bab ii tinjauan pustaka 2.1 makanan jajananeprints.ung.ac.id/5058/5/2012-1-13201-811408007-bab2...d)...

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Makanan Jajanan Makanan jajanan (Street Foods) adalah jenis makanan yang dijual dikaki lima, pinggiran jalan , di stasiun, di pasar, di tempat pemukiman serta lokasi yang sejenis (Daniaty,lia 2009). Makanan jajanan menurut FAO didefisinikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (Judarwanto,widodo 2008). Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 , makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan atau restoran, dan hotel. Makanan kecil atau jajan adalah makanan yang biasanya menemani minum teh, kopi, atau minuman dingin. Dapat dihidangkan pagi sekitar jam 10.00 atau sore hari pukul 16.00 17.00, kadang-kadang dapat dihidangkan pada malam hari sebelum tidur. Kira-kira satu kali makan jajan, seseorang cukup 1-2 potong yang mengandung 150-200 kalori (Purba, 2009). Pangan jajanan termasuk dalam kategori pangan siap saji yaitu makanan dan minuman yang dijual untuk langsung dikonsumsi tanpa proses pengolahan lebih lanjut. Ragam pangan jajanan antara lain: bakso, mie goreng, nasi goreng,

Upload: phamkhuong

Post on 03-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Makanan Jajanan

Makanan jajanan (Street Foods) adalah jenis makanan yang dijual dikaki

lima, pinggiran jalan , di stasiun, di pasar, di tempat pemukiman serta lokasi yang

sejenis (Daniaty,lia 2009).

Makanan jajanan menurut FAO didefisinikan sebagai makanan dan

minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di

tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi

tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (Judarwanto,widodo 2008).

Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 ,

makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin

makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap

untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan atau

restoran, dan hotel.

Makanan kecil atau jajan adalah makanan yang biasanya menemani

minum teh, kopi, atau minuman dingin. Dapat dihidangkan pagi sekitar jam 10.00

atau sore hari pukul 16.00 – 17.00, kadang-kadang dapat dihidangkan pada

malam hari sebelum tidur. Kira-kira satu kali makan jajan, seseorang cukup 1-2

potong yang mengandung 150-200 kalori (Purba, 2009).

Pangan jajanan termasuk dalam kategori pangan siap saji yaitu makanan

dan minuman yang dijual untuk langsung dikonsumsi tanpa proses pengolahan

lebih lanjut. Ragam pangan jajanan antara lain: bakso, mie goreng, nasi goreng,

ayam goreng, burger, cakue, cireng, cilok, cimol, tahu, gulali, es jepit, es lilin dan

ragam pangan jajanan lainnya.

2.1.1 Jenis Makanan Jajanan

Pada umumnya makanan jajanan dapat dibagi menjadi empat kelompok

yaitu:

a) Makanan utama atau main dish yaitu nasi rames, nasi rawon, nasi pecel,

dan sebagainya.

b) Panganan atau snak yaitu kue, onde-onde, pisang goreng, dan sanck

pabrikan lainnya.

c) Golongan minuman yaitu es teler, es buah, the, kopi, dewet, jenang, es

cukur (campur) dan minuman pabrikan lainnya.

d) Buah-buahan segar yaitu mangga, durian, dan sebagainya (Daniaty, Lia

2009).

Jenis makanan jajanan banyak disukai oleh anak – anak sekolah dasar,

karena bentuk dan warna yang menarik, adapun beberapa jenis jajanan yang

sering dijajakan di sekolah dasar disediakan pada tabel 2.1 pada halaman berikut

Tabel 2.1

Jenis Makanan Jajanan yang Dijajakan di Sekolah Dasar

JENIS JAJANAN

Makanan Minuman

Siomay

Kerupuk warna

Cimol

Gulali

Keripik

Manisan kedondong

Pisang goreng

Kue tradisional

Snack (Pabrikan)

Cilok

Es cendol

Es kelapa muda

Es cukur (campur)

Es mambo

Es buah

Es lilin

Minuman ringan (Pabrikan)

