bab ii tinjauan pustaka 2.1 nira aren - sinta.unud.ac.id · 2.1.5 bakteri asam laktat dalam nira...

31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nira Aren Tanaman aren (Arenga pinnata MERR.) merupakan tanaman biji tertutup (Angiospermae) yaitu biji buahnya terbungkus daging buah. Tanaman aren ini termasuk suku pinang-pinangan (Aracaceae). Tanaman aren banyak terdapat mulai dari pantai timur India sampai ke daerah Asia Tenggara. Indonesia merupakan daerah terbesar produksi tanaman aren di dunia. Hampir 60% pohon aren di dunia terdapat di Indonesia dan tersebar hampir di seluruh wilayah nusantara yakni di Sulawesi, Maluku, Papua, dan Sumatera (Sunanto, 1992). Sulawesi Utara merupakan salah satu daerah produksi tanaman aren yang cukup besar. Gambar 2.1 Pohon Aren (Arenga pinnata. MERR)

Upload: others

Post on 18-Sep-2019

47 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nira Aren

Tanaman aren (Arenga pinnata MERR.) merupakan tanaman biji tertutup

(Angiospermae) yaitu biji buahnya terbungkus daging buah. Tanaman aren ini

termasuk suku pinang-pinangan (Aracaceae). Tanaman aren banyak terdapat

mulai dari pantai timur India sampai ke daerah Asia Tenggara. Indonesia

merupakan daerah terbesar produksi tanaman aren di dunia. Hampir 60% pohon

aren di dunia terdapat di Indonesia dan tersebar hampir di seluruh wilayah

nusantara yakni di Sulawesi, Maluku, Papua, dan Sumatera (Sunanto, 1992).

Sulawesi Utara merupakan salah satu daerah produksi tanaman aren yang cukup

besar.

Gambar 2.1Pohon Aren (Arenga pinnata. MERR)

Pohon aren (Gambar 2.1) umumnya ditemukan tumbuh secara liar (tidak

ditanam orang) dan hampir semua bagian dari pohon ini dapat dimanfaatkan, serta

memiliki nilai ekonomis tinggi mulai dari bagian-bagian fisik pohon maupun dari

hasil-hasil produksinya (Baharuddin et al., 2008). Pohon aren atau enau/seho

tumbuh mencapai ketinggian hingga 20 meter dengan garis tengah batang

mencapai 65 cm. Batang aren dibungkus oleh pelepah daun dan ijuk yang melekat

pada pangkal pelepah. Ijuk dapat dipanen setelah tanaman berumur 4 tahun dan

terus dipanen hingga 8-10 tahun, tergantung jenis dan pertumbuhan tanaman.

Batang berkulit keras yang membungkus jaringan gabus yang mengandung pati.

Kandungan pati mencapai maksimum sebelum tanaman berbunga dan menurun

drastis ketika tanaman disadap (Pribadi, 2009). Bagian bunga betina akan masak

dalam 1-3 tahun, bunga betina yang masih muda dapat diolah menjadi kolang-

kaling, dalam satu tandan buah aren masak tidak serempak. Bunga betina

menggandung 2-3 biji dengan kulit yang keras. Jumlah bunga betina berkisar 5-8

ribu biji pertandan. Nira diperoleh dari tangkai bunga jantan yang disadap ketika

tanaman aren berumur lima tahun, puncak produksi nira aren terjadi pada saat

tanaman aren berumur 15-20 tahun.

Proses penyadapan nira biasanya ditampung dalam bumbung (batang

bambu sepanjang satu meter), dan proses penampungan nira dapat berlangsung

hingga tiga bulan terus menerus tanpa henti. Setiap pohon dapat menghasilkan 10-

20 liter nira per hari dengan dua kali penyadapan yaitu waktu pagi dan sore hari

(Burhanuddin, 2005; Duryatmo dan Helmina, 2007). Nira aren dalam keadaan

segar berasa manis, berbau khas nira dan tidak berwarna. Nira yang baru menetes

dari tandan bunga mempunyai pH + 7, akan tetapi pengaruh keadaan sekitarnya

menyebabkan nira mudah terkontaminasi dan mengalami fermentasi secara alami

sehingga berubah menjadi asam (Lempang dan Mangopang, 2012). Kandungan

gula yang tinggi dalam nira aren memungkinkan nira aren dijadikan sebagai bahan

baku pembuatan gula aren. Selain itu juga nira aren bila didestilasi dapat

dikembangkan menjadi sumber biofuel (ethanol). Nira aren juga diolah secara

tradisional menjadi minuman beralkohol tinggi yang disebut “cap tikus”

(Tangkuman et al., 2010).

2.1.1 Komposisi kimia nira aren

Kandungan sukrosa nira aren lebih besar jika dibandingkan kandungan

sukrosa dari nira tebu dan nira siwalan. Hasil analisis komposisi kimia aren segar

asal Kabupaten Maros Propinsi Sulawesi Selatan dan Kota Tomohon Provinsi

Sulawesi Utara disajikan pada Tabel 2.1.

Nira aren mengandung beberapa zat gizi antara lain karbohidrat, protein,

lemak dan mineral. Rasa manis dari nira aren disebabkan kandungan karbohidrat

totalnya mencapai 11,28%. Komposisi nira aren tergantung pada letak daerah,

umur pohon dan umur tangkai bunga yang disadap (Sunanto, 1992). Tabel 2.2

menunjukkan komposisi kandungan nira pada beberapa jenis tanaman palma.

Table 2.1Komposisi kimia nira aren asal kabupaten Maros dan kota Tomohon

Komponen Kabupatern Maros(%)

Kota Tomohon(%)

Karbohidrat- Glukosa- Fruktosa- Sukrosa

11,83,617,48NA

NANANA

13,9 – 14,9Protein 0,28 0,20Lemak Kasar 0,01 0,02Abu- Kalsium - Fosfor

0,350,060,07

0,04NANA

Vitamin C 0,01 NAAir 89,23 84,84*NA: not availableSumber : Rumokoy (1990), Pontoh (2007)

.

