bab ii tinjauan pustaka 2.1 constructivism...

14
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam Tinjauan Pustaka penelitian ini, peneliti akan mengambil beberapa teori yang nantinya akan membantu untuk menjawab masalah yang peneliti temui di lapangan, serta membantu gambaran yang jelas mengenai masalah yang diteliti. Teori yang akan gunakan saat ini akan berkembang dan bertambah sesuai dengan masalah yang peneliti temui di lapangan. 2.1 Constructivism Theory Teori Konstruktivisme dalam Hubungan Internasional berbicara mengenai ide dan norma dalam kehidupan sosial masyarakat seperti permasalahan lingkungan dan hak asasi manusia. Teori ini berusaha menjelaskan mengenai bagaimana perubahan keadaan alamiah (nature) dalam politik dunia, dimana dunia sekarang ini telah lebih global dan demokratik sehingga aktor lain bermunculan. Kemunculan aktor-aktor ini juga ikut serta dalam mengurusi berbagai urusan negara, tidak hanya negara saja yang turut mencampuri urusan luar negeri suatu negara (Baylis; et.al, 2011:150-164). Pendekatan dengan teori konstruktivis berguna untuk mengetahui keadaan alamiah (nature) yang sebenarnya, seperti kekerasan, kelas, gender, isu rasial, dan lain sebagainya. Konstruktivisme tidak hanya menjelaskan tetapi memahami sebuah fenomena (Dunne; Hanson, 2014: 46). Teori konstruktivis berangkat dari teori sosial untuk menggambarkan bagaimana ilmu sosial dapat membantu para sarjana hubungan internasional untuk mengerti betapa pentingnya norma dan identitas dalam politik dunia. Teori konstruktivisme membahas mengenai hubungan norma, ide dan kepentingan. Mereka berargumen bahwa tidak ada ketegangan antara kepentingan dan kedaulatan negara dan prinsip moral jika dikaitkan dengan penanggulangan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Yang menjadi poin dalam teori ini adalah perhatian kepada sifat alami konstitusi terhadap realitas politik internasional, terutama bagaimana negara terbentuk dan dibentuk, serta berbagi

Upload: dokiet

Post on 01-Dec-2018

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Constructivism Theoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14827/2/T1_372013026_BAB II... · Pertanyaan yang selalu dihadapi oleh konstruktivisme sosial

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam Tinjauan Pustaka penelitian ini, peneliti akan mengambil beberapa teori

yang nantinya akan membantu untuk menjawab masalah yang peneliti temui di lapangan,

serta membantu gambaran yang jelas mengenai masalah yang diteliti. Teori yang akan

gunakan saat ini akan berkembang dan bertambah sesuai dengan masalah yang peneliti

temui di lapangan.

2.1 Constructivism Theory

Teori Konstruktivisme dalam Hubungan Internasional berbicara mengenai

ide dan norma dalam kehidupan sosial masyarakat seperti permasalahan

lingkungan dan hak asasi manusia. Teori ini berusaha menjelaskan mengenai

bagaimana perubahan keadaan alamiah (nature) dalam politik dunia, dimana

dunia sekarang ini telah lebih global dan demokratik sehingga aktor lain

bermunculan. Kemunculan aktor-aktor ini juga ikut serta dalam mengurusi

berbagai urusan negara, tidak hanya negara saja yang turut mencampuri urusan

luar negeri suatu negara (Baylis; et.al, 2011:150-164). Pendekatan dengan teori

konstruktivis berguna untuk mengetahui keadaan alamiah (nature) yang

sebenarnya, seperti kekerasan, kelas, gender, isu rasial, dan lain sebagainya.

Konstruktivisme tidak hanya menjelaskan tetapi memahami sebuah fenomena

(Dunne; Hanson, 2014: 46).

Teori konstruktivis berangkat dari teori sosial untuk menggambarkan

bagaimana ilmu sosial dapat membantu para sarjana hubungan internasional

untuk mengerti betapa pentingnya norma dan identitas dalam politik dunia. Teori

konstruktivisme membahas mengenai hubungan norma, ide dan kepentingan.

