bab ii tinjauan pustaka 2.1. ikan lele dumbo 2.1.1. …repository.ump.ac.id/1733/3/bab ii_dio alif...
TRANSCRIPT
-
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ikan Lele Dumbo
2.1.1. Taksonomi
Gambar 2.1. Ikan Lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Klasifikasi atau pengelompokkan ikan lele dumbo menurut Saanin (1995)
adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Super Kelas : Pisces
Kelas : Ostrichtyes
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub Ordo : Siluroidae
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias gariepinus
6
Imunogenisitas Heat Killed…, Dio Alif Nugroho, FKIP UMP, 2017
-
7
Lele tergolong ke dalam Kelas Pisces yaitu jenis ikan yang bernafas
menggunakan insang. Lele merupakan jenis ikan bertulang keras yang tergolong
dalam Sub Kelas Teleostei. Lele termasuk ke dalam Ordo Ostariophysi dan Sub
Ordo Siluroidae yaitu jenis ikan yang bersisik atau tidak, di sekeliling mulut
terdapat sungut (1-4), tidak bergigi, mulut tidak dapat disembulkan biasanya
tulang rahang bagian atas bergerigi, satu jari-jari yang mengeras atau empat jari-
jari yang mengeras pada sirip punggung. Clariidae merupakan kelompok ikan
yang mempunyai ciri khas, seperti bentuk kepala pipih dengan lempeng tulang
keras sebagai batok kepala, sirip dada berpatil, serta mempunyai alat pernafasan
tambahan yang memungkinkan lele mengambil oksigen langsung dari udara yaitu
arborescent. Arborescent merupakan organ pernafasan yang berasal dari busur
insang yang telah termodifikasi. Ikan yang tergolong kedalam jenis lele dicirikan
dengan tubuhnya yang tidak memiliki sisik, berbentuk memanjang, dan licin
(Saanin, 1995).
Berbeda dengan ikan lele pada umumnya, ikan lele dumbo (Clarias
gariepinus) berasal dari Mozambique (Afrika). Ikan lele dumbo masuk ke
Indonesia pada tahun 1985, yang diintroduksi dari Taiwan oleh sebuah
perusahaan yang bergerak di bidang perikanan. Beberapa keterangan menyatakan
bahwa ikan lele dumbo merupakan hasil persilangan ikan lele lokal yang berasal
dari Afrika dengan ikan lele lokal dari Taiwan (Khairuman & Khairul, 2002)
2.1.2. Morfologi
Ciri morfologi Ikan lele dumbo secara umum yaitu memiliki tubuh
memanjang dan berbentuk silindris, kepala pipih berbentuk seperti setengah
Imunogenisitas Heat Killed…, Dio Alif Nugroho, FKIP UMP, 2017
-
8
lingkaran, ekor berbentuk pipih, permukaan kulit licin dan tidak bersisik,
mengeluarkan lendir dan warna tubuh bagian atas gelap dan bagian bawah agak
terang. Ikan lele dumbo memiliki mata yang kecil, memiliki 4 pasang alat peraba
atau biasa disebut sungut, terdapat 2 buah alat olfaktori yang terletak dekat sungut
hidung yang berfungsi sebagai alat peraba atau penciuman dan pada bagian depan
sirip dada terdapat jari-jari sirip yang mengeras atau biasa disebut patil yang
berfungsi sebagai alat pergerakan di air dan alat pertahanan diri. Mulut ikan lele
dumbo relatif lebar, yaitu sekitar ¼ dari panjang total tubuhnya. Tanda spesifik
lainnya dari lele dumbo adalah adanya kumis di sekitar mulut sebanyak 8 buah
yang berfungsi sebagai alat peraba pada saat bergerak atau mencari makan
(Khairuman & Khairul, 2005).
2.1.3. Habitat dan Kebiasaan Hidup
Habitat atau tempat hidup lele dumbo adalah air tawar. Air yang baik untuk
pertumbuhan lele dumbo adalah air sungai, air sumur, dan mata air. Namun lele
dumbo juga dapat hidup dalam kondisi air kurang baik seperti di dalam lumpur
atau air yang memiliki kadar oksigen rendah. Hal tersebut sangat dimungkinkan
karena lele dumbo memiliki alat pernapasan tambahan. Alat ini memungkinkan
bagi lele dumbo untuk mengambil udara secara langsung sehingga dapat hidup di
tempat dengan kadar oksigen rendah. Alat ini juga memungkinkan lele dumbo
untuk hidup di darat, asalkan udara di sekitarnya memiliki kelembapan yang
cukup (Bachtiar, 2006).
