bab ii tinjauan pustaka 2.1 pengertian hukum...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian hukum lingkungan
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain.1
Lingkungan sebagai sumber daya merupakan asset yang dapat
diperlukan untuk mensejahterakan masyarakat. Hal ini sesuai dengan
perintah Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan
bahwa, bumi, air dan kekayaan alam terkandung di dalamnya di
pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan
demikian, menurut Otto Soemarwoto 2, sumber daya lingkungan
mempunyai daya regenerasi dan asimilasi yang terbatas. Selama
eksploitasi atau permintaan pelayanan ada di bawah batas daya regenerasi
atau asimilasi, sumber daya terbarui itu dapat di gunakan secara lestari.
Otto Soemarwoto 3, mengatakan bahwa sumber daya lingkungan
milik umum sering dapat digunakan untuk bermacam peruntukan
mengurangi manfaat yang dapat di ambildari peruntukan lain sumber daya
yang sama itu. Misalnya, air sungai dapat digunakan sekaligus untuk
1 Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
2 Otto Soemarwoto, dalam bukunya Supriadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, Jakarta, Sinar
Grafika, 2010, hlm 4. 3 Supriadi. Ibid, hlm 4.
9
melkukan proses produksi dalam pabrik, mengangkut limbah, pelayanan
sungai, produksi ikan, dan keperluan rumah tangga.
Manusia memerlukan lingkungan sosial yang serasi demi
kelangsungan hidupnya. Lingkungan sosial yang serrasi itu bukan hanya di
butuhkan oleh orang seorang, melainkan juga oleh seluruh orang dalam
kelompoknya.4 Adapun komponen pokok lingkungan sosial dalam rangka
pengelolaan lingkungan, antara lain :
a. Pengelompokan sosial
Berbagai macam cara orang membentuk persekutuan atau
pengelompokan sosial. Adapun yang paling sederhana adalah yang di
landasi hubungan kekerabatan, seperti kelurga inti atu batih, marga,
suku bangsa, dll. Akan tetapi karena mobilitas manusia yang tinggi,
banyak rang yang berasal dari satu kelompok keturunan tersebar luas
dan mendirikan pemukiman secara terpisah dan berjauhan. Dapat juga
terjadi pembentukan kesatua sosial yang berdasarkan hubungan
kerabat sekaligus atas dasar kebersamaan lingkungan pemukiman.
b. Penataan Sosial
Penataan sosial sangat di perlukan untuk mengatur ketertiban hidup
dalam masyarakat yang mempersatukan lebih dari satu orang. Setiap
orang harus jelas kedudukannya dan peran-peran yang harus di
lakukan, dan mengetahui apa yang harus di berikan dan apa yang dapat
di harapkan dari pihak lainnya. Dengan demikian, setiap anggota dapat
4 Supriadi, ibid, hlm 14.
10
memperkirakan sikap dan tindakan anggota lain serta cara
menanggapinya secara efektif, sehingga mewujudkan hubungan sosial
yang selara, serasi, dan seimbang.
c. Media sosial
Untuk menggalang kerja sama mempersatukan sejumlah orang,
diperlukan media baik yang berupa symbol-simbol maupun
kepentingan-kepentingan yang tidak mungkin di kerjakan sendiri-
sendiri secara terpisah. Kepentingan bersma itu pada umumnya
berkisar pada upaya memenuhi kebutuhan hidup biologis, sosiologi,
maupun kejiwaan.
d. Pranata sosial
Suatu kesatuan sosial, betapapun kecilnya, mmerlukn aturan-aturan
sebagai pedoman bersama dalam mengembangkan sikap menghadapi
tantangan dalam kehidupan bersama. Kebnyakan pranata soisoal di
kembangkan atas dasar kepentingan pengusaha lingkungan
pemukiman yang amat penting artinya bagi kelangsungan hidup
masyarakat yang bersangkutan. Mereka tidak mempunyai hak dan
kewajiban yang atas penguasaan sumber daya alam secara perorangan
maupun kolektif, seperti hak adat dan hak ulayat.
e. Pengendalian dan pengawasan sosial
Setiap kesatuan sosial mengembngkan pola-pola dan mekanisme
pengendalian, yang sampai bats tertentu sangat efektif. Akan tetapi,
dengan perluasan jaringan sosial yang semakin luas dan kompleks
11
serta melibatkan banyak orang yang mempunyai latar belakang sosial,
budaya, ekonomi, maupun kesatuan dan agama, pengendalian dan
pengawasan sosial setempat itu terasa semakin kurang memadai.