Mereka berargumen bahwa tidak ada ketegangan antara kepentingan dan

kedaulatan negara dan prinsip moral jika dikaitkan dengan penanggulangan dan

perlindungan terhadap hak asasi manusia. Yang menjadi poin dalam teori ini

adalah perhatian kepada sifat alami konstitusi terhadap realitas politik

internasional, terutama bagaimana negara terbentuk dan dibentuk, serta berbagi

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Constructivism Theoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14827/2/T1_372013026_BAB II... · Pertanyaan yang selalu dihadapi oleh konstruktivisme sosial

10

nilai dan norma. Konstruktivisme juga memberatkan pada kesadaran manusia dan

perannya dalam kehidupan transnasional, dengan menggunakan ide sebagai

structural factors, mempertimbangkan hubungan dinamika dari ide dan material

force sebagai konsekuensi dari bagaimana actor mengartikan realitas material,

dan kepentingannya bagaimana agen membuat struktur dan bagaimana struktur

membuat agen. Jadi, konstruktivisme secara umum merupakan teori sosial yang

berfokus pada konseptual hubungan antara agen dan struktur (Baylis; et.al, 2011).

Konstruktivisme menurut John Searle menyebutkan ‘fakta sosial’ seperti

kedaulatan, hak, atau uang, yang tidak memiliki realitas material, tapi tetap

menjadi penting dan realistis oleh masyarakat yang berperilaku sesuai dengan hal

tersebut. Konstruksi realitas ini atau sering kita kenal dengan realitas objektif

yang sangat berkaitan dengan konsep ‘fakta sosial’. Dengan keberadaan inilah

membentuk bagaimana kita mengkategorikan dan perlakuan kita terhadapnya.

Pertanyaan yang selalu dihadapi oleh konstruktivisme sosial adalah kapan norma

berubah, apa yang menyebabkan perubahan pada norma, bagaimana aktor

menerima perubahan norma tersebut, apakah actor mempersuasi atau

memaksakan yang lain untuk menerima norma yang baru (Morgan, 2015).

Teori ini memiliki perbedaan argument mengenai peningkatan kedaulatan

dan dampaknya kepada hak asasi manusia dan norma dalam suatu negara. Dalam

hal untuk menggeneralisasikan sebuah klaim substantive, kita harus

menggambarkan siapa yang menjadi aktor utama, apa yang menjadi kepentingan

dan kapasitasnya, serta apa yang menjadi inti dalam stuktur normative. Sebagai

salah satu contoh, untuk mengerti kelompok pemberontak, kita harus mengerti

sudut pandang mereka, motivasi mereka dengan material normative dalam

struktur sosial mereka. Sama juga seperti jika ingin mendapatkan situasi yang

damai atau penghormatan terhadap manusia saat terjadi perang, maka para

pencetusnya harus membangun norma, ide, dan hubungan yang dikonstruksi

dengan kepentingan dan identitas oleh aktor pada saat perang berlangsung

(Morgan, 2015).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Constructivism Theoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14827/2/T1_372013026_BAB II... · Pertanyaan yang selalu dihadapi oleh konstruktivisme sosial

11

Walaupun aktor itu sendiri dapat membawa mereka ke dalam aktivitas

yang terbentuk berdasarkan budaya, bukan berarti bahwa selamanya pasti,

terutama dalam hal politik. Pengetahuan membentuk bagaimana aktor

mengartikan dan mengkonstruksi realitas sosialnya. Pengetahuan, seperti simbol,

peraturan, konsep, dan kategori membentuk bagaimana struktur individu dan

mengartikan atau menerjemahkan dunia mereka. Realitas tidak ada diluar sana

dan menunggu untuk ditemukan atau diakui, namun sejarahlah yang

menghasilkan dan dengan budaya, menghasilkan sebuah pengetahuan yang

memunculkan individu untuk mengkonstruksi dan memberikan arti dari sebuah

realitas. Secara singkat memiliki arti dimana kategori yang telah ada membantu

kita untuk mengerti, dan dapat mendefinisikan pengertian dunia serta aktivitasnya

(Baylis. et.al, 2011).

