bab ii tinjauan pustaka 2.1 makanan jajananeprints.ung.ac.id/5058/5/2012-1-13201-811408007-bab2...d)...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Makanan Jajanan
Makanan jajanan (Street Foods) adalah jenis makanan yang dijual dikaki
lima, pinggiran jalan , di stasiun, di pasar, di tempat pemukiman serta lokasi yang
sejenis (Daniaty,lia 2009).
Makanan jajanan menurut FAO didefisinikan sebagai makanan dan
minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di
tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi
tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (Judarwanto,widodo 2008).
Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 ,
makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin
makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap
untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan atau
restoran, dan hotel.
Makanan kecil atau jajan adalah makanan yang biasanya menemani
minum teh, kopi, atau minuman dingin. Dapat dihidangkan pagi sekitar jam 10.00
atau sore hari pukul 16.00 – 17.00, kadang-kadang dapat dihidangkan pada
malam hari sebelum tidur. Kira-kira satu kali makan jajan, seseorang cukup 1-2
potong yang mengandung 150-200 kalori (Purba, 2009).
Pangan jajanan termasuk dalam kategori pangan siap saji yaitu makanan
dan minuman yang dijual untuk langsung dikonsumsi tanpa proses pengolahan
lebih lanjut. Ragam pangan jajanan antara lain: bakso, mie goreng, nasi goreng,
ayam goreng, burger, cakue, cireng, cilok, cimol, tahu, gulali, es jepit, es lilin dan
ragam pangan jajanan lainnya.
2.1.1 Jenis Makanan Jajanan
Pada umumnya makanan jajanan dapat dibagi menjadi empat kelompok
yaitu:
a) Makanan utama atau main dish yaitu nasi rames, nasi rawon, nasi pecel,
dan sebagainya.
b) Panganan atau snak yaitu kue, onde-onde, pisang goreng, dan sanck
pabrikan lainnya.
c) Golongan minuman yaitu es teler, es buah, the, kopi, dewet, jenang, es
cukur (campur) dan minuman pabrikan lainnya.
d) Buah-buahan segar yaitu mangga, durian, dan sebagainya (Daniaty, Lia
2009).
Jenis makanan jajanan banyak disukai oleh anak – anak sekolah dasar,
karena bentuk dan warna yang menarik, adapun beberapa jenis jajanan yang
sering dijajakan di sekolah dasar disediakan pada tabel 2.1 pada halaman berikut
Tabel 2.1
Jenis Makanan Jajanan yang Dijajakan di Sekolah Dasar
JENIS JAJANAN
Makanan Minuman
Siomay
Kerupuk warna
Cimol
Gulali
Keripik
Manisan kedondong
Pisang goreng
Kue tradisional
Snack (Pabrikan)
Cilok
Es cendol
Es kelapa muda
Es cukur (campur)
Es mambo
Es buah
Es lilin
Minuman ringan (Pabrikan)
Pop ice blender
Es Jepit
Es Cream
Sumber. Daniaty, Lia 2009
2.1.2 Fungsi Makanan Jajanan
Peranan makanan jajanan mulai mendapat perhatian secara internasional
yang banyak menaruh perhatian terhadap studi dan perkembangan makanan
jajanan. Peranan makanan jajanan sebagai penyumbang gizi dalam menu sehari -
hari yang tidak dapat disampingkan. Makanan jajanan mempunyai fungsi sosisal
ekonomi yang cukup penting, dalam arti pengembangan makanan jajanan dapat
meningkatkan sosial ekonomi pedagang. Disamping itu, makanan jajanan
memberikan kontribusi gizi yang nyata terhadap konsumen tertentu (Wisnu, 2008)
2.2 Bahan Tambahan Makanan
Bahan tambahan makanan (BTM) adalah bahan atau campuran bahan yang
secara alami, bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi
ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan
pangan dan untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki kualitas yang
meningkat (Hartono, Rudi 2005).
Zat adiktif makanan adalah bahan yang ditambahkan dan dicampurkan
sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu atau bahan yang
ditambahkan pada makanan ataupun minuman pada waktu proses atau
pembuatannya dan terdapat pada hasil akhirnya.
