bab ii tinjauan pustaka 2.1 konsep lahan 2.1.1 definisi...
TRANSCRIPT
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Lahan
2.1.1 Definisi Lahan
Lahan merupakan daratan yang memiliki karakteristik alami seperti iklim,
topografi, geologi, tanah serta hidrologi dan dipengaruhi oleh aktivitas manusia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Malingreau (1977) dalam
Muryono (2005) mengemukakan bahwa : “Lahan merupakan suatu daerah di
permukaan bumi yang ciri-cirinya mencakup semua pengenal yang bersifat cukup
mantab dan dapat diduga berdasarkan daur dari biosfer, tanah, air, populasi
manusia pada masa lampau dan masa kini sepanjang berpengaruh atas
penggunaan lahan pada masa kini dan masa yang akan datang.
Menurut Sitanala dalam I Gede Sugiyanta, (2003) lahan dapat diartikan
sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi
serta benda yang ada di atasnya, sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan
lahan, termasuk di dalamnya juga hasil kegiatan manusia di masa lampau dan
sekarang. Lahan memiliki sifat atau karakteristik yang spesifik. Lahan juga
memiliki unsurunsur yang dapat diukur atau diperkirakan, seperti tekstur tanah,
struktur tanah, kedalaman tanah, jumlah curah hujan, distribusi hujan, temperatur,
drainase tanah, serta jenis vegetasinya. Dalam lahan terbayang apa yang
terkandung di dalamnya dan bagaimana keadaan tanahnya, serta menggambarkan
bagaimana daya dukung dari lingkungan fisis dan biotik terhadap kehidupan
manusia.
11
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa lahan merupakan
material dasar yang merupakan bagian dari suatu lingkungan dan memiliki
karakteristik baik dari keadaan tanah, iklim, distribusi hujan serta vegetasinya
yang dapat digunakan oleh manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhan
hidupnya.
2.1.2 Fungsi Lahan
Lahan sebagai sumber daya alam dan matra dasar ruang mempunyai
berbagai fungsi di antaranya adalah fungsi lingkungan,fungsi ekonomi, dan fungsi
sosial. Fungsi lingkungan dapat dilihat dari Lahan yang dipandang sebagai muka
bumi sebagai biosfer yang berfungsi sebagai tempat kehidupan. Fungsi ekonomi
dapat dilihat dari lahan yang dipandang sebagai lokasi dan benda ekonomi, yaitu
benda yang dapat diperjual belikan, sebagai tempat usaha, benda kekayaan,
jaminan (Salim dalam Deliyanto 2005). Disamping itu lahan juga sebagai sarana
produksi yang berfungsi sebagai tempat tumbuhnya tanaman yang dibudidayakan.
Dan lahan yang mempunyai fungsi sosial dapat dilihat dari lahan yang di atasnya
terdapat hak atas tanah mempunyai fungsi sosial untuk kepentingan masyarakat
umum.
Secara rinci lahan yang mempunyai fungsi lingkungan, sosial dan ekonomi
pada suatu ruang dapat diuraikan berikut ini:
1. Fungsi lingkungan, dapat dilihat dari lahan yang dipandang sebagaimuka
bumi, berfungsi sebagai tempat kehidupan. Muka bumi di sini adalah biosfer
(bulatan bumi tempat kehidupan) yang merupakan kulit bumi tempat
12
persinggungan antara daratan (lithosfer), air (hydrosfer), dan udara
(atmosfer)
2. Lahan dipandang sebagai sarana produksi, berfungsi sebagai tempat
tumbuhnya tanaman sehingga dapat menunjang kehidupan di muka
bumi. Hal ini dapat dilihat dari tubuh tanah termasuk di dalamnya iklim
dan air sangat penting bagi tumbuhan, baik itu yang dikembangkan
melalui pertanian maupun yang tumbuh secara alami yang berguna bagi
kehidupan di muka bumi.
3. Lahan dipandang sebagai benda ekonomi, berfungsi sebagai benda yang
dapat diperjual belikan, sebagai tempat usaha, benda kekayaan, jaminan,
dan sebagainya.
4. Lahan berfungsi sosial, yaitu fungsi lahan yang di atasnya terdapat hak
atas tanah mempunyai fungsi sosial untuk kepentingan masyarakat umum.
Secara sederhana klasifikasi kegiatan sosial dapat dikelompokkan
berdasarkan kegiatan sosial sebagai berikut :
a. kegiatan sosial dalam kepercayaan (religi) atau keagamaan,
b. kegiatan sosial dalam perkerabatan,
c. kegiatan sosial dalam kesehatan,
d. kegiatan sosial dalam pendidikan,
e. kegiatan sosial dalam olah raga, kesenian, dan rekreasi,
f. kegiatan sosial dalam politik dan pemerintahan, dan
g. kegiatan social dalam keamanan dan pertahanan.
13
Tiap kegiatan sosial itu berkaitan dengan kegiatan sosial lain atau
dengan kegiatan ekonomi, dan semua kegiatan sosial ekonomi itu umumnya
memerlukan tanah.
2.1.3 Sifat Lahan
Menurut Arsyad (1989) dalam Poppy (2011), pengertian sifat lahan yaitu :
“Atribut atau keadaan unsur-unsur lahan yang dapat diukur atau diperkirakan,
seperti tekstur tanah, struktur tanah, jumlah curah hujan, distribusi hujan,
temperatur, darinase tanah, jenis vegetasi dan sebagainya”. Sifat lahan merupakan
suatu penciri dari segala sesuatu yang terdapat di lahan tersebut yang merupakan
pembeda dari suatu lahan yang lainnya.” Sifat lahan menunjukkan bagaimana
kemungkinan penampilan lahan jika digunakan untuk suatu penggunaan lahan.
Sifat lahan menentukan atau mempengaruhi keadaan yaitu bagaimana
ketersediaan air, peredaran udara, perkembangan akan kepekaan erosi,
ketersediaan unsur hara, dan sebagainya. Prilaku lahan yang menentukan
pertumbuhan tersebut disebut kualitas lahan.
Sifat-sifat lahan terdiri dari beberapa bagian yaitu karakteristik lahan,
kualitas lahan, pembatas lahan, persyaratan penggunaan lahan, perbaikan lahan.
a. Karakteristik Lahan
Karakteristik lahan adalah suatu parameter lahan yang dapat diukur atau
diestimasi, misalnya kemiringan lereng, curah hujan, tekstur tanah dan
struktur tanah. Satuan parameter lahan dalam survey sumberdaya lahan pada
umumnya disertai deskripsi karakteristik lahan.
14
b. Kualitas Lahan
Kualitas lahan mempengaruhi tingkat kesesuaian lahan untuk penggunaan
tertentu. Kualitas lahan dinilai atas dasar karakterist lahan yang
berpengaruh. Suatu karakteristik lahan yang dapat berpengaruh pada suatu
kualitas lahan tertentu, tetapi tidak dapat berpengaruh pada kualitas lahan
lainnya.
c. Pembatas Lahan
Pembatas lahan merupakan faktor pembatas jika tidak atau hampir tidak
dapat memenuhi persyaratan untuk memperoleh produksi yang optimal dan
pengelolaan dari suatu penggunaan lahan tertentu. Pembatas lahan dapat
dibedakan menjadi dua yaitu :
(1) Pembatas lahan permanen, pembatas lahan yang tidak dapat diperbaiki
dengan usaha-usaha perbaikanlahan (land improvement).
(2) Pembatas lahan sementara, pembatas lahan yang dapat diperbaiki dengan
cara pengelolaaan lahan.
d. Persyaratan Penggunaan Lahan
Persyaratan penggunaan lahan dapat di kelompokan kedalam beberapa
bagian yaitu ;
1. Persyaratan ekological seperti: ketersediaan air, unsur hara, oksigen,
resiko banjir, dan lain-lain.
