bab ii tinjauan pustaka 2.1 konsep lahan 2.1.1 definisi...

43
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Lahan 2.1.1 Definisi Lahan Lahan merupakan daratan yang memiliki karakteristik alami seperti iklim, topografi, geologi, tanah serta hidrologi dan dipengaruhi oleh aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Malingreau (1977) dalam Muryono (2005) mengemukakan bahwa : “Lahan merupakan suatu daerah di permukaan bumi yang ciri-cirinya mencakup semua pengenal yang bersifat cukup mantab dan dapat diduga berdasarkan daur dari biosfer, tanah, air, populasi manusia pada masa lampau dan masa kini sepanjang berpengaruh atas penggunaan lahan pada masa kini dan masa yang akan datang. Menurut Sitanala dalam I Gede Sugiyanta, (2003) lahan dapat diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya, sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan, termasuk di dalamnya juga hasil kegiatan manusia di masa lampau dan sekarang. Lahan memiliki sifat atau karakteristik yang spesifik. Lahan juga memiliki unsurunsur yang dapat diukur atau diperkirakan, seperti tekstur tanah, struktur tanah, kedalaman tanah, jumlah curah hujan, distribusi hujan, temperatur, drainase tanah, serta jenis vegetasinya. Dalam lahan terbayang apa yang terkandung di dalamnya dan bagaimana keadaan tanahnya, serta menggambarkan bagaimana daya dukung dari lingkungan fisis dan biotik terhadap kehidupan manusia.

Upload: dangkhue

Post on 07-Jul-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lahan

2.1.1 Definisi Lahan

Lahan merupakan daratan yang memiliki karakteristik alami seperti iklim,

topografi, geologi, tanah serta hidrologi dan dipengaruhi oleh aktivitas manusia

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Malingreau (1977) dalam

Muryono (2005) mengemukakan bahwa : “Lahan merupakan suatu daerah di

permukaan bumi yang ciri-cirinya mencakup semua pengenal yang bersifat cukup

mantab dan dapat diduga berdasarkan daur dari biosfer, tanah, air, populasi

manusia pada masa lampau dan masa kini sepanjang berpengaruh atas

penggunaan lahan pada masa kini dan masa yang akan datang.

Menurut Sitanala dalam I Gede Sugiyanta, (2003) lahan dapat diartikan

sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi

serta benda yang ada di atasnya, sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan

lahan, termasuk di dalamnya juga hasil kegiatan manusia di masa lampau dan

sekarang. Lahan memiliki sifat atau karakteristik yang spesifik. Lahan juga

memiliki unsurunsur yang dapat diukur atau diperkirakan, seperti tekstur tanah,

struktur tanah, kedalaman tanah, jumlah curah hujan, distribusi hujan, temperatur,

drainase tanah, serta jenis vegetasinya. Dalam lahan terbayang apa yang

terkandung di dalamnya dan bagaimana keadaan tanahnya, serta menggambarkan

bagaimana daya dukung dari lingkungan fisis dan biotik terhadap kehidupan

manusia.

11

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa lahan merupakan

material dasar yang merupakan bagian dari suatu lingkungan dan memiliki

karakteristik baik dari keadaan tanah, iklim, distribusi hujan serta vegetasinya

yang dapat digunakan oleh manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhan

hidupnya.

2.1.2 Fungsi Lahan

Lahan sebagai sumber daya alam dan matra dasar ruang mempunyai

berbagai fungsi di antaranya adalah fungsi lingkungan,fungsi ekonomi, dan fungsi

sosial. Fungsi lingkungan dapat dilihat dari Lahan yang dipandang sebagai muka

bumi sebagai biosfer yang berfungsi sebagai tempat kehidupan. Fungsi ekonomi

dapat dilihat dari lahan yang dipandang sebagai lokasi dan benda ekonomi, yaitu

benda yang dapat diperjual belikan, sebagai tempat usaha, benda kekayaan,

jaminan (Salim dalam Deliyanto 2005). Disamping itu lahan juga sebagai sarana

produksi yang berfungsi sebagai tempat tumbuhnya tanaman yang dibudidayakan.

Dan lahan yang mempunyai fungsi sosial dapat dilihat dari lahan yang di atasnya

terdapat hak atas tanah mempunyai fungsi sosial untuk kepentingan masyarakat

umum.

Secara rinci lahan yang mempunyai fungsi lingkungan, sosial dan ekonomi

pada suatu ruang dapat diuraikan berikut ini:

1. Fungsi lingkungan, dapat dilihat dari lahan yang dipandang sebagaimuka

bumi, berfungsi sebagai tempat kehidupan. Muka bumi di sini adalah biosfer

(bulatan bumi tempat kehidupan) yang merupakan kulit bumi tempat

12

persinggungan antara daratan (lithosfer), air (hydrosfer), dan udara

(atmosfer)

2. Lahan dipandang sebagai sarana produksi, berfungsi sebagai tempat

tumbuhnya tanaman sehingga dapat menunjang kehidupan di muka

bumi. Hal ini dapat dilihat dari tubuh tanah termasuk di dalamnya iklim

dan air sangat penting bagi tumbuhan, baik itu yang dikembangkan

melalui pertanian maupun yang tumbuh secara alami yang berguna bagi

kehidupan di muka bumi.

3. Lahan dipandang sebagai benda ekonomi, berfungsi sebagai benda yang

dapat diperjual belikan, sebagai tempat usaha, benda kekayaan, jaminan,

dan sebagainya.

4. Lahan berfungsi sosial, yaitu fungsi lahan yang di atasnya terdapat hak

atas tanah mempunyai fungsi sosial untuk kepentingan masyarakat umum.

Secara sederhana klasifikasi kegiatan sosial dapat dikelompokkan

berdasarkan kegiatan sosial sebagai berikut :

a. kegiatan sosial dalam kepercayaan (religi) atau keagamaan,

b. kegiatan sosial dalam perkerabatan,

c. kegiatan sosial dalam kesehatan,

d. kegiatan sosial dalam pendidikan,

e. kegiatan sosial dalam olah raga, kesenian, dan rekreasi,

f. kegiatan sosial dalam politik dan pemerintahan, dan

g. kegiatan social dalam keamanan dan pertahanan.

13

Tiap kegiatan sosial itu berkaitan dengan kegiatan sosial lain atau

dengan kegiatan ekonomi, dan semua kegiatan sosial ekonomi itu umumnya

memerlukan tanah.

2.1.3 Sifat Lahan

Menurut Arsyad (1989) dalam Poppy (2011), pengertian sifat lahan yaitu :

“Atribut atau keadaan unsur-unsur lahan yang dapat diukur atau diperkirakan,

seperti tekstur tanah, struktur tanah, jumlah curah hujan, distribusi hujan,

temperatur, darinase tanah, jenis vegetasi dan sebagainya”. Sifat lahan merupakan

suatu penciri dari segala sesuatu yang terdapat di lahan tersebut yang merupakan

pembeda dari suatu lahan yang lainnya.” Sifat lahan menunjukkan bagaimana

kemungkinan penampilan lahan jika digunakan untuk suatu penggunaan lahan.

Sifat lahan menentukan atau mempengaruhi keadaan yaitu bagaimana

ketersediaan air, peredaran udara, perkembangan akan kepekaan erosi,

ketersediaan unsur hara, dan sebagainya. Prilaku lahan yang menentukan

pertumbuhan tersebut disebut kualitas lahan.

Sifat-sifat lahan terdiri dari beberapa bagian yaitu karakteristik lahan,

kualitas lahan, pembatas lahan, persyaratan penggunaan lahan, perbaikan lahan.

a. Karakteristik Lahan

Karakteristik lahan adalah suatu parameter lahan yang dapat diukur atau

diestimasi, misalnya kemiringan lereng, curah hujan, tekstur tanah dan

struktur tanah. Satuan parameter lahan dalam survey sumberdaya lahan pada

umumnya disertai deskripsi karakteristik lahan.