Bahan tambahan makanan adalah bahan yang dengan sengaja ditambahkan
kedalam bahan makanan dasar atau campuran bahan dengan tujuan mengubah
sifat-sifat dari makanan tersebut. Menurut peraturan Menteri Kesehatan, yang
dimaksudkan dengan adiktif makanan adalah bahan yang ditambahkan dan
dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu termasuk
kedalamnya aroma, pemantap, antioksidan, pengawet, pengemulsi, anti gumpal,
pemucat, dan pengental.
Beberapa Bahan Tambahan yang diizinkan digunakan dalam makanan
menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988
diantaranya sebagai berikut:
a) Antioksidan (Antioxidant)
b) Antikempal (Anticaking Agent)
c) Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)
d) Pemanis Buatan (Artificial Sweeterner)
e) Pemutih dan Pematang Telur (Flour Treatment Agent)
f) Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental (Emulsifier,Stabilizer,
Thickener)
g) Pengawet (Preservative)
h) Pengeras (Firming Agent)
i) Pewarna (Colour)
j) Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa (Flavour, lavour Enhancer)
k) Sekuestran (Sequestrant)
2.3 Zat Pewarna Makanan
Yang dimaksud dengan zat pewarna adalah bahan tambahan makanan
yang dapat memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama
proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna
agar kelihatan lebih menarik.
Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988,
zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau
memberi warna pada makanan.
2.3.1 Zat Pewarna Alami
Pada pewarna alami zat warna yang diperoleh berasal dari hewan dan
tumbuhan – tumbuhan seperti : karamel, coklat, daun suji, daun pandan dan
kunyit. Jenis – jenis pewarna alami tersebut antara lain :
a) Klorofil, yaitu zat warna alami hijau yang umumnya terdapat pada
daun, sehingga sering disebut warna hijau daun.
b) Mioglobulin dan hemoglobin, yaitu zat warna merah pada daging.
c) Karotenoid, yaitu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange,
merah orange, yang terlarut dalam lipid, berasal dari hewan maupun
tanaman lain seperti, lumut, tomat, cabe merah dan wortel.
d) Anthosianin dan anthoxantin, warna pigmen anthosianin merah,
biru violet biasanya terdapat pada bunga, buah – buahan dan sayur
– sayuran (Wisnu, 2008).
2.3.2 Pewarna Buatan
Di negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui berbagai prosedur
pengujian sebelum digunakan sebagai pewarna makanan. Proses pembuatan zat
warna sintesis biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat
yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat
racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir,
harus melalui suatu senyawa dulu yang kadang – kadang berbahaya dan sering
kali tertbentuk senyawa – senyawa baru yang berbahaya (Purba,elisabeth 2009).
Sering sekali terjadi penyalahgunaan pemakaian pewarna untuk
sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna tekstil dan kulit untuk mewarnai
bahan pangan. Bahan tambahan pangan yang ditemukan adalah pewarna yang
berbahaya terhadap kesehatan seperti Amaran, Auramin, Methanyl Yellow dan
Rhodamin B. Jenis – jenis makanan jajanan yang ditemukan mengandung bahan –
bahan berbahaya ini antara lain sirup, saus, bakpau, kue basah, pisang goreng,
tahu, kerupuk, es cendol, mie dan manisan (Hasanah,fitri 2005).
Rhodamin B adalah zat pewarna buatan yang digunakan dalam industri
tekstil dan kertas serta sangat dilarang penggunaannya sebagai bahan tambahan
makanan.
Gambar 2.1
Rumus Molekul Rhodamin B
Rumus molekul dari Rhodamin B adalah C1NC1 dengan berat molekul
sebesar 479.000. Zat Rhodamin B berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu
kemerah – merahan, sangat larut dalam air dan akan menghasilkan warna merah
kebiru – biruan dan berfluorensi kuat. Rhodamin B dapat larut dalam alkohol,
HCL dan NaOH selain mudah larut dalam air (Wisnu, 2008)
Tabel 2.2
Bahan pewarna sintetis yang dilarang di Indonesia
Bahan Pewarna Nomor Indeks
Warna (C.I.No.)
