bab ii tinjauan pustaka 2.1. manajemen

39
26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Manajemen adalah proses menyelesaikan sesuatu secara efektif dan efisien melalui orang lain dengan proses yang mengacu pada rangkaian kegiatan yang sedang berlangsung maupun saling terkait sehingga menjadi suatu kegiatan utama untuk seorang manajer dalam menumbuhkan pekerjaan yang efektif dan efisien (Robbins et al., 2013). Dalam definisi lain, manajemen adalah suatu proses merancang dan memelihara suatu lingkungan dimana individu atau karyawan dapat bekerjasama dalam suatu kelompok secara efisien dan mencapai tujuan yang sudah dipilih bersama (Harold Koontz & Heinz Weihrich, 2012). Manajemen adalah suatu proses planning, organizing, leading, controlling dan sumber daya organisasi lainnya yang digunakan untuk mencapai suatu goals dari suatu organisasi (Nickels et al., 2016). Berdasarkan pengertian manajemen yang telah dijelaskan diatas dari beberapa ahli, maka penulis menggunakan definisi Harold Koontz & Heinz Weihrich (2012) manajemen adalah suatu proses merancang dan memelihara suatu lingkungan dimana individu atau karyawan dapat bekerjasama dalam suatu kelompok secara efisien dan mencapai tujuan yang sudah dipilih bersama.

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen

Manajemen adalah proses menyelesaikan sesuatu secara efektif dan efisien

melalui orang lain dengan proses yang mengacu pada rangkaian kegiatan yang

sedang berlangsung maupun saling terkait sehingga menjadi suatu kegiatan

utama untuk seorang manajer dalam menumbuhkan pekerjaan yang efektif dan

efisien (Robbins et al., 2013).

Dalam definisi lain, manajemen adalah suatu proses merancang dan

memelihara suatu lingkungan dimana individu atau karyawan dapat bekerjasama

dalam suatu kelompok secara efisien dan mencapai tujuan yang sudah dipilih

bersama (Harold Koontz & Heinz Weihrich, 2012).

Manajemen adalah suatu proses planning, organizing, leading, controlling

dan sumber daya organisasi lainnya yang digunakan untuk mencapai suatu goals

dari suatu organisasi (Nickels et al., 2016).

Berdasarkan pengertian manajemen yang telah dijelaskan diatas dari

beberapa ahli, maka penulis menggunakan definisi Harold Koontz & Heinz

Weihrich (2012) manajemen adalah suatu proses merancang dan memelihara

suatu lingkungan dimana individu atau karyawan dapat bekerjasama dalam suatu

kelompok secara efisien dan mencapai tujuan yang sudah dipilih bersama.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

27

2.1.1 Fungsi Manajemen

Menurut John R. Schermerhorn et al. (2017) semua manajer harus

memiliki kemampuan untuk mengenali masalah dan peluang kinerja dalam

kegiatan sehari-hari, membuat keputusan yang baik dan mengambil tindakan

yang tepat. Manajer adalah seseorang yang bertanggung jawab untuk mencapai

tujuan perusahaan dan melakukan upaya pengelolaan karyawan di perusahaan

(Dessler, 2017).

Gambar 2.1 Fungsi Manajemen

Sumber: John R. Schermerhorn et al., 2017

Berdasarkan gambar 2.1 menurut John R. Schermerhorn et al. (2017)

dalam bukunya yang berjudul Management menjelaskan bahwa manajemen

memiliki empat fungsi antara lain:

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

28

1. Planning

Dalam manajemen, planning adalah suatu proses menetapkan tujuan

kinerja dan menentukan tindakan apa yang harus diambil untuk

mencapainya. Melalui perencanaan, seorang manajer mengidentifikasi

pekerjaan yang diinginkan.

2. Controlling

Manajemen controlling adalah suatu proses mengukur pekerjaan kinerja,

membandingkan hasil dengan tujuan, dan mengambil tindakan korektif

sesuai kebutuhan. Melalui pengendalian, manajer memelihara kontak aktif

dengan orang-orang selama pekerjaan mereka, berkumpul dan menafsirkan

melaporkan kinerja, dan menggunakan informasi ini untuk merencanakan

tindakan dan perubahan konstruktif.

3. Organising

Melalui organising, manajer mengubah rencana menjadi tindakan dengan

mendefinisikan pekerjaan, menugaskan staf dan mendukung mereka

dengan teknologi dan sumber daya lainnya.

4. Leading

Dalam manajemen, leading adalah proses membangkitkan semangat

karyawan untuk bekerja keras dan mengarahkan upaya untuk memenuhi

rencana dan mencapai tujuan. Melalui leading, manajer membangun

komitmen untuk visi bersama, mendorong kegiatan yang mendukung

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

29

tujuan, dan mempengaruhi orang lain untuk melakukan pekerjaan terbaik

mereka diatas nama organisasi.

2.1.2. Level Manajemen

Menurut Scott Snell dan Thomas Bateman (2013) dalam bukunya yang

berjudul Management menjelaskan 4 level manajemen yaitu:

1. Top-level Manager

Top level manager adalah eksekutif senior organisasi dan bertanggung

jawab atas manajemen keseluruhannya. Level tertinggi manajer, sering

disebut sebagai manajer strategis, fokus pada kelangsungan hidup,

pertumbuhan, dan keefektifan organisasi secara keseluruhan.

2. Middle-level Manager

Middle level manager bertanggung jawab untuk menerjemahkan tujuan

umum, terkadang disebut manajer taktis. Dalam hal lain, peran manajer

menengah adalah menjadi pengontrol administratif yang menjembatani

kesenjangan antara yang lebih tinggi dan tingkat yang lebih rendah.

3. Frontline Manager

Frontline manager atau operational manager adalah manajer tingkat

bawah yang melaksanakan operasi organisasi. Manajer ini sering kali

memiliki jabatan seperti supervisor atau manajer penjualan. Mereka terlibat

langsung dengan karyawan non-manajemen, melaksanakan rencana khusus

yang dikembangkan dengan middle level manager.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

30

4. Team Leader

Jenis manajer yang relatif baru, dikenal sebagai team leader yang terlibat

dalam berbagai perilaku untuk mencapai efektivitas tim. Team leader

cenderung menjadi manajer yang lebih muda dengan keterampilan

kewirausahaan, bertanggung jawab untuk merekrut, melatih,

menjadwalkan, memberi kompensasi, menilai, dan jika perlu, memecat

karyawan.

2.1.3. Management Skill

Menurut Robbins dan Judge (2013) management skill terbagi menjadi tiga

bagian, antara lain:

1. Technical Skill

Technical skill adalah kemampuan untuk menerapkan pengetahuan khusus

ke keahlian.