2. Persyaratan pengelolaan, contonya persiapan pembibitan dan mekanisasi
selama panen.
15
3. Persyaratan konservasi, contohnya control erosi, resiko komplen tanah,
resiko pembentukan kulit tanah.
4. Persyaratan perbaikan, contohnya pengeringan lahan, tanggap terhadap
pemupukan.
e. Perbaikan Lahan
Perbaikan lahan adalah aktivitas yang dilakukan untuk memperbaiki
kualitas lahan pada sebidang lahan untuk mendapatkan keuntungan dalam
meningkatkan produksi pertanian. Perbaikan lahan mutlak dilakukan agar
kulaitas lahan dapat terus terjaga dan bermanfaat bagi generasi yang akan
datang.
2.2 Penggunaan Lahan
2.2.1 Definisi Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan adalah suatu proses yang berkelanjutan dalam
pemanfaatan lahan bagi maksud-maksud pembangunan secara optimal dan efisien
(Sugandhy, 1989 dalam Wiratawan, 2017). Penggunaan lahan dapat diartikan juga
sebagai wujud atau bentuk usaha kegiatan, pemanfaatan suatu bidang tanah pada
suatu waktu (Jayadinata, 1992 dalam Wiratawan, 2017).
Land use merupakan pemanfaatan atau kegunaan dari suatu lahan, terdapat
berbagai macam dan jenis aktivitas yang berlangsung didalamnya. Gallion (1980)
dalam Khaerunnisa (2017) menyatakan bahwa land use terdiri dari beberapa
aspek penting, yaitu :
16
a. Aspek Fisik, meliputi :
i. Kawasan lahan terbangun, pemanfaatan lahan untuk permukiman,
kesehatan, pendidikan, peribadatan, perkantoran, industry, jasa dan
perdagangan.
ii. Kawasan lahan tak terbangun, berupa lahan pertanian, perkebunan
campuran, dan lahan kosong lainnya yang tidak terbangun.
b. Aspek Ekonomi, meliputi aksesibilitas dan tren, semakin tinggi aksesibilitas
dari suatu land use maka akan semakin besar kecenderungan lahan pada
suatu tren yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi seperti bisnis,
industry, dan jasa.
c. Aspek Sosial, meliputi popularitas yang merupakan suatu fenomena dari
kegiatan social, dimana popularitas berkembang melalui interaksi sosial.
d. Aspek Politik, merupakan isu-isu pemerintah dan peraturan perundang-
undangan, diantaranya adalah Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana
Detail Tata Ruang, dan rencana penggunaan lahan suatu kawasan.
Aspek-aspek tersebut sangat berperan dan berpengaruh dalam
perkembangan karakter, kualitas, kecepatan petumbuhan dan pola morfologi land
use yang secara langsung mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan pola
morfologi suatu kawasan atau perkotaan.
Penggunaan lahan adalah suatu bentuk atau alternatif kegiatan usaha atau
pemanfaatan lahan (contoh : pertanian, perkebunan, padang rumput). Penggunaan
lahan adalah interaksi manusia dan lingkungannya, dimana fokus lingkaran adalah
17
lahan, sedangkan sikap dan tanggapan kebijakan manusia terhadap lahan akan
menentukan langkah-langkah aktivitasnya, sehingga akan meninggalkan bekas
diatas lahan sebagai bentuk penggunaan lahan.
Penggunaan lahan bukan saja permukaan bumi yang berupa darat namun
juga berupa perairan laut. Disamping unsur-unsur alami seperti tanah, air, iklim,
dan vegetasi, aktivitas manusia sangat penting dikaji dari aspek kehidupannya
baik secara individu maupun kelompok atau masyarakat.
2.2.2 Jenis Penggunaan Lahan
Ada beberapa jenis penggunaan lahan. Secara garis besar, lahan kota terbagi
menjadi lahan terbangun dan lahan tak terbangun. Lahan Terbangun terdiri
dari dari perumahan, industri, perdagangan, jasa dan perkantoran. Sedangkan
lahan tak terbangun terbagi menjadi lahan tak terbangun yang digunakan untuk
aktivitas kota (kuburan, rekreasi, transportasi, ruang terbuka) dan lahan tak
terbangun non aktivitas kota (pertanian, perkebunan, area perairan, produksi dan
penambangan sumber daya alam).
Untuk mengetahui penggunaan lahan di suatu wilayah, maka perlu diketahui
komponen komponen penggunaan lahannya.Berdasarkan jenis penggunaan lahan
dan aktivitas yang dilakukan di atas lahan tersebut, maka dapat diketahui
komponen-komponen pembentuk guna lahan. Menurut Maurice Yeates (1980)
dalam (Arqhabwalzthy, 2017), komponen penggunaan lahan suatu wilayah terdiri
atas :
18
a. Permukiman
b. Industri
c. Komersial
d. Jalan
e. Tanah Publik
f. Tanah Kosong
Sedangkan menurut Lean (1976) dalam Marno (2016), komponen
penggunaan lahan dibedakan menjadi:
1. Penggunaan lahan yang menguntungkan. Penggunaan lahan yang
menguntungkan tergantung pada penggunaan lahan yang tidak
menguntungkan. Hal ini disebabkan guna lahan yang tidak menguntungkan
tidak dapat bersaing secara bersamaan dengan lahan untuk fungsi yang
menguntungkan. Komponen penggunaan lahan ini meliputi penggunaan
lahan untuk pertokoan, perumahan, industri, kantor dan bisnis. Tetapi
keberadaan guna lahan ini tidak lepas dari kelengkapan penggunaan lahan
lainnya yang cenderung tidak menguntungkan, yaitu penggunaan lahan
untuk sekolah, rumah sakit, taman, tempat pembuangan sampah, dan sarana
prasarana. Pengadaan sarana dan prasarana yang Iengkap merupakan suatu
contoh bagaimana guna lahan yang menguntungkan dari suatu lokasi dapat
mempengaruhi guna lahan yang lain. maka hal ini dapat meningkatkan nilai
keuntungan secara umum, dan meningkatkan nilai-lahan. Dengan demikian
19
akan memungkinkan beberapa guna lahan bekerjasama meningkatkan
keuntungannya dengan berlokasi dekat pada salah satu guna lahan.
2. Penggunaan lahan yang tidak menguntungkan. Komponen penggunaan
lahan ini meliputi penggunaan lahan untuk jalan, taman, pendidikan dan
kantor pemerintahan.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa guna lahan yang menguntungkan
mempunyai keterkaitan yang besar dengan guna lahan yang tidak
menguntungkan. Guna lahan utama yang dapat dikaitkan dengan fungsi
perumahan adalah guna lahan komersial, guna lahan industri, dan guna lahan
publik maupun semi publik. Adapun penjelasan masing masing guna lahan
tersebut adalah:
1. Guna lahan komersial. Fungsi komersial dapat dikombinasikan dengan
perumahan melalui percampuran secara vertikal.Guna lahan komersial yang
harus dihindari dari perumahan adalah perdagangan grosir dan perusahaan
besar.
2. Guna lahan industri. Keberadaan industri tidak saja dapat memberikan
kesempatan kerja namun juga memberikan nilai tambah melalui landscape
dan bangunan yang megah yang ditampilkannya. Jenis industri yang harus
dihindari dari perumahan adalah industri pengolahan minyak, industri
kimia, pabrik baja dan industri pengolahan hasil tambang.
3. Guna lahan publik maupun semi publik. Guna lahan ini meliputi guna lahan
untuk pemadam kebakaran, tempat ibadah, sekolah, area rekreasi, kuburan,
rumah sakit, terminal dan lain-lain.
