bab ii tinjauan pustaka 2.1 human immunodeficiency … 2.pdf · 2.1.2 patofisiologi ... berukuran...

24
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency Virus (HIV) 2.1.1 Pengertian Human immunodeficiency virus (HIV) adalah virus RNA yang termasuk family retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh host (Kemenkes RI, 2012). HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina, air susu ibu (Depkes RI, 2006). HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrofag, dan sel glia jaringan otak. HIV menyerang dan menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia. Akibat menurunnya kekebalan tubuh maka orang tersebut sangat mudah terkena berbagai penyakit infeksi (infeksi oportunistik) yang sering berakibat fatal (Kemenkes RI, 2014). HIV adalah jenis retrovirus, ciri khas untuk jenis retrovirus yaitu dikelilingi oleh membran lipid, mempunyai kemampuan variasi genetik yang tinggi, mempunyai cara yang unik untuk replikasi serta dapat menginfeksi seluruh jenis vertebra (Depkes RI, 2006). Untuk mengadakan replikasi, HIV perlu mengubah RNA menjadi DNA di dalam sel host. Seperti retrovirus lain, HIV menginfeksi tubuh, memiliki masa inkubasi yang lama (masa laten klinis) dan pada akhirnya menimbulkan tanda dan gejala AIDS (Kemenkes RI, 2012). Berikut adalah struktur HIV pada gambar 2.1.

Upload: phamnguyet

Post on 05-Feb-2018

222 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency … 2.pdf · 2.1.2 Patofisiologi ... berukuran kecil tanpa rasa nyeri) II (sakit ... sinusitis atau infeksi telinga - Ulkus pada

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Human Immunodeficiency Virus (HIV)

2.1.1 Pengertian

Human immunodeficiency virus (HIV) adalah virus RNA yang

termasuk family retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan

penurunan imunitas tubuh host (Kemenkes RI, 2012). HIV ditemukan dalam

cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina, air susu ibu

(Depkes RI, 2006). HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrofag,

dan sel glia jaringan otak. HIV menyerang dan menginfeksi sel darah putih

yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia. Akibat menurunnya

kekebalan tubuh maka orang tersebut sangat mudah terkena berbagai penyakit

infeksi (infeksi oportunistik) yang sering berakibat fatal (Kemenkes RI,

2014).

HIV adalah jenis retrovirus, ciri khas untuk jenis retrovirus yaitu

dikelilingi oleh membran lipid, mempunyai kemampuan variasi genetik yang

tinggi, mempunyai cara yang unik untuk replikasi serta dapat menginfeksi

seluruh jenis vertebra (Depkes RI, 2006). Untuk mengadakan replikasi, HIV

perlu mengubah RNA menjadi DNA di dalam sel host. Seperti retrovirus lain,

HIV menginfeksi tubuh, memiliki masa inkubasi yang lama (masa laten

klinis) dan pada akhirnya menimbulkan tanda dan gejala AIDS (Kemenkes

RI, 2012). Berikut adalah struktur HIV pada gambar 2.1.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency … 2.pdf · 2.1.2 Patofisiologi ... berukuran kecil tanpa rasa nyeri) II (sakit ... sinusitis atau infeksi telinga - Ulkus pada

6

Gambar 2.1. Human Immunodeficiency Virus (Calles et al, 2010)

Terdapat dua glikoprotein utama pada lapisan lipid bilayer yaitu gp120

dan gp41. Fungsi utama dari protein tersebut adalah sebagai mediator

pengenalan terhadap sel CD4+ dan reseptor chemokine, yang memungkinkan

virus mampu berikatan pada CD4+ (Calles et al, 2010). Gp 120 merupakan

bagian dari envelope yang tertutup oleh molekul gula untuk melindungi dari

pengenalan antibodi, yang berfungsi mengenali secara spesifik reseptor dari

permukaan target sel dan secara tidak langsung berhubungan dengan

membran virus lewat glikoprotein transmembran. Gp 41 merupakan

glikoprotein transmembran yang berfungsi mempercepat peleburan dari sel

host dan membran virus dan membawa HIV masuk ke sel host (Depkes,

2006). Bagian dalam virus terdapat materi genetik RNA dimer yang dibentuk

dari 2 single strand RNA, protein dan enzim yang berfungsi untuk replikasi

dan pematangan antara lain p24, p17, reverse transcriptase, integrase, dan

protease (Calles et al, 2010).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency … 2.pdf · 2.1.2 Patofisiologi ... berukuran kecil tanpa rasa nyeri) II (sakit ... sinusitis atau infeksi telinga - Ulkus pada

