bab ii tinjauan pustaka 2.1 brassica oleracea l.repository.ump.ac.id/8748/3/uly marifah_bab...
TRANSCRIPT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kubis (Brassica oleracea L.)
2.1.1 Klasifikasi Kubis
Menurut Cronquist (1981), klasifikasi tanaman kubis adalah sebagai
berikut :
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Ordo : Capparales
Familia : Brassicaceae
Genus : Brassica
Species : Brassica oleracea L.
2.1.2 Deskripsi Tanaman Kubis
Tanaman kubis mempunyai daun tunggal yang tersusun berselang
seling, berbentuk oblong dengan tangkai yang pendek, tebal, dan berdaging,
berwarna kuning muda dengan panjang 1,5-2,25 cm. Tandan bunga
berukuran 10-50 cm. Dalam satu tangkai bunga memiliki ukuran panjang 1-2
cm yang kemudian dapat mencapai ukuran panjang hingga 2,5 cm. Tunas
pada bunga yang sedang berkembang akan membentuk tonjolan ke atas. Daun
kelopak tegak lurus berukuran 1-1 cm, berwarna hijau. Benang sari tegak.
Mempunyai bakal buah lebih dari 30, polong berbentuk tegak berukuran
panjang 6-10 cm (panjang kampuh polong berukuran 4-8 mm), kampuh
polong sering terdiri dari 1 biji, yang berbentuk retikular.
4
Uji Ekstrak Daun... Uly Marifah, FKIP UMP, 2015
5
Tanaman kubis berasal dari daerah pesisir barat dan selatan Eropa,
sedangkan di Indonesia terdapat di Jawa, berada di atas ketinggian 1000 m
dari permukaaan laut, sering dibudidayakan sebagai tanaman sayuran (Backer
& van den Brink, 1963).
Gambar 2.1. Kubis (Brassica oleracea L.)
Sumber : Dokumentasi pribadi
2.2 Hama Pada Kubis
Hama dapat didefinisikan sebagai organisme pengganggu atau
perusak tanaman yang mengurangi ketersediaan, mutu, dan jumlah sumber
daya sehingga tanaman menderita kerusakan dan menimbulkan kerugian bagi
petani. Kerugian secara ekonomi yang disebabkan oleh serangan hama terjadi
karena tanaman atau bagian tanaman yang dibudidayakan dirusak hama
sehingga kualitas menurun dan kubis tidak laku dijual (Suyanto, 1994).
Hama serangga yang menyerang tanaman kubis di Indonesia
jumlahnya cukup banyak. Salah satunya adalah hama ulat krop
(Crocidolomia binotalis Zell.). Hama ulat ini merusak dan memakan daun
muda yang terdapat pada bagian tengah tanaman kubis atau jantung kubis
sehingga tanaman yang terserang seluruhnya akan hancur (KPRI, 2010).
Menurut Sembel (2010), penyerangan yang dilakukan ulat krop berbeda
Uji Ekstrak Daun... Uly Marifah, FKIP UMP, 2015
6
dengan ulat tritip. Ulat tritip biasanya menyerang tanaman kubis mulai dari
pembibitan sampai menjadi dewasa, sedangkan ulat krop mulai menyerang
tanaman kubis pada saat pembentukan krop. Jika hama ulat krop menyerang
pada awal pembentukan krop, maka tanaman kubis tidak akan membentuk
krop, tetapi biasanya akan tumbuh tunas baru disamping titik pertumbuhan.
Serangan hama ulat krop pada tanaman kubis akan menghancurkan
krop atau menurunkan kualitas krop sehingga mengakibatkan gagalnya panen
atau kubis tidak laku dijual dipasaran. Tanaman inang ulat krop adalah
berbagai jenis kubis-kubisan seperti, kubis bunga, kubis putih, brokoli, petsai,
radis, turnip, selada air dan sawi jabung. Ulat krop pada umumnya dapat
dijumpai di areal pertanaman kubis (Sastrosiswojo, 2005). Menurut
Kalshoven (1981) dalam Sastrosiswojo (2005), daerah penyebaran ulat krop
yaitu di Australia, Asia Tenggara, Asia Selatan, Afrika Selatan, Kepulauan
Pasifik dan Tanzania.