14

b. Kualitas Lahan

Kualitas lahan mempengaruhi tingkat kesesuaian lahan untuk penggunaan

tertentu. Kualitas lahan dinilai atas dasar karakterist lahan yang

berpengaruh. Suatu karakteristik lahan yang dapat berpengaruh pada suatu

kualitas lahan tertentu, tetapi tidak dapat berpengaruh pada kualitas lahan

lainnya.

c. Pembatas Lahan

Pembatas lahan merupakan faktor pembatas jika tidak atau hampir tidak

dapat memenuhi persyaratan untuk memperoleh produksi yang optimal dan

pengelolaan dari suatu penggunaan lahan tertentu. Pembatas lahan dapat

dibedakan menjadi dua yaitu :

(1) Pembatas lahan permanen, pembatas lahan yang tidak dapat diperbaiki

dengan usaha-usaha perbaikanlahan (land improvement).

(2) Pembatas lahan sementara, pembatas lahan yang dapat diperbaiki dengan

cara pengelolaaan lahan.

d. Persyaratan Penggunaan Lahan

Persyaratan penggunaan lahan dapat di kelompokan kedalam beberapa

bagian yaitu ;

1. Persyaratan ekological seperti: ketersediaan air, unsur hara, oksigen,

resiko banjir, dan lain-lain.

2. Persyaratan pengelolaan, contonya persiapan pembibitan dan mekanisasi

selama panen.

15

3. Persyaratan konservasi, contohnya control erosi, resiko komplen tanah,

resiko pembentukan kulit tanah.

4. Persyaratan perbaikan, contohnya pengeringan lahan, tanggap terhadap

pemupukan.

e. Perbaikan Lahan

Perbaikan lahan adalah aktivitas yang dilakukan untuk memperbaiki

kualitas lahan pada sebidang lahan untuk mendapatkan keuntungan dalam

meningkatkan produksi pertanian. Perbaikan lahan mutlak dilakukan agar

kulaitas lahan dapat terus terjaga dan bermanfaat bagi generasi yang akan

datang.

2.2 Penggunaan Lahan

2.2.1 Definisi Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan adalah suatu proses yang berkelanjutan dalam

pemanfaatan lahan bagi maksud-maksud pembangunan secara optimal dan efisien

(Sugandhy, 1989 dalam Wiratawan, 2017). Penggunaan lahan dapat diartikan juga

sebagai wujud atau bentuk usaha kegiatan, pemanfaatan suatu bidang tanah pada

suatu waktu (Jayadinata, 1992 dalam Wiratawan, 2017).

Land use merupakan pemanfaatan atau kegunaan dari suatu lahan, terdapat

berbagai macam dan jenis aktivitas yang berlangsung didalamnya. Gallion (1980)

dalam Khaerunnisa (2017) menyatakan bahwa land use terdiri dari beberapa

aspek penting, yaitu :

16

a. Aspek Fisik, meliputi :

i. Kawasan lahan terbangun, pemanfaatan lahan untuk permukiman,

kesehatan, pendidikan, peribadatan, perkantoran, industry, jasa dan

perdagangan.

ii. Kawasan lahan tak terbangun, berupa lahan pertanian, perkebunan

campuran, dan lahan kosong lainnya yang tidak terbangun.

b. Aspek Ekonomi, meliputi aksesibilitas dan tren, semakin tinggi aksesibilitas

dari suatu land use maka akan semakin besar kecenderungan lahan pada

suatu tren yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi seperti bisnis,

industry, dan jasa.

c. Aspek Sosial, meliputi popularitas yang merupakan suatu fenomena dari

kegiatan social, dimana popularitas berkembang melalui interaksi sosial.

d. Aspek Politik, merupakan isu-isu pemerintah dan peraturan perundang-

undangan, diantaranya adalah Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana

Detail Tata Ruang, dan rencana penggunaan lahan suatu kawasan.

Aspek-aspek tersebut sangat berperan dan berpengaruh dalam

perkembangan karakter, kualitas, kecepatan petumbuhan dan pola morfologi land

use yang secara langsung mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan pola

morfologi suatu kawasan atau perkotaan.

Penggunaan lahan adalah suatu bentuk atau alternatif kegiatan usaha atau

pemanfaatan lahan (contoh : pertanian, perkebunan, padang rumput). Penggunaan

lahan adalah interaksi manusia dan lingkungannya, dimana fokus lingkaran adalah

17

lahan, sedangkan sikap dan tanggapan kebijakan manusia terhadap lahan akan

menentukan langkah-langkah aktivitasnya, sehingga akan meninggalkan bekas

diatas lahan sebagai bentuk penggunaan lahan.

Penggunaan lahan bukan saja permukaan bumi yang berupa darat namun

juga berupa perairan laut. Disamping unsur-unsur alami seperti tanah, air, iklim,

dan vegetasi, aktivitas manusia sangat penting dikaji dari aspek kehidupannya

baik secara individu maupun kelompok atau masyarakat.

2.2.2 Jenis Penggunaan Lahan

Ada beberapa jenis penggunaan lahan. Secara garis besar, lahan kota terbagi

menjadi lahan terbangun dan lahan tak terbangun. Lahan Terbangun terdiri

dari dari perumahan, industri, perdagangan, jasa dan perkantoran. Sedangkan

lahan tak terbangun terbagi menjadi lahan tak terbangun yang digunakan untuk

aktivitas kota (kuburan, rekreasi, transportasi, ruang terbuka) dan lahan tak

terbangun non aktivitas kota (pertanian, perkebunan, area perairan, produksi dan

penambangan sumber daya alam).

Untuk mengetahui penggunaan lahan di suatu wilayah, maka perlu diketahui

komponen komponen penggunaan lahannya.Berdasarkan jenis penggunaan lahan

dan aktivitas yang dilakukan di atas lahan tersebut, maka dapat diketahui

komponen-komponen pembentuk guna lahan. Menurut Maurice Yeates (1980)

dalam (Arqhabwalzthy, 2017), komponen penggunaan lahan suatu wilayah terdiri

atas :

18

a. Permukiman

b. Industri

c. Komersial

d. Jalan

e. Tanah Publik

f. Tanah Kosong

Sedangkan menurut Lean (1976) dalam Marno (2016), komponen

penggunaan lahan dibedakan menjadi:

1. Penggunaan lahan yang menguntungkan. Penggunaan lahan yang

menguntungkan tergantung pada penggunaan lahan yang tidak

menguntungkan. Hal ini disebabkan guna lahan yang tidak menguntungkan

tidak dapat bersaing secara bersamaan dengan lahan untuk fungsi yang

menguntungkan. Komponen penggunaan lahan ini meliputi penggunaan

lahan untuk pertokoan, perumahan, industri, kantor dan bisnis. Tetapi

keberadaan guna lahan ini tidak lepas dari kelengkapan penggunaan lahan

lainnya yang cenderung tidak menguntungkan, yaitu penggunaan lahan

untuk sekolah, rumah sakit, taman, tempat pembuangan sampah, dan sarana

prasarana. Pengadaan sarana dan prasarana yang Iengkap merupakan suatu

contoh bagaimana guna lahan yang menguntungkan dari suatu lokasi dapat

mempengaruhi guna lahan yang lain. maka hal ini dapat meningkatkan nilai

keuntungan secara umum, dan meningkatkan nilai-lahan. Dengan demikian

19

akan memungkinkan beberapa guna lahan bekerjasama meningkatkan

keuntungannya dengan berlokasi dekat pada salah satu guna lahan.

2. Penggunaan lahan yang tidak menguntungkan. Komponen penggunaan

lahan ini meliputi penggunaan lahan untuk jalan, taman, pendidikan dan

kantor pemerintahan.