7

Siklus hidup HIV terdiri dari enam fase (gambar 2.2). Fase pertama

yaitu binding and entry, dimana protein gp120 dan gp41 berikatan dengan

reseptor sel CD4+ dan makrofag. Kemudian inti virus masuk ke dalam sel

CD4+ dan makrofag. Enzim yang terdapat pada sel CD4+ berinteraksi

dengan inti virus dan menstimulasi pelepasan RNA virus serta enzim reverse

transcriptase, integrase, dan protease. (2) Reverse transcription, dimana RNA

dikonversi menjadi DNA single strand yang kemudian bereplikasi menjadi

DNA double strand. (3) Integrasi, dimana DNA virus dapat menembus inti

sel CD4+. Enzim integrase kemudian menyisipkan DNA virus ke dalam

DNA host. Sel CD4+ kemudian berubah menjadi sumber untuk memproduksi

lebih banyak virus. (4) Replikasi, yaitu DNA baru yang sudah terintegrasi

dengan DNA CD4+ akan mensintesis protein HIV. (5) Budding, yaitu tahap

perakitan virus baru pada sel CD4+. Virus baru kemudian keluar menembus

sel. (6) Maturasi, virus baru belum dapat menginfeksi jika virus tersebut

belum matang. Dalam proses ini, enzim protease HIV memotong protein HIV

menjadi unit fungsional kecil yang kemudian dapat dirakit kembali

membentuk virus yang matang. Virus yang telah matang kemudian siap untuk

menginfeksi sel lain (Calles et al, 2010).

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency … 2.pdf · 2.1.2 Patofisiologi ... berukuran kecil tanpa rasa nyeri) II (sakit ... sinusitis atau infeksi telinga - Ulkus pada

8

Gambar 2.2 Siklus hidup HIV dan site action antiretroviral (Calles et al, 2010).

2.1.2 Patofisiologi

HIV secara kontinyu menggunakan sel baru host untuk bereplikasi.

Pada 24 jam pertama setelah terpapar, HIV ditangkap oleh sel dendritik pada

membran mukus dan kulit. 5 hari setelahnya, sel yang terinfeksi akan terbawa

menuju nodus limfa dan akhirnya menuju pembuluh darah perifer, dimana

replikasi virus menjadi lebih cepat. Limfosit CD4+ yang terlibat dalam

respon pada antigen virus bermigrasi ke nodus limfa dan teraktivasi kemudian

berproliferasi melalui interaksi kompleks pelepasan sitokin pada nodus limfa.

Urutan proses tersebut membuat CD4+ rentan terhadap infeksi HIV, dan hal

tersebut menyebabkan timbulnya ciri-ciri limfadenopati. Monosit yang

terinfeksi HIV membiarkan replikasi virus namun menolak kematian sel

sehingga monosit berperan sebagai reservoir HIV dan sebagai efektor

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency … 2.pdf · 2.1.2 Patofisiologi ... berukuran kecil tanpa rasa nyeri) II (sakit ... sinusitis atau infeksi telinga - Ulkus pada

9

kerusakan jaringan pada organ seperti otak (Calles et al, 2010). Jumlah CD4+

berbanding terbalik dengan jumlah viral load HIV. Bila kadar viral load

tinggi maka CD4+ rendah (Devadas dkk, 2005). Berikut ini adalah stadium

klinis HIV menurut Kemenkes RI (2012):

Tabel 2.1. Stadium Klinis HIV

Stadium Gejala/Tanda

I (Asimtoma-

tik)

Tidak ada gejala atau hanya Limfadenopati generalisata persisten (Kelenjar

berukuran kecil tanpa rasa nyeri)

II

(sakit

ringan)

- Berat badan turun 5-10%

- Luka pada sudut mulut (keilitis angularis)

- Dermatitis Seboroik: Lesi kulit bersisik pada batas antara wajah dan rambut

serta sisi hidung

- Prurigo: Lesi kulit yang gatal pada lengan dan tungkai

- Herpes zoster: Papul disertai nyeri pada satu sisi tubuh, wajah, ekstremitas

- ISPA berulang: Infeksi tenggorokan berulang, sinusitis atau infeksi telinga

- Ulkus pada mulut berulang

III

(sakit

sedang)

- Berat badan turun > 10%

- Kandidiasis mulut: Bercak putih yang menutupi daerah di dalam mulut

- Oral hairy leukoplakia: Garis vertikal putih di samping lidah, tidak nyeri,

tidak hilang jika dikerok

- Lebih dari 1 bulan:

Diare: kadang-kadang intermiten

Demam tanpa sebab yang jelas: kadang intermiten

- Infeksi bakteri yang berat: Pneumonia, piomiositis dll

- TB paru

- HB < 8 g, Lekosit < 500, Trombosit < 50.000

- Gingivitis/ periodontitis ulseratif nekrotikan akut

IV

(sakit

berat/AIDS)

- HIV wasting syndrome: Sangat kurus disertai demam kronik dan/atau diare

kronik

- Kandidiasis esofagus: Nyeri hebat saat menelan

- Lebih dari 1 bulan:

