalo aku.
W: terus apa yang membuat Sis X tetap yakin?
S: karena aku percaya ada harapan dan aku yakin aja kalo
semua bakal kembali normal. Karena aku udah capek juga Sis,
jenuh juga jadi pecandu. Ya karena saya ngerasa lelah Sis,
lelah sama keadaan yang seperti “itu” terus. Karena aku udah
ngrasain gimana rasanya hancur, dan itu ga enak banget.
Hancur semua badanku ini. Jadi karena kegagalan, itu yang
jadi motivasi buat aku. Itu juga yang bikin aku punya tujuan
hidup. Aku juga dapat black label dari masyarakat, dari sosial
kan. Maka, aku harus tunjukkin kalo aku bisa. Aku tunjukkin
kalo aku ada sisi positifnya dengan prestasi, “ini lho dulu aku
pecandu, sekarang aku bisa jadi role modelnya residen”.
W: oke Sis mungkin begitu saja. Terimakasih Sis untuk waktu
dan kesediaannya.
S: Oke Sis, sama-sama. Aku juga seneng kok bisa bantu.
(1324-1340) subjek mengatakan agar
dirinya yakin, ia tetap berpikir positif.
Subjek mengatakan bahwa dirinya percaya
akan adanya harapan dan merasa yakin
bahwa semua akan kembali normal atau
seperti sedia kala. Subjek mengatakan
bahwa dirinya telah merasa lelah akibat
kondisi adiksinya di masa lalu dan telah
merasa jenuh. Subjek juga merasakan
bahwa badannya terasa hancur. Subjek
mengatakan adanya kegagalan membuat
dirinya harus mampu menunjukkan ada
sisi positif dalam dirinya, yaitu dapat
menjadi role model bagi residen.
Sumber motivasi:
Merasakan efek tidak
menyenangkan dari kondisi
adiksinya.
Ingin mengurangi stigma
negatif dari masyarakat
terhadap pecandu.
Sumber motivasi:
Merasakan efek tidak
menyenangkan dari
kondisi adiksi.
Ingin mengurangi stigma
negatif dari masyarakat.
(1327-1337)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
206
TRANSKRIP WAWANCARA SUBJEK 2
W : Interviewer
B : Subjek 2
No Verbatim Deskripsi Interpretasi Tema
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
W: Bro aku mau tanya nih, dulu Bro Y bisa jadi seorang pecandu
itu bagaimana proses atau ceritanya?
B: jadi pecandu itu karena saya terlalu sayang dengan ibu. Karena
bapak itu yo rodo slewang-sleweng. Saya berpikir lho ya waktu
itu, bapak keras dengan saya karena untuk menutupi kesalahannya
saja. Waktu itu saya mikir, ibu saya wes di’pek karo wong liyo yo
kan aku ra trimo. Aku yo meh ngomong atau mlayu nang ngendi
kan saya ya ndak brani.
W: hmmm ya kayak ngrasa ga ada jalan keluar
B: nah ya jalan keluarnya mending saya mendem wae biar saya
diperhatikan.
W: Bro sempat bilang, mending mendem aja biar diperhatikan.
Nah kok bisa berpikir seperti itu kenapa Bro?
B: ya karena sumpek to melihat seperti itu. Tapi saya kan seorang
(1-17) awal subjek menjadi
seorang pecandu dikarenakan
dirinya merasa sayang dengan
ibu dan merasa tidak terima
dengan perlakuan dari ayah
tirinya. Subjek tidak berani
mengungkapkan kekecewaannya
sehingga dirinya merasa tidak
memiliki jalan keluar dan lari
dari masalah dengan cara
mendem (mabuk-mabukan).
Subjek menggunakan narkoba
agar dirinya diperhatikan oleh
orang tuanya. Subjek merasa
Adanya faktor pemicu
subjek menjadi seorang
pecandu:
Subjek merasa bahwa
dirinya menjadi seorang
pecandu karena ayahnya
bersikap keras kepadanya.
Selain itu, subjek juga
merasa tidak diperhatikan
oleh keluarganya
Selain itu, subjek juga
merasa perlu untuk
melupakan masalahnya
Ekologi:
Mikrosistem (3-8)
Pola Kegagalan Regulasi
Diri:
Pola sebab akibat
kegagalan adanya
faktor yang menjadi
pemicu (3-8)
Penyerahan/ pembiaran/
letting it happen (10-11)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
207
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
anak ya butuh kehangatan butuh perhatian. Jadi saya lebih
nyaman dengan temen-temen daripada sama keluarga. Tapi ya ga
tau, kok ya adik-adikku ga ada yang seperti aku juga ga tahu saya.
Kadang saya ya mikir, “apa emang ditakdirke jadi pecandu?”.
W: itu dulu prosesnya gimana aja Bro, kok akhirnya bisa menjadi
seorang pecandu itu awalnya pakai apa saja?
B: pertama kali mesti ya ngerokok, habis itu saya miras. Habis itu
ganja. Dulu namanya kokain mbak. Candu, itu adalah getahnya
ganja, dulu bisa dari situ. Terus pakai morfin. Dulu ga ada istilah
pecandu, user, penyalahguna, tapi dulu namanya morfinis. Awake
mesti kurus karena jadi ga doyan makan, raiso turu, dan mesti
takut sama air, makane ambune mesti ra enak.
W: berarti Bro Y dulu ga suka mandi?
B: tidak suka, dengan hujan saja saya takut.
W: Bro Y itu bener-bener jadi pecandu itu pas pakai morfin ya?
B: iya
W: berarti dulu jadi pecandu itu SMP apa SMA Bro?
B: SMP ya, kelas 1 apa 2 gitu. Itu yang morfin.
W: terus itu dulu dapetnya dari mana Bro?
B: lak yo dulu namane anak pejabat kan yo dapetnya dari temen
pejabat.
W: waktu itu Bro Y tau ga kalo itu perkumpulan yang ga baik
lebih nyaman bersama teman-
temannya dibanding dengan
keluarganya.
(19-48) awal sebelum menjadi
pecandu morfin, subjek adalah
seorang perokok dan sering
mengonsumsi minuman keras.
Subjek menjadi seorang pecandu
morfin sejak duduk di bangku
SMP. Subjek mendapatkan
narkoba dari sesama teman
pejabat.
Subjek merasa bahwa awal
dirinya masih pada tahap
“keinginan” menggunakan
narkoba, dirinya masih mampu
menilai bahwa hal tersebut
adalah salah. Akan tetapi, selama
menjadi pecandu, subjek tidak
dapat merasakan apakah hal
tersebut salah karena dirinya
Kegagalan regulasi diri
yang dialami subjek:
Subjek menggunakan rokok
dan mengonsumsi minuman
keras, yang mana hal
tersebut merupakan gerbang
menuju adiksi. Akhirnya
subjek menjadi pecandu
morfin. Subjek juga
kehilangan kewaspadaan
diri sehingga dirinya merasa
membutuhkan narkoba dan
tak mampu menilai benar
atau salah.
Pengaruh lingkungan:
Subjek mengonsumsi
narkoba karena dirinya
mendapatkannya dari
Pola Kegagalan Regulasi
Diri:
Rolling the snowball (21-
26)
Reduksi pada monitoring
deindividuasi (38-41;
45-48)
Ekologi:
Mikrosistem (34-35)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
208
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
begitu
B: kalau disuruh menilai, ya saya tau itu ga baik. Tapi yang
namane pecandu kan tidak bisa menilai. Nah gini, sekarang aku
tanya, nek kamu memakai narkoba, ini andaikan aja lho ya,
menurutmu itu kepinginan apa kebutuhan?
W: ya awale kan kepinginan kan ya
B: tapi nek udah jadi seorang pecandu?
W: ya badannya yang butuh
B: nah ya seperti itu sis, sama saja seperti itu. Ketika aku masih
kepinginan, aku masih bisa menilai itu barang baik atau barang ga
bener. Tapi pas sudah menjadi pecandu, ya saya ga bisa menilai
itu sis.
W: Bro, emang enakkah rasanya di badan waktu pertama kali
pakai?
B: yo ga ada, namane orang mabuk itu sakit semua di badan
W: nek sakit gitu kenapa kok terus dikonsumsi Bro?
B: ya karena orang seperti itu kepingin menikmati dunia yang
lain. Makanya itu yang saya katakan watak dari kecil. Mestinya
kan kapok. Lalu saya punya prinsip, yang bisa menghentikan saya
ya diri saya sendiri karena yang memulai diriku sendiri kok.
W: itu dulu pernah ngalami kenaikan dosis atau toleransi gitu ga
Bro?
berasa bahwa badannya sudah
membutuhkan asupan narkoba.
(49-73) subjek mengatakan
bahwa badannya merasakan sakit
saat pertama kali mengonsumsi
narkoba. Subjek berpendapat
bahwa dirinya ingin merasakan
“dunia” yang lain dan merasa
bahwa dirinya lah yang sanggup
menghentikan. Subjek juga
mengalami toleransi (kenaikan
dosis) selama menggunakan
sesama teman anak pejabat.
Subjek memenuhi kriteria
adiksi, yaitu mengalami
toleransi atau kenaikan
dosis untuk mendapatkan
efek yang sama pada
narkoba yang digunakan.
Selain itu, toleransi yang
dialami subjek
menunjukkan bahwa subjek
telah menjadi pengguna
Karakteristik
ketergantungan:
Mengalami toleransi
(64/ 71-73)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
209
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
B: ya mesti.. kalo overdosis aku belum pernah. Karena aku
kontrol mbak. Nek nambah iso modyar aku.
W: dulu pakainya apa Bro yang sampai tahap toleransi?
B: morfin.
W: itu ngalamin toleransi itu langsung Bro?
B: iya, saya cepet ngalami toleransi. Dan stag‟nya juga cepet.
W: kok bisa kayak gitu ya Bro?
B: ya karena ada duit, ada barang, dan emosional tidak terkendali.
W: emosional tidak terkendali itu seperti apa Bro?
B: ya seperti “ah sesuk meneh nganggo”.
W: nah kan mengalami toleransi juga kan Bro, kok ya tetep
diterusin pakai itu kenapa ya Bro?
B: ya karena itu, ingin terus merasakan sesuatu yang baru lagi,
„waah aku wes iso tekan sak mene”. Seorang pencadu itu ingin
sesuatu hal yang baru, tapi dalam hal ke drugs.
W: jadi yang dimaksud “baru” itu apanya Bro?
B: efeknya. Jadi ngrasain, “wah 7 sedotan kayak gini, besok 8
sedotan”. Nah seperti itu terus.
W: berarti ada rasa ingin pakai terus ya?
B: he‟em he‟em
W: kalau pakai morfin gitu perasaannya gimana Bro?
B: efeknya ya mumbul-mumbul ga karuan gitu mbak. Perasaan itu
narkoba (morfin). Akan tetapi,
subjek juga cepat mengalami
stagnasi.
Subjek mengalami toleransi
karena merasa dirinya tidak
kehilangan uang dan memiliki
emosi yang dirasa tidak
terkendali. Selain itu, subjek
mengalami toleransi karena ingin
merasakan sesuatu yang baru,
yaitu efek yang ditimbulkan
selama mengalami toleransi.
(74-97) subjek merasakan efek
yang baru dengan semakin
bertambahnya dosis morfin yang
digunakan. Subjek juga
mengalami perasaan ingin
menggunakan secara terus-
menerus. Efek yang ditimbulkan
kompulsif.
Subjek merasakan efek
yang menyenangkan/
gratifikasi dari narkoba.
Selain itu, subjek merasa
mudah mendapatkan
narkoba karena adanya UU
(saat menjadi pecandu)
Pola Kegagalan Regulasi
Diri:
Pemberontakan atensi
gratifikasi (80-83)
Ekologi:
Mesosistem adanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
210
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
muncul dari pembawaan. Kalau awalnya kita susah, ya kita bakal
nangis terus. Ketika seneng, ya seneng terus. Ketika ngomongke
wong wedok yo ngomongke terus.
W: berarti semacam penerus efek begitu ya Bro?
B: iya.. jadi berangkat dari pertama. Makane nek kita lagi
mangkel apa lagi susah, dan kita cuma berempat, harusnya yang
mabuk cuma dua, yang lain itu njagain.
W: dulu dihisap berarti ya Bro? Ga pakai suntik?
B: ga, dulu saya cuma hisap.
W: itu dulu jadi benar-benar merasa menjadi pecandu morfin itu
rentangnya berapa lama Bro?
B: saya pakai dari tahun 1975 sampai tahun 1998. Nah habis itu
ada undang-undang kesehatan kan ya. Sakjane kalo narkotika itu
dimasukkan ke dalam undang-undang kesehatan, ee jadi gini
mbak, dulu mencari prekusor itu mudah dan tersedia di apotek,
tidak seperti sekarang. Karena apa? Ya undang-undang kesehatan
itu. Sekarang kan pakainya UU narkotika, ya susah juga dapatnya.
W: dulu pakai narkoba itu mulai dari kapan Bro?
B: waktu saya masih SMP, sekitar tahun 1973 lah itu sampai
SMA.
W: kalau pas morfin itu kapan Bro pakainya?
oleh morfin dirasa seperti
penerus efek, yaitu penerus
emosi yang sebelumnya
dirasakan. Subjek menggunakan
morfin dengan cara dihisap.
Subjek menggunakan morfin
sejak tahun 1975 hingga tahun
1998. Subjek merasa mudah
mendapatkan narkoba karena
pada masanya, tidak ada UU
narkotika dan hanya
menggunakan UU kesehatan
sehingga subjek mudah
mendapatkan prekusor di apotek.
(98-109) subjek menggunakan
narkoba sejak dirinya duduk di
bangku SMP. Sejak SMP, subjek
sudah mengonsumsi morfin dan
kesehatan memudahkan
subjek untuk mendapatkan
prekusor narkoba.
Subjek memiliki status
sosioekonomi di atas rata-
rata, sehingga dirinya
mudah mendapatkan/
peraturan pemerintah (92-
97)
Ekologi:
Makrosistem
sosioekonomi dan gaya
hidup (104-105/ 108-109)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
211
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
B: wah saya ini langsung e mbak, toleransinya cepet banget e
mbak.
W: jadi waktu SMP sudah pakai morfin?
B: iya mbak. Toleransinya itu cepet banget mbak. Karena apa?
Dulu kan saya ga kehilangan duit.
W: itu dulu dapet dari mana Bro? Ada kenalan apa gimana gitu ?
B: di Indonesia ga ada mbak. Yang namanya pejabat, ya mesti
dapetnya dari sesama teman pejabat dan mesti ga lepas dari itu.
W: terus perasaannya Bro Y dulu selama jadi pecandu itu gimana?