20
2.3 Pemanfaatan Lahan
2.3.1 Definisi Pemanfaatan Lahan
Pemanfaatan lahan merupakan penggunaan ataupun pemanfaatan
lingkungan alam oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
Definisi pemanfaatan lahan yang lebih lengkap adalah sebagai berikut :
“Pemanfaatan lahan adalah segala macam campur tangan manusia baik secara
permanen ataupun secara siklis terhadap suatu kumpulan sumber daya alam dan
sumber daya buatan yang secara keseluruhannya disebut lahan, dengan tujuan
untuk mencukupi kebutuhan kebutuhannya baik kebendaan maupun spiritual
ataupun kedua-duanya” Malingreau (1978) dalam Muryono (2008).
Pemanfaatan lahan di permukaan bumi selalu dinamis dan berkembang
seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk
menyebabkan meningkatkan jumlah pemanfaatan lahan, baik digunakan sebagai
lahan permukiman, lahan pertanian, lahan bukan pertanian, dan sebagainya.Lahan
yang merupakan obyek penelitian keadaanya kompleks dan tidak merupakan
suatu unsur fisik atau sosial ekonomi yang berdiri sendiri. Tetapi merupakan hasil
interaksi dari lingkungan biofisiknya. Berhasilnya suatu peningkatan produksi
pertanian bergantung pada perencanaan pemanfaatan lahan yang sesuai dengan
kemampuan lahannya. Contoh tipe pemanfaatan lahan adalah sebagai berikut :
a) Perladangan
b) Tanaman semusim campuran, tanah darat tidak intensif
c) Tanaman semusim campuran, tanah darat intensif
d) Sawah satu kali setahun, tidak intensif
21
e) Sawah dua kali setahun, intensif
f) Perkebunan rakyat (karet, kopi atau coklat, jeruk), tidak intensif
g) Perkebuanan rakyat, intensif
h) Hutan produksi alami
i) Hutan produksi, tanaman pinus, dan sebagainya
j) Padang penggembalaan tidak intensif
k) Hutan lindung.
2.3.2 Arahan Fungsi Pemanfaatan Lahan
Luntungan dalam Listumbinang Halengkara (2012) menjelaskan bahwa
arahan fungsi pemanfaatan lahan merupakan kajian potensi lahan untuk
peruntukan suatu kegiatan ke dalam suatu kawasan tertentu berdasarkan fungsi
utamanya.Arahan fungsi pemanfaatan lahan juga dapat diartikan sebagai upaya
untuk menata pemanfaatan lahan pada suatu kawasan sesuai dengan
kemampuannya. Dalam hal ini tujuan dari arahan fungsi pemanfaatan lahan
adalah untuk mencapai keseimbangan antara kemampuan lahan dengan jenis
pemanfaatan dan teknologi yang digunakan sebagai upaya untuk melindungi
kelangsungan fungsi dan manfaat sumber daya alam di suatu wilayah.Artinya,
apabila penggunaan lahan pada masing-masing kawasan tidak sesuai dengan
fungsi utamanya maka perlu dilakukan tindakan arahan fungsi pemanfaatan lahan
dengan menerapkan tindakan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah secara
vegetatif dan mekanik yang bertujuan untuk mengembalikan dan menjaga fungsi
utama kawasannya.
22
Arahan fungsi pemanfaatan lahan berdasarkan Balai Rehabilitasi Lahan dan
Konservasi Tanah (BRLKT, 1995) ditetapkan berdasarkan tiga parameter, yaitu :
a. Kemiringan lereng Kemiringan Lereng ialah bentuk dari variasi perubahan
permukaan bumi secara global, regional atau dikhususkan dalam bentuk
suatu wilayah tertentu. Variabel yang digunakan dalam pengidentifikasian
kemiringan lereng adalah sudut kemiringan lereng, titik ketinggian di atas
permukaan laut dan bentang alam berupa bentukan akibat gaya satuan
geomorfologi yang bekerja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemiringan
lereng merupakan beda tinggi antara dua tempat, yang dibandingkan dengan
daerah yang relatif lebih rata atau datar. Kemiringan lereng dapat
berpengaruh terhadap penentuan fungsi kawasan.Semakin curam lereng
pada suatu kawasan, maka kawasan tersebut tidak boleh dijadikan sebagai
kawasan budidaya, karena pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dapat
menyebabkan tingkat erosi yang tinggi pada kawasan yang memiliki lereng
curam.
b. Jenis tanah. Jenis tanah dibentuk pada lingkungan fisiografis dan proses
yang sama. Faktor fisiografis seperti batuan induk alami, topografi,
drainase, iklim, dan vegetasi. Jenis tanah akan memengaruhi jenis
penggunaan lahan yang cocok untuk suatu tanaman dan dapat menjadi salah
satu parameter yang dapat menentukan arahan fungsi pemanfaatan lahan.
Jenis tanah yang dapat memberikan hasil maksimal terhadap
penggunaannya merupakan jenis tanah yang memiliki tingkat kesuburan
yang tinggi. Namun terdapat kemungkinan tanah yang mempunyai
23
kesuburan yang tinggi tetapi hasil produksinya rendah, hal ini disebabkan
karena faktor produksi lainnya menghambat pertumbuhan tanaman. Jenis
tanah tertentu mempunyai potensi kesuburan yang tinggi, tetapi karena tidak
dilakukan perbaikan tingkat kesuburannya, maka hanya diperoleh hasil
dengan aras sedang). Jenis tanah digunakan sebagai salah satu parameter
dalam menentukan arahan fungsi kawasan berdasarkan resistensi tanah
terhadap erosi oleh aliran air.Jika pada suatu daerah terdapat jenis tanah
yang sangat peka terhadap erosi, maka daerah pemanfaatan lahan di daerah
tersebut tidak dibenarkan sebagai kawasan budidaya.
c. Curah hujan. Curah hujan merupakan jumlah air yang jatuh di permukaan
tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm)
di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, runoff, dan
infiltrasi. Curah hujan dibatasi sebagai tinggi air hujan (dalam mm) yang
diterima di permukaan sebelum mengalami aliran permukaan, evaporasi,
dan peresapan/perembesan ke dalam tanah. Jumlah hari hujan umumnya
dibatasi dengan jumlah hari dengan curah hujan 0,5 mm atau lebih. Jumlah
hari hujan dapat dinyatakan per minggu, dekade, bulan, tahun atau satu
periode tanam (tahap pertumbuhan tanaman).Intensitas hujan adalah jumlah
curah hujan dibagi dengan selang waktu terjadinya hujan. Curah hujan
berperan sebagai media angkut dalam proses erosi. Peluang terjadinya erosi
dipengaruhi oleh besar kecilnya curah hujan, semakin tinggi curah hujan,
maka peluang untuk terjadi erosi semakin besar, dan sebaliknya.
24
2.3.3 Pengendalian Pemanfaatan Lahan
Pergeseran pemanfaatan lahan merupakan proses alamiah yang dipengaruhi
oleh pertimbangan keuntungan ekonomis dalam memilih lokasi. Seringkali
pertimbangan individu tidak mempertimbangkan kepentingan umum atau
peraturan yang berlaku. Dalam hal perubahan pemanfaatan tersebut maka
pemerintah harus mempunyai prosedur yang jelas dan efektif untuk
mengendalikan perubahan lahan tersebut (Farry, 1995 dalam Putra, 2012).