Menurut Najiyati (2007), lele dumbo termasuk ikan air tawar yang biasanya
hidup pada perairan tenang. Lingkungan yang ideal bagi hidup ikan lele dumbo
Imunogenisitas Heat Killed…, Dio Alif Nugroho, FKIP UMP, 2017
-
9
adalah air dengan kisaran pH 6,5-9 dan suhu 24-260C. Suhu air juga akan
mempengaruhi laju pertumbuhan, laju metabolisme ikan dan nafsu makan, serta
kandungan oksigen terlarut dalam air. Lele dumbo mampu bertahan hidup pada
lingkungan dengan kadar oksigen yang rendah, namun untuk menunjang
pertumbuhan yang optimal diperlukan lingkungan perairan dengan kadar oksigen
yang cukup. Kondisi optimum DO (kadar oksigen dalam air) untuk pertumbuhan
lele dumbo harus melebihi 3 ppm.
Ikan lele dumbo termasuk hewan yang aktif pada malam hari (nokturnal).
Hewan nokturnal merupakan hewan yang lebih aktif mencari makan pada malam
hari. Sifat tersebut membuat lele dumbo lebih menyukai tempat yang gelap dan
terlindungi. Dilihat dari kebutuhan makanya, lele dumbo termasuk hewan
karnivor atau membutuhkan hewan lain dalam memenuhi kebutuhan makanya.
Pakan alami lele dumbo yaitu cacing, kutu air, dan bangkai binatang. Lele dumbo
termasuk hewan yang sangat agresif dalam memangsa makanan. Lele dumbo juga
dapat bersifat detritus feeder dan bersifat kanibal ketika jumlah pakan tidak
tersedia atau kurang mencukupi kebutuhan pakannya. Hal tersebut yang
menyebabkan laju pertumbuhan lele dumbo tergolong cepat (Bachtiar, 2006).
2.2. Bakteri Aeromonas hydophila
2.2.1. Taksonomi
Menurut Holt et al. (1994) klasifikasi bakteri Aeromonas hydrophila
sebagai berikut:
Imunogenisitas Heat Killed…, Dio Alif Nugroho, FKIP UMP, 2017
-
10
Gambar 2.2. Isolat Bakteri Aeromonas hydrophila (Sumber: Dok. Pribadi)
Filum : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Pseudanonadales
Famili : Vibrionaceae
Genus : Aeromonas
Spesies: Aeromonas hydrophila
2.2.2. Epidemilogi
Bakteri A. hydrophila merupakan bakteri Gram negatif yang berbentuk
batang dan bersifat motil (Irianto, 2005). Bakteri A. hydrophila memiliki ukuran
2-3µm. Bakteri tersebut termasuk ke dalam genus Aeromonas yang berarti dapat
memproduksi gas lalu spesies hydrophila yang berarti senang terhadap air.
Bakteri A. hydrophila menyerang berbagai jenis ikan air tawar seperti lele dumbo,
ikan mas, ikan gurami dan udang galah. Bakteri tersebut dapat menimbulkan
wabah penyakit dengan tingkat kematian tinggi 80-100% dalam waktu 1-2
minggu (Mulia, 2010).
A. hydrophila merupakan bakteri patogen yang dapat menyebabkan
penyakit hemoragik septikemia (Bacterial Hemorrhagic Septicemia, BHS) atau
Imunogenisitas Heat Killed…, Dio Alif Nugroho, FKIP UMP, 2017
-
11
Motile Aeromonas Septicemia (MAS) yang hampir selalu terdapat di dalam air
(Irianto, 2005). Bakteri tersebut dapat ditemukan hampir di semua tempat,
terutama di perairan dengan kandungan bahan-bahan organik yang tinggi dan
dapat hidup optimal pada suhu kisaran 25-300C sehingga memiliki kemampuan
untuk menyebabkan penyakit pada ikan. Tingkat virulensi dari bakteri A.
hydrophila dapat menyebabkan kematian pada ikan tergantung dari racun yang
dihasilkan. Di dalam tubuh bakteri A. hydrophila terdapat Gen Aero dan hlyA
yang bertanggung jawab dalam memproduksi racun aerolysin dan hemolysin.