Citrus red No.2
Ponceau 3 R
Ponceau SX
Rhodamin B
Guinea Green B
Magenta
Chrysoidine
Butter Yellow
Sudan I
Methanil Yellow
Auramine
Oil Oranges SS
Oil Oranges XO
Oil Yellow AB
Oil Yellow OB
-
(Red G)
(Food Red No.1)
(Food Red No.5)
(Acid Green No.3)
(Basic Violet No. 14)
(Basic Orange No. 2)
(Solvenet Yellow No. 2)
(Food Yellow No. 2)
(Food Yellow No. 14)
(Ext. D & Yellow No.2
(Basic Yellow No. 2)
(Solvenet Orange No. 7)
(Solvenet Orange No. 5)
(Solvenet Orange No. 6)
12156
16155
14700
45170
42085
42510
11270
11020
12055
13065
41000
12100
12140
11380
11390
Sumber : Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988
Timbulnya penyalahgunaan bahan tersebut disebabkan karena
ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan juga
disebabkan karena harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah
dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan.
Tabel 2.3
Jenis Minuman dan Jajanan yang mengandung BTP terlarang
Jenis pewarna yang
dilarang/dibatasi Jenis minuman dan jajanan
Amaran Sirup, minuman ringan/limun, saus, es campur
Auramin Sirup, minuman ringan/limun, saus.
Rhodamin B Sirup, minuman ringan/limun, saus, es campur,
es mambo, es cendol, bakpau, es kelapa
Methanyl Yellow Sirup, minuman ringan/limun, pisang goreng,
manisan mangga dan kedondong.
Pewarna lain yang
dibatasi
Sirup minuman ringan/limun, es campur
Sumber : Fardiaz (1997) dalam Purba (2009).
2.4 Zat Pemanis
Zat pemanis merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau
dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, yang
digunakan untuk keperluan pengolahan bahan panganan atau jajanan lainnya.
(Hennida, 2009).
2.4.1 Pemanis Alami
Pemanis alam biasanya berasal dari tanaman. Tanaman penghasil pemanis
yang utama adalah tebu (Saccharum officanarum L) dan bit (Beta vulgaris L).
bahan pemanis yang dihasilkan dari kedua tanaman tersebut terkenal sebagai gula
alam atau sukrosa.
Beberapa bahan pemanis alam yang sering digunakan adalah:
a) Gula umumnya digunakan sebagai padanan kata untuk sakarosa.
Secara kimiawi gula identik dengan karbohidrat. Beberapa jenis gula
dan berbagai produk terkait:
b) Gula Granulasi (Gula Pasir): kristal-kristal gula berukuran kecil yang
pada umumnya dijumpai dan digunakan di rumah (gula pasir).
c) Gula batu: Gula batu tidak semanis gula granulasi biasa, gula batu
diperoleh dari Kristal bening berukuran besar bewarna putih atau
kuning kecoklatan. Kristal bening dan putih dibuat dari larutan gula
jenuh yang mengalami kristalisasi secara lambut.
d) Gula batu putih memiliki rekahan-rekahan kecil yang memantulkan
cahaya. Kristal berwarna kuning kecoklatan mengandung berbagai
caramel. Gula ini kurang manis karena adanya air dalam kristal
( Jhonatan Kuntaraf, 2009).
2.4.2 Pemanis Buatan
Pemanis buatan (sintesis) merupakan bahan tambahan yang dapat
memberikan rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi (Hennida,
2009).
Sekalipun penggunaanya diizinkan, pemanis buatan dan juga bahan kimia
lain sesuai peraturan penggunaannya harus dibatasi. Alasannya, meskipun
pemanis buatan tersebut aman dikonsumsi dalam kadar kecil, tetap saja dalam
batas-batas tertentu akan menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia maupun
hewan yang mengkonsumsinya.