Ulserasi Herpes simpleks: Luka lebar dan nyeri kronik di genitalia atau anus

- Limfoma

- Sarkoma Kaposi: Lesi berwarna gelap (ungu) dikulit dan/atau mulut, mata,

paru, usus, sering disertai edema

- Retinitis CMV

- Pneumonia pneumosistis: Pneumonia berat disertai sesak dan batuk kering

- TB Ekstraparu: contoh : pada tulang atau meningitis

- Meningitis kriptokokus: Meningitis dengan atau tanpa kaku kuduk

- Abses otak Toksoplasmosis

- Ensefalopati HIV (Gangguan neurologis yang tidak disebabkan oleh faktor

lain, seringkali membaik dengan pengobatan ARV)

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency … 2.pdf · 2.1.2 Patofisiologi ... berukuran kecil tanpa rasa nyeri) II (sakit ... sinusitis atau infeksi telinga - Ulkus pada

10

2.1.3 Pengobatan HIV

Antiretroviral (ARV) adalah obat yang menghambat replikasi HIV

(Depkes RI, 2006). Tujuan terapi ARV adala menekan replikasi virus

sebanyak mungkin dan selama mungkin, meningkatkan jumlah CD4+

menjadi normal atau mendekati normal sehingga menurunkan stadium

penyakit atau meniadakan gejala; mengurangi laju penularan HIV di

masyarakat, menurunkan komplikasi akibat HIV, memperbaiki kualitas hidup

ODHA, menekan replikasi virus secara maksimal dan secara terus menerus,

serta menurunkan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan

HIV (Depkes RI, 2006).

Terapi ARV diberikan apabila pengidap HIV/AIDS telah memenuhi

kriteria yang telah ditetapkan oleh IAS-USA Guidelines 2004. Kriteria

tersebut didasarkan pada stadium dan jumlah CD4 yaitu: (1) Semua pasien

HIV yang memiliki jumlah CD4≤200 sel/mm3 tanpa memperhatikan gejala

klinik, (2) Pasien yang memperlihatkan gejala klinik (AIDS atau gejala yang

lebih parah).

Terdapat 4 golongan ARV dengan mekanisme kerja dan tempat kerja

yang berbeda, antara lain:

A. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI)

NRTI bekerja dengan menghambat polymerase γ mitochondrial DNA

(mtDNA) sehingga replikasi mtDNA yang bertanggung jawab terhadap

pembentukan sel terganggu yang akhirnya menyebabkan kematian sel

(Apostolova dkk, 2011; Kamerman dkk, 2012). Semua golongan NRTI

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency … 2.pdf · 2.1.2 Patofisiologi ... berukuran kecil tanpa rasa nyeri) II (sakit ... sinusitis atau infeksi telinga - Ulkus pada

11

hanya sedikit memiliki gugus 3’ hidroksil, sehingga penggabungan enzim

ini pada proses perpanjangan gugus DNA menghasilkan penghentian

perpanjangan DNA (Craig dan Stizel, 2004). Semua NRTI berpotensi

menghasilkan gejala asidosis laktat dan hepatomegali berat yang berasal

dari efek toksik obat ini di mitokondria. Contoh: Abacavir (ABC),

lamivudin (3TC), dan zidovudin (AZT) (Craig dan Stizel, 2004). Berikut

ini merupakan efek samping beberapa obat golongan NRTI:

Tabel 2.1.3.1. Efek Samping NRTI Nama Obat Efek samping

Zidovudine (AZT)

Supresi sumsum tulang (anemi makrositik atau netropeni),

asidosis laktat dengan steatosis hepatitis (jarang); intoleransi

gastrointestinal; sakit kepala; sukar tidur; miopati; pigmentasi

kulit dan kuku (Kemenkes RI, 2011)

Lamivudine (3TC)

Efek samping asidosis laktat dengan steatosis hepatitis

(Kemenkes RI, 2011)

Diare (Kwara et al, 2005)

Abacavir (ABC)

Hipersensitivitas dengan insiden sekitar 5 – 8 % (dapat fatal).

Demam, ruam, kelelahan, mual, muntah, tidak nafsu makan

Gangguan pernafasan (sakit tenggorokan, batuk) asidosis

laktat dengan steatosis hepatitis (Kemenkes RI, 2011)

B. Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor (NtRTI)

Mekanisme Kerjanya yaitu berkompetisi dengan deoxyadenosine

triphosphate untuk masuk dalam enzim reverse transcriptase sehingga

menghentikan perpanjangan gugus DNA. Contoh: Tenofovir (TDF)

(Craig CR dan Stizel RE, 2004). Berikut merupakan efek samping obat

golongan NtRTI:

Tabel 2.1.3.2. Efek Samping NtRTI Nama Obat Efek samping

Tenofovir (TDF)

Insufisiensi fungsi ginjal, sakit kepala, diare, mual, muntah,

perut kembung; Penurunan bone mineral density;

Osteomalasia (Kemenkes RI, 2011).

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency … 2.pdf · 2.1.2 Patofisiologi ... berukuran kecil tanpa rasa nyeri) II (sakit ... sinusitis atau infeksi telinga - Ulkus pada

12

C. Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI)

Mekanisme kerjanya yaitu menghambat enzim reverse transcriptase

dengan menginduksi perubahan konformasi yang menyebabkan inaktivasi

enzim. Contoh: efavirenz (EFV), dan nevirapin (NVP) (Craig CR dan

Stizel RE, 2004). Berikut merupakan efek samping obat golongan

NNRTI:

Tabel 2.1.3.3. Efek Samping NNRTI Nama Obat Efek samping

Nevirapine (NVP)

Efek samping nevirapine yang perlu diperhatikan adalah

hepatotoksik.