2. Human Skill

Human skill adalah kemampuan untuk memahami, berkomunikasi,

memotivasi, dan mendukung orang lain, baik secara individu maupun

dalam kelompok.

3. Conceptual Skill

Conceptual skill adalah kemampuan mental untuk menganalisis dan

mendiagnosis situasi yang kompleks. Conceptual skills lebih tefokuskan

pada pengambilan keputusan yang meliputin identifikasi masalah,

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

31

mengembangkan solusi alternatif untuk memperbaiki masalah tersebut,

mengevaluasi solusi alternatif tersebut, dan memilih yang terbaik.

2.1.4. Management Roles

Menurut Robbins dan Judge (2013) management roles terbagi menjadi tiga

macam, antara lain:

1. Interpersonal Roles

Management roles dimana mewajibkan seorang manajer untuk melakukan

tugas yang sifatnya seremonial dan simbolis.

2. Informational Roles

Semua manajer, sampai tingkat tertentu, mengumpulkan informasi dari

organisasi dan lembaga luar, biasanya dengan memindai media berita

(termasuk internet) dan berbicara dengan orang lain untuk mengetahui

perubahan dalam selera publik, apa yang mungkin direncanakan pesaing.

3. Decisional Roles

Terdapat empat role yang diidentifikasikan oleh Mintzberg, yaitu

entrepreneur role yang dimana para manajer memulai dan mengawasi

proyek baru yang akan meningkatkan kinerja organisasi mereka.

Disturbance handlers, dimana manajer mengambil tindakan korektif dalam

menanggapi masalah yang tidak terduga. Resource allocators, manajer

bertanggung jawab untuk mengalokasikan sumber daya manusia, fisik, dan

moneter. Kemudian yang terakhir yaitu negotiator role, dimana mereka

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

32

mendiskusikan masalah dan tawar-menawar dengan unit lain untuk

mendapatkan keuntungan untuk unit mereka sendiri.

2.2. Manajemen Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia menurut Dessler (2015) adalah proses untuk

memperoleh, melatih karyawan, menilai kinerja dan memberi kompensasi serta

manfaat kepada karyawan, menghadiri hubungan kerja, kesehatan dan

keselamatan mereka, serta mengatur masalah keadilan.

Menurut Kinicki dan Williams (2013) manajemen sumber daya manusia

terdiri dari kegiatan yang dilakukan manajer di perusahaan untuk perencanaan,

menarik, mengembangkan, dan juga mempertahankan karyawan secara efektif.

Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari manajemen yang

berfokus pada cara untuk menarik, memperkerjakan, melatih, memotivasi, dan

mempertahankan karyawan di perusahaan (Robbins dan Decenzo, 2010).

Menurut Benjamin et al. (2017) sumber daya manusia adalah kemampuan

terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu, perilaku dan

sifatnya ditentukan oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi

kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya.

Sedangkan menurut Bateman dan Snell (2013) menyatakan bahwa

manajemen sumber daya manusia merupakan kegiatan yang mendorong individu

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

33

untuk dapat mengembangkan dan memotivasi karyawan ditempat kerja. Hal ini

merupakan aspek mendasar dari kehidupan organisasi dan manajemen.

Berdasarkan pengertian dari manajemen sumber daya manusia yang telah

diuraikan diatas, maka penulis menggunakan pengertian manajemen sumber daya

manusia adalah bagian dari manajemen yang berfokus pada cara untuk menarik,

memperkerjakan, melatih, memotivasi, dan mempertahankan karyawan di

perusahaan (Robbins dan Decenzo, 2010).

2.2.1. Proses Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Robbins dan Coulter (2012) manajemen sumber daya manusia

bertujuan untuk memastikan karyawan kompeten sesuai kegiatan yang telah

diidentifikasi, sehingga proses manajemen sumber daya manusia dapat diuraikan

sebagai berikut:

1. Human Resource Planning

Human Resouce Planning merupakan proses dimana manajer memastikan

bahwa perusahaan memiliki jumlah dan jenis karyawan yang sesuai dan

mampu ditempatkan pada posisi yang tepat sesuai dengan fungsi

manajemen planning dan organizing guna menghindari kekurangan dan

kenaikan karyawan yang secara tiba-tiba. Human resource planning

memiliki dua langkah untuk memenuhi proses yaitu dengan menilai

kebutuhan sumber daya manusia saat ini dan kebutuhan sumber daya

manusia di masa depan.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

34

2. Recruitment

Recruitment merupakan sebuah proses menemukan, mengidentifikasi dan

menarik sumber daya manusia sesuai kapasitas yang telah ditentukan.

Recruitment menjadi sebuah pendekatan untuk menarik dan menemukan

karyawan baru.

3. Selection

Selection merupakan sebuah proses memprediksi pelamar yang akan

berhasil dan dipekerjaan di perusahaan. Selection menjadi sebuah proses

kegiatan yang menghasilkan keputusan pelamar ditolak atau diterima.

4. Orientation

Orientation merupakan karyawan baru yang telah diterima terhadap

pekerjaan dan perusahaan.

5. Training

Training adalah pelatihan yang diberikan kepada karyawan sesuai

kebutuhannya yang bertujuan untuk memberikan perubahan dan

memberikan keterampilan kepada karyawan.

6. Performance Management

Performance management merupakan penetapan standar kinerja yang

dilakukan karyawan untuk melakukan pekerjaan secara efisien dan efektif

dan dilakukan evaluasi kinerja karyawan beserta penilaian kinerjanya

selama bekerja.

7. Compensation and Benefits

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

35

Compensation and Benefits merupakan pemberian sebuah kompensasi

dalam bentuk penghargaan dan tunjangan seperti upah dan gaji pokok,

kenaikan gaji, insentif, dan tunjangan lainnya atas kinerja karyawan guna

membantu menarik dan mempertahankan karyawan agar tetap termotivasi.

8. Career Development

Career Development merupakan proses pengembangan karir akibat dari

hasil kinerja yang baik beserta faktor lain yang menjadi pertimbangan

utama, biasanya dalam bentuk pemberian upah atau peningkatan pekerjaan

untuk mempertahankan karyawan yang berbakat dan produktif.

2.3. Employee Engagement

Employee engagement adalah sejauh mana karyawan dapat sepenuhnya

terlibat dalam pekerjaan mereka dan kekuatan komitmen karyawan terhadap

pekerjaan dan perusahaan tempat mereka bekerja. Employee engagement yang

tinggi cenderung memungkinkan mereka untuk memenuhi nilai-nilai penting

(Noe et al., 2015).