Sementara itu, berbagai pranata dan perundangan yang bersifat
nasional selain kadang-kadang bertentangan dengan pranata sosial
setempat, sering kali diartikan secara berbeda oleh masyarakat karena
mengacu pada adat dan tradisi masing-masing kelompok.
f. Kebutuhan sosial
Lingkungan sosial itu terbentuk karena di dorong oleh keinginan
manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan, kebutuhan
yang mendasar dan sederhana seperti makanan harus di penuhi dengan
melibatkan pihak lain. Kebutuhan mendasar mencakup kebutuhan
dasar biologis, kebutuhan sosial dan kebutuhan kejiwaan. Kebutuhan
dasar biologis meliputi makan, minum, seks dan reproduksi,
mempertahankan diri, kesehatan, dan sebagainya. Kebutuhan sosial,
antara lain mencakup kebutuhan untuk hidup bersama secara
harmonis, kelompok sosial, keteratura, ketertiban, dan sebagainnya.
Kebutuhan kejiwaan mencaup kebutuhan akan etika, moral, keindahan,
hiburan, dan sebagainya. 5
2.2 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Analisis mengenai dampak lingkungan adalah kajian mengenai
dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang di rencanakan pada
5 Supriadi, Op. Cit, hlm 17-20.
12
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.6
Ketentuan tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau
Amdal ini merupakan ketentuan yang sangat penting bagi UULH,
khususnya dalam penerapan asas pembangunan yang berkelanjutan
(suistainable development). Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 18
UULH, mengenai dampak lingkungan bagi usaha dan/atau kegiatan yang
di perkirakan mempunyai dampak besar dan penting terhadap lingkungan.
Ketentuan ini telah di jabarkan dalam peraturan pemerintah, yaitu
peraturan pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (amdal), yang telah di ubah oleh peraturan
Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 kemudian di ubah lagi dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999.7
Pada dasarnya semua usaha dan kegiatan lingkungan hidup. Dari
perencanaan awal suatu usaha atau kegiatan pembangunan sudah harus
memuat perkiraan dampaknya yang penting terhadap lingkungan hidup,
baik fisik maupun non fisik, termasuk sosial budaya, guna di jadikan
pertimbangan apakah untuk rencana tersebut perlu di buat analisis
mengenai dampak lingkungan. 8
6 Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
7 Andi Hamzah, Op Cit, hlm 37.
8 Muhamad Erwin, Hukum Lingkungan (dalam sistem kebijaksanaan pembangunan lingkungan
hidup), Bandung, Refika Aditama, 2009, hlm 79.
13
Analisis mengenai dampak lingkungan merupakan hasil studi
mengenai dampak suatu kegiatan yang di rencanakan terhadap lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan.9
Menurut Munn,10
pakar AMDAL dari kanada memberikan definisi
bahwa AMDAL adalah suatu kegiatan yang di lakukan untuk
mengidentifikasi, memprediksi, menginterpretasi dan mengkomunikasikan
pengaruh suatu rencana kegiatan itu pada lingkungan.
2.3 Kesadaran Masyarakat Terhadap Lingkungan
Lingkungan di bentuk oleh kegitan yang di lakukan manusia,
perubahan-perubahannya dapat mempengaruhi hidup dan kehidupan , baik
secara langsung ataupun tidak langsung. Perubahan lingkungan terjadi
karena tidak seimbangnya lagi susunan organik atau kehidupan yang ada,
akibatnyapun belum dapat di rasakan secara langsung bagi kehidupan
manusia atau kehidupan lainnya namun baru terasa setelah regenerasi.
Memang tidak setiap perubahan itu berakibat pada berfungsinya
kembali lingkungan yang dapat di manfaatkan sebagai sumber dan
penopang hidup, melainkan perubahan itu sendiri kadang-kadang di
timbulkan secara alamiah, hal ini di maksudkan untuk pengembangan
lingkungan atau bahkan di perlukan oleh kehidupan dalam lingkungan.
Untuk menciptakan lingkungan dalam kehidupan yang seimbang
sangat tergantung dari kegiatan manusia, sedangkan kegiatan manusia
sangat di pengaruhi oleh tingkat kesadaran masyarakatnya dalam 9 Muhamad Erwin, ibid, hlm 44.
10 Munn, dalam bukunya N.H.T. Siahaan, Hukum Lingkungan,Jakarta,Pancuran Alam Jakarta,
2009, hlm 190.
14
mengelola dan membina lingkungan itu. Dalam kehidupan bernegara ini di
dalamnya berisi kumpulan manusia yang di sebut masyarakat, dan bagian
terkecil dari masyarakat ini adalah keluarga. Jadi warna dari masyarakat
ditentukan oleh keadaan keluarga.
Kesadaran terhadap lingkungan tidak hanya bagaimana
menciptakan suatu yang indah dan bersih saja, tetapi kewajiban setiap
manusia untuk menghormati hak-hak orang lain atau suatu kehidupan
yang lain, juga terhadap kewajibannya. Sering kita jumpai tindakan orang
atau sekelompok orang (perusahaan) yang hanya mengejar
kepentingannya sendiri tanpa memperhatikan dampak dan hak orang
lain.11
2.4 Pertanggungjawaban Pidana dalam Tindak Pidana Lingkungan
Hidup
Penegakan hukum lingkungan yang cukup mendapat perhatian
kelompok masyarakat tertentu adalah masalah pencemaran yang di
lakukan oleh perusahaan industri, mengingat limbah-limbah banyak
mengalir sebagai hasil kegiatannya. 12
Dalam penegakan hukum lingkungan telah di atur segala bentuk
pelanggaran maupun kejahatan, bagi pelaku baik yang di lakukan oleh
perorangan maupun badan dengan upaya pencegahan (preventif) maupun
penindakannya (represif). Untuk tindakan respresif ini ada beberapa jenis
instrument yang dapat di tetapkan dan penerapannya tergantung dari 11
Joko Subagio, Hukum Lingkungan Masalah Dan Penaggulangannya, Jakarta, Rineka Cipta, 1999, hlm 16-17. 12
Joko Subagio, Op.Cit, hlm 85.
15
keperluannya, sebagai pertimbangan antara lain melihat dampak yang di
timbulkannya.13
Sistem penegakan hukum lingkungan sudah cukup baik dengan
melibatkan beberapa instansi yang terkait secara aktif antara lain :
a. Departemen Dalam Negeri cq. Pemerintah Daerah
b. Departemen Perindustrian
c. Departemen Kehakiman cq. Pengadilan
d. Kejaksaan
e. Kepolisian
Tindakan yang dapat di jatuhkan berupa sanksi bagi pelanggar
lingkungan yaitu administrasi, Pidana dan Perdata. Untuk sanksi
administrasi ini instansi yang cukup terkait adalah :
a. Departemen Dalam Negeri cq. Pemerintah Daearah, dan
b. Departemen Perindustrian.14
Mekanisme penegakan hukum dalam permasalahan lingkungan
hidup merupakan permasalahan pemerintah dan masyarakat, namun perlu
disadari tidak semua hal yang berkaitan dengan jenis pencemaran atau
perusak lingkungan telah terjadi permasalahan, faktorpenyebabnya antara
lain :
a. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk melapor :
b. Kurangnya keberanian masyarakat unuk bertindak :
13
Joko Subagio, Op.Cit, hlm 81. 14
Joko Subagio, ibid, hlm 86.
16
c. Kurangnya pengetahuan masyarakat untuk menangani masalah
lingkungan ;
d. Keterbatasan sarana dan prasarana dari pemerintah ;
e. Kurang tegasnya aparat (lingkungan) untuk bertindak ;
f. Tidak adanya satu pandangan/konsepsi mengenai lingkungan.
Kunci penyelesaian dalam penanganan masalah lingkungan adalah
persamaan persepsi bagi aparat penegak hukum, dan kembali pada
masalah kewenangan.
Permasalahan lingkungan ini, apabila timbul pelanggaran hukum
lingkungan asal kasusnya dapat bersumber dari :
1. Masyarakat, dalam bentuk laporan terjadinya kerusakan lingkungan
atau dalam bentuk gugatan ke Pengadilan.
2. Pemerintah, dalam bentuk pengawasan dan penyelidikan.15
Sistem pertanggungjawaban (hukum) pidana terhadap pelaku
TPLH (tindak pidana lingkungan hidup) tidak dapat di lepaskan dari
kebijakan legislatif yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan
tentang lingkungan hidup.
Dari perundang-undangan lingkungan hidup dapat di identifiasikan
sistem pertanggungjawaban hukum pidana terhadap pelaku TPLH sebagai
berikut :
a. Subjek yang dapat di pertanggungjawabkan
15
Joko Subagio, ibid, hlm 88.
17
Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh korporasi (badan hukum dan
sebagainya), maka menurut UU No. 23/1997, pertanggungjawaban
pidana (penuntutan dan pemidanaan) dapat dikenakan terhadap :
1. Badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan, atau organisasi
lain tersebut ;
2. Mereka yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana
atau yang bertindak sebagai pemimpin ; atau
3. Kedua-duanya.
b. Pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan
1. Dari berbagai perumusan TPLH di dalam perundang-undangan
lingkungan,hampir selalu tercantum unsur kesengajaan atau
kealpaan/kelalaian.
2. Dengan tercantumnya unsur sengaja atau kealpaan, maka dapat di
katakana bahwa pertanggungjawaban pidana dalam perundang-
undangan lingkungan menganut prinsip liability based on fault.
3. Bertolak dari asas ksalahan, maka di dalam pertanggungjawaban
pidana seolah-olah tidak di mungkinkan adanya
pertanggungjawaban mutlak.
2.5 Kajian Tentang Hukum Pertambangan
Istilah hukum pertambangan merupakan terjemahan dari bahasa
inggris, yaitu mining law. Hukum pertambangan adalah : “hukum yang
mengatur tentang penggalian atau pertambangan bijih-bijih dan mineral
dalam tanah”.
18
Definisi ini hanya di fokuskan pada aktifitas penggalian atau
pertambangan bijih-bijih. Penggalian atau pertambangan merupakan usaha
untuk menggali berbagai potensi-potensi yang terkandung dalam perut
bumi. Padahal untuk menggali bahan tambang itu perlu di perlukan
perusahaan atau badan hukum yang mengelolanya.16
Kaidah hukum dalam hukum pertambangan di bedakan menjadi
dua macam, yaitu kaidah hukum pertambangan tertulis dan tidak tertulis.
Hukum pertambangan tertulis merupakan kaidah-kaidah hukum yang
terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan
yurisprudensi. Sedangakan hukum pertambangan tidak tertulis merupakan
ketentuan-ketentuan hukum yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat. Bentuknya tidak tertulis dan sifatnya lokal, artinya hanya
berlaku dalam masyarakat setempat. Kewenangan negara merupakan
kekuasaan yang di berikan oleh hukum kepada negara untuk mengurus,
mengatur dan mengawasi pengelolaan bahan galian sehingga di dalam
pengusahaan dan pemanfaatannya dapat menigkatkan objek kesejahteraan
masyarakat. Kewenangan negara in di lakukan oleh pemerintah.
penguasaan bahan galian tidak hanya menjadi monopoli pemerintah
semata-mata, tetapi juga diberikan hak kepada orang dan atau badan
hukum untuk mengusahakan bahan galian sehingga hubungan hukum
antara negara dengan orang atau badan hukum harus di atur sedemikian
rupa agar mereka dapat mengusahakan bahan galian secara optimal. Agar
16
H Salim NS. , Hukum Pertambangan di Indonesia, Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2005, hlm. 7.
19
orang atau badan hukum dapat mengusahakan bahan galian secara
optimal, pemerintah/pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota)
memberikan izin kuasa pertambangan, kontrak karya, perjanjian karya,
pengusahaan batu bara kepada orang atau badan hukum tersebut.17
.
a. Asas-asas Hukum Pertambangan
Menurut Undang-Undang Pertambangan Nomor 4 tahun 2009
tentang pertambangan Pasal 2, Pertambangan dan/atau dikelola
berasaskan :18
a) Manfaat, keadilan, dan keseimbangan ;
1. Asas manfaat
Asas ini merupakan salah satu tujuan dari ilmu hukum,
selain unsur keadilan dan keseimbangan. Hukum yang baik
merupakan hukum yang membawa kemanfaatan bagi
masyarakat. Menurut Bentham19
kemanfaatan dapat di
artikan sebagai kebahagian atau happiness. Baik buruknya
suatu hukum bergantung pada apakah hukum itu
memberikan kebahgiaan atau tidak bagi manusia. Hukum
yang baik adalah hukum yang dapat memberkan manfaat
pada setiap subjek hukum. Hukum sudah dapat di
kategorikan baik apabila mampu memberikan kebahagiaan
pada bagian terbesar dari masyarakat.
17
H Salim HS, ibid, hlm 8-9. 18
Undang-undang No 4 tahun 2009 tentang pertambangan pasal 2. 19
Bentham, dalam bukunya Fence M. Wantu, Idee Des Recht, Yogyakarta, Pusataka Pelajar, 2011, hlm 100.