Pop ice blender

Es Jepit

Es Cream

Sumber. Daniaty, Lia 2009

2.1.2 Fungsi Makanan Jajanan

Peranan makanan jajanan mulai mendapat perhatian secara internasional

yang banyak menaruh perhatian terhadap studi dan perkembangan makanan

jajanan. Peranan makanan jajanan sebagai penyumbang gizi dalam menu sehari -

hari yang tidak dapat disampingkan. Makanan jajanan mempunyai fungsi sosisal

ekonomi yang cukup penting, dalam arti pengembangan makanan jajanan dapat

meningkatkan sosial ekonomi pedagang. Disamping itu, makanan jajanan

memberikan kontribusi gizi yang nyata terhadap konsumen tertentu (Wisnu, 2008)

2.2 Bahan Tambahan Makanan

Bahan tambahan makanan (BTM) adalah bahan atau campuran bahan yang

secara alami, bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi

ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan

pangan dan untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki kualitas yang

meningkat (Hartono, Rudi 2005).

Zat adiktif makanan adalah bahan yang ditambahkan dan dicampurkan

sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu atau bahan yang

ditambahkan pada makanan ataupun minuman pada waktu proses atau

pembuatannya dan terdapat pada hasil akhirnya.

Bahan tambahan makanan adalah bahan yang dengan sengaja ditambahkan

kedalam bahan makanan dasar atau campuran bahan dengan tujuan mengubah

sifat-sifat dari makanan tersebut. Menurut peraturan Menteri Kesehatan, yang

dimaksudkan dengan adiktif makanan adalah bahan yang ditambahkan dan

dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu termasuk

kedalamnya aroma, pemantap, antioksidan, pengawet, pengemulsi, anti gumpal,

pemucat, dan pengental.

Beberapa Bahan Tambahan yang diizinkan digunakan dalam makanan

menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988

diantaranya sebagai berikut:

a) Antioksidan (Antioxidant)

b) Antikempal (Anticaking Agent)

c) Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)

d) Pemanis Buatan (Artificial Sweeterner)

e) Pemutih dan Pematang Telur (Flour Treatment Agent)

f) Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental (Emulsifier,Stabilizer,

Thickener)

g) Pengawet (Preservative)

h) Pengeras (Firming Agent)

i) Pewarna (Colour)

j) Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa (Flavour, lavour Enhancer)

k) Sekuestran (Sequestrant)

2.3 Zat Pewarna Makanan

Yang dimaksud dengan zat pewarna adalah bahan tambahan makanan

yang dapat memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama

proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna

agar kelihatan lebih menarik.

Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988,

zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau

memberi warna pada makanan.

2.3.1 Zat Pewarna Alami

Pada pewarna alami zat warna yang diperoleh berasal dari hewan dan

tumbuhan – tumbuhan seperti : karamel, coklat, daun suji, daun pandan dan

kunyit. Jenis – jenis pewarna alami tersebut antara lain :

a) Klorofil, yaitu zat warna alami hijau yang umumnya terdapat pada

daun, sehingga sering disebut warna hijau daun.

b) Mioglobulin dan hemoglobin, yaitu zat warna merah pada daging.

c) Karotenoid, yaitu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange,

merah orange, yang terlarut dalam lipid, berasal dari hewan maupun

tanaman lain seperti, lumut, tomat, cabe merah dan wortel.

d) Anthosianin dan anthoxantin, warna pigmen anthosianin merah,

biru violet biasanya terdapat pada bunga, buah – buahan dan sayur

– sayuran (Wisnu, 2008).

2.3.2 Pewarna Buatan

Di negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui berbagai prosedur

pengujian sebelum digunakan sebagai pewarna makanan. Proses pembuatan zat

warna sintesis biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat

yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat

racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir,

harus melalui suatu senyawa dulu yang kadang – kadang berbahaya dan sering

kali tertbentuk senyawa – senyawa baru yang berbahaya (Purba,elisabeth 2009).

Sering sekali terjadi penyalahgunaan pemakaian pewarna untuk

sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna tekstil dan kulit untuk mewarnai

bahan pangan. Bahan tambahan pangan yang ditemukan adalah pewarna yang

berbahaya terhadap kesehatan seperti Amaran, Auramin, Methanyl Yellow dan

Rhodamin B. Jenis – jenis makanan jajanan yang ditemukan mengandung bahan –

bahan berbahaya ini antara lain sirup, saus, bakpau, kue basah, pisang goreng,

tahu, kerupuk, es cendol, mie dan manisan (Hasanah,fitri 2005).