2.2.1 Klasifikasi Ulat Krop
Menurut Borror (1992), klasifikasi ulat krop adalah sebagai berikut :
Phylum : Arthropoda
Classis : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Familia : Pyralidae
Genus : Crocidolomia
Species : Crocidolomia binotalis Zell.
Uji Ekstrak Daun... Uly Marifah, FKIP UMP, 2015
7
2.2.2 Deskripsi Ulat Krop
Ulat krop (Crocidolomia binotalis Zell.) adalah hama serangga yang
mengalami metamorfosis secara sempurna, di mulai dari fase telur, larva,
pupa, hingga imago. Siklus hidup Crocidolomia binotalis Zell. sebagai
berikut :
1. Telur
Telur berbentuk bulat, diletakkan dalam kelompok yang menyerupai
genting-genting rumah dan berwarna hijau muda. Kelompok telur ini dapat
dijumpai pada bagian tepi daun, permukaan bawah daun dan dekat tulang
daun. Jumlah telur rata-rata 48 butir dan ukuran dalam 1 kelompok telur
mencapai 2,6-4,3 mm. Masa telur menetas 3-6 hari dan rata-rata 4 hari
(Sastrosiswojo & Setiawati, 1992).
Gambar 2.2. Telur Ulat Krop
Sumber : Dokumentasi pribadi
2. Larva
Larva berwarna hijau muda kecoklatan yang ditandai dengan adanya
garis-garis putih sepanjang tubuhnya pada bagian sisi dan bagian atas tubuh
larva. Fase larva terdiri atas lima instar (Sastrosiswojo & Setiawati, 1992).
Larva muda yaitu instar I dan instar II dapat dijumpai secara bergerombol
pada permukaan bawah daun kubis. Lama stadium larva instar I mencapai 2-3
Uji Ekstrak Daun... Uly Marifah, FKIP UMP, 2015
8
hari dan lama stadium larva instar II mencapai 1-3 hari. Larva instar III
ditandai dengan bagian kepala berwarna cokelat, dan bagian tubuh berwarna
hijau yang dipadu dengan bintik-bintik warna hitam dan mengalami stadium
larva selama 1-3 hari (Kaswinarni, 2005). Larva tua yaitu instar ke IV dan ke
V memiliki tubuh dengan ukuran panjang sekitar 2 cm, bersifat malas dan
selalu menghindari cahaya matahari. Hal tersebut menandakan bahwa larva
akan mulai memasuki proses menjadi pupa. Setelah waktu 24 jam, larva akan
berpindah ke tanah untuk membentuk pupa. Masa larva instar 1-V berkisar
11-17 hari dengan rata-rata 14 hari pada suhu udara 26-33,2 0 C
(Sastrosiswojo & Setiawati, 1992).
Gambar 2.3. Ulat Krop
Sumber : Dokumentasi pribadi
3. Pupa
Pembentukan pupa biasanya terjadi pada permukaan tanah. Tubuh
pupa berwarna kuning kecoklatan dengan ukuran panjang sekitar 10 mm dan
lebar 3 mm. Periode pupa berlangsung selama 9-13 hari dan rata-rata 10 hari
pada suhu udara 26-330
C (Sastrosiswojo & Setiawati, 1992). Pupa
terlindungi oleh kokon yang terbungkus partikel-partikel tanah (Suyanto,
1994).
Uji Ekstrak Daun... Uly Marifah, FKIP UMP, 2015
9
Gambar 2.4. Pupa Ulat Krop (Crocidolomia binotalis Zell.) diletakkan di daun
agar pemotretan terlihat jelas
Sumber : Dokumentasi pribadi
4. Imago
Bentuk imago ulat krop berupa ngengat kecil yang memiliki dua
pasang sayap berwarna cokelat abu-abu. Terdapat gambaran hitam pada
sayap bagian depan yang ditandai adanya bintik warna putih ditengahnya.