Racun aerolysin merupakan protein ekstraseluler yang diproduksi oleh beberapa
strain A. hydrophila yang dapat larut, bersifat hydrofilik, dan mempunyai sifat
hemolitik serta sitolitik. Mekanisme racun Aerolysin pada bakteri A. hydrophila
dalam menyerang dan menginfeksi racun pada ikan yaitu dengan mengikat
reseptor glikoprotein spesifik pada permukaan sel eukariot sebelum masuk ke
dalam lapisan lemak dan membentuk lubang. Racun aerolysin yang membentuk
lubang melintas masuk ke dalam membran bakteri sebagai suatu preprotoksin
yang mengandung peptida. Racun tersebut dapat menyerang sel-sel epitelia dan
menyebabkan gastroenteristis (Lukistyowati & Kurniasih, 2012).
Proses invasi bakteri patogen A. hydrophila ke dalam tubuh host diawali
dengan melekatnya bakteri pada permukaan kulit dengan memanfaatkan pili,
kemudian flagela, dan kait digunakan untuk bergerak serta melekat kuat pada
lapisan terluar tubuh ikan yaitu sisik yang dilindungi oleh zat kitin. Selama proses
berlangsung bakteri A. hydrophila memproduksi enzim kitinase yang berperan
dalam mendegradasi lapisan kitin sehingga bakteri dapat dengan mudah masuk ke
Imunogenisitas Heat Killed…, Dio Alif Nugroho, FKIP UMP, 2017
-
12
dalam host. Selain memanfaatkan kitinase bakteri A. hydrophila juga
mengeluarkan enzim lainnya seperti lesitinase dalam upaya untuk masuk ke dalam
aliran darah (Mangunwardoyo et al., 2010).
Bakteri A. hydrophila termasuk patogen oportunistik yang hampir selalu
terdapat di air dan seringkali menimbulkan penyakit apabila ikan dalam kondisi
yang kurang baik. Penyakit yang disebabkan oleh A. hydrophila ditandai dengan
adanya bercak merah pada ikan dan menimbulkan kerusakan kulit, insang, dan
organ dalam. Penyebaran penyakit bakterial pada ikan umumnya sangat cepat
serta menyebabkan kematian yang sangat tinggi pada ikan yang diserangnya.
Gejala klinis yang timbul pada ikan yang terinfeksi bakteri A. hydrophila yaitu
gerakannya menjadi lamban, ikan cenderung diam di dasar akuarium, luka/borok
pada daerah yang terinfeksi, perdarahan pada bagian pangkal sirip ekor maupun
sirip punggung, dan perut membesar pada bagian bawah disertai pembengkakan.
Kemudian sebelum mati, ikan akan naik ke permukaan air dengan tidak teratur
(Rahmaningsih, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian Mulia (2010) pada ikan yang terinfeksi A.
hydrophila muncul gejala eksternal dan internal. Gejala eksternal yang timbul
yaitu insang dan tubuh pucat, disertai bercak-bercak merah (hemoragik) pada
punggung, di belakang operculum, sirip, dan bagian tubuh lain. Bahkan sudah ada
yang membentuk borok dan ditumbuhi jamur. Terkadang disertai pengelupasan
kulit dan daging di sekitarnya lendir banyak, sirip geripis, perut kembung/
bengkak. Gejala internal yang timbul yaitu ginjal merah pucat, merah kehitaman
sampai coklat tua, bahkan ada yang timbut bintil-bintil putih berukuran diameter
Imunogenisitas Heat Killed…, Dio Alif Nugroho, FKIP UMP, 2017
-
13
0,5-3 mm. Hati berwarna merah pucat, merah kehitaman, sampai coklat bahkan
ada yang bengkak. Lambung pucat, kecoklatan bahkan ada yang haemoragik, ada
yang bengkak/menggelembung, kosong, bahkan ada yang pecah. Usus pucat,
kosong dan menggelembung.
2.2.3. Habitat dan Kebiasaan Hidup
Bakteri A. hydrophila memiliki kemampuan osmoregulasi yang tinggi
dimana mampu bertahan hidup pada perairan tawar, perairan payau dan laut yang
memiliki kadar garam tinggi. Bakteri tersebut dapat menyebar melalui air, kotoran
burung, saluran pencernaan hewan darat dan hewan amfibi serta reptil
(Mangunwardoyo et al., 2010).