Kekuatan (power) tidak hanya menjadi kemampuan salah satu aktor untuk

membuat aktor lain apa yang harus dan tidak harus mereka lakukan, tapi juga

sebagai hasil dari identitas, kepentingan, dan arti dalam batasan kekuatan yang

dimiliki oleh aktor tersebut dalam mengontrol kehidupannya. Konstruktivis

menawarkan hal penting untuk melihat sebuah power atau kekuatan. Dimana

dalam hal kekuasaan, semakin besar kekuasaannya, maka semakin mudah buat

mereka untuk meyakinkan yang lain dengan kepentingannya, seperti untuk

bekerjasama merumuskan dan menghasilkan sebuah kebijakan. Struktur

normative juga membentuk identitas dan kepentingan dari aktor seperti negara.

Peraturan sosial merupakan regulasi, dan regulasi telah ada secara aktifitas

dan secara konstitusi, memungkinkan dan mengartikan aktivitas-aktivitas

tersebut. Artinya peraturan sosial dapat berubah menjadi regulasi yang legal yang

dapat mengartikan dan mengklasifikasikan aktivitas-aktivitas kita. Hal inilah

yang disebut dengan konstruksi sosial dari sebuah realita yang dapat membentuk

sebuah aksi yang dilegitimasi (Baylis. et.al, 2011). Hadirnya sebuah norma, ide-

ide dipengaruhi dengan keadaan sosial masyarakat, dimana hubungan yang

dibangun didalamnya memunculkan sebuah komitmen dalam nilai-nilai, ide-ide,

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Constructivism Theoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14827/2/T1_372013026_BAB II... · Pertanyaan yang selalu dihadapi oleh konstruktivisme sosial

12

dan norma-norma dalam kehidupan mereka. Hal ini kemudian memunculkan

identitas dan kepentingan yang ada dalam sebuah negara. Organisasi-organisasi

juga dapat memunculkan nilai dan norma dalam lingkungan mereka, dan dengan

kepentingan yang dimiliki, dapat mempengaruhi atau memunculkan nilai dan

norma lain yang ada dalam negara ataupun negara lain. Nilai dan norma dapat

berubah seiring dengan keadaan masyarakat pada saat itu.

Beberapa menggunakan konstruktivis untuk mengidentifikasikan

bagaimana identitas membentuk sebuah kepentingan negara dan berubah menjadi

rational choice1 untuk memahami strategi dalam berbagai kebiasaan. Hak asasi

manusia merupakan sebuah konsep dimana norma dan nilai yang dipejuangkan

pada akhir masa perang dingin. Manusia memiliki hak untuk kehidupan, hak

untuk keamanan dan martabat, hak untuk memilih pekerjaan yang sesuai, dan hak-

hak yang lainnya, merupakan sebuah konstruksi dari sebuah nilai dan norma yang

disepakati oleh masyarakat internasional mengenai hak asasi manusia.

Human security juga merupakan salah satu contoh sebuah konsep yang

muncul atas dari nilai dan norma yang ada dalam hak asasi manusa. Human

security merupakan sebuah situasi atau kondisi dimana terbebas atas ancaman dari

individu, grup atau komunitas tertentu, termasuk kebebasan dalam ancaman fisik

atau psikis (langsung dan tidak langsung). Perdagangan manusia juga merupakan

sebuah tindakan yang melawan hak asasi manusia. Akibat dari konstruksi-

konstruksi ini terhadap hak asasi manusia memunculkan adanya organisasi seperti

Human Right Watch dan munculnya berbagai kebijakan dalam penanggulangan

dan pencegahan tindakan perdagangan manusia di setiap negara. Secara

partikuler, konstruktivis berargumen bahwa kebiasaan kekerasan politik dan juga

penyelesaiannya serta pencegahan harus dijelaskan dan dimengerti dengan

berfokus pada ide dan norma yang mempengaruhi kebiasaan tersebut (Morgan,

2005:72).