B: ya orang merdeka, bebas, ya kayak gitu. Terus dulu pake
yamaha yasi, pas aku mabuk ya aku gembrong-gembrongke
kampung. Perkara orang ga suka kan pada ga berani sama
bapakku.
W: waktu itu Bro Y sadar ga kalau itu sebenernya malah membuat
masalah baru?
B: ya sadar ga sadar, wong ga bisa bedain mana kepinginan mana
kebutuhan kok. Ya sudah jadi kebutuhan, kalau ga pakai ya
badanku malah sakit semua kok.
W: selama jadi pecandu, itu apa yang dirasakan sama diri sendiri?
B: ya saya kayak punya dunia lain, kalau berani ganggu ya saya
marah. Jadi sama masyarakat juga jauh, makanya kumpulnya
mengalami toleransi dengan
cepat.
(110-119) selama menjadi
pecandu, subjek merasa dirinya
seperti orang yang merdeka.
Subjek tidak menyadari bahwa
adiksinya menimbulkan masalah
baru karena dirinya tidak dapat
membedakan yang mana
keinginan dan yang mana
kebutuhan.
(120-132) selama menjadi
pecandu, subjek merasa seperti
memiliki dunia yang lain,
membeli narkoba karena
dirinya merasa tidak
kekurangan uang. Selain
itu, subjek merasa bahwa
demikianlah gaya hidup
anak pejabat.
Subjek merasakan efek
yang menyenangkan/
gratifikasi dari narkoba,
yaitu adanya perasaan
merdeka atau bebas.
Subjek memenuhi kriteria
adiksi, yaitu mengalamu
gejala putus zat.
Subjek merasakan adanya
efek yang menyenangkan
dari narkoba dan
Karakteristik adiksi:
Toleransi (101-102)
Pola Kegagalan Regulasi
Diri:
Pemberontakan atensi
gratifikasi (112-114)
Karakteristik
ketergantungan:
Gejala putus zat (117-119)
Pola Kegagalan Regulasi
Diri:
Pemberontakan atensi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
212
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
sama sembilan orang temen tadi. Dulu ga ada grebekan ya karena
masih pakai Undang-Undang kesehatan.
W: berarti itu seperti tidak bisa berpikir atau ngrasain kalau itu
bener atau salah ya?
B: blas ga bisa. Ini tu duniaku, bodo amat.
W: terus dulu ketika mendapatkan morfin, itu Bro Eko
menganggap morfin itu sebagai apa?
B: ya terus mendewakan begitu kalau pecandu. Lha aku pakai ini
rasane ra susah, ora mikir, wes rasane koyo digendong dewo
ngono kae.
W: nah misal nih Bro Y mengalami masalah waktu jadi pecandu.
Nah itu jalan keluarnya seperti apa Bro?
B: ya mendem. Lha piye? Rasah tuku yo wes ono, duit yo ra dadi
masalah.
W: Bro Eko pernah mengalami sakau gak?
B: yo sering to..
W: nah itu rasane kayak gimana Bro?
B: ya kayak dipatahin tangane mbak. Wuih sakit banget. Dan
saking sakitnya air mani bisa keluar lho. Coba itu air mani bisa
keluar, kan kayak mati nggantung.
W: terus rasane kayak gimana Bro?
B: wah rasane wes raiso mikir mbak, rasane kepingin mati wae.
sensitif, dan hanya bergaul
dengan teman sesama pecandu.
Subjek tidak mampu
membedakan benar dan salah.
Subjek menganggap morfin
sebagai dewa karena dirinya
tidak mengalami kesusahan
selama menggunakan morfin.
(133-150) selama menjadi
pecandu: saat mengalami
masalah, jalan keluar yang
dilakukan oleh subjek adalah
mendem (mabuk). Subjek kerap
mengalami gejala putus zat yang
ditandai dengan rasa sakit pada
fisik. Selama mengalami gejala
putus zat, subjek berkata bahwa
dirinya tidak dapat berpikir.
menganggap narkoba
sebagai dewa, sehingga
subjek pun tidak dapat
membedakan benar dan
salah.
Subjek mengalami adiksi
yang ditandai dengan
mengurangi aktivitas sosial
Subjek menggunakan
narkoba sebagai jalan
keluar atas masalahnya.
Subjek mengalami gejala
putus zat dan tetap
menggunakan kontrol emosi
agar tidak berlarut kepada
tindakan bunuh diri.
gratifikasi (130-132)
Karakteristik adiksi:
Mengurangi aktivitas
sosial (121-124)
Karakteristik adiksi:
Mengalami gejala putus
zat (140-142)
Pola kegagalan RD:
Penyerahan/ letting it
happen (135-136)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
213
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
Makane nek ada orang yang sampai terjun bebas di hotel itu dia
sakau, cuma dia ga bisa handle feeling aja itu. Sakau itu
sebenarnya tidak sampai mati, paling durasinya hanya dua jam.
W: kalau Bro Y pas sakau nih, dan kebetulan ga dapet drugsnya,
nah itu gimana Bro?
B: ya ditahan.
W: ada gak misal pakai apa dulu buat menyangga kondisi sakau?
B: ga ada sis. Kalau sudah drug choice itu ga bisa. Kecuali pada
tahap coba-coba. Karena pada tahap drug choice itu, secara fisik
sudah pas juga secara psikis juga sudah pas.
W: kalau selama jadi pecandu itu kalau mengalami sakau fisik itu
berapa waktu sekali Bro?
B: waa kalo aku ga pernah ngalami mbak, orang saya pakai terus
tiap hari. Begitu terasa dikit, saya pakai, orang ga kehilangan duit.
W: berarti begitu ada tanda-tanda ga enak gitu langsung pakai ya
bro?
B: lha iya. Itu kita satu isepan buat rame-rame, “salome” satu
lobang rame-rame.
W: dulu pakai substitusi ga Bro? Zat buat gantikan yang utama?
B: kalau saya ga ada. Karena ga tau campurannya gimana,
pokoknya cocoknya itu ya pakai itu terus
(151-162) subjek mengatakan
bahwa dirinya tidak
menggunakan substitusi dan
hanya berfokus pada drug
choicenya. Subjek tidak pernah
mengalami gejala sakau karena
dirinya selalu menyediakan
narkoba dan merasa tidak
kehilangan uang. Setiap ada
gejala sakau, subjek langsung
mengonsumsi narkoba (morfin).
(163-177) subjek mengatakan
bahwa dirinya tidak
menggunakan substitusi (narkoba
Di sisi lain, subjek mengaku
tidak pernah mengalami
sakau karena setiap mulai
muncul gejalanya, subjek
selalu menyediakan
narkoba.
Kondisi sosioekonomi
subjek tergolong tinggi
merasa tidak kehilangan
uang
Subjek tidak menggunakan
substitusi obat karena telah
merasa cocok dengan
Antisipasi gejala putus zat
(157-158).
Ekologi – Makrosistem
(157-158)
Pola Kegagalan Regulasi
Diri:
Pemberontakan atensi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
214
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
W: Bro Y mengalami tahap toleransi itu kalau dihitung sudah
berapa lama Bro?
B: waduh uwis suwi banget. Jadi gini, toleransi itu ada kenaikan
dosis, juga ada yang namanya drug choice. Tahap pencarian drug
choice. Jadi selama mengalami kenaikan itu, juga mengalami
tahap pencarian identity. Nanti kalau sudah cocok, ya itu yang
akan dipakai seumur hidup.
W: pas Bro Y pakai morfin, itu perilaku yang muncul seperti apa
Bro?
B: kebetulan saya ini langsung, dari miras, ganja, langsung
morfin. Karena adanya itu. Nah kebetulan aku pakai itu kok
cocok, pas. Fisik yo enak, psikis yo enak, plong.
W: nah pas pakai itu lho Bro, itu perilaku yang muncul gimana?
B: ya itu tergantung gimana pembawaanku mbak. Nek aku pakai
mas nesu, yo aku nesu-nesu terus. Atau misal pas aku pakai itu,
pas hari kartini terus nganterin pacarku sek ayu, ya aku akan
memuja-muja terus. Dan itu tergantung berangkatnya atau
awalnya seperti apa.
W: nah tadi kan Bro Eko bilang bahwa itu hanya sesaat dan justru
menimbulkan masalah baru. Nah Bro Eko itu kapan sadarnya dan
mulai....
pengganti). Subjek mengalami
toleransi sudah sejak lama dan
pada tahap itu juga subjek
mencari identitas akan
narkobanya. Subjek merasa
cocok menggunakan morfin dan
merasa nyaman.
(178-183) efek morfin yang
dirasakan subjek bergantung
pada kondisi emosi subjek tepat
sebelum menggunakan morfin.
Narkoba tersebut dirasa sebagai
penerus efek.
(184-197) pada saat subjek
berada pada tahap stagnasi
(menggunakan hanya pada dosis
morfin.
Subjek mengalami stagnasi
saat menjadi pecandu, yaitu
kondisi saat dirinya tidak
gratifikasi (175-177)
Efek Morfin
Awal mula recovery:
Mengalami stagnasi (187-
188).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
215
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
B: waktu saya berada pada tahap stagnasi. Itu saat saya berhenti
pada kadar tertentu. Nah pada saat itulah saat yang tepat buat
ngandani, “wes to, luwih apik kowe rehab”. Karena pada tahap
itu, orang akan kebingungan, perang sama dirinya sendiri, dan
ujung-ujungnya kepingin stop.
W: berarti Bro Eko pernah kepikiran untuk sembuh?
B: semua pecandu itu pengennya stop, tapi tidak ada keberdayaan.
“wah ntar di panti di klebek-klebekke banyu”. Nah itu takutnya
sudah minta ampun.
W: kayak kecemasan sendiri gitu ya
B: karena semua itu dinilai dari dirinya sendiri.
W: dulu waktu jadi pencadu ga ada usaha untuk menutup-nutupi
begitu atau gimana Bro?
B: rata-rata orang tua tahu anaknya itu adalah seorang pecandu itu
kira-kira setelah empat tahun sis. Empat tahun setelah
menjalankan. Karena setelah menjadi pecandu itu, mereka
menjadi raja “ong”, raja bengong, raja bohong, raja nyolong.
W: itu waktu Bro Eko mau direhab itu ada campur tangan dari
orang tua?
B: ya jelas, karena kita ga ada berdaya. Satu, seorang pecandu itu
selalu ingin membahagiakan orang lain dalam tanda kutip. Berarti
ketidaberdayaan itu kalau dia ditawari meneh. Kedua, bahwa
tetap), subjek mengatakan bahwa
saat itulah merupakan saat yang
tepat bagi pecandu untuk
menjalani rehabilitasi. Subjek
mengatakan bahwa pecandu
ingin berhenti namun tidak ada
keberdayaan.
(198-209) subjek mengatakan
bahwa keluarga pecandu akan
mengetahui kondisi adiksi
setelah empat tahun. Pecandu
akan menjadi raja melamun,
bohong, dan mencuri. Subjek
mengatakan bahwa pecandu
memiliki ketidak berdayaan
ketika ditawari narkoba dan tidak
mau tahu.
lagi merasakan efek dari
morfin. Saat stagnasi,
subjek memiliki keinginan
untuk berhenti. Akan tetapi,
subjek mengalami
kecemasan untuk menjalani
rehabilitasi
Subjek mengalami
deindividuasi, yaitu kondisi
saat kehilangan evaluasi
diri, sehingga subjek merasa
tidak berdaya apabila
kembali ditawari narkoba.
Selain itu, reduksi
deindividuasi juga terjadi
karena subjek kehilangan
self awareness dengan
menutupi kondisi adiksinya
Adanya keinginan untuk
berhenti (187-191)
Pola Kegagalan Regulasi
Diri:
Reduksi pada Monitoring
deindividuasi (200-203;
206-209)
Penyerahan/ letting it
happen (206-209)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
216
209
210
211
212
213
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
seorang pecandu itu selalu tidak mau tahu.
W: lalu apa yang bikin Bro Eko itu bisa sembuh?
B: nyonyahku (istriku). Karena seorang pecandu itu harus punya
partnership seumur hidup. Karena pada masa akhir, dia akan
mengalami yang namanya post acute withdrawl syndrome.
Seorang pecandu akan mengalami itu. Itu apa? Seperti pada
wanita menstruasi, setiap bulan rutin. Seorang pecandu akan alami
itu, tapi fasenya bukan bulanan. Ada yang satu bulan sekali, atau
tiga bulan sekali.
W: itu seperti apa Bro?
B: ya duduk tidak nyaman, sensitif, mulai sakit semua badannya.
Tapi itu semua sebenere hanya perasaan saja, padahal yo ujung-
ujunge pengen pakai.
W: hampir sama kayak sakau ya Bro?
B: tetapi durasinya berbeda, dan tergantung apa yang dipakai,
rutinitas pemakaiannya, dan dosis yang digunakan itu yang akan
mempengaruhi sering tidaknya sindrom itu muncul.
W: nah Bro, bedanya sakau psikis sama PAWS itu apa Bro?
B: kalau sakau psikis, itu mimpi pakai. Jadi dilakoni satu kali
sakau itu selesai.
W: berarti sekali muncul mimpi selesai?
(210-225) subjek mengatakan
yang membantu kesembuhannya
adalah istrinya. Subjek
mengatakan bahwa ia butuh
partner karena dirinya
mengalami PAWS. Gejala
PAWS ditandai dengan kondisi
yang membuat subjek tidak
nyaman dan menimbulkan
keinginan untuk kembali
menggunakan. PAWS muncuk
bergantung pada narkoba apa
yang dipakai, rutinitas
pemakaian, dan dosis yang
digunakan.
(226-245) subjek menjelaskan
perbedaan sakau psikis dengan
PAWS. Sakau psikis ditandai
dengan munculnya mimpi
Kondisi lingkungan
terutama lingkungan
keluarga dirasa membantu
subjek dalam hal recovery.
Hal yang membantu adalah
dukungan dari sang istri.
Selain itu, subjek merasa
butuh dukungan karena
dirinya mengalami gejala
PAWS seumur hidupnya
Sakau psikis yaitu kondisi
saat pecandu mengalami
mimpi menggunakan
narkoba, sedangkan PAWS
Ekologi:
Mikrosistem (211-217)
Mengalami PAWS (212-
217/ 219-221).
Mengalami sakau psikis
(227-228).
Mengalami PAWS (232-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
217
230
231
232
233
234
235
236
237
238
239
240
241
242
243
244
245
246
247
248
249
250
251
B: selesai.
W: cuma itu aja bedanya?
B: iya cuma itu aja. Cuma kalo PAWS itu yang seumur hidup.