Perlu dilakukan pemantauan ketat terhadap timbulnya reaksi

alergi (Kemenkes RI, 2011)

Efavirenz (EFV)

Gejala SSP: pusing, mengantuk, sukar tidur, bingung,

halusinasi, agitasi, seperti susah konsentrasi, insomnia, vivid

dream, depresi, skizofrenia.

Peningkatan kadar transaminase.

Hiperlipidemi. Ginekomasti. Ruam kulit. Potensi teratogen

(Kemenkes RI, 2011)

D. Protease Inhibitor (PI)

Mekanisme Kerjanya yaitu menghambat aktivitas enzim protease

HIV. Contoh: Amprenavir (APV), atazanavir (ATV), fosamprenavir

(FPV), indinavir (IDV), nelfinavir (NFV), ritonavir (RTV), saqunavir

(SQV), dan tipranavir (TPV) (Craig CR dan Stizel RE, 2004). Berikut

adalah efek samping obat golongan PI:

Tabel 2.1.3.4. Efek Samping PI Nama Obat Efek samping

Lopinavir/ ritonavir

(LPV/ r)

Efek samping metabolik seperti hiperglikemia (diabetes),

hipercholestrolemi, lipoakumulasi perlu dimonitor pada

penggunaan jangka panjang

Intoleransi gastrointestinal, mual, muntah, peningkatan enzim

transaminase (Kemenkes RI, 2011)

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency … 2.pdf · 2.1.2 Patofisiologi ... berukuran kecil tanpa rasa nyeri) II (sakit ... sinusitis atau infeksi telinga - Ulkus pada

13

2.2 Tuberkulosis (TB)

2.2.1 Pengertian

Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan kecil dan

keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok

mengelilingi bakteri dalam paru. TB ini bersifat menahun dan secara khas

ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan.

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

bakteri TB (Mycobacterium tuberculosis) (PDPI, 2006). Berikut ini adalah

gambar gram positif M. tuberculosis.

Gambar 2.3. Gram-positif Mycobacterium tuberculosis (Bryan, 2015)

M. tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak

berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 µm dan

panjang 1 – 4 µm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari

lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M.

tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa

dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang

berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency … 2.pdf · 2.1.2 Patofisiologi ... berukuran kecil tanpa rasa nyeri) II (sakit ... sinusitis atau infeksi telinga - Ulkus pada

14

panjang (C60 – C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan

glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain

yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti

arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks

tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu

apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat

warna tersebut dengan larutan asam – alkohol (PDPI, 2006).

Sifat dari bakteri ini agak istimewa, karena bakteri ini dapat bertahan

terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol sehingga sering disebut

dengan bakteri tahan asam (BTA). Selain itu bakteri ini juga tahan terhadap

suasana kering dan dingin. Bakteri ini dapat bertahan pada kondisi rumah

atau lingkungan yang lembab dan gelap bisa sampai berbulan-bulan namun

bakteri ini tidak tahan atau dapat mati apabila terkena sinar, matahari atau

aliran udara (Widoyono,2011).

2.2.2 Klasifikasi

A. Klasifikasi TB berdasarkan organ tubuh (anatomical site) yang terkena:

1) TB paru, adalah TB yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak

termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2) TB ekstra paru, yaitu TB yang menyerang organ tubuh lain selain paru,

misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar

limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency … 2.pdf · 2.1.2 Patofisiologi ... berukuran kecil tanpa rasa nyeri) II (sakit ... sinusitis atau infeksi telinga - Ulkus pada

15

kelamin, dan lain-lain. Pasien dengan TB paru dan TB ekstraparu

diklasifikasikan sebagai TB paru.

B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, keadan ini

terutama ditujukan pada TB Paru:

1) Tuberkulosis paru BTA positif.

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak sewaktu-pagi-sewaktu

(SPS) hasilnya BTA positif.

b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis.

c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB

positif.

d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen

dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan

tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

2) Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.

Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

b. Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberkulosis.

c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi

pasien dengan HIV negatif.

d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency … 2.pdf · 2.1.2 Patofisiologi ... berukuran kecil tanpa rasa nyeri) II (sakit ... sinusitis atau infeksi telinga - Ulkus pada

16

C. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya yaitu:

1) Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah

pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan

BTA bisa positif atau negatif.

2) Kasus yang sebelumnya diobati

a. Kasus kambuh (Relaps) adalah pasien TB yang sebelumnya pernah

mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau

pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif

(apusan atau kultur).

b. Kasus setelah putus berobat (Default) adalah pasien yang telah

berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

c. Kasus setelah gagal (Failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan

dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan

kelima atau lebih selama pengobatan.