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa guna lahan yang menguntungkan

mempunyai keterkaitan yang besar dengan guna lahan yang tidak

menguntungkan. Guna lahan utama yang dapat dikaitkan dengan fungsi

perumahan adalah guna lahan komersial, guna lahan industri, dan guna lahan

publik maupun semi publik. Adapun penjelasan masing masing guna lahan

tersebut adalah:

1. Guna lahan komersial. Fungsi komersial dapat dikombinasikan dengan

perumahan melalui percampuran secara vertikal.Guna lahan komersial yang

harus dihindari dari perumahan adalah perdagangan grosir dan perusahaan

besar.

2. Guna lahan industri. Keberadaan industri tidak saja dapat memberikan

kesempatan kerja namun juga memberikan nilai tambah melalui landscape

dan bangunan yang megah yang ditampilkannya. Jenis industri yang harus

dihindari dari perumahan adalah industri pengolahan minyak, industri

kimia, pabrik baja dan industri pengolahan hasil tambang.

3. Guna lahan publik maupun semi publik. Guna lahan ini meliputi guna lahan

untuk pemadam kebakaran, tempat ibadah, sekolah, area rekreasi, kuburan,

rumah sakit, terminal dan lain-lain.

20

2.3 Pemanfaatan Lahan

2.3.1 Definisi Pemanfaatan Lahan

Pemanfaatan lahan merupakan penggunaan ataupun pemanfaatan

lingkungan alam oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.

Definisi pemanfaatan lahan yang lebih lengkap adalah sebagai berikut :

“Pemanfaatan lahan adalah segala macam campur tangan manusia baik secara

permanen ataupun secara siklis terhadap suatu kumpulan sumber daya alam dan

sumber daya buatan yang secara keseluruhannya disebut lahan, dengan tujuan

untuk mencukupi kebutuhan kebutuhannya baik kebendaan maupun spiritual

ataupun kedua-duanya” Malingreau (1978) dalam Muryono (2008).

Pemanfaatan lahan di permukaan bumi selalu dinamis dan berkembang

seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk

menyebabkan meningkatkan jumlah pemanfaatan lahan, baik digunakan sebagai

lahan permukiman, lahan pertanian, lahan bukan pertanian, dan sebagainya.Lahan

yang merupakan obyek penelitian keadaanya kompleks dan tidak merupakan

suatu unsur fisik atau sosial ekonomi yang berdiri sendiri. Tetapi merupakan hasil

interaksi dari lingkungan biofisiknya. Berhasilnya suatu peningkatan produksi

pertanian bergantung pada perencanaan pemanfaatan lahan yang sesuai dengan

kemampuan lahannya. Contoh tipe pemanfaatan lahan adalah sebagai berikut :

a) Perladangan

b) Tanaman semusim campuran, tanah darat tidak intensif

c) Tanaman semusim campuran, tanah darat intensif

d) Sawah satu kali setahun, tidak intensif

21

e) Sawah dua kali setahun, intensif

f) Perkebunan rakyat (karet, kopi atau coklat, jeruk), tidak intensif

g) Perkebuanan rakyat, intensif

h) Hutan produksi alami

i) Hutan produksi, tanaman pinus, dan sebagainya

j) Padang penggembalaan tidak intensif

k) Hutan lindung.

2.3.2 Arahan Fungsi Pemanfaatan Lahan

Luntungan dalam Listumbinang Halengkara (2012) menjelaskan bahwa

arahan fungsi pemanfaatan lahan merupakan kajian potensi lahan untuk

peruntukan suatu kegiatan ke dalam suatu kawasan tertentu berdasarkan fungsi

utamanya.Arahan fungsi pemanfaatan lahan juga dapat diartikan sebagai upaya

untuk menata pemanfaatan lahan pada suatu kawasan sesuai dengan

kemampuannya. Dalam hal ini tujuan dari arahan fungsi pemanfaatan lahan

adalah untuk mencapai keseimbangan antara kemampuan lahan dengan jenis

pemanfaatan dan teknologi yang digunakan sebagai upaya untuk melindungi

kelangsungan fungsi dan manfaat sumber daya alam di suatu wilayah.Artinya,

apabila penggunaan lahan pada masing-masing kawasan tidak sesuai dengan

fungsi utamanya maka perlu dilakukan tindakan arahan fungsi pemanfaatan lahan

dengan menerapkan tindakan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah secara

vegetatif dan mekanik yang bertujuan untuk mengembalikan dan menjaga fungsi

utama kawasannya.

22

Arahan fungsi pemanfaatan lahan berdasarkan Balai Rehabilitasi Lahan dan

Konservasi Tanah (BRLKT, 1995) ditetapkan berdasarkan tiga parameter, yaitu :

a. Kemiringan lereng Kemiringan Lereng ialah bentuk dari variasi perubahan

permukaan bumi secara global, regional atau dikhususkan dalam bentuk

suatu wilayah tertentu. Variabel yang digunakan dalam pengidentifikasian

kemiringan lereng adalah sudut kemiringan lereng, titik ketinggian di atas

permukaan laut dan bentang alam berupa bentukan akibat gaya satuan

geomorfologi yang bekerja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemiringan

lereng merupakan beda tinggi antara dua tempat, yang dibandingkan dengan

daerah yang relatif lebih rata atau datar. Kemiringan lereng dapat

berpengaruh terhadap penentuan fungsi kawasan.Semakin curam lereng

pada suatu kawasan, maka kawasan tersebut tidak boleh dijadikan sebagai

kawasan budidaya, karena pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dapat

menyebabkan tingkat erosi yang tinggi pada kawasan yang memiliki lereng

curam.

b. Jenis tanah. Jenis tanah dibentuk pada lingkungan fisiografis dan proses

yang sama. Faktor fisiografis seperti batuan induk alami, topografi,

drainase, iklim, dan vegetasi. Jenis tanah akan memengaruhi jenis

penggunaan lahan yang cocok untuk suatu tanaman dan dapat menjadi salah

satu parameter yang dapat menentukan arahan fungsi pemanfaatan lahan.

Jenis tanah yang dapat memberikan hasil maksimal terhadap

penggunaannya merupakan jenis tanah yang memiliki tingkat kesuburan

yang tinggi. Namun terdapat kemungkinan tanah yang mempunyai

23

kesuburan yang tinggi tetapi hasil produksinya rendah, hal ini disebabkan

karena faktor produksi lainnya menghambat pertumbuhan tanaman. Jenis

tanah tertentu mempunyai potensi kesuburan yang tinggi, tetapi karena tidak

dilakukan perbaikan tingkat kesuburannya, maka hanya diperoleh hasil

dengan aras sedang). Jenis tanah digunakan sebagai salah satu parameter

dalam menentukan arahan fungsi kawasan berdasarkan resistensi tanah

terhadap erosi oleh aliran air.Jika pada suatu daerah terdapat jenis tanah

yang sangat peka terhadap erosi, maka daerah pemanfaatan lahan di daerah

tersebut tidak dibenarkan sebagai kawasan budidaya.

c. Curah hujan. Curah hujan merupakan jumlah air yang jatuh di permukaan

tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm)

di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, runoff, dan

infiltrasi. Curah hujan dibatasi sebagai tinggi air hujan (dalam mm) yang

diterima di permukaan sebelum mengalami aliran permukaan, evaporasi,

dan peresapan/perembesan ke dalam tanah. Jumlah hari hujan umumnya

dibatasi dengan jumlah hari dengan curah hujan 0,5 mm atau lebih. Jumlah

hari hujan dapat dinyatakan per minggu, dekade, bulan, tahun atau satu

periode tanam (tahap pertumbuhan tanaman).Intensitas hujan adalah jumlah

curah hujan dibagi dengan selang waktu terjadinya hujan. Curah hujan

berperan sebagai media angkut dalam proses erosi. Peluang terjadinya erosi

dipengaruhi oleh besar kecilnya curah hujan, semakin tinggi curah hujan,

maka peluang untuk terjadi erosi semakin besar, dan sebaliknya.