Karena itu dibawa sama darah terus ke otak terus “set” nagih,
sisa-sisa dari pakai itu dulu, itu yang masih ada di tubuh. Makanya
ada yang fase 3 bulan, ada yang fase 6 bulan.
W: itu misal ngalamin yang fase 3 bulan sekali itu, pas ngalamin
itu hanya satu hari aja apa gimana?
B: iya satu hari saja. Jadi misal tiap 3 bulan itu “ajeg”, dan tanggal
jatuh temponya juga kurang lebih sama. Jadi misal yang fase 3
bulan, berarti tiap tahun dia ngalamin 4 kali.
W: kalau sakau psikis itu kok cuma bisa mimpi aja itu gimana?
B: ya karena otak to?
W: karena selalu ditekan ke bawah sadar gitu?
B: iya.. Nah ter-follow up oleh otak, muncul lewat mimpi, ya
maka selesai.
W: kalo yang PAWS itu yang terus-terusan ya?
B: iya karena itu adalah racun, dan dibawa ke otak. Lha gimana
orang itu terakumulasi terus kok. Jadi itu racun muter terus dan ga
bisa keluar.
W: kalau sedang alami PAWS itu kondisinya gimana Bro?
B: ya sama, duduk tidak nyaman, keringat dingin keluar, mulut
menggunakan narkoba, dan
ketika muncul, berarti sakau
psikis dinyatakan selesai. PAWS
merupakan kondisi mirip gejala
putus zat yang dialami dalam
kurun waktu tertentu dan relatif
menetap tiap tanda
kemunculannya.
(246-275) subjek mengatakan
bahwa dirinya masih mengalami
PAWS. Subjek menjelaskan
PAWS muncul dengan kondisi
ketidak nyamanan, munculnya
keringat dingin, dan kondisi
adalah kondisi sakau
berlanjut sebagai akibat dari
adiksi.
PAWS: merasa tidak
nyaman, sensitif, dan
memiliki pikiran atau
keinginan untuk kembali
menggunakan.
Saat mengalami PAWS, ada
235).
Hindari Pola Kegagalan
Regulasi Diri:
Kelambanan Psikologis
self stopping (269-273)
Ekologi:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
218
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
264
265
266
267
268
269
270
271
272
273
274
rasanya cuma kepingin misuh-misuh.
W: kalau perasaannya gimana Bro?
B: pasti sensi.
W: kalau dari pikiran, nah itu yang dialami seperti apa Bro?
B: kalo pikiran itu bisa maju bisa mundur.
W: itu maksudnya pikirannya kacau apa gimana?
B: iya, rasane mung kepingin nganggo.
W: berarti rasanya juga kepingin makai?
B: iya kepingin makai.
W: berarti cuma 2 pilihan, makai apa engga?
B: iya, makanya itu perlunya sharing.
W: kalau Bro Y sendiri apa yang dilakukan kalau mengalami
PAWS?
B: ya kalau saya sharing sama istri saya, sama anak saya. Itu tidak
berlangsung beberapa jam kok. Itu cuma sebentar, bisa saja hanya
hitungan menit atau detik saja.
W: kalau sharing begitu, apa saja Bro yang dilakukan?
B: kalau saya pergi dari tempat. Jangan sampai itu muncul malah
semakin dinikmati. Nah orang itu jatuhnya banyak di situ. Nah
orang jatuh itu bisa 3 kemungkinan, relapse itu pakai zat yang
sama, slip itu pakai yang dibawahnya, atau lapse itu dibayangkan
terus.
W: berarti Bro Y lebih ke menghindari aja ya?
emosi yang tidak baik. Selama
PAWS muncul, subjek
mengalami munculnya pikiran
untuk kembali menggunakan.
Yang dilakukan subjek saat
PAWS muncul adalah sharing
dengan istrinya. Subjek
menjelaskan bahwa PAWS
muncul hanya berdurasi sebentar.
Subjek melakukan sharing agar
tidak semakin menikmati gejala
PAWS yang muncul (juga
menghindari terjadinya jatuh
kembali dengan menggunakan).
Subjek menceritakan bahwa
dirinya menggunakan coping
hide and run (yaitu menghindari
dan pergi)
rasa ingin kembali
menggunakan. Yang
dilakukan subjek adalah
menghentikan dorongan
(self stopping) dan sharing
dengan istrinya
Mikrosistem (265-267)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
219
275
276
277
278
279
280
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
291
292
293
294
295
B: iya, itu yang namanya strategi coping itu hide and run.
W: lalu yang memotivasi untuk pulih itu apa Bro?
B: ibu saya. Ya waktu itu kebetulan saya juga ada di tahap
stagnasi, terus ibu ngomong, “le, ibu rela kok sirahe ibu diinjak-
injak asal kowe mari seko narkoba”. Rasane yo “ngek”. Gek o
nganggo narkoba kan yo jenuh, kakehan masalah. Karena menjadi
seorang pecandu itu pasti ada jenuhnya mbak. Nah inilah one way
ticket saya untuk berangkat rehabilitasi. Ibuku yang ngasih tahu
aku itu pada momen yang tepat. Kalo ngasih tahunya di momen
yang tidak tepat, pas aku masih kecanduan, yaa “sudi sopo
kowe?”.
W: itu dulu motivasinya Bro Y buat sembuh untuk yang terakhir
kalinya itu karena apa?
B: dari hati, aku pindah ke otak. Jadi bisa pakai logika. Dulu saya
yang harus dingertiin sama orang lain, nah sekarang saya yang
harus bisa mengerti orang lain juga.
W: terus ibu berkata sesuatu itu?
B: nah ya itu yang membuat saya, jadi pada saya di tahap stagnasi,
sudah mentok ga bisa nambah lagi, nek nambah aku modar, dan
ibu memberi petuah di saat yang tepat.
W: berarti dulu stagnasi itu bisa ga overdosis ya Bro?
(276-284) subjek menceritakan
bahwa yang memotivasinya
untuk pulih adalah ibunya. Saat
itu ibu subjek mengatakan
sesuatu yang menyentuh hati
subjek dan disertai kondisi
subjek yang jenuh saat menjadi
seorang pecandu.
(285-315) subjek menceritakan
bahwa kesembuhannya juga
didukung dengan subjek mampu
menggunakan logika dan
memahami orang lain. Subjek
juga menceritakan bahwa saat
dirinya mengalami tahap
stagnasi, ibunya memberikan
nasehat yang tepat (di saat yang
tepat). Subjek menambahkan
bahwa pada tahap stagnasi,
Awal subjek ingin pulih
adalah saat dirinya
mengalami kejenuhan. Di
saat yang sama, ibunya
memberikan nasehat
sehingga subjek semakin
mantap untuk pulih.
Subjek merasa bahwa
dirinya harus mengerti
orang lain, dengan kata lain,
subjek berusaha melihat
kemungkinan positif
(persepsi).
Selain itu, subjek juga
mengalami stagnasi
sehingga memantapkan
dirinya untuk sembuh.
Mengalami Kejenuhan
(277-281)
Hindari Pola Kegagalan
Regulasi Diri:
Hindari Pemberontakan
Atensi transcedence
(287-289)
Mengalami stagnasi (296-
301)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
220
296
297
298
299
300
301
302
303
304
305
306
307
308
309
310
311
312
313
314
315
316
317
B: iya. Tetapi sebenarnya itu paling efektif buat rehab karena
menggunakan apa-apa sudah tidak nyaman lagi, jadi hanya untuk
menghilangkan rasa sakit. Tetapi hepi rasa senang itu nggak ada.
Euforia juga ga ada. Berhenti di situ terus, kan rasanya ga enak
kan? Rasane cuma sakit aja, biar ga sakau. Tapi itu malah bikin
awake loro kabeh mbak. Karena tidak ada kepuasan secara psikis.
W: lalu pas stagnasi itu pernah ada rasa jenuh ga Bro?
B: ada. Rasa jenuh, rasa tidak semangat. Nah kalau stagnasi ini
yang tidak ditangani ini yang bikin orang bunuh diri. jadi
pecandu-pecandu yang bunuh diri itu kan sebenernya mengalami
stagnasi yang tidak ter-follow up sebenernya. Jadi overdosis itu
dianggap mati yang paling nikmat. Jadi sebenarnya pecandu itu
ada tahapan: awal, toleransi, kecanduan, perubahan, lalu relapse-
repent. Nah kalau sudah direhab lalu relapse dan itu tidak direhab,
itu adalah kejatuhan yang bukan sebagai proses pembelajaran
tetapi sebagai kenikmatan ulang. Kalau relapse lalu direhab, dia
akan ditunjukkan susahnya mengulangi proses untuk sembuh
ketika dia pakai lagi. Kalau relapse ga direhab, ya dia akan
relapse terus. Dan relapsenya itu sudah tidak merasakan efek,
hanya kangen yang diteruskan.
W: selama Bro Eko menjadi pecandu, Bro Eko memandang diri
sendiri kayak gimana?
subjek tidak merasakan efek
yang diharapkan dari narkoba
dan hanya mengalami rasa sakit.
Selama tahap stagnasi, subjek
mengalami kejenuhan.
(316-328) subjek mengatakan
bahwa selama menjadi pecandu,
Selama menjadi seorang
pecandu, subjek menarik
Efek menjadi pecandu:
Halusinasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
221
318
319
320
321
322
323
324
325
326
327
328
329
330
331
332
333
334
335
336
337
338
B: yaa karena apa, kalo orang sudah menemukan drug choice itu
kan ga bisa ngumpul mbak. Orang shabu ga bisa kumpul dengan
orang miras. Dan mereka itu cenderung menarik diri. Ketika
menarik diri, kan aku di masyarakat juga ga bisa diterima.
Akhirnya aku cuma di kamar saja mbak. Nah di kamar aku pasang
foto pacarku itu mbak, kuwi tak delok malah dadi mak lampir kok
mbak. Berarti apa? Aku sudah mengalami halusinasi.
Halusinasinya pecandu itu ada mis-komunikasi panca indra. Tidak
cuma di pengelihatan, tapi pendengaran, perasaan juga,
penciuman juga. Nah kalo sudah kayak gitu, ya aku ngrasa, “kok
aku koyo wong edan to?”. Tapi aku kudu kepiye aku ga ngerti.
W: kalo dulu pas jadi pecandu, ada orang tanya, “Bro, kamu itu
siapa”, nah Bro Eko akan jawab apa?
B: ya saya akan sombong. Karena seorang pecandu itu akan
sombong. Karena saya pernah menjadi orang normal, tapi kamu
belum pernah jadi orang pecandu. Itu kesombongannya mereka.
Jadi kalo pridenya yak, kalo actionnya itu no. Nek karo wong liyo,
“woo sapa elu”. Padahal sakjane yo ngrasa, “aku ki sopo to
sakjane?”.
W: brarti sama diri sendiri juga kayak ga kenal gitu ya?
B: iya gitu.
dirinya tidak dapat berkumpul
bersama orang selain sesama
pecandu morfin. Subjek juga
menceritakan bahwa dirinya
merasa tidak diterima di
lingkungan masyarakat. Subjek
juga mengalami halusinasi akibat
pemakaian morfin.
(329-338) selama menjadi
pecandu, subjek merasa bahwa
dirinya adalah sosok yang
sombong. Akan tetapi, subjek
juga menceritakan bahwa ia tidak
mengenal dirinya.
diri (withdrawl) dari
lingkungan.
Subjek mengalami
halusinasi.
Subjek merasa tidak waras.
Subjek memiliki
kesombongan (high self
esteem) namun merasa
tidak memiliki tindakan
apapun.
Subjek mengalami
deincividuasi (tidak bisa
mengevaluasi diri) sehingga
subjek tidak mengenal
dirinya.
Perasaan tidak normal.
Karakteristik adiksi:
Mengurangi aktivitas
(318-322)
Pola kegagalan RD:
Reduksi pada monitoring
Tidak mengenal dirinya.
(331-336)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
222
339
340
341
342
343
344
345
346
347
348
349
350
351
352
353
354
355
356
357
358
359
W: nah dulu di panti rehabilitasi itu dikasih apa aja Bro?
B: ya sama seperti di sini. Yang mana ada 18 grup terapi yang
tidak semua orang bisa “in”. Tapi ada di antara 18 grup terapi itu
yang mesti “in” walaupun hanya satu. Jadi memang ada grup-grup
terapi yang pas untuk merubah perilaku saya.
W: yang pas itu apa buat Bro Y?
B: yang pas itu meminta evaluasi dengan peer, atau dengan
sesama. Nah evaluasiku itu bisa dinilai sama diri sendiri, juga
sama orang lain.
W: waktu itu Bro Y sudah sampai tahap stagnasi kan ya, baru
masuk ke rehabilitasi. Nah apa yang dilakukan Bro Y agar benar-
benar lepas dari itu?
B: nah pas di rehab kan bener-bener ga dikasih itu. No drugs, no
violence, no sex. Mau ga mau ya harus bener abstinen. Bener-
bener tahan sakitnya. Tapi di situ juga di dampingi, “hayo dulu
kamu menerima to nikmatnya, sekarang kamu merasakan
sakitnya, nanti Tuhan berada di tengah-tengah kita”. Nah itu yang
saya katakan sebagai motivator itu di situ. Maka social worker itu
pendekatan dari tahap awal sampai proses itu selesai.
W: nah misal ada pikiran untuk memakai lagi..
B: itu post namanya
(339-347) program rehabilitasi
yang dirasa cocok oleh subjek
adalah terapi grup, yang mana
dilakukan dengan cara saling
memberi evaluasi antar teman
yang menjalani proses
rehabilitasi.
(348-357) agar benar-benar
lepas (abstinen), subjek
menjalani proses rehabilitasi dan
memeroleh pendampingan untuk
lepas dari narkoba, kekerasan,
dan seks.
(358-373) saat mengalami
PAWS, subjek melakukan
Subjek merasa program
rehabilitasi yang dirasa
cocok dengan temannya
adalah group therapy
(saling memberi evaluasi
antar teman)
Subjek merasa bahwa
dirinya harus menahan
konsekuensi dari narkoba
selama menjalani proses
rehabilitasi.
Ketika PAWS muncul,
subjek mengalihkannya
Program rehabilitasi:
Merasa cocok dengan cara
saling beri evaluasi/ Group
therapy.
(341-347)
Proses Rehabilitasi:
Menahan efek dari drugs
(351-357).
Ekologi:
Mikrosistem (361-371)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
223
360
361
362
363
364
365
366
367
368
369
370
371
372
373
374
375
376
377
378
379
380
W: nah itu apa yang Bro Y lakukan?
B: ya saya akan konseling. Dengan istriku. Soalnya konselor itu
pelan-pelan akan dipindahkan ke keluarga terdekat. Dulu sebelum
saya nikah, itu diserahkan ke ibu saya. Begitu saya punya istri, ya
langsung di serahkan ke istri saya. Karena pecandu itu punya
motto, “sharing is the big power”. Sharing adalah segalanya.