Bagian dada ngengat C. binotalis dewasa berwarna hitam, sedangkan bagian
perut berwarna coklat kemerahan. Ngengat biasanya aktif pada malam hari.
Sayap depan ngengat jantan memiliki rumbai dari rambut halus yang
berwarna gelap pada bagian tepi depan (anterior). Panjang tubuh ngengat
betina rata-rata 9,6 mm sedangkan ngengat jantan rata-rata 10,4 mm
(Sastrosiswojo & Setiawati, 1992). Seekor imago betina mampu
menghasilkan 11-18 kelompok telur yang masing-masing terdiri dari 30-80
butir. Masa hidup imago berlangsung dalam waktu 16-24 hari (Widiana &
Zeswita, 2012).
Uji Ekstrak Daun... Uly Marifah, FKIP UMP, 2015
10
Gambar 2.5. Ngengat / Imago Ulat Krop (Crocidolomia binotalis Zell.)
Sumber : KPRI (2010)
Gejala serangan hama ulat ini umumnya terjadi pada waktu kubis
membentuk krop. Hama ulat krop memakan daun kubis yang masih muda
pada malam hari yang mengakibatkan tanaman menjadi gundul (Suyanto,
1994).
Gambar 2.6. Tanaman Kubis Mengalami Kerusakan Parah Akibat Terserang
Hama Ulat Krop (Crocidolomia binotalis Zell.) di Desa
Kutabawa, Purbalingga. Sumber : Dokumentasi pribadi
2.2.3 Pengendalian
Menurut Salamah et al. (2011), pengendalian hama yang dapat
dilakukan antara lain :
1. Secara fisik dan mekanik
Pengendalian secara fisik dengan cara pengeringan, pembakaran,
pemanasan, radiasi, dan pembasahan sedangkan pengendalian secara mekanik
dengan cara gropyokan, perangkap, dan pengambilan hama secara langsung
Uji Ekstrak Daun... Uly Marifah, FKIP UMP, 2015
11
Pengambilan kelompok ulat dan telur dilakukan setiap dua kali dalam
seminggu (Suyanto, 1994).
2. Secara biologi / hayati
a. Dilakukan dengan cara pemanfaatan dan pelestarian musuh alami, seperti
penggunaan parasitoid (Inaroleata stromeus (Hymenoptera :
Ichneumonidae)), Chelonus sp (Hymenoptera : Braconidae), dan lalat
Sturmia sp (Diptera : Techinidae). Cara ini bertujuan memarasit telur,
larva, pupa, atau imago serangga, dengan meletakkan telur ke dalam
inang dan berkembang dalam inang sampai menjadi imago. Serangga
yang diparasit oleh parasitoid akan mati (Sembel, 2010). Namun
kemampuan parasitoid ini sangat rendah hanya mencapai 7,23 %,
sehingga kurang efektif untuk mengendalikan hama tersebut dan belum
bisa berpotensi untuk dikembangkan menjadi agen hayati dari hama ulat
krop ini (Suyanto, 1994).
b. Dilakukan dengan penggunaan jenis insektisida mikroba (bioinsektisida)
Bacillus thuringiensis. Dosis pemakaian disesuaikan dengan anjuran
yang tertera pada label insektisida (Suyanto, 1994).
3. Secara kultur teknis, pengendalian yang dilakukan dengan cara :
a. Menanam kubis pada waktu musim hujan, karena pada waktu musim
hujan populasi hama ulat krop rendah atau sedikit.
b. Mengusahakan tidak ada tanaman liar disekitar kebun kubis yang akan
menjadi tempat persembunyian ngengat ulat krop.