24

2.3.3 Pengendalian Pemanfaatan Lahan

Pergeseran pemanfaatan lahan merupakan proses alamiah yang dipengaruhi

oleh pertimbangan keuntungan ekonomis dalam memilih lokasi. Seringkali

pertimbangan individu tidak mempertimbangkan kepentingan umum atau

peraturan yang berlaku. Dalam hal perubahan pemanfaatan tersebut maka

pemerintah harus mempunyai prosedur yang jelas dan efektif untuk

mengendalikan perubahan lahan tersebut (Farry, 1995 dalam Putra, 2012).

Selain itu, Pengendalian terhadap perubahan RTH yang dapat dilakukan

sebelum perubahan tersebut terjadi adalah dengan melakukan tindakan

pencegahan terhadap perusakan lingkungan yaitu:

a. Merancang suatu benteng beton dan benteng baja didaerah yang sering

mengalami tindakan pengerusakan.

b. Membersihkan daerah yang terkesan kumuh melalui pemerintah harus

menyediakan perumahan bagi masyarakat.

c. Memberikan fasilitas penerangan pada daerah yang gelap yang dapat

menimbulkan keinginan untuk melakukan pengerusakan.

d. Membuat suatu laporan perusakan lingkungan sebagai dokumentasi terhadap

tindakan perusakan yang dapat dilaporkan kepada pihak keamanan dan pihak

asuransi terkait.

e. Membentuk akses keamanan seperti alaram, penjaga, pemagaran dan akses

terhadap patroli keamanan

25

f. Publisitas, mempublikasikan nama pelaku perusak pada koran lokal tentang

tindakan yang dilakukan tersebut, jika memungkinkan beserta dengan nama

keluarga sehingga mencegah tindakan perubahan

g. Membentuk suatu program di akademis seperti sekolah yang melibatkan

pihak akademis untuk melakukan pembinaan terhadap pelaku perusakan.

Disamping itu bentuk pengendalian lain terhadap perubahan akibat

pembangunan adalah adalah memberikan denda terhadap pembangunan

(Development Charge). Umumnya Development Charge dapat di bayarkan pada

keadaan sebagai berikut menurut Yuan dalam Farry, (1987) :

a. Jika ada peningkatan pembangunan kawasan terbangun diatas maksimum

kepadatan yang direncanakan dalam rencana induk kota (Master Plan)

b. Jika ada peningkatan rasio pembangunan kawasan tidak terbangun diatas ratio

yang ditetapkan dalam rencana induk kota

c. Ketika ada kegiatan pembangunan peremajaan kembali, suatu kawasan

menjadi kawasan yang nilai lahannya lebih tinggi

d. Jika terjadi kombinasi dari ketiga contoh diatas.

Bentuk pengendalian Pembangunan di kawasan perkotaan yang sering

digunakan antara lain adalah plot ratio dan ketinggian bangunan. Plot ratio

digunakan sebagai alat untuk regulasi insentif dan disinsentif pembangunan

melalui ketentuan bonus dan ketinggian bangunan. Kriteria tertentu yang harus

dipenuhi dalam penerapan plot ratio dan ketinggian bangunan yaitu:

26

a. Tidak melanggar ketentuan yang ada, seperti masterplan dan kebijaksanaan

yang ada

b. Berusaha mewujudkan konsep rencana yang telah ditetapkan

c. Mengoptimalkan lahan

d. Selaras dengan perkembangan lingkungan

e. Memperhatikan kendala teknis, seperti misalnya kendala airport, jalur

microwave, zone bebas polusi

f. Memperhatikan aspek urban design, seperti karakteristik dan daerah

konservasi.

2.4 Kota Tepian Air

2.4.1 Definisi Kota Tepian Air

Kawasan atau Kota tepian air adalah area yang di batasi oleh air dari

komunitasnya yang dalam pengembangannya mampu memasukkan nilai

manusia, yaitu kebutuhan akan ruang publik dan nilai alami. (Carr, 1992 dalam

Isfa, 2003). Disamping itu secara lebih luas. Kawasan tepi air dapat dimaknai

dengan beberapa hal seperti berikut :

1. Kawasan yang dinamis dan unik dari suatu kota (dengan segala ukuran)di

mana daratan dan air (sungai, danau, laut, teluk) bertemu (kawasantepian

air) dan harus dipertahankan keunikannya.

2. Kawasan yang dapat meliputi bangunan atau aktivitas yang tidak harus

secara langsung berada di atas air, akan tetapi terikat secara visual atau

27

historis atau fisik atau terkait dengan air sebagai bagian dari "scheme"

yang lebih luas.

Merancang kawasan kota tepian air seperti merancang kawasan yang masih

alami yang membutuhkan proses yang berliku dalam pendesainanya, termasuk

mengenai hubungan dan kolaborasi antar elemen-elemen di dalamnya. Kota

tepian air juga dapat menampilkan bentuk tunggal dari transformasi dalam skala

besar antara landskap, infrastruktur, dan urbanisme menjadi satu kesatuan

Kawasan kota tepian air tidak menyangkut hubungan antara kota dengan air,

melainkan kawasan ini merupakan perwujudan yang dapat menghubungkan masa

lalu, masa kini dan masa yang akan datang.

Dapat disimpulkan bahwa pengembangan kawasan kota tepian air adalah

pengembangan kegiatan yang berorientasi ke badan air, yang bertujuan untuk

menampung aktivitas warga perkotaan dengan tetap melestarikan dan

memberikan sumbangan pada kualitas lingkungan yang lebih baik dengan cara

penataanruang dan bangunan di tepi air.

Berdasarkan kamus online Cambridge, Kota tepian air didefinisikan sebagai

bagian dari kota yang berbatasan langsung dengan badan air seperti sungai, laut

atau danau. Sedangkan urban waterfront merupakan area yang dinamis pada

sebuah kota dimana terjadi pertemuan antara air dan daratan dalam. Maka sebuah

kota yang memiliki konsep kota tepian airpasti memiliki area yang berbatasan

langsung dengan badan air yang dapat berupa sungai, danau, laut, teluk maupun

28

kanal. Area tersebut dikelola sedemikian rupa hingga dapat mewadahi aktifitas

tertentu.

Aktivitas yang terjadi pada sebuah kota tepian airdapat berbeda antara satu

dengan yang lain. Misalnya, sebuah kota tepian air dengan badan air berupa

sungai menawarkan aktivitas yang terkoneksi antara kedua belah tepi sungai. Ia

dapat berupa aktivitas yang terkait dengan visual atau fisik. Kota tepian air dengan

badan air lautan atau teluk menghubungkan struktur urban kota dengan aktivitas

disepanjang tepi pantai pada titik-titik tertentu. Yang terakhir, kota tepian air

dengan badan air danau atau waduk menawarkan aktivitas disepanjang tepiannya

dan menawarkan dermaga untuk kegiatan rekreasi air.

2.4.2 Jenis-Jenis Kota Tepian Air

Berdasarkan tipe proyeknya, kota tepian air dapat dibedakan menjadi 3

bagian yaitu konservasi, redevelopment (pembangunan kembali), dan

pengembangan (development) (Prabudiantoro dalam Rahman, 2006). Adapun

penjelasan dari masing-masing bagian sebagai berikut :

a. Konservasi merupakan penataan kota tepian airlama yang masih hingga saat

ini dan melestarikannya agar tetap dapat dinikmati oleh masyarakat kini

hingga nanti. Sehingga dalam perancangan conservation waterfront, faktor

lingkungan menjadi aspek penentu dalam perancangannya.

b. Redevelopment merupakan upaya menghidupkan kembali fungsi-fungsi dari

kota tepian air yang lama dengan membangun kembali fasilitas-fasilitas

29

pendukung dari aktivitas kota tepian air ini agar kawasan kota tepian air ini

dapat dinikmati untuk kepentingan masyarakat.

c. Development merupakann usaha yang dilakukan untuk menciptakan sebuah

kota tepian airagar dapat memenuhi kebutuhan kota dengan cara

mereklamasi daerah pantai atau perairan sejenisnya.