1 Rational choice merupakan teori sosial yang menawarkan kerangka untuk memahami bagaimana aktor

menawarkan pilihan yang telah pasti dalam suatu keadaan paksaan. (Baylis; et.al, 2011)

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Constructivism Theoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14827/2/T1_372013026_BAB II... · Pertanyaan yang selalu dihadapi oleh konstruktivisme sosial

13

Argumen dari teori konstruktivisme ini juga bahwa hubungan antar negara

telah berubah oleh kepentingan universal. Perlindungan terhadap hak asasi

manusia sudah terintegrasi dengan tujuan dan moral dari negara modern dan

menjadi sebuah rasional yang dominan dengan mengijinkan power dan kekuasaan

oleh sebuah organisasi kedalam wilayah unit kedaulatan. Selain itu, jika sebuah

negara menolak nilai universal, maka mereka harus siap dihadapkan dengan

konsekuensi yang ada. Hal ini seperti hukuman, pengeluaran, tindakan pemaksaan

yang dilakukan untuk memaksa standar yang baru ke dalam legitimasi sebuah

negara (Dunne; Hanson, 2014:64).

Dalam pandangan konstruktivis (Baylis; et al 2011: 280-290), mereka

memberikan awal yang baik dalam studi hukum internasional dengan menemukan

considerabe common ground dengan legal theories. Selanjutnya dikatakan bahwa

dengan memperluas pemahaman politik (kita) termasuk didalamnya terdapat isu

identitas dan tujuannya serta strategi dengan memberlakukan peraturan, norma

dan ide secara konstitutif, tidak dengan cara pemaksaan, dan dengan penekanan

akan pentingnya diskursus, komunikasi, dan sosialisasi dengan kerangka

kebiasaan para aktor.

2.1.1 Hukum Internasional.

Dalam pandangan konstruktivis, hukum internasional terbentuk

akibat share ideas suatu negara untuk menciptakan common interest

dalam mencapai kepentingan nasional masing-masing negara (Baylis;

et.al, 2011:290).

Hukum internasional merupakan bentuk dari sebuah perjanjian

internasional. Mochtar Kusumaatmaja dalam Sefrani menyebutkan bahwa

perjanjian internasional adalah perjanjian yang dilakukan antar dua negara

atau lebih dengan tujuan untuk menimbulkan akibat hukum tertentu.

Dalam buku Peran Hukum Internasional dalam Hubungan Internasional

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Constructivism Theoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14827/2/T1_372013026_BAB II... · Pertanyaan yang selalu dihadapi oleh konstruktivisme sosial

14

Kontemporer terdapat beberapa tahapan dari pembuatan perjanjian

internasional sampai pada implementasinya. Tahap pertama adalah negara

bersangkutan mengutus delegasinya sebagai perwakilan negara untuk

merundingkan mengenai perjanjian yang akan dilakukan pada waktu dan

tempat yang telah ditentukan sebelumnya. Tahap kedua merupakan

negosiasi dan adopsi, dimana adopsi merupakan persetujuan akan teks

yang menjadi hasil yang telah dinegosiasikan. Tahap ketiga merupakan

autentifikasi atau penandatanganan, dimana perwakilan negara yang

menyetujui draft perjanjian akan ditandatangani. Dalam taham ini, jika

perjanjian berlaku secara hukum setelah penandatanganan, maka tidak

memerlukan lagi proses ratifikasi. Sebaliknya, jika perjanjian memerlukan

ratifikasi, maka perjanjian tersebut belum berlaku secara hukum, namun

negara yang telah menandatangani menghormati nilai-nilai yang ada

dalam perjanjian tersebut.

