bab ii tinjauan pustaka 2.1 etal (2009) anggi (2014)repository.ub.ac.id/3296/3/15. bab ii.pdf · 3...

14
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya Chigbogu, etal (2009)meneliti tentang combined mode milling dalam proses frais untuk menganalisa pengaruhnya terhadap penurunan chatter. Peneliti mengkombinasikan up milling dan down milling, pada pengkombinasian ini dilakukan dengan sebelumnya membuat pre existing slot pada proses pemakanan yang dapat dilakukan secara langsung. Dari hasil penelitian didapatkan penurunan chatter secara umum. Anggi (2014) melakukan penelitian tentang pengaruh spindle speed, feed rate, dan kemiringan pahat menggunakan pahat endmill pada material aluminium 6061. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan hasil semakin tinggi nilai feed rate berbanding terbalik dengan nilai kekasaran permukaan dan nilai spindle speed berbanding lurus dengan nilai kekasaran. Fuad (2015) melakukan penelitian tentang pengaruh cutting speed terhadap getaran pada mesin milling CNC. Dalam penelitiannya menggunakan tipe pemotongan slot milling dengan menvariasikan cutting speed. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil semakin besar cutting speed berpengaruh pada getaran yang menurun, dan semakin besar putaran spindle juga berpengaruh pada getaran yang menurun. 2.2 Proses Manufaktur Gambar 2.1 Proses Manufaktur a) Teknical Process dan b) Economic Process Sumber : Groover (2013:4)

Upload: others

Post on 07-Dec-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 etal (2009) Anggi (2014)repository.ub.ac.id/3296/3/15. BAB II.pdf · 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya Chigbogu, etal (2009)meneliti

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Sebelumnya

Chigbogu, etal (2009)meneliti tentang combined mode milling dalam proses frais

untuk menganalisa pengaruhnya terhadap penurunan chatter. Peneliti mengkombinasikan

up milling dan down milling, pada pengkombinasian ini dilakukan dengan sebelumnya

membuat pre existing slot pada proses pemakanan yang dapat dilakukan secara langsung.

Dari hasil penelitian didapatkan penurunan chatter secara umum.

Anggi (2014) melakukan penelitian tentang pengaruh spindle speed, feed rate, dan

kemiringan pahat menggunakan pahat endmill pada material aluminium 6061. Dari hasil

penelitian tersebut didapatkan hasil semakin tinggi nilai feed rate berbanding terbalik

dengan nilai kekasaran permukaan dan nilai spindle speed berbanding lurus dengan nilai

kekasaran.

Fuad (2015) melakukan penelitian tentang pengaruh cutting speed terhadap getaran

pada mesin milling CNC. Dalam penelitiannya menggunakan tipe pemotongan slot milling

dengan menvariasikan cutting speed. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil semakin

besar cutting speed berpengaruh pada getaran yang menurun, dan semakin besar putaran

spindle juga berpengaruh pada getaran yang menurun.

2.2 Proses Manufaktur

Gambar 2.1 Proses Manufaktur a) Teknical Process dan b) Economic Process

Sumber : Groover (2013:4)

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 etal (2009) Anggi (2014)repository.ub.ac.id/3296/3/15. BAB II.pdf · 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya Chigbogu, etal (2009)meneliti

4

Porses manufaktur mengkonversi material yang belum selesai menjadi produk akhir,

sering menggunakan mesin alat peralatan permesinan. Untuk contohnya injection molding,

die casting, progressive stamping, arc welding, painting, assembling, testing, pasteurizing,

homogenizing, annealing, dan milling yang biasa disebut proses atau proses manufaktur.

Proses jangka sering menyiratkan urutan langkah-langkah, proses, atau operasi untuk

produksi barang dan jasa

Umumnya, motor, kontrol, dan perangkat tambahan disertakan. Alat pemotong dan

alat pencekam dianggap terpisah. Alat mesin dapat melakukan proses tunggal atau

beberapa proses atau mungkin memproduksi seluruh komponen.