Karyawan dengan tingkat employee engagement yang tinggi

mendedikasikan sumber daya mereka (kognitif, emosional, dan fisik) untuk

bekerja dan berkontribusi dalam mencapai tujuan perusahaan (Rich et al., 2010).

Selain itu, organisasi dengan employee engagement yang tinggi akan memiliki

competitive advantage dibandingkan dengan organisasi yang lain karena

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

36

karyawan adalah salah satu faktor yang tidak bisa ditiru oleh kompetitor dan

merupakan asset yang sangat berharga jika dikelola dengan baik (Anitha, 2014).

Robbins & Coulter (2009) berpendapat bahwa employee engagement

merupakan kondisi dimana seorang karyawan merasa terlibat, puas, dan antusias

dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Karyawan dengan engagement tinggi

cenderung lebih semangat dengan pekerjaannya dan merasakan hubungan yang

mendalam dengan perusahaan, sedangkan karyawan dengan engagement rendah

pada dasarnya tidak perhatian terhadap pekerjaan mereka. Mereka hadir untuk

bekerja namun tidak memiliki energi atau semangat dalam pekerjaan tersebut

(Robbins & Coulter, 2009).

Menurut Dessler (2013) employee engagement mengacu pada keterlibatan

seseorang secara psikologi, terhubung, dan berkomitmen untuk menyelesaikan

pekerjaan. Terdapat beberapa cara yang dapat mendorong engagement pada

karyawan, antara lain :

1. Memastikan karyawan memahami bagaimana departemen mereka

berkontribusi pada kesuksesan perusahaan.

2. Memastikan karyawan melihat bagaimana upaya mereka sendiri

berkontribusi untuk mencapai tujuan perusahaan.

3. Memastikan karyawan mendapatkan rasa pencapaian dari bekerja

diperusahaan.

Berdasarkan pengertian employee engagement yang sudah diuraikan diatas,

maka penulis mengambil pengertian employee engagement menurut Dessler

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

37

(2013) employee engagement mengacu pada keterlibat seseorang secara

psikologi, terhubung, dan berkomitmen untuk menyelesaikan pekerjaan.

2.3.1. Aspek Dimensi Employee Engagement

Menurut Schaufeli dan Bakker (2006), terdapat tiga aspek yang

membangun dimensi employee engagement, yaitu sebagai berikut:

1. Vigor

Kekuatan (vigor) adalah energi dan resiliensi mental yang tinggi ketika

sedang bekerja, kemauan berusaha sungguh-sungguh dalam pekerjaan dan

gigih dalam menghadapi kesulitan. Seseorang yang memiliki tingkat vigor

tinggi biasanya memiliki energi dan stamina tinggi serta bersemangat

ketika bekerja. Sedangkan seseorang yang memiliki tingkat vigor rendah

memiliki tingkat energi, semangat dan stamina yang rendah juga saat

bekerja.

2. Dedication

Dedikasi yaitu perasaan yang penuh makna, antusias, inspirasi, kebanggaan

dan tantangan. Seseorang yang memiliki tingkat dedikasi tinggi secara kuat

mengidentifikasi diri dengan pekerjaan karena adanya pengalaman

bermakna, menginspirasi dan menantang. Selain itu, mereka selalu antusias

dan bangga dengan pekerjaannya. Sebaliknya, seseorang yang memiliki

tingkat dedikasi rendah tidak mengidentifikasi diri dengan pekerjaannya

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

38

karena tidak memiliki pengalaman yang bermakna, menginspirasi dan

menantang.

3. Absorption

Absorpsi atau keasyikan adalah konsentrasi penuh, minat terhadap

pekerjaan dan sulit melepaskan diri dari pekerjaan. Seseorang yang

memiliki tingkat absorpsi tinggi merasa tertarik dengan pekerjaan dan sulit

untuk melepaskan diri dari pekerjaannya. Begitupun sebaliknya, seseorang

yang memiliki tingkat absorpsi rendah tidak merasa tertarik dengan

pekerjaannya dan tidak sulit untuk melepas diri dari pekerjaannya.

2.3.2. Ciri-ciri Employee Engagement

Menurut Schaufeli dan Bakker (2008), karyawan yang memiliki tingkat

engagement tinggi memiliki ciri-ciri yang dikenal dengan istilah 3S (Say, Stay

dan Strive), dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Say

Karyawan yang secara konsisten berbicara positif mengenai organisasi

dimana ia bekerja kepada rekan sekerja, calon karyawan yang potensial dan

juga kepada pelanggan.

2. Stay

Karyawan yang memiliki keinginan untuk menjadi anggota organisasi

dimana ia bekerja dibandingkan kesempatan bekerja di organisasi lain.

3. Strive

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

39

Karyawan yang memberikan waktu, tenaga dan inisiatif lebih untuk dapat

berkontribusi pada kesuksesan bisnis organisasi.

2.3.3. Tingkatan Employee Engagement

Menurut Maslow (2013) dalam teorinya “Hierarchy of Needs”

mengungkapkan bahwa setiap individu harus memenuhi kebutuhan mendasar

mereka seperti rasa aman serta tempat untuk tinggal dan berlindung sebelum

akhirnya memiliki hasrat untuk tumbuh dan berkembang.

Gambar 2.2 Maslow’s Hierarchy of Employee Engagement

Sumber: Maslow, 2013

Berdasarkan teori Maslow (2013), terdapat 5 macam karyawan berdasarkan

tingkat engagement mereka terhadap organisasi:

1. Disengaged

Sama sekali tidak terhubung atau engaged dengan organisasi, tipe

karyawan ini hanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan survival seperti

makanan, air, dan tempat tinggal. Karyawan ini adalah mereka yang hanya

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

40

memedulikan upah yang mereka peroleh tanpa bekerja demi tercapainya

visi dan misi organisasi.

2. Not Engaged

Tipe karyawan ini masih memiliki kebutuhan untuk mendapatkan stabilitas

dan perlindungan dari hukum serta peraturan yang berlaku dalam hidup

mereka. Ciri-ciri tipe karyawan ini dalam sebuah organisasi adalah mereka

yang sering meminta izin sakit melebihi jatah yang seharusnya dan

mengambil jatah lembur. Selain itu, karyawan ini juga tidak selalu

menyukai pekerjaan mereka dan bahkan masih mencari-cari pekerjaan lain

di luar organisasinya.