Tahap keempat adalah ratifikasi, dimana merupakan sebuah

bentuk konformasi yang dilakukan oleh negara untuk menyatakan

mengikat diri kepada perjanjian tersebut. dikatakan lebih lanjut oleh

Sefrani (2015: 89), ratifikasi bukan merupakan kewajiban, tetapi lebih

kepada hak suatu negara untuk memberikan konfirmasi mau mengikatkan

diri pada suatu perjanjian yang telah ditandatangani oleh wakilnya atau

tidak. Tahap kelima adalah aksesi dan addesi, dimana merupakan tahapan

konfirmasi untuk diikat oleh perjanjian yang telah dilakukan bagi negara

yang tidak ikut dalam proses pembuatan perjanjian tersebut, namun

menginginkan untuk ikut serta diikat dalam perjanjian tersebut. Tahapan

selanjutnya adalah keberlakuan (entry into force) dan mengikat (bound).

Dalam Konvensi Wina 1969, Pasal 20 (1) dikatakan bahwa berlakunya

suatu perjanjian internasional tergantung pada (a) ketentuan perjanjian

internasional itu sendiri, (b) atau apa yang telah disetujui oleh negara

peserta. Tahapan ketujuh adalah registrasi dan publikasi dimana memiliki

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Constructivism Theoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14827/2/T1_372013026_BAB II... · Pertanyaan yang selalu dihadapi oleh konstruktivisme sosial

15

tujuan untuk mencegah negara membuah suatu perjanjian rahasia yang

dapat merugikan negara lain atau masyarakat internasional. Tahapan

terakhir adalah implementasi perjanjian internasional, dimana dalam

tahapan ini merupakan unrusan dalam negeri negara yang telah

menandatangani dan/atau meratifikasi perjanjian internasional menjadi

hukum nasional.

Di Indonesia dalam UU No. 24 Tahun 2000 tentang Pembuatan

Perjanjian Internasional, berisikan mengenai tahapan pembuatan,

pengesahan dan penyimpanan2, yaitu:

1. Lembaga negara seperti pemerintah, kementerian, dan non

kementerian pusat maupun daerah dapat menjadi pemrakarsa

perjanjian internasional.

2. Pemrakassa harus melakukan koordinasi dan konsultsi dengan menteri

luar negeri dan atau unit regional atau multilateral di kementerian

dalam maupun luar negeri.

3. Mekanisme konsultasi sesuai dengan ketentuan yang ada (surat

menyurat atau rapat antar lembaga terkait).

4. Konsultasi yang dilakukan menghasilkan draft dan atau counterdraft

perjanjian internasional dan pedoman delegasi dari Indonesia.

5. Pembuatan perjanjian internasional dilakukan melalui tahap

penjajakan, perundingan, perumusan masalah, dan penerimaan atau

pemarafan.

6. Hasil akhir dari penyusunan draft dan counterdraft adalah draf final

perjanjian yang jika diperlukan untuk diparaf sebelum

penandatanganan.

2 Direktorat Perjanjian Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional 2011. Kemlu, Jakarta. (dalam Sefrani,

2015:92)

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Constructivism Theoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14827/2/T1_372013026_BAB II... · Pertanyaan yang selalu dihadapi oleh konstruktivisme sosial

16

7. Perwakilan atau delegasi dalam melakukan perjanjian internasional

memerlukan surat kuasa atau surat kepercayaan agar perwakilan yang

ditunjuk secara sah oleh pemerintah sebagai perwakilan Indonesia.

8. Apabila secara substansi dan prosedural telah disepakati, maka

perjanjian tersebut siap untuk ditandatangani.

9. Perjanjian internasional dapat berlaku setelah penandatanganan atau

pertukaran nota diplomatik atau cara-cara yang disepakati para pihak

(Pasal 15 (1)).

10. Pengesahan perjanjian internasional oleh pemerintah Indonesia

dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian itu dan dilakukan

dengan UU atau Perpres (Pasal 9 (1 dan 2)).

11. Kelengkapan dokumen untuk pengesahan perjanjian internasional

diatur dalam Pasal 12.

