bab ii tinjauan pustaka 2.1 2.1.1 anatomi dan stuktur hatieprints.umm.ac.id/62974/2/bab ii.pdf ·...

37
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hati 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hati Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh, memiliki berat 1200-1500 g dan terdiri dari 1/5 dari total berat badan orang dewasa. Hepar terlindungi oleh tulang rusuk di kuadran kanan atas (Lefkowitch, 2018). Hati tertahan oleh lampiran ligamen pada diafragma, peritoneum, pembuluh darah besar, dan organ pencernaan bagian atas (Longo & Fauci, 2010). Hati dibungkus oleh jaringan fibrosa tipis yang tidak elastis yang disebut capsula fibrosa perivascularis (Glisson) dan sebagian tertutupi oleh lapisan peritoneum. Hepar memiliki 4 lobus, dua lobus yang berukuran paling besar dan jelas terlihat adalah lobus kanan yang berukuran lebih besar, sedangkan lobus kiri berukuran lebih kecil dan berbentuk baji (Maulina, 2015). Gambar 2.1 Anatomi dan Struktur Hati (Sanyal et al., 2018) Diantara kedua lobus tersebut terdapat vena portae hepatis, jalur masuk dan keluarnya pembuluh darah, saraf, dan ductus. Lobus kanan terbagi menjadi lobus quadratus dan lobus caudatus karena adanya vesical biliaris, fisurra untuk ligamentum teres hepatis, vena cava inferior, dan fisurra untuk ligamentum venosum. Hilus hepatis atau porta hepatis terdapat pada permukaan posteroinferior dan terletak di antara lobus caudatus dan lobus quadratus. Bagian atas ujung bebas omentum minus melekat pada pinggir porta hepatis dan terdapat ductus hepaticus dexter dan sinister, cabang dextra dan sinistra arteria hepatica,

Upload: others

Post on 18-Jan-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hati

2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hati

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh, memiliki berat 1200-1500 g

dan terdiri dari 1/5 dari total berat badan orang dewasa. Hepar terlindungi oleh

tulang rusuk di kuadran kanan atas (Lefkowitch, 2018). Hati tertahan oleh

lampiran ligamen pada diafragma, peritoneum, pembuluh darah besar, dan organ

pencernaan bagian atas (Longo & Fauci, 2010). Hati dibungkus oleh jaringan

fibrosa tipis yang tidak elastis yang disebut capsula fibrosa perivascularis

(Glisson) dan sebagian tertutupi oleh lapisan peritoneum. Hepar memiliki 4 lobus,

dua lobus yang berukuran paling besar dan jelas terlihat adalah lobus kanan yang

berukuran lebih besar, sedangkan lobus kiri berukuran lebih kecil dan berbentuk

baji (Maulina, 2015).

Gambar 2.1 Anatomi dan Struktur Hati (Sanyal et al., 2018)

Diantara kedua lobus tersebut terdapat vena portae hepatis, jalur masuk dan

keluarnya pembuluh darah, saraf, dan ductus. Lobus kanan terbagi menjadi lobus

quadratus dan lobus caudatus karena adanya vesical biliaris, fisurra untuk

ligamentum teres hepatis, vena cava inferior, dan fisurra untuk ligamentum

venosum. Hilus hepatis atau porta hepatis terdapat pada permukaan

posteroinferior dan terletak di antara lobus caudatus dan lobus quadratus. Bagian

atas ujung bebas omentum minus melekat pada pinggir porta hepatis dan terdapat

ductus hepaticus dexter dan sinister, cabang dextra dan sinistra arteria hepatica,

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

7

vena porta, serabut-serabut saraf simpatik dan para simpatik, serta beberapa

kelenjar limfe hepar (Maulina, 2015).

Gambar 2.2 Segmentasi Hati Berdasarkan Vena Porta dan Arteri Hepatika

(Sanyal et al., 2018)

2.1.2 Sirkulasi Hati

Hati menerima suplai darah ganda, 20% dari aliran darah adalah darah yang

kaya oksigen dari arteri hati, dan 80% adalah darah kaya nutrisi dari portal vena

yang muncul melalui perut, usus, pankreas, dan limpa (Longo & Fauci, 2010) .

Kedua pembuluh darah memasuki hepar melalui porta hepatika (liver hilus). Saat

di dalam hilus, vena portal dan arteri hepatika terbagi dua ke dalam cabang kanan

dan kiri. Masing-masing lobus sebelum didistribusikan ke segmen hepar dan

mengalir ke sinusoid melalui saluran portal. Darah meninggalkan sinusoid

kemudian memasuki vena hepatika (tengah, kanan dan kiri) sebelum memasuki

vena kava inferior. Lobus kaudat menerima suplai darah dari vena portal dan

arteri hepatika sementara saluran vena hepatika secara langsung masuk ke dalam

vena kava inferior. Arteri kistik menyediakan suplai darah kantong empedu

sedangkan proses drainase melalui vena kistik. Sebagian besar suplai darah ke

saluran-saluran empedu adalah dari retroduodenal hepar dari arteri kanan (Joshi et

al., 2015).

2.1.3 Fungsi Hati

Hepar sebagai kelenjar terbesar di dalam tubuh mempunyai fungsi yang

sangat bervariasi. Tiga fungsi dasar hepar adalah membentuk dan mensekresikan

empedu ke dalam saluran intestinal, berperan pada berbagai metabolisme yang

berhubungan dengan karbohidrat, lipid dan protein, menyaring darah,

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

8

menyingkirkan bakteri dan benda asing yang masuk ke dalam darah (Maulina,

2015).

Tabel II.1 Elemen utama dari fungsi hati (Sanyal et al., 2018)

Tipe sel Fungsi

Hepatosit

Sekresi empedu

o Biosintesis garam empedu, konjugasi, dan sekresi

Serapan bilirubin, konjugasi, dan sekresi Sekresi

fosfolipid dan kolesterol

Biosintesis dan sekresi protein plasma

o Lipoprotein plasma

o Faktor koagulasi plasma (protrombin, fibrinogen,

faktor komplemen)

o Albumin

o Transferrin

Penyerapan dan degradasi protein plasma

Lipoprotein plasma

Glukosa homeostasis

Metabolisme dan detoksifikasi obat dan racun

Cholangiocytes Sekresi cairan kaya bikarbonat menjadi empedu

Sel endotel

sinusoidal

Penghalang yang dihidrasi antara darah sinusoidal dan

hepatosit

Pemrosesan protein plasma endositik

o Lipoprotein

o Produk akhir glikosilasi canggih

o Kompleks imun

Fungsi imunoregulasi

Input regulator ke sel stellate hati, hepatosit, dan fungsi

sel Kupffer

Sel Kupffer

Fagositosis materi partikulat dalam darah sinusoidal

Fagositosis debris hepatoseluler apoptosis dan nekrotik

Pembersihan mikroorganisme dan endotoksin yang

bersirkulasi

Fungsi imunoregulasi

Input regulator ke sel stellate hati, hepatosit, dan fungsi sel

endotel sinusoidal

Sel-sel stellate

hati

Penyimpanan vitamin A

Kontrol mikrovaskuler sinusoid

Produksi matriks ekstraseluler

Input regulator ke regenerasi hati

Fungsi imunoregulasi

Fibrosit (saluran

portal)

Produksi matriks ekstraseluler

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

9

2.1.3.1 Metabolisme Karbohidrat

Monosakarida dari usus halus diubah menjadi glikogen dan disimpan

dalam hepar dalam bentuk glikogen. Glikogen hepar merupakan

timbunan glukosa dan dimobilisasi jika kadar glukosa darah menurun

dibawah normal. Dari tempat glikogen ini, glukosa dilepaskan secara

konstan ke dalam darah (glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan

tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk

menghasilkan panas dan energi, sisanya diubah menjadi glikogen dan

disimpan dalam jaringan subkutan. Hepar juga mensintesis glukosa dari

protein dan lemak (Maulina, 2015).

2.1.3.2 Metabolisme Protein

Hepar sebagai tempat utama proses deaminasi oksidatif dan

transaminase. Siklus urea menyebabkan nitrogen diekskresi dalam

bentuk urea yang kurang toksik daripada gugus amino bebas dalam

bentuk ion amonium (Khalili & Burman, 2014).

2.1.3.3 Metabolisme Lemak

Sebanyak 80% kolesterol yang disintesis dalam tubuh dari asetil co-

a lewat jalur yang menghubungkan metabolisme karbohidrat dan lipid di

bentuk oleh hepar. Hepar dapat mensintesis, menyimpan, dan mensuplai

trigliserida. Hepar juga sebagai tempat produksi asam keto lewat jalur

oksidasi asam lemak (Khalili & Burman, 2014).

2.1.3.4 Sekresi Empedu

Hepar mensekresi cairan empedu sekitar 500 sampai 1000 mL setiap

hari. Cairan empedu dialirkan ke dalam saluran empedu yang terdiri dari

pigmen empedu dan asam empedu. Bilirubin dan biliverdin merupakan

pigmen empedu yang memberi warna tertentu pada feses, sedangkan

asam empedu yang dibentuk dari kolesterol membantu pencernaan lipid

(Maulina, 2015).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

10

2.1.3.5 Solubilisasi, Transport dan Penyimpanan

Empedu merupakan bahan seperti deterjen yang disintesis oleh liver

untuk melarutkan bahan yang tidak larut dan ditransport masuk maupun

keluar tubuh. Ketika berada dalam sitoplasma hepatosit, banyak asam

empedu yang dikonjugasikan dengan gula untuk meningkatkan

kelarutannya. Dalam duodenum, asam empedu berfungsi untuk

melarutkan lipid dan absorpsi lemak. Sebagian besar enzim yang

memperantarai proses metabolisme untuk detoksifikasi dan ekskresi Obat

dan bahan-bahan lain berada dalam retikulum endoplasma hepatosit.