Dasar proses manufaktur adalah proses manufaktur yang menciptakan atau menambah

nilai suatu produk. Proses manufaktur dpat diklasifikasikan sebagai:

Casting, foundry, or molding processes

Forming or metalworking processes

Machining (material removal) processes

Joining and assembly

Surface treatments (finishing)

Rapid prototyping

Heat treating

2.3 Proses Permesinan

Proses permesinan dapat diklasifikasikan dari jenis kombinasi gerak makan dan gerak

potong menjadi:

1. Proses Gurdi (Drilling)

2. Proses Gerinda Rata (Surface Grinding)

3. Proses Gerinda Slindrik (Cylindrical Grinding)

4. Proses Gergaji atau Parut(Sawing, Broaching)

5. Proses Bubut (Turning)

6. Proses Scrap (Shaping, Planning)

7. Proses Freis (Milling)

2.3.1 Milling (Frais)

Milling adalah proses permesinan dasar dimana permukaan dihasilkan oleh

penghapusan chip yang progresif. Benda kerja dimakankan pada alat pemotong yang

berotasi. Kadang-kadang benda kerja tetap diam dan cutter diumpankan ke benda kerja.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 etal (2009) Anggi (2014)repository.ub.ac.id/3296/3/15. BAB II.pdf · 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya Chigbogu, etal (2009)meneliti

5

Hampir semua kasus, pemotong gigi banyak digunakan sehingga tingkat removal material

yang tinggi. Sering permukaan akhir yang diinginkan dapat diperoleh, milling sangat

cocok dan banyak digunakan untuk pekerjaan prduksi massal.

Menurut posisi pahatnya, mesin milling dibagi menjadi tiga, yaitu mesin milling

horizontal, mesin milling vertical dan mesin milling universal. Pada mesin frais horizontal,

mesin frais ini mempunyai konstruksi perkakas potong (milling cutter) yang terpasang

pada poros spindle dengan posisi horizontal/mendatar. Sedangkan pada mesin frais

vertical, mesin frais ini mempunyai konstruksi perkakas potong (milling cutter) yang

terpasang pada poros spindle dengan posisi horizontal/mendatar. Sedangkan untuk frais

universal, mesin frais ini dapat dioperasikan sebagai mesin frais horizontal maupun

vertikal, posisi spindle dapat diubah menjadi horizontal maupun vertikal.

2.3.2 End Mill Cutter

End mill merupakan salah satu jenis pahat milling yang memliki banyak kegunaan,

end mill memili ukuran yang bervariasi dari diameter kecil hingga besar. End mill

merupakan pahat dengan multiple gigi mulai dari 2 flute. End mill biasanya terbuat dari

material High Speed Steel (HSS) dan karbida.

Gambar 2.2 Bentuk Pahat End Mill

Sumber: Rockhim(1993:95)

2.3.3 Computer Numerical Control (CNC)

Mesin CNC merupakan perkembangan mesin milling konvensoinal yang dikontrol

menggunakan komputasi numerical untuk melakukan proses permesinannya. Dengan

peninputan data pada mesin CNC mampu menjalankan perintah sesuai yang diinginkan.

Dengan mesin CNC mampu meringankan beban kerja dan efisiensi pengerjaan lebih

meningkat.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 etal (2009) Anggi (2014)repository.ub.ac.id/3296/3/15. BAB II.pdf · 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya Chigbogu, etal (2009)meneliti

6

CNC mampu melakukan pengerjaan dengan desain produk yang rumit dan juga

kepresisian yang baik.

Gambar 2.3 Mesin CNC

Sumber: Laboratorium Otomasi Manufaktur Universitas Brawijaya

2.4 Pengukuran Geometris

Menurut Wright (2002: 181), Geometri adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat-

sifat, pengukuran-pengukuran, dan hubungan-hubungan titik, garis, bidang dan bangun

ruang. Sedangkan menurut Marhijanto (1999: 136), geometri adalah cabang matematika

yang mempelajari tentang ilmu ukur.

Geometri dibagi menjadi lima, yaitu:

Geometri bidang yaitu mempelajari tentang garis, kurva, sudut, dan polygon dalam

bidang.