3. Almost Engaged

Tipe karyawan ini berada pada tahapan di mana mereka belum sepenuhnya

engaged dengan organisasi. Masih membutuhkan rasa cinta dan kasih

sayang, karyawan ini berada dalam sebuah breaking point antara loyalitas

dan lack of interest. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka adalah karyawan

yang merasa bangga dengan pekerjaan mereka namun masih membuka

kemungkinan untuk bekerja di tempat lain. Hal ini mereka lakukan karena

mereka merasa bahwa pekerjaan mereka sekarang tidak memberikan

peluang untuk mengembangkan karir sesuai keinginan mereka.

4. Engaged

Merasa engaged dengan perusahaan, karyawan ini merupakan individu

yang memiliki hasrat untuk meraih hal-hal yang lebih besar dan berarti,

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

41

serta untuk mendapatkan rasa hormat dan kebebasan. Mereka adalah para

karyawan yang menyadari peran penting mereka dalam organisasi serta

selalu fokus dan sibuk dalam pekerjaan mereka.

5. Highly Engaged

Karyawan ini berada di tingkat teratas dalam teori “Hierarchy of Needs”

menurut Maslow. Telah memenuhi segala kebutuhan mendasar serta

menyadari peran pentingnya dalam organisasi, karyawan ini benar-benar

mencintai pekerjaannya dan bahkan berminat untuk menginspirasi orang-

orang lain di sekitarnya.

2.3.4. Faktor yang Mempengaruhi Employee Engagement

Menurut Marciano (2010) ada 7 faktor yang mendorong terjadinya

employee engagement, yaitu:

a. Recognition (pengakuan), karyawan merasa kontribusi mereka diketahui

dan diapresiasi, pemberian reward diberikan berdasarkan kinerja dan para

atasan secara regular mengakui anggota timberhak mendapatkannya.

b. Empowerment (pemberdayaan), para atasan menyediakan peralatan kerja,

sumber daya dan pelatihan yang dibutuhkan karyawan untuk sukses dalam

pekerjaan, memberikan otonomi dan didorong untuk mengambil resiko.

c. Supportive feedback (umpan balik yang mendukung) berarti para atasan

memberikan feedback yang spesifik pada waktunya dalam suatu media

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

42

yang mendukung, tulus, dan konstruktif, bukan untuk membuat malu atau

menghukum.

d. Partnering (kemitraan), karyawan diperlakukan sebagai mitra bisnis dan

secara aktif berkolaborasi dalam pengambilan keputusan bisnis, menerima

15 informasi keuangan, mendapatkan keleluasaan dalam pengambilan

keputusan, atasan bertindak sebagai pendorong untuk pengembangan dan

pertumbuhan karyawan.

e. Expectations (harapan), dimana para atasan menjamin bahwa sasaran,

tujuan dan prioritas bisnis secara jelas ditetapkan dan dikomunikasikan,

karyawan mengetahui standar kinerja mereka yang dievaluasi dengan

bertanggung jawab.

f. Considerations (perhatian) dimana para atasan, manajer dan anggota tim

menunjukkan rasa tenggang, kepedulian dan perhatian satu sama lain, para

atasan secara aktif berusaha memahami pendapat dan perhatian karyawan

dan memahami serta mendukung saat karyawan mengalami permasalahan

pribadi.

g. Trust (rasa percaya), dimana para atasan menunjukkan kepercayaan dan

yakin dengan skill dan kemampuan karyawan, sebaliknya karyawan

percaya bahwa atasan mereka akan bekerja dengan tepat melalui mereka,

para atasan memenuhi janji dan komitmen mereka sehingga karyawan

mempercayai para atasan.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

43

2.4. Work Environment

Work environment merupakan faktor kunci yang mempengaruhi komitmen

dan kepuasan karyawan terhadap suatu organisasi yang mengacu pada suasana

organisasi tempat dimana karyawan melakukan pekerjaannya (Hanaysha, 2016).

Tsai et al. (2015) berpendapat bahwa lingkungan kerja merupakan sekumpulan

knowledge sharing, motivasi, procedural justice, dan promosi yang dapat

mendorong karyawan untuk menghasilkan ide kreatif yang lebih banyak.

Selain itu, menurut Anitha J. dan Aruna (2016) work environment juga

sebagai suatu atmosfir dimana individu, situasi, dan kejadian dapat

mempengaruhi seseorang dalam bekerja. Kondisi fisik work environment dapat

menentukan jumlah ketidakhadiran, jumlah kesalahan (error rate), level inovasi

dan kolaborasi, dan seberapa lama karyawan akan bertahan di pekerjaan tersebut

(Nanzushi, 2015).

Sementara menurut Danish et al. (2013) work environment terkait dengan

iklim organisasi tertentu dalam tempat karyawan melakukan tugasnya. Work

environment yang baik didefinisikan dengan lingkungan yang terdiri dari semua

faktor mengenai pekerjaan, seperti: fasilitas untuk melakukan pekerjaan, tempat

kerja yang nyaman, aman, dan tidak ada kebisingan (Danish et al., 2013).

Lingkungan kerja terdiri dari dua dimensi yang lebih luas seperti pekerjaan

dan konteks. Pekerjaan mencakup semua karakteristik pekerjaan yang berbeda

seperti cara pekerjaan dilakukan dan diselesaikan, melibatkan tugas-tugas seperti

tugas kegiatan pelatihan, kontrol atas kegiatan yang berhubungan dengan

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

44

pekerjaan seseorang, rasa pencapaian dari pekerjaan, variasi dalam tugas dan

nilai intrinsik untuk sebuah tugas (Raziq et al., 2015).

Berdasarkan pengertian work environment yang sudah diuraikan diatas,

maka penulis menggunakan pengertian work environment terkait dengan iklim

organisasi tertentu dalam tempat karyawan melakukan tugasnya. Work

environment yang baik didefinisikan dengan lingkungan yang terdiri dari semua

faktor mengenai pekerjaan, seperti: fasilitas untuk melakukan pekerjaan, tempat

kerja yang nyaman, aman, dan tidak ada kebisingan (Danish et al., 2013)

2.4.1. Jenis Work Environment

Menurut Sedarmayanti (2011) work environment terbagi menjadi 2 (dua)

yaitu:

1. Lingkugan Kerja Fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat

di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara

langsung maupun tidak langsung.

2. Lingkungan Kerja Non Fisik adalah semua keadaan yang terjadi berkaitan

dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan

sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan.

Kesan yang nyaman akan lingkungan kerja dapat mengurangi rasa

kejenuhan dan kebosanan dalam bekerja. Kenyamanan tersebut tentunya akan

berdampak pada peningkatan motivasi dan menghasilkan kepuasan kerja

karyawan. Sebaliknya, ketidaknyamanan dari lingkungan kerja yang dialami oleh

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

45

karyawan bisa berakibat fatal yaitu menurunnya motivasi kerja karyawan itu

sendiri dan menghasilkan ketidakpuasan kerja karyawan yang berpengaruh

terhadap kinerja karyawan dalam bekerja.