Biotransformasi terdiri dari 2 fase, fase I melibatkan reaksi reduksi

oksidasi yaitu terjadi penambahan gugus fungsional ke bahan yang

diekskresikan. Fase 2 merupakan peristiwa pengikatan Obat dengan

senyawa yang larut air seperti asam glukuronat atau glutation peptida

(Khalili & Burman, 2014).

Pada jalur detoksifikasi dan transpor empedu hepatosit dapat

mengubah senyawa dengan BM rendah yang hidrofobik seperti Obat dan

bilirubin menjadi senyawa yang lebih hidrofil dan larut air sehingga

dapat diekskresikan melalui ginjal. Untuk membawa lemak keluar dari

jaringan, lemak harus terdispersi secara halus sehingga dapat dibawa oleh

aliran darah. Untuk tujuan ini, hepatosit mensintesis suatu golongan yang

disebut apolipoprotein (Khalili & Burman, 2014).

2.2 Sirosis Hati

2.2.1 Definisi Sirosis Hati

Sirosis berasal dari bahasa Yunani, kirrhos yang berarti oranye atau kuning

kecoklatan dan osis yang berarti kondisi (Cheney, 2012). Sirosis hati adalah

stadium lanjut dari fibrosis hati yang secara histologis didefinisikan sebagai

keberadaan nodul regeneratif yang dikelilingi oleh fibrosis luas (jaringan parut

hati) (Jimenez et al., 2018).

Gambar 2.3 Sirosis hati (Sanyal et al., 2018)

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

11

2.2.2. Epidemiologi Sirosis Hati

National Center for Health Statistics (NCHS) dan Centers for Disease

Control (CDC) memperkirakan bahwa pada tahun 2009 penyakit hati kronis dan

sirosis mewakili penyebab kematian ke-12 secara keseluruhan dan penyebab

kematian ke lima untuk pasien berusia 45 hingga 54 tahun (Scaglione et al.,

2015). Sirosis hati meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas di negara-negara

maju. Keseluruhan mortalitas sirosis di dunia diperkirakan 1.030.000 penduduk

per tahun. Sirosis hati merupakan penyebab keempat mortalitas di Eropa Tengah,

170. 000 penduduk per tahun di Eropa, dan 33.539 penduduk per tahun di

Amerika (Tsochatzis et al., 2014). Pada 2010, sirosis hati diperkirakan 2%

penyebab dari semua kematian global,yang setara dengan satu juta kematian

(Jimenez B et al., 2018). Satu studi cross-sectional berbasis populasi di Italia

menemukan 1,1% pada orang dewasa (Scaglione et al., 2015).

Di Indonesia, belum ada data resmi nasional tentang sirosis hepatik. Namun

dari beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah, prevalensi sirosis hepatik

yang di rawat di bangsal penyakit dalam umumnya berkisar antara 3,6 - 8 4 % di

Jawa dan Sumatra, sedangkan di Sulawesi dan Kalimantan di bawah 1%. Secara

keseluruhan rata-rata prevalensi sirosis adalah 3,5 % dari seluruh pasien yang

dirawat di bangsal penyakit dalam atau rata-rata 47,4 % dari seluruh pasien

penyakit hepar yang dirawat dengan perbandingan pria dan wanita adalah 2,1 : 1

dan usia rata-rata 44 tahun (Lovena et al., 2017).

2.2.3 Etiologi Sirosis Hati

Sirosis memiliki beberapa penyebab. Secara geografis etiologi sirosis hati di

negara-negara barat yang paling sering terjadi meliputi konsumsi alkohol,

hepatitis C, dan penyakit hati lemak non alkoholik (NAFLD). Sedangkan untuk

wilayah Asia-Pasifik utamanya disebabkan oleh hepatitis B. Etiologi lain dari

sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson,

sirosis bilier primer, primary sclerosing cholangitis, dan hepatitis autoimun.

Beberapa kasus sirosis hati bersifat idiopatik atau kriptogenik (Zhou, et al., 2014).

Di Amerika Serikat konsumsi alkohol berlebihan, virus hepatitis kronis (jenis B

dan C) adalah penyebab paling umum (Dipiro et al., 2015). Di Indonesia

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

12

penyebab utama sirosis hepatis adalah Hepatitis B (40%-50%) dan Hepatitis C

(30%-40%) (Lovena et al., 2017).

2.2.4 Patofisiologi Sirosis Hati

Transisi dari penyakit hepar kronis menjadi sirosis melibatkan peradangan,

aktivasi sel-sel stellata hati disertai dengan fibrogenesis, angiogenesis, serta

kerusakan parenkim lesi yang disebabkan oleh penyumbatan di vaskuler. Proses

ini menyebabkan hepar mengalami perubahan mikrovaskuler yang ditandai

dengan remodeling sinusoidal (deposisi matriks ekstraseluler dari sel stellata yang

aktif berproliferasi), pembentukan intra hepatic shunt (karena angiogenesis dan

hilangnya sel parenkim), dan disfungsi endotel hepatik yang ditandai dengan

rilisnya vasodilator, yaitu nitric oxide. Pelepasan nitric oxide dihambat oleh

rendahnya aktivitas endothelial nitric oxide synthetase (hasil dari insufisiensi

fosforilasi protein kinase-B, kurangnya kofaktor, meningkatnya radical

scavenging akibat oxidative stress dan peningkatan konsentrasi inhibitor endogen

nitric oxide), bersamaan dengan peningkatan produksi vasokonstriktor (terutama

stimulasi adrenergik dan tromboksan A2, aktivasi renin-angiotensin sistem,

hormon antidiuretik dan endotelin) (Tsochatzis et al., 2014).

Peningkatan resistensi aliran darah portal adalah faktor utama terjadinya

hipertensi portal pada sirosis. Vasodilatasi splanknik dengan peningkatan aliran

darah ke dalam sistem vena portal akan memperburuk peningkatan tekanan portal.

Vasodilatasi splanknik merupakan respon adaptif terhadap perubahan

hemodinamik intrahepatik pada sirosis yang mempunyai mekanisme berlawanan

dengan peningkatan tonus pembuluh darah hepar. Pada sirosis tingkat lanjut,

vasodilatasi splanknik, sirkulasi hiperdinamik dan hipertensi portal mempunyai

peran utama dalam patogenesis asites dan hepatorenal syndrome. Vasodilatasi

sistemik selanjutnya menyebabkan ventilasi atau perfusi paru, pada kasus yang

berat dapat menyebabkan hepatopulmonary syndrome dan hipoksemia arteri.

Hipertensi portopulmonari ditandai dengan vasokonstriksi paru yang disebabkan

oleh disfungsi endotel paru-paru (Tsochatzis et al., 2014).

Pembentukan dan peningkatan ukuran varises karena faktor anatomi,

hipertensi portal dan aliran darah kolateral, faktor angiogenesis sehingga dapat

terjadi perdarahan varises. Pelebaran pembuluh darah mukosa lambung mengarah

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

13

pada terjadinya portalhypertensive gastropathy. Selain itu, shunting dari darah

portal ke sirkulasi sistemik melalui portosystemic kolateral adalah penentu utama

terjadinya ensefalopati, penurunan first-pass effect dari obat per oral dan

penurunan fungsi sistem retikuloendotelial. Kapilarisasi sinusoid dan intrahepatic

shunt juga penting karena perubahan ini mengganggu perfusi hepatosit yang

merupakan penyebab utama terjadinya gagal hepar (Tsochatzis et al., 2014).

Gambar 2.4 Perjalanan Penyakit Hati Kronik (Safithri, 2018)

2.2.5 Komplikasi Sirosis Hati

Gambar 2.5 Patogenesis Sirosis Hati (McCormick, 2011)

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

14

2.2.5.1 Hipertensi Portal

Komplikasi sirosis ini umumnya terlihat pada sirosis lanjut dengan temuan

khas vasodilatasi splanknik (Angeli et al., 2018). Hipertensi portal didefinisikan

sebagai gradien tekanan vena porta yang melebihi 5 mmHg. Hipertensi portal

terjadi karena kenaikan resistensi vaskuler intrahepatik. Tekanan darah dalam

sinusoid meningkat ditransmisikan kembali ke pembuluh darah portal. Karena

vena portal tidak memiliki katup, tekanan tinggi ini ditransmisikan kembali ke

vaskular lainnya, sehingga terjadi splenomegali, portal-to-systemic shunting, dan

komplikasi sirosis lainnya (Khalili & Burman, 2014).

2.2.5.2 Varises Esofagus

Varises esofagus adalah komplikasi sirosis yang ditandai dengan pembesaran

abnormal pembuluh darah vena di esofagus bagian bawah (Budhiarta & Fajarini,

2017). Aliran darah melalui hepar terhambat secara progresif, tekanan vena porta

hepatik yang meningkat mengakibatkan terjadinya penurunan ketebalan dinding

pembuluh darah dan pembesaran pembuluh darah vena portal, pada permukaan

usus dan esofagus bagian bawah. Pembesaran pembuluh darah ini disebut varises

gastroesofageal. (Khalili & Burman, 2014). Varises esofagus berkembang dengan

laju 5-8% per tahun pada pasien dengan sirosis dan hipertensi portal. Perdarahan

varises terjadi pada 25-35% dari pasien dengan sirosis dan varises esofagogastrik

yang besar. Sebagian besar episode perdarahan terjadi dalam tahun pertama saat

diagnosis varises ditegakkan. Pendarahan dari varises esophagus dikaitkan dengan

15-20% kematian dini dan menyebabkan sepertiga dari semua kematian

(Greenberger et al., 2016).