Rhodamin B adalah zat pewarna buatan yang digunakan dalam industri

tekstil dan kertas serta sangat dilarang penggunaannya sebagai bahan tambahan

makanan.

Gambar 2.1

Rumus Molekul Rhodamin B

Rumus molekul dari Rhodamin B adalah C1NC1 dengan berat molekul

sebesar 479.000. Zat Rhodamin B berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu

kemerah – merahan, sangat larut dalam air dan akan menghasilkan warna merah

kebiru – biruan dan berfluorensi kuat. Rhodamin B dapat larut dalam alkohol,

HCL dan NaOH selain mudah larut dalam air (Wisnu, 2008)

Tabel 2.2

Bahan pewarna sintetis yang dilarang di Indonesia

Bahan Pewarna Nomor Indeks

Warna (C.I.No.)

Citrus red No.2

Ponceau 3 R

Ponceau SX

Rhodamin B

Guinea Green B

Magenta

Chrysoidine

Butter Yellow

Sudan I

Methanil Yellow

Auramine

Oil Oranges SS

Oil Oranges XO

Oil Yellow AB

Oil Yellow OB

-

(Red G)

(Food Red No.1)

(Food Red No.5)

(Acid Green No.3)

(Basic Violet No. 14)

(Basic Orange No. 2)

(Solvenet Yellow No. 2)

(Food Yellow No. 2)

(Food Yellow No. 14)

(Ext. D & Yellow No.2

(Basic Yellow No. 2)

(Solvenet Orange No. 7)

(Solvenet Orange No. 5)

(Solvenet Orange No. 6)

12156

16155

14700

45170

42085

42510

11270

11020

12055

13065

41000

12100

12140

11380

11390

Sumber : Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988

Timbulnya penyalahgunaan bahan tersebut disebabkan karena

ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan juga

disebabkan karena harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah

dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan.

Tabel 2.3

Jenis Minuman dan Jajanan yang mengandung BTP terlarang

Jenis pewarna yang

dilarang/dibatasi Jenis minuman dan jajanan

Amaran Sirup, minuman ringan/limun, saus, es campur

Auramin Sirup, minuman ringan/limun, saus.

Rhodamin B Sirup, minuman ringan/limun, saus, es campur,

es mambo, es cendol, bakpau, es kelapa

Methanyl Yellow Sirup, minuman ringan/limun, pisang goreng,

manisan mangga dan kedondong.

Pewarna lain yang

dibatasi

Sirup minuman ringan/limun, es campur

Sumber : Fardiaz (1997) dalam Purba (2009).

2.4 Zat Pemanis

Zat pemanis merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau

dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, yang

digunakan untuk keperluan pengolahan bahan panganan atau jajanan lainnya.

(Hennida, 2009).

2.4.1 Pemanis Alami

Pemanis alam biasanya berasal dari tanaman. Tanaman penghasil pemanis

yang utama adalah tebu (Saccharum officanarum L) dan bit (Beta vulgaris L).

bahan pemanis yang dihasilkan dari kedua tanaman tersebut terkenal sebagai gula

alam atau sukrosa.

Beberapa bahan pemanis alam yang sering digunakan adalah:

a) Gula umumnya digunakan sebagai padanan kata untuk sakarosa.

Secara kimiawi gula identik dengan karbohidrat. Beberapa jenis gula

dan berbagai produk terkait:

b) Gula Granulasi (Gula Pasir): kristal-kristal gula berukuran kecil yang

pada umumnya dijumpai dan digunakan di rumah (gula pasir).

c) Gula batu: Gula batu tidak semanis gula granulasi biasa, gula batu

diperoleh dari Kristal bening berukuran besar bewarna putih atau

kuning kecoklatan. Kristal bening dan putih dibuat dari larutan gula

jenuh yang mengalami kristalisasi secara lambut.

d) Gula batu putih memiliki rekahan-rekahan kecil yang memantulkan

cahaya. Kristal berwarna kuning kecoklatan mengandung berbagai

caramel. Gula ini kurang manis karena adanya air dalam kristal

( Jhonatan Kuntaraf, 2009).