Selain itu, Pengendalian terhadap perubahan RTH yang dapat dilakukan
sebelum perubahan tersebut terjadi adalah dengan melakukan tindakan
pencegahan terhadap perusakan lingkungan yaitu:
a. Merancang suatu benteng beton dan benteng baja didaerah yang sering
mengalami tindakan pengerusakan.
b. Membersihkan daerah yang terkesan kumuh melalui pemerintah harus
menyediakan perumahan bagi masyarakat.
c. Memberikan fasilitas penerangan pada daerah yang gelap yang dapat
menimbulkan keinginan untuk melakukan pengerusakan.
d. Membuat suatu laporan perusakan lingkungan sebagai dokumentasi terhadap
tindakan perusakan yang dapat dilaporkan kepada pihak keamanan dan pihak
asuransi terkait.
e. Membentuk akses keamanan seperti alaram, penjaga, pemagaran dan akses
terhadap patroli keamanan
25
f. Publisitas, mempublikasikan nama pelaku perusak pada koran lokal tentang
tindakan yang dilakukan tersebut, jika memungkinkan beserta dengan nama
keluarga sehingga mencegah tindakan perubahan
g. Membentuk suatu program di akademis seperti sekolah yang melibatkan
pihak akademis untuk melakukan pembinaan terhadap pelaku perusakan.
Disamping itu bentuk pengendalian lain terhadap perubahan akibat
pembangunan adalah adalah memberikan denda terhadap pembangunan
(Development Charge). Umumnya Development Charge dapat di bayarkan pada
keadaan sebagai berikut menurut Yuan dalam Farry, (1987) :
a. Jika ada peningkatan pembangunan kawasan terbangun diatas maksimum
kepadatan yang direncanakan dalam rencana induk kota (Master Plan)
b. Jika ada peningkatan rasio pembangunan kawasan tidak terbangun diatas ratio
yang ditetapkan dalam rencana induk kota
c. Ketika ada kegiatan pembangunan peremajaan kembali, suatu kawasan
menjadi kawasan yang nilai lahannya lebih tinggi
d. Jika terjadi kombinasi dari ketiga contoh diatas.
Bentuk pengendalian Pembangunan di kawasan perkotaan yang sering
digunakan antara lain adalah plot ratio dan ketinggian bangunan. Plot ratio
digunakan sebagai alat untuk regulasi insentif dan disinsentif pembangunan
melalui ketentuan bonus dan ketinggian bangunan. Kriteria tertentu yang harus
dipenuhi dalam penerapan plot ratio dan ketinggian bangunan yaitu:
26
a. Tidak melanggar ketentuan yang ada, seperti masterplan dan kebijaksanaan
yang ada
b. Berusaha mewujudkan konsep rencana yang telah ditetapkan
c. Mengoptimalkan lahan
d. Selaras dengan perkembangan lingkungan
e. Memperhatikan kendala teknis, seperti misalnya kendala airport, jalur
microwave, zone bebas polusi
f. Memperhatikan aspek urban design, seperti karakteristik dan daerah
konservasi.
2.4 Kota Tepian Air
2.4.1 Definisi Kota Tepian Air
Kawasan atau Kota tepian air adalah area yang di batasi oleh air dari
komunitasnya yang dalam pengembangannya mampu memasukkan nilai
manusia, yaitu kebutuhan akan ruang publik dan nilai alami. (Carr, 1992 dalam
Isfa, 2003). Disamping itu secara lebih luas. Kawasan tepi air dapat dimaknai
dengan beberapa hal seperti berikut :
1. Kawasan yang dinamis dan unik dari suatu kota (dengan segala ukuran)di
mana daratan dan air (sungai, danau, laut, teluk) bertemu (kawasantepian
air) dan harus dipertahankan keunikannya.
2. Kawasan yang dapat meliputi bangunan atau aktivitas yang tidak harus
secara langsung berada di atas air, akan tetapi terikat secara visual atau
27
historis atau fisik atau terkait dengan air sebagai bagian dari "scheme"
yang lebih luas.
Merancang kawasan kota tepian air seperti merancang kawasan yang masih
alami yang membutuhkan proses yang berliku dalam pendesainanya, termasuk
mengenai hubungan dan kolaborasi antar elemen-elemen di dalamnya. Kota
tepian air juga dapat menampilkan bentuk tunggal dari transformasi dalam skala
besar antara landskap, infrastruktur, dan urbanisme menjadi satu kesatuan
Kawasan kota tepian air tidak menyangkut hubungan antara kota dengan air,
melainkan kawasan ini merupakan perwujudan yang dapat menghubungkan masa
lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
Dapat disimpulkan bahwa pengembangan kawasan kota tepian air adalah
pengembangan kegiatan yang berorientasi ke badan air, yang bertujuan untuk
menampung aktivitas warga perkotaan dengan tetap melestarikan dan
memberikan sumbangan pada kualitas lingkungan yang lebih baik dengan cara
penataanruang dan bangunan di tepi air.
Berdasarkan kamus online Cambridge, Kota tepian air didefinisikan sebagai
bagian dari kota yang berbatasan langsung dengan badan air seperti sungai, laut
atau danau. Sedangkan urban waterfront merupakan area yang dinamis pada
sebuah kota dimana terjadi pertemuan antara air dan daratan dalam. Maka sebuah
kota yang memiliki konsep kota tepian airpasti memiliki area yang berbatasan
langsung dengan badan air yang dapat berupa sungai, danau, laut, teluk maupun
28
kanal. Area tersebut dikelola sedemikian rupa hingga dapat mewadahi aktifitas
tertentu.
Aktivitas yang terjadi pada sebuah kota tepian airdapat berbeda antara satu
dengan yang lain. Misalnya, sebuah kota tepian air dengan badan air berupa
sungai menawarkan aktivitas yang terkoneksi antara kedua belah tepi sungai. Ia
dapat berupa aktivitas yang terkait dengan visual atau fisik. Kota tepian air dengan
badan air lautan atau teluk menghubungkan struktur urban kota dengan aktivitas
disepanjang tepi pantai pada titik-titik tertentu. Yang terakhir, kota tepian air
dengan badan air danau atau waduk menawarkan aktivitas disepanjang tepiannya
dan menawarkan dermaga untuk kegiatan rekreasi air.
2.4.2 Jenis-Jenis Kota Tepian Air
Berdasarkan tipe proyeknya, kota tepian air dapat dibedakan menjadi 3
bagian yaitu konservasi, redevelopment (pembangunan kembali), dan
pengembangan (development) (Prabudiantoro dalam Rahman, 2006). Adapun
penjelasan dari masing-masing bagian sebagai berikut :
a. Konservasi merupakan penataan kota tepian airlama yang masih hingga saat
ini dan melestarikannya agar tetap dapat dinikmati oleh masyarakat kini
hingga nanti. Sehingga dalam perancangan conservation waterfront, faktor
lingkungan menjadi aspek penentu dalam perancangannya.
b. Redevelopment merupakan upaya menghidupkan kembali fungsi-fungsi dari
kota tepian air yang lama dengan membangun kembali fasilitas-fasilitas
29
pendukung dari aktivitas kota tepian air ini agar kawasan kota tepian air ini
dapat dinikmati untuk kepentingan masyarakat.
c. Development merupakann usaha yang dilakukan untuk menciptakan sebuah
kota tepian airagar dapat memenuhi kebutuhan kota dengan cara
mereklamasi daerah pantai atau perairan sejenisnya.
Berdasarkan fungsinya, kota tepian air dapat dibedakan menjadi 4 jenis,
yaitu :
a. mixed-used waterfront
merupakan kombinasi atau campuran dari perumahan, perkantoran,
restoran dan aktivitas-aktivitas perkotaan lainnya yang terletak berbatasan
dengan tepi kawasan perairan.
b. recreational waterfront
merupakan area waterfront yang digunakan untuk sarana rekreasi seperti
area bermain, fasilitas olahraga air, food court dan lain sebgainya.
c. residential waterfront
` merupakan kawasan perumahan yang dibuat pada area
waterfront.
d. working waterfront
merupakan kawasan waterfront yang berfungsi sebagai tempat
penangkapan ikan, resparasi kapal pesiar, industri berat dan fungsi
pelabuhan.