Siklamat pertama kali ditemukan dengan tidak sengaja oleh Michael Sveda pada
tahun 1937. Sejak tahun 1950 siklamat ditambahkan ke dalam makanan dan
minuman. Siklamat biasanya tersedia dalam bentuk garam natrium dari asam
siklamat. Nama lain dari Siklamat adalah Natrium Sikloheksisulfamat atau
Natrium siklamat .
Gambar 2.2
Rumus Molekul Siklamat
Tidak seperti Sakarin, Siklamat berasa manis tanpa rasa ikutan yang
kurang disenangi. Bersifat mudah larut dalam air dan intensitas kemanisannya ±30
kali kemanisan Sukrosa. Dalam industri pangan, natrium siklamat dipakai sebagai
bahan pemanis yang tidak mempunyai nilai gizi (non-nutrivite) untuk pengganti
Sukrosa (Wisnu, 2008).
Tabel 2.4
Batasan Maksimum Penggunaan Zat Pemanis Buatan
Sumber : Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988
Pembatasan tersebut dikenal dengan ADI (Acceptable Daily Intake) atau
asupan harian yang dapat diterima. ADI merupakan jumlah maksimal pemanis
buatan dalam mg/kg berat badan yang dapat dikonsumsi tiap hari selama hidup
tanpa menimbulkan efek yang merugikan kesehatan.
Tabel. 2.5
Pemanis Buatan yang Direkomendasikan Depkes RI
Nama Batas Maksimum Penggunaan
Sakarin (300-700 x manis gula)
100 mg/kg (permen), 200 mg/kg
(es krim, jelly), 300 mg/kg (saus,
es lilin, minuman ringan, yoghurt)
Siklamat (30-80 x manis gula)
1 g/kg (permen), 2 g/kg (es krim,
jelly), 3 mg/kg (saus, es lilin,
minuman ringan, yoghurt)
Sumber, Depkes RI Tahun 2008
Pemanis Buatan Batasan mg/kg bahan
Acesulfam-K
Alitam
Aspartam
Siklamat
Neotam
Sakarin
Sukralosa
Isomalt
Laktitol
Maltisol
Manitol
Sorbitol
Xilitol
15 mg/kg bahan
0,34 mg/kg bahan
50 mg/kg bahan
11 mg/kg bahan
2 mg/kg bahan
5 mg/kg bahan
10-15 mg/kg bahan
Not specified
Not specified
Not specified
Not specified
Not specified
Not specified
2.5 Pengaruh Zat Pewarna dan Pemanis Buatan pada Kesehatan
Adapun pengaruh zat pewarna dan pemanis buatan terhadap kesehatan
yakni sebagai berikut :
2.5.1 Pengaruh Zat Pewarna Buatan pada Kesehatan
Pemakaian zat pewarna sintesis dalam makanan dan minuman mempunyai
dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat suatu
makanan lebih menarik, meratakan warna makanan, mengembalikan warna bahan
dasar yang telah hilang selama pengolahan ternyata dapat pula menimbulkan hal –
hal yang tidak diinginkan dan bahkan memberikan dampak yang negatif bagi
kesehatan konsumen.
Menurut Wisnu (2006), ada hal – hal yang mungkin memberikan dampak
negatif tersebut apabila :
a) Bahan pewarna sintesis ini dimakan dalam jumlah kecil namun
berulang.
b) Bahan pewarna sintesis dimakan dalam jangka waktu yang lama.
c) Kelompok masyarakat yang luas degan daya tahan yang berbeda –
beda yaitu tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu
makanan sehari – hari dan keadaan fisik.
d) Beberapa masyarakat menggunakan bahan pewarna sintesis makanan
secara berlebihan.
e) Penyimpanan bahan pewarna sintesis oleh pedagang yang tidak
memenuhi persyaratan
Gambar 2.3
Skema absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi zat pewarna
buatan (Schancer, 1964) dalam Wisnu 2008
Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa zat warna yang
dimetabolisme dan atau dikonjugasi di hati, selanjutnya ada juga yang ke empedu
memasuki jalur sirkulasi enterohepatik. Zat warna yang larut dalam air diekskresi
secara kuantitatif melalui empedu, sedangkan yang larut dalam lemak diabsorbsi
sempurna tanpa metabolisme dalam usus, melainkan dimetabolisme dalam hati
oleh azo-reduktase membentuk amin primer yang sesuai, atau dapat juga
dihidrolisis oleh enzim mikrosomal hati, atau diikat oleh protein – protein hati.