Berdasarkan fungsinya, kota tepian air dapat dibedakan menjadi 4 jenis,

yaitu :

a. mixed-used waterfront

merupakan kombinasi atau campuran dari perumahan, perkantoran,

restoran dan aktivitas-aktivitas perkotaan lainnya yang terletak berbatasan

dengan tepi kawasan perairan.

b. recreational waterfront

merupakan area waterfront yang digunakan untuk sarana rekreasi seperti

area bermain, fasilitas olahraga air, food court dan lain sebgainya.

c. residential waterfront

` merupakan kawasan perumahan yang dibuat pada area

waterfront.

d. working waterfront

merupakan kawasan waterfront yang berfungsi sebagai tempat

penangkapan ikan, resparasi kapal pesiar, industri berat dan fungsi

pelabuhan.

30

River Ocean and Bay Lake

Gambar 2.1 Tipe Kota Tepian Air Berdasarkan Badan Air Sumber: Planning And Urban Design Standards (2007)

Berdasarkan badan airnya, kota tepian air dibagi menjadi 3 jenis yakni :

1. Kota tepian air sungai

2. Kota tepian air laut dan teluk

3. Kota tepian air danau.

Dari ketiga tipe kota tepian air tersebut, (Gambar 2.1) Kelurahan Damon dapat

diidentifikasi sebagai kota tepian air laut.

2.4.3 Kriteria Kota Tepian Air

Kriteria umum dalam perancangan sebuah kawasan kota tepian air yang

diungkapkan oleh Prabudiantoro dalam Rahman (2006) meliputi :

a. Berlokasi pada area tepi danau atau kawasan perairan lainnya.

b. Biasanya berupa kawasan pariwisata, pelabuhan dan pemukiman.

c. Berfungsi sebagai area rekreasi, pemukiman, industri dan pelabuhan.

d. Site berorientasi kepada perairan.

e. Pembangunannya dilakukan ke arah vertikal-horizontal.

31

2.4.4 Aspek Perencanaan Kota Tepian Air

Menurut Prabudiantoro dalam (Rahman, 2006), dalam perencanaan sebuah

kawasan kota tepian air terdapat aspek yang perlu dipertimbangkan dalam

pembangunannya. Aspek-aspek tersebut meliputi aspek arsitektural, aspek

keteknikan dan aspek sosial budaya.

a. Aspek arsitektural.

Aspek arsitektural berkaitan dengan menciptakan suatu kawasan

kota tepian airyang memenuhi nilai-nilai estetika seperti keseimbangan, proporsi,

dan lain-lain yang nantinya akan mempengaruhi citra dari kawasan kota tepian air

itu sendiri.

b. Aspek keteknikan.

Aspek keteknikan berkaitan dengan perencanaan struktur bangunan dan

teknologi yang diterapkan dalam menanggulangi permasalah yang timbul karena

sisi negatif pada kasawsan kota tepian airitu sendiri seperti keadaan geologi,

korosi, banjir, erosi dan sebagainya.

c. Aspek sosial budaya.

Aspek sosial budaya berkaitan dengan perancangan sebuah kawasan

kota tepian airyang dapat mengangkat kualitas dan martabat hidup masyarakat

yang tinggal di kawasan kota tepian airtersebut.

2.4.5 Elemen Perencanaan Kota Tepian Air

Perencanaan pada kawasan kota tepian airmemiliki beberapa proses dalam

pembentukannya dimana proses tersebut terdiri atas pembentukan zona,

32

pengaturan fungsi zona, akses transportasi atau sirkulasi, pengolahan ruang

publik, tatanan masa bangunan, dan pengolahan limbah (sanitasi). Perkembangan

kawasan kota tepian airmembentuk suatu kawasan yang tersusun memiliki pola

tertentu, perkembangan tersebut memiliki tahapan sebagai berikut berdasarkan

teori Wrenn diacu dalam Rahman (2006):

1. Berawal dari perkembangan pembangunan pada area kota tepian airdengan

segala fasilitas penunjang pada kawasan tersebut.

2. Terjadi perluasan wilayah karena ketertarikan dan kebutuhan masyarakat

akan kawasan kota tepian air.

3. Pertambahan penduduk yang semakin pesat maka dibuatlah beberapa

saluran kanal di area kota tepian air.

Hal ini bertujuan untuk tetap mempertahankan ikatan visual dan karakter

pada area kota tepian air. Pola susunan massa dan ruang pada area kota tepian

airini harus berorientasi ke arah perairan karena hal tersebut merupakan suatu ciri

khas dari kawasankota tepian air yang memanfaatkan perairan sebagai aspek

utama dalam perancangan. Pada umumnya, zona yang langsung berbatasan

dengan perairan memiliki fungsi sebagai fasilitas umum yang dapat diakses

langsung oleh publik.Setelah fungsi utama tersebut terpenuhi maka fungsi-fungsi

yang mendukung aktivitas pada daerah tersebut terbentuk seperti pemukiman,

perdagangan dan lainnya.

33

2.4.6 Definisi Prinsip Perancangan Kawasan Tepian Air

Prinsip perancangan adalah dasar-dasar penataan kota atau kawasan yang

memasukkan berbagai aspek pertimbangan dan komponen penataan untuk

mencapai suatu perancangan kota atau kawasan yang baik. Kawasan tepian air

merupakan lahan atau area yang terletak berbatasan dengan air seperti kota yang

menghadap ke laut, sungai, danau dan sejenisnya. Bila dihubungkan dengan

pembangunan kota, kawasan tepian air adalah area yang dibatasi oleh air dari

komunitasnya yang dalam pengembangannya mampu memasukkan nilai manusia,

yaitu kebutuhan akan ruang public dan nilai alami (Carr, 1992 dalam Isfa, (2003).

Dari pengertian prinsip perancangan dan kawasan tepian air di atas, maka

dapat didefinisikan bahwa prinsip perancangan kawasan tepian air merupakan

dasar-dasar penataan kawasan yang memasukkan aspek yang perlu

dipertimbangkan dan komponen penataan di wilayah tepian air. Prinsip-prinsip ini

dapat diterapkan secara umum pada kawasan tepian air dengan karakteristik yang

sama. Tujuan prinsip perancangan ini adalah mengembangkan potensi fisik dan

non fisik di kawasan tepian air, serta mendapatkan solusi dari masalah dan potensi

masalah yang ada tanpa mengabaikan faktor lingkungan alam dan kebutuhan

manusia sehingga didapatkan suatu penataan kawasan yang lebih baik.

Pengembangan kawasan atau penataan kawasan yang dilakukan baik oleh

pemerintah maupun swasta (developer) perlu dikendalikan dengan penerapan

prinsip perancangan sehingga tidak hanya mempertimbangkan segi efisiensi

dalam pemanfaatan lahan tetapi juga mempertimbangkan faktor lingkungan dan

dampak pengembangannya. Prinsip-prinsip perancangan kawasan tepian air perlu

34

dirumuskan agar pengembangan kota mempertimbangkan karakteristik keunikan

kawasan, faktor lingkungan, dampak pengembangan kawasan, persoalan yang ada

dan yang berpotensi timbul, serta tidak hanya mempertimbangkan factor efisiensi

dalam pemanfaatan lahan. Prinsip perancangan ini mengatur tiga hal utama, yaitu:

1. Penciptaan citra atau identitas kawasan tepian air, dengan memanfaatkan

berbagai karakteristik lingkungan kawasan.

2. Pembatasan identitas di kawasan tepian air, untuk mengendalikan

pembangunan dengan mempertimbangkan nilai manusia, lingkungan dan

dampak pembangunan.

3. Pembatasan area di kawasan tepian air, utnuk menghindari berbagai konflik

kepentingan pemanfaatan lahan.