Tabel 2.2

Komposisi nira berbagai jenis tanaman palma

Jenis TanamanPalma

Kadar Air(%)

Kadar Gula(%)

KadarProtein

(%)

KadarLemak

(%)

KadarAbu(%)

Aren 88,44 11,28 0,23 0,02 0,03

Lontar 88,78 10,82 0,28 0,02 0,10

Nipah 86,30 13,04 0,21 0,02 0,43

Kelapa 88,40 10,63 0,42 0,17 0,38

Sumber : Sunanto (1992).

2.1.2 Pemanfaatan nira aren

Nira aren adalah cairan yang mudah mengalami kerusakan, penyebab

utama rusaknya nira adalah akibat kontaminasi oleh mikroorganisme. Jenis

mikroorganisme yang mengkontaminasi nira aren adalah khamir dan bakteri.

Bakteri yang mengkontaminasi nira aren adalah Saccharomyces sp. dan

Acetobacter sp., nira yang telah terkontaminasi oleh mikroorganisme, akan

mengalami proses fermentasi atau perombakan terhadap senyawa-senyawa

penyusunnya. Proses fermentasi ini melibatkan sukrosa yang terdapat dalam nira

yang akan berubah menjadi alkohol dan selanjutnya berubah menjadi asam

(Firdaus dan Sinda, 2003).

Produk pangan yang paling banyak dihasilkan dari bahan baku nira aren

adalah gula aren, cuka, dan alkohol. Adanya kemajuan teknologi saat ini

memungkinkan pengolahan nira aren menjadi bioethanol, pengolahan gula kristal

dan sebagai pengembang dalam bahan pangan. Efektifitas nira aren sebagai bahan

pengembang makanan lebih diperuntukkan dalam pembuatan kue, karena hanya

memerlukan pengembang dalam jumlah yang sedikit, untuk penggunaan nira aren

dalam pembuatan roti, belum dapat maksimal seperti penggunaan ragi yang dijual

di pasaran (Lempang dan Mangopang, 2012).

2.1.3 Fermentasi nira aren

Reaksi pertama yang terjadi pada nira adalah inversi sukrosa oleh enzim

yang terdapat dalam nira. Pada reaksi yang kedua glukosa dan fruktosa hasil

inversi difermentasi menjadi etanol, dan pada reaksi ketiga terjadi oksidasi etanol

oleh bakteri A. aceti menjadi asam asetat. Peristiwa inversi tersebut terjadi karena

sukrosa terhidrolisa menjadi D-glukosa dan D-fruktosa, hal ini disebabkan oleh

aktivitas enzim fruktoforanosidase (-h-fruktosidase, invertase) yang dihasilkan

mikroba. Jika terjadi fermentasi lanjut maka kadar gula akan menurun, kadar

alkohol meningkat kemudian terjadi peningkatan kadar asam sehingga pH

cenderung turun (IPBlink, 2013).

Asam piruvat yang dihasilkan dari proses fermentasi pertama dapat

dipecah menjadi alkohol, asam laktat, asam butirat, asam propionat, dan asam

asetat tergantung pada jenis bakteri yang berperan di dalamnya. Bakteri asam

laktat umumnya menghasilkan sejumlah besar asam laktat dari fermentasi substrat

berkarbohidrat melalui jalur glikolisis (Buckle et al., 2009).

Reaksi kimia yang terjadi dalam proses fermentasi nira adalah sebagai

berikut :

C12H22O11 + H2O C6H12O6 + C6H12O6 (1)

Sukrosa Air (invertasi) Glukosa Fruktosa

Apabila pH nira turun (asam) atau terdapat enzim invertase yang berasal dari

mikroorganisme, maka akan terjadi inversi sukrosa menjadi glukosa/fruktosa.

C6H12O6 2 C5H5OH + 2 CO2 (2)

Glukosa /Sukrosa etil alkohol karbondioksida

Pada reaksi ini terjadi proses fermentasi yang menghasilkan akohol dan

dilepaskannya CO2.

C5H5OH + O2 CH3COOH + H2O (3)

etil alkohol asam asetat

Pada reaksi ini terjadi penguraian alkohol menjadi asam asetat, apabila

terjadi oksidasi atau adanya aktivitas Acetobacter sp. Perubahan atau reaksi (1)

sampai (2) merupakan kegiatan mikroorganisme (ragi) Saccharomyces sp.

Sedangkan (C2H2O5) dari proses (2) sampai reaksi (3) merupakan kegiatan bakteri

Acetobacter sp. (Wibowo, 2006).

2.1.4 Mikroba dalam nira aren

Mikroba yang alami terdapat dalam nira aren adalah khamir dan bakteri,

jenis khamir dari genus Saccharomyses sp. yakni Saccharomyses cerivisae telah

dikenal sebagai mikroorganisme yang dapat memfermentasi gula (glukosa) dan

mengubahnya menjadi alkohol dan CO2 (Soeseno, 1992 ; Budiyanto, 2004 ).

Nira aren di Sulawesi Utara dijadikan minuman keras dengan sebutan Cap

Tikus, nira aren juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioethanol.

Bioethanol yang dihasilkan dari proses produksi di daerah Minahasa Selatan

berkadar etanol 35% yang diperoleh dari 9 liter nira. Industri farmasi dan

kosmetik memerlukan etanol berkadar 99,6%. Menurut penelitian yang dilakukan

1 liter bioethanol 99,6% menghabiskan 15 liter nira aren (Pribadi, 2009).

Penelitian Muharani (2011), menunjukkan kemajuan pemanfaatan nira

aren ke arah bioteknologi dengan memanfaatkan mikroba yang terkandung dalam

nira aren sebagai minuman probiotik. Penelitian yang dilakukan mencakup

berbagai jenis nira antara lain nira aren, nira tebu dan nira kelapa. Total bakteri

probiotik yang diperoleh pada nira aren sebesar 45,35 x 1013 CFU/ml, sedangkan

pada nira tebu 34,50 x 1013CFU/ml dan nira kelapa sebesar 4,29 x 1013 CFU/ml.

James dan Chen (1985) menyatakan bahwa nira memiliki kandungan gula

yang tidak cukup untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme, bahkan

merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Cahyaningsih

(2006) melakukan isolasi mikroorganisme pada beberapa waktu fermentasi nira

lontar (Tabel 2.3). Berdasarkan data ini maka dapat dinyatakan bahwa bakteri

asam laktat (BAL) merupakan mikroorganisme awal yang bertanggung jawab

dalam fermentasi awal nira.