Ketika aku sudah merasa ga enak, ya aku akan ngomong dengan
istriku. Nanti aku diajaki makan ke mana. Kalau di sini aman, ada
sis Lely. Atau saya juga bisa sharing dengan temen-temen.
Makanya poin tadi saya bekerja sebagai karya dan juga berguna
bagi orang lain itu ya gitu, saya juga bisa menjaga recovery saya.
W: berarti memonitornya dengan bantuan orang lain?
B: iya, kita tidak bisa sendiri. Perlunya juga motivasi dari orang
lain.
W: Bro Y pernah alami relapse?
B: lha mlebu nang panti bolak-balik nganti ping pitu kan lak yo
relapse terus to?
W: berarti kalo relapse harus masuk lagi ke panti ya?
B: iya makanya itu yang namanya kejatuhan sehingga dia harus
belajar dari kegagalan yang kemarin itu.
W: Bro Y pernah ikut rehab 7 kali ya? Itu kok bisa relapse kenapa
konseling dengan istrinya.
Sebelum subjek menikah, subjek
dipasrahkan kepada keluarganya.
Subjek merasa adanya kekuatan
yang besar dengan sharing dan
sebagai pengalihan agar recovery
pada subjek tetap terjaga.
(374-379) subjek pernah
mengalami relapse dan keluar-
masuk panti rehabilitasi
sebanyak tujuh kali. Subjek
mengatakan bahwa relapse itu
adalah proses belajar dari
kejatuhan.
(380-396) subjek mengatakan
dengan cara sharing
bersama istrinya maupun
pergi dengan teman-
temannya. Oleh karena itu,
subjek merasa bahwa
dirinya tidak mampu sendiri
melainkan ia butuh
dukungan dari
lingkungannya sebagai
pengalihan ketika
mengalami PAWS.
Subjek pernah mengalami
relapse sebanyak tujuh kali.
Subjek mengalami pola
Mengalami RELAPSE.
(375-376)
Pola Kegagalan Regulasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
224
381
382
383
384
385
386
387
388
389
390
391
392
393
394
395
396
397
398
399
400
401
402
Bro?
B: karena keluarga tidak mendukung.
W: misalnya Bro?
B: lha misalnya aku pulang, aku bilang, “Bu, aku pingin teruske
hubunganku sama Tuti”. Ibuku bilang, “dirampungke sek
sekolahe, golek gawean, lagi pacaran”. Lha aku mendem meneh.
Sepele to? Tapi seorang pecandu itu masalah kecil dibesarkan,
bukan masalah besar terus dikecilkan. Karena semuanya dinilai
dari dirinya sendiri, tidak pernah dari omongan orang lain.
Akhirnya yang terjadi apa? Ya menilai kalo orang lain itu salah.
W: terus kalau yang lainnya itu karena apa Bro kok bisa relapse
lagi?
B: itu, saya dipaksa pulang untuk segera kuliah. Macem-macem
juga mbak, ada juga yang beberapa itu tidak memperbolehkan
saya untuk keluar rumah. Ada juga yang karena dijanjikan
dibelikan mobil corolla itu, lalu tidak jadi.
W: yang terakhir itu bisa tidak relapse itu kenapa Bro?
B: karena saya sudah bisa ngaca, ooo ini to saya.
W: jadi dulu relapse karena...?
B: karena dulu saya tidak bisa yang namanya handle feeling, tidak
bisa positif thinking. Karena apa? Pola pikir saya catat hanya di
hati. Kalau sekarang, sudah dicatat di otak. Misal, “oh ya bapak
bahwa keluarga dirasa tidak
mendukung subjek dan subjek
mengalami kekecewaan karena
keinginannya tidak terpenuhi.
Subjek mengatakan bahwa
relapse yang ia alami bermula
dari masalah yang sepele.
(397-414) hal terakhir yang
membuat subjek tidak
mengalami relapse adalah subjek
mampu berpikir positif dan
mengendalikan emosinya.
Subjek mengatakan bahwa
kegagalan regulasi diri,
yaitu pembiaran. Subjek
mengalami emotional
relapse, sehingga dirinya
menggunakan morfin
sebagai upaya melupakan
masalah sejenak.
Cara subjek agar tidak
kembali relapse adalah
dengan meregulasi
emosinya dan berpikir
positif.
Diri:
Pembiaran/ letting it
happen (384-390)
Emotional Relapse
Hindari pola kegagalan
regulasi diri:
Hindari pemberontakan
atensi transcendence
(400-406)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
225
403
404
405
406
407
408
409
410
411
412
413
414
415
416
417
418
419
420
421
422
423
424
ibu ga bisa belikan karena tidak punya uang”. Maka saya selalu
bilang sama anak-anak, “kamu harus bisa memaafkan diri kamu
sendiri. Kalau kamu tidak memaafkan diri kamu sendiri, ya akan
sulit untuk memaafkan orang lain juga”.
W: terus supaya bisa handle feeling itu Bro Y ngapain?
B: ya permasalahan yang tadinya pakai hati sekarang pakai otak,
jadi pakai logika.
W: berarti tidak berpikir pendek gitu ya?
B: ya karena akan selalu dihadapkan dengan masalah. Misal di
sini, kamu bermasalah dengan teman. Ya kamu harus belajar.
Kalau kamu tidak belajar menerima di sini, maka di rumah bisa
saja kamu kecewanya lebih besar.
W: berarti selama di rehab memang diajarkan untuk kontrol
feeling?
B: iya, makanya tadi aku bilang, di sini residen itu belajar dari
orang lain. Bagaimana seandainya berada di posisi orang lain, apa
yang dirasakan orang lain, apa yang seharusnya dilakukan oleh
orang lain tersebut. Jadi ya semacam jadi cermin antar sesama
teman. Jadi bisa mempelajari karakter orang lain juga. Karena
misal di sini ada 50 orang, ya bakal ada 50 masalah, 50 karakter,
jadi bisa buat membedakan. Saya dulu juga diajarin gitu. Jadi
belajar dari ditemukannya dengan teman dan belajar masalah yang
dirinya sudah mampu menilai,
misal orang tua tidak menuruti
keinginannya karena tidak
memiliki uang.
Subjek mengatakan cara untuk
mengelola emosi adalah dengan
cara menggunakan logika dan
belajar dari masalah yang sedang
dialami.
(415-427) subjek menceritakan
bahwa di panti rehab, residen
belajar untuk saling memahami
karakter-karakter antar residen.
Selain itu, residen juga belajar
dari masalah yang dialaminya.
Selama di rehabilitasi,
subjek juga belajar untuk
kontrol emosi.
Proses Rehabilitasi:
Meregulasi emosi
(417-425)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
226
425
426
427
428
429
430
431
432
433
434
435
436
437
438
439
440
441
442
443
444
445
berbeda. Jadi akan tahu, bagaimana seandainya kalau jadi orang
lain. Karena seorang pecandu itu butuh feedback, butuh direction,
butuh forgiveness juga.
W: lalu apa yang Bro Y lakukan sehingga bisa kenal diri sendiri?
Itu proses seperti apa yang dialami Bro?
B: pertama ya itu, belajar menilai diri sendiri. Selama belum bisa
menilai diri sendiri ya itu tidak akan bisa. Kedua ya saya merasa
kalau saya tidak seharusnya dingertiin sama orang lain terus. Saya
harus bisa mengerti orang lain. Nah dari situ sudah bisa mulai
metani/ membedakan. Konselor saya juga selalu bilang kalau saya
harus jadi diri saya sendiri, dia tidak mau saya meniru dia atau
jadi seperti dia. Konselorku juga suruh saya cari sendiri siapa diri
saya. Jadi selalu diarahkan ke situ, tentang siapa saya. Jadi dia
selalu membuat pilihan, kita juga harus bisa berpikir dan diajarkan
juga bagaimana seandainya berada di posisi orang lain.
W: lalu apa yang Bro Y lakukan supaya tidak mengalami
kejatuhan lagi?
B: pertama, saya sudah tidak pakai lagi. Kedua, saya tidak
berurusan dengan hukum. Dan yang ketiga saya bisa menciptakan
suatu karya yang berguna bagi orang lain. Nah yang ketiga ini
adalah dengan cara membantu mereka lepas. Dengan demikian,
(428-439) subjek menceritakan
proses ia mengenal dirinya, yaitu
dengan cara menilai dirinya
sendiri. Kemudian, subjek
mengatakan bahwa perlunya
mengerti atau memahami orang
lain. Konselor yang dahulu
menangani subjek selalu
membuat pilihan agar subjek
menjadi dirinya sendiri.
(440-454) agar subjek tidak
mengalami relapse, subjek tidak
lagi menggunakan narkoba dan
tidak memiliki urusan/ masalah
dengan hukum. Selain itu, subjek
juga menjadi role model melalui
Subjek mampu mengenal
dirinya dengan cara belajar
menilai dirinya sendiri.
Agar tidak RELAPSE:
Subjek tidak menggunakan
narkoba.
Subjek menjadi role model
bagi residen
Proses Rehabilitasi:
Proses mengenal dirinya
sendiri.
Unsur Regulasi Diri:
Monitoring
Jadi role model (444-448).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
227
446
447
448
449
450
451
452
453
454
455
456
457
458
459
460
461
462
463
464
465
466
saya bisa jadi role model buat mereka. Kalau orang sudah bisa
memanage, bisa ngerti susahnya cari kerja, bisa jadi role model
buat keluarganya, ya ga mendem.
W: jadi semacam ada solusi begitu?
B: naaah iya. Harus bisa pakai logika juga. Lha nek mendem terus
yo ga ada akhirnya.
W: berarti balik lagi pikiran sama hatine bisa dikontrol apa
enggak, nah habis itu bisa nemu solusi.
B: iya.
W: lalu Bro Y bilang butuh partner itu sebagai apa?
B: karena apa? Karena kita akan mengalami Post Acute Withdrawl
Syndrome. Jadi buat pengalihan, misal crita mengalami ini, lalu
saya diajak makan ke mana. Jadi saya pergi dari tempat, kalau
tidak ya cuma mikir. Maka sharing is the big power. Nah ini
sebenarnya saya takut, misal besok pensiun saya gimana. Nah kan
saya ngomong sama istriku. Jadi saya itu butuh dukungan, jadi
apa ya, sudah pensiun itu ada post power syndrome, nah saya
harus punya kegiatan, misal pergi ke pasar hewan, bikin kurungan
burung. Nah seperti itu.
W: kalau menurut Bro Y sendiri, abstinen itu seperti apa Bro?
B: abstinen itu ya artinya clean and sober. Jadi maksudnya
pekerjaannya agar dirinya tidak
kembali jatuh.
(455-464) subjek mengatakan
dirinya membutuhkan partner
sebagai pengalihan saat dirinya
mengalami PAWS. Subjek
mengatakan bahwa ia perlu
segera pergi agar tidak terus
memikirkan. Di sisi lain, subjek
mengalami post power
syndrome, yaitu kecemasan
menghadapi masa pensiun.
(465-481) menurut subjek,
abstinen adalah kondisi clean and
PAWS:
Membutuhkan partner
sebagai pengalihan.
Butuh dukungan dari orang
lain supaya diajak
berkegiatan.
ABSTINEN:
Tidak menggunakan
Ekologi:
Mikrosistem (455-464)
Istilah dalam dunia adiksi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
228
467
468
469
470
471
472
473
474
475
476
477
478
479
480
481
482
483
484
485
486
487
488
bagaimana pola hidup sehat dan tidak menggunakan lagi.
W: tidak menggunakan itu...
B: tidak menggunakan apapun bentuknya drugs. Termasuk juga
rokok. Karena rokok itu nanti ada toleransi, yang nanti juga akan
jatuh. Meskipun saya berat untuk seperti itu karena kita kan
melawan suggest itu tiga, satu tempat, dua itu barang, yang ketiga
temen. Nah ini abstinen itu repot. Kita ini sakaunya ada tiga,
sakau fisik, sakau psikis dan post acute withdrawl syndrome. Post
acute withdrawl syndrome itu seumur hidup. Abstinen itu, seorang
pecandu membayangkan memakai saja sudah jatuh. Misal baru
ngobrol gini, terus saya membayangkan buat berlari lalu beli. Nah
membayangkan itu namanya lapse. Kalau saya memakai di bawah
drug choice, itu namanya slip. Misal saya pakai puttau lalu saya
pakai miras itu slip. Kalau kembali lagi ke puttau karena drug
choice saya itu puttau, itu namanya relapse.
W: kalau Bro Y sendiri terhitung clean atau abstinen itu sudah
berapa lama?
B: saya sejak tahun 1998.
W: kalau sejak tahun 1998 itu pernah ga Bro mengalami, kalau
membayangkan mungkin ya Bro. Tapi kalau menggunakan yang
dibawahnya morfin itu pernah ga Bro?
B: enggak
sober (bersih dan meninggalkan
semua jenis narkoba). Subjek
juga menjelaskan bahwa setelah
rehab, orang akan mengalami
tiga jenis sakau, yaitu sakau
fisik, sakau psikis, dan PAWS.
Menurut subjek, PAWS lah yang
akan berlangsung seumur hidup.
Ketika seseorang membayangkan
memakai narkoba, disebut lapse.
Sedangkan jika memakai
narkoba dengan kekuatan
dibawah drug choice= relapse.
(482-498) subjek mengalami
kondisi yang bersih sejak
tahun1998. Subjek juga tidak
pernah menggunakan narkoba
yang kekuatannya di bawah
morfin (slip). Akan tetapi,
apabila subjek mengalami
narkoba dalam bentuk
apapun, termasuk rokok.
LAPSE:
Kondisi membayangkan
menggunakan narkoba.
SLIP:
Menggunakan narkoba yang
kekuatannya di bawah drug
choice
RELAPSE:
Kembali menggunakan
drugs yang sama.
Subjek mengalami abstinen
sejak tahun 1998 hingga
saat ini. Subjek tidak
mengalami SLIP. Akan
tetapi, subjek pernah
mengalami LAPSE.
Abstinen.
Tidak alami SLIP
Alami LAPSE
Masih mengalami adanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
229
489
490
491
492
493
494
495
496
497
498
499
500
501
502
503
504
505
506
507
508
509
510
W: berarti belum pernah?
B: rokok juga nggak pernah
W: kalau lapse atau membayangkan?
B: kalau lapse membayangkan itu tinggal kalau saya kalut.
W: itu intensitasnya seberapa sering Bro kalau kalut lalu langsung
membayangkan begitu?
B: eee kayak nggak pasti gitu. Misal bisa aja pas rame sama
bojone, aku kan mikire nganti jero.