Bakteri A. hydrophila merupakan bakteri gram negatif, dianggap sebagai
salah satu bakteri patogen yang paling penting pada hewan air di daerah beriklim
sedang, seperti ikan, belut, katak, dan kura-kura. Selain itu bakteri A.hydrophila
dilaporkan sebagai salah satu spesies Aeromonas paling umum yang terkait
dengan penyakit usus pada manusia (Esteve et al., 2004).
Bakteri A. hydrophila sulit untuk dikendalikan karena memiliki banyak
strain dan dapat menjadi resisten terhadap obat-obatan (Kamiso & Triyanto,
1996). Isolat A. hydrophila sendiri dapat tumbuh dan berkembangbiak dengan
baik pada suhu 37oC dan pada kisaran pH 4,7-11,0 (Robinson et al., 2000).
2.2.4. Karakteristik Isolat Strain GPl-03, GL-02 dan GK-01
Bakteri A. hydrophila memiliki banyak strain. Strain merupakan jenis isolat
dari A. hydrophila yang memiliki variasi sifat biokimia yang berbeda (Triyanto et
al., 1996). Beberapa strain dari A. hydrophila adalah strain GPl-03, GL-02, dan
Imunogenisitas Heat Killed…, Dio Alif Nugroho, FKIP UMP, 2017
-
14
GK-01. Kode GK-01 merupakan penyebutan untuk A. hydrophila yang
diisolasi/diambil dari gurami sakit di daerah Kaliwinasu (Banjarnegara), lalu GL-
02 dan GPl-03 merupakan isolat A. hydrophila yang sama-sama berasal dari
Banyumas yaitu daerah Lemberang dan Pliken. Menurut Mulia (2010) terdapat
karakterisasi strain A. hydrophila yang terdapat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Beberapa Karakteristik Isolat GPl-03, GL-02 dan GK-01
Karakterisasi GPI-03 GL-02 GK-01
Morfologi koloni:
Bentuk
Tepi
Elevansi
Ukuran (mm)
Warna (TSA)
Warna (TSB)
Sirkular
Rata
Cembung
1,60
Krem
Kuning
Sirkular
Rata
Cembung
2,00
Krem
Kuning
Sirkular
Rata
Cembung
2,00
Krem
Kuning
Morfologi sel:
Bentuk
Gram
Batang pendek
-
Batang Pendek
-
Batang pendek
-
Sifat Biokimia:
Oksidase
Katalase
Motilitas
Produksi Indol
Ornithine
Simmons citrate
D-Manosa asam
D-Manosa gas
D-Mannitol, asam
D-Mannitol, gas
D-Glukosa, asam
D-Glukosa, gas
Dextrosa, asam
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Imunogenisitas Heat Killed…, Dio Alif Nugroho, FKIP UMP, 2017
-
15
Dextrosa, gas
Inositol
Sukrosa, asam
Sukrosa, gas
Tumbuh pada 370C
+
-
+
+
+
+
-
+
+
+
+
-
+
+
+
Keterangan: + = 90% atau lebih strain positif, - = 90% atau lebih strain adalah
negatif.
Hasil pengujian Postulat Koch diketahui bahwa semua isolat A. hydrophila
patogen karena menyebabkan kematian 87,5-100% dan menyebabkan gejala
penyakit pada ikan uji (Mulia, 2010).
2.3. Vaksin dan Vaksinasi
Vaksin merupakan suatu bahan atau antigen yang diformulasikan khusus
dan sengaja dimasukkan ke dalam tubuh ikan untuk mendapatkan dan
meningkatkan sistem imun atau sistem kekebalan tubuh (Mulia, 2003). Vaksin
berasal dari mikroorganisme yang dihilangkan sifat virulensinya baik dilemahkan
maupun dimatikan (Kamiso, 1990).