2.4.7 Alur Pikir Perumusan Prinsip Perancangan Kawasan Tepian Air

Aspek yang dipertimbangkan adalah kondisi yang ingin dicapai dalam

penataan kawasan tepian air.Komponen penataan merupakan unsur yang diatur

dalam prinsip perancangan sesuai dengan aspek yang dipertimbangkan.Variabel

penataan adalah elemen penataan jkawasan yang merupakan bagian dari tiap

komponen yang diatur.Aspek yang dipertimbangkan, komponen dan variabel

penataan kawasan dihasilkan dari kajian teori (normatif), kebijakan atau aturan

dalam penataan kawasan tepian air baik di dalam maupun luar negeri dan hasil

pengamatan di kawasan studi (Isfa, 2003 dalam Ferdyansyah, 2012)

35

2.5 Pengembangan Kawasan Tepian Air

2.5.1 Karakteristik Kawasan Tepian Air

Kesuksesan pengembangan kawasan tepian air ditentukan oleh bagaimana

perencana menanggapi karakteristik / keunikan yang ada di kawasan tepian air

tersebut.Karakteristik ini terbagi dua bagian besar yaitu fisik dan non

fisik.Karakteristik fisik mencakup keadaan alam dan lingkungan, citra, akses,

bangunan, penataan lanskap, ketersediaan sarana dan prasarana kota, serta

kemajuan teknologi. Sedangkan karakteristik non fisik meliputi tema

pengembangan, pemanfaatan air, aktivitas penduduk, keadaan social, budaya dan

ekonomi, aturan dan pengelolaan kota / kawasan. Beberapa karakteristik yang

patut dipertimbangkan untuk mencapai kesuksesan dalam penataan kawasan

tepian air adalah (Hough, 1989 dalam Ferdyansyah, 2012) :

1 Keadaan alam dan lingkungan (geografis), meliputi air, tanah dan iklim.

Kondisi sumber daya air ini mempengaruhi teknik, desain, dan konstruksi

pada pengembangan di kawasan tersebut. Tanah di tepi air sering

mengalami erosi sehingga untuk mencegah hal tersebut, dibuat struktur

perlindungan tepian air terutama nila dilakukan reklamasi. Elemen-elemen

dasar dari iklim adalah radiasi matahari, angin, curah hujan, suhu dan

kelembaban yang dipengaruhi oleh bentuk tapak, air, dan vegetasi. Manusia

yang tinggal di wilayah pantai dapat merasakan adanya pola harian dari

angin pantai. Pada siang hari, daratan memanas lebih cepat disbanding

lautan, sedangkan pada malam hari mendingin lebih cepat. Pada siang hari,

36

angin bertiup dari lautan menuju daratan sedangkan pada malam hari, angin

bertiup dari daratan menuju lautan.

2 Citra (image). Karakter visual tergantung pada siapa yang melihat atau

memandang dan dari segi mana dia memandangnya, yaitu pandangan secara

fisik (viewer exposure) atau dengan merasakan (viewer sensitivity)

(Wreen,1983 dalam Rahman, 2006). Pandangan secara fisik berkaitan

dengan jarak, elevasi dan pergerakan pandangan. Sedangkan pandangan

yang melibatkan kepekaan perasaan tergantung pada sudut pandang, seperti

karakter manusianya, pendapat, pengalaman, dan kesan yang ditimbulkan

pada kawasan.

3 Akses. Pembangunan kawasan tepian air harus dapat memberikan jaminan

adanya pencapaian yang mudah, tempat parkir yang mampu menampung

kendaraan pada saat puncak keramaian sekalipun, kemudahan dan

kenyamanan pergerakan pejalan. Pencapaian ke tepian air tergantung pada

penggunaan lahan yang berkaitan dengan aturan dari segi kondisi hokum,

politik dan ekonomi. Bila pada kawasan tersebut terdapat fasilitas penelitian

untuk kepentingan Negara atau kawasan militer, maka tidak diijinkan untuk

dibanguan jalan umum untuk pencapaiannya. Tetapi bila pengembangan

kawasan mempertimbangkan nilai ekonomi maka harus disediakan akses

menuju tepian air sebab tepian air merupakan ruang publik.

4 Bangunan. Orientasi bangunan sebaiknya ke arah tepian air sehingga tidak

menjadikan tepian air sebagai halaman belakang. Ketinggian bangunan

diharapkan tidak menghalangi pandangan ke tepian air sehingga

37

memberikan kesempatan bagi penduduk untuk menikmati pemandangan

alam laut / sungai atau tidak mengacaukan garis langit (skyline). Bahan dan

struktur / konstruksi bangunan disesuaikan dengan karakter kawasan tepian

air. Perubahan fungsi bangunan lama / tua yang tidak digunakan lagi

menjadi komersial dapat dilakukan sebagai upaya meningkatkan kualitas

lingkungan di kawasan tepian air.

5 Penataan lanskap. Penataan lanskap diperlukan sebab kawasan berpotensi

untuk erosi, abrasi dan sedimentasi.

6 Kelengkapan sarana dan prasarana kawasan.

7 Teknologi yang diterapkan pada bahan bangunan, struktur / konstruksi

bangunan dan perlindungan tepian air.

8 Tema pengembangan. Dengan membentuk tema di kawasan tepian air,

pembangunan di kawasan tepian air akan mempunyai kekhasan yang

membedakan antara satu kawasan dengan kawasan tepian air lainnya. Tema

dapat berkaitan dengan kekhasan ekologi, iklim, sejarah atau sosial budaya

setempat.

9 Pemanfaatan air

a. Pemanfaatan pada badan air, yaitu sebagai alur pelayaran, rekreasi air,

taman laut (obyek wisata).

b. Pemanfaatan pada tepian air, meliputi kegiatan yang berhubungan

dengan air dan dapat pula kegiatan yang tidak berhubungan dengan air,

seperti tempat memproses makanan laut, perusahaan pasir dan kerikil,

pertambangan minyak, terminal (pelabuhan) yang melayani penumpang

38

dan pengiriman barang (perdagangan) dengan fasilitas perbaikan

konstruksi di laut, kapal tarik, taman, public resort, aquarium dan

restoran.

c. Pemanfaatan yang bukan pada keduanya, yaitu kegiatan yang tidak

memanfaatkan badan air dan tepian air. Peruntukan lahannya dapat

ditempatkan agak jauh dari tepian air seperti apartemen, hotel, hunian,

kafe, gudang, dan retail / toko.

10. Aktivitas Penduduk. Aktivitas penduduk yang dikembangkan dipengaruhi

oleh karakter penduduk dan fungsi utama kawasan. Pemanfaatan kondisi

dan lingkungan kawasan tepian air dilakukan dengan menjaga kualitas air,

menyediakan runag terbuka, mendesain pencapaian yang mudah, dan

mengantisipasi kemungkinan terjadinya dampak pembangunan seperti

kemacetan.

11. Sosial dan budaya. Kebudayaan atau kebiasaan yang ada pada masyarakat

setempat tidak boleh diabaikan dalam penataan kawasan tepian air sebab

mempunyai nilai-nilai sosial yang telah tertanam dalam kehidupan mereka

seperti pengadaan upacara, peristiwa (event) tertentu dan aktivitas rutin pada

badan air dan tepian air.

12. Ekonomi. Selain penyediaan dana, pembiayaan terkait dengan kebijakan

moneter pemerintah dan kemampuan serta tanggapan masyarakat. Hal ini

perlu diperhitungkan karena menyangkut kelangsungan hidup atau matinya

suatu proses pembangunan, oleh karena itu diperlukan berbagai kerjasama

baik dari pihak swasta, pemerintah maupun masyarakat.

39

13. Aturan. Kawasan tepian air mempunyai batasan-batasan atau aturan dalam

ukuran dan kompleksitasnya. Perlu ditekankan bahwa pembangunan

kawasan tepian air haruslah ditujukan untuk perlindungan terhadap

lingkungan serta untuk memanfaatkan lahan-lahan yang tidak produktif.

Oleh sebab itu, penyelidikan terhadap dampak lingkungan atas

pembangunan kawasan tepian air harus dilakukan secermat mungkin.