2.2.5.3 Asites

Lima faktor utama yang terlibat dalam patogenesis asites adalah hipertensi

portal, hipoalbuminemia, retensi natrium, retensi air, dan peningkatan

pembentukan getah bening. Sirosis disertai asites menyebabkan volume plasma

meningkat 50% di atas normal, indeks jantung meningkat seperti kadar renin

plasma dan norepinefrin. Sirosis menimbulkan portal hipertensi, yang

menghasilkan vasodilatasi arteri splanknik Vasodilatasi arteri splanchnic

kemudian menyebabkan penurunan volume darah sirkulasi arteri dan aktivasi

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

15

renin-angiotensin dan sistem saraf simpatis, yang menghasilkan vasokonstriksi

ginjal dan retensi natrium. Vasodilatasi splanknik menyebabkan peningkatan

tekanan kapiler dan permeabilitas yang berkontribusi terhadap asites. Dalam

kurun waktu 10 tahun sejak diagnosis ditegakkan, sekitar 50% pasien sirosis

mengalami komplikasi berupa asites. Pengembangan asites berhubungan dengan

prognosis buruk mengakibatkan kematian (Greenberger et al., 2016).

2.2.5.4 Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)

SBP adalah infeksi asites yang terjadi tanpa adanya sumber infeksi yang

berdekatan dan tidak berasal dari inflamasi intraabdominal (Sanyal et al., 2018).

Spontaneous bacterial peritonitis (SBP) merupakan istilah yang digunakan untuk

menggambarkan infeksi akut asites, akumulasi cairan abnormal pada abdomen,

tanpa kejelasan sumber infeksi (Foris & Haseeb, 2019).

Mekanisme utama untuk infeksi SBP adalah translokasi bakteri dari lumen

usus ke kelenjar getah bening mesenteric dan lokasi ekstraintestinal lainnya.

Organisme gram negatif dari flora usus adalah penyebab paling sering.

Translokasi tersebut difasilitasi oleh shock pada sistem retikuloendotelial hati

serta perubahan permeabilitas usus akibat edema dan hipervolemia. Sistem

retikuloendotelial hati ditekan pada pasien dengan sirosis. Diakui bahwa 90%

fungsi sel retikuloendotelial berada dalam sel Kupffer, sel endotel dan sinusoidal.

Pirau intrapepatik dengan hipertensi portal mengakibatkan penurunan kontak

mikroorganisme dengan sel retikuloendotelial. Selain itu, ada penurunan aktivitas

fagositosis. Faktor tambahan termasuk penurunan aktivitas dalam cairan asites

dan penurunan fibronektin, yang berkorelasi langsung dengan kadar protein total

dalam cairan asites. Protein cairan asites dalam SBP secara khas kurang dari 1,0 g

/ dL. SBP dapat terjadi pada hingga 30% individu dan dapat memiliki tingkat

kematian di rumah sakit 25% (Longo & Fauci, 2010). Diagnosis ditegakkan

dengan peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear (PMN) cairan asites yang

meningkat lebih dari 250 sel / mL (Greenberger et al., 2016).

2.2.5.5 Ensefalopati Hepatik

Ensefalopati hepatic disebut juga portal systemic encephalopathy (PSE)

adalah kelainan neuropsikiatrik kompleks yang dihasilkan dari penyakit hati

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

16

parenkim kronis dengan kegagalan sel hati, sering bersamaan dengan pirau

sistemik portal, baik yang terjadi secara alami atau dibuat secara pembedahan.

Ensefalopati hepatic ditandai oleh perubahan kepribadian, tingkat kesadaran,

fungsi motorik, dan kognisi (Greenberger et al., 2016).

Patogenesis yang tepat dari ensefalopati hepatik tidak diketahui, akumulasi

produk nitrogen yang berasal dari usus dapat memiliki efek buruk pada fungsi

otak dan diyakini memainkan peran utama. Amonia yang diproduksi oleh usus

dapat memasuki sirkulasi sistemik sebagai akibat dari penurunan fungsi hati atau

pintasan sistemik portal. Begitu berada di jaringan otak, amonia dapat memblokir

saluran klorida, memodulasi reseptor γ-aminobutyric acid (GABA), meningkatkan

reseptor benzodiazepine perifer, dan meningkatkan glutamin otak. Beberapa bukti

yang mendukung konsep bahwa amonia memainkan peran kunci dalam

patogenesis ensefalopati hepatic adalah Kadar amonia meningkat pada darah

portal, darah tepi, dan cerebrospinal fluid (CSF) (Greenberger et al., 2016).

2.2.5.6 Sindrom Hepatorenal

Hepatorenal syndrome (HRS) adalah bentuk gagal ginjal fungsional tanpa

patologi ginjal yang terjadi pada sekitar 10% pasien dengan sirosis lanjut atau

gagal hati akut (Longo & Fauci, 2010). sirosis dan asites ditandai dengan aktivasi

dari renin-angiotensin dan sistem saraf simpatik, menghasilkan peningkatan kadar

renin, aldosteron, dan norepinefrin. Jika pasien sirosis berhasil menjalani diuresis,

kadar renin, aldosteron, norepinefrin, dan hormon antidiuretik semuanya

menurun. Namun, pada pasien dengan penyakit hati tahap akhir yang dipersulit

oleh sindrom hepatorenal, kadar renin, aldosteron, hormon antidiuretik, dan

norepinefrin akan meningkat secara terus-menerus meskipun ada upaya yang

keras dalam ekspansi volume. Hal ini terjadi biasanya terjadi karena penurunan

resistensi vaskular sistemik dan vasodilatasi arteriolar splanknik. Vasodilatasi

splanknik terjadi akibat peningkatan sintesis oksida nitrat (Greenberger et al.,

2016).

Kombinasi penurunan resistensi vaskular sistemik dan arterial underfilling

mengakibatkan stimulasi vasokonstriktor sistemik yang kemudian menyebabkan

vasokonstriksi ginjal. Pada tahap awal sirosis, peningkatan vasodilator sistemik

dan lokal dapat bertindak untuk menjaga fungsi ginjal. Vasodilator meliputi

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

17

prostasiklin, prostaglandin E2, nitrat oksida, atrium natriuretik peptida, dan sistem

kallikrein-kinin. Vasokonstriktor termasuk angiotensin II, nor-epinefrin,

neuropeptida Y, endotelin-1, adenosin, tromboksan A2, sisteinil leukotrien, dan

F2-isoprostan. Dengan perkembangan sindrom hepatorenal, penurunan produksi

vasodilator lokal dan peningkatan produksi vasokonstriktor, menyebabkan

vasokonstriksi ginjal intens yang mempengaruhi terutama korteks ginjal.

Golongan obat seperti NSAID, dan aspirin, berdasarkan penghambatan mereka

yaitu sintesis prostaglandin, dapat mengganggu produksi vasodilator lokal di

ginjal dan dapat episode sindrom hepatorenal pada pasien sirosis (Greenberger et

al., 2016).

2.2.6. Data Klinis dan Data Laboratorium Sirosis Hati

2.2.6.1 Data Klinis

Data klinis pada pasien sirosis hati, meliputi (Dipiro et al., 2015) :

a. Asymptomatic (Tanpa gejala)

b. Hepatomegali dan splenomegali

c. Pruritus, ikterus, eritema palmar, spider angiomata, dan hiperpigmentasi

d. Ginekomastia dan libido berkurang

e. Asites, edema, efusi pleura, dan kesulitan pernapasan

f. Malaise, anoreksia, dan penurunan berat badan

g. Ensefalopati

2.2.6.2 Data Laboratorium

Tes penilaian hati rutin meliputi alkaline phosphatase, bilirubin, aspartate

transaminase (AST), alanine aminotransferase (ALT), dan γ-glutamyl

transpeptidase (GGT). Penanda tambahan aktivitas sintetik hati meliputi waktu

albumin dan protrombin (PT) (Dipiro et al., 2015).

A. Aminotransferase

Cedera hepatoceluler menyebabkan enzim-enzim aminotransferase, AST

dan ALT meningkatkan konsentrasi dalam plasma. Konsentrasi tertinggi

dapat dilihat pada infeksi virus akut dan cedera hati iskemik atau beracun

(Dipiro et al., 2015). Dibanding ALT, AST lebih sering meningkat. Namun,

tidak selalu terjadi peningkatan pada pasien sirosis (Goldberg & Chopra,

2015).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

18

B. Alkaline Fosfatase

Alkaline fosfatase biasanya meningkat pada sirosis, tetapi tidak lebih dari

dua sampai tiga kali nilai normal. (Goldberg & Chopra, 2015). Alkaline

phosphatase dan GGT meningkat pada plasma akibat gangguan obstruktif

yang mengganggu aliran empedu dari hepatosit ke saluran-saluran empedu

atau dari pohon empedu ke usus dalam kondisi seperti sirosis billier primer,

sklerosing kolangitis, kolestasis akibat obat, obstruksi saluran empedu,

penyakit hati kolestatik autoimun, dan kanker metastatik hati (Dipiro et al.,

2015).