2.4.2 Pemanis Buatan

Pemanis buatan (sintesis) merupakan bahan tambahan yang dapat

memberikan rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi (Hennida,

2009).

Sekalipun penggunaanya diizinkan, pemanis buatan dan juga bahan kimia

lain sesuai peraturan penggunaannya harus dibatasi. Alasannya, meskipun

pemanis buatan tersebut aman dikonsumsi dalam kadar kecil, tetap saja dalam

batas-batas tertentu akan menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia maupun

hewan yang mengkonsumsinya.

Siklamat pertama kali ditemukan dengan tidak sengaja oleh Michael Sveda pada

tahun 1937. Sejak tahun 1950 siklamat ditambahkan ke dalam makanan dan

minuman. Siklamat biasanya tersedia dalam bentuk garam natrium dari asam

siklamat. Nama lain dari Siklamat adalah Natrium Sikloheksisulfamat atau

Natrium siklamat .

Gambar 2.2

Rumus Molekul Siklamat

Tidak seperti Sakarin, Siklamat berasa manis tanpa rasa ikutan yang

kurang disenangi. Bersifat mudah larut dalam air dan intensitas kemanisannya ±30

kali kemanisan Sukrosa. Dalam industri pangan, natrium siklamat dipakai sebagai

bahan pemanis yang tidak mempunyai nilai gizi (non-nutrivite) untuk pengganti

Sukrosa (Wisnu, 2008).

Tabel 2.4

Batasan Maksimum Penggunaan Zat Pemanis Buatan

Sumber : Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988

Pembatasan tersebut dikenal dengan ADI (Acceptable Daily Intake) atau

asupan harian yang dapat diterima. ADI merupakan jumlah maksimal pemanis

buatan dalam mg/kg berat badan yang dapat dikonsumsi tiap hari selama hidup

tanpa menimbulkan efek yang merugikan kesehatan.

Tabel. 2.5

Pemanis Buatan yang Direkomendasikan Depkes RI

Nama Batas Maksimum Penggunaan

Sakarin (300-700 x manis gula)

100 mg/kg (permen), 200 mg/kg

(es krim, jelly), 300 mg/kg (saus,

es lilin, minuman ringan, yoghurt)

Siklamat (30-80 x manis gula)

1 g/kg (permen), 2 g/kg (es krim,

jelly), 3 mg/kg (saus, es lilin,

minuman ringan, yoghurt)

Sumber, Depkes RI Tahun 2008

Pemanis Buatan Batasan mg/kg bahan

Acesulfam-K

Alitam

Aspartam

Siklamat

Neotam

Sakarin

Sukralosa

Isomalt

Laktitol

Maltisol

Manitol

Sorbitol

Xilitol

15 mg/kg bahan

0,34 mg/kg bahan

50 mg/kg bahan

11 mg/kg bahan

2 mg/kg bahan

5 mg/kg bahan

10-15 mg/kg bahan

Not specified

Not specified

Not specified

Not specified

Not specified

Not specified

2.5 Pengaruh Zat Pewarna dan Pemanis Buatan pada Kesehatan

Adapun pengaruh zat pewarna dan pemanis buatan terhadap kesehatan

yakni sebagai berikut :

2.5.1 Pengaruh Zat Pewarna Buatan pada Kesehatan

Pemakaian zat pewarna sintesis dalam makanan dan minuman mempunyai

dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat suatu

makanan lebih menarik, meratakan warna makanan, mengembalikan warna bahan

dasar yang telah hilang selama pengolahan ternyata dapat pula menimbulkan hal –

hal yang tidak diinginkan dan bahkan memberikan dampak yang negatif bagi

kesehatan konsumen.

Menurut Wisnu (2006), ada hal – hal yang mungkin memberikan dampak

negatif tersebut apabila :

a) Bahan pewarna sintesis ini dimakan dalam jumlah kecil namun

berulang.

b) Bahan pewarna sintesis dimakan dalam jangka waktu yang lama.

c) Kelompok masyarakat yang luas degan daya tahan yang berbeda –

beda yaitu tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu

makanan sehari – hari dan keadaan fisik.

d) Beberapa masyarakat menggunakan bahan pewarna sintesis makanan

secara berlebihan.