3) Kasus Pindahan (Transfer In), adalah pasien yang dipindahkan ke

register lain untuk melanjutkan pengobatannya.

4) Kasus lain, adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas:

a. Tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya,

b. Pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya,

c. Kembali diobati dengan BTA negatif.

(Depkes RI, 2007)

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency … 2.pdf · 2.1.2 Patofisiologi ... berukuran kecil tanpa rasa nyeri) II (sakit ... sinusitis atau infeksi telinga - Ulkus pada

17

2.2.3 Patofisiologi

Sumber penularan TB adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk

atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan

dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000

percikan dahak (Depkes RI, 2007). Seseorang akan terinfeksi kuman TB jika

menghirup droplet yang mengandung kuman TB. Kuman tersebut akan

mencapai alveoli paru, yang kemudian akan ditangkap oleh makrofag dan

selanjutnya dapat tersebar ke seluruh tubuh. Orang yang terinfeksi kuman TB

dapat menjadi sakit TB bila kondisi daya tahan tubuhnya menurun. Sebagian

kuman TB akan dorman dan tetap hidup sampai bertahun-tahun dalam tubuh

manusia. Seseorang yang baru terinfeksi biasanya asimptomatik/ tanpa gejala

(Kemenkes RI, 2012).

Fase pertama adalah fase TB primer. Setelah masuk ke paru, basil

berkembang biak tanpa menimbulkan reaksi pertahanan tubuh. Sarang

pertama ini disebut afek primer. Basil kemudian masuk ke kelenjar limfe di

hilus paru dan menyebabkan limfadenitis regionalis. Reaksi yang khas adalah

terjadinya granuloma sel epiteloid dan nekrosis kaseosa di lesi primer dan di

kelenjar limfe hilus. Afek primer dan limfadenitis regionalis ini disebut

kompleks primer yang bisa mengalami resolusi dan sembuh tanpa

meninggalkan cacat, atau membentuk fibrosis (Karnadihardja, 2004).

Kompleks primer dapat mengalami komplikasi berupa penyebaran

milier melalui pembuluh darah dan penyebaran melalui bronkus. Penyebaran

milier menyebabkan TB di seluruh paru-paru, tulang, meningen, dan lain-

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency … 2.pdf · 2.1.2 Patofisiologi ... berukuran kecil tanpa rasa nyeri) II (sakit ... sinusitis atau infeksi telinga - Ulkus pada

18

lain, sedangkan penyebaran bronkogen langsung ke bronkus dan bagian paru.

Penyebaran hematogen bersamaan dengan perjalanan TB primer ke paru

merupakan fase kedua. Infeksi ini dapat berkembang terus, dapat juga terjadi

pembentukan jaringan parut dan basil TB selanjutnya mengalami dorman.

Fase ini yang disebut fase laten, fase 3. Basil yang dorman bisa terdapat di

tulang panjang, vertebra, tuba fallopii, otak, kelenjar limfe hilus dan leher,

serta di ginjal. Kuman ini bisa tetap dorman selama bertahun-tahun, bahkan

seumur hidup (infeksi laten), tetapi bisa mengalami reaktivasi bila terjadi

perubahan keseimbangan daya tahan tubuh, misalnya pada infeksi HIV. Fase

keempat dapat terjadi di paru atau di luar paru. Dalam perjalanan selanjutnya,

proses ini dapat sembuh tanpa cacat, sembuh dengan meninggalkan fibrosis

dan kalsifikasi, membentuk kavitas (kaverne), bahkan dapat menyebabkan

bronkiektasis melalui erosi bronkus (Karnadihardja, 2004).

2.2.4 Pengobatan TB

A. Prinsip Pengobatan

Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan,

maka prinsip-prinsip yang dipakai adalah :

1) Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam

jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal

ini untuk mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency … 2.pdf · 2.1.2 Patofisiologi ... berukuran kecil tanpa rasa nyeri) II (sakit ... sinusitis atau infeksi telinga - Ulkus pada

19

2) Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan

dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed

Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

3) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan

lanjutan.

a. Tahap Intensif

Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari

dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya

kekebalan obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan

secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular

dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA

positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

b. Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit,

namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan

penting untuk membunuh kuman persisten (dorman) sehingga

mencegah terjadinya kekambuhan.

(Depkes RI, 2007)

B. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Penggunaan OAT yang dipakai dalam pengobatan TB adalah

antibiotik dan anti infeksi sintetis untuk membunuh kuman TB. Aktivitas

OAT didasarkan atas tiga mekanisme, yaitu aktivitas membunuh bakteri,

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency … 2.pdf · 2.1.2 Patofisiologi ... berukuran kecil tanpa rasa nyeri) II (sakit ... sinusitis atau infeksi telinga - Ulkus pada

20

aktifitas sterilisasi, dan mencegah resistensi. Obat yang umum dipakai

adalah Isoniazid, Etambutol, Rifampisin, Pirazinamid, dan Streptomisin.