Tabel 2.3

Mikroorganisme dari nira lontar pada berbagai waktu fermentasi

Waktufermentasi

(jam)

Nilai pH Jenis Mikroorganisme Total BAL(CFU/ml)

0 6,5 Khamir dan BAL 3,6 x 102

6 5,3 Bacillus, khamir dan BAL 6,8 x 107

12 4,8 Bacillus, khamir dan BAL 6,4 x 105

24 4,1 Bacillus, khamir dan BAL 7,1 x 103

36 3,6 Bacillus dan khamir NA48 3,6 Bacillus dan khamir NA

Sumber : Cahyaningsih (2006)

2.1.5 Bakteri asam laktat dalam nira aren

Kehadiran BAL di dalam fermentasi nira berlangsung selama 24 jam.

Setelah itu mikroorganisme yang tetap bertahan adalah khamir dan Bacillus.

Kehadiran BAL dalam proses fermentasi nira tidak diharapkan karena hasil

metabolisme BAL akan menyebabkan produk yang dihasilkan berasa asam

khususnya dalam pengolahan sari nira dan alkohol (Jay et al., 2005). Jenis bakteri

yang ditemukan pada nira antara lain genus Lactobacillus, Acetobacter, Sarcina,

Streptococcus, Leuconostoc, Bacillus, Eymomonsa, Brevibacterium, Micrococcus,

Serratia, Corynebacterium, Pediococcus dan Klebsiella (Frazier dan Westhoff,

1958).

Bakteri asam laktat yang teridentifikasi dalam penelitian Pinaria (2010)

(belum dipublikasikan), menghasilkan dua jenis bakteri asam laktat yakni

golongan Lactobacillus spp., Leuconostoc spp., dan Leu. mesenteriodes. Jenis

bakteri asam laktat yang teridentifikasi dalam penelitian ini mendukung penelitian

yang dilakukan Muharani (2011), yang berhasil mengisolasi potensi bakteri

probiotik dari nira aren yang memiliki total bakteri probiotik sebesar 45,35 x 1013

CFU/ml.

(1). Lactobacillus spp.

Lactobacillus spp. merupakan golongan bakteri asam laktat yang sering

dijumpai pada makanan fermentasi. Produk olahan, ikan, daging, susu dan buah-

buahan. Sejauh ini telah diketahui bahwa keberadaan bakteri ini tidak bersifat

patogen dan aman bagi kesehatan sehingga sering digunakan dalam industri

pengawetan makanan, minuman dan berpotensi sebagai probiotik. Sifat yang

mengguntungkan dari bakteri Lactobacillus sp. dalam bentuk probiotik adalah

dapat digunakan untuk mendukung peningkatan kesehatan khususnya kesehatan

pencernaan. Bakteri tersebut berperan sebagai flora normal dalam sistem

pencernaan. Fungsinya adalah untuk menjaga keseimbangan asam dan basa

sehingga pH dalam kolon konstan (Hadiningsih et al., 2006).

Lactobacillus heterofermentatif, menfermentasi gula dengan menghasilkan

asam asetat dan karbondioksida pada jalurnya. Golongan homofermentatif

menghasilkan alkohol dan asam laktat. Lactobacillus homofermentatif dapat

tumbuh pada suhu optimal 37oC atau di bawah temperatur tersebut antara lain L.

bulgaricus, L. helveticus, L. lactis, L. acidophilus, L. thermophilus dan L.

derburki. L. fermentum adalah salah satu contoh bakteri Lactobacillus

heterofermentatif yang dapat tumbuh pada temperatur yang tinggi. Golongan

bakteri homofermentatif yang dapat tumbuh pada suhu di bawah suhu optimal

adalah L. casei, L. plantarum, dan L. leichmannii, sedangkan heterofermentatif

yang dapat umbuh pada suhu rendah adalah L. brevis, L. buchneri, L. pastirianus.

Dari semua spesies yang adalah kecuali L. delbrueckii, L. leichmannii, L.

hilgardii, L. trichodes dan sebagai dari L. brevis dapat menfermenstasi laktosa

dengan menghasilkan asam laktat dan sebagian dari bakteri ini sangat penting bagi

industri susu (Frazier dan Westhoff, 1985).

Asam laktat yang dihasilkan dapat menyebabkan terjadinya penurunan pH

lingkungan. pH yang rendah dapat menghambat kontaminasi mikroba pembusuk

dan mikroba patogen. Penurunan pH disebabkan karena adanya asam-asam

organik yang dihasilkan oleh BAL (Nur, 2005). Bakteri asam laktat mempunyai

efek pengawet karena menghasilkan senyawa-senyawa yang mampu menghambat

pertumbuhan berbagai mikroba. Sebagian besar efek antimikroba ini disebabkan

oleh pembentukan asam laktat dan asam asetat serta penurunan pH yang

dihasilkan. Selain itu bakteri asam laktat juga menghasilkan senyawa-senyawa

penghambat lain seperti hidrogen peroksida, diasetil, karbondioksida, reuterin dan

bakteriosin (de Vuyst and Vandamme, 1994).

(2). Leuconostoc spp.

Leuconostoc adalah golongan bakteri asam laktat Gram positif cenderung

anaerob fakultatif yang membutuhkan faktor tumbuh kompleks meliputi asam

amino, peptida, karbohidrat, vitamin dan ion logam. Bakteri L. mesenteroides

merupakan bakteri asam laktat yang melakukan fermentasi glukosa menggunakan

jalur pentosa fosfat untuk memproduksi asam laktat, etanol dan CO2. Leuconostoc

dapat diisolasi pada beberapa produk fermentasi termasuk kefir, saeurkraut, dan

produk susu (Salminen et al., 2004).