2.4.2. Faktor yang Mempengaruhi Work Environment

Menurut Chandrasekar (2011), terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi

work environment, antara lain:

1. Space and Facilities Required doing the Job

Tata letak fisik kantor yang sangat penting dalam memaksimalkan

produktivitas. Faktor ini menunjukkan kepuasan karyawan melalui

ruang dan fasilitas dalam melakukan pekerjaan.

2. Relationship with Superiors at the Workplace

Atasan bertindak sebagai advokat bagi karyawan, atasan juga

mengumpulkan dan mendistribusikan sumber daya yang dibutuhkan

oleh karyawan untuk melakukan pekerjaanya dengan baik serta

memberikan dorongan positif untuk pekerjaan yang dilakukan dengan

baik.

3. Equality of Treatment at the Workplace

Memperlakukan karyawan secara setara di tempat kerja dapat

memotivasi karyawan untuk melakukan pekerjaan dengan niat penuh di

lingkungan kerja mereka.

4. Communication System at the Workplace

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

46

Sistem komunikasi formal di tempat kerja meningkatkan kepercayaan

dan kesetiaan di antara karyawan dan mendorong kerja tim yang lebih

baik.

5. Environmental Factors are Conducive to Work

Perusahaan harus menyediakan tempat kerja yang ramah dan nyaman

untuk bekerja seperti suhu, penerangan, dan ventilasi.

2.5. Organizational Learning

Organizational learning menurut Hanaysha (2016) mempunyai sebuah

karakteristik utama yang dapat dilihat oleh kemampuan yang dimiliki

karyawannya dalam mencari atau membuat peluang untuk belajar dari sumber

daya yang bermanfaat. Setelah itu, menggunakan informasi tersebut untuk

menambah nilai bagi organisasi dan menukarnya dengan pengetahuan organisasi.

Mondy (2016) berpendapat bahwa organizational learning adalah suatu keadaan

dimana perusahaan menyadari pentingnya pelatihan dan pengembangan terkait

dengan kinerja berkelanjutan dan mengambil tindakan yang tepat. Menurut

Kreitner & Kinicki (2008), organizational learning merupakan proses secara

proaktif dalam menciptakan, memperoleh, dan menstransfer pengetahuan

ke seluruh organisasi.

Menurut Salarian, Baharmpour, & Habibi (2015), terkait organizational

learning digambarkan sebagai satu kegiatan organisasi yang meliputi perolehan

pengetahuan, berbagi informasi, menafsirkan informasi, yang memiliki pengaruh

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

47

sadar atau tidak sadar pada budaya organisasi yang positif. Organizational

learning didefinisikan sebagai proses dan perilaku, dan dengan demikian,

organizational learning dianggap sebagai entitas yang mendukung (Hanasya,

2016).

Dari beberapa pengertian organizational learning yang telah diuraikan

diatas, maka penulis menggunakan pengertian organizational learning menurut

Salarian, Baharmpour, & Habibi (2015), terkait organizational learning

digambarkan sebagai satu kegiatan organisasi yang meliputi perolehan

pengetahuan, berbagi informasi, menafsirkan informasi, yang memiliki pengaruh

sadar atau tidak sadar pada budaya organisasi yang positif

2.5.1. Disiplin Ilmu Organizational Learning

Menurut Peter Senge dalam bukunya yang berjudul “The Fifth Dicipline:

The Art and Practice of The Learning Organization” menyatakan bahwa ada 5

disiplin ilmu yang dapat diaplikasikan oleh organisasi, diantaranya adalah:

1. Personal Mastery

Organisasi hanya dapat berkembang apabila para anggota yang berada di

dalamnya memiliki keinginanan dan kemampuan untuk terus belajar

dengan disiplin penguasaan pribadi berarti individu di dalam organisasi

terus memfokuskan diri untuk meningkatkan kemampuan dan kapabilitas

diri dengan belajar dan memfokuskan energi untuk terus menerus

memperdalam visi pribadi.

2. Mental Model

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

48

Mental model merupakan suatu disiplin yang menggambarkan proses

penilaian pribadi berdasarkan asumsi dan generaliasai yang ditangkap yang

dapat mempengaruhi individu dalam melakukan sebuah tindakan dan

pengambilan keputusan. Disiplin mental model ini melatih individu untuk

dapat mengkomunikasikan pemikiran atau asumsi secara efektif sehingga

dapat mempengaruhi orang lain.

3. Shared Vision

Disiplin ini menggambarkan peranan seorang pemimpin sebagai penentu

arah organisai dengan membagi tujuan organisasi dengan cara

mengkomunikasikannya kepada seluruh anggota organisasi yang ada di

dalamnya.

4. Team Learning

Dengan adanya proses pembelajaran secara bersama-sama, organisasi telah

mempererat ikatan bagi seluruh anggota didalamnya dengan melakukan

dialog dan mentransfer ilmu yang dimiliki secara perseorangan agar para

anggota dapat terus meningkatkan kompetensinya masing-masing.

5. System Thinking

System thinking merupakan landasan terpenting yang dapat

mengintegerasikan setiap individu, kegiatan, serta disiplin yang ada di

dalam organisasi karena tanpa mengaplikasikan system thinking, individu

di dalam organisasi hanya melihat segala sesuatu yang ada secara parsial

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

49

tanpa melihat dengan cara keseluruhan, sehingga individu tidak dapat

melihat sebuah organisasi sebagai sebuah proses yang dinamis.

2.5.2. Proses Organizational Learning

Menurut DiBella & Nevis (1998), Huber, (1991) dalam Loon Hoe &

McShane (2010) menyatakan bahwa ada tiga proses learning organization yaitu:

1. Knowledge Acquisition

Knowledge acquisition adalah pengembangan atau penciptaan

keterampilan, wawasan dan hubungan termasuk tentang bagaimana

pengetahuan disatukan.

2. Knowledge Dissemination

Knowledge dissemination adalah proses dimana pengetahuan dibagikan

dan disebarkan keseluruh organisasi. Misalnya staf pemasaran

menjadwalkan pertemuan rutin untuk membahas kebutuhan masa depan

pelanggan dengan departemen.