1) Isoniazid (H)

Obat ini diindikasikan untuk terapi semua bentuk TB aktif,

disebabkan kuman yang peka dan untuk profilaksis orang berisiko

tinggi mendapatkan infeksi. Dapat digunakan tunggal atau bersama-

sama dengan OAT lain. Obat ini bersifat bakterisid, dapat membunuh

90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan.

Efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman

yang sedang berkembang.

Mekanisme kerja berdasarkan terganggunya sintesa mycolic acid

yang diperlukan untuk membangun dinding bakteri (Depkes RI,

2005). Efek samping isoniazid antara lain tidak ada nafsu makan,

mual muntah, sakit perut, neuropati perifer, bercak kemerahan kulit

(rash) dengan atau tanpa rasa gatal, ikterus, bingung, sakit kepala,

insomnia, dan gangguan hematologi (Kemenkes RI, 2014; Arbex et al,

2010).

2) Rifampisin (R)

Rifampisin bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-

dorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Mekanisme kerja

rifampisin adalah penghambatan RNA-polimerase sehingga sintesis

RNA bakteri terganggu.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency … 2.pdf · 2.1.2 Patofisiologi ... berukuran kecil tanpa rasa nyeri) II (sakit ... sinusitis atau infeksi telinga - Ulkus pada

21

Efek samping rifampisin antara lain warna kemerahan pada urin,

tidak ada nafsu makan, mual muntah, sakit perut, bercak kemerahan

kulit (rash), dengan atau tanpa rasa gatal, ikterus, bingung, mual

muntah, purpura, renjatan (syok), gagal ginjal akut, gangguan

hematologi, hepatotoksik, gangguan hematologi seperti anemia

hemolitik, trombositopenia (Kemenkes RI, 2014; Arbex et al, 2010).

3) Pirazinamid (Z)

Obat ini digunakan untuk terapi TB dalam kombinasi dengan

OAT lain. Pirazinamid bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman

yang berada dalam sel dengan suasana asam. Mekanisme kerja

berdasarkan pengubahannya menjadi asam pirazinamidase yang

berasal dari basil tuberkulosa. Obat ini dapat menghambat ekskresi

asam urat dari ginjal sehingga menimbulkan hiperurikemia. Jadi

penderita yang diobati pirazinamid harus dimonitor asam uratnya

(Depkes RI, 2005).

Efek samping pirazinamid lainnya antara lain tidak ada nafsu

makan, mual muntah, sakit perut, nyeri sendi, bercak kemerahan kulit

(rash) dengan atau tanpa rasa gatal, ikterus, bingung, dan hepatotoksik

(Kemenkes RI, 2014; Arbex et al, 2010).

4) Etambutol (E)

Etambutol digunakan sebagai terapi kombinasi tuberkulosis

dengan obat lain. Obat ini tidak dianjurkan untuk anak-anak usia

kurang 6 tahun, neuritis optik, gangguan visual. Bersifat

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency … 2.pdf · 2.1.2 Patofisiologi ... berukuran kecil tanpa rasa nyeri) II (sakit ... sinusitis atau infeksi telinga - Ulkus pada

22

bakteriostatik, dengan menekan pertumbuhan kuman TB yang telah

resisten terhadap isoniazid dan streptomisin. Mekanisme kerja obat ini

berdasarkan penghambatan sintesa RNA pada kuman yang sedang

membelah, juga menghindarkan terbentuknya mycolic acid pada

dinding sel. Jika Etambutol dipakai, maka diperlukan pemeriksaan

fungsi mata sebelum pengobatan karena efek samping yang muncul

antara lain gangguan penglihatan dengan penurunan visual, buta

warna dan penyempitan lapangan pandang. Gangguan awal

penglihatan bersifat subjektif; bila hal ini terjadi maka etambutol

harus segera dihentikan (Depkes RI, 2005). Efek samping etambutol

lainnya adalah kebingungan, mual muntah, dan gangguan hematologi

(Kemenkes RI, 2014; Arbex et al, 2010).

5) Streptomisin (S)

Sediaan dasar berbentuk serbuk streptomisin sulfat untuk injeksi

1,5 gram/vial yang disediakan bersama dengan Aqua pro injeksi dan

spuit. Obat ini hanya digunakan melalui suntikan intra muskular

setelah dilakukan uji sensitivitas. Obat ini digunakan sebagai

kombinasi pada pengobatan TB bersama isoniazid, rifampisin, dan

pirazinamid, atau untuk penderita yang dikontraindikasi dengan 2 atau

lebih obat kombinasi tersebut. Obat ini bersifat bakterisid. Mekanisme

kerja berdasarkan penghambatan sintesa protein kuman melalui

pengikatan pada RNA ribosomal (Depkes RI, 2005). Efek samping

streptomisin antara lain gangguan pendengaran (tanpa ditemukan

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency … 2.pdf · 2.1.2 Patofisiologi ... berukuran kecil tanpa rasa nyeri) II (sakit ... sinusitis atau infeksi telinga - Ulkus pada

23

serumen), gangguan keseimbangan, bercak kemerahan kulit (rash)

dengan atau tanpa rasa gatal, bingung, mual muntah, dan penurunan

produksi urin (Kemenkes RI, 2014; Arbex et al, 2010).