e) Penyimpanan bahan pewarna sintesis oleh pedagang yang tidak

memenuhi persyaratan

Gambar 2.3

Skema absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi zat pewarna

buatan (Schancer, 1964) dalam Wisnu 2008

Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa zat warna yang

dimetabolisme dan atau dikonjugasi di hati, selanjutnya ada juga yang ke empedu

memasuki jalur sirkulasi enterohepatik. Zat warna yang larut dalam air diekskresi

secara kuantitatif melalui empedu, sedangkan yang larut dalam lemak diabsorbsi

sempurna tanpa metabolisme dalam usus, melainkan dimetabolisme dalam hati

oleh azo-reduktase membentuk amin primer yang sesuai, atau dapat juga

dihidrolisis oleh enzim mikrosomal hati, atau diikat oleh protein – protein hati.

Senyawa yang merupakan metabolit polar cepat dieliminasi lewat urine. Beberapa

senyawa azo, terurai pada ikatan azo – nya membentuk aminonaftol. Zat warna di

abrobsi dari saluran pencernaan makanan dan sebagian dapat mengalami

metabolisme oleh mikroorganisme dalam usus. Dari saluran pencernaan dibawa

langsung ke hati melalui vena portal atau melalui sistem limpatik ke vena kava

superior.

Absorpsi Ekskresi

Biotransformasi dan

konjugasi (jaringan)

Sirkulasi enterohepatik

(empedu)

Ginjal

Kandung kemih

(urine)

Tempat penyimpanan

(jaringan)

Di dalam hati, senyawa dimetabolisme atau dikonjugasi, lalu

ditransportasikan ke ginjal untuk diekskresikan bersama urine. Senyawa –

senyawa tersebut dibawa dalam aliran darah sebagai berikut :

a) Sebagai molekul – molekul yang tersebar dan melarut dalam plasma

b) Sebagai molekul – molekul yang terikat reversibel dengan protein dan

konstituen lain dalam serum.

c) Sebagai molekul – molekul bebas atau terikat tanpa mengandung

eritrosit dan unsur – unsur lain dalam pembentukan darah

(Cornelius,B., 1984 dalam Wisnu, 2008).

Beberapa bahan pewarna yang harus dibatasi penggunaannya diantaranya

adalah Amaran, Allura Merah, Citrus Merah, Caramel, Eritrosin, Indigotine,

Karbon Hitam, Kurkumin. Untuk lebih jelasnya, adalah :

a) Amaran dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan tumor, alergi

pada pernafasan dan dapat mengakibatkan hiperaktif pada anak –

anak.

b) Allura merah dapat menyebabkan kanker limpa.

c) Karamel dapat menimbulkan efek pada sistem syaraf dan dapat

menyebabkan gangguan kekebalan tubuh.

d) Penggunaan tartazine ataupun sunset yellow yang berlebihan dapat

menyebabkan reaksi alergi, khusus bagi yang sensitif pada asam

asetlisiklik dan asam benzoat.

e) Fast green (FCF) yang berlebihan akan menyebabkan reaksi alergi dan

produksi tumor.

f) Sunset yellow dalam jumlah besar dapat menyebabkan radang selaput

lendir pada hidung, sakit pinggang, muntah – muntah dan gangguan

pencernaan.

g) Ponceau SX dapat mengakibatkan kerusakan sistem urin, kemudian

dapat memicu timbulnya tumor.

h) Rhodamin dapat menyebabkan kanker hati dan gangguan fungsi hati

serta gangguan – gangguan karsinogenik lainnya ( Jhonatan Kuntaraf,

2009).

2.5.2 Pengaruh Zat Pemanis Buatan pada Kesehatan

Penggunaan pemanis buatan yang semula hanya ditujukan pada produk-

produk khusus bagi penderita diabetes, saat ini penggunaannya semakin meluas

pada berbagai produk pangan secara umum. Beberapa pemanis buatan bahkan

tersedia untuk dapat langsung digunakan atau ditambahkan langsung oleh

konsumen kedalam makanan atau minuman sebagai pengganti gula. Propaganda

mengenai penggunaan pemanis buatan umumnya dikaitkan dengan isu-isu

kesehatan seperti: pengaturan berat badan, pencegahan kerusakan gigi, dan bagi

penderita diabetes dinyatakan dapat mengontrol peningkatan kadar glukosa dalam

darah. Namun demikian, tidak selamanya penggunaan pemanis buatan tersebut

aman bagi kesehatan (Hasanah, Fitri 2005).