30
River Ocean and Bay Lake
Gambar 2.1 Tipe Kota Tepian Air Berdasarkan Badan Air Sumber: Planning And Urban Design Standards (2007)
Berdasarkan badan airnya, kota tepian air dibagi menjadi 3 jenis yakni :
1. Kota tepian air sungai
2. Kota tepian air laut dan teluk
3. Kota tepian air danau.
Dari ketiga tipe kota tepian air tersebut, (Gambar 2.1) Kelurahan Damon dapat
diidentifikasi sebagai kota tepian air laut.
2.4.3 Kriteria Kota Tepian Air
Kriteria umum dalam perancangan sebuah kawasan kota tepian air yang
diungkapkan oleh Prabudiantoro dalam Rahman (2006) meliputi :
a. Berlokasi pada area tepi danau atau kawasan perairan lainnya.
b. Biasanya berupa kawasan pariwisata, pelabuhan dan pemukiman.
c. Berfungsi sebagai area rekreasi, pemukiman, industri dan pelabuhan.
d. Site berorientasi kepada perairan.
e. Pembangunannya dilakukan ke arah vertikal-horizontal.
31
2.4.4 Aspek Perencanaan Kota Tepian Air
Menurut Prabudiantoro dalam (Rahman, 2006), dalam perencanaan sebuah
kawasan kota tepian air terdapat aspek yang perlu dipertimbangkan dalam
pembangunannya. Aspek-aspek tersebut meliputi aspek arsitektural, aspek
keteknikan dan aspek sosial budaya.
a. Aspek arsitektural.
Aspek arsitektural berkaitan dengan menciptakan suatu kawasan
kota tepian airyang memenuhi nilai-nilai estetika seperti keseimbangan, proporsi,
dan lain-lain yang nantinya akan mempengaruhi citra dari kawasan kota tepian air
itu sendiri.
b. Aspek keteknikan.
Aspek keteknikan berkaitan dengan perencanaan struktur bangunan dan
teknologi yang diterapkan dalam menanggulangi permasalah yang timbul karena
sisi negatif pada kasawsan kota tepian airitu sendiri seperti keadaan geologi,
korosi, banjir, erosi dan sebagainya.
c. Aspek sosial budaya.
Aspek sosial budaya berkaitan dengan perancangan sebuah kawasan
kota tepian airyang dapat mengangkat kualitas dan martabat hidup masyarakat
yang tinggal di kawasan kota tepian airtersebut.
2.4.5 Elemen Perencanaan Kota Tepian Air
Perencanaan pada kawasan kota tepian airmemiliki beberapa proses dalam
pembentukannya dimana proses tersebut terdiri atas pembentukan zona,
32
pengaturan fungsi zona, akses transportasi atau sirkulasi, pengolahan ruang
publik, tatanan masa bangunan, dan pengolahan limbah (sanitasi). Perkembangan
kawasan kota tepian airmembentuk suatu kawasan yang tersusun memiliki pola
tertentu, perkembangan tersebut memiliki tahapan sebagai berikut berdasarkan
teori Wrenn diacu dalam Rahman (2006):
1. Berawal dari perkembangan pembangunan pada area kota tepian airdengan
segala fasilitas penunjang pada kawasan tersebut.
2. Terjadi perluasan wilayah karena ketertarikan dan kebutuhan masyarakat
akan kawasan kota tepian air.
3. Pertambahan penduduk yang semakin pesat maka dibuatlah beberapa
saluran kanal di area kota tepian air.
Hal ini bertujuan untuk tetap mempertahankan ikatan visual dan karakter
pada area kota tepian air. Pola susunan massa dan ruang pada area kota tepian
airini harus berorientasi ke arah perairan karena hal tersebut merupakan suatu ciri
khas dari kawasankota tepian air yang memanfaatkan perairan sebagai aspek
utama dalam perancangan. Pada umumnya, zona yang langsung berbatasan
dengan perairan memiliki fungsi sebagai fasilitas umum yang dapat diakses
langsung oleh publik.Setelah fungsi utama tersebut terpenuhi maka fungsi-fungsi
yang mendukung aktivitas pada daerah tersebut terbentuk seperti pemukiman,
perdagangan dan lainnya.
33
2.4.6 Definisi Prinsip Perancangan Kawasan Tepian Air
Prinsip perancangan adalah dasar-dasar penataan kota atau kawasan yang
memasukkan berbagai aspek pertimbangan dan komponen penataan untuk
mencapai suatu perancangan kota atau kawasan yang baik. Kawasan tepian air
merupakan lahan atau area yang terletak berbatasan dengan air seperti kota yang
menghadap ke laut, sungai, danau dan sejenisnya. Bila dihubungkan dengan
pembangunan kota, kawasan tepian air adalah area yang dibatasi oleh air dari
komunitasnya yang dalam pengembangannya mampu memasukkan nilai manusia,
yaitu kebutuhan akan ruang public dan nilai alami (Carr, 1992 dalam Isfa, (2003).
Dari pengertian prinsip perancangan dan kawasan tepian air di atas, maka
dapat didefinisikan bahwa prinsip perancangan kawasan tepian air merupakan
dasar-dasar penataan kawasan yang memasukkan aspek yang perlu
dipertimbangkan dan komponen penataan di wilayah tepian air. Prinsip-prinsip ini
dapat diterapkan secara umum pada kawasan tepian air dengan karakteristik yang
sama. Tujuan prinsip perancangan ini adalah mengembangkan potensi fisik dan
non fisik di kawasan tepian air, serta mendapatkan solusi dari masalah dan potensi
masalah yang ada tanpa mengabaikan faktor lingkungan alam dan kebutuhan
manusia sehingga didapatkan suatu penataan kawasan yang lebih baik.
Pengembangan kawasan atau penataan kawasan yang dilakukan baik oleh
pemerintah maupun swasta (developer) perlu dikendalikan dengan penerapan
prinsip perancangan sehingga tidak hanya mempertimbangkan segi efisiensi
dalam pemanfaatan lahan tetapi juga mempertimbangkan faktor lingkungan dan
dampak pengembangannya. Prinsip-prinsip perancangan kawasan tepian air perlu
34
dirumuskan agar pengembangan kota mempertimbangkan karakteristik keunikan
kawasan, faktor lingkungan, dampak pengembangan kawasan, persoalan yang ada
dan yang berpotensi timbul, serta tidak hanya mempertimbangkan factor efisiensi
dalam pemanfaatan lahan. Prinsip perancangan ini mengatur tiga hal utama, yaitu:
1. Penciptaan citra atau identitas kawasan tepian air, dengan memanfaatkan
berbagai karakteristik lingkungan kawasan.
2. Pembatasan identitas di kawasan tepian air, untuk mengendalikan
pembangunan dengan mempertimbangkan nilai manusia, lingkungan dan
dampak pembangunan.
3. Pembatasan area di kawasan tepian air, utnuk menghindari berbagai konflik
kepentingan pemanfaatan lahan.