12. Suatu perjanjian harus disahkan dengan UU bila menimbulkan akibat

yang luas dan mendasar bagi kehidupan masyarakat, yang terkait

beban keuangan negara dan atau mengharuskan perubahan atau

pembentukan UU (Pasal 11 UUD 1945 dan Pasal 10 UU Perjanjian

Internasional). Pengesahan dengan UU berkaitan dengan:

a. Politik, pertahanan dan keamanan negara.

b. Perubahan atau penetapan batas wilayah.

c. Kedaulatan dan hak berdaulat.

d. Hak Asasi Manusia dan lingkungan hidup.

e. Pembentukan kaedah hukum baru.

f. Pinjaman atau hibah luar negeri.

13. Setelah disahkan, Kementerian Luar Negeri, direktorat perjanjian

terkait melakukan pemberitahuan kepada counterpart (perjanjian

bilateral) atau menyampaikan instrument ratifikasi kepada lembaga

deposit (perjanjian multilateral) untu menyatakan bahwa Indonesia

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Constructivism Theoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14827/2/T1_372013026_BAB II... · Pertanyaan yang selalu dihadapi oleh konstruktivisme sosial

17

telah menyelesaikan prosedur internal bagi berlakunya perjajian

tersebut.

14. Naskah asli perjanjian internasional yang telah ditandatangani

pemerintah Indonesia harus disimpan di ruang penyimpanan

perjanjian internasional (treaty room) melalui lembaga pemerintahan

terkait (Pasal 17 UU Perjanjian Internasional), dan salinan naskah

resmi didaftarkan pada Sekjen PBB.

Relevansi dengan penelitian ini adalah dengan kemunculan hak asasi

manusia yang dipengaruhi oleh nilai dan norma, membuat tindakan trafficking

tergolong dalam pelanggaran hak asasi manusia. Ide dan norma dalam hak asasi

manusia mempengaruhi adanya sebuah instrument hukum atau peraturan tindak

pidana perdagangan manusia, sebagai bentuk pencegahan dan penanggulangan

terhadap tindakan tersebut. Dalam penelitian ini, teori konstruktivisme digunakan

untuk melihat bagaimana ide-ide, norma, dan sejarah mengenai trafficking yang

terjadi kepada negara-negara anggota ASEAN mempengaruhi kerjasama mereka

dalam mengatasi permasalahan trafficking di kawasan yang tertuang dalam

ACTIP.

2.2 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini, peneliti juga melihat beberapa penelitian terdahulu

atau literatur lainnya yang membahas mengenai topik penelitian yang sama yaitu

perdagangan manusia. Hal ini dilakukan untuk memperoleh hasil yang maksimal

sesuai yang diharapkan penulis. Namun, penelitian ini memiliki perbedaan dalam

sisi pembahasan dan teori yang akan digunakan. Berikut beberapa referensi yang

membahas mengenai perdagangan manusia.

Dalam tesis Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Perdagangan

Orang Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Hanafi Rachman membahas

mengenai aspek dan proses penegakan hukum tindak pidana perdagangan orang.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Constructivism Theoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14827/2/T1_372013026_BAB II... · Pertanyaan yang selalu dihadapi oleh konstruktivisme sosial

18

Ditulis dalam kesimpulannya, Hanafi menyebutkan bahwa dalam Undang-

Undang 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan

Orang, diatur mengenai ketentuan pembuktian bisa dari satu saksi, namun

kenyataannya dalam mengajukan perakaranya, para aparat hukum masih

menganut asas unus testis nullus testis (satu saksi bukan saksi) yang juga diatur

dalam hukum acara (KUHP). Kemudian ketentuan mengenai hak korban juga

masih belum menjadi yang utama bagi para penegak hukum dalam penyelesaian

perkara, yang seharusnya didapatkan oleh korban.

Analisis Yuridis Perbedaan Perdagangan Manusia (Trafficking in

Persons) dan Penyelundupan Manusia (People Smuggling) karya skripsi Hospita

Yulima S. membahas mengenai instrumen hukum yang mengatur mengenai

perdagangan manusia dan penyelundupan manusia serta unsur utama yang

menjadi pembeda antara perdagangan manusia dan penyelundupan manusia.