Senyawa yang merupakan metabolit polar cepat dieliminasi lewat urine. Beberapa
senyawa azo, terurai pada ikatan azo – nya membentuk aminonaftol. Zat warna di
abrobsi dari saluran pencernaan makanan dan sebagian dapat mengalami
metabolisme oleh mikroorganisme dalam usus. Dari saluran pencernaan dibawa
langsung ke hati melalui vena portal atau melalui sistem limpatik ke vena kava
superior.
Absorpsi Ekskresi
Biotransformasi dan
konjugasi (jaringan)
Sirkulasi enterohepatik
(empedu)
Ginjal
Kandung kemih
(urine)
Tempat penyimpanan
(jaringan)
Di dalam hati, senyawa dimetabolisme atau dikonjugasi, lalu
ditransportasikan ke ginjal untuk diekskresikan bersama urine. Senyawa –
senyawa tersebut dibawa dalam aliran darah sebagai berikut :
a) Sebagai molekul – molekul yang tersebar dan melarut dalam plasma
b) Sebagai molekul – molekul yang terikat reversibel dengan protein dan
konstituen lain dalam serum.
c) Sebagai molekul – molekul bebas atau terikat tanpa mengandung
eritrosit dan unsur – unsur lain dalam pembentukan darah
(Cornelius,B., 1984 dalam Wisnu, 2008).
Beberapa bahan pewarna yang harus dibatasi penggunaannya diantaranya
adalah Amaran, Allura Merah, Citrus Merah, Caramel, Eritrosin, Indigotine,
Karbon Hitam, Kurkumin. Untuk lebih jelasnya, adalah :
a) Amaran dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan tumor, alergi
pada pernafasan dan dapat mengakibatkan hiperaktif pada anak –
anak.
b) Allura merah dapat menyebabkan kanker limpa.
c) Karamel dapat menimbulkan efek pada sistem syaraf dan dapat
menyebabkan gangguan kekebalan tubuh.
d) Penggunaan tartazine ataupun sunset yellow yang berlebihan dapat
menyebabkan reaksi alergi, khusus bagi yang sensitif pada asam
asetlisiklik dan asam benzoat.
e) Fast green (FCF) yang berlebihan akan menyebabkan reaksi alergi dan
produksi tumor.
f) Sunset yellow dalam jumlah besar dapat menyebabkan radang selaput
lendir pada hidung, sakit pinggang, muntah – muntah dan gangguan
pencernaan.
g) Ponceau SX dapat mengakibatkan kerusakan sistem urin, kemudian
dapat memicu timbulnya tumor.
h) Rhodamin dapat menyebabkan kanker hati dan gangguan fungsi hati
serta gangguan – gangguan karsinogenik lainnya ( Jhonatan Kuntaraf,
2009).
2.5.2 Pengaruh Zat Pemanis Buatan pada Kesehatan
Penggunaan pemanis buatan yang semula hanya ditujukan pada produk-
produk khusus bagi penderita diabetes, saat ini penggunaannya semakin meluas
pada berbagai produk pangan secara umum. Beberapa pemanis buatan bahkan
tersedia untuk dapat langsung digunakan atau ditambahkan langsung oleh
konsumen kedalam makanan atau minuman sebagai pengganti gula. Propaganda
mengenai penggunaan pemanis buatan umumnya dikaitkan dengan isu-isu
kesehatan seperti: pengaturan berat badan, pencegahan kerusakan gigi, dan bagi
penderita diabetes dinyatakan dapat mengontrol peningkatan kadar glukosa dalam
darah. Namun demikian, tidak selamanya penggunaan pemanis buatan tersebut
aman bagi kesehatan (Hasanah, Fitri 2005).