2.4.7 Alur Pikir Perumusan Prinsip Perancangan Kawasan Tepian Air
Aspek yang dipertimbangkan adalah kondisi yang ingin dicapai dalam
penataan kawasan tepian air.Komponen penataan merupakan unsur yang diatur
dalam prinsip perancangan sesuai dengan aspek yang dipertimbangkan.Variabel
penataan adalah elemen penataan jkawasan yang merupakan bagian dari tiap
komponen yang diatur.Aspek yang dipertimbangkan, komponen dan variabel
penataan kawasan dihasilkan dari kajian teori (normatif), kebijakan atau aturan
dalam penataan kawasan tepian air baik di dalam maupun luar negeri dan hasil
pengamatan di kawasan studi (Isfa, 2003 dalam Ferdyansyah, 2012)
35
2.5 Pengembangan Kawasan Tepian Air
2.5.1 Karakteristik Kawasan Tepian Air
Kesuksesan pengembangan kawasan tepian air ditentukan oleh bagaimana
perencana menanggapi karakteristik / keunikan yang ada di kawasan tepian air
tersebut.Karakteristik ini terbagi dua bagian besar yaitu fisik dan non
fisik.Karakteristik fisik mencakup keadaan alam dan lingkungan, citra, akses,
bangunan, penataan lanskap, ketersediaan sarana dan prasarana kota, serta
kemajuan teknologi. Sedangkan karakteristik non fisik meliputi tema
pengembangan, pemanfaatan air, aktivitas penduduk, keadaan social, budaya dan
ekonomi, aturan dan pengelolaan kota / kawasan. Beberapa karakteristik yang
patut dipertimbangkan untuk mencapai kesuksesan dalam penataan kawasan
tepian air adalah (Hough, 1989 dalam Ferdyansyah, 2012) :
1 Keadaan alam dan lingkungan (geografis), meliputi air, tanah dan iklim.
Kondisi sumber daya air ini mempengaruhi teknik, desain, dan konstruksi
pada pengembangan di kawasan tersebut. Tanah di tepi air sering
mengalami erosi sehingga untuk mencegah hal tersebut, dibuat struktur
perlindungan tepian air terutama nila dilakukan reklamasi. Elemen-elemen
dasar dari iklim adalah radiasi matahari, angin, curah hujan, suhu dan
kelembaban yang dipengaruhi oleh bentuk tapak, air, dan vegetasi. Manusia
yang tinggal di wilayah pantai dapat merasakan adanya pola harian dari
angin pantai. Pada siang hari, daratan memanas lebih cepat disbanding
lautan, sedangkan pada malam hari mendingin lebih cepat. Pada siang hari,
36
angin bertiup dari lautan menuju daratan sedangkan pada malam hari, angin
bertiup dari daratan menuju lautan.
2 Citra (image). Karakter visual tergantung pada siapa yang melihat atau
memandang dan dari segi mana dia memandangnya, yaitu pandangan secara
fisik (viewer exposure) atau dengan merasakan (viewer sensitivity)
(Wreen,1983 dalam Rahman, 2006). Pandangan secara fisik berkaitan
dengan jarak, elevasi dan pergerakan pandangan. Sedangkan pandangan
yang melibatkan kepekaan perasaan tergantung pada sudut pandang, seperti
karakter manusianya, pendapat, pengalaman, dan kesan yang ditimbulkan
pada kawasan.
3 Akses. Pembangunan kawasan tepian air harus dapat memberikan jaminan
adanya pencapaian yang mudah, tempat parkir yang mampu menampung
kendaraan pada saat puncak keramaian sekalipun, kemudahan dan
kenyamanan pergerakan pejalan. Pencapaian ke tepian air tergantung pada
penggunaan lahan yang berkaitan dengan aturan dari segi kondisi hokum,
politik dan ekonomi. Bila pada kawasan tersebut terdapat fasilitas penelitian
untuk kepentingan Negara atau kawasan militer, maka tidak diijinkan untuk
dibanguan jalan umum untuk pencapaiannya. Tetapi bila pengembangan
kawasan mempertimbangkan nilai ekonomi maka harus disediakan akses
menuju tepian air sebab tepian air merupakan ruang publik.
4 Bangunan. Orientasi bangunan sebaiknya ke arah tepian air sehingga tidak
menjadikan tepian air sebagai halaman belakang. Ketinggian bangunan
diharapkan tidak menghalangi pandangan ke tepian air sehingga
37
memberikan kesempatan bagi penduduk untuk menikmati pemandangan
alam laut / sungai atau tidak mengacaukan garis langit (skyline). Bahan dan
struktur / konstruksi bangunan disesuaikan dengan karakter kawasan tepian
air. Perubahan fungsi bangunan lama / tua yang tidak digunakan lagi
menjadi komersial dapat dilakukan sebagai upaya meningkatkan kualitas
lingkungan di kawasan tepian air.
5 Penataan lanskap. Penataan lanskap diperlukan sebab kawasan berpotensi
untuk erosi, abrasi dan sedimentasi.
6 Kelengkapan sarana dan prasarana kawasan.
7 Teknologi yang diterapkan pada bahan bangunan, struktur / konstruksi
bangunan dan perlindungan tepian air.
8 Tema pengembangan. Dengan membentuk tema di kawasan tepian air,
pembangunan di kawasan tepian air akan mempunyai kekhasan yang
membedakan antara satu kawasan dengan kawasan tepian air lainnya. Tema
dapat berkaitan dengan kekhasan ekologi, iklim, sejarah atau sosial budaya
setempat.
9 Pemanfaatan air
a. Pemanfaatan pada badan air, yaitu sebagai alur pelayaran, rekreasi air,
taman laut (obyek wisata).
b. Pemanfaatan pada tepian air, meliputi kegiatan yang berhubungan
dengan air dan dapat pula kegiatan yang tidak berhubungan dengan air,
seperti tempat memproses makanan laut, perusahaan pasir dan kerikil,
pertambangan minyak, terminal (pelabuhan) yang melayani penumpang
38
dan pengiriman barang (perdagangan) dengan fasilitas perbaikan
konstruksi di laut, kapal tarik, taman, public resort, aquarium dan
restoran.
c. Pemanfaatan yang bukan pada keduanya, yaitu kegiatan yang tidak
memanfaatkan badan air dan tepian air. Peruntukan lahannya dapat
ditempatkan agak jauh dari tepian air seperti apartemen, hotel, hunian,
kafe, gudang, dan retail / toko.
10. Aktivitas Penduduk. Aktivitas penduduk yang dikembangkan dipengaruhi
oleh karakter penduduk dan fungsi utama kawasan. Pemanfaatan kondisi
dan lingkungan kawasan tepian air dilakukan dengan menjaga kualitas air,
menyediakan runag terbuka, mendesain pencapaian yang mudah, dan
mengantisipasi kemungkinan terjadinya dampak pembangunan seperti
kemacetan.
11. Sosial dan budaya. Kebudayaan atau kebiasaan yang ada pada masyarakat
setempat tidak boleh diabaikan dalam penataan kawasan tepian air sebab
mempunyai nilai-nilai sosial yang telah tertanam dalam kehidupan mereka
seperti pengadaan upacara, peristiwa (event) tertentu dan aktivitas rutin pada
badan air dan tepian air.
12. Ekonomi. Selain penyediaan dana, pembiayaan terkait dengan kebijakan
moneter pemerintah dan kemampuan serta tanggapan masyarakat. Hal ini
perlu diperhitungkan karena menyangkut kelangsungan hidup atau matinya
suatu proses pembangunan, oleh karena itu diperlukan berbagai kerjasama
baik dari pihak swasta, pemerintah maupun masyarakat.
39
13. Aturan. Kawasan tepian air mempunyai batasan-batasan atau aturan dalam
ukuran dan kompleksitasnya. Perlu ditekankan bahwa pembangunan
kawasan tepian air haruslah ditujukan untuk perlindungan terhadap
lingkungan serta untuk memanfaatkan lahan-lahan yang tidak produktif.
Oleh sebab itu, penyelidikan terhadap dampak lingkungan atas
pembangunan kawasan tepian air harus dilakukan secermat mungkin.
14. Pengelolaan. Pengelolaan kawasan tepian air haruslah dilakukan secara
professional, mengingat berbagai masalah yang kompleks harus ditangani,
seperti bagaimana mengelola fasilitas-fasilitas yang ada agar tetap terawatt,
membuat promosi agar menarik pengunjung bagi pemanfaatan rekreasi,
melakukan koordinasi dengan lembaga / instansi terkait baik dari pihak
swasta maupun pihak pemerintah.