3. Knowledge Use

Knowledge use adalah integrasi pembelajaran sehingga pengetahuan

tersedia secara luas dan dapat digeneralisasi untuk situasi yang ada dan

yang baru. Hal ini mengacu pada cara dimana pengetahuan diterapkan oleh

anggota organisasi untuk lebih memahami bidang pekerjaan mereka

sehingga dapat membuat keputusan manajerial yang terinformasi dan

menerapkan perubahan.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

50

2.5.3. Fungsi Utama Organizational Learning

Menurut Kinicki dan William (2018) terdapat 3 fungsi utama dalam

meningkatkan organizational learning yaitu sebagai berikut:

a. Membangun komitmen untuk belajar

Seorang manajer harus mampu menanamkan ke dalam diri setiap

karyawannya mengenai komitmen intelektual dan emosional terhadap ide

belajar dengan cara adalah memimpin, mempromosikannya secara terbuka,

memberikan penghargaan atau simbol dan sebagainya.

b. Bekerja untuk menghasilkan ide beserta dampak yang ditimbulkan

Seorang manajer harus mampu mencoba menghasilkan ide yang dapat

menambah nilai bagi pelanggan, karyawan maupun shareholders dengan

meningkatkan kompetensi karyawan melalui pelatihan, membuat

eksperimen dan terlibat dalam kegiatan kepemimpinan lainnya.

c. Mampu mengurangi hambatan – hambatan yang terjadi

Seorang manajer harus mampu mengurangi hambatan – hambatan untuk

belajar antara karyawan dan di dalam organisasi. Beberapa cara yang dapat

dilakukan oleh manajer adalah meningkatkan komunikasi, mengurangi

konflik, mempromosikan kerja team, memberikan reward dan sebagainya

2.5.4. Rancangan Organizational Learning

Menurut Dessler (2017) agar pembelajaran organisasi menjadi lebih efektif

dapat membuat program pelatihan dan pengembangan dengan membuat suatu

rancangan terlebih dahulu yaitu sebagai berikut:

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

51

a. Menentukan kebutuhan dari karyawannya

b. Membuat design program semenarik mungkin sehingga karyawan tidak

merasa jenuh

c. Melakukan simulasi terlebih dahulu

d. Mengimplementasikan program tersebut kepada karyawan dengan

memberikan psikotes untuk mengetahui kecocokan program

e. Melakukan evaluasi

2.6. Organizational Commitment

Menurut Robbins (2013) menjelaskan bahwa organizational commitment

adalah bagaimana seorang karyawan menjelaskan pekerjaannya dengan elemen-

elemen organisasi beserta tujuannya dan juga memiliki keinginan untuk

mempertahankan posisinya dalam organisasi. Keterlibatan seseorang yang tinggi

dalam suatu pekerjaan berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu,

sementara komitmen organisasi yang tinggi berarti memihak organisasi yang

merekrut individu tersebut (Robbins, 2013)

Seorang karyawan yang berkomitmen menunjukkan kesetiaan, psikologis,

keterikatan pada pekerjaan dan mengidentifikasi dengan tujuan organisasi (Bulut

& Culha, 2010).

Organizational commitment didefinisikan sebagai hal penting terutama

untuk manajemen organisasi yang terkait dengan kepuasan kerja, keduanya

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

52

terkait langsung dengan profitabilitas organisasi dan daya saing yang unggul

(Abdullah & Ramay, 2012). Elemen dasar commitment dalam berbagai

penjelasan berkaitan dengan keinginan karyawan tetap berada di organisasi

mereka atau keengganan mereka untuk meninggalkan organisasi dengan alasan

memanfaatkan untuk kepentingan pribadi (Randeree & Chaudhry, 2012).

Dari beberapa pengertian organizational commitment yang telah diuraikan

diatas, penulis menggunakan pengertian organizational commitment menurut

Robbins (2013) yang menjelaskan bahwa organizational commitment adalah

bagaimana seorang karyawan menjelaskan pekerjaannya dengan elemen-elemen

organisasi beserta tujuannya dan juga memiliki keinginan untuk

mempertahankan posisinya dalam organisasi. Keterlibatan seseorang yang tinggi

dalam suatu pekerjaan berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu,

sementara komitmen organisasi yang tinggi berarti memihak organisasi yang

merekrut individu tersebut (Robbins, 2013).

2.6.1. Komponen Organizational Commitment

Kemudian, Meyer dan Allen (1991) dalam Joung et al., (2015), mengulas

teori organizational commitment dan konsep organizational commitment

menggunakan tiga komponen berbeda:

a. Affcetive Commitment (Ikatan afektif dengan organisasi)

b. Continuance Commitment (Biaya yang dirasakan terkait dengan

meninggalkan organisasi)

c. Normative Commitment (Kewajiban untuk tetap bersama organisasi)

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

53

2.6.2. Faktor yang Mempengaruhi Organizational Commitment

Dalam suatu perusahaan, tentu banyak faktor yang mempengaruhi

organizational commitment. Menurut Aydogdu & Asikgil (2011), terdapat

faktorfaktor yang mempengaruhi organizational commitment dalam suatu

perusahaan, antara lain:

1. Personal Factor

Dipengaruhi oleh dua jenis variabel, yaitu variabel demografis (jenis

kelamin, usia, tingkat pendidikan, ras dan sifat kepribadian), dan variabel

disposisi (kepribadian, nilai dan minat).

2. Role Related Factors

Dipengaruhi oleh ambiguitas peran (ketidakjelasan peran dalam melakukan

pekerjaan) sehingga, hal ini berdampak pada tingkat organizational

commitment.

3. Work Experiences

Dari penelitian sebelumnya, mengungkapkan bahwa terdapat pengaruh

korelasi yang kuat dan konsisten terhadap employee commitment.

4. Cultural Factors

Dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti usia, jenis kelamin, masa

kerja dan pendidikan. Karakteristik tersebut sangat signifikan dalam

menentukan organizational commitment.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

54

2.7. Model dan Hipotesis Penelitian

2.7.1. Model Penelitian

Gambar 2.3 Model Hipotesis Penelitian

Sumber: Jalal Hanaysha “Testing the Effects of Employee Engagement,

Work Environment, and Organizational Learning on Organizational

Commitment”, 2016

H1: Employee Engagement berpengaruh positif terhadap Organizational

Commitment

H2: Work Environment berpengaruh positif terhadap Organizational

Commitment

H3: Organizational Learning berpengaruh positif terhadap Organizational

Commitment

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

55

2.7.2. Pengembangan Hipotesis Penelitian

2.7.2.1. Pengaruh Employee Engagement Terhadap Organizational Commitment

Employee engagement dianggap sebagai jenis sikap terkait pekerjaan

yang positif dan memuaskan yang dicirikan oleh tiga dimensi, yaitu

semangat, daya serap, dan dedikasi (Schaufeli dan Bakker, 2004). Menurut

Harter et al. (2002), organisasi perlu melibatkan karyawan mereka, karena

telah dibuktikan bahwa organisasi dengan karyawan yang memiliki

employee engagement, satisfaction dan loyalitas tinggi akan lebih produktif

dan lebih menguntungkan daripada karyawan yang memiliki tingkat

employee engagement rendah.