Pemanis buatan diperoleh secara sintetis melalui reaksi-reaksi kimia di
laboratorium maupun skala industri. Karena diperoleh melalui proses sintetis
dapat dipastikan bahan tersebut mengandung senyawa-senyawa sintetis.
Penggunaan pemanis buatan perlu diwaspadai karena dalam takaran yang
berlebih dapat menimbulkan efek samping yang merugikan kesehatan manusia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis pemanis buatan berpotensi
menyebabkan tumor dan bersifat karsinogenik. Oleh karena itu Organisasi
Kesehatan Dunia (World Health Organization/ WHO) telah menetapkan batas-
batas yang disebut Acceptable.
Daily Intake (ADI) atau kebutuhan per orang per hari, yaitu jumlah yang
dapat dikonsumsi tanpa menimbulkan resiko. Sejalan dengan itu di negara-negara
Eropa, Amerika dan juga di Indonesia telah ditetapkan standar penggunaan
pemanis buatan pada produk makanan. Kajian ini dilakukan untuk mengevaluasi
penerapan standar penggunaan jenis pemanis buatan dan batas maksimum
penggunaannya pada beberapa produk pangan seperti minuman (beverages),
permen/kembang gula, permen karet, serta produk-produk suplemen kesehatan
(Yuliarti, 2007).
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI tentang
persyaratan penggunaan bahan tambahan pangan pemanis buatan dalam produk
pangan menyebutkan bahwa pemanis buatan tidak diizinkan penggunaanya pada
produk pangan olahan tertentu untuk dikonsumsi oleh kelompok tertentu meliputi
bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dalam upaya memelihara dan meningkatkan
kualitas kesehatannya. Penggunaan Aspartam bagi orang yang menderita penyakit
turunan yang dikenal sebagai fenilketonuria perlu mendapat perhatian khusus.
Diperkirakan 1 dalam 15.000 orang memiliki kelainan tersebut. Orang
yang menderita fenilketonuria tidak mampu memetabolisme Fenilalanin, salah
satu cara untuk mengobatinya dengan membatasi pemasukan Fenilalanin, bukan
menghilangkannya karena Fenilalanin merupakan asam amino esensial yang
penting untuk kehidupan. Berlebihnya jumlah Fenilalanin pada penderita
fenilketonuria dapat menyebabkan terjadinya keterbelakangan mental, karena
asam fenilpiruvat yang dibentuk dari Fenilalanin akan menumpuk dalam otak
(Yuliarti, 2007).
Bahan pemanis buatan yang disebut siklamat, yang telah digunakan untuk
berpuluh tahun lamanya dalam proses produksi makanan dan minuman botol,
ternyata dapat menyebabkan kanker perut dan alat pencernaan lainnya. Disamping
siklmat, dijumpai pula bahwa pemanis buatan lainnya yang disebut Sakarin, yang
juga dapat menyebabkan kanker ginjal dan kanker rahim, oleh karena itu maka
sebaiknya hindari pemakaian pemanis tersebut ( Jhonatan Kuntaraf, 2009)
2.6 Analisis Zat Pewarna dan Pemanis Buatan
Untuk mengetahui jenis zat pewarna dan pemanis buatan apa yang
terkandung dalam jajanan maka perlu dilakukan pemeriksaan di laboratorium.
2.6.1 Analisis Zat Pewarna Buatan
Berbagai jenis pangan dan minuman yang beredar di Indonesia, baik
secara sengaja maupun tidak sengaja telah diwarnai dengan pewarna tekstil atau
yang bukan food grade, yang tidak diizinkan digunakan dalam pangan. Pewarna –
pewarna tersebut pada dasarnya sering digunakan untuk industri tekstil, kertas
atau kulit.
Pemeriksaan atau analisis zat pewarna buatan dapat dilakukan dengan
beberapa cara, diantaranya teknik analisis sederhana dan teknik analisis KLT
(Kromatografi Lapis Tipis).
Prinsip kerja teknik analisis sederhana dilakukan secara sederhana dengan
menggunakan peralatan yang sederhana, seperti gelas, air, dan kertas saring.