Vaksinasi adalah salah satu cara pemberian rangsangan atau antigen secara
sengaja agar ikan dapat memproduksi antibodi terhadap suatu bibit penyakit atau
patogen. Selain itu, vaksinasi diyakini dapat memberikan kekebalan spesifik pada
ikan terhadap penyakit tertentu. Vaksinasi merupakan salah satu cara yang efektif
dan efisien untuk mencegah penyakit MAS karena dengan vaksinasi dapat
diperoleh kekebalan yang cukup lama meskipun hanya dengan 1-2 kali pemberian
vaksin. Pemberian vaksinasi tidak memiliki efek samping dan dapat dilakukan
pada berbagai ukuran ikan dari benih sampai induk (Triyanto et al., 1996;
Kamiso, 1997). Pemberian vaksin pada ikan dapat meningkatkan imunogenisitas
Imunogenisitas Heat Killed…, Dio Alif Nugroho, FKIP UMP, 2017
-
16
ikan tersebut. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang
menunjukkan imunogenitas tinggi pada ikan, ditandai dari titer antibodi yang
tinggi (Setyawan et al., 2012).
Menurut Kamiso (1990) terdapat beberapa keuntungan dalam penggunaan
vaksin untuk mengendalikan penyakit pada ikan, yaitu efek samping vaksinasi
bagi ikan maupun lingkungan hidupnya sangat kecil atau bahkan tidak ada.
Vaksinasi memiliki tingkat perlindungan yang sangat tinggi. Memberikan
Perlindungan terhadap ikan cukup lama. Pemberian satu kali vaksinasi dapat
melindungi ikan terhadap infeksi selama pemeliharaan kira-kira 3 sampai 4 bulan.
Selain keuntungan ada pula kelemahan dalam vaksinasi, menurut Kamiso
(1990) kelemahan tersebut adalah memerlukan alat dan cara penyimpanan khusus
karena vaksin mudah rusak. Tidak semua bakteri patogen dapat dikembangkan
menjadi vaksin.
Secara umum vaksin terdiri dari dua jenis berdasarkan penyediannya, yaitu
vaksin hidup dan vaksin mati. Kedua jenis vaksin tersebut memiliki kelemahan
dan kelebihan masing-masing. Vaksin hidup memiliki kelebihan yaitu dapat
menyebabkan imunitas yang kuat dan seumur hidup, tidak perlu penambahan
adjuvant, mengurangi resiko hipersensivitas dan memiliki kelemahan yaitu dapat
membahayakan karena virulensinya residual. Keunggulan vaksin mati yaitu tidak
mungkin menyebabkan penyakit karena sifat virulensinya sudah mati, akan tetapi
vaksin mati juga mempunyai kelemahan yaitu bersifat imunogenik lemah (Tizard,
1982). Secara umum vaksin yang digunakan adalah vaksin yang dimatikan,
karena vaksin inaktif lebih mudah dibuat dan lebih aman untuk diaplikasikan
Imunogenisitas Heat Killed…, Dio Alif Nugroho, FKIP UMP, 2017
-
17
(Ellis, 1988). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk dapat mematikan bakteri
yaitu dengan menggunakan rendaman air panas (Water heat). Bakteri A.
hydrophila yang diinaktivasi dengan cara pemanasan tersebut bisa disebut heat
killed. Vaksin yang diperoleh dikenal juga dengan antigen O.
Antigen O (Ag O) merupakan vaksin yang berasal dari dinding sel bakteri
Gram negatif yang masih memiliki lipopolisakarida (LPS). Antigen tersebut baik
untuk dibuat vaksin karena terletak di luar sehingga mudah dan cepat dikenal oleh
antibodi (Mulia, 2007). Antigen merupakan substansi spesifik yang dapat
merangsang suatu reaksi-reaksi kekebalan yang spesifik. Umumnya substansi
antigen tersebut berupa molekul besar seperti protein dan polisakarida. Protein
merupakan makromolekul yang imunogen yang dapat merangsang limfosit untuk
menghasilkan antibodi (Nabib & Pasaribu, 1989 dalam Hazzuli, 2013).
2.4. Imunogenisitas
Imunogenisitas merupakan substansi yang memiliki potensi menyebabkan
induksi respon imun apabila dipertemukan dengan tubuh, baik tubuh hewan
maupun manusia. Substansi yang memiliki potensi demikian disebut antigen atau
imunogen (Subowo, 2009).
Sistem pertahanan pada tubuh ikan dipengaruhi oleh kondisi anatomis,
fisiologis, spesies, umur, berat badan, serta lingkungan luar yang menyebabkan
adanya tingkatan yang berbeda (Schaperlclaus, 1992 dalam Mulia, 2012). Sistem
pertahanan pada tubuh ikan terdiri dari dua macam yaitu pertahanan spesifik dan
nonspesifik (Davies, 1997 dalam Mulia, 2012).