14. Pengelolaan. Pengelolaan kawasan tepian air haruslah dilakukan secara

professional, mengingat berbagai masalah yang kompleks harus ditangani,

seperti bagaimana mengelola fasilitas-fasilitas yang ada agar tetap terawatt,

membuat promosi agar menarik pengunjung bagi pemanfaatan rekreasi,

melakukan koordinasi dengan lembaga / instansi terkait baik dari pihak

swasta maupun pihak pemerintah.

2.5.2 Kebijakan yang Berkaitan dengan Penataan Kawasan Tepian Air

Beberapa kebijakan yang berkaitan dengan penataan kawasan tepian air (Kepres

RI No. 32 Tahun 1990, PP No. 47 Tahun 1997, Permen PU No. 63/PRT/1993, dan

Ditjen Cipta Karya, 2000) :

1. Garis Sempadan Pantai dan Sungai

Perlindungan terhadap sempadan pantai dilakukan untuk melindungi

wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai.

Begitu pula dengan perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan

untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan

merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta

40

mengamankan aliran sungai. Perlindungan terhadap kawasan pantai

berhutan bakau dilakukan untuk melestarikan hutan bakau sebagai

pembentuk ekosistem hutan bakau dan tempat berkembang biaknya

berbagai biota laut di samping sebagai pelindung pantai dan pengikisan air

laut, serta pelindung usaha budi daya di belakangnya. Garis sempadan

pantai dan sungai termasuk sungai buatan / kanal / saluran irigasi primer

ditetapkan dalam peraturan seperti yang terdapat pada Tabel 2.1 dan

Gambar 2.2

41

Tabel 2.1

Peraturan tentang Garis Sempadan Pantai dan Sungai

Sumber Sempadan Kriteria

Keputusan Presiden RI

No. 32 Tahun 1990

tentang Pengelolaan

Kawasan Lindung

Garis sempadan pantai Minimum 100 m diukur dari titik pasang tertinggi ke arah darat

Sungai di luar permukiman

Sekurang-kurangnya 100 meter di kiri-kanan sungai besar

Sekurang-kurangnya 50 meter di kiri-kanan anak sungai

Sungai di kawasan permukiman Sempadan sungai diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10-15 meter

Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia No.

47 Tahun 1997 Tentang

Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional

Garis sempadan sungai bertanggul Ditetapkan dengan batas lebar sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang kaki

tanggul

Garis sempadan sungai tidak

bertanggul Ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis dan sosial ekonomi oleh Pejabat yang berwenang

Ketentuan lain Garis sempadan sungai yang bertanggul dan tidak bertanggul yang berada di wilayah perkotaan

sepanjang jalan ditetapkan tersendiri oleh Pejabat yang berwenang

Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum No.

63/PRT/1993 Tentang

Garis Sempadan Sungai,

Garis sempadan sungai bertanggul Di luar kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang

kaki tanggul

42

Daerah Penguasaan

Sungai Dan Bekas

Sungai

Di dalam kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 meter di sebelah luar sepanjang

kaki tanggul

Garis sempadan sungai tidak

bertanggul

Di luar kawasan perkotaan :

Pada sungai besar sekurang-kurangnya 100 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu

ditetapkan

Pada sungai kecil sekurang-kurangnya 50 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu

ditetapkan

Dalam kawasan perkotaan :

Pada sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 2 meter, garis sempadan sungai

sekurang-kurangnya 10 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan

Pada sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 2 meter sampai dengan 20 meter, garis

sempadan sungai ditetapkan sekurang-kurangnya 15 meter dihitung dari tepi sungai pada

waktu ditetapkan

Pada sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 meter, garis semapadan sungai

sekurang-kurangnya 30 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu diterapkan

43

Sumber : Kepres RI No. 32 Tahun 1990, PP RI No. 47 Tahun 1997, Permen PU No. 63/PRT/1993, dan Ditjen Cipta Karya, 2000

Petunjuk

Teknis

Penataan

Bangunan

Dan

Lingkungan

Di

Kawasan

Tepian Air

(Ditjen

Cipta

Karya,

2000)

Garis sempadan

tepian air landai

dengan kemiringan

0° - 15°

Minimum 20 m diukur dari titik pasang tertinggi ke arah darat

Garis sempadan

tepian air curam

dengan kemiringan

15° - 40°

Minimum 35 m diukur dari titik pasang tertinggi ke arah darat

Garis sempadan

tepian air curam,

dengan kemiringan

di atas 40°

Minimum 100 m diukur dari titik pasang tertinggi ke arah darat

44

Gambar 2.2

Peraturan Bangunan dan Garis Sempadan Kawasan Tepian Air Sumber peraturan : Ditjen cipta karya (2000), Peraturan pemerintah RI No. 47 Tahun 1997

45

2. Akses (Ditjen Cipta Karya, 2000)

a. Akses berupa jalur kendaraan berada di antara batas terluar dari

sempadan tepian air dengan areal terbangun.

b. Jarak antara akses masuk menuju ruang publik atau tepian air dari jalan

raya sekunder atau tersier minimum 300 m.

c. Jaringan jalan terbebas dari parkir kendaraan roda empat.

d. Lebar minimum jalur pejalan di sepanjang tepian air adalah 3 meter.

3. Peruntukan (Ditjen Cipta Karya, 2000)

a. Peruntukan bangunan diprioritaskan atas jenjang pertimbangan :

penggunaan lahan yang bergantung dengan air (water-dependent uses),

penggunaan lahan yang bergantung dengan adanya air (water-related

uses), penggunaan lahan yang sama sekali tak berhubungan dengan air

(independent and unrelated to water uses).

b. Kemiringan lahan yang dianjurkan untuk pengembangan area publik

yaitu antara 0 – 15%. Sedangkan untuk kemiringan lahan lebih dari

15% perlu penanganan khusus.

c. Jarak antara satu areal terbangun yang dominan diperuntukkan

pengembangan bagi fasilitas umum dengan fasilitas umum lainnya

maksimum 2 Km.

4. Bangunan (Ditjen Cipta Karya, 2000)

a. Kepadatan bangunan di kawasan tepian air maksimum 25%.

b. Tinggi bangunan ditetapkan maksimum 15 meter dihitung dari

permukaan tanah rata-rata pada areal terbangun.

46

c. Orientasi bangunan harus menghadap tepian air dengan

mempertimbangkan posisi bangunan terhadap matahari dan arah tiupan

angin.

d. Bentuk dan desain bangunan disesuaikan dengan kondisi dan bentuk

tepian air serta variabel lainnya yang menentukan penerapannya.

e. Warna bangunan dibatasi pada warna-warna alami.

f. Tampak bangunan didominasi oleh permainan bidang transparan seperti

tampilan element eras, jendela dan pintu.

g. Bangun-bangunan yang dapat dikembangkan pada areal sempadan

tepian air berupa taman atau ruang rekreasi adalah fasilitas areal

bermain, tempat duduk dan atau sarana olahraga.

h. Bangunan di areal sempadan tepian air hanya berupa tempat ibadah,

bangunan penjaga pantai, bangunan fasilitas umum (MCK), bangunan

tanpa dinding dengan luas maksimum 50 m²/unit.

i. Tidak dilakukan pemagaran pada areal terbangun, kecuali pemagaran

dengan tinggi maksimum 1 meter dan menggunakan pagar transparan

atau dengan tanaman hidup.

2.5.3 Faktor Pertimbangan dalam Penataan Kawasan Tepian Air

Faktor pertimbangan dalam penataan kawasan tepian air meliputi faktor

pendorong dan penghambat. Faktor pendorong pengembangan kawasan

antara lain (Hough, 1989 dalam Isfa 2003) :

47

1. Pembangunan yang didasarkan lingkungan yang berkualitas memberikan

perlindungan pada kawasan tepian air sehingga polusi air dan udara dapat

dikurangi.