Saks (2006) membedakan antara dua jenis keterlibatan karyawan:

keterlibatan kerja dan keterlibatan organisasi. Keterlibatan kerja mengacu

pada sejauh mana seseorang benar-benar terpesona dengan kinerja peran

pekerjaannya sendiri, sedangkan keterikatan organisasi mencerminkan

sejauh mana seorang individu secara psikologis hadir sebagai anggota

organisasi.

Individu yang memiliki tingkat engagement tinggi mampu

mengidentifikasi diri mereka sendiri dengan pekerjaan mereka dan pekerjaan

merupakan sumber motivasi bagi mereka. Mereka cenderung bekerja keras

dan lebih produktif daripada yang lain dan lebih cenderung menghasilkan

apa yang diinginkan pelanggan dan organisasi mereka.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

56

Hasil dari sebuah penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat

penelitian yang menunjukkan bahwa employee engagement yang rendah

tidak hanya berdampak pada kinerja tetapi juga meningkatkan turnover

karyawan, mengurangi kepuasan layanan pelanggan dan meningkatkan

tingkat absensi (Cataldo, 2011).

Schaufeli et al. (2002) menyatakan bahwa keterlibatan kerja sebagai

keadaan pikiran yang ditandai dengan kekuatan (energi dan ketahanan

mental), dedikasi (merasa bangga dengan pekerjaan seseorang dan

terinspirasi olehnya) dan penyerapan (perasaan puas saat melakukan

pekerjaan).

Sebuah organisasi dengan karyawan yang terlibat dan berkomitmen

akan menjadikan tempat kerja pilihan karyawan yang menghasilkan

peningkatan kinerja organisasi. Keterlibatan adalah aspirasi penting untuk

bekerja dalam kesadaran terbaik di tempat kerja sedangkan, keinginan

seorang pekerja untuk tetap sebagai sesama perhatian terjadi melalui

komitmen (Gbadamosi, 2003).

Dari seluruh penjelasan penelitian ini sesuai dengan penelitian terhadulu

menurut Hanaysha (2016), Albdour & Altarawneh (2014), Dajani (2015),

Shoko & Zinyemba (2014), dan Rameshkumar (2019) maka dapat

disesuaikan bahwa employee enagement berpengaruh positif terhadap

organizational commitment, sehingga dapat disajikan dalam bentuk hipotesis

menjadi:

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

57

H1: Employee Engagement berpengaruh positif terhadap Organizational

Commitment

2.7.2.2. Pengaruh Work Environment Terhadap Organizational Commitment

Saat ini sebagian besar organisasi sudah memperhatikan kebutuhan

karyawan dengan berusaha memberikan lingkungan kerja yang positif

sehingga karyawan akan senang dan puas (Mehboob dan Bhutto, 2012).

Menurut Yesufu (1984) dalam Danish et al., (2013) lingkungan kerja

yang fasilitatif dan tepat meningkatkan komitmen dan tingkat produktivitas

karyawan, dimana organisasi harus menyediakan fasilitas pertolongan

pertama, toilet bersih, kamar kecil, air, dan pakaian yang aman untuk

karyawan mereka.

Beberapa faktor work environment adalah: 1) Ruang dan fasilitas yang

dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaan, 2) Hubungan dengan atasan di

tempat kerja, 3) Kesetaraan perlakuan di tempat kerja, 4) Sistem komunikasi

di tempat kerja, 5) Pelaku lingkungan kondusif untuk bekerja , 6) Prosedur

untuk mengidentifikasi dan mengendalikan bahaya (Chandrasekar, 2010).

Pitaloka dan Paramita (2014) menemukan bahwa lingkungan kerja yang

kondusif berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja dan komitmen

organisasi. Haggins (2011) juga menegaskan bahwa lingkungan kerja

memainkan peran penting dalam mempengaruhi organisasi komitmen.

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

58

Sejalan dengan Giffords (2009), lingkungan kerja merupakan salah satu

kontributor utama bagi organisasi komitmen.

Dari seluruh penjelasan penelitian ini sesuai dengan penelitian terhadulu

menurut Hanaysha (2016), Danish et, al., (2013), dan Pitaloka dan Paramita

(2014) maka dapat disesuaikan bahwa work environment berpengaruh positif

terhadap organizational commitment, sehingga dapat disajikan dalam bentuk

hipotesis menjadi:

H2: Work Environment berpengaruh positif terhadap Organizational

Commitment

2.7.2.3. Pengaruh Organizational Learning Terhadap Organizational

Commitment

Menurut Watkins dan Marsick (1996) dalam Raduan et al., (2011)

pembelajaran dapat meningkatkan kapabilitas intelektual karyawan karena

organisasi seperti itu pada akhirnya akan menjadi lebih baik dengan

memiliki karyawan yang terpelajar. Organisasi dengan keselarasan terbesar

antara tujuan organisasi dan individu adalah organisasi yang peka terhadap

individu dan memberi mereka sumber daya dan peluang untuk belajar dan

berprestasi (Rowden dan Conine, 2005). Organisasi yang memprioritaskan

pembelajaran, pendidikan, dan pengembangan akan terbayar melalui

profitabilitas yang lebih besar dan peningkatan kepuasan kerja karyawan

(Leslie et al., 1998).

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

59

Menurut Garvin (1993) dalam Raduan et al. (2011) konsensus umum

dalam literatur organizational learning adalah bahwa pembelajaran di

tingkat organisasi merupakan prasyarat untuk perubahan dan kinerja

organisasi yang sukses.

Menurut Ahmad dan Marinah (2013) menjadi organisasi pembelajaran

dan meningkatkan program pelatihan adalah beberapa faktor vital yang

diperlukan untuk mengembangkan pembelajaran, meningkatkan manajemen

pengetahuan, meningkatkan individu dan organisasi kinerja, dan

mempertahankan keunggulan kompetitif.

Marquardt (1996) dalam Hendri (2019) menjelaskan bahwa

pembelajaran organisasi mengacu pada suatu kegiatan yang tujuannya

adalah untuk meningkatkan kapasitas intelektual dan produktif anggota staf,

dan itu dapat dicapai melalui komitmen organisasi dan kesempatan untuk

membuat konstan perbaikan dan memiliki enam dimensi pembelajaran

organisasi yang salah satunya adalah kemampuan untuk berbagi kesamaan

visi atau kemampuan semua anggota organisasi fokus pada satu visi, yaitu

mengembangkan komitmen sejati. Pernyataan ini merupakan bukti yang

menunjukkan hubungan antara organizational learning dengan

organizational commitment.