Kesimpulan yang ditulis oleh Hospita dalam skripsinya adalah istrumen hukum

terhadap dua kasus ini berbeda dilihat dari instrument hukum internasional dan

nasional yang membahas mengenai dua kasus tersebut. Kemudian yang menjadi

unsur pembeda dari keduanya adalah tujuan, persetujuan dan jangkauan

wilayahnya.

Implementasi Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Trafficking) oleh Suparmin, Dr. SH., Mhum. Dalam tulisannya, Suparmin

menjelaskan mengenai perdagangan orang, dampaknya, dan peraturan serta

kerjasama yang dilakukan Indonesia untuk pencegahan kasus perdagangan

manusia. Perdagangan manusia merupakan kegiatan transaksional. PPB sendiri

sebagai organisasi internasional bekerjasama untuk melawan kasus perdagangan

manusia, terutama pada perempuan dan anak. Kejahatan ini juga dikategorikan

dalam Transnational Organized Crime (TOC). Instrument hukum yang

dikeluarkan oleh PBB juga sebagai bentuk untuk menanggulangi kasus

perdagangan manusia. Banyak faktor yang mempengaruhi kejahatan ini, seperti

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Constructivism Theoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14827/2/T1_372013026_BAB II... · Pertanyaan yang selalu dihadapi oleh konstruktivisme sosial

19

ketidaktahuan masyarakat, ekonomi, dan budaya patriarki dimana pada akhirnya

perempuan (dan anak) disubordinasikan. Selain itu, lemahnya pencegahan dan

perlindungan terhadap calon korban dan korban perdagangan manusia juga

menjadi salah satu penyebab tindak terhentinya praktek perdagangan manusia.

Bentuk dari praktek perdagangan manusia beragam dan dampaknya juga

beragam. Beberapa tindak pidana perdagangan orang tertulis dalam Undang-

Undang No. 21 tahun 2007, Gugus Tugas Penghapusan Perdagangan Anak

Kepres No. 88 tahun 2002, dan berbagai kerjasama dengan negara lain ataupun

organisasi internasional. Namun, perlu adanya peningkatan upaya dalam tindak

pidana perdagangan orang, terutama kepada mereka aparat penegak hukum yang

masih dinilai kurang dalam tindakan implementasi dari aturan-aturan yang ada.

Kemudian juga penyempurnaan aturan diperlukan agar adanya satu standar yang

sama terkait dengan kasus perdagangan manusia.

Penegakan Hukum Tindak Pidana Trafficking (studi Putusan Pengadilan

Negeri Yogyakarta) merupakan skripsi yang ditulis oleh Anggraeni N.

Septaningrum, yang membahas mengenai Undang-Undang No. 21 tahun 2007

tentang perdagangan orang yang menjadi dasar penegakan hukum kasus

trafficking di Indonesia. Penegakan hukum mengenai kasus tindak pidana

trafficking juga dilakukan oleh Pengadilan Negeri Yogyakarta berdasarkan

Putusan No. 205/PID.SUS/2011/PN.YK sesuai dengan UU No. 21 tahun 2007.

Penelitian yang dilakukan Anggraeni dilakukan dengan penelitian hukum

normative dengan metode penelitian kualitatif.

Perbedaan skripsi yang ditulis Anggraeni dengan penelitian ini dapat

dilihat dari tempat yang berbeda, yaitu di Sulawesi Utara. Penulisan juga lebih

difokuskan pada pengaturan tindak pidana dan penegakan hukum perdagangan

manusia dalam hukum pidana di Indonesia, dengan Jogjakarta sebagai tempat

penelitiannya. Kemudian penelitian ini nantinya tidak lebih mendalam membahas

mengenai penegakan hukum tindak pidana perdagangan manusia, tetapi pengaruh

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Constructivism Theoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14827/2/T1_372013026_BAB II... · Pertanyaan yang selalu dihadapi oleh konstruktivisme sosial

20

dari intrument yang dikeluarkan oleh ASEAN dalam ASEAN Convention Against

Trafficking in Persons terhadap penanggulangan perdagangaan manusia.