Uji Ekstrak Daun... Uly Marifah, FKIP UMP, 2015
12
c. Dilakukan tumpang sari / tumpang gilir tanaman tomat – kubis. Tanaman
tomat ini mengandung senyawa kimia yang bersifat penolak (repellent)
terhadap ngengat C. binotalis Zell. Oleh karena itu, tumpang sari tomat
(satu baris) dengan kubis (dua baris), dapat mengurangi serangan hama
C. binotalis Zell. pada tanaman kubis (Sastrosiswojo, 2005).
4. Secara kimia, pengendalian dilakukan dengan cara :
a. Teknik pengendalian menggunakan insektisida sintetik seperti fenvalerat
5 EC, Permethrin 2 EC, dan Prevathon 50 SC.
b. Teknik pengendalian menggunakan insektisida alami dengan
memanfaatkan tumbuh-tumbuhan yang ada disekitar alam yang
mempunyai senyawa metabolit sekunder sehingga ramah lingkungan dan
aman apabila digunakan pada tanaman.
2.3 Insektisida
Menurut Yatim (2003), insektisida adalah pembunuh serangga
biasanya berupa bahan kimia beracun yang dapat membunuh serangga.
Insektisida yang banyak digunakan saat ini merupakan racun syaraf bagi
hama serangga sehingga mengakibatkan koordinasi syaraf serangga menjadi
terganggu (Suyanto, 1994). Berdasarkan penelitian, jenis insektisida ada 2
macam yaitu insektisida sintetik dan insektisida alami.
2.3.1 Insektisida Sintetik
Insektisida sintetik merupakan jenis insektisida yang menggunakan
bahan-bahan kimia untuk membunuh atau mengendalikan hama serangga
pada tanaman. Insektisida sintetik yang umum diperdagangkan terdiri dalam
Uji Ekstrak Daun... Uly Marifah, FKIP UMP, 2015
13
berbagai bentuk diantaranya berbentuk cair, tepung, dan butiran. Insektisida
yang di perdagangkan itu adalah hasil campuran dari bahan aktif beracun
untuk serangga. Terdapat beragam jenis insektisida yang diperdagangkan di
pasaran. Nama insektisida menunjukkan nama dagang, kandungan bahan
aktif di dalam campuran, dan formulasi atau campurannya. Contoh Basudin
60 EC, Basudin ini menunjukkan nama dagangnya, kandungan bahan
aktifnya yaitu diazinon sebanyak 60 %, dan EC adalah formulasinya.
Biasanya pada label yang terdapat pada kemasan disebutkan nama bahan
aktif, hama sasaran, konsentrasi / dosis, volume semprot, dan obat penawar
apabila terjadi keracunan pada manusia (Suyanto, 1994). Penggunaan
insektisida sintetik adalah metode umum yang digunakan sebagai upaya
pengendalian hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman pertanian.
Insektisida sintetik kebanyakan memiliki sifat non spesifik, yaitu tidak hanya
membunuh jasad renik saja tetapi juga membunuh organisme lain. Insektisida
sintetik dianggap sebagai bahan pengendali hama yang mudah didapat, paling
praktis dikerjakan dan memperlihatkan hasil yang cepat (Thamrin et al.,
2002).
Saat ini sebagian besar petani mengendalikan hama ulat krop dengan
menggunakan insektisida sintetik karena lebih praktis, efektif dalam
membrantas hama, serta memberikan respon cepat untuk mempertahankan
produksi tanaman (Herminanto et al., 2004). Namun, penggunaan insektisida
sintetik yang berlebihan dan dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak itu antara lain mengakibatkan
Uji Ekstrak Daun... Uly Marifah, FKIP UMP, 2015
14
terbunuhnya musuh alami, menimbulkan resistensi, dan resurjensi hama.
Disamping itu juga menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia baik
secara kontak langsung maupun tidak langsung (Suyanto, 1994).
2.3.2 Insektisida Alami
Insektisida alami yaitu produk alam yang berasal dari tanaman yang
dapat menghambat atau membunuh serangga karena memiliki kandungan
senyawa kimia metabolit sekunder yang terdiri dari ribuan senyawa bioaktif
seperti fenolik, terpenoid, dan zat-zat sekunder lainnya. Insektisida alami bisa
berfungsi sebagai penghambat nafsu makan (anti feedant), penolak
(repellent), mencegah peletakkan telur dan pengaruh langsung sebagai racun.
Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat insektisida alami berupa daun,
buah, biji, akar, bunga dan lain-lain. Bahan tersebut dapat diolah menjadi
berbagai bentuk seperti, minyak dan cairan berupa ekstrak, pasta serta bentuk
padat berupa tepung atau abu. Umumnya bahan-bahan tersebut dibuat dengan
cara direndam sebelum disemprotkan, direbus dan diblender (Setiawati et al.,
2008).
Efektivitas suatu bahan alami yang digunakan sebagai insektisida
alami sangat tergantung pada bahan tumbuhan yang digunakan. Hal ini
dikarenakan sifat racun atau sifat bioaktifnya tergantung pada umur tanaman,
kondisi tumbuh, dan jenis dari tumbuhan tersebut. Lebih dari 1500 jenis
tumbuhan yang telah diketahui dan dapat digunakan sebagai insektisida alami
dari berbagai penjuru dunia. Di Indonesia terdapat lebih dari 50 familia
tumbuhan penghasil racun bagi hama serangga (Setiawati et al., 2008). Salah
Uji Ekstrak Daun... Uly Marifah, FKIP UMP, 2015
15
satu spesies tumbuhan yang dianggap sebagai sumber potensial insektisida
alami adalah tumbuhan tembelekan (Lantana camara L.) yang tergolong
dalam familia Verbenaceae dari ordo Lamiales (Umiati, 2013). Tumbuhan
tembelekan ini bisa di jumpai di sekitar tempat tinggal, kebun, hutan, dan
lain-lain.
Hasil penelitian oleh Wardani (2010), menunjukkan bahwa
penggunaan ekstrak daun tembelekan pada tingkat konsentrasi tertinggi 5 %
berpengaruh nyata terhadap mortalitas larva Aedes aegypti yang mencapai
kematian sebesar 100 %. Penelitian Nuryanto (1996), menunjukkan bahwa
ekstrak daun tembelekan pada konsentrasi 80 % optimum untuk
mengendalikan hama ulat tritip (Plutella xylostella).
2.4 Tembelekan (Lantana camara L.)
2.4.1 Klasifikasi Tembelekan
Menurut Cronquist (1981), klasifikasi tumbuhan tembelekan adalah
sebagai berikut :
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Familia : Verbenaceae
Genus : Lantana
Species : Lantana camara L.
2.4.2 Deskripsi Tumbuhan Tembelekan
Tembelekan adalah tumbuhan perdu yang bercabang banyak dan
tingginya dapat mencapai ± 0,5-5 m. Batangnya berbentuk segi empat, yang
Uji Ekstrak Daun... Uly Marifah, FKIP UMP, 2015
16
muda penuh dengan rambut, kelenjar kecil dan tangkai berduri (kadang-
kadang kecil). Daun tunggal saling duduk berhadapan, bertangkai sangat
panjang, berbentuk bulat telur (oval) dengan pangkal yang tumpul dan ujung
yang runcing, serta tepi daun bergerigi, apabila diraba terasa kasar karena
permukaan atas daun berambut banyak sedangkan permukaan bawah daun
berambut jarang, 5-8 kali 3-5,5 cm dan dapat mengeluarkan bau aroma yang
khas seperti kotoran ayam apabila diremas. Bunga berbentuk tabung lonceng,
saling berlekatan dan berlekuk tak dalam, tinggi lk 2 mm. Tabung mahkota
membengkok, panjang lk 1 cm, bertaju 4-5, taju tidak sama besarnya. Bunga
zigomorf (simetri cermin), berkelamin 2. Warna bunga terdiri dari (merah
muda, merah, putih, jingga, dan jingga kuning) sering bergantian warna.
Benang sari berjumlah 4, dua diantaranya lebih panjang dan terletak pada
tabung mahkota. Buah batu saling berdekatan, berbentuk bulat telur, berbiji 1.
Buah pada waktu masih muda berwarna hijau, dan setelah matang berwarna
biru ungu. Tumbuhan ini merupakan tanaman hias atau pagar yang berasal
dari Amerika tropis, sebagian besar tumbuh liar, bisa dijumpai sampai
ketinggian 1-700 m diatas permukaan laut dan bisa dijumpai di daerah yang
cerah cahaya matahari dan cukup teduh (van Steenis et al., 2005).