2.5.2 Kebijakan yang Berkaitan dengan Penataan Kawasan Tepian Air
Beberapa kebijakan yang berkaitan dengan penataan kawasan tepian air (Kepres
RI No. 32 Tahun 1990, PP No. 47 Tahun 1997, Permen PU No. 63/PRT/1993, dan
Ditjen Cipta Karya, 2000) :
1. Garis Sempadan Pantai dan Sungai
Perlindungan terhadap sempadan pantai dilakukan untuk melindungi
wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai.
Begitu pula dengan perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan
untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan
merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta
40
mengamankan aliran sungai. Perlindungan terhadap kawasan pantai
berhutan bakau dilakukan untuk melestarikan hutan bakau sebagai
pembentuk ekosistem hutan bakau dan tempat berkembang biaknya
berbagai biota laut di samping sebagai pelindung pantai dan pengikisan air
laut, serta pelindung usaha budi daya di belakangnya. Garis sempadan
pantai dan sungai termasuk sungai buatan / kanal / saluran irigasi primer
ditetapkan dalam peraturan seperti yang terdapat pada Tabel 2.1 dan
Gambar 2.2
41
Tabel 2.1
Peraturan tentang Garis Sempadan Pantai dan Sungai
Sumber Sempadan Kriteria
Keputusan Presiden RI
No. 32 Tahun 1990
tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung
Garis sempadan pantai Minimum 100 m diukur dari titik pasang tertinggi ke arah darat
Sungai di luar permukiman
Sekurang-kurangnya 100 meter di kiri-kanan sungai besar
Sekurang-kurangnya 50 meter di kiri-kanan anak sungai
Sungai di kawasan permukiman Sempadan sungai diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10-15 meter
Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No.
47 Tahun 1997 Tentang
Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional
Garis sempadan sungai bertanggul Ditetapkan dengan batas lebar sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang kaki
tanggul
Garis sempadan sungai tidak
bertanggul Ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis dan sosial ekonomi oleh Pejabat yang berwenang
Ketentuan lain Garis sempadan sungai yang bertanggul dan tidak bertanggul yang berada di wilayah perkotaan
sepanjang jalan ditetapkan tersendiri oleh Pejabat yang berwenang
Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No.
63/PRT/1993 Tentang
Garis Sempadan Sungai,
Garis sempadan sungai bertanggul Di luar kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang
kaki tanggul
42
Daerah Penguasaan
Sungai Dan Bekas
Sungai
Di dalam kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 meter di sebelah luar sepanjang
kaki tanggul
Garis sempadan sungai tidak
bertanggul
Di luar kawasan perkotaan :
Pada sungai besar sekurang-kurangnya 100 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu
ditetapkan
Pada sungai kecil sekurang-kurangnya 50 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu
ditetapkan
Dalam kawasan perkotaan :
Pada sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 2 meter, garis sempadan sungai
sekurang-kurangnya 10 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan
Pada sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 2 meter sampai dengan 20 meter, garis
sempadan sungai ditetapkan sekurang-kurangnya 15 meter dihitung dari tepi sungai pada
waktu ditetapkan
Pada sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 meter, garis semapadan sungai
sekurang-kurangnya 30 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu diterapkan
43
Sumber : Kepres RI No. 32 Tahun 1990, PP RI No. 47 Tahun 1997, Permen PU No. 63/PRT/1993, dan Ditjen Cipta Karya, 2000
Petunjuk
Teknis
Penataan
Bangunan
Dan
Lingkungan
Di
Kawasan
Tepian Air
(Ditjen
Cipta
Karya,
2000)
Garis sempadan
tepian air landai
dengan kemiringan
0° - 15°
Minimum 20 m diukur dari titik pasang tertinggi ke arah darat
Garis sempadan
tepian air curam
dengan kemiringan
15° - 40°
Minimum 35 m diukur dari titik pasang tertinggi ke arah darat
Garis sempadan
tepian air curam,
dengan kemiringan
di atas 40°
Minimum 100 m diukur dari titik pasang tertinggi ke arah darat
44
Gambar 2.2
Peraturan Bangunan dan Garis Sempadan Kawasan Tepian Air Sumber peraturan : Ditjen cipta karya (2000), Peraturan pemerintah RI No. 47 Tahun 1997
45
2. Akses (Ditjen Cipta Karya, 2000)
a. Akses berupa jalur kendaraan berada di antara batas terluar dari
sempadan tepian air dengan areal terbangun.
b. Jarak antara akses masuk menuju ruang publik atau tepian air dari jalan
raya sekunder atau tersier minimum 300 m.
c. Jaringan jalan terbebas dari parkir kendaraan roda empat.
d. Lebar minimum jalur pejalan di sepanjang tepian air adalah 3 meter.
3. Peruntukan (Ditjen Cipta Karya, 2000)
a. Peruntukan bangunan diprioritaskan atas jenjang pertimbangan :
penggunaan lahan yang bergantung dengan air (water-dependent uses),
penggunaan lahan yang bergantung dengan adanya air (water-related
uses), penggunaan lahan yang sama sekali tak berhubungan dengan air
(independent and unrelated to water uses).
b. Kemiringan lahan yang dianjurkan untuk pengembangan area publik
yaitu antara 0 – 15%. Sedangkan untuk kemiringan lahan lebih dari
15% perlu penanganan khusus.
c. Jarak antara satu areal terbangun yang dominan diperuntukkan
pengembangan bagi fasilitas umum dengan fasilitas umum lainnya
maksimum 2 Km.
4. Bangunan (Ditjen Cipta Karya, 2000)
a. Kepadatan bangunan di kawasan tepian air maksimum 25%.
b. Tinggi bangunan ditetapkan maksimum 15 meter dihitung dari
permukaan tanah rata-rata pada areal terbangun.
46
c. Orientasi bangunan harus menghadap tepian air dengan
mempertimbangkan posisi bangunan terhadap matahari dan arah tiupan
angin.
d. Bentuk dan desain bangunan disesuaikan dengan kondisi dan bentuk
tepian air serta variabel lainnya yang menentukan penerapannya.
e. Warna bangunan dibatasi pada warna-warna alami.
f. Tampak bangunan didominasi oleh permainan bidang transparan seperti
tampilan element eras, jendela dan pintu.
g. Bangun-bangunan yang dapat dikembangkan pada areal sempadan
tepian air berupa taman atau ruang rekreasi adalah fasilitas areal
bermain, tempat duduk dan atau sarana olahraga.
h. Bangunan di areal sempadan tepian air hanya berupa tempat ibadah,
bangunan penjaga pantai, bangunan fasilitas umum (MCK), bangunan
tanpa dinding dengan luas maksimum 50 m²/unit.
i. Tidak dilakukan pemagaran pada areal terbangun, kecuali pemagaran
dengan tinggi maksimum 1 meter dan menggunakan pagar transparan
atau dengan tanaman hidup.
2.5.3 Faktor Pertimbangan dalam Penataan Kawasan Tepian Air
Faktor pertimbangan dalam penataan kawasan tepian air meliputi faktor
pendorong dan penghambat. Faktor pendorong pengembangan kawasan
antara lain (Hough, 1989 dalam Isfa 2003) :
47
1. Pembangunan yang didasarkan lingkungan yang berkualitas memberikan
perlindungan pada kawasan tepian air sehingga polusi air dan udara dapat
dikurangi.
2. Bangunan lama / tua yang tidak digunakan lagi dapat dimanfaatkan dengan
mengubah fungsi bangunan menjadi komersial. Perubahan fungsi bangunan
yang sejalan dengan kebijakan pemda dilakukan sebagai upaya
meningkatkan kualitas lingkungan di kawasan tepian air.