Geometri bangun ruang yaitu mempelajari tentang kerucut, bola silinder, dan kurva

polihedra dalam ruang tiga dimensi

Geometri diferensial yaitu aplikasi kalkulus dalam geometri untuk mempelajari sifat-

sifat lokal dari kurva

Geometri deskriptif yaitu teknik matematika yang digunakan untuk mendeskripsikan

hubungan geometris dari permukaan tiga dimensi pada suatu permukaan bidang

Geometri analitik yaitu aplikasi metode aljabar pada geometri dimana garis-garis dan

kurva-kurva dinyatakan dalam persamaan aljabar

Pengukuran merupakan kegiatan membandingkan suatu besaran yang diukur dengan

alat ukur yang digunakan sebagai satuan. Sesuatu yang dapat diukur dan dapat dinyatakan

dengan angka disebut besaran, sedangkan pembanding dalam suatu pengukuran disebut

satuan. Karakteristik geometri yang harus dimiliki agar bisa diukur yaitu:

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 etal (2009) Anggi (2014)repository.ub.ac.id/3296/3/15. BAB II.pdf · 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya Chigbogu, etal (2009)meneliti

7

Dimensi

Bentuk

Kualitas permukaan

2.5 Kekasaran Permukaan

Kekasaran permukaan berbentuk gelombang yang tidak teratur dan terjadi karena

salah satunya getaran pahat atau proporsi yang kurang tepat dari pemakanan (feed) pahat

dalam proses pembuatannya.

Gambar 2.4 Profil Kekasaran Permukaan

Sumber : Rochim (1993:56)

Keterangan gambar :

Profil geometri ideal (geometrically ideal profile)

Profil ini merupakan profil dari geometris permukaan yang ideal yang tidak mungkin

diperoleh dikarenakan banyaknya faktor yang mempengaruhi dalam proses

pembuatannya. Bentuk dari profil geometris ideal ini dapat berupa garis lurus,

lingkaran, dan garis lengkung.

Profil terukur (measured profile)

Profil terukur adalah profil dari suatu permukaan yang diperoleh melalui proses

pengukuran. Profil inilah yang dijadikan sebagai data untuk menganalisis karakteristik

kekasaran permukaan produk pemesinan.

Profil referensi (reference profile)

Profil ini digunakan sebagai dasar dalam menganalisis karakteistik dari suatu

permukaan. Bentuknya sama dengan bentuk profil geometris ideal, tetapi tepat

menyinggung puncak tertinggi dari profil terukur pada panjang sampel yang diambil

dalam pengukuran.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 etal (2009) Anggi (2014)repository.ub.ac.id/3296/3/15. BAB II.pdf · 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya Chigbogu, etal (2009)meneliti

8

Profil dasar (root profile)

Profil dasar adalah profil referensi yang digeserkan kebawah hingga tepat pada titik

paling rendah pada profil terukur.

Profil tengah (centered profile)

Profil tengah adalah profil yang berada ditengah-tengah dengan posisi sedemikian

rupa sehingga jumlah luas bagian atas profil tengah sampai pada profil terukur sama

dengan jumlah luas bagian bawah profil tengah sampai pada profil terukur.

Parameter kekasaran permukaan yaitu:

Kedalaman total (peak to valley height), Rt

Kedalaman total merupakan jarak rata-rata antara profil referensi dan profil dasar.

Kedalaman perataan (peak to mean lene), Rp

Kedalaman perataan merupakan jarak rata-rata antara profil referensi dengan profil

terukur, atau dengan kata lain jarak rata-rata profilreferensi ke profil tengah.

Kekasaran rata-rata aritmetis (mean roughness index), Ra

Merupakan harga rata-rata aritmetis dari harga absolute antara profil terukur dengan

profil profil tengah.

Kedalaman rata-rata kuadratif (root mean square height), Rg

Merupakan akar dari jarak kuadrat rata-rata antara profil terukur dengan profil tengah.

Setiap permukaan dari benda kerja yang telah mengalami proses permesinan, seperti

pembubutan, penyekrapan, atau pengefraisan akan mengalami kekasaran permukaan

dimana untuk besarnya dinyatakan dalam huruf N, dari N 1 yang paling halus sampai N 12

yang paling kasar. dari hal ini dapat ditentukan nilai kekasaran permukaan seperti pada

tabel 2.1.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 etal (2009) Anggi (2014)repository.ub.ac.id/3296/3/15. BAB II.pdf · 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya Chigbogu, etal (2009)meneliti

9

Tabel 2.1 Angka Kekasaran (ISO roughness number) dan Panjang Sampel Standar

Kelas

Kekasaran

Harga C.L.A

(μm)

Harga Ra

(μm)

Toleransi

N +50%

-25%

Panjang

Sampel

(mm)

N1 1 0.025 0.02-0.04 0.08

N2 2 0.05 0.04-0.08

N3 4 0.0 0.08-0.15 0.025

N4 8 0.2 0.15-0.3

N5 16 0.4 0.3-0.6

N6 32 0.8 0.6-1.2

N7 63 1.6 1.2-2.4

N8 125 3.2 2.4-4.8 0.8

N9 250 6.3 4.8-9.6

N10 500 12.5 9.6-18.75 2.5

N11 1000 25.0 18.75-37.5

N12 2000 50.0 37.5-75.0

8

Sumber: Sudji Munadi(1980:230)

Jenis proses permesinan juga mempengaruhi nilai kekasaran permukaan, oleh sebab itu

terdapat penggolongan nilai kekasaran menurut proses pengerjaannya seperti pada tabel

2.2

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 etal (2009) Anggi (2014)repository.ub.ac.id/3296/3/15. BAB II.pdf · 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya Chigbogu, etal (2009)meneliti

10

Tabel 2.2 Tingkat Kekerasan Rata-Rata Permukaan Menurut Proses Pengerjaanya

Proses Pengerjaan Selang (N) Harga Ra

Flat and cylindrical

lapping, superfinishing

diamond turning

N1-N4

N1-N6

0.025-0.2

0.025-0.8

Flat cylindrical grinding

finishing

N1-N8

N4-N8

0.025-3.2

0.1-3.2

Face and cylindrical

turning, milling and

reaming

Drilling

N5-N12

N7-N10

0.4-50.0

1.6-12.5

Shapping, planning,

horizontal milling

Sandcasting and forging

N8-N12

N10-N11

0.8-50.0

12.5-25.0

Extruding, cold rolling,

drawing

Die casting

N6-N8

N6-N7

0.8-3.2

0.8-1.6

Sumber: Sudji Munadi(1980:230)

Faktor yang mempengaruhi kekasaran permukaan ketika proses permesinan, yaitu:

1. Jenis, bentuk, material, dan ketajaman alat potong.

2. Kondisi pemotongan dari mesin perkakas yang digunakan.

3. Tingkat kekerasan dari material benda kerja.

4. Terjadinya getaran saat proses pemotongan berlangsung

5. Laju pemakanan (feeding) dan radius ujung pahat (nose radius tool)

Hubungan antara kekasaran permukaan dan feeding terdapat pada

persamaan(Boothrod, 1981:140) berikut :

(

)

........................................................................................... (2-1)

Dengan :

Ra : Kekasaran permukaan rata-rata (µm)

F : federate (mm/min)

n : putaran spindle (rpm)

D : diameter pahat (mm)

2.6 Kondisi Permesinan

Feed

Hubungan antara feed dan putaran spindel terdapat pada persamaan (Groover,

2013:998) berikut:

.................................................................................................................. (2-2)

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 etal (2009) Anggi (2014)repository.ub.ac.id/3296/3/15. BAB II.pdf · 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya Chigbogu, etal (2009)meneliti

11

Dengan:

f : feed (mm/rev)

F : federate (mm/min)

n : putaran spindle (rpm)

Undeformed Chip Thickness

Hubungan antara putaran spindel dan undeformed chip thickness terdapat pada

persamaan berikut (Boothrod, 1981:36):

............................................................................................................... (2-3)

Dengan:

: Undeformed Chip Thickness (mm)

N : jumlah gigi pahat

n : putaran spindle (rpm)

Gaya Potong

Hubungan antara gaya potong dan undeformed chip thickness terdapat pada

persamaan berikut (Boothrod, 1981:77):

......................................................................... (2-4)

Dengan:

: gaya potong

: Undeformed Chip Thickness

Amplitudo Getaran (chatter)

Hubungan antara amplitude getaran dan undeformed chip thickness terdapat pada

persamaan berikut (Boothrod, 1981:198):

..................................................................................... (2-5)

Dengan:

: Undeformed Chip Thickness

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 etal (2009) Anggi (2014)repository.ub.ac.id/3296/3/15. BAB II.pdf · 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya Chigbogu, etal (2009)meneliti

12

: gaya potong

Material Removal Rate (MRR)

MRR adalah jumlah pembuangan volume material setiap menitnya, hubungan

MRR dan feedrate terdapat pada persamaan (Black, 2008:529) berikut:

.................................................................................................. (2-6)

Dengan:

MRR : material removal rate

w : lebar pemakanan (mm)

F : federate (mm/min)

d : depth of cut (mm)

2.7 Pre Existing Slot

Pre-existing slot adalah pemberian slot terlebih dahulu pada benda kerja kemudian

dilakukan pemakanan utuh.

Gambar 2.5 (a) Proses pemakanan penuh, (b) Proses pemakanan dengan penambahan

pre-existing slot.

Sumber : Chibogu (2015)

Dengan diberikan pre-existing slot dimaksudkan untuk mengurangi jumlah material

benda kerja yang melakukan kontak dengan pahat tiap putaran spindel sehingga

mengurangi nilai RMR-nya sehingga akan memperbaiki kualitas produk proses permesinan.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 etal (2009) Anggi (2014)repository.ub.ac.id/3296/3/15. BAB II.pdf · 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya Chigbogu, etal (2009)meneliti

13

2.8 Chatter Operasi Permesinan

Chatter adalah masalah ketidakstabilan dalam proses pemesinan, ditandai oleh

getaran berlebihan yang tidak diinginkan antara alat dan benda kerja, suara nyaring, dan

akibatnya kondisi permukaan permukaan yang buruk. Chatter terjadi terutama karena

salah satu mode sturktural dari alat mesin dan benda kerja awalnya terpicu dengan gaya

pemotongan. Ini juga memiliki efek yang buruk pada mesin, umur pahat, dan

keamanan operasi permesinan.

Chatter yang tidak terkontrol akan menyebabkan hal berikut(Kalpakjian &

Schmid, 2009:707):

a. Hasil permukaan yang kurang baik

b. Timbul suara bising pada mesin

c. Akurasi dari dimensi benda kerja yang tidak sesuai

d. Umur cutting tool yang pendek

e. Komponenmesin akan rusak

Chatter biasanya terjadi karena adanya gangguan pada daerah pemotongan yang

mungkin disebabkan oleh:

a. Kondisi permukaan benda kerja

b. Bentuk chip yang dihasilkan

c. Gesekan pada alat potong yang dipengaruhi oleh cutting fluid

d. Struktur benda kerja yang tidak homogen

Cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi vibration dan chatter :

1. Menambah kekakuan pada work holding.

2. Menambah kekakuan pada pahat.

3. Memodifikasi geometri pahat untuk mengurangi gaya.

4. Mengubah parameter pemotongan.

5. Memperkecil tool overhang.

6. Menambah daya redam mesin.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 etal (2009) Anggi (2014)repository.ub.ac.id/3296/3/15. BAB II.pdf · 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya Chigbogu, etal (2009)meneliti

14

2.9 Material Aluminium 6061

Aluminium ditemukan oleh Friedrich Wohler tahun 1827, aluminium yang terdapat di

alam berbentuk senyawa kimia yang disebut bauksit yaitu bijih aliminium yang

mempunyai komposisi aluminium oksida, besi oksida, dan asam silikat.

Aluminium 6061 adalah aluminium Alloy yang melalui proses precititation-

hardening, komposisi campuran utama aluminum 6061 adalah magnesium dan silikon.

Pada awal dikembangkannya pada tahun 1935, campuran ini biasa disebut “Alloy

61S”.aluminium 6061 ini memiliki sifat mekanik yang baik, weldability yang baik, biasa

digunakan untuk pengujian tekan, dan salah satu aluminium campuran yang paling sering

digunakan.

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Aluminium 6061

Paduan Al Mg Si Fe Mn Zn Cu Cr Ti

Kandungan

Lain

(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)

6061 95,8-

98,6

0,8-

1,2

0,4-

0,8

Max

0,7

Max

0,15

Max

0,25

0,15-

0,4

0,04-

0,35

Max

0,15 Max 0,16

Sumber: ASM Aerospace Specification Metals Inc. (2015)

Densitas : 2,70g/cm3

Gambar 2.6 Aluminium 6061

American Standard Testing Materials (ASTM) menggolongkan aluminium untuk

memudahkan identifikasi, yang menggunakan empat digit.

Digit pertama menjelaskan unsur campuran utama, untuk angka 6 menjelaskan bahwa

unsur campuran utama adalah magnesium dan silicon

Digit kedua menjelaskan jumlah olahan aluminium paduan yang kesekian kali, untuk

angka 0 menjelaskan bahwa aluminium masi belum diolah

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 etal (2009) Anggi (2014)repository.ub.ac.id/3296/3/15. BAB II.pdf · 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya Chigbogu, etal (2009)meneliti

15

Digit ketiga dan keempat menjelaskan jumlah kadungan aluminium, untuk angka 61

menjelaskan bahwa jumlah kandungan aluminium sebesar 61%.

2.10 Hubungan Putaran Spindel Terhadap Chatter dan Kekasaran

Feed mempunyai hubungan terbalik dengan putaran spindel seperti pada rumus (2-2)

yaitu

Undeformed chip thickness mempunyai hubungan berbanding terbalik dengan putaran

spindel seperti pada rumus (2-3) yaitu

Gaya pemotongan mempunyai hubungan berbanding lurus dengan undeformed chip

thickness seperti pada rumus (2-4) yaitu

Amplitudo getaran (chatter) mempunyai hubungan berbanding lurus dengan gaya

pemotongan seperti pada rumus (2-5) yaitu

Kekasaran permukaan mempunyai hubungan berbanding terbalik kuadrat dengan

putaran spindel seperti pada rumus (2-1) yaitu

Putaran spindel mempunyai hubungan terbalik dengan amplitudo getaran (chatter),

hubungan putaran spindel dengan amplitudo getaran didapatkan dengan mensubtitusikan

persamaan (2-3) ke dalam persamaan (2-4), kemudian mensubtitusikan persamaan (2-4) ke

dalam persamaan (2-5) sehingga menjadi

..................................................... (2-7)

2.11 Hubungan Putaran Spindel Pre Existing Slot dengan Chatter dan Kekasaran

Permukaan

Pre existing slot merupakan pemberian slot awal sebelum pemakanan sebenarnya,

dengan pre existing slot akan mengurangi volume benda kerja.

MRR merupakan jumlah volume material yang dibuang setiap menitnya, volume

tersebut dijabarkan pada persamaan (2-6), dijelaskan bahwa feedrate mempunyai

hubungan berbanding lurus dengan MRR yaitu . MRR mempunyai

hubungan berbanding terbalik dengan putaran spindel dan berbanding lurus dengan

amplitudo getaran (chatter) didapatkan dengan mensubtitusikan persamaan (2-6) ke dalam

persamaan (2-7) sehingga menjadi (

).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 etal (2009) Anggi (2014)repository.ub.ac.id/3296/3/15. BAB II.pdf · 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya Chigbogu, etal (2009)meneliti

16

MRR mempunyai hubungan berbanding lurus kuadratik dengan kekasaran

permukaan didapatkan dengan mensubtitusikan persamaan (2-6) pada persamaan (2-1),

sehingga menjadi

. Dengan pre existing slot maka jumlah

volume yang dibuang setiap menitnya akan berkurang.

2.12 Hipotesa

Berdasarkan kajian di atas, hipotesa yang dikemukakan adalah semakin besar putaran

spindel maka hasil pemakanan dengan pre existing slot akan mengalami penurunan

chatter dan kekasaran permukaan.