Gambar 2.7. Tumbuhan Tembelekan (Lantana camara L)
Sumber : Dokumentasi pribadi
Uji Ekstrak Daun... Uly Marifah, FKIP UMP, 2015
17
Tumbuhan tembelekan berpotensi sebagai bahan obat dan penolak
serangga karena mempunyai kandungan senyawa kimia metabolit sekunder.
Bagian tanaman yang digunakan adalah daun. Cara kerja daun tembelekan
bersifat sebagai insektisida dan penolak (reppelent) bagi serangga (Setiawati
et al., 2008).
2.4.3 Kandungan Bahan Kimia
Menurut Wardani (2010), kandungan senyawa kimia yang terdapat
pada daun tembelekan yang berpotensi sebagai insektsida alami yaitu
saponin, flavonoid,dan tanin.
1. Saponin
Saponin adalah senyawa yang tergolong dalam glikosida triterpenoid
dan sterol. Senyawa saponin mempunyai rasa pahit, berbusa dalam air, serta
dapat larut dalam air dan alkohol, namun tidak larut dalam eter (Robinson,
1995). Menurut Harborne (1987), saponin merupakan senyawa aktif
permukaan dan mempunyai sifat seperti sabun serta dapat dideteksi
berdasarkan kemampuannya dalam membentuk busa dan menghemolisisi
darah. Bukti adanya saponin yaitu pada waktu memekatkan ekstrak tumbuhan
atau mengekstraksi tumbuhan terbentuk busa yang mantap. Menurut
Setiawan (2010), senyawa saponin pada daun tembelekan berperan sebagai
racun perut bagi serangga, sehingga dinding traktus digestivus menjadi
korosif akibat penurunan tegangan permukaan selaput mukosa traktus
digestivus pada serangga.
Uji Ekstrak Daun... Uly Marifah, FKIP UMP, 2015
18
2. Flavonoid
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang larut dalam air.
Flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70 %, dan setelah ekstrak ini
dikocok dalam eter minyak bumi hasil tetap ada dalam lapisan air. Senyawa
flavonoid ini terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh. Flavonoid
berupa senyawa fenol, oleh karena itu berubah warna bila ditambah basa atau
amonia, sehingga dapat dideteksi dengan mudah pada kromatografi atau
dalam larutan. Falovonoid mengandung senyawa aromatik yang terkonjugasi,
dan dapat menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV
(Harborne, 1987). Flavonoid untuk tumbuhan dapat berfungsi sebagai
pengaturan fotosintesis, pengaturan tumbuh, kerja terhadap serangga, dan
kerja antimikroba dan antivirus (Robinson, 1995). Senyawa flavonoid pada
daun tembelekan diketahui dapat bekerja sebagai inhibitor kuat pernapasan
atau sebagai racun pernapasan yang mengakibatkan serangga tidak bisa
bernafas dan akhirnya mati (Wardani et al., 2010).
3. Tanin
Tanin adalah senyawa yang terdapat luas dalam tumbuhan
berpembuluh, pada angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Tanin
dapat bereaksi dengan protein untuk membentuk kopolimer mantap yang
tidak larut dalam air. Di dalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan
enzim sitoplasma. Secara kimia terdapat dua jenis senyawa tanin yaitu tanin
terkondensasi atau flavon dan tanin terhidrolisiskan. Tanin terkondensasi
penyebarannya sangat luas dalam angiospermae (terutama pada jenis
Uji Ekstrak Daun... Uly Marifah, FKIP UMP, 2015
19
tumbuhan berkayu), di dalam paku-pakuan dan gymnospermae sedangkan
tanin yang terhidrolisiskan penyebarannya terbatas pada tumbuhan berkeping
dua. Senyawa tanin dalam daun tembelekan berperan sebagai penolak hewan
pemakan tumbuhan, juga sebagai pertahanan tanaman sehingga menyulitkan
serangga dalam mencerna makanan (Harborne, 1987).
Uji Ekstrak Daun... Uly Marifah, FKIP UMP, 2015