bab ii tinjauan pustaka 2.1 epilepsi 2.1.1 definisi · 2018. 11. 1. · 8 bab ii tinjauan pustaka...

27
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi) ≥ 2 dengan interval > 24 jam antara kejang pertama dan berikutnya. Manifestasi klinis epilepsi dapat berupa gangguan kesadaran, motorik, sensoris, autonom atau psikis (Shorvon, 2007; Swaiman dan Ashwal, 2012). Kejang atau bangkitan epileptik adalah manifestasi klinis disebabkan oleh lepasnya muatan listrik secara sinkron dan berlebihan dari sekelompok neuron di otak yang bersifat transien. Aktivitas berlebihan tersebut dapat menyebabkan disorganisasi paroksismal pada satu atau beberapa fungsi otak yang dapat bermanifestasi eksitasi positif, negatif atau gabungan keduanya. Manifestasi bangkitan ditentukan oleh lokasi dimana bangkitan dimulai, kecepatan dan luasnya penyebaran. Bangkitan epileptik umumnya muncul secara tiba-tiba dan menyebar dengan cepat dalam waktu beberapa detik atau menit dan sebagian besar berlangsung singkat (Panayiotopoulos, 2005) 2.1.2 Klasifikasi Pada tahun 1981 International Laegue Against Epilepsi (ILAE) membagi kejang menjadi kejang umum dan kejang fokal/ parsial. Berdasarkan tipe bangkitan ( diobservasi secara klinis maupun hasil pemeriksaan elektrofisiologi), apakah aktivitas kejang dimulai dari 1 bagian otak, melibatkan banyak area atau melibatkan kedua

Upload: others

Post on 16-Aug-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 EPILEPSI

2.1.1 Definisi

Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi) ≥ 2 dengan interval > 24

jam antara kejang pertama dan berikutnya. Manifestasi klinis epilepsi dapat berupa

gangguan kesadaran, motorik, sensoris, autonom atau psikis (Shorvon, 2007;

Swaiman dan Ashwal, 2012).

Kejang atau bangkitan epileptik adalah manifestasi klinis disebabkan oleh

lepasnya muatan listrik secara sinkron dan berlebihan dari sekelompok neuron di otak

yang bersifat transien. Aktivitas berlebihan tersebut dapat menyebabkan disorganisasi

paroksismal pada satu atau beberapa fungsi otak yang dapat bermanifestasi eksitasi

positif, negatif atau gabungan keduanya. Manifestasi bangkitan ditentukan oleh lokasi

dimana bangkitan dimulai, kecepatan dan luasnya penyebaran. Bangkitan epileptik

umumnya muncul secara tiba-tiba dan menyebar dengan cepat dalam waktu beberapa

detik atau menit dan sebagian besar berlangsung singkat (Panayiotopoulos, 2005)

2.1.2 Klasifikasi

Pada tahun 1981 International Laegue Against Epilepsi (ILAE) membagi kejang

menjadi kejang umum dan kejang fokal/ parsial. Berdasarkan tipe bangkitan (

diobservasi secara klinis maupun hasil pemeriksaan elektrofisiologi), apakah aktivitas

kejang dimulai dari 1 bagian otak, melibatkan banyak area atau melibatkan kedua

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

9

hemisfer otak. ILAE membagi kejang menjadi kejang umum dan kejang pasial

dengan definisi sebagai berikut, Kejang umum adalah gejala awal kejang dan/ atau

gambaran EEG menunjukkan keterlibatan kedua hemisfer; Kejang parsial (fokal)

adalah gejala awal kejang dan/atau gambaran EEG menunjukkan aktivitas pada

neuron terbatas pada satu hemisfer saja. Klasifikasi epilepsi terus berkembang sejak

tahun 1960 ILAE telah mengeluarkan beberapa kali klasifikasi epilepsi. Klasifikasi

epilepsi yang saat ini dianut adalah klasifikasi epilepsi berdasarkan ILAE 2017.

Klasifikasi ini terdiri dari 3 tingkatan (tabel 2.1) dimana tingkatan ini dirancang untuk

melayani pengelompokan epilepsi dilingkungan klinis yang berbeda. Klasifikasi ini

memungkinan penentuan etiologi penyebab epilepsi sudah mulai dipikirkan pada saat

pertama kali kejang epilepsi didiagnosis.

Tabel 2.1 Klasifikasi epilepsi berdasarkan ILAE 2017

I. Klasifikasi tipe kejang (dipergunakan bila tidak terdapat EEG, Imaging, video)

A. Onset Fokal

B. Onset General

C. Unknown Onset

II. Berdasarkan tipe epilepsi (dipergunakan pada fasilitas dengan akses pemeriksaan

penunjang diagnostik epilepsi)

A. Onset Fokal

B. Onset General

C. Combine focal and general onset

D. Unknown Onset

III. Berdasarkan sindrom epilepsi

(ditegakkan saat ditemukan secara bersamaan jenis kejang dengan gambaran EEG

atau imaging tertentu, bahkan sering diikuti dengan gambaran usia, variasi diurnal,

trigger tertentu, dan terkadang prognosis)

Sumber : Scheffer, dkk. Classification of the epilepsies, 2017

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

10

International League Against Epilepsi 2017 membagi etiologi epilepsi menjadi

struktural, genetik, infeksi, metabolik, imun, tidak diketahui.

Klasifikasi epilepsi terbaru lebih aplikatif namun tidak jauh berbeda dengan

klasifikasi epilepsi berdasarkan ILAE 1981 berdasarkan etiologi sebagai berikut

(Cockerell dan Shorvon, 1996):

- Epilepsi atau sindrom epilepsi idiopatik yaitu epilepsi tanpa adanya kelainan

struktur otak dan tidak ditemukan defisit neurologi. Faktor genetik diduga

berperan, dan pada umumnya khas mengenai usia tertentu.

- Epilepsi atau sindrom epilepsi simtomatik yaitu epilepsi yang disebabkan satu

atau lebih kelainan anatomi dan ditemukan defisit neurologi.