C. Gamma-glutamil transpeptidase (GGT)

Pada penyakit hepar berkorelasi cukup baik dengan alkali fosfatase dan

bersifat spesifik. GGT biasanya jauh lebih tinggi pada penyakit hepar kronis

yang disebabkan oleh alkohol dibandingkan penyebab lain (Goldberg &

Chopra, 2015). Alkohol dapat menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga

bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit (Sudoyo, 2009).

E. Bilirubin

Kenaikan kadar serum bilirubin terkonjugasi menunjukkan bahwa hati

telah kehilangan kurang lebih setengah kapasitas ekskretorisnya. Saat alkali

fosfatase meningkat dan tingkat aminotransferase normal, tingginya bilirubin

terkonjugasi adalah tanda penyakit kolestasis atau reaksi obat kolestasis

(Dipiro et al., 2015). Jadi, pasien sirosis terkompensasi kadar bilirubin

normal. Namun, kadar akan meningkat sesuai progresivitas penyakit

(Goldberg & Chopra, 2015).

F. Albumin

Albumin merupakan substansi terbesar dari protein yang dihasilkan oleh

hati. Fungsi albumin adalah mengatur tekanan onkotik, mengangkut nutrisi,

hormon, asam lemak, dan zat sampah dari tubuh. Apabila terdapat gangguan

fungsi sintesis sel hati maka kadar albumin serum akan menurun

(hipoalbumin) terutama apabila terjadi lesi sel hati yang luas dan kronik

(Rosida, 2016). Kadar albumin dapat digunakan untuk mengetahui tingkat

keparahan sirosis. Hipoalbuminemia tidak spesifik untuk penyakit hepar,

karena kondisi lain juga dapat terjadi hipoalbuminemia seperti gagal jantung,

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

19

sindrom nefrotik, protein kehilangan enteropati, atau malnutrisi (Goldberg &

Chopra, 2015).

G. Trombositopenia

Trombositopenia merupakan tanda yang relatif umum pada penyakit hati

kronis dan ditemukan pada 15 % sampai 70 % dari pasien sirosis (Dipiro et

al., 2015). Penyebab utama adalah hipertensi portal dan splenomegali

kongestif. Penyerapan trombosit hingga 90% dapat disebabkan oleh

pembesaran limpa. Penurunan kadar trombopoietin juga dapat berkontribusi

terjadinya trombositopenia (Goldberg & Chopra, 2015).

H. Prothrombin time

Waktu protrombin menunjukkan tingkat disfungsi sintetis di hepar.

Prothrombin time yang memanjang berarti kemampuan hepar untuk

mensintesis faktor pembekuan berkurang akibat sirosis (Goldberg & Chopra,

2015).

I. Serum Natrium

Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan

dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas (Sudoyo, 2009).

2.2.7 Penatalaksanaan Sirosis Hati

2.2.7.1 Penatalaksaan Sirosis Hati dengan Hipertensi Portal dan Varices

Esofagus

Penatalaksanaan hipertensi portal dan varises esofagus meliputi tiga strategi

yaitu :

1. Profilaksis primer untuk mencegah perdarahan ulang

2. Pengobatan untuk pendarahan varises (variceal hemorrhage)

3. Profilaksis sekunder untuk mencegah perdarahan ulang pada pasien yang

sudah berdarah (Dipiro et al., 2015).

a. Profilaksis Primer

Pasien dengan sirosis disertai hipertensi portal harus di skrining

untuk varises pada diagnosis. Profilaksis primer adalah penggunaan agen

β-adrenergic blocking non selektif seperti propanolol atau nadolol. Agen

ini mengurangi tekanan portal dengan mengurangi aliran vena porta

melalui dua mekanisme yaitu penurunan curah jantung dan penurunan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

20

aliran darah splanknik. Terapi dimulai dengan propanolol 20 mg dua kali

sehari atau nadolol 20 sampai 40 mg sekali sehari, dan dititrasi 2 sampai

3 hari untuk dosis maksimal ditoleransi untuk denyut jantung 55 sampai

60 denyut/menit. Terapi β-adrenergic bloker harus dilanjutkan tanpa

batas (Dipiro et al., 2015). Β-blocker non-selektif adalah satu-satunya

terapi farmakologis untuk profilaksis primer perdarahan varises. Sebuah

meta-analisis dari uji coba terkontrol secara acak telah menunjukkan

kemanjurannya dalam menurunkan tingkat variasi pertama dari 24%

menjadi 15%. Studi ini melibatkan pasien dengan sirosis Child-Pugh

kelas A dan B (Greenberger et al., 2016).

Gambar 2.6 Algortima manajemen untuk pendarahan profilaksis primer

(Greenberger et al., 2016)

b. Pendarahan akut varises (Acutevariceal hemorrhage)

Tujuan pengobatan awal meliputi (1) resusitasi volume darah yang

memadai (2) perlindungan jalan nafas dari aspirasi darah (3) koreksi

koagulopati yang signifikan dan / atau trombositopenia dengan plasma

beku dan trombosit segar (4) profilaksis terhadap SBP dan infeksi

lainnya (5) kontrol perdarahan (6) pencegahan perdarahan ulang, dan (6)

pemeliharaan fungsi hati (Dipiro et al., 2015).

Penting untuk dipertimbangkan intubasi elektif pada pasien dengan

perdarahan aktif untuk melindungi jalan nafas dari aspirasi, terutama jika

ada bersamaan ensefalopati hati (Greenberger et al., 2016). Stabilisasi

volume darah secara cepat untuk mempertahankan hemoglobin 8 g / dL

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

21

dengan volume ekspansi untuk mempertahankan tekanan darah sistolik

90 hingga 100 mmHg dan denyut jantung kurang dari 100 denyut / menit

dianjurkan (Dipiro et al., 2015).

Pasien dengan perdarahan akibat varises beresiko tinggi terkena

infeksi, termasuk infeksi spontaneous bacterial peritonitis. Seharusnya

antibiotik jangka pendek diberikan kepada semua pasien dengan sirosis

dan perdarahan varises akut. Norfloxacin (400 mg dua kali sehari selama

7 hari) atau antibiotik kuinolon dengan spektrum aktivitas yang serupa

(misalnya, levofloxacin, ciprofloxacin) adalah agen yang sering

digunakan. Di sebuah studi terbaru, ceftriaxone intravena (1 g / hari)

ditemukan lebih unggul daripada norfloxacin pada pasien dengan sirosis

yang sangat dekompensasi (Greenberger et al., 2016).

Segera setelah perdarahan varises diduga, pemberian agen vasoaktif

harus diinisiasi. Agen-agen ini termasuk terlipressin, dan somatostatin

atau analognya. Terlipressin memiliki efek samping yang lebih sedikit

daripada vasopresin dan merupakan satu-satunya agen farmakologis yang

mungkin memiliki manfaat bertahan hidup pada pasien dengan

pendarahan varises akut. Octreotide telah terbukti memiliki khasiat yang

sama dengan sclerotherapy dalam mengendalikan perdarahan dan aman

dengan sangat sedikit efek samping (Greenberger et al., 2016). Terapi

obat vasoaktif (biasanya octreotide) untuk menghentikan atau

memperlambat perdarahan secara rutin digunakan sejak awal dalam

manajemen pasien untuk memungkinkan stabilisasi pasien. Pengobatan

dengan octreotide harus dimulai sejak dini untuk mengendalikan

perdarahan dan memfasilitasi endoskopi. Octreotide diberikan sebagai

bolus IV 50 mcg diikuti oleh infus kontinu 50 mcg / jam dan dilanjutkan

selama 5 hari setelah perdarahan varises akut. Pasien harus dimonitor

untuk hipo atau hiperglikemia (Dipiro et al., 2015). Sebuah uji coba

prospektif multicenter terbaru yang membandingkan terlipressin,

somatostatin, dan octreotide menemukan bahwa ketiga nya sama efektif

dalam mengendalikan perdarahan varises akut dan mencegah episode

perdarahan dini (Greenberger et al., 2016).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

22

c. Profilaksis Sekunder untuk pencegahan perdarahan ulang

Setelah perdarahan akut terlah terkontrol, pencegahan sekunder dari

perdarahan ulang adalah yang terpenting. Terapi lini pertama untuk

pencegahan perdarahan varises berulang adalah kombinasi terapi

farmakologis dan EVL. β-Blocker telah terbukti menurunkan tingkat

rebleeding dari 63% menjadi 42% dan mengurangi angka kematian dari

27% menjadi 20 % (Greenberger, et al., 2016). Propranolol dapat

diberikan 20 mg dua kali sehari atau nadolol 20-40 mg sekali sehari, dan

dititrasi setiap minggu untuk mencapai tujuan denyut jantung 55-60

denyut / menit atau dosis maksimal ditoleransi. Pasien harus

dimonitoring untuk bukti gagal jantung, bronkospasme, atau intoleransi

glukosa (Dipiro et al., 2015).

Pada pasien yang memiliki respons tidak lengkap terhadap

monoterapi β-blocker, dapat mempertimbangkan penambahan isosorbide

mononitrate. Dengan terapi kombinasi, angka rebleeding tampaknya

lebih rendah namun biaya lebih mahal (Greenberger et al., 2016). Jika

pasien tidak dapat mentolerir β-blocker, EVL adalah perawatan

endoskopi yang disukai untuk mencegah pencegahan perdarahan ulang.

Meskipun EVL lebih efektif daripada sclerotherapy dalam mencegah

rebleeding, risiko rebleeding setelah EVL etap tinggi, mencapai 30-50%

pada 2 tahun. Kombinasi dari β-blocker nonselektif dan EVL telah

terbukti hasilnya dalam tingkat penurunan perdarahan kembali varises,

transfusi yang lebih rendah, kambuhnya varises esofagus yang lebih

rendah, dan peningkatan kelangsungan hidup. Namun, ada sedikit

peningkatan efek samping dengan terapi kombinasi. Sesi EVL harus

dilakukan setiap 7–14 hari hingga penghapusan variceal lengkap tercapai.