Menurut Khandekar & Sharma (2006) menyatakan bahwa pembelajaran

organisasi adalah proses memperoleh pengetahuan individu dan kelompok

yang ingin menerapkannya dalam bekerja dan mengambil keputusan.

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

60

Pembelajaran organisasi mampu memperkuat kemampuan organisasi untuk

mempromosikan dan menerapkan pengetahuan yang diperlukan untuk

beradaptasi dengan kondisi lingkungan eksternal dari suatu organisasi (Hoe

dan MeShane, 2010).

Dari seluruh penjelasan penelitian ini sesuai dengan penelitian terhadulu

menurut Raduan et al., (2011), Hanaysha (2016), Hendri (2019) maka dapat

disesuaikan bahwa organizational learning berpengaruh positif terhadap

organizational commitment, sehingga dapat disajikan dalam bentuk hipotesis

menjadi:

H3: Organizational Learning berpengaruh positif terhadap Organizational

Commitment

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

61

2.8. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Publikasi Judul Penelitian Temuan Manfaat Penelitian

1.

Jalal Hanaysha

(2016)

Science Direct

Testing the Effects of Employee

Engagement, Work

Environment, and

Organizational Learning on

Organizational Commitment

Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa

employee engagement

berpengaruh positif

signifikan terhadap

organizational commitment.

Ditemukan juga bahwa

work environment memiliki

pengaruh positif yang

signifikan terhadap

organizational commitment.

Jurnal ini digunakan

sebagai acuan dari

pengembangan hipotesis

dan sebagai jurnal

utama penelitian

2.

Ali Abbaas

Albdour &

Ikhlas I.

Altarawneh

(2014)

Research Gate

Employee Engagement and

Organizational Commitment:

Evidence from Jordan

Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa

employee engagement dan

organizational engagement

yang tinggi akan

berpengaruh pada tingkat

organizational commitment

yang tinggi juga.

Jurnal ini digunakan

sebagai acuan dari

pengembangan hipotesis

yang menunjukan

employee engagement

berpengaruh positif

terhadap organizational

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

62

commitment.

3.

Maha Ahmed

Zaki Dajani

(2015)

Science and

Education

Publishing

The Impact of Employee

Engagement on Job

Performance and

Organisational Commitment in

the Egyptian Banking Sector

Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa

employee engagement

memiliki pengaruh terhadap

organizational commitment.

Jurnal ini digunakan

sebagai acuan dari

pengembangan hipotesis

yang menunjukan

employee engagement

berpengaruh positif

terhadap organizational

commitment.

4.

Melody Shoko

& Alice Z

Zinyemba

(2014)

International

Journal of Advanced

Research:

Management and

Social Sciences

Impact of Employee

Engagement on Organizational

Commitment in National

Institutions of Higher Learning

in Zimbabwe

Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa

terdapat korelasi positif

antara employee

engagement dan

organizational commitment.

Employee engagement yang

tinggi cenderung memiliki

tingkat organizational

commitment yang tinggi

juga.

Jurnal ini digunakan

sebagai acuan dari

pengembangan hipotesis

yang menunjukan

employee engagement

berpengaruh positif

terhadap organizational

commitment.

5.

M.

Rameshkumar

(2019)

Research Gate

Employee Engagement as an

Antecedent of Organizational

Commitment – A Study on

Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa

terdapat hubungan positif

Jurnal ini digunakan

sebagai acuan dari

pengembangan hipotesis

yang menunjukan

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

63

Indian Seafaring Officers antara employee

engagement terhadap

affective commitment dan

normative commitment

employee engagement

berpengaruh positif

terhadap organizational

commitment.

6.

Endang

Pitaloka &

Irma Paramita

Sofia (2014)

Research Gate

The Affect of Work

Environment, Job

Satisfaction, Organizational

Commitment on OCB of

Internal Auditors

Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa work

environment berpengaruh

pada organizational

commitment.

Jurnal ini digunakan

sebagai acuan dari

pengembangan hipotesis

yang menunjukan work

environment

berpengaruh positif

terhadap organizational

commitment.

7.

Rizwan Qaiser

Danish, Sidra

Ramzan &

Farid Ahmad

(2013)

Research Gate

Effect of Perceived

Organizational Support and

Work Environment on

Organizational Commitment;

Mediating Role of Self

Monitoring

Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa work

environment memiliki

hubungan yang signifikan

dan positif terhadap

organizational commitment

Jurnal ini digunakan

sebagai acuan dari

pengembangan hipotesis

yang menunjukan work

environment

berpengaruh positif

terhadap organizational

commitment.

8.

Raduan Che

Rose, Naresh

Kumar & Ong

Gua Pak

The Journal of

Applied Business

Research

The Effect Of Organizational

Learning On Organizational

Commitment, Job Satisfaction

And Work Performance

Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa

organizational learning

memiliki hubungan positif

terhadap organizational

Jurnal ini digunakan

sebagai acuan dari

pengembangan hipotesis

yang menunjukan

organizational learning

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen

64

(2011) commitment, job

satisfaction, dan work

performance.

berpengaruh positif

terhadap organizational

commitment.

9.

La Hatani,

Muh. Hikbal

Bulang,

Rahmat

Madjid,

Murdjani

Kamaluddin,

Nursaban

Rommy, A.S

Aidin Hudani,

La Ode

Kalimin dan

Zaludin (2018)

Research Journal of

Applied Sciences

Work Environment and

Organizational Learning

Towards Employee

Performance: The Mediating

Role of Organizational

Commitment

Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa

organizational learning

yang meningkat secara

positif dan signifikan

berkontribusi pada

peningkatan organizational

commitment dan employee

performance.

Jurnal ini digunakan

sebagai acuan dari

pengembangan hipotesis

yang menunjukan

organizational learning

berpengaruh positif

terhadap organizational

commitment.

10.

Muhammad

Irfani Hendri

(2019)

Emerarld Insight

The mediation effect of Job

Satisfaction and

Organizational

Commitment on the

Organizational

Learning effect of the

Employee Performance

Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa

organizational learning

memiliki pengaruh yang

signifikan dan positif

terhadap organizational

commitment

Jurnal ini digunakan

sebagai acuan dari

pengembangan hipotesis

yang menunjukan

organizational learning

berpengaruh positif

terhadap organizational

commitment.