- Epilepsi atau sindrom epilepsi kriptogenik yaitu epilepsi atau sindrom epilepsi

yang diasumsikan simtomatik tetapi etiologi masih belum diketahui. Dengan

kemajuan ilmu pengetahuan (pemeriksaan pencitraan, genetik, metabolik)

klasifikasi kriptogenik banyak yang digolongkan sebagai epilepsi simtomatik.

Manifestasi klinis epilepsi disebabkan oleh lesi di korteks serebri yang mendasarinya.

Lesi di otak pada umumnya telah ada beberapa bulan – tahun sebelum gejala epilepsi

pertama muncul seperti hipoksia perinatal/asfiksia atau perdarahan intraserebral.

Namun demikian pada umumnya etiologi epilepsi tidak jelas diketahui. Klasifikasi

berdasarkan ILAE 2010 mengganti terminologi dari idiopatik, simtomatik atau

kriptogenik menjadi genetik, struktural/metabolik, dan tidak diketahui

(Mangunatmaja, dkk., 2016).

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

11

2.1.3 Etiologi

Genetic epilepsi syndrome adalah epilepsi yang diketahui/ diduga disebabkan oleh

kelainan genetik dengan kejang sebagai manifestasi utama. Structural/metabolic

syndrome adalah adalah kelainan struktural/ metabolik yang menyebabkan seseorang

berisiko mengalami epilepsi, contohnya epilepsi setelah mengalami stroke, trauma,

infeksi SSP, atau adanya kelainan genetik seperti tuberosklerosis dengan kelainan

struktur otak (tuber). Epilepsi digolongkan sebagai unknown cause apabila

penyebabnya belum diketahui (Mangunatmaja, dkk., 2016).

Kelainan genetik yang menyebabkan epilepsi antara lain (Mangunatmaja, dkk.,

2016),

- Kelainan kromosom: sindrom fragile X, sindrom Rett.

- Trisomi parsial 13q22-qter berhubungan dengan epilepsi umum awitan lambat dan

leukoensefalopati

Kelainan struktural/metabolik yang dapat menyebabkan epilepsi antara lain,

- Kelainan neurokutan: tuberosklerosis, neufibromatosis, hipomelanosis Ito,

sindrom Sturge-Weber

- Palsi serebral (PS): epilepsi didaapatkan pada 50% PS spastik kuadriplegia atau

hemiplegia dan 26% PS spastik diplegia atau diskinetik

- Sklerosis hipokampus, gliosis, dan hilangnya neuron sehingga mengubah

rangkaian sirkuit menjadi epileptogenesis, termasuk mesial temporal sclerosis

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

12

- Malformasi serebral atau kortikal, hemimegaelensefali, focal cortical dysplasia

(FCD), heteropia nodular periventrikular, agiria, pakigiria, skizensefali,

polimikrogiria.

- Tumor otak dan lesi lain; astrositoma, gangliositoma,ganglioglioma, angioma

kavernosum.

- Trauma kepala

- Infeksi; ensefalitis herpes simplek, meningitis bakterial, malaria serebral,

sistiserkosis

- Kelainan metabolik bawaan.

2.1.4 Epidemiologi

Berdasarkan penelitian dari World Health Organization (WHO), ditemukan

sekitar 50 juta orang di seluruh dunia menderita epilepsi. Sekitar 85% dari total

penderita epilepsi di seluruh dunia ditemukan di negara berkembang. Insiden epilepsi

pada anak dilaporkan dari berbagai negara dengan variasi yang luas (Harsono, dkk.,

2006). Secara keseluruhan insiden epilepsi pada anak – anak (sejak lahir sampai usia

16 tahun) di negara perkembang mendekati 40 kasus per 100.000 anak per tahun

(Camfield dan camfield, 2012). Insiden pada tahun pertama kehidupan 120 per

100.000, antara 1 sampai 10 tahun insidennya meningkat menjadi 40 – 50 kasus per

100.000 anak, lalu menurun menjelang usia remaja yaitu sekitar 20 per 100.000

(Camfield dan camfield, 2012). Di Indonesia, prevalensi penderita epilepsi di

Indonesia berkisar antara 0,5 – 4 % dengan rata - rata prevalensi epilepsi 8,2 per

1.000 penduduk. Bila jumlah penduduk di Indonesia berkisar 220 juta, maka

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

13

diperkirakan jumlah penderita epilepsi per tahunnya adalah 250.000. Angka tersebut

terbilang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Thailand dan Singapura sebagai

sesama negara Asia Tenggara (PERDOSSI, 2011). Rata- rata kasus epilepsi baru pada

anak di Bali didapatkan 69 kasus pertahun, 157 (56,9%) laki-laki dan 119 (43,1%)

perempuan. Insidens terbanyak ditemukan pada kelompok umur 1-5 tahun yakni 116

(42,0%), sedangkan onset epilepsi terbanyak pada kelompok umur < 1 tahun 127

(46,0%) (Suwarba, 2011).

Sekitar 60 – 70% anak epilepsi yang telah mengalami bebas kejang selama 1 –

2 tahun pengobatan dapat berhasil menghentikan pengobatan. (Berg, dkk., 1990).

Tingkat keberhasilan pengobatan tidak akan meningkat meskipun pengobatan tetap

dilanjutkan sampai 5 tahun bebas kejang. Obat anti epilepsi dapat mengontrol kejang

pada 70% - 80% anak anak dengan epilepsi (Passot, 1999). Saat ini obat antiepilepsi

tidak efektif lagi dalam mengatasi kejang pada 30% pasien epilepsi, kebanyakan

hanya berlangsung singkat dan memiliki variasi derajat efektivitas pengobatan per

individu yang tinggi (Tatum, 2013).

Sebuah penelitian faktor prognostik yang dilakukan di Yogyakarta

mendapatkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara monoterapi yang berhasil

dan monoterapi yang gagal dalam memprediksi kemungkinan epilepsi

refrater/intraktabel (Triono dan Herini, 2014). Hubungan kegagalan monoterapi

dengan kejadian epilepsi intraktabel 20 (33,3%), sedangkan kegagalan monoterapi

epilepsi tidak intraktabel 40 (66,7%), tetapi 60 (100%) berhasil monoterapi (OR 1,5

IK95%: 1,254–1,794 p<0,001) (Triono dan Herini, 2014). Kelompok epilepsi

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

14

intraktabel termasuk epilepsi dengan prognosis buruk terdapat pada 10%-20% kasus

epilepsi, kejang sulit diatasi meskipun telah mendapat terapi OAE generasi baru

(Sander, 2003).