Sehingga tidak diperlukan adanya pelarut ataupun peralatan khusus. Teknik
analisis sederhana didasarkan pada kemampuan pewarna tekstil yang berbeda
dengan zat pewarna sintesis, karena daya kelarutannya dalam air yang berbeda.
Keunggulan teknik analisis sederhana praktis untuk mengetahui zat warna dan
kemasan yang akan digunakan untuk mengolah pangan secara spesifik.
Adapun jenis zat pewarna buatan yang dikelompokkan berdasarkan mudah
atau tidaknya zat tersebut larut dalam air disediakan pada tabel 2.6 tentang
pembagian zat pewarna sintesis berdasarkan kemudahannya larut dalam air pada
halaman selanjutnya.
Tabel 2.6
Pembagian Zat Pewarna Sintesis berdasarkan
Kemudahannya Larut dalam Air
Pewarna Sintesis Warna Mudah Larut
dalam Air
Rhodamin B
Methanil Yellow
Malachite Green
Sunset Yellow
Tartazine
Brilliant Blue
Carmosine
Erythriosine
Fast Red E
Amaranth
Imdigo Carmine
Ponceau 4R
Merah
Kuning
Hijau
Kuning
Kuning
Biru
Merah
Merah
Merah
Merah
Biru
Merah
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Sumber : Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988
Analisis zat pewarna buatan dapat dilakukan pula dengan teknik analisis
dengan menggunakan metode KLT (Kromatografi Lapis Tipis) yang berguna
untuk memisahkan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dengan
menambahkan pereaksi – pereaksi tertentu. Prosedur pemeriksaan yang dilakukan
melalui metode ini dapat digunakan dengan zat pewarna standar yang
dibandingkan dengan warna yang didaoatkan dari sampel.
Metode ini dikembangkan oleh Izmail off dan Schraiber pada tahun 1938.
KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan
elektrofisi (Megawati, Anggraini 2009).
2.6.2 Analisis Zat Pemanis Buatan
Seiring dengan berkembangnya industri makanan dan minuman, di
Indonesia terjadi peningkatan produksi makanan dan minuman yang beredar di
pasaran. Di dalam kategori produk pangan, pemanis termasuk ke dalam golongan
bahan tambahan kimia selain bahan-bahan lainnya seperti antioksidan, pemutih,
pengawet, pewarna dan sebagainya (Permenkes RI, 1988).
Pada dasarnya pemanis buatan merupakan senyawa yang secara
substansial memiliki tingkat kemanisan lebih tinggi, yaitu berkisar antara 30
sampai dengan ribuan kali lebih manis dibandingkan sukrosa. Karena tingkat
kemanisannya yang tinggi, penggunaan pemanis buatan dalam produk hanya
dibutuhkan dalam jumlah sedikit hingga dapat dikatakan rendah kalori atau tidak
mengandung kalori.
Pemeriksaan / analisis zat pemanis buatan dapat dilakukan dengan
beberapa metode pemeriksaan diantaranya adalah dengan metode analisis
kualitatif dan metode KLT (Kromatografi Lapis Tipis). Untuk mengetahui jenis
zat pemanis buatan dapat dilakukan dengan metode yang sederhana, yaitu dengan
menggunakan metode kualitatif dengan uji warna. Apabila hasil akhir dari
pemeriksaan menghasilkan terjadinya endapan berwarna putih pada dasar tabung
reaksi maka sampel yang diperiksa positif mengandung zat pemanis buatan
siklamat (Wisnu, 2008).
2.7 Kerangka Berfikir
Adapun kerangka teori dan kerangka konsep pada penelitian ini,
yakni:
2.7.1 Kerangka Teori
Makanan
Jajanan
Jenis
Makanan
Jajanan
Fungsi
Makanan
Jajanan
BTM
Pewarna Buatan
(Amaran,
Methanyl Yellow
dan Rhodamin B)
)
Pemanis Buatan
(Saccharin dan
Siklamat)
1. Kanker Ginjal
2. Kanker Rahim
3. Pencernaan,dll
1. Tumor
2. Kanker Limpa
3. Kanker Hati
4. Alergi, dll