W: berarti karena adanya masalah terus jadi kepikiran gitu ya?
B: iya.
W: Bro Y sempat cerita kalau dulu pernah relapse, jadi dulu pakai
morfin lalu kembali lagi pakai morfin. Bahkan Bro Y bilang kalau
relapsenya sampai tujuh kali ya Bro? Lalu relapse itu bisa terjadi
walaupun sudah direhabilitasi itu kenapa Bro?
B: karena faktor keluarga itu tidak mendukung. Faktor masyarakat
juga tidak mendukung.
W: itu terjadi terus selama tujuh kali Bro?
B: iya. Jadi seorang pecandu itu kan yang digunakan cuma rasa.
Tegese suatu saat begini, “mah, mbok aku balen karo iki”.
Mamaku bener, “mbok besok wae, kuliahe dirampungke sek, njuk
lagi nyambut gawe”. Nah itu perasaannya “mulai” lagi. Misal juga
rebutan sesuatu sama adik, eh ternyata bapak dan ibu
pikiran yang kalut ataupun
sedang menghadapi masalah,
subjek akan membayangkan
menggunakan narkoba.
(499-512) subjek menceritakan
bahwa ia mengalami relapse/
kekambuhan karena keluarga dan
masyarakat dirasa tidak
mendukungnya. Subjek
menjelaskan bahwa dirinya
hanya menggunakan perasaan.
Subjek mengalami relapse
karena keluarga dan
masyarakat dirasa tidak
mendukung.
Subjek sebenarnya
mengalami emotional
relapse, yaitu menggunakan
kembali narkoba hanya
untuk menekan emosi
negatif yang dirasakan.
dorongan untuk kembali
menggunakan (491-492)
Ekologi:
Mikrosistem (503-504)
Pola Kegagalan Regulasi
Diri:
Letting it happen &
pemberontakan atensi
Emotional Relapse (507-
512)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
230
511
512
513
514
515
516
517
518
519
520
521
522
523
524
525
526
527
528
529
530
531
membenarkan adik. Nah itu rasanya yang “clekit” itu yang
membuat saya bisa relapse.
W: lalu saat abstinen itu, yang dilakukan Bro Y untuk menjaga
abstinen itu apa aja Bro?
B: sibuk dengan anak-anak (residen). Makanya saya khawatir
besok kalau saya pensiun, saya tidak bisa bergabung dengan anak-
anak. Karena apa? Saya hadir dengan anak-anak berarti saya juga
harus jadi role model dong. Karena kan setiap hari saya
memberikan motivasi, memberikan arahan, memberikan contoh-
contoh bagaimana mereka mengalami itu. Kalau saya sampai
relapse itu kan berarti saya menjilat ludah saya sendiri. Jadi ya itu,
maintenance saya dengan anak-anak.
W: berarti alihkan pikiran dengan kesibukan?
B: iya.
W: kalau Bro Y sendiri ada rencana apa Bro setelah pensiun
besok?
B: kalau saya tetap akan berbuat seperti ini.
W: tetap datang ke sini (panti rehab)?
B: ya tidak terus datang ke sini, karena saya punya temen-temen
kan ya. Seperti yang perkumpulan Katolik itu, “Bro, mbok saya
dibantu”.
(513-524) untuk menjaga kondisi
abstinennya, subjek
menyibukkan diri dengan
residen, yaitu hadir sebagai role
model yang memberikan
motivasi, arahan, dan contoh.
Subjek mengatakan bahwa
dengan menjadi role model, hal
tersebut membantu maintenance
(pemeliharaan) recovery pada
subjek.
(525-541) rencana subjek saat
pensiun di masa mendatang
adalah tetap membantu secara
informal apabila ada yang
membutuhkan bantuan dari
subjek. Subjek berencana tetap
berkegiatan sebagai olah rasa,
Untuk menjaga diri agar
tetap abstinen, cara subjek
untuk tetap berada pada trek
adalah dengan menjadi role
model bagi residen. Dengan
menjadi role model, subjek
selalu diingatkan untuk
tetap menjaga recoverynya
Subjek merencanakan
sebuah tujuan untuk tetap
menjaga recovernya, yaitu
berupa kegiatan apabila
dirinya pensiun kemudian.
Unsur Regulasi Diri:
Monitoring dgn
Menjadi role model (515-
522).
Unsur regulasi diri:
Menetapkan tujuan (525-
536)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
231
532
533
534
535
536
537
538
539
540
541
542
543
544
545
546
547
548
549
550
551
552
553
W: berarti membantu secara informal di luar ya?
B: iya. Jadi sudah ada juga yang nawarin untuk wanita rawan
sosial. Mereka bilang, “Bro, mbok aku dimodel kayak TC”. Jadi
TC itu ga cuma untuk penanganan narkoba saja. Warna TC itu
sebenarnya ada individual counselling, konseling kelompok dan
family support.
W: berarti memberi tekniknya ya Bro?
B: naah seperti itu. Bisa nanti dengan TOT, training of trainer,
atau mungkin menangani langsung dengan anak-anak. Karena
resep buat pecandu itu harus olah pikir, olah rasa, dan olah raga.
W: kalau Bro Y sendiri untuk mengolah itu semua caranya
gimana Bro?
B: kalau olah pikir ya kita harus segera berhenti melamun. Jadi
saya ngobrol dengan njenengan itu ya maintenance buat saya.
Daripada saya duduk di situ ngelamun. Naah dialihkan seperti ini.
Buat njenengan ada manfaatnya, dan buat saya juga merasa ada
penghargaan, gitu lho. Seorang pecandu itu kan tetap merasa Sis.
jadi kadang-kadang temen-temen itu mendekati teman wanita itu
bukan berarti ada rasa lho. Tapi bagaimana dia bisa tampil, bisa
dihargai.
W: bearti olah pikir itu sebisa mungkin mengalihkan ya Bro?
B: iya. Makanya saya sendiri juga sering mengalihkannya dengan
olah pikir, dan olah raga.
(542-558) cara subjek mengolan
(rasa, raga, pikir) adalah dengan
berhenti melamun. Subjek
mengatakan bahwa subjek lebih
baik mengalihkan pikiran dengan
mengobrol. Dengan demikian,
subjek merasa dihargai. Subjek
juga mengalihkan pikiran
(terutama pikiran untuk
menggunakan kembali) dengan
melihat berita di televisi yang
nantinya informasi yang
Saat dorongan untuk
menggunakan kembali
muncul, subjek
menghentikan dorongan
dengan cara self stopping,
yaitu dengan berhenti
melamun agar dorongan
tersebut tidak semakin kuat.
Hindari pola kegagalan
regulasi diri:
Cegah kelambanan
psikologis self stopping
(544-548)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
232
554
555
556
557
558
559
560
561
562
563
564
565
566
567
568
569
570
571
572
573
574
575
nonton televisi, tentang narkoba atau apa. Untuk apa? Saya
dengarkan pengalaman ini dari televisi, lalu saya share dengan
anak-anak yang tidak pernah nonton televisi, yang tidak pernah
nonton berita. Berarti kan saya juga harus inget-inget apa yang
harus saya berikan ke anak-anak.
W: sebenernya apa yang menjadi semangat bagi Bro Y untuk
mempertahankan abstinennya?
B: ya karena saya cinta pada diri saya sendiri Sis. Saya
menggunakan narkoba itu ya rusak tenan badan saya. Saya sudah
belajar mencintai bapak, mencintai Tuhan, mencintai teman,
mencintai istri, mencintai keluarga. Tapi yang berat itu justru
mencintai diri sendiri. Mencintai diri sendiri itu berarti saya harus
bertahan dan jangan merusak diri saya sendiri. Kalau sudah
seperti itu saya membayangkan. Saya itu orang yang terkaya lho
di seluruh Indonesia. Tapi apakah kaya itu harus dengan harta atau
dnegan uang? Kan enggak. Saya punya temen-temen itu rasanya
kayanya minta ampun lho. Contoh ada yang telpon saya malem
jam satu. “Bro, ini saya mau kirim satu tahanan ke jaksa”. Saya
dateng ke sini. Begitu anak-anak denger suara kunci mobil dibuka,
mereka langsung turun langusng ciumin lutut saya kok Sis. Berarti
apa? Keberadaan saya itu masih ada yang menghargai. Tapi kalau
di kampung saya sendiri? Wooo itu kalau lewat saja saya harus
ditangkap akan subjek bagikan
kepada residen.
(559-580) hal yang menjadi
semangat bagi subjek untuk
mempertahankan kondisi
asbtinennya adalah subjek
mencintai dirinya dan mencintai
keluarganya. Subjek merasa
bahwa dirinya berharga dengan
cara membantu residen walaupun
subjek merasa kurang adanya
penerimaan di kampung tempat
tinggalnya.
Subjek mempertahankan
kondisi abstinennya dengan
meregulasi emosinya dan
tetap berpikir positif
walaupun ada pembicaraan
yang kurang menyenangkan
dari masyarakat.
Hindari pola kegagalan
regulasi diri:
Hindari pemberontakan
atensi tanscendence
(574-580)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
233
576
577
578
579
580
581
582
583
584
585
586
587
588
589
590
591
592
593
594
595
596
handle feeling lho. Misal saya lagi beli bubur Sis, dirasani kan Sis,
“ki lho biyen om Eko uripe ra karuan”. Nah itu kan mesti ada rasa
“deg”, nek aku ga bisa handle feeling, aku ga bisa positif thinking
ya aku kampleng beneran orang itu kan. Lha itu dia cerita sama
anaknya, istilahnya kan seperti cucu saya.
W: berarti Bro Y harus tahan ya
B: ya kalau sekarang saya bisa tahan. Konselor saya yang dari
India itu selalu mengatakan, “kamu nanti akan terasa seiring
dengan umurmu”. Ternyata umur itu mempengaruhi handle
feeling. Meskipun saya ini baru power syndrome, pensiun ini.
Tapi karena saya tahu ilmunya, saya tahu mengarahkan, dan saya
tahu caranya memberi tahu, nah ini yang saya olah sendiri. “kalau
saya terlalu larut di sini, resikonya begini”.
W: berarti apa yang sudah ada di pengalaman dulu, supaya nggak
jatuh lagi gitu ya Bro?
B: nah iya seperti itu. Karena maintenance saya ya dengan cara
seperti itu.
W: berarti sering ya selama abstinen itu nggak sengaja mikirin?
B: ya sering to Sis.
W: berarti hambatan selama abstinen itu celetukan dari orang lain,
lalu ketika kalut gitu ya Bro?
(581-592) subjek mengatakan
bahwa dirinya semakin mampu
handle feeling (mengontrol
emosi) karena semakin
bertambahnya usia. Subjek juga
mengatakan bahwa dirinya sudah
mengetahui ilmu dan cara-cara
sehingga subjek tidak larut
(bahkan menggunakan kembali).
(593-600) selama abstinen,
subjek kerap mengalami lapse
(pikiran untuk kembali
menggunakan). Subjek
Subjek merasa bahwa usia
mempengaruhinya dalam
mengontrol emosi.
Subjek belajar mengolah
diri berdasarkan
pengalaman di masa
lalunya.
Subjek sering mengalami
LAPSE yang dikarenakan
masih mengalami PAWS
Hindari pola kegagalan
regulasi diri:
Meningkatkan kekuatan
regulasi diri (582-588)
PAWS (597-600)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
234
597
598
599
600
601
602
603
604
605
606
607
608
609
610
611
612
613
614
615
616
617
B: yang paling itu yang karena adanya PAWS. Itu muncul kan
karena secara fisik racun di tubuh itu ke otak, jadinya ingat, naah
itu yang bahaya. Karena kalau sudah di otak itu terbuka semua
yang dulu ada, yang seharusnya kita tutup itu terbuka.
W: lalu Bro Y sendiri selama ini bagaimana caranya supaya bisa
handle feeling? Istilahnya gimana caranya latihan supaya kebal
seperti itu?
B: kalau saya bilang kebal itu ga bisa Sis. Tetapi yang pernah saya
dapatkan itu adalah bagaimana belajar untuk handle feeling. Nah
handle feeling saya itu memilih dan memilah. Oh ini bukan
pilihan saya kok, maka dari itu saya harus memilah. Di mana
tempat saya harus emosi, saya kecewa di sini lho (sambil
menunjuk beberapa titik di dada), sabar itu di sini lho, nah itu
sudah saya bagi Sis. Jadi di sini sudah bisa ngerem ini.
W: berarti itu semacam menamai emosi Bro?
B: nah ya jadi gini, misal kecewa itu berarti wadahnya di sini, nah
habis itu apa yang harus saya lakukan. Jadi ini suatu contoh, oke
saya tidak tahu apakah power syndrome ini takut pensiun nanti,
apakah saya akan takut ditinggal anak-anak ini nanti? Saya selalu
punya pikiran gitu lho. Oke kalau gitu nanti aku daftarke koperasi,
koperasi pensiunan. Nah nanti kalau pensiunan aku bisa sharing
menjelaskan gejala PAWS yang
baginya mengganggu.
(601-610) subjek mengatakan
bahwa dirinya mampu untuk
handle feeling adalah karena
dirinya belajar memilih dan
memilah dalam hal
menempatkan emosi yang
muncul dari dirinya.
(611-630) subjek mengatakan
bahwa dirinya menyiapkan
rencana di masa pensiunnya
kelak. Subjek telah mendaftar ke
koperasi pensiunan sehingga
dirinya masih bisa berbagi dan
bergaul. Subjek melakukan hal
Subjek belajar mengontrol
emosi dengan cara memilih
dan memilah.
Subjek membuat tujuan,
yaitu dengan merencanakan
suatu kegiatan untuk
mengisi masa pensiunnya.
Tujuan dari kegiatan
tersebut adalah sebagai
pengalihan. Pengalihan
Hindari Pola Kegagalan
regulasi Diri:
Hindari pemberontakan
atensi (604-610)
Unsur Regulasi Diri:
Membuat tujuan (613-625)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
235
618
619
620
621
622
623
624
625
626
627
628
629
630
631
632
633
634
635
636
637
638
639
aku bisa bergaul, nah gitu lho. Saya sendiri juga ga tahu apakah
nanti saya masih dipercaya oleh anak-anak lagi. Jadi supaya saya
kalutnya tidak terlalu jauh, supaya saya tidak jatuh lagi, nah saya
sudah mempersiapkan. Untuk apa? Kalau saya itu sudah harus
berinteraksi. Makanya saya sudah mendaftarkan di koperasi
jompo. Saya mulai mendekat dengan semacam organisasi. Jadi
supaya bisa tetep interaksi. Karena olah rasa dan olah pikir itu
bermain ya ketika saling menatap seperti ini.