Pemanis buatan diperoleh secara sintetis melalui reaksi-reaksi kimia di

laboratorium maupun skala industri. Karena diperoleh melalui proses sintetis

dapat dipastikan bahan tersebut mengandung senyawa-senyawa sintetis.

Penggunaan pemanis buatan perlu diwaspadai karena dalam takaran yang

berlebih dapat menimbulkan efek samping yang merugikan kesehatan manusia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis pemanis buatan berpotensi

menyebabkan tumor dan bersifat karsinogenik. Oleh karena itu Organisasi

Kesehatan Dunia (World Health Organization/ WHO) telah menetapkan batas-

batas yang disebut Acceptable.

Daily Intake (ADI) atau kebutuhan per orang per hari, yaitu jumlah yang

dapat dikonsumsi tanpa menimbulkan resiko. Sejalan dengan itu di negara-negara

Eropa, Amerika dan juga di Indonesia telah ditetapkan standar penggunaan

pemanis buatan pada produk makanan. Kajian ini dilakukan untuk mengevaluasi

penerapan standar penggunaan jenis pemanis buatan dan batas maksimum

penggunaannya pada beberapa produk pangan seperti minuman (beverages),

permen/kembang gula, permen karet, serta produk-produk suplemen kesehatan

(Yuliarti, 2007).

Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI tentang

persyaratan penggunaan bahan tambahan pangan pemanis buatan dalam produk

pangan menyebutkan bahwa pemanis buatan tidak diizinkan penggunaanya pada

produk pangan olahan tertentu untuk dikonsumsi oleh kelompok tertentu meliputi

bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dalam upaya memelihara dan meningkatkan

kualitas kesehatannya. Penggunaan Aspartam bagi orang yang menderita penyakit

turunan yang dikenal sebagai fenilketonuria perlu mendapat perhatian khusus.

Diperkirakan 1 dalam 15.000 orang memiliki kelainan tersebut. Orang

yang menderita fenilketonuria tidak mampu memetabolisme Fenilalanin, salah

satu cara untuk mengobatinya dengan membatasi pemasukan Fenilalanin, bukan

menghilangkannya karena Fenilalanin merupakan asam amino esensial yang

penting untuk kehidupan. Berlebihnya jumlah Fenilalanin pada penderita

fenilketonuria dapat menyebabkan terjadinya keterbelakangan mental, karena

asam fenilpiruvat yang dibentuk dari Fenilalanin akan menumpuk dalam otak

(Yuliarti, 2007).

Bahan pemanis buatan yang disebut siklamat, yang telah digunakan untuk

berpuluh tahun lamanya dalam proses produksi makanan dan minuman botol,

ternyata dapat menyebabkan kanker perut dan alat pencernaan lainnya. Disamping

siklmat, dijumpai pula bahwa pemanis buatan lainnya yang disebut Sakarin, yang

juga dapat menyebabkan kanker ginjal dan kanker rahim, oleh karena itu maka

sebaiknya hindari pemakaian pemanis tersebut ( Jhonatan Kuntaraf, 2009)

2.6 Analisis Zat Pewarna dan Pemanis Buatan

Untuk mengetahui jenis zat pewarna dan pemanis buatan apa yang

terkandung dalam jajanan maka perlu dilakukan pemeriksaan di laboratorium.

2.6.1 Analisis Zat Pewarna Buatan

Berbagai jenis pangan dan minuman yang beredar di Indonesia, baik

secara sengaja maupun tidak sengaja telah diwarnai dengan pewarna tekstil atau

yang bukan food grade, yang tidak diizinkan digunakan dalam pangan. Pewarna –

pewarna tersebut pada dasarnya sering digunakan untuk industri tekstil, kertas

atau kulit.

Pemeriksaan atau analisis zat pewarna buatan dapat dilakukan dengan

beberapa cara, diantaranya teknik analisis sederhana dan teknik analisis KLT

(Kromatografi Lapis Tipis).

Prinsip kerja teknik analisis sederhana dilakukan secara sederhana dengan

menggunakan peralatan yang sederhana, seperti gelas, air, dan kertas saring.