C. Regimen Pengobatan

Regimen pengobatan TB mempunyai kode standar yang menunjukkan

tahap dan lama pengobatan, jenis OAT, cara pemberian (harian atau

selang) dan kombinasi OAT dengan dosis tetap. Contoh : 2HRZE/4H3R3

atau 2HRZES/5HRE. Kode huruf tersebut adalah akronim dari nama obat

yang dipakai, yakni : H = Isoniazid; R = Rifampisin; Z = Pirazinamid; E =

Etambutol; S = Streptomisin. Sedangkan angka yang ada dalam kode

menunjukkan waktu atau frekuensi. Angka 2 didepan seperti pada

“2HRZE”, artinya digunakan selama 2 bulan, tiap hari satu kombinasi

tersebut, sedangkan untuk angka dibelakang huruf, seperti pada “4H3R3”

artinya dipakai 3 kali seminggu (selama 4 bulan). Paduan pengobatan yang

digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB oleh Pemerintah

Indonesia :

1) Kategori 1: 2HRZE/4H3R3.

Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan.

Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR

diberikan 3 kali dalam seminggu selama 4 bulan. Obat diberikan pada:

a. Penderita baru TB Paru BTA Positif.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency … 2.pdf · 2.1.2 Patofisiologi ... berukuran kecil tanpa rasa nyeri) II (sakit ... sinusitis atau infeksi telinga - Ulkus pada

24

b. Penderita baru TB Paru BTA negatif rontgen positif yang sakit

berat

c. Penderita TB Ekstra Paru berat

2) Kategori 2: 2HRZES/HRZE/5H3R3E3.

Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan

dengan HRZES setiap hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap

hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan

dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Obat ini

diberikan untuk penderita TB paru BTA(+) yang sebelumnya pernah

diobati, yaitu:

a. Penderita kambuh (relaps)

b. Penderita gagal (failure)

c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).

3) Kategori 3 : 2 HRZ/4H3R3.

Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan

(2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4

bulan diberikan 3 kali seminggu. Obat ini diberikan untuk:

a. Penderita baru BTA negatif dan röntgen positif sakit ringan,

b. Penderita TB ekstra paru ringan.

Disamping ketiga kategori ini, disediakan paduan obat sisipan

(HRZE). Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA

positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency … 2.pdf · 2.1.2 Patofisiologi ... berukuran kecil tanpa rasa nyeri) II (sakit ... sinusitis atau infeksi telinga - Ulkus pada

25

dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan

obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan (Depkes RI, 2005).

2.3 Ko-infeksi HIV-TB

Epidemi HIV di dunia menambah permasalahan TB. Ko-infeksi HIV

akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan. Di samping itu TB

merupakan penyebab utama kematian pada ODHA (sekitar 40-50%).

Sebagian besar orang yang terinfeksi M. tuberculosis tidak menjadi sakit TB

karena memiliki sistem imunitas yang baik. Infeksi tanpa jadi sakit tersebut

dikenal sebagai infeksi TB laten. Namun, pada orang-orang yang sistem

imunitasnya menurun seperti ODHA maka infeksi TB laten tersebut dengan

mudah berkembang menjadi sakit TB aktif (Kemenkes RI, 2012).

Perkembangan infeksi M. tuberculosis dalam host manusia sebagian

besar tergantung pada respon imun bawaan dan respon imun adaptif host

(Cooper, 2009). Secara khusus, sel T CD4+ sangat penting dalam

pengendalian infeksi M. tuberculosis. Defisiensi kuantitatif dan kualitatif dari

sel-sel efektor ini pada orang yang terinfeksi HIV dapat meningkatkan resiko

penyakit primer dan reaktivasi. Risiko seumur hidup mengembangkan TB

aktif adalah sekitar 10% untuk orang dengan sistem imun yang baik setelah

infeksi awal, untuk orang dengan koinfeksi HIV risiko tahunan dapat

melebihi 10%, dan risiko reaktivasi TB meningkat sebagai jumlah CD4+

menurun (Antonucci et al, 1995; Moreno et al, 1993).

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency … 2.pdf · 2.1.2 Patofisiologi ... berukuran kecil tanpa rasa nyeri) II (sakit ... sinusitis atau infeksi telinga - Ulkus pada

26

2.4 Pengobatan HIV-TB

Rekomendasi terapi ARV pada Ko-Infeksi HIV-TB yaitu terapi ARV

dimulai pada semua individu HIV dengan TB aktif, berapapun jumlah CD4+.

Terapi ARV dimulai sesegera mungkin setelah terapi TB dapat ditoleransi,

secepatnya 2 minggu dan tidak lebih dari 8 minggu (Kemenkes RI, 2011).