W: berarti butuh interaksi timbal balik supaya pikiran yang aneh-
aneh itu ga ada ya Bro?
B: iya, biar ga ada pikiran seperti itu. Karena resep saya itu ya
harus olah rasa, olah raga, dan olah pikir. Aku ya langganan koran
biar bisa aku baca-baca.
W: selama abstinen itu pernah ga Bro dihadapkan dengan
komunitas yang menggoda untuk kembali menggunakan narkoba?
B: sering. Apalagi kalau reuni.
W: kalau ada yang nawarin, atau mengingat-ingat kembali yang
dulu, nah itu caranya ngatasi gimana Bro?
B: saya selalu ingat anak saya di rumah, itu yang selalu saya
bayangkan.
W: berarti motivasinya ada di anak ya?
B: iya. Aku sayang sama anakku Sis. Dan misal aku udah setua
demikian agar tidak merasa kalut
dan dapat dialihkan dengan cara
berinteraksi dengan orang lain.
(631-643) saat dihadapkan
dengan komunitas yang dirasa
menggodanya untuk kembali
mengonsumsi narkoba, subjek
selalu mengingat anaknya di
umah. Subjek mengatakan bahwa
dirinya telah menjadi role model
bagi anaknya sehingga dirinya
tidak mau kembali jatuh dengan
digunakan agar pikiran
subjek tidak kalut dan
berusaha agar pikiran untuk
menggunakan tidak kembali
muncul.
Cara menghentikan
keinginan di saat subjek
berada di kumpulan orang
yang menawarkan: self
stopping, yaitu dengan
mengingat anak yang
disayanginya.
Hindari pola kegagalan
regulasi diri:
Hindari kelambanan
psikologis Self stopping
(636-637)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
236
640
641
642
643
644
645
646
647
648
649
650
651
652
653
654
655
656
657
658
659
660
ini, kalau jatuh lagi itu mau kayak apa Sis. Jadi apa yang sudah
saya alami ini ya buat berbagi pengalaman ke anak Sis. Lha
anakku itu ngrokok aja enggak kok. Jadi saya juga jadi role model
buat anak saya.
W: kalau Bro Y sendiri menanggapi stigma negatif dari
masyarakat itu gimana?
B: saya akan begini, “karena mereka ga ngerti saya”.
W: berarti anggap anginlalu?
B: iya. Tetapi begini lho, saya dulu jadi pecandu, saya selalu
egois, saya itu harus selalu dingertiin. Tetapi sekarang ketika saya
abstinen, saya harus ngertiin orang. Jadi apapun mereka, ya saya
harus handle feeling saya harus positif thinking. Tapi saya juga
bisa ikut siaran di mana-mana berarti Tuhan itu masih
memberikan kesempatan buat saya mampu dan mau untuk clean.
Makanya, saya maklum kalau di kampung saya di judge seperti
itu. Tapi gimana caranya saya tetep bisa berbuat baik.
W: dulu Bro Y kan menganggap drug itu temen hidup kan ya.
Kalau sekarang Bro, kalau punya masalah itu cara hadapinnya
seperti apa Bro?
B: saya itu kalau dapet masalah malah seneng karena saya bisa
pelajari masalah itu.
mengonsumsi narkoba.
(644-655) subjek mengatakan
bahwa selama menjadi pecandu,
dirinya merupakan orang yang
egois, yang selalu ingin
dimengerti oleh orang lain. Saat
ini, subjek merasa bahwa dirinya
harus mampu memahami orang
lain dengan cara mengontrol
emosi dan berpikir positif
mengenai orang lain. Subjek juga
tetap berusaha berbuat baik.
(656-671) subjek mengatakan
bahwa saat ini ia merasa senang
apabila menghadapi masalah
karena subjek dapat mempelajari
masalah tersebut. Subjek
Subjek menanggapi stigma
negatif dari masyarakat
dengan cara mengontrol
emosi dan berpikir positif.
Berpikir positif dilakukan
dengan mengerti atau
memaklumi kenapa orang
lain berbicara demikian.
Saat ini, subjek merasa
senang apabila
mendapatkan masalah;
karena subjek dapat
mempelajari masalah
Hindari pola kegagalan
regulasi diri:
Hindari pemberontakan
atensi (648-655)
Belajar dari masalah
Pemaknaan (666-669)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
237
661
662
663
664
665
666
667
668
669
670
671
672
673
674
675
676
677
678
679
680
681
682
W: berarti dipelajari, habis itu Bro?
B: ya sekarang kita belajar untuk itu. Sekarang aku bisa ngomongi
baik-baik. Jadi jaga maintenance bagi seorang pecandu itu ga
mudah Sis. Makanya aku ga heran pada banyak yang jatuh bahkan
sampai mati juga.
W: kalau Bro Y sendiri sekarang punya tujuan apa?
B: buat keluarga kecil saya ya jangan sampai terkena narkoba.
Tetapi cita-cita saya adalah menyelamatkan orang-orang yang
sudah kena seperti ini.
W: balik lagi jadi role model ya Bro?
B: iya, jadi role model itu sekaligus jadi maintenance buat saya.
W: kalau Bro Y, sekarang caranya memantau diri supaya tidak
jatuh lagi, atau supaya tetap abstinen itu gimana Bro?
B: nek aku resepnya tetep meng-handle feeling sama positif
thinking Sis. Karena omongan itu terpaan yang sangat luar biasa.
Karena selama perjalanan hidup itu black label kita ini kan
seumur hidup Sis. Ini sebagai contoh, di kampung saya, saya ini
disingkirkan dan mulai ada diskriminasi. Aku ikut ronda aja ga
boleh lho Sis, dikiranya nanti ngajak mendem. Diskriminasi itu
aku mau ikut lomba aja ga boleh lho Sis. Sistem sosial yang
membangun, misal aku meh golek surat kelakuan baik aja ga
pernah entuk lho Sis karena saya sudah dipenjara tiga kali. Itu tadi
memiliki tujuan agar
keluarganya tidak terkena
narkoba dan supaya dirinya
mampu menyelamatkan pecandu
dengan menjadi role model.
(672-687) cara subjek memantau
diri selama abstinen adalah
dengan mengontrol emosi dan
berpikir positif. Subjek
mengatakan bahwa dirinya tetap
mendapatkan penilaian negatif
dari masyarakat dan merasa
didiskriminasi oleh masyarakat.
tersebut.
Subjek memiliki tujuan agar
keluarganya tidak terkena
narkoba dan dirinya dapat
membantu orang-orang
yang sudah terkena
narkoba.
Cara agar subjek tidak
mengalami relapse adalah
dengan mengontrol emosi
dan berpikir positif.
Hindari pola kegagalan
regulasi diri:
Hindari pemberontakan
atensi (674-677)
Pemaknaan (673-687)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
238
683
684
685
686
687
688
689
690
691
692
693
694
695
696
697
698
699
700
701
702
703
Sis yang saya katakan saya dapat masalah yang bisa saya pelajari,
karena itu seninya luar biasa. Makanya seorang pecandu itu harus
ditatapkan seperti itu supaya bisa miroring. Karena miror itulah
nanti yang akan membentuk pondasi bagi si pecandu itu dan
biarkan mereka menjadi dirinya sendiri.
W: kadang Bro Y kan masih ada pikiran, rasa kepengen. Nah biar
ga keselip lagi itu gimana Bro?
B: ya mengenali tanda-tanda, misal PAWS itu tadi, terus kata-
katanya keluar kebun binatang semua, duduk tidak nyaman,
emosional, atau ga bisa terkendali, nah itu tanda-tandanya Sis.
Maka kalau kita mengenali tanda-tanda itu kita harus prepare, kita
mesti siap. Saya harus pergi, renang misale Sis.
W: terus kan daritadi Bro Y bilang untuk handle feeling kan
senjatanya. Nah itu caranya gimana sih Bro supaya handle feeling
itu sendiri bisa katam? Jadi biar bisa dikatakan mampu handle
feeling itu yang dilakukan Bro Y apa aja?
B: pernah denger ini ga? “Ngenaking tyasing sesami”? artinya,
saya tidak pernah mengecewakan kalian, saya tidak membuat
sakit hati, saya akan melayani kalian, tapi bukan ada harapan. Jadi
saya ikhlas. Karena apa? Saya punya niat baik. Niat baik kalau
tidak dengan ikhlas, impossible bisa handle feeling. Kalau sudah
(688-694) cara subjek untuk
tidak jatuh adalah dengan
mengenali tanda-tanda
munculnya PAWS agar mampu
mengalihkannya dengan
berkegiatan.
(695-706) subjek mengatakan
dirinya mampu mengontrol
emosi karena memiliki niat yang
baik terutama kepada sesamanya.
Cara subjek memonitoring
dirinya adalah denga
mengenali tanda-tanda
PAWS, agar dirinya tetap
aware apabila gejala
tersebut muncul.
Kemampuan handle feeling:
Memiliki niat baik dan
ikhlas terhadap sesama.
Unsur regulasi diri:
Monitoring kenali
PAWS (690-694)
Adanya self efficacy
Ada niat baik dan ikhlas.
(699-706)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
239
704
705
706
707
708
709
710
711
712
713
714
715
716
717
718
719
720
721
722
723
724
ikhlas, saya harus berbunyi tentang kejujuran. Jadi niat baik itu
harus ikhlas dan diawali dengan kejujuran. Itu yang saya katakan
bisa handle feeling.
W: jadi Bro, kalau Bro Y itu memandang relapse itu sebagai apa?
B: jadi gini, ketika aku dulu belajar, ketika aku menjalani
rehabilitasi, relapse itu adalah proses kejatuhan yang itu menjadi
proses pembelajaran. Tetapi setelah saya pikir-pikir, benang itu
kalau putus lalu disambung itu ya jelek. Nanti muncul sekali,
muncul lagi yang kedua, kalau gitu terus kapan berhenti? Kalau
niatnya berhenti ya berhenti sekalian. Jadi yang enam kali saya
relapse itu ya saya proses belajar dari kesalahan. Dan proses yang
ketujuh itu memang niat saya untuk berhenti. Jadi saya anggap
rehab tahun pertama sampai keenam itu sebagai pembelajaran.
W: padahal itu salah ya Bro?
B: ya salah. Itu kan hanya blocking aja to? Hanya pembenaran
W: berarti slip sama lapse itu juga salah Bro?
B: itu juga salah. Saya tetep katakan salah karena itu nanti ada
durasi tertentunya. Dan itulah yang selalu saya tanamkan ke drug
user. Kalau merasa, aku pengen aku bisa, lha nanti jeglong lagi.
W: lalu, apa yang bisa Bro Y maknai dari semua pengalaman
selama menjadi pecandu?
(707-722) subjek memandang
relapse sebagai proses kejatuhan
yang kemudian menjadi proses
pembelajaran. Subjek
mengatakan bahwa relapse yang
dikatakan sebagai proses
pembelajaran sebenarnya hanya
pembenaran yang dilakukan.
Akan tetapi subjek pada akhirnya
memiliki niat untuk benar-benar
berhenti.
(723-731) subjek memaknai
pengalaman ini, bahwa ia masih
RELAPSE:
Dipandang sebagai proses
kejatuhan yang akhirnya
menjadi proses
pembelajaran. Akan tetapi,
subjek menganggap hal
tersebut hanya sebagai
blocking/ pembenaran saja.
Subjek memandang bahwa
pengalaman sebagai
RELAPSE:
Adalah suatu kesalahan.
Pengalaman pecandu:
pembelajaran bagi subjek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
240
725
726
727
728
729
730
731
732
733
734
735
736
737
738
739
740
741
742
743
744
745
746
B: ya saya harus bisa belajar dari pengalaman. Ternyata, Tuhan
masih memberi kesempatan. Ada orang bilang kalau kegagalan itu
arah menuju sukses. Justru dengan saya jatuh itu saya dapat ilmu
yang tidak sembarang orang dapat. Maka saya kasihkan ilmu itu
dan saya tidak pernah tutup-tutupi. Pengalaman ini tidak akan
saya bawa mati, tapi akan saya sharingkan dengan temen-temen.
Jadi saya merasa hidup ini harus bermakna.
W: nah Bro Y kan pernah cerita kalau relapse dan itu bolak balik
panti rehab sebanyak tujuh kali kan ya. Itu Bro Y mengalami
relapse berarti kembali ke pola adiksi atau gimana Bro?
B: iya itu sebenarnya karena luapan emosi ya, karena keluar dari
panti itu harusnya bisa handle feeling ya. Cuma karena kendala
sesuatu itu seperti orang tua saya menyinggung saya. Sebenarnya
kalau waras ya tidak apa-apa, hanya saja waktu itu saya masih
berjuang untuk recovery kan jadi mudah sekali jatuh dan mudah
sekali terganggu. Jadi relapse sewaktu sudah pulang dari rehab itu
bukan karena kepinginan, bukan karena kepinginan badan karena
nagih karena itu sudah dilalui di panti selama satu tahun. Cuma di
sini relapsenya adalah relapse perilaku. Jadi relapse perilaku itu
karena misalnya tersinggung dengan pacar saya dulu. Mungkin
juga waktu orang tua mengembalikan kata-kata yang gak aku
seneng. Atau aku melihat perbuatan teman-teman yang selalu
diberi kesempatan oleh Tuhan
dan ingin membagikan
pengalamannya agar dirinya
merasa hidupnya bermakna.
(732-748) subjek mengatakan
bahwa relapse merupakan
pengalaman dia yang terjadi
karena luapan emosi. Subjek
mengatakan bahwa relapse yang
terjadi karena dirinya merasa
tersinggung dan tidak dapat
menerima kekecewaan.
pecandu merupakan
pembelajaran dan
merupakan bekal ilmu yang
harus ia bagikan kepada
orang lain.
Subjek mengalami relapse
karena mengalami
emotional relapse. Hal ini
menunjukkan adanya emosi
negatif yang dialami oleh
subjek. Kembalinya
menggunakan narkoba/
relapse didasari adanya
keinginan untuk mengatasi
emosi negatif.
Pola kegagalan regulasi
diri:
Letting it happen
adanya
emotional relapse (735-
748)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
241
747
748
749
750
751
752
753
754
755
756
757
758
759
760
761
762
763
764
765
766
767
menghina. Jadi relapse saya yang tujuh kali itu adalah relapse
perilaku, bukan relapse secara fisik.
W: relapse perilaku itu maksudnya gimana Bro?
B: relapse perilaku itu saya menggunakan karena ada sebabnya,
bukan karena badan. Kalau badan nagih, itu rasanya merinding
dan ada pikiran pengen pakai. Tapi kalau yang perilaku, tiba-tiba
kamu nyinggung saya, saya pergi, ga bisa handle feeling, ga bisa
positive thinking, nah itu aku bisa pakai lagi.