3. Karakteristik kawasan tepian air dapat mendorong dikembangkannya
berbagai aktivitas.
4. Pemerintah dapat mendorong pembangunan fasilitas umum atau penunjang
di kawasan dengan melakukan kerjasama dengan pihak swasta atau investor.
Faktor penghambat yang sering ditemui dalam pengembangan kawasan
tepian air yaitu (Hough, 1989 dalam Isfa, 2003) :
1. Pembebasan lahan. Hal ini merupakan faktor penghambat pembangunan
sebab menyangkut kepemilikan perseorangan sehingga dalam pembebasan
lahan biasanya pemilik lahan diberikan kemudahan-kemudahan dan imbalan
agar mau melepaskan lahannya.
2. Karakteristik kawasan tepian air. Kondisi tanah yang sulit dalam
pembangunan konstruksi, terjadinya banjir secara periodic, erosi / abrasi dan
sedimentasi, serta biaya yang lebih mahal bagi pembangunan di kawasan
tepian air ini karena memerlukan teknologi dan konstruksi tersendiri.
48
3. Nilai sejarah kawasan. Kawasan yang mempunyai nilai sejarah mempunyai
keterbatasan dalam pengembangan sehingga perlu pemikiran untuk
pengembangan kawasan dengan melestarikan nilai sejarahnya.
4. Pencapaian ke kawasan. Pencapaian ke kawasan yang sulit menyebabkan
terhambatnya pengembangan kawasan tepian air dan menyebabkan nilai
publik di sepanjang tepian air berkurang.
5. Aturan (batasan-batasan). Aturan merupakan persyaratan yang harus diikuti
dalam proses pengembangan kawasan dapat menjadi penghambat
pembangunan kawasan namun batasan ini bertujuan untuk mencapai
penataan kawasan yang baik. Batasan-batasan tersebut antara lain :
melindungi dan melestarikan bangunan-bangunan kuno dan bersejarah,
mentepakan fungsi kawasan teretentu dan intensitas bangunan, menyediakan
akses bagi masyarakat umum, menyediakan berbagai fasilitas dan
akomodasi sehingga menambah daya tarik pengunjung, dsb.
6. Persepsi masyarakat. Persepsi masyarakat yang bermukim di kawasan
tepian air terkadang menjadi penghambat pembangunan. Hal ini disebabkan
antara lain karena masih banyak masyarakat yang belum menyadari
pentingnya pengembangan kawasan tepian air dan mereka juga menganggap
tata ruang hanya akan menggusurnya dari kawasan yang ditempatinya
sehinnga sulit melakukan pendekatan untuk penataan kawasan. Oleh sebab
itu, kegiatan dan kebudayaan masyarakat setempat harus dipertimbangkan,
antara lain dengan mengikutsertakan dalam kegiatan pembangunan atau
tetap memberikan ruang bagi masyarakat setempat untuk menjalankan
49
aktivitas yang sudah berlangsung lama seperti pemanfaatan badan air
sebagai transportasi, pengadaan upacara adat budaya, dsb.
2.6 Hubungan Pemanfaatan Lahan Dengan Perencanaan Wilayah Dan
Kota
Pada dasarnya lahan adalah objek yang sangat penting karena merupakan
input sekaligus produk dari proses perencanaan. Disebut input karena lahan
merupakan modal dasar pembentukan ruang. Lahan merupakan wadah dari
aktivitas yang memiliki nilai ekonomi yang penting dalam pembentukan
permukiman yang dengan aktivitas yang kompleks. Sementara itu, lahan disebut
sebagai produk karena kegiatan perencanaan menghasilkan suatu set sistem tata
ruang dan pengelolaannya dimana lahan yang tertata adalah bagian di dalamnya.
Disamping kegunaan lahan dalam menunjang kehidupan manusia dan
komunitasnya, harus dipahami pula bahwa lahan juga memiliki kerawanan
bencana yang dapat terjadi secara alamiah maupun karena kesalahan dalam
pemanfaatan lahan.
50
2.7 Keaslian Penelitian
Penelitian-penelitian yang sejenisnya tentang kawasan tepian air
(waterfront). Penelitian yang dilakukan oleh Permadi (2005) yang berjudul
“Revitalisasi waterfront kawasan wisata pantai tapak paderi dengan pendekatan
urban design”. Secara metodologi jenis penelitian ini adalah Deskriptif Kualitatif
dan Deskriptif Kuantitatif, yang mana hasil dari penelitian ini adalah untuk
Membuat kawasan wisata Pantai Tapak Paderi menjadi semakin menarik dan
tertata.
Selain itu penelitian sejenisnya juga dilakukan oleh Azmi (2015) yang
berjudul “Perencanaan kawasan wisata di pesisir menggunakan konses
recreational waterfront” dengan menggunakan metode Deskriptif dan Kualitatif
yang mana hasil dari analisis ini yaitu kurangnya pengawasan dan perawatan
elemen fisik yang memberi kesan kumuh di zona-zona rekreasi pesisir.
Sementara itu terdapat pula penelitian lainnya yang dilakukan oleh Ranny
(2007) yang penelitiannya berjudul “Perencanaan samarinda healthy waterfront
city”. Secara metodologi jenis penelitian ini adalah Gap Analisis atau
perbandingan kinerja aktual dengan kinerja potensial atau yang diharapkan.
Metode ini merupakan alat evaluasi bisnis yang menitikberatkan pada
kesenjangan kinerja perusahaan saat ini dengan kinerja yang sudah ditargetkan
sebelumnya. Maka hasil akhir dari penelitian ini adalah mengelompokkan
karakteristik kota sehat dari teori-teori yang ada kemudian dibandingkan dengan
best practices.
51
Berdasarkan beberapa acuan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan
dalam konsep kawasan tepian air diatas. Belum ada penelitian yang bertujuan
untuk mengidentifikasi pemanfaatan lahan di kawasan tepian air dan mengetahui
strategi pemanfaatan lahan di kawasan tepian air. Selain itu penelitian ini juga
lebih spesifik dikarenakan hanya meneliti pemanfaatan lahan kawasan di tepian
air Kelurahan Damon Kecamatan Bengkalis.
52
Tabel 2.2
Keaslian Penelitian
Sumber hasil analisis : 2018
No Nama Judul Tahun Metode Hasil
1 Satya Ragil
Permadi
Revitalisasi
waterfront kawasan
wisata pantai tapak
paderi dengan
pendekatan urban
design
2015 Kualitatif
dan
Kuantitatif
Membuat
kawasan wisata
Pantai Tapak
Paderi menjadi
semakin menarik
dan tertata
2 Nasri Azmi Perencanaan
kawasan wisata di
pesisir
menggunakan
konses recreational
waterfront
2015 Deskriptif
dan
Kualitatif
Kurangnya
pengawasan dan
perawatan elemen
fisik yang
memberi kesan
kumuh di zona-
zona rekreasi
pesisir
3 Hijrah Ananta Perencanaan
kawasan
permukiman di
kelurahan tanjung
masmenggunakan
konsep green
waterfront
2016 Deskriptif
dan
Kualitatif
Menciptakan
lingkungan tepian
air yang ramah
lingkungan dan
berkelanjutan
4 Ria melya
Tambunan
Penataan kawasan
wisata danau toba
tigaraja kota
parapet dengan
konsep waterfront
2016 Kualitatif Mengoptimalkan
potensi dan
mengatasi
permasalahan
yang ada pada
kawasan ini maka
dibutuhkan
perencanaan
5 Noor Aisa
Ranny
Perencanaan
samarinda healthy
waterfront city
2007 GAP
Analisis
Mengelompokkan
karakteristik kota
sehat dari teori-
teori yang ada
kemudian
dibandingkan
dengan best
practices