Pengawasan dilakukan terus menerus setiap 6-12 bulan untuk menyaring

varian berulang (Angeli et al., 2018).

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

23

Gambar 2.7 Pencegahan Berulang Variceal Hemorrhage (Greenberger et

al., 2016)

2.2.7.2 Penatalaksaan Sirosis Hati dengan Asites

Tujuan terapeutik untuk pasien dengan asites adalah untuk mengontrol

asites, mencegah atau meringankan gejala terkait asites (dyspnea, nyeri perut

dan distensi), mencegah SBP dan sindrom hepatorenal. Untuk pasien dengan

asites, gradien albumin serum-asites harus ditentukan. Jika gradien serum-

asites albumin lebih besar dari 1,1 g / dL (> 11 g / L), pasien hampir pasti

memiliki hipertensi portal. Pengobatan asites sekunder akibat hipertensi portal

termasuk larangan mengkonsumsi alkohol, pembatasan natrium (hingga 2 g /

hari), dan terapi diuretik. Tujuan terapi tersebut untuk meningkatkan ekskresi

natrium urin hingga lebih dari 78 mmol / hari (Dipiro et al., 2015).

Diuretik hemat kalium seperti spironolactone diberi pada awal terapi

dalam dosis 100-200 mg / hari. Spironolactone dapat ditingkatkan secara hati-

hati hingga 400 mg / hari, tetapi perlu diperhatikan efek samping seperti

hiperkalemia dan asidosis metabolik. Dosis spironolakton tidak perlu dibagi

dan dapat diberikan sekali sehari. Efek spironolakton dapat dicatat sejak dini 3

hari setelah mulai pengobatan. Terapi yang efektif dengan spironolakton

biasanya menghasilkan pembalikan kelainan potassium sodium dalam urin,

dengan peningkatan ekskresi natrium hingga lebih dari 10 mEq / hari dan

menurun dalam sekresi kalium. Diuretik hemat kalium lainnya termasuk

amiloride dan triamterene, sering kali perlu ditambahkan. Loop diuretik, seperti

furosemide diberikan pada awalnya dengan dosis 20–40 mg / hari dan bisa

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

24

meningkat menjadi 160 mg. Torsemide diberikan dengan dosis 10–20 mg / hari

dan dapat ditingkatkan menjadi 80 mg / hari (Greenberger et al., 2016)..

2.2.7.3 Penatalaksanaan sirosis hati dengan Ensefalopati Hepatik

Pendekatan pertama untuk pengobatan HE bertujuan untuk mengidentifikasi

penyebab dan pencetusnya. Pendekatan pengobatan meliputi (1) pengurangan

konsentrasi amonia darah oleh pembatasan diet, dengan terapi obat yang bertujuan

menghambat produksi amoniak atau meningkatkan ekskresi amoniak (laktulosa

dan antibiotik) (2) penghambatan Reseptor γ-aminobutyric acid-benzodiazepine

oleh flumazenil. Untuk mengurangi konsentrasi amonia darah pada pasien

ensefalopati hepatik, asupan protein dibatasi (sambil mempertahankan asupan

kalori) sampai situasi klinis membaik. Asupan protein dapat dititrasi kembali

berdasarkan toleransi dengan total 1 hingga 1,5 g / kg / hari (Dipiro et al., 2015).

Pengobatan utama HE dengan laktulosa dan rifaximin, pengukuran amonia tidak

dapat digunakan sebagai acuan dan tidak digunakan untuk memulai atau

memandu pengobatan . Hindari obat penenang dan opiat; pembatasan protein

tidak bermanfaat (Ge dan Runyon, 2016).

Untuk mengurangi konsentrasi ammonia dalam hepatik ensefalopati,

dimmulai dengan laktulosa 45 mL oral setiap jam (atau 300 mL sirup laktulosa

dengan 700 mL air diberikan sebagai enema retensi, ditahan selama 60 menit)

sampai katarsis dimulai. Dosis kemudian diturunkan menjadi 15-30 mL secara

oral setiap 8-12 jam. Terapi antibiotik dengan metronidazole atau neomycin

dicadangkan untuk pasien yang belum merespons diet dan laktulosa. Rifaximin

550 mg dua kali sehari ditambah laktulosa dapat digunakan untuk pasien dengan

respon yang tidak adekuat terhadap laktulosa saja. Manajemen pada pasien

dengan sirosis yang kekurangan zinc diberikan suplementasi seng asetat (220 mg

dua kali sehari) direkomendasikan untuk jangka panjang (Dipiro et al., 2015)

2.2.7.4 Penatalaksanaan sirosis hati dengan Sindrom Hepatorenal

a. Tidakan Pencegahan

Sindrom hepatorenal berkembang pada pasien dengan infeksi bakteri

sistemik (SBP, hepatitis alkoholik berat atau keduanya) dan penting untuk

memberikan pengobatan profilaksis untuk menjaga terhadap

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

25

perkembangannya. Termasuk pemberian albumin intravena (1,0 g / kg) pada

hari pertama diagnosis SBP atau sepsis, dan dosis lain albumin (1,0 g / kg)

setelah 48 jam perawatan antibiotik. Telah dipastikan bahwa norfloxacin

sangat efektif dalam mencegah SBP berulang pada sirosis. Sebuah studi

menunjukkan bahwa profilaksis primer dengan norfloxacin tidak hanya

mengurangi kejadian SBP tetapi, juga menunda perkembangan sindrom

hepatorenal dan meningkatkan kelangsungan hidup. 68 pasien yang

memenuhi kriteria inklusi secara acak untuk menerima norfloxacin (400 mg /

hari) atau plasebo. Hasilnya, terjadi penurunan kemungkinan infeksi SBP

pada 1 tahun, penurunan kejadian sindrom hepatorenal, dan kelangsungan

hidup pada penerima norfloxacin dibandingkan dengan pasien yang

menerima plasebo saja (Greenberger et al., 2016)

b. Terapi Vasopresor

Terapi kombinasi dengan midodrine dan oktreotida mungkin efektif dan

aman sebagai terapi vasopresor. midodrine adalah vasokonstriktor sistemik

dan oktreotida adalah penghambat vasodilator endogen. Obat-obatan ini

seharusnya digunakan setidaknya 7-14 hari karena biasanya terjadi

peningkatan fungsi ginjal secara perlahan. Terapi harus diarahkan untuk

mengurangi kadar kreatinin serum hingga di bawah 1,5 mg / dL (130 µmol /

L). Dosis yang dianjurkan untuk midodrine biasanya 7,5 mg secara subkutan

tiga kali sehari, dan untuk oktreotida, 200 μg secara subkutan tiga kali sehari.

Pemberian albumin secara bersamaan (1,0 g / kg di hari pertama, diikuti oleh

20-40 g / hari) tampaknya diperlukan sebagai obat vasokonstriktor dengan

efek yang menguntungkan (Greenberger et al., 2016).

c. Transjugular Intrahepatic Shunt (TIPS)

Transjugular Intrahepatic Shunt sebagai pengobatan untuk hepatorenal

tipe 1 pada pasien sirosis mengikuti peningkatan hemodinamik sistemik

dengan kombinasi midodrine, oktreotida, dan albumin. Pasien sirosis dengan

sindrom hepatorenal tipe 1 menerima terapi medis hingga kreatinin serumnya

menurun menjadi kurang dari 1,5 mg / dL untuk setidaknya 3 hari diikuti oleh

TIPS jika tidak ada kontraindikasi. Pasien dinilai di 1 minggu dan pada 1, 3,

6, dan 12 bulan pasca-TIPS. Semua pasien menerima midodrine oral (2,5 mg

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

26

/ dL), oktreotida intravena (25 ug / jam), dan intravena albumin (50 g / hari).

Terapi medis dengan midodrine dan oktreotida menyebabkan peningkatan

pada 10 dari 14 pasien sebagaimana dibuktikan dengan penurunan kreatinin

serum dari 2,6 mg / dL menjadi 0,84 mg / dL. Penelitian ini menyimpulkan

bahwa TIPS adalah pengobatan yang efektif untuk sindrom hepatorenal tipe 1

pada pasien dengan sirosis asites dan pasien dengan peningkatan fungsi ginjal

menggunakan pengobatan kombinasi midodrine, oktreotida, dan albumin

(Greenberger et al., 2016)

d. Dialisis

Pasien dengan sindrom hepatorenal dapat diobati dengan dialysis. Hal ini

paling sering dilakukan ketika seorang pasien sedang menunggu untuk

transplantasi hati. Namun, sebagian besar pasien dengansindrom hepatorenal

yang menjalani dialisis tidak bertahan tanpa adanya transplantasi hati

(Greenberger et al., 2016).

2.2.8 Penilaiann Derajat Keparahan Sirosis Hati

Metode Child-Turcotte-Pugh score ataupun metode Model for End Stage

Liver Disease (MELD) score , sistem penilaian ini membantu menentukan derajat

disfungsi hati. Dikembangkan pada tahun 1970-an, sistem penilaian awalnya

dirancang untuk menilai risiko kematian pada pasien dengan sirosis menjalani

operasi shunt portosystemic untuk mencegah pendarahan varises. Penilaian

didasarkan pada bilirubin dan konsentrasi albumin, international normalized ratio

(INR), tingkat keparahan asites dan ensefalopati hepatik (HE) (Muir, 2015).