Ekstradisi Sebagai Salah Satu Upaya Penanggulangan Masalah

Perdagangan Manusia (Human Trafficking) Menurut Hukum Internasional yang

ditulis oleh Raisa Natasha sebagai skripsinya membahas mengenai praktek

penerapan ekstradisi yang dilakukan oleh Indonesia dan Australia dalam

penanggulangan kasus perdagangan manusia. Dalam skripsinya, Raisa

menunjukan adanya permintaan ekstradisi yang ditujukan kepada Indonesia

sebagai upaya penanggulangan masalah-masalah kejahatan internasional, salah

satunya adalah perdagangan manusia. Kemudian juga praktek penerapan

ekstradisi yang dilakukan oleh Indonesia dan Australia dalam penanggulangan

perdagangan manusia sesuai dengan ketentuan hukum internasional. Disimpulkan

dalam skripsi tersebut, bahwa Pengadilan Negeri Indonesia yang berwenang

dalam permintaan ektradisi ini, dimana yang memiliki wilayah hukum

menyangkut dengan seseorang tersebut bertempat tinggal atau tempat

ditemukannya apabila akan dilakukan penahanan. Kemudian upaya kerjasama

dalam ekstradisi ini oleh Indonesia dan Australia menjadi sebuah bentuk dari

penanggulangan kasus perdagangan manusia. Perbedaan dari skripsi ini dengan

penelitian ini adalah pemilihan tempat pembahasan yaitu Indonesia dan Australia,

kemudian juga kerjasama ekstradisi yang dilakukan oleh kedua negara dalam

penanggulangan perdagangan manusia di Indonesia.

Kebijakan Kriminal Di Negara-Negara Anggota ASEAN Tentang

Perdagangan Manusia dan Perdagangan Narkoba Sebagai Bentuk Transnational

Organized Crimes (TOCs) merupakan karya skripsi oleh Dessy Rismawanharsih.

Dalam skripsi tersebut, membahas mengenai kebijakan-kebijakan tindak kriminal

perdagangan manusia dan perdagangan narkoba di negara anggota ASEAN. Asia

Tenggara dituliskan dalam skripsi tersebut merupakan kawasan yang rentan

terhadap kejahatan transnasional, dengan negara-negara anggota ASEAN menjadi

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Constructivism Theoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14827/2/T1_372013026_BAB II... · Pertanyaan yang selalu dihadapi oleh konstruktivisme sosial

21

negara transit dan negara pengirim. Karena itulah negara-negara ASEAN

merumuskan kebijakan dalam tataran nasional mereka masing-masing untuk

menanggulangi tindak kriminal perdagangan manusia dan perdagangan orang.

Perbedaan dalam skripsi tersebut dengan penelitian ini adalah pembahasan

mengenai bentuk kebijakan dalam upaya mencegah tindak kriminal transnasional

seperti perdagangan manusia dan perdagangan narkoba di dalam setiap kebijakan

nasional setiap negara-negara ASEAN.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Constructivism Theoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14827/2/T1_372013026_BAB II... · Pertanyaan yang selalu dihadapi oleh konstruktivisme sosial

22

Hasil

Gambar 1.1 Kerangka Pikir

ASEAN Convention Against

Trafficking in Persons

(ACTIP)

UU RI No.21 Tahun 2007

dan Perda Sulawesi Utara

No. 1 Tahun 2004

Mengatasi permasalahan trafficking di

Sulawesi Utara

Roadmap dari kedua

instrumen

Hak Asasi

Manusia

Trafficking (Perdagangan

Manusia)

Instrument Hukum Internasional Mengenai Kejahatan

Trafficking (Protokol Palermo)

Konstruktivisme

memunculkan

melanggar