Imunogenisitas Heat Killed…, Dio Alif Nugroho, FKIP UMP, 2017
-
18
2.4.1. Sistem Pertahanan Spesifik
Respon pertahanan spesifik merupakan suatu mekanisme yang kompleks
dari sel tertentu, protein, gen, dan respon biokimia yang berfungsi untuk
memberikan pertahanan tubuh terhadap antigen tertentu, antibodi, dan sel
penerima dengan spesifitas serta affinitas yang tinggi (Uribe et al., 2011). Antigen
yang menginfeksi ulang akan lebih cepat dikenal, lalu akan dihancurkan oleh
imun spesifik (Bratawijaya, 2004). Pemeran utama dalam sistem imun spesifik
yaitu sel B dan sel T.
2.4.2. Sistem Pertahanan Nonspesifik
Sistem pertahanan tubuh nonspesifik merupakan sistem pertahanan yang
mendasar pada ikan. Sistem pertahanan tersebut mempunyai reseptor protein yang
mampu mengenal berbagai tipe molekul dari mikroorganisme patogen seperti
peptidoglikan DNA bakteri, virus RNA, lipopolisakarida (LPS), dan molekul lain
yang asing pada permukaan sel suatu organisme. Respon nonspesifik terhadap
molekul asing tersebut dibedakan menjadi pertahanan fisik, pertahanan seluler,
dan humoral (Uribe et al., 2011). Jaringan epitel, pertahanan mukosa pada kulit,
insang, dan saluran pencernaan merupakan pertahanan yang sangat penting pada
ikan, mengingat lingkungan tempat hidup ikan memiliki potensi akan berbagai
penyakit.
Mekanisme fisiologis imunitas nonspesifik berupa komponen normal tubuh
yang ditemukan pada individu sehat dan siap untuk mencegah mikroorganisme
masuk kedalam tubuh, lalu dengan cepat menyingkirkan mikroba tersebut.
Jumlahnya bisa ditingkatkan oleh infeksi, misalnya jumlah sel darah putih akan
Imunogenisitas Heat Killed…, Dio Alif Nugroho, FKIP UMP, 2017
-
19
meningkat selama fase akut pada berbagai penyakit. Disebut nonspesifik karena
tidak ditujukan untuk mikroorganisme tertentu (spesifik), maupun yang telah ada
dan siap berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak menunjukkan respon spesifik
terhadap benda asing dan mampu melindungi tubuh terhadap banyak patogen
potensial. Sistem tersebut merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi
serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respon langsung (Bratawijaya,
2004).
2.5. Titer Antibodi
Titer antibodi merupakan suatu pengukuran tentang banyaknya antibodi
yang dihasilkan oleh suatu organisme. Titer sendiri dilakukan dengan cara
melakukan uji reaksi antara antigen dengan antibodi yang hasilnya akan
menimbulkan aglutinasi. Proses aglutinasi hanya dapat diperlihatkan apabila
antigen masih berupa suatu butiran atau apabila Ag (antigen) terabsorbsi pada
permukaan suatu butiran yang memiliki ukuran seragam (sel darah merah). Bila
antigen dicampur dengan serum, sel-sel atau butiran-butiran ini akan terangkai
bersama dan menggumpal. Gumpalan tersebut akan bersatu dan akhirnya
mengendap sebagai satu gumpalan besar yang mudah terlihat, lalu cairan di
atasnya akan terlihat jernih (Jawetz et al., 2001 dalam Agustin, 2012).
2.6. Kualitas Air
Faktor keberhasilan yang harus diperhatikan dalam budidaya ikan salah
satunya adalah kualitas air. Kualitas air yang baik akan menentukan kualitas ikan
yang dibudidayakan dalam air tersebut, sehingga kualitas air merupakan variabel
yang dapat mempengaruhi kehidupan lele dumbo (Khairuman & Khairul, 2005).