Pengobatan kombinasi TB dan HIV dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi

dari efek samping dibandingkan dengan pengobatan infeksinya saja

(Sweetman, 2009). Terapi ARV diketahui dapat menurunkan laju TB sampai

sebesar 90% pada tingkat individu dan sampai sekitar 60% pada tingkat

populasi, dan menurunkan rekurensi TB sebesar 50% (Kemenkes RI, 2011).

Pada ODHA yang sedang dalam pengobatan ARV yang kemudian

muncul TB aktif, maka pilihan paduan pengobatan ARV adalah seperti pada

tabel berikut:

Tabel 2.2 Pilihan paduan pengobatan ARV pada ODHA dengan TB

Paduan

ARV

Paduan ARV pada

saat TB muncul

Pilihan terapi ARV

Lini pertama 2NRTI + EFV* Teruskan dengan 2 NRTI + EFV

2 NRTI + NVP** Ganti dengan EFV atau teruskan dengan 2 NRTI +

NVP.

Triple NRTI dapat dipertimbangkan digunakan

selama 3 bulan jika NVP dan EFV tidak dapat

digunakan.

Lini kedua 2 NRTI + PI/r Mengingat Rifampisin tidak dapat

digunakan bersamaan dengan LPV/r,

dianjurkan menggunakan paduan OAT tanpa

Rifampisin. Jika Rifampisin perlu diberikan maka

pilihan lain adalah menggunakan LPV/r dengan

dosis 800 mg/200 mg dua kali sehari). Perlu evaluasi

fungsi hati ketat jika menggunakan Rifampisin dan

dosis ganda LPV/r

Keterangan:

*) EFV tidak dapat digunakan pada trimester I kehamilan (risiko kelainan janin) sehingga

penggunaan pada Wanita Usia Subur (WUS) harus mendapat perhatian khusus. Jika

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency … 2.pdf · 2.1.2 Patofisiologi ... berukuran kecil tanpa rasa nyeri) II (sakit ... sinusitis atau infeksi telinga - Ulkus pada

27

seorang ibu hamil trimester ke 2 atau ke 3 sakit TB, paduan ART yang mengandung EFV

dapat dipikirkan untuk diberikan.

**) Paduan yang mengandung NVP dapat digunakan bersama dengan paduan OAT yang

mengandung Rifampisin, bila tidak ada alternatif lain.

Pemberian NVP pada ODHA perempuan dengan jumlah CD4 > 250/mm3 harus hati-hati

karena dapat menimbulkan gangguan fungsi hati yang lebih berat atau meningkatnya

hipersensitifitas. Setelah pengobatan dengan Rifampisin selesai, NVP dapat diberikan

kembali. Waktu mengganti kembali (substitusi) dari EFV ke NVP tidak diperlukan lead-

in dose (langsung dosis penuh).

(Kemenkes RI, 2012)

Selama pengobatan ko-infeksi HIV-TB diperlukan dukungan terhadap

kepatuhan pengobatan karena banyaknya jumlah tablet yang harus ditelan, hal

tersebut meningkatkan risiko IRIS. Pada IRIS, gejala klinis TB bertambah

buruk yang membuat pasien dan keluarga merasa tidak nyaman (Kemenkes

RI, 2012). Manifestasi klinis IRIS antara lain demam tinggi, infiltrasi paru

yang buruk dan gangguan pernafasan, peningkatan limfadenopati, dan

kerusakan neurologi yang potensial menyebabkan morbiditas berat dan

kematian (Damani and Petros, 2010). Hal ini tidak berarti bahwa terjadi

penurunan efektifitas obat TB sehingga pengobatan TB tetap dilanjutkan.

Selain itu terdapat kemungkinan efek samping lebih banyak dan

tumpang tindih (Kemenkes RI, 2012). Berikut merupakan profil tumpang

tindih efek samping pada OAT dan ARV:

Tabel 2.3 Profil tumpang tindih efek samping OAT dan ARV

Efek samping Penyebab

OAT ARV

Ruam kulit Pirazinamid, Rifampisin, Isoniazid Nevirapine, Delavirdine,

Efavirenz, Abacavir

Mual, muntah Pirazinamid, Rifampisin, Isoniazid Zidovudine, Ritonavir,

Amprenavir, Indinavir

Hepatitis Pirazinamid, Rifampisin, Isoniazid Nevirapine, PI

Leukopenia,

anemia Rifampisin Zidovudine

(Burman and Jones, 2001)

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency … 2.pdf · 2.1.2 Patofisiologi ... berukuran kecil tanpa rasa nyeri) II (sakit ... sinusitis atau infeksi telinga - Ulkus pada

28

Secara khusus, OAT lini pertama isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid

kemungkinan menjadi penyebab hepatotoksisitas, yang dapat diperparah oleh

penggunaan bersamaan dengan PI dan NNRTI (Burman and Jones, 2001;

Dean et al, 2002). Selain itu, gangguan pencernaan dan beban obat yang

tinggi dapat berkontribusi dalam mengurangi tolerabilitas dan kepatuhan

terhadap regimen terapi kombinasi HIV-TB (Damani and Petros, 2010).