Leuconostoc merupakan salah satu jenis BAL yang sangat penting dalam

produksi makanan, dimana bakteri ini (1) mampu memproduksi diasetil sehingga

mampu memberi bau terhadap produk makanan, (2) toleran terhadap konsentrasi

garam yang tinggi, contohnya produk saeukraut dan pikel. L. mesenteroides

muncul pada awal fermentasi laktat, (3) terdapat pada setiap produk fermentasi

sayuran dan kebanyakan memproduksi banyak asam, (4) toleran terhadap

konsentrasi gula yang tinggi 50-60% untuk L. mesenteroides (Frazier dan

Westhoff, 1958).

Golongan bakteri Leuconostoc dibedakan menurut jalur fermentasinya,

pada jalur heterofermentatif dapat menghasilkan asam laktat, asam asetat, etanol

dan CO2 dari fermentasi glukosa. Pada jalur ini fruktosa mengalami degradasi

membentuk manitol. Strain dari Leuconostoc dapat membentuk dekstran atau

lendir. Bentuk sel dari Leuconostoc hampir sama dengan Streptococcus berbentuk

kokus tunggal dan berpasangan membentuk rantai pendek (Pederson, 1971).

Terdapat lima spesies dari genus Leuconostoc yaitu Leu. mesenteroides,

Leu. paramesenteroides, Leu. lactis, Leu. carnosum, dan Leu. gelidium, Leu.

mesenteroides mempunyai tiga subspecies yaitu Leu. mesenteroides subsp.

mesenteroides, Leu. mesenteroides subsp. dextranicum, dan Leu. mesenteroides

subsp. cremoris (Ray, 2004). Bakteri yang termasuk genus ini banyak dijumpai

pada permukaan tanaman, daging dan olahannya, produk susu seperti es krim,

mentega dan sirup. Genus Leuconostoc berperan dalam beberapa produk

fermentasi sayuran seperti acar dan sauerkraut. Leu. mesenteroides mempunyai

toleransi terhadap kadar gula yang tinggi (55-60%) (Frazier and Westhoff, 1985).

2.2 Peranan Bakteri Asam Laktat dalam Produksi Pangan

Peranan utama bakteri asam laktat dalam bahan pangan adalah sebagai

kultur starter prduk-produk yang melibatkan proses fermentasi untuk memperoleh

produk akhir dengan tingkat konsentrasi yang tinggi. Selain menghasilkan produk

akhir yang konsisten, bakteri asam laktat ternyata memiliki efek mengawetkan

pada produk fermentasi yang diinginkan. Peran bakteri asam laktat yang banyak

dikenal adalah sebagai pengawet alami atau biopreservatif, yaitu zat yang

digunakan pada pengawetan secara hayati untuk mencegah adanya mikroba

perusak dan pathogen. Pemakaiannya pada bahan pangan bertujuan untuk

mencegah dan mengurangi pertumbuhan mikroba pembusuk (Wirawati, 2002).

Bakteri asam laktat diklasifikasikan menjadi empat kelas yaitu genus

Lactobacillus, Leuconostoc, Streptococcus, dan Pediococcus. Klasifikasi tersebut

lebih didasarkan pada ciri morfologi, tipe fermentasi, kemampuan untuk tumbuh

pada suhu yang berbeda, sifat stereospesifik (D atau L laktat), serta toleransi

terhadap asam dan basa. Klasifikasi bakteri asam laktat berkembang sehingga

genus Lactobacillus menjadi Lactobacillus dan Carnobacterium. Sedangkan

genus Streptococcus menjadi empat yaitu Streptococcus, Lactococcus,

Vagococcus, dan Enterococcus. Genus Pediococcus menjadi Pedicoccus,

Tetragenococcus dan Aerococcus, genus Leuconostoc tetap sama. Klasifikasi yang

baru tersebut dihasilkan dengan mempertimbangkan komposisi asam lemak pada

membran sel, motilitas dan urutan rRNA, serta persen guanin dan sitosin pada

DNA (Kusumawati, 2000).

Bakteri asam laktat diisolasi dari produk olahan susu, seperti: produk susu

fermentasi Scandinavia, beberapa jenis yoghurt, susu fermentasi, keju, daging dan

sayur hasil fermentasi, yang berfungsi sebagai sumber bakteri asam laktat yang

memproduksi EPS. Eksopolisakarida dapat digunakan sebagai pengemulsi,

pembentuk gel dan pengikat air pada industri makanan, dan juga digunakan

sebagai prebiotik. Selain itu juga bermanfaat dibidang kesehatan untuk antitumor.

Penggunaan EPS untuk aplikasi medis juga telah dilaporkan. Inulin dapat

mengurangi Colitis (inflamasi di perut) tikus percobaan. Fruktan (FOS dan inulin)

dapat berfungsi sebagai penyedap rasa makanan (van Hijum et al., 2002).

Bakteri asam laktat mempunyai peranan esensial hampir dalam semua

proses fermentasi makanan dan minuman. Peran utama bakteri ini dalam industri

makanan adalah untuk pengasaman bahan mentah dengan memproduksi sebagian

besar asam laktat (homofermentatif) atau asam laktat, asam asetat, etanol

(heterofermentatif) dan digunakan dalam produk susu seperti yogurt, sour cream

(susu asam), keju, mentega dan produksi asam-asaman seperti asinan (Nur, 2005).

Golongan bakteri asam laktat homofermentatif dan heterofermentatif memiliki

peran dan fugsinya masing-masing (Fox et al., 2000) ;

a) Homofermentatif memiliki aldolase, sehingga bakteri ini tidak dapat

menfermentasi pentosa dan hanya dapat memfermentasi heksosa melalui

jalur glikolisis, yang hanya menghasilkan asam laktat dari metabolisme

gula. Golongan yang termasuk adalah Pediococcus, Streptococcus, dan

Leuconostoc, Lactobacillus (Frazier and Westhoff, 1985).

b) Heterofermentatif memiliki fosfoketolase sehingga mampu

memfermentasi gula secara heterofermentatif menghasilkan asam laktat,

etanol dan CO2. Bakteri yang termasuk golongan ini adalah Leuconostoc,

Lactobacillus dan Carnobacterium (Frazier and Westhoff, 1985).