Imunogenisitas Heat Killed…, Dio Alif Nugroho, FKIP UMP, 2017
-
20
Sumber air yang digunakan dalam budidaya ikan lele dumbo dapat berasal
dari pengaliran air, dengan penyedotan menggunakan pompa atau cukup
menggunakan air hujan yang sebelumnya telah ditampung. Hal lain yang perlu
diperhatikan dalam memperoleh kualitas air yang baik adalah tersedianya buangan
untuk menjaga agar air tidak kotor dan berbau sehingga kualitas dan kuantitas air
tetap sesuai dengan kebutuhan ikan (Khairuman et al., 2008). Beberapa parameter
kualitas air yang perlu diperhatikan dalam budidaya ikan antara lain oksigen
terlarut, pH, suhu, amonia, nitrit, dan kecerahan (Ghufron & Kordi, 2010).
Berikut adalah data mengenai kisaran kualitas air yang baik dalam
pemeliharaan ikan lele menurut beberapa penelitian dalam Widiyantara (2009).
Tabel 2.2. Kualitas Air Optimal untuk Pertumbuhan Ikan Lele pada Beberapa
Penelitian
Parameter Nilai Satuan Sumber
Suhu 22-32 oC BBPBAT (2005)
25-33 oC Ghufron & Kordi (2010)
Oksigen terlarut >0,3 mg/L Rahman et al. (1992)
>0,1 mg/L BBPBAT (2005)
pH 6,5-8,5 Boyd (1990)
6-9 Wedemeyer (2001)
2.6.1. Suhu
Suhu merupakan salah satu parameter yang harus diperhatikan dalam
budidaya ikan. Menurut Ghufran & Kordi (2010) pertumbuhan dan kehidupan
biota air sangat dipengaruhi suhu air. Pengaruh suhu dalam sistem metabolisme
Imunogenisitas Heat Killed…, Dio Alif Nugroho, FKIP UMP, 2017
-
21
tubuh dikarenakan ikan merupakan hewan poikiloterm atau berdarah dingin.
Apabila suhu air rendah, maka nafsu makan pada ikan akan berkurang dan ikan
tidak banyak bergerak, sedangkan apabila suhu air tinggi akan mudah terkena
penyakit (Pamuntjak, 2010). Kondisi suhu yang optimal dalam pertumbuhan dan
perkembangan ikan di perairan air tawar khususnya daerah tropis berkisar antara
28-32oC. Pada kisaran tersebut, konsumsi oksigen mencapai 2,2 mg/g berat tubuh
setiap jamnya. Apabila suhu dibawah 25oC, maka konsumsi oksigen hanya
mencapai 1,2 mg/g berat tubuh ikan setiap jamnya. Pada suhu 18-25oC, ikan
masih mampu bertahan hidup namun nafsu makanya akan turun. Pada suhu 12-
18oC akan mulai membahayakan bagi ikan tropis, kemudian apabila suhu berada
-
22
menyebabkan kematian pada ikan lele dumbo (Soetomo, 2007). Berikut hubungan
antara pH air dengan kehidupan ikan budidaya menurut Ghufron & Kordi (2010).
Hubungan pH air dengan kehidupan ikan yang baik dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Hubungan antara pH Air dengan Kehidupan Ikan Budidaya
pH Air Pengaruh Terhadap Ikan Budidaya
9,0 Pertumbuhan ikan terhambat
Sumber: Ghufron & Kordi (2010).
2.6.3. Dissolve Oxygen (DO)
Oksigen terlarut merupakan salah satu jenis gas yang larut dalam air dengan
jumlah yang banyak dan jika dilihat untuk proses budidaya perairan, maka
oksigen menempati urutan yang pertama. Oksigen merupakan faktor pembatas,
sehingga apabila ketersedian di dalam air tidak mencukupi kebutuhan ikan
budidaya maka segala aktivitas akan terhambat (Ghufran & kordi, 2010).
Biota air membutuhkan oksigen guna pembentukan energi dalam
metabolisme di dalam tubuhnya. Energi yang dihasilkan akan digunakan untuk
aktivitas seperti berenang, melakukan reproduksi, pertumbuhan dan lainya.
Kandungan oksigen yang baik untuk pertumbuhan ikan lele dumbo adalah >4
ppm. Namun bagi beberapa ikan yang memiliki alat pernafasan tambahan berupa
labirin seperti lele dumbo, maka kandungan oksigen yang terlarut dalam air
minimal 3 ppm masih dapat ditolerir (Khairuman & Khairul, 2005).
Imunogenisitas Heat Killed…, Dio Alif Nugroho, FKIP UMP, 2017