W: berarti itu dipakai untuk...
B: ya rumangsane itu bisa menyelesaikan masalah. Tetapi ternyata
tidak.
W: kayak semacam buat pelarian gitu ya?
B: ya... nah itu jeleknya kenapa bisa sampai tujuh kali. Kenapa
saya tidak belajar dari kesalahan itu.
W: pernah merasa menyesal ga Bro karena dulu pernah relapse?
B: saya sekarang sudah tidak ya. Memang berusaha untuk
melupakan segala sesuatu karena sekarang saya sudah harus
belajar tentang positif thinking, handle feeling. Tapi kalau
sekarang itu yang nyerang malah yang psikis.
W: ooo kalo sekarang lebih ke psikisnya ya?
B: iyaa lebih ke psikisnya. Sebenarnya ada tiga ya, kalau fisik itu
(749-760) subjek menjelaskan
bahwa relapse perilaku adalah
kondisi ia kembali menggunakan
narkoba karena ada sesuatu yang
dianggap sebagai penyebabnya.
Subjek menggunakan kembali
narkoba sebagai pelarian atas
masalahnya.
(761-771) subjek mengatakan
bahwa dirinya berusaha
melupakan segala sesuatu yang
telah terjadi. Akan tetapi, subjek
masih mengalami PAWS hingga
saat ini.
Subjek menggunakan
narkoba pasca rehabilitasi
untuk mengatasi emosi
negatif yang dialaminya.
Subjek mengalami gejala
post acute withdrawl
syndrome yang ia alami
seumur hidupnya.
Emotional relapse (750-
754)
Mengalami PAWS (762-
765)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
242
768
769
770
771
772
773
774
775
776
777
778
779
780
781
782
783
784
785
786
787
788
kan sudah kita lalui di panti dan itu sudah selesai lah. Terus yang
akibat perilaku tadi, nah kalau yang psikis ini yang seumur hidup.
W: yang selalu muncul itu ya gejalanya?
B: he‟em.. post acute withdrawl syndrome itu.
W: berarti relapse yang tujuh kali itu karena ada masalah ya?
Entah dirasa orang tua menyinggung atau karena orang lain gitu?
B: he‟em.. Kalau perilaku itu ya karena human ajalah. Karena
manusia, faktor orang. Jadi bukan karena faktor psikis.
W: kalau dirasa-rasa lho Bro, itu karena pengaruh lingkungan atau
Bro Y sendiri yang ga bisa handle feeling?
B: karena ga bisa handle feeling. Karena ketika saya menjadi
pecandu, kelemahan saya adalah tidak bisa handle feeling.
W: berarti dulu waktu relapse balik pakai morfin lagi Bro?
B: iya. Lha dulu kan tidak seperti sekarang yang banyak pilihan-
pilihan.
W: itu relapse sebenarnya balik ke pola adiksi atau gimana Bro?
B: oh endak, itu cuma emosional saja.
W: berarti relapse itu tidak harus kembali ke pola adiksi Bro?
B: tidak.. tidak.. tidak mesti saya harus menggunakan secara rutin.
Karena kadang saya menggunakan dosis yang sama itu saya
sampai muntah-muntah kok Sis. Jadi orang menggunakan narkoba
(772-782) subjek merasa relapse
yang dialaminya lebih
disebabkan karena pengaruh
orang lain.
(783-796) relapse yang dialami
subjek bukan berarti kembali ke
pola adiksi, tetapi menggunakan
zat yang sama secara berulang.
Subjek mengalami relapse
karena dirinya merasa tidak
mampu mengatasi emosi
negatif pada dirinya dan
menganggap bahwa orang
lain yang menjadi
penyebabnya.
Subjek mengalami relapse,
yaitu kondisi menggunakan
narkoba dengan jenis yang
sama.
Emotional Relapse (774-
775)
Letting it happen
Relapse
(786-790)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
243
789
790
791
792
793
794
795
796
797
798
799
800
801
802
803
804
805
806
807
808
809
810
itu ibarat digigit ular, jadi harus penyesuaian. Kalau saya langsung
ke kelas yang tinggi, ya badan saya yang gemeter.
W: berarti dulu selama relapse itu ga ngrasain efeknya Bro?
B: enggak.. ya cuma sakit semua di badan, kayak dulu awal
penggunaan. Tapi kalau di awal penggunaan itu kan meningkat,
ada toleransi.
W: berarti relapse itu lebih ke menggunakan zat yang sama?
B: relapse itu menggunakan drug choice yang sama.
W: tapi, saat menggunakan zat yang sama dan tidak menimbulkan
adiksi, itu kok tetap dikembalikan lagi di panti rehab itu kenapa
Bro?
B: saya? Ya karena pada saat itu saya punya watak yang berbeda.
Seorang pecandu sudah pernah masuk rehabilitasi dan punya
perilaku tertentu, dan kalau tidak dikembalikan lagi ke panti
rehabilitasi, itu nanti akan kembali lagi perilaku itu.
W: perilaku apa itu Bro maksudnya?
B: ya seperti emosional, sulit menerima kekecewaan, kekanak-
kanakkan, ya terus akan seperti itu.
W: berarti masuk lagi ke panti rehab karena relapse itu bukan
karena kembali ke pola adiksi tetapi untuk memperbaiki perilaku?
B: he‟em. Makanya dulu ketika saya relapse satu hari, ibu saya
langsung kembalikan saya ke panti rehab. Supaya tidak ter-nina
(797-811) subjek dikembalikan
lagi ke panti rehab karena masih
mengalami penyimpangan
perilaku. Kembalinya subjek ke
panti rehabilitasi adalah dengan
tujuan untuk memperbaiki
perilakunya.
Subjek mengalami relapse,
yaitu munculnya kembali
penyimpangan perilaku.
Relapse
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
244
811
812
813
814
815
816
817
818
819
820
821
822
823
824
825
826
827
828
829
830
831
bobokkan dan supaya tidak kembali lagi ke nol.
W: kalau di sini (panti rehab sini) banyak ga Bro yang relapsenya
itu kembali ke pola adiksi?
B: banyak. Karena orang tua tidak memiliki pengetahuan,
disamping itu anak tidak punya kesadaran. Tapi saya beda, karena
saya punya daya untuk sembuh. Karena terbukti sampai sekarang
saja saya sudah bisa berhenti merokok.
W: berarti relapse selama tujuh kali itu karena Bro Y gagal handle
feeling terus?
B: iya. Jadi selama aku rehab dan ada penilaian sesama teman,
hasilku ya cuma itu kok, ga bisa handle feeling saja. Jadi dinilai,
positif sama negatifnya. Misal positifnya itu saya agamis, pinter,
ramah, tapi negatifnya saya itu tidak bisa handle feeling dan tidak
bisa positive thinking.
W: berarti masalah terbesar Bro Y itu tidak bisa handle feeling
dan positive thinking ya?
B: iya. Dan sekarang akan kelihatan lagi karena saya sudah mau
pensiun ini. Dan itu masih timbul yang psikis, yang post acute itu.
Tetapi sekarang bedanya adalah saya sudah bisa handle feeling,
jadi sudah tidak ada pikiran untuk pakai ke arah sana (narkoba).
Tapi ya merasakan emosional, kekecewaan itu sudah mulai
(818-834) subjek mengatakan
bahwa selama relapse, dirinya
tidak bisa handle feeling
(mengontrol emosi). Ketika
subjek mendapatkan terapi grup,
hasil evaluasi subjek adalah
dirinya tidak mampu mengontrol
emosi dan tidak mampu berpikir
positif. Akan tetapi subjek
mengaku bahwa dirinya kembali
merasakan emosional yang
bergejolak karena dirinya akan
segera pensiun.
Subjek mengalami relapse
karena dirinya tidak mampu
mengatasi emosi negatifnya
Emotional relapse (820-
824)
Post power syndrome
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
245
832
833
834
835
836
837
838
839
840
841
842
843
844
845
846
847
848
849
850
851
852
muncul lagi karena beberapa bulan lagi aku pensiun itu kan
W: lebih karena khawatir atau takut gitu ya Bro?
B: iyaa
W: Bro Y juga mengalami PAWS itu tidak?
B: iyoo.. tapi saya bisa nahan
W: itu kenapa bisa tahan Bro?
B: karena itu hanya badan yang krasa, bukan apa yang didengar
sama telinga. Jadi misal badan krasa, “ah ora nganggo ah”. Tapi
berhubung saya ya dikata-katain, saya tidak bisa memilah. Kalau
misal cuma sekedar kepinginan, aku masih bisa nahan, aku bisa
pergi dolan. Tapi berhubung aku ketemu ibuku, terus
menyinggung. Tidak cuma orang tua, kadang sama temen,
masyarakat juga.
W: berarti tujuh kali itu kasusnya sama semua karena lingkungan
yang dirasa tidak mendukung ya Bro?
B: iya, karena human karena manusia.
W: nah tadi Bro Y kan bilang kalau yakin bahkan sekarang
merokok juga tidak. Itu apa yang membuat Bro Y yakin bisa
terus-menerus abstinen?
B: karena niat. Saya itu orang yang komitmen, kalau sudah bilang
janji walaupun ada halangan yaa jalani. Karena sudah janji, saya
(835-847) hingga saat ini, subjek
masih mengalami PAWS. Akan
tetapi, subjek mengaku bahwa
dirinya sudah mampu untuk
menahannya. Akan tetapi subjek
juga menghindari adanya
perkataan yang dirasa kurang
menyenangkan bagi subjek.
(848-871) subjek dalam keadaan
bersih (tidak merokok dan tidak
menggunakan narkoba) karena
dirinya memiliki niat dan janji.
Subjek memiliki tujuan yang
Subjek mengalami emosi-
emosi negatif.
Subjek memiliki efikasi
diri, yaitu adanya keinginan
yang kuat dan komitmen
untuk menjaga kondisi
abstinennya.
Emotional Relapse (839-
846)
Letting it happen
Self efficacy (851-853)
Unsur Regulasi Diri:
membuat tujuan (855-859)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
246
853
854
855
856
857
858
859
860
861
862
863
864
865
866
867
868
869
870
871
872
873
874
punya niat.
W: niat itu bisa muncul karena apa Bro?
B: iya karena saya sudah janji. Oke saya kurangajar cukup sampai
umur sekian saja. Saya sudah harus sembuh, cari kerja, lalu cari
istri. Sambil cari istri, ya saya sambil nyicil rumah. Terus punya
anak satu dulu. Nanti saya jadi pegawai lalu naik pangkat baru
saya punya anak dua.
W: berarti niat muncul karena Bro Y sendiri juga sudah menyusun
rencana gitu ya?
B: he‟em. Coba lihat, anak saya yang pertama sama kedua itu
kacek 9 tahun. Karena apa? Ya karena saya sudah rencana, naik
pangkat dulu, baru saya punya anak dua karena saya mampu
membiayai. Jadi niat saya itu saya barengi dengan kerja keras.
Nah setelah itu saya harus ikhlas. Ikhlas meninggalkan dunia yang
menggoda saya, dunia yang saya senangi, pokoknya saya
meninggalkan semua itu. Lalu yang terakhir itu tentang kejujuran.
Sampai saat ini pun saya juga masih belajar tentang kejujuran.
Karena saya tidak mau lalu bohong dikit, lama-lama banyak dan
pada akhirnya tidak bisa handle feeling lalu nanti jatuh lagi.
W: terus kalau sehari-hari itu bisa bertahan abstinen, tidak
merokok, tidak pakai lagi itu caranya gimana Bro?
B: ya saya sudah punya niat itu tadi. Nah saya juga ikhlas. Jadi
jelas dan memiliki rencana yang
harus ia capai.
(872-880) cara subjek bertahan
dengan kondisi abstinen adalah
dengan memiliki niat dan khlas
Selain itu, subjek juga
menyusun rencana atau
tujuan sehingga rencana-
rencana tersebut menjadi
dorongan untuk menjaga
recoverny subjek.
Subjek memiliki efikasi
diri, yaitu adanya keinginan
yang kuat sehingga dirinya
Self efficacy (874-876)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
247
875
876
877
878
879
880
881
882
883
884
885
886
887
888
889
890
891
892
893
894
895
misal di mobil pada ngrokok, pada pakai, ya saya sudah kuat
untuk hadapi itu. Sekarang ikhlas untuk meninggalkan dunia itu.
W: nah itu Bro Y sudah kuat kan ya. Nah sekarang kan katanya
Bro Y mengalami PAWS, dan katanya juga sudah kuat menahan
itu. Nah caranya supaya kuat menahan PAWS itu gimana Bro?
B: ya karena janji dengan dirinya sendiri.
W: jadi tadi yang dibilang handle feeling?
B: itu sudah terabaikan sedikit-demi sedikit. Jadi seorang pecandu
itu menghilangkan tidak segampang yang mereka pikirkan. Tapi
kalau pecandu itu kan gangguannya ada tempat, ada barang, ada
orang. Itu lho, jadi lebih banyak. Di samping itu melawan dirinya
sendiri itu yang paling berat.
W: Bro Y bisa lalui yang ada tempat, ada barang, ada orang itu
gimana?
B: ya kan ada rehabilitasi.
W: kalau sudah habis rehab, itu gimana Bro?
B: saya kan diajari strategi hide and run.
W: jadi lebih ke hide and run terus?
B: iya.. jadi ketika aku merinding saat di situ ya kenapa saya harus
ada di situ. Jadi kalau denger suara ga menyenangkan ya aku pergi
dari situ.
untuk meninggalkan dunia
adiksinya. Subjek juga kuat
menghadapi PAWS karena
dirinya sudah berjanji dengan
dirinya sendiri.
(890-915) subjek diajari strategi
hide and run sehingga mampu
menghadapi hal-hal tidak
menyenangkan dengan cara
langsung meninggalkan tempat
tersebut. Subjek juga
tidak mudah tergoda dengan
stimulus yang ada di
sekitarnya.
Saat dorongan untuk
menggunakan kembali
muncul, subjek memilih
untuk pergi dari tempat agar
dorongan tersebut tidak
muncul kembali (self
Mencegah pola
kegagalan regulasi diri:
Mencegah kelambanan
psikologis (893-895)
Meningkatkan kekuatan
regulasi diri (903-911)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
248
896
897
898
899
900
901
902
903
904
905
906
907
908
909
910
911
912
913
914
915
916
917
W: jadi hide and run itu sudah semacam...
B: sudah semacam habit, sudah menjadi kebiasaan. Jadi semacam
budaya bagi saya.
W: jadi sudah otomatis gitu ya?
B: he‟em.. nah tetapi juga harus ingat kita juga harus yang
namanya tes power.