2.1.5 Patofisiologi Kejang

2.1.5.1 Gangguan pada membran sel neuron

Potensial membran sel neuron bergantung pada permeabilitas sel tersebut

terhadap ion natrium dan kalium. Membran neuron permeabel sekali terhadap ion

kalium dan kurang permeabel terhadap ion natrium, sehingga didapatkan konsentrasi

ion kalium yang tinggi dan konsentrasi ion natrium yang rendah di dalam sel dalam

keadaan normal. Potensial membran ini dapat diganggu dan berubah oleh berbagai

hal, misalnya perubahan konsentrasi ion ekstraselular. stimulasi mekanis atau

kimiawi, perubahan pada membran oleh penyakit atau jejas, atau pengaruh kelainan

genetik. Bila keseimbangan terganggu, sifat semi permeabel berubah, membiarkan

ion natrium dan kalium berdifusi melalui membran dan mengakibatkan perubahan

kadar ion dan perubahan potensial yang menyertainya. Potensial aksi terbentuk di

permukaan sel, dan menjadi stimulus yang efektif pada bagian membran sel lainnya

dan menyebar sepanjang akson. Konsep bahwa permeabilitas ion meningkat pada

bangkitan epilepsi saat ini banyak dianut. Tampaknya semua konvulsi, apapun

pencetus atau penyebabnya, disertai berkurangnya ion kalium dan meningkatnya

konsentrasi ion natrium di dalam sel (Lumbantobing, 1999).

2.1.5.2 Gangguan pada mekanisme inhibisi prasinaps dan pasca-sinaps

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

15

Sel neuron saling berhubungan sesamanya melalui sinaps-sinaps. Potensial

aksi yang terjadi di satu neuron dihantar melalui neurakson yang kemudian

mernbebaskan zat transmiter pada sinaps, yang mengeksitasi atau menginhibisi

membran pascasinaps. Transmiter eksitasi (asetilkolin, asam glutamat)

mengakibatkan depolarisasi; zat transmiter inhibisi (GABA atau Gama aminobutyric

acid, glisin) menyebabkan hiperpolarisasi neuron penerimanya. Jadi satu impuls

dapat mengakibatkan stimulasi atau inhibisi pada transmisi sinaps. Tiap neuron

berhubungan dengan sejumlah besar neuron-neuron lainnya melalui sinaps eksitasi

atau inhibisi, sehingga otak merupakan struktur yang terdiri dari sel neuron yang

saling berhubungan dan saling mempengruhi aktivitasnya. Pada keadaan normal

didapatkan keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi. Gangguan terhadap

keseimbangan ini dapat mengakibatkan terjadinya bangkitan kejang. Efek inhibisi

ialah meningkatkan tingkat polarisasi membran sel. Kegagalan mekanisme inhibisi

mengakibatkan terjadinya lepas muatan listrik yang berlebihan (Lumbantobing,1999).

Zat GABA merupakan neurotransmiter inhibitor mayor dan reseptornya adalah

GABAA dan GABAB. GABAA adalah ligant gated channel ion Cl- yang

menyebabkan masuknya ion dan GABAB berpasangan dengan secondary messengers

menyebabkan keluarnya ion K+. Kedua reseptor akan menimbulkan inhibisi potensial

aksi pada neuron post sinaps (Treiman, 2001).

Gangguan sintesis GABA mengakibatkan perubahan keseimbangan eksitasi-inhibisi,

dan eksitasi lebih unggul dan dapat menimbulkan bangkitan epilepsi. Fosfat

piridoksal penting untuk sintesis GABA, defisiensi piridoksin metabolik atau nutrisi

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

16

dapat mengakibatkan konvulsi pada bayi. Antikonvulsan valproat bekerja melalui

pencegahan pemecahan GABA. Dapat dikemukakan bahwa pada bayi dan anak,

bukan saja maturasi anatomik dari sistem saraf mempunyai peranan, tetapi juga

variasi antara keseimbangan sistem inhibisi dan eksitasi di otak memainkan peranan

penting dalam menentukan ambang kejang, dengan demikian mempengaruhi

perubahan tinggi rendahnya ambang kejang. Demikian pula, jaringan saraf dapat

menjadi hipereksitabel oleh perubahan homeostasis tubuh. Perubahan tersebut dapat

diakibatkan oleh demam, hipoksia, hipokalsemia, hipoglikemia, hidrasi-lebih dan

perubahan keseimbangan asam-basa. Faktor eksternal dapat pula meningkatkan

hipereksitabilitas, misalnya obat konvulsan, penghentian mendadak obat

antikonvulsan terutama barbiturat, dosis lebih berbagai macam obat dan berbagai

toksin. Dengan menggunakan elektrode mikro dapat diselidiki perangai kelistrikan

satu neuron. Telah diidentifikasi lepas muatan yang berasal dari badan sel, dendrit

dan akson. Dapat ditunjukkan bahwa aktivitas letupan listrik abnormal yang

berfrekuensi tinggi didapatkan pada sel neuron di fokus epileptik. Diduga bahwa

aktivitas autonom ini disebabkan oleh depolarisasi dendrit, karena adanya perbedaan

potensial antara badan sel dan dendrit. Perubahan patologis di dendrit ini dapat

diakibatkan oleh tekanan mekanis, misalnya oleh jaringan parut. Neuron epileptik

secara histologis mempunyai sedikit ujung sinaps, dengan demikian rangsang eferen

yang diterimanya berkurang. Berkurangnya rangsang eferen ini dapat mengakibatkan

sel neuron menjadi hipersensitif, misalnya terhadap zat kimiawi di sekelilingnya;

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

17

dengan demikian dapat terjadi lepas muatan listrik yang berlebihan secara spontan