2. Bangunan lama / tua yang tidak digunakan lagi dapat dimanfaatkan dengan

mengubah fungsi bangunan menjadi komersial. Perubahan fungsi bangunan

yang sejalan dengan kebijakan pemda dilakukan sebagai upaya

meningkatkan kualitas lingkungan di kawasan tepian air.

3. Karakteristik kawasan tepian air dapat mendorong dikembangkannya

berbagai aktivitas.

4. Pemerintah dapat mendorong pembangunan fasilitas umum atau penunjang

di kawasan dengan melakukan kerjasama dengan pihak swasta atau investor.

Faktor penghambat yang sering ditemui dalam pengembangan kawasan

tepian air yaitu (Hough, 1989 dalam Isfa, 2003) :

1. Pembebasan lahan. Hal ini merupakan faktor penghambat pembangunan

sebab menyangkut kepemilikan perseorangan sehingga dalam pembebasan

lahan biasanya pemilik lahan diberikan kemudahan-kemudahan dan imbalan

agar mau melepaskan lahannya.

2. Karakteristik kawasan tepian air. Kondisi tanah yang sulit dalam

pembangunan konstruksi, terjadinya banjir secara periodic, erosi / abrasi dan

sedimentasi, serta biaya yang lebih mahal bagi pembangunan di kawasan

tepian air ini karena memerlukan teknologi dan konstruksi tersendiri.

48

3. Nilai sejarah kawasan. Kawasan yang mempunyai nilai sejarah mempunyai

keterbatasan dalam pengembangan sehingga perlu pemikiran untuk

pengembangan kawasan dengan melestarikan nilai sejarahnya.

4. Pencapaian ke kawasan. Pencapaian ke kawasan yang sulit menyebabkan

terhambatnya pengembangan kawasan tepian air dan menyebabkan nilai

publik di sepanjang tepian air berkurang.

5. Aturan (batasan-batasan). Aturan merupakan persyaratan yang harus diikuti

dalam proses pengembangan kawasan dapat menjadi penghambat

pembangunan kawasan namun batasan ini bertujuan untuk mencapai

penataan kawasan yang baik. Batasan-batasan tersebut antara lain :

melindungi dan melestarikan bangunan-bangunan kuno dan bersejarah,

mentepakan fungsi kawasan teretentu dan intensitas bangunan, menyediakan

akses bagi masyarakat umum, menyediakan berbagai fasilitas dan

akomodasi sehingga menambah daya tarik pengunjung, dsb.

6. Persepsi masyarakat. Persepsi masyarakat yang bermukim di kawasan

tepian air terkadang menjadi penghambat pembangunan. Hal ini disebabkan

antara lain karena masih banyak masyarakat yang belum menyadari

pentingnya pengembangan kawasan tepian air dan mereka juga menganggap

tata ruang hanya akan menggusurnya dari kawasan yang ditempatinya

sehinnga sulit melakukan pendekatan untuk penataan kawasan. Oleh sebab

itu, kegiatan dan kebudayaan masyarakat setempat harus dipertimbangkan,

antara lain dengan mengikutsertakan dalam kegiatan pembangunan atau

tetap memberikan ruang bagi masyarakat setempat untuk menjalankan

49

aktivitas yang sudah berlangsung lama seperti pemanfaatan badan air

sebagai transportasi, pengadaan upacara adat budaya, dsb.

2.6 Hubungan Pemanfaatan Lahan Dengan Perencanaan Wilayah Dan

Kota

Pada dasarnya lahan adalah objek yang sangat penting karena merupakan

input sekaligus produk dari proses perencanaan. Disebut input karena lahan

merupakan modal dasar pembentukan ruang. Lahan merupakan wadah dari

aktivitas yang memiliki nilai ekonomi yang penting dalam pembentukan

permukiman yang dengan aktivitas yang kompleks. Sementara itu, lahan disebut

sebagai produk karena kegiatan perencanaan menghasilkan suatu set sistem tata

ruang dan pengelolaannya dimana lahan yang tertata adalah bagian di dalamnya.

Disamping kegunaan lahan dalam menunjang kehidupan manusia dan

komunitasnya, harus dipahami pula bahwa lahan juga memiliki kerawanan

bencana yang dapat terjadi secara alamiah maupun karena kesalahan dalam

pemanfaatan lahan.

50

2.7 Keaslian Penelitian

Penelitian-penelitian yang sejenisnya tentang kawasan tepian air

(waterfront). Penelitian yang dilakukan oleh Permadi (2005) yang berjudul

“Revitalisasi waterfront kawasan wisata pantai tapak paderi dengan pendekatan

urban design”. Secara metodologi jenis penelitian ini adalah Deskriptif Kualitatif

dan Deskriptif Kuantitatif, yang mana hasil dari penelitian ini adalah untuk

Membuat kawasan wisata Pantai Tapak Paderi menjadi semakin menarik dan

tertata.

Selain itu penelitian sejenisnya juga dilakukan oleh Azmi (2015) yang

berjudul “Perencanaan kawasan wisata di pesisir menggunakan konses

recreational waterfront” dengan menggunakan metode Deskriptif dan Kualitatif

yang mana hasil dari analisis ini yaitu kurangnya pengawasan dan perawatan

elemen fisik yang memberi kesan kumuh di zona-zona rekreasi pesisir.

Sementara itu terdapat pula penelitian lainnya yang dilakukan oleh Ranny

(2007) yang penelitiannya berjudul “Perencanaan samarinda healthy waterfront

city”. Secara metodologi jenis penelitian ini adalah Gap Analisis atau

perbandingan kinerja aktual dengan kinerja potensial atau yang diharapkan.

Metode ini merupakan alat evaluasi bisnis yang menitikberatkan pada

kesenjangan kinerja perusahaan saat ini dengan kinerja yang sudah ditargetkan

sebelumnya. Maka hasil akhir dari penelitian ini adalah mengelompokkan

karakteristik kota sehat dari teori-teori yang ada kemudian dibandingkan dengan

best practices.

51

Berdasarkan beberapa acuan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan

dalam konsep kawasan tepian air diatas. Belum ada penelitian yang bertujuan

untuk mengidentifikasi pemanfaatan lahan di kawasan tepian air dan mengetahui

strategi pemanfaatan lahan di kawasan tepian air. Selain itu penelitian ini juga

lebih spesifik dikarenakan hanya meneliti pemanfaatan lahan kawasan di tepian

air Kelurahan Damon Kecamatan Bengkalis.

52

Tabel 2.2

Keaslian Penelitian

Sumber hasil analisis : 2018

No Nama Judul Tahun Metode Hasil

1 Satya Ragil

Permadi

Revitalisasi

waterfront kawasan

wisata pantai tapak

paderi dengan

pendekatan urban

design

2015 Kualitatif

dan

Kuantitatif

Membuat

kawasan wisata

Pantai Tapak

Paderi menjadi

semakin menarik

dan tertata

2 Nasri Azmi Perencanaan

kawasan wisata di

pesisir

menggunakan

konses recreational

waterfront

2015 Deskriptif

dan

Kualitatif

Kurangnya

pengawasan dan

perawatan elemen

fisik yang

memberi kesan

kumuh di zona-

zona rekreasi

pesisir

3 Hijrah Ananta Perencanaan

kawasan

permukiman di

kelurahan tanjung

masmenggunakan

konsep green

waterfront

2016 Deskriptif

dan

Kualitatif

Menciptakan

lingkungan tepian

air yang ramah

lingkungan dan

berkelanjutan

4 Ria melya

Tambunan

Penataan kawasan

wisata danau toba

tigaraja kota

parapet dengan

konsep waterfront

2016 Kualitatif Mengoptimalkan

potensi dan

mengatasi

permasalahan

yang ada pada

kawasan ini maka

dibutuhkan

perencanaan

5 Noor Aisa

Ranny

Perencanaan

samarinda healthy

waterfront city

2007 GAP

Analisis

Mengelompokkan

karakteristik kota

sehat dari teori-

teori yang ada

kemudian

dibandingkan

dengan best

practices