Sehingga tidak diperlukan adanya pelarut ataupun peralatan khusus. Teknik

analisis sederhana didasarkan pada kemampuan pewarna tekstil yang berbeda

dengan zat pewarna sintesis, karena daya kelarutannya dalam air yang berbeda.

Keunggulan teknik analisis sederhana praktis untuk mengetahui zat warna dan

kemasan yang akan digunakan untuk mengolah pangan secara spesifik.

Adapun jenis zat pewarna buatan yang dikelompokkan berdasarkan mudah

atau tidaknya zat tersebut larut dalam air disediakan pada tabel 2.6 tentang

pembagian zat pewarna sintesis berdasarkan kemudahannya larut dalam air pada

halaman selanjutnya.

Tabel 2.6

Pembagian Zat Pewarna Sintesis berdasarkan

Kemudahannya Larut dalam Air

Pewarna Sintesis Warna Mudah Larut

dalam Air

Rhodamin B

Methanil Yellow

Malachite Green

Sunset Yellow

Tartazine

Brilliant Blue

Carmosine

Erythriosine

Fast Red E

Amaranth

Imdigo Carmine

Ponceau 4R

Merah

Kuning

Hijau

Kuning

Kuning

Biru

Merah

Merah

Merah

Merah

Biru

Merah

Tidak

Tidak

Tidak

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Sumber : Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988

Analisis zat pewarna buatan dapat dilakukan pula dengan teknik analisis

dengan menggunakan metode KLT (Kromatografi Lapis Tipis) yang berguna

untuk memisahkan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dengan

menambahkan pereaksi – pereaksi tertentu. Prosedur pemeriksaan yang dilakukan

melalui metode ini dapat digunakan dengan zat pewarna standar yang

dibandingkan dengan warna yang didaoatkan dari sampel.

Metode ini dikembangkan oleh Izmail off dan Schraiber pada tahun 1938.

KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan

elektrofisi (Megawati, Anggraini 2009).

2.6.2 Analisis Zat Pemanis Buatan

Seiring dengan berkembangnya industri makanan dan minuman, di

Indonesia terjadi peningkatan produksi makanan dan minuman yang beredar di

pasaran. Di dalam kategori produk pangan, pemanis termasuk ke dalam golongan

bahan tambahan kimia selain bahan-bahan lainnya seperti antioksidan, pemutih,

pengawet, pewarna dan sebagainya (Permenkes RI, 1988).

Pada dasarnya pemanis buatan merupakan senyawa yang secara

substansial memiliki tingkat kemanisan lebih tinggi, yaitu berkisar antara 30

sampai dengan ribuan kali lebih manis dibandingkan sukrosa. Karena tingkat

kemanisannya yang tinggi, penggunaan pemanis buatan dalam produk hanya

dibutuhkan dalam jumlah sedikit hingga dapat dikatakan rendah kalori atau tidak

mengandung kalori.

Pemeriksaan / analisis zat pemanis buatan dapat dilakukan dengan

beberapa metode pemeriksaan diantaranya adalah dengan metode analisis

kualitatif dan metode KLT (Kromatografi Lapis Tipis). Untuk mengetahui jenis

zat pemanis buatan dapat dilakukan dengan metode yang sederhana, yaitu dengan

menggunakan metode kualitatif dengan uji warna. Apabila hasil akhir dari

pemeriksaan menghasilkan terjadinya endapan berwarna putih pada dasar tabung

reaksi maka sampel yang diperiksa positif mengandung zat pemanis buatan

siklamat (Wisnu, 2008).

2.7 Kerangka Berfikir

Adapun kerangka teori dan kerangka konsep pada penelitian ini,

yakni:

2.7.1 Kerangka Teori

Makanan

Jajanan

Jenis

Makanan

Jajanan

Fungsi

Makanan

Jajanan

BTM

Pewarna Buatan

(Amaran,

Methanyl Yellow

dan Rhodamin B)

)

Pemanis Buatan

(Saccharin dan

Siklamat)

1. Kanker Ginjal

2. Kanker Rahim

3. Pencernaan,dll

1. Tumor

2. Kanker Limpa

3. Kanker Hati

4. Alergi, dll

2.7.2 Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel penelitian

: Variabel Kontrol

Jajanan

Pemanis Buatan Pewarna Buatan

PERMENKES RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988