(Lumbantobing, 1999; Treiman 2001)

1.1.5.3 Sel glia

Sel glia diduga berfungsi untuk mengatur ion Kalium ekstraselular di sekitar neuron

dan terminal presinaps. Pada gliosis atau keadaan cedera, fungsi glia yang mengatur

konsentrasi ion kalium ekstraselular dapat terganggu dan mengakibatkan

meningkatnya eksitabilitas sel neuron disekitarnya. Rasio yang tinggi antara kadar

ion kalium ekstraselular dibanding intraselular dapat mendepolarisasi membran

neuron. Telah didapat banyak bukti bahwa astroglia berfungsi membuang ion kalium

yang berlebihan sewaktu aktifnya sel neuron. Didapatkan bahwa sewaktu kejang

kadar ion kalium meningkat sebanyak 5 kali atau lebih di cairan interstisial yang

mengitari sel neuron. Waktu ion kalium diserap oleh astroglia cairanpun ikut terserap

dan sel astroglia menjadi membengkak (edema); hal ini menupakan jawaban yang

khas bagi astroglia terhadap meningkatnya ion kalium ekskaselular, baik yang

disebabkan oleh hiperaktivitas neuronal, maupun akibat iskemia serebral

(Lumbantobing, 1999).

2.1.6 Tatalaksana

Prinsip Pengobatan Epilepsi (Lazuardi, 1999)

1. Langkah pertama dalam pengobatan adalah diagnosis pasti, karena banyak keadaan

yang memperlihatkan gejala mirip epilepsi. Pengobatan umumnya baru diberikan

setelah serangan kedua. Hal ini penting karena pengobatan epilepsi adalah

pengobatan jangka panjang.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

18

2. Setelah diagnosis ditegakkan, tindakan berikutnya adalah menentukan jenis

serangan. Setiap OAE mempunyai kekhususamya sendiri dan akan berfaedah

secara sperifik pada jenis serangan tertentu

3. Pengobatan harus dimulai dengan satu OAE dengan dosis kecil, kemudian dosis

dinaikkan bertahap sampai serangan teratasi. Tujuan pengobatan adalah untuk

mengatasi kejang dengan dosis optimal terendah yang terpenting bukanlah

mencapai kadar terapeutik, tetapi kadar OAE bebas yang dapat menembus sawar

darah otak dan mencapai reseptor susunan saraf pusat. Kadar OAE bebas ini

dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya penggunaan bersama obat lain, bahan

kimia (bilirubin, asam lemak bebas) dan distribusinya yang tergantung pada

kelarutamya dalam lemak dan ikatamya dengan jaringan tubuh. Absorpsi dapat

dipengaruhi saat makan obat misalnya sebelum atau sesudah makan, jenis

makanan dan obat misalnya antasid. Dosis anak pada umumnya 50-100% lebih

besar dibandingkan dosis dewasa karena nilai klirens yang tinggi. Pada umumnya

didapati depresi susunan saraf pusat dan gangguan traktus digestivus yang bersifat

sementara.

4. Kegagalan OAE sering disebabkan karena noncompliance atau tidak minum obat

menurut aturan. Bila OAE pertama tidak bermanfaat, dapat diganti dengan OAE

kedua. Dosis OAE kedua dinaikkan bertahap, sedangkan dosis OAE pertama

diturunkan bertahap. Penurunan secara bertahap ini bertujuan untuk mencegah

timbulnya status epileptikus (terutama fenobarbital). Bila OAE pertama perlu

dihentikan dengan cepat karena timbul efek samping yang berat, harus diberikan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

19

diazepam. Politerapi sedapatnya dihindarkan karena efek samping yang banyak

(terutama di bidang intelektual)

2.2 VITAMIN B6

Vitamin B6 ditemukan pertama kali oleh Paul Gyorgy di tahun 1934 (Ahmad,

dkk., 2013). Rumus kimia vitamin B6 adalah 3-hydroxy-4,5-hydroxymethyl-2-

metylpyridine dan pertama kali disintesa oleh Haris dan Folker tahun 1939 (Ahmad,

dkk., 2013). Vitamin B6 adalah vitamin yang larut dalam air yang secara alami

tersedia dalam banyak makanan, dan tersedia juga sebagai suplemen makanan.

Vitamin B 6 adalah bagian dari vitamin B kompleks , dan bentuk aktif dari vitmin B6

adalah Pyridoxal 5- fosfat (PLP) berfungsi sebagai kofaktor dalam banyak reaksi

enzim asam amino, glukosa, dan lipid metabolisme.

Beberapa bentuk ( vitamer ) vitamin B 6 dikenal:

Pyridoxine (PN), bentuk yang paling umum diberikan sebagai vitamin B 6

suplemen

Pyridoxine 5′-phosphate (PNP)

Piridoksal (PL)

Piridoksal 5 - phosphate (PLP), bentuk aktif secara metabolik (dijual sebagai

‘P-5-P’ suplemen vitamin)

Pyridoxamine (PM)

Pyridoxamine 5′- phosphate (PMP)

Asam 4-Pyridoxic (PA), yang katabolit dan diekskresikan dalam urin

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

20

Pyritinol, turunan semi sintetik dari pyroxidine, dengan dua gugus pyridoxine

terikat oleh jembatan disulfida.

Vitamin B6 juga berperan dalam perkembangan kognitif melalui biosintesa

neurotransmiter dan mempertahankan kadar normal homosistein dan asam amino

dalam darah (Mackey, dkk., 2005). Vitamin B6 terlibat dalam glukoneogenesis dan

glikogenolisis, fungsi kekebalan tubuh (misalnya, mempromosikan limfosit dan

produksi interleukin-2), dan pembentukan hemoglobin (Mackey, dkk., 2005).

Konsentrasi vitamin B6 dapat diukur secara langsung dengan menilai konsentrasi

PLP, vitamer lainnya atau total vitamin B6 dalam plasma, eritrosit, atau urin.