2.3 Eksopolisakarida (EPS)

Eksopolisakarida adalah suatu polisakarida yang diproduksi dan

dieksresikan oleh mikroba. EPS dihasilkan oleh beberapa strain dari spesies

bakteri asam laktat, diantaranya jenis homopolisakarida dihasilkan oleh

Leuconostoc mesenteroides, sedangkan jenis heteropolisakarida dihasilkan oleh

Streptococcus thermophilus OR 901, Lactobacillus bulgaricus CNRZ 1187 (de

Vuyst et al., 1998). Strain-strain tersebut belum digunakan secara ekstensif dalam

produksi komersial karena produksi EPSnya dalam jumlah sedikit (kurang dari

500 mg/ liter) dan biosintesisnya sangat tidak stabil (de Vuyst and Degeest, 1999).

Malik et al., (2008) menunjukkan bahwa beberapa EPS yang diproduksi

oleh bakteri asam laktat telah digunakan dalam bidang kesehatan dan produksi

makanan seperti pada Tabel 2.4. Karakteristik EPS adalah berbentuk seperti kapur

berongga yang melekat dan sulit dikeluarkan. Bakteri asam laktat yang

menghasilkan lendir telah banyak digunakan dalam industri susu. Bakteri ini telah

digunakan di Finland sejak abad kesembilan belas, khususnya dalam produksi

produk susu fermentasi kental. Jenis bakteri yang menghasilkan EPS secara luas

digunakan untuk meningkatkan kualitas reologi yoghurt untuk, menghambat

sineresis, serta mampu mengganti starter yang lain yang biasanya digunakan

dalam pengolahan yoghurt (Salminen et al., 2004).

Tabel 2.4

Kegunaan beberapa jenis EPS dalam industi pangan dan farmasi

Jenis EPS Struktur EPS Kegunaan SumberDekstran α 1,6 dan

α 1,3 glikosidikAnti inflamasi, anti

trombotik, anti koagulan,Drug delivery system

Veronese danCeliceti, 2006 ;

Dinoto et al.,2011Kefiran D-glukosa/

D-galaktosaAnti bakteri, anti jamur,

anti kankerVu et al.,2009

Gellan D-glukoronat/ L-ramnosa

Drug delivery system Vu et al.,2009

Curdlan β – 1,3 glikosidik Drug delivery system Rehm, 2009 ;Gunadi et al.,2005

Xanthan α – D- manosa Pengemulsi dan bidangkosmetik, makanan dan

farmasi

Sutherland, 1998

Sumber : Malik et al., (2008)

2.3.1 Bakteri asam laktat penghasil eksopolisakarida

Sebagian besar BAL yang menghasilkan EPS termasuk genus

Streptococcus, Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc, dan Pediococcus (Tabel

2.5) (Ruas-Madiedo and Reyes-Gavilan, 2006). Berdasarkan komposisinya,

eksopolisakarida dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan komposisi

kimianya, yaitu ;

(1). Homopolisakarida (HoPSs)

Eksopolisakarida jenis homopolisakarida ini tersusun atas satu jenis gula

monosakarida saja (utamanya glukosa dan fruktosa) (Tallon et al., 2004).

Homopolisakarida juga dapat menghasilkann dekstran, mutan, alternan, reuteran,

pullulan,levan, inulin, curdlan dan lain-lain (Patel et al., 2011).

Tabel 2.5

Total EPS dari beberapa jenis BAL pada beberapa media

dan tipe pertumbuhan.

Mikroorganisme Media Temp(0C)

Time(jam)

pH Yield(mg/l)

L. rahmnosus 9595 M BMM 32-37 72 6 1000L. delb. bulgaricus RR Whey 38 24-28 5 95-110L. rhamnosus R BMM 37 72 6 500L. delb. bulgaricus Milk 42 24 6 110L. delb. bulgaricus MRS 40 18 7 263L. rhamnosus GG Milk 37 20 7 83L. delb. bulgaricus 291 Skimmed Milk 37 22 7 80L. casei CG11 BMM 25 48 7 130L. helventicus Skimmed milk 37 60 5 730L. delb.bulgaricus Whey

(proteinfree)37 18 6 800

L.rhamnosus 9595 Whey permeate 37 24 6 2775

supplementedL. paracasei BMM 32-37 72 6 80Sumber : Badel et. al. (2011)

Homopolisakarida yang terdiri dari glukosa adalah α-glukan (dekstran,

mutan dan alteran) dan β-glukan, sedangkan homopolisakarida yang terdiri dari

fruktosa adalah fruktan (levan dan inulin). Contoh bakteri yang menghasilkan

homopolisakarida dekstran dari L. mesenteroides, selulosa dari Acetobacter,

Achromo, Achromobacter, Agobacterium, Alcaligenes, Pseudomonas, Rhizobium,

Sarcibna dan Zooglea seperti pada Tabel 2.6. HoPSs disekresikan oleh

Lactobacillus sp. mengandung glukosa atau fruktosa sebagai satu-satunya

monosakarida dan diklasifikasikan sebagai glukan dan fruktan seperti pada Tabel

2.7 .

Tabel 2.6 Homopolisakarida yang dihasilkan oleh BAL berdasarkan tipe polisakarida

Tipe Spesis Ikatanα-D-glukan

- Dextran

- Mutan

- Alteran

L. mesenteroides subsp.mesenteroidesL. mesenteroides subsp.dextranicumStreptococcus mutansStreptococcus sobrinusLeuconostocmesenteroides

α-D-Glcpb (16)

α-D-Glcpb (13)

α-D-Glcpb (13)/ (16)

β-D-glukan Pediococcus spp.Streptococcus spp.

β-D-Glcpb (13)

Fruktan- Levan- Innulin –like

Streptococcus salivariusStreptococcus mutans

β-D-Frup (2 6)

Sumber : Ruas-Madiedo and Reyes-Gavilan, (2005)

Tabel 2.7 Lactobacillus sp. golongan homopolisakarida berdasarkan tipe polisakarida

Spesis Monosakarida Ikatan TipePolisakarida

L. hilgardii D-Glcp α-(1,6) DekstranL. fermentum D-Glcp α-(1,6) DekstranL. reuteri 180 D-Gcp α-(1,6) DekstranL.reuteri ML1 D-Glcp α-(1,3) MutanL. reuteri 121 A D-Glcp α-(1,4) Reuteran L.reuteri 121 D-Fruf β-(2,6) LevanL.reuteri LB 121 D-Fruf β-(2,1) InulinL. sakei Kg15 D-Glcp α-(1,6) DekstranL.parabuchneri 33 D-Glcp α-(1,6) DekstranSumber : Badel et al. (2010).