Penilaian MELD score yaitu:

Skor MELD

= [0,957 × log (serum kreatinin mg / dL)] + [0,378 × log (bilirubin mg /

dL)] + [1.120 × log (INR)] + 0.643

Dalam MELD, nilai laboratorium yang kurang dari 1 dibulatkan menjadi 1.

Skor rumus dikalikan dengan 10 dan dibulatkan ke bilangan bulat terdekat.

(Dipiro et al., 2015)

Penilaian derajat keparahan sirosis menggunakan metode Child-Turcotte- Pugh

score yaitu:

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

27

Tabel II.2 Kriteria dan Penilaian prognosis sirosis metode Child-Pugh pada

Penyakit Hati Kronik (Dipiro et al., 2015)

Keterangan : Kelas A: <7 poin; kelas B: 7-9 poin; kelas C: 10–15 poin

2.3 Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)

2.3.1 Definisi Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)

SBP adalah infeksi asites yang terjadi tanpa adanya sumber infeksi dan

ditandai oleh infeksi spontaneous cairan asites tidak berasal dari inflamasi

intraabdominal (Sanyal et al., 2018). Diagnosis Spontaneous Bacterial Peritonitis

(SBP) dilakukan berdasarkan hitungan sel polimorfonuklear (PMN) ≥ 250

sel/mm3 atau kultur dari cairan asites yang menunjukkan hasil positif oleh adanya

bakteri (Gurusamy et al., 2018). Sirosis disertai asites dan pertumbuhan bakteri

berlebih dilaporkan memiliki tingkat SBP yang lebih tinggi. SBP dapat terjadi

pada hingga 30% individu dan dapat memiliki tingkat kematian di rumah sakit

25% (Longo & Fauci, 2010).

Tabel II.3 Prediktor episode pertama SBP (Greenberger, et al., 2016)

Parameter Nilai Prediksi SBP

Bilirubin >2.5 mg/Dl

Ascitic fluid total protein <1.0 g/dL

Ascitic fluid total protein <1.0 g/dL

Serum Na <130

Serum Albumin <2.6

Platelets <100,00

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

28

2.3.2 Epidemiologi Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)

Spontaneous bacterial peritonitis dapat terjadi pada hingga 30% dari pasien

dengan sirosis hati dengan asites (Longo et al., 2010). Prevalensi SBP pada pasien

rawat jalan adalah 1,5-3,5% dan 10% padapasien rawat inap (Angeli et al., 2018).

SBP adalah salah satu komplikasi yang paling serius dari sirosis, dengan angka

kematian antara 20% hingga 40% walaupun ada pengobatan dengan antibiotik

(Sunjaya, 2019).

Studi penelitian World Journal of Medical Sciences menyebutkan usia pasien

Sirosis hepatis disertai SBP berkisar dari 51 tahun hingga 65 tahun (rata-rata

58,67 ± 6,8). Jumlah laki-laki (66,7%) secara signifikan lebih tinggi daripada

perempuan (33,3%) dan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Hanouneh et al. yang mempelajari 404 pasien, rata-rata usia pasien yang terdaftar

adalah 54,3 ± 9,7 tahun, dengan 143 pasien wanita (35,4%) dan 261 pasien pria

(64,6%). Mengenai manifestasi klinis yang diteliti pasien, temuan klinis yang

paling umum adalah nyeri perut (73,3%) ini bertepatan dengan Webster et al.

yang menyatakan bahwa tanda klinis paling signifikan untuk SBP adalah nyeri

tekanan perut. Mengenai organisme yang diisolasi, dari 60 pasien untuk

Escherichia coli didapatkan pada 36 pasien (60%), Staphylococcus koagulase

negatif pada 7 pasien (11,7%), Citrobacter pada 7 pasien (11,7%), Klebsiella pada

4 pasien ( 6,7%) Proteus pada 2 pasien ( 3,3%), Enterococci pada 2 pasien

(3.3%) dan Staphylococcus koagulase positif pada 2 pasien (3,3%) (Zakria et al.,

2016).

2.3.3 Etiologi Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)

Spontaneous bacterial peritonitis (SBP) lebih dari 95% terjadi akibat

translokasi bakteri (Bruns T et al, 2015). Escherichia coli, non-enterococcal

streptococci dan Klebsiella menyebabkan sebagian besar episode SBP (Arroyo

dan Fernandes, 2017). Kokus Gram-positif terutama Streptococcus sp. yaitu

Streptococcus pneumoniae terjadi pada 20% kasus. Bakteri anaerob terjadi pada <

5% dari pasien (Dancygier, 2014).

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

29

2.3.4 Patofisiologi Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)

Mekanisme terjadinya SBP yaitu translokasi bakteri yang merupakan

perpindahan bakteri usus ke kelenjar getah bening mesenterika kemudian melalui

sirkulasi darah akan menginfeksi cairan asites. Tiga mekanisme utama terjadinya

translokasi bakteri yaitu disfungsi imun, pertumbuhan bakteri usus berlebih dan

disfungsi barier usus (Horinek dan Fish, 2009). Pada sirosis tahap lanjut, motilitas

usus berkurang karena hiperaktifasi sistem saraf simpatis yang menyebabkan

pertumbuhan bakteri usus yang berlebihan. Pada pasien juga terjadi peningkatan

permeabilitas mukosa usus akibat dari hipertensi portal dan proinflamasi lokal

terutama dipicu oleh rilisnya endotoksin. Selain itu pada pasien terjadi disfungsi

imun sehingga neutrofil dan fagositosis oleh makrofag berkurang. Hal ini karena

fungsi efektor sel imunokompeten beredar dalam darah, yang membatasi

kemampuan bakteriostatik serum (Barreales dan Fernandez, 2011).Protein cairan

asites dalam SBP secara khas kurang dari 1,0 g / dL (Greenberger et al., 2016).

Gambar 2.8 Patofisiologi SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis)

(Bunchorntavakul et al., 2016)

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

30

Translokasi bakteri dari lumen usus adalah terutama dianggap sebagai

faktor pengembangan SBP yang disebabkan bakteri gram negatif gram aerob

dari enterobacteriaceae (60%) dilaporkan sebagai penyebab dominan dari SBP

(Bibi et al., 2015). Translokasi bakteri adalah suatu proses dimana adanya

bakteri enterik, bakteri tersebutmemiliki endotoksin dan DNA yang dapat

masuk melewati sawar mukosa usus untuk menginfeksi kelenjar getah bening

mesenterika, dengan memasuki aliran darah dan kemudian menuju cairan

asites. Mekanisme yang diserang bakteri pada pasien sirosis adalah intestinal

stabilitas flora, integritas epitel usus, dan pertahanan kekebalan host. Pada

sirosis lanjut, mortilitas usus sangat berkurang yang mengarah ke usus

sehingga terjadi pertumbuhan bakteri berlebih (Barreales et al., 2011). Adanya

kerusakan struktural dan fungsional dari mukosa usus terhadap infeksi

menekan kekebalan sistem pada pasien dengan sirosis hati. Hal ini akan lebih

memicu terjadi translokasi bakteri karena adanya endotoksin dan DNA dari

bakteri padaTranslokasi bakteri, disfungsi imun lokal dan sistemik, terutama

aktivitas opsonic menurun dalam cairan ascites merupakan elemen utama

dalam patogenesis SBP. Oleh sebab itu, mikroflora usus termasuk E. coli,

Klebsiella spp., Enterobacter spp., Enterococci, dan Streptococcus adalah

organisme penyebab umum (Bunchorntavakul et al., 2016).

Beberapa faktor yang berkaitan dengan patogenesis SBP (Spontaneous

Bacterial Peritonitis) sangat erat hubungannya setelah terjadinya asites,

dimana disisi lain adanya pertumbuhan bakteri berlebih di usus, perubahan

permeabilitas usus, translokasi bakteri dan imunodefisisensi (Lata et al., 2009).

Bakteri yang diisolasi dari cairan asites 90 % adalah bakteri usus, hal ini

diperkuat dugaan bahwa saluran pencernaan merupakan sumber kontaminasi

bakteri. Translokasi bakteri merupakan proses dimana bakteri yang secara

normal berada pada sistem saluran pencernaan melewati mukosa, berkolonisasi

di kelenjar limfe dan mencapai sirkulasi sistemik melalui sirkulasi limfatik

mesenterik (Caruntu dan Benea, 2006). Diawali dengan pertumbuhan bakteri

di usus yang disebabkan motilitas usus dan mungkin pada pasien sirosis

permeabilitas usus meningkat dengan hipertensi portal dan edema saluran

cerna. Kemudian diikuti dengan perubahan permebilitas usus. Perubahan

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

31

permeabilitas usus dapat disebabkan oleh hipertensi portal, penurunan aliran

darah mukosa (Lata et al., 2009).

2.3.5 Penatalaksanaan Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)

2.3.5.1 Terapi Albumin

Albumin pada sirosis dengan SBP berfungsi untuk mengurangi kejadian

cedera ginjal akut dan mortalitas saat diberikan bersamaan dengan antibiotik

(Paine, 2019). Penggunaan albumin intravena dalam pengobatan SBP didukung

oleh uji coba terkontrol secara acak yang menunjukkan bahwa antibiotik dan

albumin intravena diberikan pada dosis 1,5 g / kg pada saat diagnosis dan

kemudian 1,0 g /kg pada hari ke 3 mengurangi kejadian gangguan ginjal dan

meningkatkan kelangsungan hidup pasien dibandingkan dengan antibiotik yang

diberikan sendirian. Kejadian ini sangat penting pada pasien dengan serum

bilirubin ≥4 mg / Dl (Greenberger et al., 2016). Perkembangan disfungsi ginjal

berkorelasi kuat dengan peningkatan aktivitas renin plasma, yang menemukan

bahwa aktivasi RAAS sejajar dengan pengembangan cedera ginjal akut dalam

sirosis disertai SBP, dan hal ini dapat dikurangi dengan pemberian albumin

intravena (Paine, 2019).

2.3.5.2 Terapi Antibiotik Empiris

Terapi empiris diindikasikan sebelum didapatkan hasil kultur, saat nilai

PMN cairan asites ≥ 250 sel/mm3. Antibiotik yang berpotensi nefrotoksik

(aminoglikosida) sebaiknya tidak diberikan sebagai terapi empiris (Patidar &

Sanyal, 2018). Sefalosporin generasi ketiga banyak digunakan pada pasien SBP

karena kerjanya yang mencakup kebanyakan bakteri kausatif penyebab SBP dan

konsentrasi cairan asites tinggi selama terapi (Ginès et al., 2010; Emmanuel &

Inns, 2014). Studi lain menunjukkan bahwa amoksisilin/asam klavulanat sebagai

terapi empiris sama efektifnya dengan sefalosporin generasi ketiga pada beberapa

pasien. Namun, hanya satu perbandingan studi dalam sampel kecil sehingga perlu

studi yang lebih besar untuk konfirmasinya (Yecies & Inagami, 2013).

Siprofloksasin yang diberikan secara IV selama 7 hari, atau secara IV selama 2

hari diikuti secara oral selama 5 hari memberikan hasil perbaikan yang serupa

dengan sefotaksim dalam penanganan SBP, tetapi dengan biaya yang signifikan

lebih besar. Namun, penerapan switch therapy (seperti penggunaan antibiotik

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

32

secara IV diawal, diikuti secara oral setelahnya) menjadikan siprofloksasin lebih

efektif secara biaya dibandingkan dengan sefotaksim yang digunakan secara IV

terus-menerus. Ofloksasin oral memberikan hasil yang serupa dengan sefotaksim

secara IV pada SBP yang tidak kompleks, tanpa gagal ginjal, hepatik ensefalopati,

pendarahan gastrointestinal, ileus, dan syok (Ginès et al., 2010).

2.3.5.3 Terapi Antibiotik Profilaksis

Pasien yang telah melewati episode SBP berkemungkinan besar untuk

mengalami SBP kambuhan (sekitar 70% dalam 1 tahun). Pemberian norfloksasin

secara oral dengan dosis 400 mg/hari memberikan hasil signifikan lebih rendah

dalam rekurensi terutama dari bakteri gram-negatif. Oleh karena itu, perlu

pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah kekambuhan SBP. Pemberian

kuinolon secara mingguan tidak direkomendasikan karena kurang efektif

mencegah kekambuhan SBP dan dikaitkan dengan resisten dari kuinolon itu

sendiri. Profilaksis diberikan secara terus menerus sampai asites hilang, pasien

melakukan transplantasi hati, atau kematian (Garcia-Tsao, 2018). Penatalaksanaan

pada pasien dengan riwayat SBP yaitu diberikan norfloksasin sebagai profilaksis

untuk selektif dekontaminasi usus. Profilaksis juga dapat diberikan pada pasien

tanpa riwayat SBP jika kadar protein asitesnya rendah (<1 g/dL) dan mengalami

gagal hati lanjut (skor Child-Pugh ≥9 dan kadar bilirubin serum ≥3 mg/dL), atau

mengalami disfungsi sirkulasi (kadar kreatinin serum ≥1,2 mg/dL, kadar BUN ≥

25 mg / dL, atau kadar natrium serum ≤130 mEq/L) (Sanyal, 2017).

Trimethoprim–sulfametoksazol juga dapat diberikan sebagai profilaksis selain

norfloksasin . Guidelines dari AASLD memberikan catatan pada antibiotik

dengan dosis intermiten, meskipun menunjukkan keefektifannya sebagai preventif

SBP, mungkin tidak lebih efektif dari dosis harian, sehingga dosis harian lebih

dianjurkan. Regimen dosis intermiten sebagai profilaksis SBP pada pasien sirosis

dengan asites disinggung dalam bagian diskusi guidelines namun tidak

dimasukkan sebagai rekomendasi akhir. Regimen dosis intermiten meliputi 5

dosis trimethoprim–sulfametoksazol (160 mg/800 mg) per minggu atau

siprofloksasin oral satu kali per minggu (Generali & Cada, 2015).

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

33

2.3.5.4 Antibiotik Penilisin

Seperti antibiotik β laktam lainnya, penisilin bekerja menghambat

pertumbuhan bakteri dengan mengganggu reaksi transpeptidase dari sintesis

dinding sel bakteri (Beauduy & Winston, 2018). Resistensi pada penisilin

utamanya disebabkan oleh produksi β-laktamase (penisilinase). Organisme yang

mampu memproduksi penisilinase termasuk Staphylococcus aureus, Escherichia

coli, Pseudomonas aeruginosa, Neisseria gonorrhoeae, dan Bacillus, Proteus, dan

spesies Bacteroides. Resisten juga dapat terjadi saat bakteri kekurangan reseptor

atau PBP lainnya, tidak tembus terhadap penisilin, tidak memiliki dinding sel,

atau secara metabolik tidak aktif (Rosenfeld & Loose, 2014). Menurut Ricart et al

amoksisilin-asam klavulanat efektif sebagai alternatif dalam terapi SBP (Shi et al.,

2017). Penisilin lain (piperasilin-tazobaktam 3.375 g setiap 6 jam IV untuk

dewasa dengan fungsi ginjal normal) juga dapat dijadikan sebagai opsi terapi

untuk SBP (Jameson et al., 2018).

2.3.5.5 Antibiotik Kuinolon

Kuinolon merupakan salah satu antibakteri yang paling sering diresepkan

di dunia dan digunakan untuk mengobati berbagai infeksi bakteri pada manusia.

Kuinolon sudah digunakan secara klinis sejak tahun 1960-an. Karena indikasi

yang luas (dan digunakan berlebihan), sejak 1990-an jumlah strain bakteri yang

resisten terhadap kuinolon semakin banyak. Mekanisme kerja kuinolon

menghambat sintesis bakteri dengan menghambat enzim DNA topoisomerase II

(DNA girase) dan topoisomerase IV. Enzim DNA girase yang dihambat

mencegah relaksasi DNA superkoil positif (pilinan positif yang berlebihan) yang

diperlukan untuk transkripsi pada saat replikasi DNA. Sedangkan penghambatan

pada enzim topoisomerase IV berperan dalam pemisahan DNA baru yang

terbentuk setelah proses replikasi DNA selesai. Aksi tersebut menyebabkan

kerusakan pada DNA dan kematian sel (Aldred et al., 2014; Beauduy & Winston,

2018). Salah satu guidelines terapi SBP yaitu antibiotik golongan kuinolon,

seperti norfloksasin, siprofloksasin, dan ofloksasin (Generali & Cada, 2015; Ngo

& Gantioque, 2017; Runyon, 2016). Pada sebuah studi, ofloksasin oral teruji

efektif sebagaimana sefotaksim parenteral untuk terapi SBP pada pasien yang

tidak mengalami muntah, syok, bleeding, ataupun gagal ginjal. Dosis yang

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

34

digunakan 400 mg dua kali sehari. Studi lain menunjukkan keefektifan

siprofloksasin IV dengan dosis 500 mg setiap 12 jam selama 5 hari. Namun,

karena ada kemungkinan resisten dari fluorokuinolon pada pasien dalam

mencegah SBP, terapi empiris dengan fluorokuinolon perlu dihindari (Runyon,

2016).

2.4 Tinjauan tentang Obat Golongan Sefalosporin

2.4.1 Sefalosporin

Sefalosporin adalah antibiotik bakterisida yang secara struktural terkait

dengan penisilin yang pertama kali berasal dari jamur Cephalosporum

acremonium. Struktur dasar sefalosporin mirip dengan penisilin dengan cincin

tiazolidine dan beta-laktam, yang memiliki rantai samping variable (NCBI, 2017).

Antibiotik sefalosporin pertama kali diisolasi oleh Guiseppe Brotzu pada tahun

1945 dari jamur Cephalosporium acremonium . Meskipun obat itu pertama kali

diisolasi oleh Guiseppe Brotzu, Edward Abraham yang mendapatkan hak untuk

mematenkannya karena telah mampu mengekstraksi senyawa. Sefalosporin

mengandung 7-aminocephalosporanic acid nucleus dan rantai samping yang

mengandung 3,6-dihydro-2 H-1,3- thiazane rings. Sefalosporin dibagi lagi

menjadi 5 generasi yang disesuai dengan target organisme mereka dan

efektifitasnya dalam melawan Gram-negatif pathogen (Ebimieowei dan

Ibemologi, 2016).

Gambar 2.9 Struktur Kimia Sefalosporin (Ebimieowei dan Ibemologi, 2016)

Sefalosporin telah menjadi bagian formulasi antibiotik utama di beberapa

rumah sakit. Popularitas sefalosporin semakin meningkat karena memiliki

aktivitas spektrum luas serta toksisitas dan alergenik lebih rendah dibandingkan

dengan kelas antibiotik lainnya. Pemakaian antibiotik di dunia pada tahun 2010

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

35

telah meningkat lebih dari dua kali dibandingkan pada tahun 2000, sehingga

sefalosporin menempati peringkat kedua dengan kategori kelas antibiotik yang

paling banyak digunakan di dunia. Pada tahun 2016, World Health Organization

(WHO) bahkan telah mengkategorikan sefalosporin sebagai senyawa antimikroba

sangat penting dengan prioritas tertinggi karena jumlah dan frekuensi penggunaan

yang tinggi pada pasien yang terkena infeksi (Indria dan Ahmad, 2017).