(Institute of Medicine, 1998). Konsentrasi vitamin B6 juga dapat diukur secara tidak

langsung dengan menilai baik saturasi aminotransferase eritrosit oleh PLP atau

metabolit tryptophan. PLP dalam plasma adalah ukuran yang paling umum dari status

vitamin B6. Konsentrasi PLP lebih dari 30 nmol / L merupakan indikator status

vitamin B6 yang memadai pada orang dewasa. (Mackey, dkk., 2005)

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

21

Gambar 2.1 Vitamer vitamin B6

Sumber : Mackey, dkk., 2005

Dewan Pangan dan Gizi (FNB) di Institute of Medicine dari Akademi Nasional

(sebelumnya National Academy of Sciences) digunakan tingkat PLP plasma lebih dari

20 nmol / L sebagai indikator utama dari kecukupan untuk menghitung nilai

rekomendasi diet yang diijinkan (RDA/ Recommended dietary allowed ) untuk orang

dewasa. (Institute of Medicine,1998; Mackey, dkk., 2005).

Vitamin B 6 didistribusikan secara luas dalam makanan baik dalam bentuk

bebas dan terikat. Kehilangan vitamin B6 dari proses memasak, penyimpanan, dan

pengolahan bervariasi dan dalam beberapa makanan mungkin lebih dari 50%,

tergantung pada bentuk vitamin yang terdapat dalam makanan. Makanan nabati

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

22

kehilangan lebih sedikit vitamin B6 selama pemrosesan, karena sebagian besar

mengandung piridoksin. Piridoksin merupakan bentuk yang jauh lebih stabil daripada

piridoksal atau pyridoxamine yang ditemukan dalam makanan hewani. Misalnya,

susu bisa kehilangan 30 sampai 70% dari yang kandungan vitamin B6 ketika

dikeringkan. Vitamin B 6 ditemukan di kuman dan aleuron lapisan biji-bijian, dan

proses penggilingan mengurangi kadar vitamin B6 pada biji - bijian tersebut.

Pembekuan dan pengalengan adalah metode pengolahan makanan lain yang

mengakibatkan hilangnya vitamin B6 dalam makanan (Mackey, dkk., 2005)

2.2.1 Metabolisme vitamin B6

Vitamin B6 diabsorbsi di dalam usus terutama dalam bentuk bebas (tanpa ikatan

phospat) yaitu piridoksamin (PM), piridoksal (PL), maupun piridoksin (PN).

Absorbsi terjadi secara difusi pasif dan maupun aktif terutama di ileum dan jejunum.

Bentuk bebas vitamin B6 ini sebagian besar akan diangkut ke hati, sebagian lagi

berikatan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah. Vitamin B6 difosforilasi di

dalam hati oleh piridoxal kinase menjadi bentuk aktif piridoksal 5’-phosphat,

merupakan bentuk stabil yang tidak mudah terhidrolisis. PLP akan dikeluarkan ke

dalam darah dan sebagian lagi disimpan sebagai simpanan vitamin di dalam hati. Di

dalam darah PLP berikatan kuat dengan albumin menuju target organ (Alfred, dkk.,

1987; Wang, dkk., 2007 ). PLP akan dihidrolisis kembali oleh alkaline phospatase,

dan piridoxal bebas diambil oleh sel - sel organ target lalu direphosporilasi kembali.

Piridoxal juga dioksidasi menjadi asam piridoxic oleh hepar dan ginjal

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

23

dehidrogenase, dan piridoxal dehidrogenase dan diekskresi melalui urine (Alfred,

dkk., 1987).

Vitamin B6 aktif (PLP) berfungsi sebagai kofaktor pada > 150 reaksi

metabolik (Ueland, dkk., 2016). Beberapa metabolisme yang melibatkan PLP adalah

metabolisme asam amino dan neurotransmiter, pemecahan glikogen, berikatan

dengan reseptor hormon steroid dan berperan dalam aksi regulasi hormon steroid,

serta pada fungsi sistem imun.

2.2.2 Rekomendasi Asupan

Rekomendasi asupan vitamin B6 dan nutrisi lainnya terdapat pada Referensi Intakes

diet (DRIs) yang dikembangkan oleh FNB (Institute of Medicine,1998). DRI adalah

istilah umum untuk satu set nilai acuan yang digunakan untuk perencanaan dan

menilai asupan gizi orang sehat. Nilai-nilai ini bervariasi menurut usia dan jenis

kelamin, termasuk:

• Recommended Dietary Allowance (RDA): Rata-rata tingkat harian asupan

cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi dari hampir semua (97% -98%) orang

yang sehat.

• Kecukupan Intake: dibuat bila bukti tidak cukup untuk data RDA dan

ditetapkan berupa asumsi untuk memastikan kecukupan gizi.

• Tingkat intake ditoleransi: asupan harian maksimum tidak menyebabkan efek

kesehatan yang merugikan.

Berikut dalam tabel 3 adalah daftar RDA saat ini untuk vitamin B6 (Institute of

Medicine, 1998). Untuk bayi dari lahir sampai 12 bulan, FNB menentukan angka

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

24

kecukupan asupan vitamin B6 yang memadai yang setara dengan asupan rata-rata

vitamin B6 bayi sehat, bayi yang disusui.

Tabel 2.2 Recommended Dietary Allowances (RDAs) untuk Vitamin B6

Usia Laki-laki Perempuan Hamil Menyusui

Lahir-6 bulan 0.1 mg* 0.1 mg*

7–12 bulan 0.3 mg* 0.3 mg*

1–3 tahun 0.5 mg 0.5 mg

4–8 tahun 0.6 mg 0.6 mg

9–13 tahun 1.0 mg 1.0 mg

14–18 tahun 1.3 mg 1.2 mg 1.9 mg 2.0 mg

19–50 tahun 1.3 mg 1.3 mg 1.9 mg 2.0 mg

51+ tahun 1.7 mg 1.5 mg

2.2.3 Sumber vitamin B6

2.2.3Makanan

Vitamin B6 ditemukan dalam berbagai macam makanan (Institute of Medicine, 1998;

Mackey, dkk., 2005; U.S. Department of Agriculture, 2011). Sumber terkaya vitamin

B6 termasuk ikan, hati sapi dan daging lainnya, kentang dan sayuran bertepung

lainnya, dan buah (selain jeruk). Orang dewasa di Amerika Serikat, mendapatkan

sebagian besar vitamin B6 dari diet sereal mereka, daging sapi, unggas, sayuran

bertepung, dan beberapa buah-buahan bukan jeruk ( Subar, dkk., 1998; Institute of

Medicine, 1998; Mackey, dkk., 2005). Sekitar 75% dari vitamin B6 dari diet

campuran adalah dapat diserap (Institute of Medicine, 1998). Tabel sumber makanan

berikut menunjukkan jumlah kandungan vitamin B6 pada masing – masing sumber

makanan.

Tabel 2.3 Pilihan makanan sumber vitamin B6

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

25

Jenis makanan milligram (mg)

per sajian

Persen per

nilai harian

Buncis, kaleng, 1 cangkir 1.1 55

Hati sapi goreng 3 ons 0.9 45

Tuna segar, dimasak 3 ons 0.9 45

Salmon,dimasak 3 ons 0.6 30

Dada ayam panggang 3 ons 0.5 25

Sarapan sereal yang difortifikasi 25%

DV vitamin B6

0.5

25

Kentang rebus 1 cangkir 0.4 20

Daging turki yang dimasak 3 ons 0.4 20

Pisang ukuran sedang 0.4 20

Spaghetti saus, siap saji 1 cangkir 0.4 20

Pati daging sapi, 85% lemak, dipanggang

3 ons

0.3

15

Wafel polos, panggang, 1 wafel 0.3 15

Bulgur,dimasak, 1 cangkir 0.2 10

Keju cottage, 1% rendah lemak, 1

cangkir

0.2 10

Squash, winter, baked, ½ cangkir 0.2 10

Beras, enriched,dimasak, 1 cangkir 0.1 5

Campuran kacang kacangan, kering-

panggang, i ons

0.1

5

Kismis tanpa biji, ½ cangkir 0.1 5

Bawang cincang, ½ cangkir 0.1 5

Bayam beku, cincang, rebus ½ cangkir 0.1 5

Tofu yang disiapkan dengan calcium

sulfat ½ cangkir

0.1

5

Semangka 1 cangkir 0.1 5

Food and Drug Administration (FDA) menentukan nilai harian vitamin B6 yang

harus dikonsumsi orang dewasa dan anak-anak usia 4 atau lebih tua adalah 2 mg.

Namun, FDA tidak mencantumkan kandungan vitamin B6 pada label makanan

kecuali makanan tersebut telah diperkaya dengan nutrisi ini. Makanan menyediakan

20% atau lebih dari nilai harian dianggap sebagai sumber tinggi nutrisi.

2.2.3.2 Suplemen

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

26

Suplemen diet Vitamin B6 tersedia dalam multivitamin, baik bersama suplemen yang

mengandung vitamin B kompleks lainnya, atau sebagai suplemen yang berdiri

sendiri. Yang paling umum vitamer vitamin B6 dalam suplemen adalah piridoksin

(dalam bentuk piridoksin hidroklorid), meskipun beberapa suplemen mengandung

PLP. Suplemen vitamin B6 tersedia dalam kapsul atau tablet (termasuk sublingual

dan tablet kunyah) dan cairan. Penyerapan vitamin B6 tidak berbeda secara

substansial antara berbagai bentuk suplemen (Institute of medicines, 1998). Meskipun

tubuh menyerap dosis farmakologis besar vitamin B6 dengan baik, namun sebagian

vitamin dengan cepat menghilang dalam urin (Simpson, dkk., 2010). Sekitar 28% -

36% dari populasi umum menggunakan suplemen yang mengandung vitamin B6

(Morris, dkk., 2008; Bailey, dkk., 2011).

2.2.4 Asupan dan status vitamin B6

Kebanyakan anak-anak, remaja, dan orang dewasa di Amerika Serikat mengkonsumsi

jumlah yang direkomendasikan vitamin B6, menurut analisis data dari Kesehatan

Nasional dan Survei Pemeriksaan Gizi (NHANES) 2003-2004. Asupan vitamin B6

rata-rata sekitar 1,5 mg / hari pada wanita dan 2 mg / hari pada pria (Institute of

medicines, 1998). Namun, 11% dari pengguna suplemen vitamin B6 dan 24% dari

orang di Amerika Serikat yang tidak mengkonsumsi suplemen yang mengandung

vitamin B6 memiliki konsentrasi PLP plasma kurang dari 20 nmol / L (Morris, dkk.,

2008). Dalam 2003-2004 analisis NHANES, konsentrasi PLP plasma yang rendah

bahkan ditemukan pada beberapa kelompok yang mengkonsumsi 2,0-2,9 mg / hari,

jumlah yang lebih tinggi dari RDA saat ini. Di antara pengguna suplemen dan non

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

27

pengguna, tingkat PLP plasma jauh lebih rendah pada wanita dibandingkan pria, kulit

hitam non-Hispanik dibandingkan kulit putih non-Hispanik, perokok dibandingkan

bukan perokok, dan orang-orang dengan berat badan kurang dibandingkan mereka

yang berat badannya normal. Remaja memiliki konsentrasi vitamin B6 terendah,

diikuti oleh orang dewasa berusia 21-44 tahun. Namun, tingkat PLP plasma pada

orang tua tidak terlalu rendah, bahkan pada mereka yang tidak menggunakan

suplemen. Berdasarkan data tersebut, Morris, dkk., (2008) menyimpulkan bahwa

RDA saat ini mungkin tidak menjamin status vitamin B6 yang memadai di banyak

kelompok masyarakat (Morris, dkk., 2008). Konsentrasi PLP cenderung rendah pada

orang dengan ketergantungan alkohol, mereka yang mengalami obesitas dan ibu

hamil, terutama mereka dengan preeklamsia atau eklamsia (Morris, dkk., 2008).

Kadar PLP yang rendah juga didapatkan pada orang dengan sindrom malabsorpsi

seperti penyakit celiac, penyakit Crohn, dan ulcerative colitis (Mackey, dkk., 2005).

Kadar PLP yang rendah pada pasien epilepsi ditemukan pada mereka yang mendapat

asam valproat, karbamazepin, dan fenitoin, namun hubungan dan mekanismenya

belum diketahui (Tamura, dkk., 2000; Dave, dkk.,2015).

2.3 PERAN GABA PADA EPILEPSI

GABA atau ɤ-aminobutyric acid dikenal sebagai neurotransmiter inhibisi utama pada

cortex cerebri (Schwartz, 1988). Struktur GABA dapat dilihat pada gambar 2. GABA

terletak terutama pada interneuron axon pendek yang bersinaps pada sel tubuh dan

axon proximal dan bertugas memelihara irama inhibisi dengan melakukan

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

28

counterbalance eksitasi neuron. Bila keeimbangan ini terganggu maka terjadilah

kejang (Treiman, 2001).

GABA dibentuk didalam axon terminal GABAergic melalui proses transaminasi α-

ketoglutarat menjadi asam glutamat (glutamic acid) yang kemudian mengalami

decarboxylasi menjadi GABA. GABA kemudian dirilis pada sinaps dan bekerja pada

salah satu dari 2 reseptor GABA. Reseptor GABAA dan GABAB. Reseptor GABAA

suatu ligand-gated ion channels yang menyebabkan hiperpolarsasi sel dengan

meningkatkan permeabilitas ion klorida ke dalam sel dan memiliki efek

penghambatan yang cepat. GABAA reseptor komplek merupakan pentamerik

heterooligomer yang terdiri dari binding sites untuk GABA, barbiturat,

benzodiazepin, picrotoxin, dan beberapa neurosteroid. Sejumlah subunit komplek

GABAA telah dapat diisolasi (α1-6, β1-4,ɤ1-3, δ dan ƿ) dan ada banyak subtipe

reseptor GABAA yang hanya tampak melalui in vivo. Reseptor GABAB adalah

reseptor yang berikatan dengan protein G yang menyebabkan hiperpolarisasi neuron

dengan meningkatkan konduksi kalium. GABAB menurunkan calsium entry dan

memberi efek inhibisi yang lambat. Reseptor GABAB terdapat pada ujung akson

eksitatori maupun inhibisi. Bagaimanakah peran GABA terhadap epilepsi dan

epileptogenesis ? berikut adalah beberapa data yang dikumpulkan dari penelitian dan

Gambar 2.2 Struktur ɤ-aminobutyric

acid

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

29

sumber klinis yang menunjang kuat peran GABA terhadap mekanisme dan

tatalaksana epilepsi.

1. Abnormalitas fungsi GABAergic pada genetik dan didapat ditemukan pada

binatang coba yang epilepsi (Olsen, dkk., 1985).

2. Rendahnya GABA mediated inhibition, aktivitas glutamat decarboxylase,

terikat dengan GABAA dan site benzodiazepine, GABA pada LCS dan

jaringan otak, dan GABA yang terdeteksi selama pengamatan mikrodialisis

telah dilaporkan dalam studi – studi yang dilakukan pada jaringan otak

manusia yang menderita epilepsi.

3. GABA agonist menekan kejang, dan GABA antagonis menimbulkan kejang.

4. Obat obat yag menghambat sintesa GABA menyebabkan kejang

5. Benzodiazepin (BZD) dan barbiturat, efektif sebagai antikonvulsan, bekerja

dengan meningkatkan GABA-mediated inhibition.

6. Obat obat yang meningkatkan sinaptic GABA dengan menghambat

metabolisme GABA (vigabatrin (VGB)) atau reuptake (tiagabine (TGB))

merupakan antikonvulsan yang efektif.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

30

Gambar 2.3 Sinap ɤ-aminobutyric acid (GABA)ergic

Keterangan : GABA disintesa dalam presinap terminal. Setelah dilepaskan, menyebabkan

reseptor GABAA di neuron postsinaps meningkatkan masuknya klorida, sama halnya seperti

yang diungkapkan pada texbook obat- obat yang lain termasuk barbiturat dan

benzodiazepine. Sinaptic GABA uptake kembali kedalam pesinap terminalis dan sel glia.

Reuptake inhibitor seperti tiagabine , dan obat – obat yang menghambat metabolisme GABA

seperti vigabatrin, meningkatkan kadar GABA dalam sinaps. SSA, succinic semildehyde;

GAD, glutamic acid decarboxylase; GABA-T, GABA transsaminae Sumber : Treiman. 2001. Epilepsia.

2.4 PERANAN VITAMIN B6 TERHADAP PEMBENTUKAN GABA,

EPILEPSI DAN INFLAMASI

Adanya defisiensi vitamin B6 sebagai penyebab epilepsi pada manusia pertama kali

dikemukakan oleh Synderman dan kawan-kawan tahun 1950 (Livingston, dkk.,

1955). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ernsting dan Ferwerda

di tahun yang sama yang mendapatkan hasil yang baik pada 8 pasien epilepsi dari 14

pasien epilepsi usia 2 – 17 tahun yang mendapat terapi piridoksin. (Livingston, dkk.,

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

31

1955). Ketidakadekuatan kemampuan OAE dalam mengontrol epilepsi menyebabkan

para peneliti menempatkan suplementasi nutrisi sebagai pilihan dalam membantu

mengurangi insiden kejang pada atau untuk meningkatkan aspek lain kesehatan anak

dengan epilepsi. Beberapa suplementasi nutrisi juga melindungi pasien dari beberapa

efek defisiensi yang disebabkan oleh penggunaan obat OAE (Asif, 2015). Vitamin B6

merupakan unsur penting yang berperan dalam patofisiologi kejang yang bekerja

menghambat kejang melalui pembentukan GABA. Defisiensi vitamin B6 dapat

menyebabkan defisiensi GABA dan terjadinya kejang. Bila tidak diiatasi akan

menyebabkan skuele neurologi yang permanen. (Wang dan Kou, 2007). Vitamin B6

dalam bentuk vitamer aktif piridosal 5 phospat (PLP) akan berikatan dengan glutamat

decarboxylase mengubah asam glutamat menjadi GABA (Dave, dkk., 2015). Vitamin

B6 didalam neuron juga digunakan dalam metabolisme GABA menjadi metabolit

succinyl semialdehyde oleh enzim GABAtransferase sebelum kemudian memasuki

siklus TCA dan kemudian diubah menjadi glutamat kembali.

Beberapa pasien tanpa defisiensi vitamin B6 , maka pemberian ekstra

suplemen vitamin B6 tidak dapat mengontrol epilepsi. Sampai saat ini inborn error of

metabolisme diketahui berpengaruh pada konsentrasi vitamin B6 di otak. Tiga dari 4

bentuk kelainan tersebut adalah hiperprolinemia tipe 2, antiquitin defisiensi, dan

defisiensi piridoxin phospat oxidase. Kelainan keempat adalah kelainan yang

menyerang neonatus dengan hipophospatemia dan rikets congenital. Semua pasien

dengan kondisi tersebut muncul dengan manifestasi epilepsi di awal kehidupan dan

resisten dengan pemberian obat antiepilepsi konvensional.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

32

Gambar 2.4 Konversi glutamat menjadi GABA (Jack DeRuiter, 2004)

Pasien – pasien tersebut akan berespon baik terhadap pemberian vitamin B6 (Wang

dan Kou, 2007). Meskipun demikian beberapa studi mendemonstrasikan adanya

perbaikan pada pasien non vitamin B6 dependent epilepsi, walaupun penelitian

tersebut menimbulkan hasil yang kontroversial (Asif, 2013). Pada anak epilepsi yang

secara labortoris memiliki kadar vitamin B6 yang rendah (non vitamin B6 dependent

epilepsi) diberikan piridoksin 160 mg/hari, dan didapatkan beberapa dari pasien

tersebut berhasil menghentikan pengobatan OAE (Hagberg, dkk., 1964; Asif, 2013).

Sebuah penelitian dilakukan pada pasien – pasien epilepsi dewasa, didapatkan

rata – rata kadar piridoksin darah pada grup kasus (pasien dengan status epileptikus)

4,7 ng/ml dan 25,2 ng/ml pada grup kontrol (epilepsi yang rawat jalan). Perbedaan

tersebut signifikan p < 0,0001 (Dave, dkk., 2015), demikian juga beberapa laporan

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

33

kasus yang menunjukkan efektifitas pemberian vitamin B6 pada jenis non vitamin B6

dependent epilepsi.

Penelitian oleh Friso, dkk., didapatkan kadar vitamin B6 secara signifikan (p

< 0,001) rendah pada grup pasien dengan kadar CRP yang abnormal (CRP ≤ 6 )

dibandingkan pasien dengan grup lainnya ( CRP ≥ 6) dimana intake diet pada kedua

grup ditemukan sama. Patofisiologi yang paling mungkin menjelaskan bahwa PLP

berperan sebagai koenzym terhadap proses yang berhubungan dengan inflamasi,

karena vitamin B6 memiliki keterlibatan yang integral dalam sintesis asam nukleat

dan protein, produksi sitokin dan mediator polipeptida lain selama respon inflamasi,

hal ini meningkatan utilisasi terhadap koenzim ini (Friso, dkk., 2001). Saat ini telah

banyak terkumpul data – data penelitian eksperimental baik terhadap manusia

ataupun hewan yang menyatakan adanya proses inflamasi yang terlibat dalam

patofisiologi epilepsi (Vezzani, dkk., 2013; Ishikawa, dkk., 2014). Pada penelitian

Ishikawa, dkk., tahun 2014 didapatkan hasil terdapat peningkatan yang signifikan

pada kadar Hs-CRP dan IL-6 pada grup epilepsi yang kejang setiap hari terhadap

kelompok kejang intermiten (p < 0,005) dan grup kontrol (kejang < 1 kali per bulan)

yaitu p < 0,05 (Ishikawa, dkk., 2014).

2.5 FAKTOR – FAKTOR YANG MEMENGARUHI RESPON TERAPI.

Target terapi obat anti epilepsi adalah untuk mengurangi frekuensi kejang epilepsi

dengan efek samping yang minimal dan efek merugikan jangka panjang yang

minimal (Arhan, dkk., 2010), sehingga pemberian terapi epilepsi sebisa mungkin

dengan obat tunggal. Pemberian obat tunggal (monoterapi) akan menurunkan risiko

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi · 2018. 11. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EPILEPSI 2.1.1 Definisi Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

34

timbulnya efek samping, meningkatkan kepatuhan, dan menghindari timbulnya

interaksi obat. Pemberian obat tunggal juga lebih bernilai ekonomis, dengan terapi

yang efektif dapat menghentikan 80% kejang pasien epilepsi dengan monoterapi (

Triono dan Herini, 2014).

Hasil telusur jurnal ditemukan sedikit data yang menyatakan faktor – faktor

yang mempengaruhi respon terapi. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa faktor

– faktor yang memengaruhi terhadap respon terapi obat anti epilepsi. Arhan dan

kawan – kawan, melakukan penelitian di Turki tahun 2010 mengemukakan adanya 3

faktor yang memengaruhi respon terapi adalah jenis epilepsi, didapatkan 14,1%

pasien dengan kejang simtomatis didapatkan kegagalan dengan monoterapi pertama

dibandingkan dengan epilepsi idiopatik 4,3%; p < 0,004. Penelitian berikutnya di

Yogyakarta menyatakan didapatkan hasil berturut turut sebagai berikut frekuensi

serangan kejang sebelum terapi > 10 kali (OR 14,196, IK 95%:3,576 – 56,348;

p<0,01), dan adanya kelainan neurologi penyerta (OR 18,977, IK95%:3,159 –

113,994; p<0,01) merupakan faktor prognostik kegagalan monoterapi (Triono dan

Herini, 2014). Sebuah studi prospektif pada 100 pasien – pasien anak yang baru

terdiagnosis epilepsi didapatkan bahwa faktor usia onset kejang merupakan faktor

penting yang mempengaruhi respon terapi (Park, dkk., 2014).