(2). Heteropolisakarida (HePSs)

Heteropolisakarida terdiri dari 3-7 jenis gula monosakarida, paling sedikit

2 monosakarida. Selain itu dapat juga ditemukan gugus asetil, fosfat, n-gliserol-

phospat dan N-asetil-aminosugars. Sedangkan menurut Harrah et al., (2006), unit

penyusun heteropolisakarida bervariasi antara 3-8 sakarida dan seringkali

mengandung kombinasi α-glukosa, α-galaktosa, L-ramnosa, dan kadang terdapat

N-asetilglukosamin, N-asetilgalaktosamin, asam glukoronik dan subsituten non-

karbohidrat seperti fosfat, asetil dan gliserol. Contoh heteropolisakarida yaitu

Xanthan dari Xanthomonas campestris sebagai pengental, penguat tekstur, dan

pengembang. HePSs dari Lactobacillus spp. (L. delbrueckii bulgaricus, L.

rhamnosus dan L. helveticus) memiliki unit berulang terdiri dari tujuh

monosakarida, dimana glukosa, galaktosa dan rhamnose adalah gula utama seperti

pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8

Lactobacillus sp. golongan Heteropolisakarida

berdasarkan tipe polisakarida penyusunnya

Strain PrincipalMonosaccharides

Subtituent and/ or secondarymonosaccharides

L. acidophilus LMG 9433 Glc, Gal GlcNAc + GluAL.sakei 0-1 Glc, RhaL.delb. subsp, bulgaricus 291 Glc, GalLY 03, 24, 25 Glc, Gal RhaNCFB2074 Glc, GalL.belveticus ATCC 15807 Glc, Gal, (Rha) Phosphoric acidL. paracasei 34-1 Gal GalINAc, glycerol 3-PL.pentosus LPS 26 Glc, Rha

Glc ManL. plantarum EP56 Glc, Gal N-GlcNAc

Glc, Gal, Rha Glycerol, phospheglycerolL. rhamnosus C83 Glc, GalL. rhamnosus GG Gal, Rha GlcNAcL. rhamnosus RW-9595 M orR

Glc, Gal, Rha

L. casei CG11 Glc, RhaL. kefiranofactens subsp.kefiranofaciens

Glc, Gal

Sumber : Badel et al. (2010).

Kefir adalah contoh heteropolisakarida yang disintesis dari Lactobacillus

kefiri dan Lactobacillus kefiranofaciens yang ditemukan dalam susu fermentasi,

kefir bersifat larut dalam air (Maeda et al., 2004). Struktur polimer kefiran

dibentuk dari monomer D-glukosa atau heteropolisakarida, D-galaktosa yang

mengalami percabangan pada dua unit rantai serta delapan unit rantai. Polimer ini

menunjukkan aktivitas anti bakteri, anti jamur, dan anti kanker (Vu et al., 2009).

2.3.2 Metabolisme eksopolisakarida

Polisakarida yang terdapat pada permukaan sel bakteri secara umum

terdapat dalam dua bentuk yaitu lipopolisakarida dan eksopolisakarida (Weiner et

al. 1995). Lipopolisakarida mengikat permukaan sel melalui penempelan dengan

lipid, sementara eksopolisakarida (EPS) berasosiasi dengan permukaan sel

sebagai sebuah kapsul. EPS memiliki heterogenisitas dalam strukturnya, mulai

dari struktur sederhana, ikatan α 1-4 berupa rantai glukosa tidak bercabang yang

disebut dekstran sampai dengan struktur yang kompleks dengan ikatan bercabang

atau substitusi heteropolisakarida yang tersusun dari sub unit berulang

oligosakarida yang disebut dengan xantan dan asam kolanik. EPS dapat juga

disubstitusi, umumnya ikatan ester dan N dengan piruvat, asetat, sulfat, fosfat dan

gugus lainnya (Weiner et al. 1995).

Eksopolisakarida disintesa dalam fase-fase pertumbuhan yang berbeda

dengan kondisi yang bervariasi tergantung dari jenis mikroorganismenya. Proses

sintesa dapat dibagi menjadi dua prinsip dasar yaitu tempat sintesa dan prekursor

alami misalnya sintesa di luar dinding sel atau pada membran sel. Sintesa

heteropolisakarida berbeda dengan sintesa homopolisakarida yang disintesa pada

membran sitoplasma dengan memanfaatkan prekursor yang terbentuk intraselular.

Gula nukleotida berperan penting dalam sintesa heteropolisakarida sehingga

peranannya dalam interkonvensi monosakarida atau disakrida (gula) sebaik

aktivasi gula yang dibutuhkan untuk polimerisasi monosakarida menjadi

polisakrida (Cerning, 1990).

Biosintesis EPS menjelaskan tentang konversi gula (glikolisis) seperti

polisakarida yang umumnya digunakan untuk dinding sel. EPS yang dihasilkan

oleh bakteri menggunakan dua jalur sintesis sesuai dengan lokasinya yakni

ektraseluler dan intraseluler. Pada homopolisakarida (Gambar 2.2) EPS disintesis

di dalam sel oleh glycansucrase ektraseluler atau glycosiltransferase (Gtf)

(Coutinho and Henrissat, 1999). Glycosiltransferase (GTF) adalah enzim yang

tergabung dalam kelompok keluarga glikosida hidrolase, dan merupakan

kelompok enzim sukrase yang disebut sebagai glukansukrase, dan fruktansukrase.

Enzim-enzim tersebut diketahui terlibat dalam sintesis eksopolisakarida dari

mikroba (Malik et al., 2008).

Biosintesis heteropolisakarida (Gambar 2.3) mekanisme pembentukannya

lebih kompleks dari pada biosintesis homopolisakarida. EPS disintesis oleh

bakteri secara intraseluler di dalam sitoplasma. Gula dari medium dimasukkan

kedalam sitoplasma dan diaktifkan melalui fosforilasi selama penyimpanan di

dalam sel oleh Phosphoenolpyruvate - Phosphotranferase (PEP-PTS). Biosintesis

EPS membutuhkan energi di dalam prosesnya. Pengulangan polimerasi sangat

kompleks dan melibatkan beberapa enzim dan protein secara berurutan. Langkah

terakhir dari biosintesis EPS adalah pemindahan polisakrida ke luar sel dan

disekresikan ke lingkungan (EPS slime) atau penempelan pada sel (EPS capsular).

Mekanisme polimerisasi dari unit pengulangan dalam BAL dan pengeluaran

subsekuen masih belum jelas (de Vuyst and Degeest, 1999).

Ket : katalis dominan, N-batas signal, Glukosa-residu, Fruktosa-residu

Gambar 2.2

Jalur Biosintesis EPS Homopolisakarida

Pertumbuhan sel bakteri berbanding terbalik dengan produksi EPS.

Mekanisme pembentukan EPS yang tinggi diperoleh pada saat laju pertumbuhan

sel yang terjadi dengan kecepatan rendah, sel-sel bakteri akan lebih banyak

menghasilkan Isoprenoid glycosyl lipid carriers yang berperan sebagai prekursor

untuk pembentukan dinding sel dan produksi EPS. Isomer isopreonid glycosyl

lipid carriers berada di dalam membran sel yang berfungsi sebagai penerima

residu molekul gula. Semakin banyak prekursor yang dihasilkan maka semakin

tinggi prduksi EPS. Sebaliknya pada laju pertumbuhan yang cepat prekursor ini

akan lebih banyak dimanfaatkan dalam pembentukan dinding sel (Sutherland,

1990).

Phosphoenolpyruvate - Phosphotranferase antibodi

galaktosa

Laktosa 6P laktosa

Galaktosa 6P Glukosa

Tagatosa 6-P Glukosa 6-P

Fruktosa 6P

Glukosa 1 P

Tagatosa 1,6 dIP

Fruktosa 1,6 dIP dTDP-glukosa

Glikolisis UDP-Glukosa

dTDP-4 keto-6-deoksimanosa

ATP UDP-galaktosa

dTDP-ramnosa

Biomasa

Unit Berulang

EPS

Gambar 2.3 Jalur Biosintesis EPS Heteropolisakarida

Keterangan : jalur yang terlibat dalam katabolisme laktosa (kiri dan kanan atas) dan Biosintesiseksopolisakrida (kanan bawah) dalam fermentasi glukosa dan fruktosa Lactococus lactis (glukosamengirim melalui glukosa fosfotransferase pada sistem tranportasi primer). Angka menunjukkanenzim yang terlibat 1). Glukokinase, 2). Fosfoglukametase 3). UDP-glukosa fosforilase, 4). UDP-galaktosa-4-epimerase, 5). dTDP-glukosa firofosforelase, 6). Dehidratase, 7). Reduktaseepimerase, 8). Glikosil tranferase, 9). 1-fosfofruktokinase, 10). Isomerase fosfoglukosa, 11). 6-fosfofruktokinase, 12). Fruktosa-1,6 bisfosfatase, 13). Aldolase fruktosa 1.6-difos, de Vuyst danDegeest, (1999).

2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi eksopolisakarida

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap produksi EPS bakteri asam

laktat adalah :

(1). Suhu dan waktu inkubasi.

Beberapa peneliti menunjukkan bahwa setiap bakteri starter kultur yang

berbeda memiliki kemampuan memproduksi EPS yang berbeda pada suhu dan

waktu inkubasi yang tertentu dan pada umumnya bukan pada suhu pertumbuhan

optimumnya. Sebagai contoh Lactobacillus casei yang merupakan starter kultur

yang digunakan dalam pembuatan yakult mampu memproduksi EPS sebesar 121

mg/l pada suhu inkubasi 30oC dan waktu inkubasi 24 jam, bila waktu inkubasi

diperpanjang sampai 72 jam produksi akan menurun pada suhu 30oC dan

37oC. Hasil ini menunjukkan bahwa efisiensi sel adalah terbaik dalam

mengkonversi karbohidrat menjadi polimer pada kondisi kultur tersebut (Mozzi et

al., 1996).

Sebelumnya Cerning (1990) dengan menggunakan kultur yogurt

Streptococcus thermophilus, L. delbrueckii sub sp. bulgaricus, starter keju

Lactococcus lactis ssp. cremoris menyatakan bahwa produksi EPS terbaik pada

suhu di bawah suhu pertumbuhan optimumnya. Sementara Malaka et al. (2004)

berdasarkan hasil penelitiannya menemukan bahwa Lb.delbrueckii ssp.

bulgaricus yaitu starter yogurt menghasilkan EPS optimal sebesar 359,2 mg/l

pada medium SSR 10% dengan suhu inkubasi 30oC dan waktu inkubasi selama 16

jam (Malaka, 2012).

(2). pH medium pertumbuhan

pH optimum pertumbuhan bagi kebanyakan bakteri terletak antara 6,5 dan

7,5. Namun beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan sangat masam atau

sangat alkalin. Bagi kebanyakan spesies, dengan nilai pH minimum untuk tetap

hidup yaitu 4 dan nilai pH maksimum ialah 9 (Pelczar and Chan, 2005). Mozzi et

al. (1996) menemukan bahwa Lactobacillus casei memproduksi EPS lebih baik

pada pH awal 4,0 dari pada pH 5,0; 5,5 dan 6,5. Sementara Lb. delbrueckii sub

sp. bulgaricus memproduksi EPS optimal pada pH 6,5 dengan menghasilkan EPS

sebesar 326,2 mg/l.

(3). Sumber Karbon dalam médium pertumbuhan

BAL membutuhkan nutrisi kompleks seperti asam amino, peptida, derivat

asam nukleat, vitamin, garam, asam lemak, serta unsur pertumbuhandasar bakteri

seperti karbon, nitrogen, oksigen, sulfur, fosfor, magnesium, zat besi, dan

sejumlah kecil logam lainnya. Sumber karbon terbaik menurut Mozzi et al. (1995)

adalah galaktosa (56 mg/l) dibanding sumber karbon lainnya fruktosa, sukrosa

dan laktosa. Chu et al. (2001) melaporkan bahwa Bifidobacterium longum BB-

79 mampu memanfaatkan laktosa untuk memproduksi EPS. Suatu fermentasi

dilakukan secara anaerobik dengan konsentrasi laktosa mula-mula antara 2-

5%. Temperatur dan pH pada bioreaktor dijaga yaitu berturut-turut 37oC dan

6,9. Produksi EPS tertinggi dengan kecepatan 0,24 g/jam dicapai dengan

konsentrasi laktosa di bawah 5% dan konsentrasi EPS akhir adalah 1,45 g/l.

Marshall et al. (1995) melaporkan bahwa Lactococcus lactis ssp.cremoris sebagai

starter kultur untuk pembuatan keju memproduksi 2 tipe EPS dalam medium yang

yang mengandung glukosa, laktosa dan galaktosa. Total EPS yang diproduksi

adalah 25 μg/ml.

(4). Sumber mikromineral

Mineral dibutuhkan bakteri sebagai akseptor elektron dalam metabolisme

gula. Dalam reaksi polimerisasi EPS pembentukan rantai karbon membutuhkan

mineral sebagai akseptor elektron yang mengikat antara monomer satu dengan

monomer lainnya. Menurut Mozzi et al. (1995) garam mineral sangat

mempengaruhi produksi EPS dari L. Casei pada kondisi inkubasi 37oC selama 48

jam. Percobaan itu memberi hasil bahwa semua jenis garam

meningkatkan produksi EPS dengan hasil terbanyak pada suplementasi dengan

MgSO4 yakni menghasilkan EPS sebesar 107 mg/l. Hal ini disebabkan karena

Mg2+ mempunyai efek stimulator untuk sintesa polimer.

2.4 Optimalisasi Produksi EPS menggunakan Respons Surface Methode (RSM)

Metode permukaan respon Response Surface Method (RSM) merupakan

sekumpulan teknik matematika dan statistika yang berguna untuk menganalisis

permasalahan dimana beberapa variabel independen mempengaruhi variabel

respon dan tujuan akhirnya adalah untuk mengoptimalkan respon. Metode ini

pertama kali diajukan sejak tahun 1951 dan sampai saat ini telah banyak

dimanfaatkan baik dalam dunia penelitian maupun aplikasi industri (Sudjana,

1994). Metode permukaan respon memiliki peran penting dalam merancang,

merumuskan dan menganalisa suatu kajian ilmiah dan sering diaplikasikan dalam

bidang industri dan ilmu klinis, ilmu sosial dan ilmu pangan.

Menurut Montgomery (2009) RSM bertujuan untuk mengoptimalkan

respon. Ide dasar metode ini adalah memanfaatkan desain eksperimen statistika

untuk mencari nilai optimal dari suatu respon. Proses optimasi seringkali

dilakukan di dunia industri sebagai bentuk upaya meningkatkan mutu dan kualitas

produk yang dihasilkan. Selain digunakan dalam proses optimasi produk, RSM

juga digunakan dalam bidang yang lain seperti bidang ilmu pangan, biologi, ilmu

kedokteran dan kesehatan (Myers et al., 1971).

Menurut Gaspersz (1995) RSM dapat digunakan oleh peneliti untuk: (1)

mencari suatu fungsi pendekatan yang cocok untuk meramalkan respon yang akan

datang, serta (2) menentukan nilai-nilai dari variabel bebas yang

mengoptimumkan respons yang dipelajari. Dalam metode permukaan respon,

variabel-variabel bebas akan didefinisikan sebagai X1, X2, …, Xk, dimana variabel

bebas ini diasumsikan merupakan variabel kontinyu dan dapat dikendalikan oleh

peneliti tanpa kesalahan, sedangkan respon yang didefinisikan sebagai variabel

terikat (Y) diasumsikan merupakan variabel acak (random variable).

Pada dasarnya analisis RSM serupa dengan analisis regresi, yaitu

menggunakan prosedur pendugaan parameter fungsi respon berdasarkan metode

kuadrat terkecil, hanya saja dalam RSM diperluas dengan teknik-teknik

matematik untuk menentukan titik-titik optimum agar dapat ditemukan respon

yang optimum (maksimum atau minimum) (Gaspersz, 1995). RSM adalah desain

dan model yang bekerja dengan berbagai treatment secara terus menerus ketika

menemukan nilai optimum atau menggambarkan respon sesuai tujuan

(Hinkelmann and Kempthorne, 2005; Box and Draper, 2007). Tujuan utama dari

RSM adalah untuk menemukan respon optimal. Bila ada lebih dari satu respon

maka penting untuk menemukan optimum kompromi yang tidak mengoptimalkan

hanya saja satu respon (Box dan Draper, 2007). Bila ada kendala pada data desain,

maka desain eksperimental harus memenuhi persyaratan kendala. Tujuan kedua

adalah memahami bagaimana resepon perubahan dalam arah tertentu dengan

menyesuaikan variabel desain. Secara umum, permukaan respon dapat

divisualisasikan dalam bentuk grafis. Grafik sangat membantu untuk melihat

bentuk permukaan respon; bukit, lembah, dan garis bridge (Myers et al., 1989).

Keuntungan utama dari penggunaan metode RSM adalah mengurangi jumlah

percobaan yang harus dilakukan untuk mengevaluasi kondisi terbaik.

Tahapan yang perlu dilakukan untuk memulai pelaksanaan response

surface methode adalah sebagi berikut (Hanafiah, 2005) :

1. Menentukan model persamaan orde pertama dimana suatu desain eksperimen

dilakukan untuk pengumpulan dalam dan arah penelitian selanjutnya

ditentukan dengan menggunakan steepest descent.

2. Setelah arah penelitian diketahui, selanjutnya penentuan level faktor untuk

pengumpulan data selanjutnya.

3. Menentukan model persamaan orde kedua. Penentuan model dilakukan

dengan menentukan desain eksperimen dengan level yang telah ditetapkan

setelah metode steepest descent dilakukan.

4. Menentukan titik optimum dari faktor-faktor yang diteliti.