W: tes kekuatan?
B: tes power itu kalau kita duduk di situ bersama orang yang
sedang menggunakan itu kuat atau enggak, satu menit. Kalau
nggak kuat ya langsung pergi. Lalu nanti dua menit, tiga menit.
Sampai lama-lama ga masalah duduk di situ. Saya waktu itu pas
satu mobil, saya yang menyupir, perjalanan jauh, hujan deres dan
temen semua pada ngerokok. Dan setiap ngerokok bungkusnya
dilepar di depan dashboard saya. Opo ora kepingin Sis? tapi itu tes
power bagi saya. Kalau saya ga kuat, saya langsung berhenti, dan
saya mendingan mencari taksi karena sirahe wes mumet ga karuan
W: sampai kuat ya Bro?
B: sampai kuat..
W: berarti sering Bro kayak gitu?
B: lha yo serieng.
W: berarti setelah rehab itu tes power?
B: iya anak-anak itu kenapa mudah jatuh? Karena mereka tidak
menggunakan tes power/ uji
kekuatan dengan cara duduk
bersama dengan orang yang
sedang menggunakan. Subjek
menguji hal tersebut hingga
subjek merasa benar-benar kuat.
Apabila tidak kuat, subjek
langsung meninggalkan tempat
tersebut.
(916-929) subjek menjelaskan
pentingnya uji kekuatan bagi
stopping).
Selain itu, subjek juga
menggunakan uji kekuatan,
yaitu untuk meningkatkan
kekuatan regulasi diri.
Penjelasan mengenai
pentingnya uji kekuatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
249
918
919
920
921
922
923
924
925
926
927
928
929
930
931
932
933
934
935
936
937
938
939
sempat tes power. Misal aja gini, terapi community (TC) itu kan
ada tes power, itu dengan cara dikawal. Misal ditanya, “dulu
pertama pakai di mana?”. Misal anak-anak jawab, “di Boshe”, ya
kita antar ke sana. Kita lihat, di sana mereka kuat duduk berapa
lama. Makanya kita juga harus hafal dengan bahasa non verbal
mereka. Kalau dia sudah merinding, duduk tidak nyaman, keringat
dingin keluar, ya sudah kita ajak pulang.
W: berarti begitu ya
B: plus dia juga harus jujur kalau misal ga kuat. Lingkungan juga
harus bisa mendukung.
W: jujur dengan hambatan yang dialami ya Bro berarti...
B: iya.. kalau tidak ya bakal dinikmati terus, njuk bablas.
W: selama ini yang dirasa membantu Bro Y selama menjaga
abstinen itu apa aja Bro? Selain handle feeling, positive thinking...
B: ya dukungan keluarga ya. Dukungan keluarga itu sangat perlu
banget. Dulu sebelum saya menikah yaa bapak ibu saya. Tapi
setelah menikah ya istri saya, anak-anak saya. Jadi mereka itu
saya perlukan terutama untuk sharing, terus bisa diajak pergi.
W: nah kalau lingkungan masyarakat itu gimana Bro? Kan ga
semuanya bisa berpikir positif?
B: pindah aku. Aku jadi omongan buat cucunya, ya bagus sih, tapi
lama-lama kan ya bikin atiku clekit, makanya aku pindah dari
residen.
(930-950) subjek mengatakan
bahwa yang dirasa membantu
subjek selama abstinen adalah
dukungan keluarga. Keluarga
dirasa berperan bagi subjek
karena subjek membutuhkan
tempat untuk sharing (berbagi
cerita).
Akan tetapi, subjek juga
memutuskan untuk pindah dari
Subjek merasa bahwa
keluarga memiliki peran
untuk membantu menjaga
kondisi abstinennya.
Selain itu, subjek juga
melakukan adaptasi yaitu
mengubah lingkungan agar
dirinya tetap menjaga
recoverynya.
Ekologi mikrosistem
(932-937)
Unsur Regulasi Diri:
Operate beradaptasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
250
940
941
942
943
944
945
946
947
948
949
950
951
952
953
954
955
956
957
958
959
960
961
kotagede.
W: berarti kalau lingkungan mending pindah ya?
B: mending pindah saja. Lha di tempat yang lama, misal aku
dateng huat hari raya, silaturahmi, masih di tuding-tuding,
dirasani, ya kan aku lama-lama tersinggung. Makanya aku pindah
di lingkungan baru, di budaya yang baru, yang tidak tahu aku
yang dulu, makanya itu lama-lama akan terkikis.
W: berarti pinter-pinternya ngubah lingkungan ya?
B: iya, dulu dikasih rumah sama mertua, tapi saya ga mau karena
lingkungan masih seperti itu. Daripada nanti anak-anakku juga
kena, ya sudah mending saya pindah saja.
W: Bro masih alami PAWS kan ya. Nah itu efeknya seberapa
Bro?
B: itu bukan karena efek drug usernya lho ya. Ini karena saya mau
pensiun.
W: karena mau pensiun?
W: tapi pikiran mau makai itu?
B: udah nggak ada. Cuma aku itu mudah marah, ada omongan
sedikit mudah tersinggung, rapat kalau pendapat tidak dipakai
saya marah. Tetapi tidak sampai saya kepingin menggunakan.
W: sudah engga ada keinginan buat pakai itu sejak kapan Bro?
B: sejak tahun 2000an itu sudah enggak.
lingkungan yang dirasa selalu
memiliki pembicaraan yang
negatif mengenai subjek.
(951-961) subjek mengatakan
bahwa PAWS tidak begitu
mengganggunya saat ini karena
dirinya sekarang lebih
mengalami kecemasan
menjelang pensiun.
Subjek mengalami
kecemasan akan hari
pensiunnya.
Mengalami post power
syndrome
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
251
962
963
964
965
966
967
968
969
970
971
972
973
974
975
976
977
978
979
980
981
982
983
W: tapi PAWS itu masih ada sampai sekarang?
B: wo kalo itu seumur hidup gejalanya. Sampai sekarang ya masih
kerasa.
W: berarti duduk ga nyaman, fisik ga nyaman itu gejalanya masih
sampai sekarang?
B: iya karena itu yang seumur hidup.
W: nah itu dirasa mengganggu ga Bro?
B: ya sangat mengganggu. Tapi kan saya seiring usia itu kan
handle feeling, positive thinking itu kan ya terbawa to? Udah dari
dulu.
W: kalau positive thinking itu kayak gimana aja to Bro?
B: ya menilai sesuatu itu baik. Misal dia ngomongin saya itu
belum tentu buruk kok.
W: jadi ga langsung dimasukin ke hati ya Bro?
W: terus selama ini yang membuat Bro Y ingin menjaga abstinen,
yang jadi motivasi atau niatnya itu apa Bro?
B: ya semenjak saya memegang anak-anak ini (residen), makanya
saya harus bisa jadi role model. Jadi apa yang saya alami itu akan
saya ceritakan pada anak. Selain itu juga anak-anak saya sendiri,
jadi saya harus bisa menjadi contoh., jangan sekali-kali saya
menggunakan lagi. Lalu saya juga golek dalan padang mbak.
Apalagi kesehatan saya juga menurun, makanya saya juga harus
(962-975) subjek mengatakan
bahwagejala PAWS ia rasakan
sampai saat ini (seumur hidup).
Hal tersebut dirasa mengganggu,
akan tetapi subjek sudah terbiasa
dengan melakukan kontrol
emosi.
(976-985) hal yang menjadi
motivasi bagi subjek untuk
menjaga kondisi abstinennya
adalah residen dan anaknya
sendiri. Subjek merasa bahwa
dirinya harus mampu menjadi
seorang yang dapat dicontoh.
Subjek mengalami post
acute withdrawl syndrome.
Akan tetapi, gejala tersebut
dirasa sudah tidak begitu
mengganggunya karena
subjek sudah terbiasa untuk
mengendalikan emosinya
Cara yang dilakukan subjek
untuk menjaga kondisi
abstinen yaitu dengan
menjadi role model.
PAWS
Unsur Regulasi Diri:
Monitoring
menjadi role model (978-
985)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
252
984
985
986
987
988
989
990
991
992
993
994
995
996
997
998
999
1000
1001
1002
1003
selalu siap. Juga buat yang paling saya sayangi itu keluarga,
karena saya ga mau keluarga saya itu saya tinggali masalah.
W: Bro Y juga bilang kalau handle feeling itu memilih dan
memilah, itu bagaimana Bro?
B: jadi misal kumpul sama temen-temen, saya diajaki makai drugs
lagi, saya trimo urunan aja tapi saya ga pakai. Saya cari aman,
supaya saya tidak diserang lagi. Biar mereka bisa mikir kalau saya
ini sudah berhenti tetapi saya ini ga sengit sama mereka. Kalau
saya semakin sengit, malah saya semakin diserang.
W: kalau dari pengalaman kejatuhan, relapse itu Bro, nah Bro Y
memandang proses yang relapse itu seperti apa?
B: ternyata saat saya menggunakan lagi itu kan sia-sia, harus
rehab satu tahun lagi. Kan waktuku terbuang sia-sia selama tujuh
tahun itu. Coba tujuh tahun itu saya berkarir, sudah seperti apa
saya dulu. Kalau tujuh tahun bekerja, berarti saya sudah
kehilangan kenaikan pangkat to?
W: buat konfrimasi Bro, berarti relapse itu ga mesti kembali jadi
adiksi, tapi membawa kembali masalah yang sama?
B: he‟em.. tapi kalau diabaikan ya akan terulang kembali jadi
pecandu, kembali dari nol lagi, harus detox lagi.
(986-992) subjek mengontrol
emosinya dengan cara tidak turut
menggunakan narkoba ketika
berkumpul bersama teman-
temannya.
(993-999) subjek memandang
bahwa relapse adalah proses
yang sia-sia dan hanya
membuang waktu/ masa untuk
berkarir.
Subjek menghentikan
dorongan sejak awal dengan
cara menolak untuk kembali
mengonsumsi narkoba
Subjek merasa bahwa
relapse adalah hal yang sia-
sia.
Mencegah pola kegagalan
RD:
Mencegah kelambanan
psikologis (988-992)
Pemaknaan akan relapse
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
253
1004
1005
1006
1007
1008
1009
1010
1011
1012
1013
1014
1015
1016
1017
1018
1019
1020
1021
1022
1023
1024
PROBING
W: begini Bro, setelah menjadi pecandu pun Bro Y kan bisa
merencanakan karir. Nah itu bagaimana bisa Bro Y punya tujuan
seperti merencanakan karir, lalu bekerja, dan lain sebagainya itu?
B: satu, karena termotivasi dari adik-adikku dong. Masa adik-
adikku pada “jadi” smua, aku malah ga jadi sendiri? Ya karena
aku sendiri pun pengen punya anak, pengen punya bojo, ya
makane aku harus berkarya. Jadi aku ga bisa “njagakake” orang
tua terus.
W: kok bisa muncul keinginan seperti itu kenapa Bro?
B: ya karena saya lihat adek saya berhasil, makanya saya juga
mau berhasil. Karena saya punya semboyan, “orang lain bisa,
kenapa saya enggak”. Naah itu yang saya tanamkan itu.
W: terus sekarang Bro Y bisa handle feeling itu, jadi gini, waktu
ada pikiran buat pakai lalu Bro Y memilih pergi dari tempat, nah
itu kenapa Bro Y bisa pilih cara yang seperti itu?
B: ya sebenarnya juga dukungan keluarga. Nah aku kan juga
belajar tentang kejujuran, jadi ketika PAWS itu, aku udah
ngomong sama bojoku. Aku crita kalo badanku udah ngrasa ga
enak, dan emosinya bawaannya pengen marah-marah. Naah dari
situ aku diajak pergi dan dikasih tau carane kayak gimana. Jadi
aku bicara jujur sama keluargaku tentang keadaan fisikku. Jadi ya
(1004-1015) subjek dapat
memiliki tujuan karena dirinya
merasa termotivasi oleh
kesuksesan adik-adiknya. Selain
itu, subjek memiliki keinginan
untuk berkeluarga sehingga
subjek memiliki tujuan seperti
perencanaan karir.
(1016-1025) subjek mampu
mengendalikan emosinya karena
dirinya bersikap jujur terhadap
keluarganya mengenai kondisi
fisik dan emosi yang dialaminya.
Subjek merasa mendapatkan
dukungan dari keluarganya.
Subjek dapat menetapkan
tujuan karena ingin sukses
seperti adik-adiknya dan
memiliki keinginan untuk
berkeluarga.
Subjek mampu
mengendalikan emosi
karena bersikap jujur dan
mendapatkan dukungan dari
keluarganya
Unsur Regulasi Diri:
Tujuan mengapa subjek
mampu menetapkan tujuan
Mengontrol emosi
mendapatkan dukungan
dari keluarga dan bersikap
jujur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
254
1025
1026
1027
1028
1029
1030
1031
1032
1033
1034
1035
1036
1037
1038
1039
1040
aku bisa stop karena akunya juga didukung.
W: lalu apa yang bikin Bro Y yakin supaya ga jatuh lagi?
B: karena satu, saya harus bisa jadi yang baik buat anak-anakku,
jadi saya harus bisa jadi role model buat mereka. Jadi saya bisa
jadi role model bagi sesama pecandu, buat anak-anak residen. Di
samping itu, saya harus bisa menunjukkan bahwa saya ini bisa
berkarya, terutama kepada keluarga saya dan teman-teman saya
yang sering men-judge jelek ke saya. Jadi saya bisa makin yakin
karena saya itu harus bisa jadi contoh.
W: terus Bro Y itu bisa pulih, apakah dapat contoh juga dari orang
lain?
B: oiya jelas, dari temen-temen yang ada di Malaysia sana. Jadi
mereka ya ngasih contoh ke aku, sama kayak aku kasih contoh ke
anak-anak residen sekarang. Jadi balik ke semboyan tadi, “orang
lain bisa, saya juga bisa”. Begitu..
W: baik Bro, terimakasih untuk waktu dan kesediaannya.
(1026-1033) subjek merasa yakin
dirinya tidak kembali jatuh
karena subjek merasa harus
menjadi role model yang baik
dan menunjukkan perubahan
bagi pihak yang memberi
penilaian buruk terhadap subjek
(1034-1040) subjek mengatakan
bahwa dirinya mendapatkan role
model sehingga dirinya juga
dapat meraih keberhasilan dalam
recovery/ kesembuhan
Sumber keyakinan subjek:
Harus menjadi role model
yang baik dan
Merasa ingin menunjukkan
diri
Subjek mendapatkan role
model
Sumber self efficacy
pada subjek
Subjek mendapatkan
role model
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
255
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
256
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
257
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
258
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
259
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
260
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
261
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
262
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
263
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI