bab ii tinjauan pustaka 2.1 parasetamol 2.1.1 uraian...

25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Uraian Kimia Parasetamol merupakan serbuk hablur, putih, tidak berbau dan rasa sedikit pahit. Parasetamol larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida (NaOH) 1 N, mudah larut dalam etanol. Parasetamol mempunyai berat molekul 151,16 (DITJEN POM, 1995). Struktur kimia parasetamol ditunjukkan pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Struktur parasetamol (http://id.wikipedia.org/wiki/Paracetamol) Parasetamol atau asetaminofen atau N-asetil-p-aminofenol (APAP) merupakan metabolit aktif fenasetin. Sejarah parasetamol berawal dari asetanilid yang merupakan anggota pertama golongan obat turunan p-aminofenol. Asetanilid diperkenalkan di bidang kedokteran pada tahun 1886 dengan nama antifebrin oleh Cahn dan Hepp, yang secara kebetulan menemukan kerja antipiretiknya. Namun asetanilid ternyata sangat toksik. Dalam usaha menemukan senyawa yang kurang toksik, p-aminofenol dicoba dengan keyakinan bahwa tubuh akan mengoksidasi asetanilid menjadi senyawa ini. Namun, toksisitasnya tidak berkurang, dan sejumlah turunan kimiawi p-aminofenol kemudian diuji. Salah satu dari Universitas Sumatera Utara

Upload: phamthien

Post on 05-Feb-2018

246 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Uraian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25641/3/Chapter II.pdf · dan interaksi antara obat dengan unsur-unsur atau senyawa

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Parasetamol

2.1.1 Uraian Kimia

Parasetamol merupakan serbuk hablur, putih, tidak berbau dan rasa sedikit

pahit. Parasetamol larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida

(NaOH) 1 N, mudah larut dalam etanol. Parasetamol mempunyai berat molekul

151,16 (DITJEN POM, 1995). Struktur kimia parasetamol ditunjukkan pada

Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur parasetamol (http://id.wikipedia.org/wiki/Paracetamol)

Parasetamol atau asetaminofen atau N-asetil-p-aminofenol (APAP)

merupakan metabolit aktif fenasetin. Sejarah parasetamol berawal dari asetanilid

yang merupakan anggota pertama golongan obat turunan p-aminofenol. Asetanilid

diperkenalkan di bidang kedokteran pada tahun 1886 dengan nama antifebrin oleh

Cahn dan Hepp, yang secara kebetulan menemukan kerja antipiretiknya. Namun

asetanilid ternyata sangat toksik. Dalam usaha menemukan senyawa yang kurang

toksik, p-aminofenol dicoba dengan keyakinan bahwa tubuh akan mengoksidasi

asetanilid menjadi senyawa ini. Namun, toksisitasnya tidak berkurang, dan

sejumlah turunan kimiawi p-aminofenol kemudian diuji. Salah satu dari

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Uraian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25641/3/Chapter II.pdf · dan interaksi antara obat dengan unsur-unsur atau senyawa

turunan tersebut yang lebih memuaskan adalah fenasetin atau asetofenetidin

(Goodman dan Gilman, 2007).

Fenasetin diperkenalkan ke dalam terapi pada tahun 1887 dan banyak

digunakan dalam campuran analgesik sampai diketahui fenasetin menyebabkan

nefropati akibat penyalahgunaan analgesik, akibatnya fenasetin tidak lagi tersedia

khususnya di Amerika Serikat. Akhirnya ditemukan pada tahun 1949 metabolit

aktif dari asetanilid dan fenasetin yaitu parasetamol yang relatif lebih aman

(Goodman dan Gilman, 2007).

2.1.2 Farmakokinetika

Parasetamol diabsorpsi dengan cepat dan hampir sempurna dalam saluran

cerna. Konsentrasi dalam plasma mencapai puncak dalam 30 sampai 60 menit,

waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam. Indeks terapi parasetamol berada di

antara 5-20 μg/ml. Parasetamol sedikit terikat dengan protein plasma dan sebagian

dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian parasetamol (80%)

dikonjugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam

sulfat, yang secara farmakologi tidak aktif (Katzung, 1997). Jalur metabolisme

parasetamol ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Kurang dari 5% parasetamol diekskresikan dalam bentuk tidak berubah.

Parasetamol mengalami metabolisme menghasilkan suatu metabolit minor tetapi

sangat aktif dan penting pada dosis besar yaitu NAPQI karena toksik terhadap hati

dan ginjal. Pada jumlah toksik atau adanya penyakit hati, waktu paruhnya

meningkat menjadi dua kali lipat atau lebih (Katzung, 1997).

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Uraian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25641/3/Chapter II.pdf · dan interaksi antara obat dengan unsur-unsur atau senyawa

Gambar 2.2 Skema yang menggambarkan jalur metabolisme parasetamol (dikutip dari Goodman dan Gilman, 2007)

2.1.3 Farmakodinamika

Parasetamol digunakan sebagai analgesik dan antipiretik. Meski pun efek

analgesik dan antipiretiknya setara dengan aspirin, parasetamol berbeda karena

efek antiinflamasinya hampir tidak ada. Parasetamol dapat digunakan untuk

pasien yang dikontraindikasikan menggunakan aspirin (misalnya pasien ulser

lambung) untuk penggunaan analgesik atau antipiretiknya (Katzung, 1997).

Efek analgesik parasetamol yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri

ringan sampai sedang, bagaimana mekanismenya belum diketahui secara pasti.

Parasetamol mengurangi produksi prostaglandin yaitu suatu senyawa pro-

inflamasi, tetapi parasetamol tidak mempunyai sifat antiinflamasi seperti halnya

aspirin. Sebagai antipiretik, parasetamol bekerja mengembalikan suhu tubuh

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Uraian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25641/3/Chapter II.pdf · dan interaksi antara obat dengan unsur-unsur atau senyawa

dalam keadaan demam menjadi normal dengan menghambat produksi

prostaglandin di susunan saraf pusat (Anonimd, 2008).

2.1.4 Toksisitas

Dosis lazim oral parasetamol adalah sebesar 325-1000 mg. Dosis total

harian tidak boleh melebihi 4000 mg. Pada dosis terapeutik, parasetamol biasanya

ditoleransi dengan baik. Kadang-kadang terjadi ruam kulit dan reaksi alergi lain.

Namun, jika dosis parasetamol melebihi dosis lazim akan terjadi efek merugikan

berupa nekrosis hati dan kemungkinan fatal serta tergantung pada dosis

(Goodman dan Gilman, 2007).

Pada orang dewasa, hepatotoksisitas terjadi setelah penggunaan

parasetamol dosis tunggal 10-15 g (150-250 mg/kg BB), dosis 20-25 g atau lebih

kemungkinan dapat menyebabkan kematian. Berbagai gejala yang terjadi selama

2 hari pertama pada keracunan parasetamol akut mungkin tidak menggambarkan

intoksikasi yang berpotensi menjadi serius. Mual, muntah, anoreksia dan nyeri

abdomen terjadi selama 24 jam pertama dan dapat bertahan selama seminggu atau

lebih. Indikasi klinis kerusakan hati akan tampak dalam 2 sampai 4 hari setelah

pemberian dosis toksik. Kadar enzim aminotransferase dan konsentrasi bilirubin

dalam plasma meningkat, serta terjadi pemanjangan masa protrombin

(Goodman dan Gilman, 2007).

Hepatotoksisitas parasetamol meningkat pada alkoholik kronis. Kerusakan

yang timbul berupa nekrosis sentrilobularis. Keracunan akut seperti ini biasanya

diobati secara simptomatik dan suportif, tetapi pemberian senyawa sulfhidril

tampaknya bermanfaat, yaitu dengan memperbaiki cadangan glutation hati.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Uraian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25641/3/Chapter II.pdf · dan interaksi antara obat dengan unsur-unsur atau senyawa

N-asetilsistein cukup efektif bila diberikan per oral 24 jam setelah minum dosis

toksik parasetamol (Wilmana, 1995).

2.2 Kafein

2.2.1 Uraian Kimia

Tiga senyawa metilxantin yang penting adalah teofilin, teobromin, dan

kafein, ketiganya merupakan alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan. Sejak dulu

ekstrak tumbuhan ini digunakan sebagai minuman. Kafein terdapat dalam kopi

dari biji Coffea sp, teh dari daun Thea sinensis mengandung kafein dan teofilin,

dan coklat dari biji Theobroma cacao mengandung kafein dan teobromin

(Sunaryo, 1995).

Teofilin merupakan 1,3-dimetilxantin, teobromin adalah 3,7-dimetilxantin,

dan kafein adalah 1,3,7-trimetilxantin. Turunan xantin bekerja merangsang

susunan saraf pusat dengan intensitas yang berbeda-beda, sehingga dapat dipilih

senyawa xantin yang tepat untuk tujuan terapi tertentu (Katzung, 1997).

Kafein, disebut juga tein berupa kristal putih, larut dalam air dengan

perbandingan 1:46. Kafein-Na benzoat dan kafein sitrat berupa senyawa berwarna

putih, rasa agak pahit, dan larut dalam air (Sunaryo, 1995). Struktur kafein

ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Struktur Kafein (http://id.wikipedia.org/wiki/Caffeine)

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Uraian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25641/3/Chapter II.pdf · dan interaksi antara obat dengan unsur-unsur atau senyawa

2.2.2 Farmakokinetika

Kafein diabsorpsi dengan cepat dan mendekati sempurna melalui saluran

ganstrointestinal dalam waktu 30-60 menit. Kafein didistribusikan secara merata

ke seluruh jaringan tubuh. Konsentrasi maksimum dalam plasma (tmax) dicapai

dalam waktu 1 jam dengan rentang 0,5-1,5 jam. Waktu paruh eliminasi sangat

bervariasi rata-rata 5 jam dengan rentang 2-12 jam (Donovan dan Devane, 2001).

Eliminasi kafein dari tubuh terjadi melalui metabolisme. Metabolisme

kafein sangat kompleks, paling sedikit ada 25 metabolit yang dihasilkan. Kafein

diekskresikan melalui urin dalam bentuk tidak berubah yaitu hanya 1-4% setelah

pemberian oral (Donovan dan Devane, 2001). Jalur utama eliminasi kafein

melalui reaksi demetilasi yang dikatalisis oleh enzim sitokrom P450 (CYP1A2)

menghasilkan paraxantin (1,7-dimetilxantin) sebanyak 80%, teobromin 10% dan

teofilin 4% (Anonima, 2005).

2.2.3 Farmakodinamika

Kafein bekerja sebagai stimulan sistem saraf pusat, sistem kardiovaskular,

dan pernapasan. Kafein merupakan antagonis kompetitif reseptor adenosin di otak

(Donovan dan Devane, 2001). Telah diketahui bahwa adenosin jika terikat ke

reseptor sel saraf akan menurunkan aktivitas sel saraf. Akibat kemiripan struktur

molekul kafein dengan struktur adenosin maka kafein dapat terikat pada reseptor

tersebut tetapi tidak memberi efek penurunan aktivitas sel saraf justru sebaliknya,

aktivitas sel saraf ditingkatkan. Kafein meningkatkan konsentrasi monoamin di

otak, termasuk dopamin dan serotonin pada striatum, serta peningkatan

norepinefrin di korteks frontal. Jika kondisi ini terus berlangsung, akan terjadi

beberapa efek, seperti denyut jantung, tekanan darah, dan aliran darah ke otot

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Uraian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25641/3/Chapter II.pdf · dan interaksi antara obat dengan unsur-unsur atau senyawa

meningkat, sementara itu aliran darah ke kulit dan organ dalaman akan menurun,

tetapi pelepasan glukosa oleh hati meningkat (Nurachman, 2004).

Kafein mempunyai efek kronotropik dan inotropik positif di jantung

dengan cara mengaktivasi reseptor ryanodine yang meningkatkan pembukaan

kanal rilis Ca2+, sehingga semakin banyak Ca2+ yang dilepaskan maka

kontraktilitas jantung semakin meningkat (White, 1990). Secara tidak langsung

kafein meningkatkan pelepasan epinefrin yang akan berikatan dengan

β-adrenoseptor di jantung sehingga meningkatkan kontraktilitas dan denyut

jantung. Kafein merangsang diuresis dengan cara meningkatkan laju filtrasi

glomerulus (LFG) dan menghambat reabsorpsi natrium dan air di tubular

ginjal (Katzung, 1997).

2.3 Interaksi Obat

Peristiwa perubahan efek yang dihasilkan oleh suatu obat dengan zat lain

jika diberikan bersamaan atau hampir bersamaan dapat menguntungkan atau

merugikan. Peristiwa ini lebih dikenal dengan istilah interaksi obat (drug

interaction). Interaksi obat dapat terjadi antara suatu obat dengan obat lain

(interaksi obat-obat), interaksi obat dengan makanan (interaksi obat-makanan),

dan interaksi antara obat dengan unsur-unsur atau senyawa kimia lainnya.

Interaksi obat melibatkan dua jenis obat yaitu obat objek (object drug) dan obat

presipitan (precipitant drug). Obat objek adalah obat yang aksi/efeknya

dipengaruhi atau diubah oleh obat lain, sedangkan obat presipitan adalah obat

yang mengubah aksi/efek obat lain (Sinaga, 2008).

Interaksi obat lebih banyak menghasilkan efek merugikan dibandingkan

yang menguntungkan. Penggunaan dua macam obat atau lebih yang disebut

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Uraian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25641/3/Chapter II.pdf · dan interaksi antara obat dengan unsur-unsur atau senyawa

dengan Polypharmacy atau Multiple Drug Therapy merupakan penyebab interaksi

obat. Swamedikasi atau pengobatan sendiri yang kini banyak dilakukan juga

sangat berpotensi menimbulkan interaksi obat. Pada prinsipnya interaksi obat

dapat menyebabkan dua hal penting. Yang pertama, interaksi obat mengurangi

atau bahkan menghilangkan khasiat obat, baik melalui penghambatan penyerapan

atau absorpsinya atau dengan mengganggu metabolisme atau distribusi obat

tersebut di dalam tubuh. Yang kedua, interaksi obat menyebabkan gangguan atau

masalah kesehatan yang serius, karena meningkatnya efek samping atau toksisitas

dari obat-obat tertentu (Sinaga, 2008).

Mekanisme interaksi obat beragam dan kompleks. Pada dasarnya dapat

digolongkan sebagai berikut:

a. interaksi farmasetika.

b. interaksi farmakokinetika.

c. interaksi farmakodinamika.

2.3.1 Interaksi Farmasetika

Interaksi Farmasetika ialah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada saat

obat diformulasikan atau disiapkan sebelum obat digunakan oleh pasien. Misalnya

interaksi antara obat dan larutan infus i.v (intravena) yang dicampur bersamaan

sehingga menyebabkan pengendapan.

Bentuk interaksi farmasetika yaitu:

a. interaksi secara fisik, misalnya terjadi perubahan kelarutan.

b. interaksi secara kimia, misalnya terbentuk endapan, terjadinya kekeruhan,

perubahan warna, dan pengeluaran gas.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Uraian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25641/3/Chapter II.pdf · dan interaksi antara obat dengan unsur-unsur atau senyawa

2.3.2 Interaksi Farmakokinetika

Interaksi farmakokinetika bisa terjadi pada level absorpsi, distribusi,

metabolisme, dan ekskresi. Mekanisme dalam interaksi ini mencakup perubahan

absorpsi pada gastrointestinal (level absorpsi), mengganggu ikatan dengan protein

plasma (level distribusi), perubahan metabolisme (induksi atau inhibisi) (level

metabolisme) dan perubahan ekskresi (level ekskresi).

a. perubahan absorbsi pada gastrointestinal

Perubahan absorbsi suatu obat oleh obat lain terjadi akibat:

i. perubahan motilitas gastrointestinal, contoh obat-obat antikolinergik dapat

menyebabkan penurunan motilitas gastrointestinal.

ii. gangguan pada sistem transpor, contoh makanan dapat menurunkan

absorpsi antibiotik seperti ampisilin.

iii. pembentukan suatu kompleks, contoh terbentuknya khelat dari Ca, Al, Mg

oleh tetrasiklin.

b. penggeseran atau penggantian ikatan dengan protein plasma

Suatu interaksi terjadi bila suatu obat (precipitant drug) menggeser atau

menggantikan obat lain (object drug) dari tempat ikatannya pada protein

plasma sehingga kadar obat yang bebas di dalam darah meningkat, akibatnya

efek obat objek bertambah. Contoh, walfarin menggeser ikatan tolbutamid

pada protein plasma sehingga kadar tolbutamid meningkat.

c. perubahan metabolisme

Metabolisme obat terutama terjadi di mikrosoma sel hati. Mikrosoma ini

sangat peka terhadap aksi obat sehingga produksi enzim bertambah atau

berkurang, perangsangan mikrosoma mengakibatkan aktivitas obat menurun

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Uraian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25641/3/Chapter II.pdf · dan interaksi antara obat dengan unsur-unsur atau senyawa

sedangkan penghambatan menyebabkan aktivitas obat meningkat. Contoh

obat pemacu enzim yaitu rifampisin, sedang penghambat aktivitas enzim

adalah simetidin, alopurinol.

d. perubahan ekskresi

Hal ini terjadi bila suatu obat mempengaruhi ekskresi obat lain melalui ginjal

sehingga terjadi perubahan aktivitas dan lama kerja obat. Contoh, interaksi

probenesid dengan penisilin melalui kompetisi sekresi tubuli ginjal, sehingga

proses sekresi penisilin terhambat dan kadar penisilin dipertahankan dalam

tubuh.

2.3.3 Interaksi Farmakodinamika

Interaksi ini terjadi bila suatu obat merubah kerja fisiologis obat lain baik

secara langsung maupun tidak langsung. Interaksi farmakodinamika secara

langsung terjadi jika dua obat memiliki aksi di tempat yang sama (antagonis atau

sinergis) atau memiliki aksi pada dua tempat berbeda yang hasil akhirnya sama:

a. interaksi yang menghasilkan kerja yang sama pada satu organ (sinergisme),

contoh, antihipertensi dan obat-obat yang menyebabkan hipotensi misalnya

antiangina dan vasodilator.

b. interaksi obat yang kerjanya saling bertentangan (antagonisme), contoh,

penurunan aksi walfarin oleh vitamin K.

Interaksi farmakodinamika tidak langsung, terjadi jika efek farmakologi

obat presipitan mengubah efek obat objek, tetapi tidak berkaitan dan tidak

berinteraksi secara langsung. Obat-obat tersebut bekerja secara independen pada

dua tempat terpisah. Contoh, jika suatu obat menyebabkan ulserasi

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Uraian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25641/3/Chapter II.pdf · dan interaksi antara obat dengan unsur-unsur atau senyawa

gastrointestinal, akan menyebabkan pendarahan pada pasien karena pemberian

antikoagulan, misalnya aspirin, indometasin atau NSAID lain (Muhlis, 2006).

2.4 Anatomi Hati

Hati adalah organ tubuh terbesar dan mempunyai fungsi yang sangat

kompleks. Berat rata-rata sekitar 1,5 kg atau 2,5% dari berat badan pada orang

dewasa normal. Dalam keadaan segar warnanya merah tua atau merah coklat,

warna tersebut terutama disebabkan oleh adanya darah yang amat banyak

(Lee, et al., 1997).

Hati tersusun oleh beberapa tipe sel, yaitu:

a. hepatosit

Sel-sel ini merupakan 70% dari semua sel di hati dan 90% dari berat hati total.

Hepatosit tersusun dalam unit-unit fungsional yang disebut asinus, atau

lobulus. Setiap lobulus memiliki sebuah vena sentral (vena terminalis) dan

traktus portal yang terletak di perifer.

b. sel duktus biliaris

Sel-sel duktus biliaris membentuk duktulus dalam traktus portal lobulus hati.

Duktulus dari lobulus-lobulus yang berdekatan menyatu menjadi duktus yang

berjalan menuju hilus hati, dengan ukuran dan garis tengahnya secara bertahap

membesar.

c. sel vaskular

Hati memiliki pendarahan ganda. Organ ini menerima darah melalui arteri

hepatika dan vena porta. Arteri hepatika dan vena porta masuk ke hati di porta

hepatis lalu bercabang menjadi pembuluh yang lebih halus berjalan sejajar

sampai mencapai traktus portal lobulus.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Uraian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25641/3/Chapter II.pdf · dan interaksi antara obat dengan unsur-unsur atau senyawa

Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi

menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak

terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh

ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Setiap lobus hati terbagi

menjadi struktur yang dinamakan lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan

fungsional organ (Price dan Wilson, 1994). Gambar anatomi hati ditunjukkan

pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Anatomi hati (Dikutip dari Lee, et al., 1997) Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng-

lempeng sel hati berbentuk kubus, tersusun rapi mengelilingi vena sentralis. Di

antara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang dinamakan sinusoid, yang

merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Sinusoid dibatasi oleh sel

fagositik atau sel Kupffer yang merupakan sistem monosit-makrofag, berfungsi

menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah (Price dan Wilson, 1994).

2.5 Anatomi Ginjal

Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk seperti

kacang dengan lekukan yang menghadap ke dalam. Sebagai bagian dari sistem

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Uraian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25641/3/Chapter II.pdf · dan interaksi antara obat dengan unsur-unsur atau senyawa

urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan

membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Pada orang dewasa, setiap

ginjal memiliki ukuran panjang sekitar 11 cm dan ketebalan 5 cm dengan berat

sekitar 150 g (Anonimf, 2009). Anatomi ginjal ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Anatomi ginjal (Dikutip dari Lee, et al., 1997)

Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau

abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan

limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut

kelenjar suprarenal). Ginjal bersifat retroperitoneal, yang berarti terletak di

belakang peritoneum yang melapisi rongga abdomen. Kedua ginjal terletak di

sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah

ginjal kiri untuk memberi tempat bagi hati. Kedua ginjal dibungkus oleh dua

lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam

goncangan. Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian yang lebih

dalam lagi disebut medula, dan yang paling dalam disebut pelvis. Pada bagian

medula ginjal manusia dapat pula dilihat adanya piramida yang merupakan

bukaan saluran pengumpul. Ginjal dibungkus oleh lapisan jaringan ikat longgar

yang disebut kapsula (Anonimf, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Uraian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25641/3/Chapter II.pdf · dan interaksi antara obat dengan unsur-unsur atau senyawa

Unit fungsional dasar ginjal adalah nefron yang berjumlah lebih dari satu

juta dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator

air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring

darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh.

Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan

dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil

akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin. Sebuah nefron terdiri dari sebuah

komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badan Malphigi) yang

dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus). Setiap korpuskula mengandung

gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang terdapat dalam kapsula

Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari arteri aferen. Dinding

kapiler glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah

disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori pada glomerulus dan kapsula

Bowman karena adanya tekanan darah yang mendorong plasma darah. Filtrat

yang dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring

akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen.

Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang

mengalirkan filtrat glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi

proksimal. Bagian selanjutnya adalah lengkung Henle yang bermuara pada

tubulus konvulasi distal.

Lengkung Henle diberi nama berdasarkan penemunya yaitu Friedrich

Gustav Jakob Henle di awal tahun 1860-an. Lengkung Henle menjaga gradien

osmotik dalam pertukaran lawan arus yang digunakan untuk filtrasi. Sebagian

besar air (97,7%) dalam filtrat masuk ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Uraian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25641/3/Chapter II.pdf · dan interaksi antara obat dengan unsur-unsur atau senyawa

kolektivus melalui osmosis. Cairan menjadi makin kental di sepanjang tubulus

dan saluran untuk membentuk urin, yang kemudian dibawa ke kandung kemih

melewati ureter (Anonimf, 2009).

2.6 Anatomi Jantung

Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskular. Ukuran

jantung kira-kira panjang 12 cm, lebar 8-9 cm dan tebal sekitar 6 cm. Berat

jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 g dan sedikit lebih besar dari

kepalan tangan. Jantung merupakan organ berongga yang berbentuk kerucut

tumpul (Damjanov, 1997).

Jantung terletak dalam mediastinum di rongga dada yaitu di antara kedua

paru-paru. Perikardium yang melapisi jantung terdiri dari dua lapisan, yaitu

lapisan dalam disebut perikardium viseralis dan lapisan luar disebut perikardium

parietalis. Kedua lapisan perikardium ini dipisahkan oleh sedikit cairan pelumas,

yang berfungsi mengurangi gesekan pada gerakan memompa dari jantung itu

sendiri. Perikardium parietalis melekat pada tulang dada di sebelah depan, dan

pada kolumna vertebralis di sebelah belakang, sedangkan ke bawah pada

diafragma. Perikardium viseralis langsung melekat pada permukaan jantung

(Price dan Wilson, 1994).

Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan (Price dan Wilson, 1994), yaitu:

a. endokardium merupakan lapisan endotel.

b. miokardium terdiri dari sel-sel otot.

c. epikardium merupakan lapisan terluar membentuk permukaan luar jantung.

Ada 4 (empat) ruangan dalam jantung yaitu atrium kanan, atrium kiri,

ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Di antara atrium kanan dan ventrikel kanan ada

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Uraian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25641/3/Chapter II.pdf · dan interaksi antara obat dengan unsur-unsur atau senyawa

katup yang memisahkan keduanya yaitu katup trikuspidalis, sedangkan pada

atrium kiri dan ventrikel kiri juga mempunyai katup yang disebut dengan katup

mitral. Kedua katup ini berfungsi sebagai pembatas yang dapat terbuka dan

tertutup pada saat darah masuk dari atrium ke ventrikel (Damjanov, 1997).

Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh. Otot-otot

jantung bergerak saat pemompaan jantung. Kedua atrium merupakan ruang

dengan dinding otot yang tipis karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh

atrium. Sebaliknya ventrikel mempunyai dinding otot yang tebal terutama

ventrikel kiri mempunyai lapisan tiga kali lebih tebal dari ventrikel kanan.

Sirkulasi darah ditubuh ada 2 (dua) macam yaitu sirkulasi paru dan

sirkulasi sistemis. Sirkulasi paru mulai dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis,

arteri besar dan kecil, kapiler lalu masuk ke paru, setelah dari paru keluar melalui

vena kecil, vena pulmonalis dan akhirnya kembali ke atrium kiri. Sirkulasi ini

mempunyai tekanan yang rendah kira-kira 15-20 mmHg pada arteri pulmonalis.

Sirkulasi sistemis dimulai dari ventrikel kiri ke aorta lalu arteri besar, arteri kecil,

arteriole lalu ke seluruh tubuh lalu ke venule, vena kecil, vena besar, vena kava

inferior, vena kava superior akhirnya kembali ke atrium kanan (Damjanov, 1997).

Gambar anatomi jantung ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Anatomi Jantung (Dikutip dari Lee, et al., 1997)

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Uraian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25641/3/Chapter II.pdf · dan interaksi antara obat dengan unsur-unsur atau senyawa

2.7 Gangguan Fungsi Hati akibat Toksikan

Kondisi toksisitas hati dipersulit oleh barbagai kerusakan hati dan

mekanisme yang menyebabkan kerusakan tersebut. Hati sering menjadi organ

sasaran zat toksikan karena sebagian besar toksikan memasuki tubuh melalui

sistem gastrointestinal dan setelah toksikan diserap lalu dibawa oleh vena porta ke

dalam hati. Hati mempunyai kadar enzim yang tinggi untuk memetabolisme

xenobiotik (terutama sitokrom P-450), yang membuat sebagian besar toksikan

menjadi kurang toksik dan lebih mudah larut dalam air sehigga mudah

diekskresikan (Lu, 1994).

Jenis-jenis kerusakan hati yang disebabkan oleh toksikan (Lu, 1994) yaitu:

a. steatosis (perlemakan hati)

Steatosis atau perlemakan hati yaitu jika hati mengandung berat lipid lebih

dari 5%, sehingga terjadi lesi yang bersifat akut maupun kronik. Contoh,

tetrasiklin yang menyebabkan banyak butiran lemak kecil dalam suatu sel dan

etanol menyebabkan butiran lemak besar sehingga menggantikan inti pada sel.

b. nekrosis

Nekrosis hati adalah kematian hepatosit. Nekrosis dapat bersifat fokal (sentral,

pertengahan, atau perifer) atau masif, dan biasanya nekrosis merupakan

kerusakan akut. Beberapa zat kimia telah dibuktikan atau dilaporkan sebagai

penyebab nekrosis hati. Nekrosis hati merupakan suatu manifestasi toksik

yang berbahaya, tetapi tidak selalu kritis karena mempunyai kapasitas yang

luar biasa untuk pertumbuhan kembali. Contoh penyebab nekrosis hati yaitu

karbon tetraklorida (CCl4), kloroform, tetrakloroetan, isoniazid, dan

parasetamol.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Uraian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25641/3/Chapter II.pdf · dan interaksi antara obat dengan unsur-unsur atau senyawa

c. sirosis

Sirosis ditandai oleh adanya septa kolagen yang tersebar di sebagian besar

hati. Kumpulan hepatosit muncul sabagai nodul yang dipisahkan oleh lapisan

berserat. Pada sebagian besar kasus, sirosis disebabkan nekrosis sel tunggal

karena kurangnya mekanisme perbaikan sehingga terjadi aktivitas fibroblastik

dan pembentukan jaringan parut. Penyebab sirosis yang paling penting adalah

penggunaan kronis alkohol

d. kolestasis

Kolestasis bersifat akut dan lebih jarang ditemukan dibandingkan steatosis dan

nekrosis. Kolestasis ditandai dengan berkurangnya aktivitas ekskresi empedu

pada membran kanalikulus. Contoh penyebabnya yaitu ANIT (α-

naftilisosianat), klorpromazin, dan eritromisin laktobionat.

e. karsinogenesis

Karsinoma hepatoseluler dan kolangiokarsinoma adalah jenis neoplasma

ganas yang paling umum pada hati. Jenis kanker lain yaitu angiosarkoma,

karsinoma kelenjar, karsinoma trabekular, dan karsinoma sel hati yang tidak

berdiferensiasi. Contoh penyebab karsinogenesis seperti vinil klorida,

aflatoksin, dan dioksin.

f. hepatitis yang mirip hepatitis virus

Obat-obat tertentu mengakibatkan suatu sindroma klinis yang tidak dapat

dibedakan dari hepatitis virus. Mekanismenya dapat melalui reaksi

hipersensitivitas atau melalui kelainan metabolisme. Contoh halotan, fenitoin,

dan iproniazid.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Uraian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25641/3/Chapter II.pdf · dan interaksi antara obat dengan unsur-unsur atau senyawa

2.8 Gangguan Fungsi Ginjal akibat Toksikan

Kelompok utama nefrotoksikan adalah logam berat, antibiotik, analgesik,

dan hidrokarbon berhalogenasi tertentu. Semua bagian nefron secara potensial

dapat dirusak oleh toksikan. Efeknya bervariasi mulai dari satu perubahan

biokimia atau lebih sampai kematian sel, dan efek ini dapat muncul sebagai

perubahan kecil pada fungsi ginjal atau gagal ginjal total (Lu, 1994) sebagai

berikut:

a. efek pada glomerulus

Antibiotik puromisin dapat meningkatkan permeabilitas glomerulus

terhadap protein seperti albumin. Sebaliknya, antibiotik aminoglikosid seperti

gentamisin dan kanamisin mengurangi filtrasi glomerulus selain mempengaruhi

tubulus ginjal.

b. efek pada tubulus proksimal

Kadar toksikan pada tubulus proksimal sering lebih tinggi disebabkan

karena terjadinya absorpsi dan sekresi aktif di tubulus proksimal serta kadar

sitokrom P450 pada tubulus proksimal lebih tinggi untuk mendetoksifikasi atau

mengaktifkan toksikan, sehingga sering merupakan sasaran efek toksik. Logam

berat seperti merkuri, kromium, kadmium, dan timbal dapat mengubah fungsi

tubulus yang ditandai dengan glikosuria, aminoasiduria, dan poliuria. Pada dosis

yang lebih tinggi, logam berat menyebabkan kematian sel.

Banyak antibiotik seperti streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin,

dan amfoterisin-B disekresi oleh tubulus proksimal yang menyebabkan perubahan

beberapa fungsi tubulus. Diantaranya ada yang mengubah komposisi fosfolipid

membran, permeabilitas, aktivitas Na+-K+-ATPase, aktivitas adenilat siklase, dan

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Uraian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25641/3/Chapter II.pdf · dan interaksi antara obat dengan unsur-unsur atau senyawa

transpor K+, Ca2+, dan Mg2+. Sefaloridin tidak disekresikan dari tubulus

proksimal, tetapi dikumpulkan di dalam sel sehingga menyebabkan kerusakan.

Hidrokarbon berhalogen seperti karbon tetraklorida dan kloroform

menyebabkan efek toksik terhadap ginjal terutama pada tubulus proksimal.

Heksaklorobutadien terutama merusak pars rekta tubulus proksimal sehingga

kemampuan memekatkan urin berkurang.

c. beberapa tempat lain

Tetrasiklin dan amfoterisin-B mempengaruhi tubulus distal dengan cara

menurunkan keasaman urin. Seperti diketahui bahwa salah satu fungsi tubulus

distal adalah mensekresi H+. Metoksifluran diketahui bersifat nefrotoksik dan

menyebabkan payah ginjal. Metoksifluran mengalami biotransformasi menjadi

fluorida dan oksalat anorganik. Ion fluor bertindak pada beberapa bagian nefron

untuk mengurangi reabsorpsi air. Pertama, fluor mengganggu kemampuan tubulus

proksimal menyerap kembali air, dan kedua menghambat pembuangan ion pada

bagian lengkung Henle, sehingga mengurangi osmolaritas interstisium, dan

menurunkan reabsorpsi air.

Analgesik yang mengandung aspirin dan fenasetin juga menyebabkan

payah ginjal kronis, akibat efek toksiknya terutama pada medula. Metabolit

sulfapiridin dan glikol mempengaruhi ginjal dengan menginduksi penyumbatan

tubulus. Penisilin dan sulfonamida telah dilaporkan sebagai penyebab feritis

radang interstisial pada manusia.

2.9 Gangguan Fungsi Jantung akibat Toksikan

Berbagai gangguan fungsi jantung yang diakibatkan oleh toksikan

(Lu, 1994) antara lain:

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Uraian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25641/3/Chapter II.pdf · dan interaksi antara obat dengan unsur-unsur atau senyawa

a. kardiomiopati

Kobalt dalam bir sebagai suatu stabilisator busa telah ditemukan

menyebabkan beberapa kasus kardiomiopati yang berbahaya dan fatal.

Toksisitas kobalt pada jantung diperparah jika penderita malnutrisi,

terutama kekurangan asam amino tertentu. Ion kobalt menekan

pengambilan oksigen dan mengganggu metabolisme energi jantung dalam

siklus asam trikarboksilat seperti yang terjadi pada defisiensi tiamin.

Isoproterenol, hidralazin dan diazoksid mampu menginduksi nekrosis

miokardium. Isoproterenol mempunyai efek adrenergik langsung,

sedangkan hidralazin dan diazoksid menunjukkan efek adrenergik lewat

hipotensi yang diinduksinya. Efek ini menyebabkan meningkatnya

pemasukan kalsium transmembran sehingga terjadi peningkatan laju dan

kekuatan kontraksi. Efek obat tersebut berakibat hipoksia jantung.

Hipoksia dan endapan kalsium dalam mitokondria menyebabkan

disintegrasi organel dan sarkolema.

b. gangguan pada sistem asam nukleat

Antibiotik antrasiklin seperti doksorubisin dan daunorubisin dapat

menyebabkan hipotensi, takikardia, dan atrofi sel otot jantung serta edema

interstisial dan fibrosis karena antibiotik antrasiklin berikatan dengan

DNA dan mitokondria sehingga mengganggu sintesis RNA dan protein.

c. aritmia

Beberapa fluorokarbon dapat menyebabkan aritmia jantung. Efek ini

diperantarai oleh sensitisasi jantung terhadap epinefrin, depresi

kontraktilitas, penurunan aliran darah koroner, dan peningkatan refleks

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Uraian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25641/3/Chapter II.pdf · dan interaksi antara obat dengan unsur-unsur atau senyawa

impuls simpatik dan vagus dalam jantung setelah iritasi mukosa pada

saluran napas.

d. depresi miokardium

Antibiotik aminoglikosid seperti neomisin dan streptomisin menyebabkan

hipotensi melalui depresi kontraktilitas jantung dengan cara menghambat

sebagian Ca2+ yang terikat pada membran luar.

2.10 Pemeriksaan Biokimia Hati

Jenis-jenis pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui kelainan atau

kerusakan hati (Lu, 1994) antara lain:

a. pemeriksaan patologi makroskopik

Toksisitas pada hati seperti steatosis atau perlemakan hati dan sirosis dapat

ditunjukkan dari warna dan penampilan hati. Berat organ hati juga merupakan

petunjuk yang sangat peka terhadap kerusakan hati. Meski suatu efek tidak

selalu menunjukkan toksisitas, pada kasus tertentu peningkatan berat hati

merupakan kriteria paling peka sebagai petunjuk toksisitas.

b. pemeriksaan mikroskopik

Berbagai jenis kelainan histologi seperti perlemakan, nekrosis, sirosis, nodul

hiperplastik, dan neoplasia dapat dideteksi dengan pengamatan di bawah

mikroskop cahaya. Dengan mikroskop elektron akan dapat mendeteksi

perubahan dalam berbagai struktur subsel.

c. uji biokimia hati

Beberapa enzim serum digunakan sebagai indikator kerusakan hati. Bila

terjadi kerusakan hati, enzim ini dilepaskan ke dalam darah dari sitosol dan

organel subsel, seperti mitokondria, lisosom, dan nukleus.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Uraian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25641/3/Chapter II.pdf · dan interaksi antara obat dengan unsur-unsur atau senyawa

Beberapa uji pemeriksaan biokimia hati yang sering dilakukan meliputi

serum transaminase, LDH (lactat dehidrogenase), alkalin fosfatase, GGT (γ-

glutamil transferase), bilirubin serum, asam empedu, alfa feto protein, albumin,

dan globulin serum (Sadikin, 2002).

Transaminase merupakan sekelompok enzim, yang berperan sebagai

katalisator dalam pemindahan gugus amino antara suatu asam α-amino dengan

suatu α -keton. Enzim ini terdiri dari Aspartat aminotransferase (AST) dan Alanin

aminotransferase (ALT). AST terdapat dalam semua jaringan tubuh, terutama di

hati, dan dalam jumlah lebih kecil di ginjal dan otot rangka. Sebagian besar AST

terikat pada organel sel dan hanya sedikit terdapat di sitoplasma.

Bila kerusakan sel-sel hati sebagian besar mengenai membran sel, maka

kenaikan ALT lebih menonjol dan bila kerusakan sel hati terutama mengenai

organel sel, maka kenaikan AST lebih menonjol. Walaupun ALT lebih khas untuk

penyakit hati dibandingkan AST, tetapi kedua enzim ini sering digunakan

bersama-sama untuk mengevaluasi kelainan hati. Peningkatan aktivitas enzim

transaminase merupakan petunjuk yang paling peka telah terjadinya nekrosis sel-

sel hati, karena peningkatannya terjadi paling awal dan paling akhir kembali ke

kondisi normal dibandingkan uji yang lain (Afifah, 1991).

Pada orang dewasa normal, kadar AST berkisar 5-40 IU/L sedangkan pada

tikus berkisar 77-157 IU/L. Kadar ALT pada orang dewasa normal sekitar 5-35

IU/L, sedangkan pada tikus berkisar 24-53 IU/L. Pada kerusakan membran sel

hati kenaikan ALT lebih menonjol dibanding kadar AST (Suckow, et al., 2006).

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Uraian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25641/3/Chapter II.pdf · dan interaksi antara obat dengan unsur-unsur atau senyawa

2.11 Pemeriksaan Biokimia Ginjal

Pemeriksaan kimia darah untuk mengetahui adanya kerusakan ginjal

dapat dilakukan dengan menentukan parameter-parameter (Sutedjo, 2006) seperti:

a. asam urat

Kadar asam urat dapat memberikan informasi adanya gangguan pada ginjal

atau tidak.

b. kreatinin

Pemeriksaan kreatinin serum berguna untuk mengevaluasi fungsi glomerulus.

Peningkatan kreatinin dalam darah menunjukkan penurunan fungsi ginjal.

c. kreatinin clearance

Kreatinin clearance dimaksudkan adalah mengukur kreatinin dalam darah

yang diekskresikan dalam kurun waktu untuk mengukur fungsi ginjal. Jika

clearance menurun berarti konsentrasi kreatinin dalam darah naik.

d. BUN (Blood Urea Nitrogen)

Blood Urea Nitrogen merupakan produk akhir metabolisme protein yang

dibentuk oleh hati dan tidak mengalami perubahan molekul setelah berada

dalam ginjal. Konsentrasi nitrogen urea dalam darah dapat digunakan untuk

menentukan fungsi ginjal.

e. asam fosfatase

Pemeriksaan ini terutama ditujukan untuk mengukur keberadaan dan luasnya

penyebaran karsinoma prostat.

f. ureum

Ureum adalah hasil metabolisme asam amino di dalam hati. Kadar ureum juga

dapat memberi informasi normal atau tidaknya organ ginjal.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Uraian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25641/3/Chapter II.pdf · dan interaksi antara obat dengan unsur-unsur atau senyawa

2.12 Pemeriksaan Biokimia Jantung

Pemeriksaan kimia darah/serum untuk mengidentifikasi penyakit jantung

(Sutedjo, 2006) dapat diketahui dari:

a. CPK (Creatin Phospho Kinase)

Peningkatan CPK merupakan indikator adanya kerusakan miokardium.

b. CKMB (Creatinkinase Label M dan B)

CKMB adalah jenis enzim yang terdapat pada berbagai jaringan terutama otot

rangka, miokardium, dan otak. Peningkatan kadar enzim dalam serum

merupakan indikator terpercaya adanya kerusakan jaringan pada jantung.

c. LDH (Lactat Dehidrogenase)

LDH adalah enzim yang melepas hidrogen dari suatu zat dan menjadi

katalisator proses konversi laktat menjadi piruvat. Enzim ini tersebar luas pada

jaringan terutama ginjal, rangka, hati, dan miokardium. Peningkatan LDH

merupakan pertanda telah terjadinya kerusakan jaringan.

d. troponin

Peningkatan troponin menjadi pertanda positif adanya cedera sel miokardium

dan potensi terjadinya angina.

e. AST (Aspartat aminotransferase)

Enzim ini berada pada serum dan jaringan terutama di hati dan jantung. Rilis

enzim yang tinggi ke dalam serum menunjukkan adanya kerusakan terutama

pada jaringan jantung dan hati.

f. HBDH (Alfa Hydroxygutiric Dehidrogenase)

HBDH merupakan enzim non-spesifik untuk diagnostik infarksi miokardium.

Peningkatan HBDH juga menunjukkan peningkatan LDH.

Universitas Sumatera Utara