20
2. Asas keadilan
Keadilan merupakan salah satu nilai dasar hidup manusia
dan merupakan masalah klasikyang tidak pernah
terpecahkan secara tuntas. Menurut Aristoteles,20
keadilan
menuntut supaya tiap-tiap perkara harus di timbang
tersendiri (ius suum cuique tribuere). Akan tetapi
kenyataannya kepentingan perseorangan dan kepentingan
golongan selalu bertentangan. Pertentangan ini selalu akan
menyebabkan pertikaian. Dengan demikian kehadiran
hukum dalam rangka untuk mempertahankan perdamaian
akibat munculnya pertentangan kepentingan.
3. Asas keseimbangan
Asas keseimbangan ini merupakan salah satu asas
terbentuknya kepastian hukum. Keseimbangan di sini
berarti tercapainya tujuan hukum yang sesuai dengan
kepentingan masyarakat. Disini bisa di tarik bahwa asas
keseimbangan merupakan factor terbentuknya suatu aturan
hukum.
b) Keberpihakan kepada kepentingan bangsa ;
Asas ini ada kaitannya dengan asas oportunitas, dimana dalam
asas tersebut lebih mementingkan kepentingan umum di
banding kepentingan golongan atau kepentingan pribadi.
20
Aristoteles, dalam bukunya Fence M. Wantu, Idee Des Recht, Yogyakarta, Pusataka Pelajar, 2011, hlm 88.
21
c) Partisipatif, Transparansi, dan Akuntabilitas
1. Asas partisipatif ini merupakan asas dimana para pihak
ikut serta dalam suatu pembentukan hukum dan
penegakan hukum itu sendiri.
2. Asas Transparansi merupakan asas yang memiliki sifat
transparan atau sifat keterbukaan. Dalam membuat suatu
aturan, asas ini sangatlah di perlukan untuk terbentuknya
subuah aturan tersebut.
3. Asas akuntabilitas bisa di katakana sebagai asas
pertanggungjawaban. Asas ini adalah salah satu asas yang
memiliki fungsi untuk terbentuknya Undang-Undang, di
mana dalam pembentukan sebuah Undang-Undang harus
di dasarkan atas tanggung jawab yang besar.
d) Berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Asas berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 merupakan
asas yang terbentuk karena adanya sebuah aturan tentang
lingkungan. Asas ini berdasarkan atas kebijakan pemerintah
dalam pembentukan Undang-Undang lingkungan hidup.
Undang-undang No.4 Tahun 2009, dari sisi muatan mengalami
perubahan yang cukup mendasar, termaksud di dalamnya dalam
pelaksanaan pengelolaan bahan galian yang mulai di tata dari awal, yaitu
dilakukan sejak penetapan sebuah kawasan menjadi wilayah pertambangan
22
di rancang sedemikian rupa dan terintegrasi dengan pengembangan
wilayah secara nasional.21
b. Jenis, Prosedur dan persyaratan Surat Izin Pertambangan
Daerah
a) Surat izin Pertambangan Daerah.
Pengusahaan pertambangan bahan galian golongan C termasuk
bahan galian industri hanya di laksankan setelah mendapat izin dari
yang berwenang. Jenis-jenis SIPD adalah : Eksplorasi, eksploitasi,
SIPD pengelolaan/pemurnian, penjualan, dan pengangkutan. SIPD
dapat di berikan kepada : perusahaan daerah, koperasi, Badan
Usaha Milik Negara, perorangan, perusahaan dengan modal milik
bersama antara negara/BUMN dengan Pemda TK 1 dan atau
Pemda TK II atau perusahaan Daerah, perusahaan dengan modal
bersama antara BUMN dan atau Pemda TK I/II/Pd dengan
koperasi, badan hukum swasta dan peorangan.22
b) Persyaratan Permohonan Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD)
1. Mengajukan permohonan tertulis kepada Gubernur dengan
melampirkan Rekomendasi dari Bupati/Walikota setempat
dimana penambangan akan di laksankan dan memberikan peta
lokasi Dimana penambangan akan di laksanakan;
21
Nandang Sudrajat, Teory dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum, Jakarta, pustaka yustitia, 2010, hlm 58. 22
Sukandarrumidi, Bahan Galian Industri, Jogjakarta, Gajah Mada University Press, cetakan ke-3, 2009, hlm 13.
23
2. Apabila persyaratan tersebut telah di penuhi, setelah
mempertimbangkan aspek-aspek tatguna tanah, hah-hak atas
tanah dan jaminan hukumnya di keluarkan izin prinsip oleh
Gubernur atau ejabat lain yang di tunjuk olehnya;
3. Oleh pemohon izin prinsip dan surat permohonan di sampaikan
kepada dinas pendapatan sekaligus membayar iuran tetap dan
iuran produksi sebesar 25% dari perkiraan produksi setahun
sebagai bayaran muka;
4. Berdasarkan bukti pembayaran dari Dinas pendapatan, oleh
pemohon di bawa kembali ke biro PPD untuk di teruskan ke
Gubernur sebagai bahan pertimbangan pengeluaran SIPD.
c) Prosedur Permohonan SIPD
1. Permohonan SIPD di ajukan kepada gubernur KDH tingkat 1
wilayah pengusahaan pertambangan dalam bentuk SIPD
maksimal 5 hektar/SIPD;
2. SIPD dengan luas melebihi 25 hektar hanya dapat di berikan
oleh Gubernur tingkat 1. Setelah mendapatkan persetujuan dari
menteri pertambangan dan energi Direktur DJPU,maksimal
1000 hektar untuk 1 jenis bahan galian;
3. Pemberian SIPD dengan luas maksimal 25.000 meter persegi
untuk pasir dan kerikil, 50.000 meter persegi untuk batu
gunung, koral, batu kali dan granit, 1.000 meter persegi untuk
tanah liat dapat di berikan oleh bupati/walikota;
24
4. Masa berlakunya SIPD maksimal 10 tahun dan dapat di
perpanjang maksimal 2 kali dan setiap kali perpanjangan, izin
usaha berlaku untuk jangka waktu 3 tahun;
5. Tarif tetap SIPD bahan galian Golongan C
1) SIPD Eksplorasi Rp2.500,00 – 1 hektar/tahun
2) SIPD Eksplorsi Rp5.000,00 – 1 hektar/tahun. 23
c. Pengawasan dan Pembinaan Usaha Pertambangan
Pengawasan dan pimbinaan pengusahaan pertambangan,
baik mencakup aspek teknis pertambangan maupun manajerial,
secara umum menjadi wewenang dan tanggung jawab Menteri
Pertambangan dan Energi. Menteri tersebut melaksanakan
wewenang eksklusif pemerintah untuk melaksanakan
kebijaksanaan di bidang pertambangan sesuai dengan Undang-
Undang dan peraturan yang berlaku. Direktur Direktorat Jendral
Pertambangan Umum dalam hal ini melaksanakan wewenang yang
di limpahkan oleh MPE untuk menjalankan pengawasan dan
pimbinaan terhadap pengusahaan pertambangan umum, kecuali
sebagian bahan galian golongan C yang telah dilimpahkan
pengelolaannya kepada pemerintah daerah tingkat 1.24
d. Otonomi Daerah
Otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintah Negara
Kesatuan Republik Indonesia telah membawa perubahan
23
Sukandarrumidi, ibid, hlm 13 dan 15. 24
Sukandarrumidi, Op. cit, hlm 12.
25
hubungan dengan kewenangan antara Pemerintah dan pemerintah
daerah , termaksud di dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Bahwa kualitas lingkungan hidup yang semakin
menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia
dan mahluk hidup lainnya sehingga perlu di lakukan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup.25
Di dalam Pasal 18 Undang-
Undang Dasar 1945 diatur tentang Pemerintahan Daerah26
, yaitu
pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan
bentuk susunan pemerintahannya di tetapkan dengan Undang-
Undang, dengan memandang dan mengingat dasar
permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak
asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa. Indonesia
akan di bagi dalam daerah provinsi dan provinsi akan di bagi lagi
menjadi daerah yang lebih kecil . daerah ini bersifat otonom atau
bersifat administrativ yang kesemuanya menurut aturan yang di
tetapkan dengan Undang-Undang.27
Pasal 18 UUD 1945 merupakan landasan dasar bagi
penyelenggaraan pemerintah daerah sebagaimana tertuang dalam
ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998, bahwa penyelenggaraan
otonomi daerah di laksanakan dengan memberikan kewenangan
yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara
25
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan Hidup. 26
undang-undang Dasar 1945 pasal 18 tentang Pemerintahan Daerah 27
Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, cetakan ke-1, 2004, hlm 41
26
proporsional yang di wujudkan dengan pengaturan, pembagian dam
pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta
penimbangan keuangan pusat dan daerah. 28
28
Yulis Tiena Masriana, Ibid , hlm 47.