2.4.2 Mekanisme Kerja Sefalosporin

Sefalosporin merupakan antibiotik spektrum luas yang digunakan dalam

pengobatan manusia untuk membunuh bakteri replikasi dengan memblokir

biosintesis peptidoglikan (Aube et al., 2018). Sefalosporin berikatan dengan

pengikat penisilin protein pada bakteri dan menghambat sintesis dinding sel

bakteri, menyebabkan lisis sel secara cepat khususnya pada pertumbuhan

organisme (NCBI, 2017).

Sefalosporin bersifat bakterisidal dan memiliki mekanisme aksi yang sama

seperti beta-laktam lainnya seperti penisilin. peptidoglikan adalah zat paling

penting untuk integritas struktural dinding sel. Sefalosporin mengganggu sintesis

lapisan peptidoglikan dari dinding sel bakteri dengan cara mengikat enzim yang

disebut penicillin binding proteins (PBP). PBP sangat penting untuk sintesis

dinding sel bakteri. Inti cephalosporin dapat dimodifikasi untuk mendapatkan

generasi yang berbeda. Berbagai generasi dapat ditambahkan ke cincin beta-

laktam atau cincin dihydrothiazine yang dapat mengubah aktivitas dan sifat

farmakokinetik (Shahbaz, 2017).

Gambar 2.10 Mekanisme Kerja Antibiotik Sefalosporin (Shahbaz, 2017)

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

36

2.4.3 Klasifikasi Sefalosporin

Antibiotik sefalosporin telah diproduksi dan dikategorikan menjadi

beberapa generasi berdasarkan aktivitas spektrumnya sebagaimana ditampilkan

pada tabel di bawah ini :

Tabel II.4 Generasi Antibiotik Sefalosporin (Indria dan Ahmad, 2017)

Generasi Aktivitas Spektrum Contoh Rute

1 Aktif terhadap organisme

gram-positif

Cefazolin

Cephalothin

Cephapirin

Cephalexin

Cefadroxil

Cephradine

i.v./i.m.

i.v./i.m.

i.v./i.m.

p.o.

p.o.

p.o.

2 Aktif terhadap organisme

gram-positif dan gram-negatif

Cefamandole

Cefuroxime

Cefoxitin

Cefotetan

Cefmetazole

Cefaclor

Cefprozil PO

Cefpodoxime

Loracarbef

i.v./i.m.

i.v./i.m.

i.v./i.m.

i.v/i.m.

i.v.

p.o.

p.o.

p.o.

p.o.

3

Aktif terhadap organisme

gram positif (lebih rendah

dibanding generasi 1 dan 2),

tetapi lebih aktif terhadap

organisme gram-negatif

Cefotaxime

Ceftriaxone

Ceftizoxime

Ceftazidime

Cefoperazone

Cefixime

i.v./i.m.

i.v./i.m.

i.v./i.m.

i.v./i.m.

i.v./i.m.

p.o.

4

Aktif terhadap organisme

grampositif (sama seperti

generasi 1), resisten terhadap

beta laktamase

Cefipime i.v.

5

Aktif terhadap organisme

grampositif, termasuk

multidrug-resistant

Staphylococcus aureus

Ceftaroline

Ceftobiprole

i.v.

i.v.

Keterangan: i.v..: intravena, i.m.: intramuskular, p.o.: peroral

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

37

a. Generasi Pertama

Sefalosporin generasi pertama memiliki aktivitas yang baik melawan

Gram-Bakteri positif termasuk Staphylococci aureus yang memproduksi

penisilinase dan Staphylococci epidermidis. Keunggulannya dari

penisillin adalah aktivitasnya terhadap bakteri penghasil penisilinase.

Aktivitasnya relatif sederhana terhadap bakteri Gram-negatif, golongan

ini efektif terhadap E. coli , Klebsiella pneumonia, Proteus mirabilis dan

spesies Shigella , yang tidak menghasilkan β-laktamase (Dowling et al.,

2017).

b. Generasi Kedua

Antibiotik ini umumnya aktif melawan kelompok organisme yang

sama seperti kelas satu sefalosporin. Mereka lebih efektif melawan

Haemophilus influenza dan gram negatif tertentu seperti bakteri anaerob

(Shahbaz, 2017). Stabilitas β-laktamase meningkat dari sefalosporin

generasi kedua dan dapat memberikan efektifitas yang lebih baik

(Dowling et al., 2017).

c. Generasi Ketiga

Sefalosporin generasi ketiga memiliki khasiat dan tolerabilitas yang

baik, namun kurang efektif terhadap organisme Gram-positif,

dibandingkan dengan sefalosporin generasi pertama. Cefotaxime

memiliki aktivitas tertinggi melawan Streptococci, tetapi yang lain

memiliki aktivitas lebih sedikit. Sefalosporin generasi ketiga memiliki

aktivitas in vitro yang lebih besar terhadap organisme Gram-negatif,

khususnya mereka yang memiliki β-laktamase jika dibandingkan dengan

generasi sebelumnya. Target mikroba khas cefpodoxime dan ceftiofur

termasuk E. coli, Klebsiella, Acineobacter, Serratia, Enterobacter,

Proteus, Providencia, Morganella dan Neisseria . Hanya ceftazidime dan

cefoperazone yang memiliki aktivitas baik melawan Pseudomonas

aeruginosa dengan ceftazidime memiliki aktivitas terbesar (Dowling et

al., 2017).

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

38

d. Generasi Keempat

Golongan ini lebih resisten terhaadap hidrolisis oleh β-laktamase.

Sefepim memilii aktifitas yang sangat baik dalam membunuh P

aaeruginosa, Enterobacteriaceaae, S aureus, dan S pneumonia. Generasi

ini juga aktif dalam membunuh Haemophilus dan Neisseria sp. Dapat

menembus cairan cerebrospinal, dieksresi melalui ginjal dan memiliki

waktu paruh 2 jam (Katzung, 2014).

e. Generasi Kelima

Sefalosporin generasi kelima adala spektrum luas yang juga aktif

melawan infeksi Staphylococcus aureus yang kebal terhadap metisilin

(Hughes, 2017).

2.4.4 Mekanisme Resistensi Sefalosporin

Ada tiga faktor independen yang menentukan kerentanan bakteri terhadap

antibiotik β-laktam: 1) Produksi β-laktamase, 2) penurunan penetrasi melalui

membran sel luar untuk mengakses enzim dinding sel, 3) resistensi dari target

Penisilin Binding Protein (PBP) untuk mengikat oleh agen β-laktam. Mekanisme

utama resistensi terhadap Agen antimikroba β-laktam dalam basil Gram-negatif

adalah produksi enzim hidrolitik β-laktamase yang mengganggu ikatan amida dari

empat cincin khas β-laktam , menjadikan antimikroba tidak efektif (Dowling et

al., 2017). Mutasi dalam PBP dapat mengurangi penetrasi antibiotik yang

memiliki cincin β-laktam untuk bakteri tertentu. Konsentrasi obat yang

berlebihan sangat penting untuk menghambat pertumbuhan jenis bakteri tersebut

sehingga, PBP bermutasi untuk menghambat pertumbuhan bakteri (Shahbaz,

2017).

2.4.5 Farmakodinamik dan Farmakokinetik Sefalosporin

Sefalosporin memiliki farmakologi yang sangat sederhana dibandingkan

dengan agen lain. Sebagian besar sefalosporin dalam bentuk parenteral memiliki

waktu paruh 1-2 jam. Ekskresi sefaloporin terjadi melalui urin. Beberapa agen

memiliki waktu paruh panjang seperti ceftriaxone dan ekskresi terjadi di dalam

empedu (NCBI, 2017).

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

39

Sefotaksim dimetabolisme dalam hepar 40-50% menjadi metabolit aktif

deasetilasi. Waktu paruh sefotaksim pada pasien sirosis menjadi tigakali lipat

dibanding pada pasien tanpa gangguan hepar dan total klirens sefotaksim juga

menurun akibat gangguan metabolisme di hepar. Seftriakson mengikat protein

dengan baik serta disekresi dalam empedu (30-60% total klirens). Dosis tunggal

seftriakson pada pasien sirosis dengan Child-pugh B atau C tidak memiliki

perbedaan waktu paruh dan klirens yang signifikan dibanding subyek sehat. Pada

pasien sirosis dengan atau tanpa asites juga tidak ditemukan perbedaan waktu

paruh yang signifikan namun fraksi obat terikat dalam plasma meningkat sebesar

84% pada pasien sirosis tanpa asites dan 222% pada pasien dengan asites. Volume

distribusi dan total klirens obat meningkat sebesar 35-60% pada pasien sirosis

dengan asites. Para peneliti menunjukkan satu outlier bahwa pasien sirosis dengan

insufisiensi ginjal memiliki klirens obat terikat hanya 0,752 ml/min/kg sehingga

penurunan dosis seftriakson tidak diperlukan karena indeks terapinya lebar.

Penurunan dosis sebesar 50% dapat dipertimbangkan pada pasien dengan penyakit

hepar yang berat. Penyesuaian dosis juga direkomendasikan pada pasien

gangguan hepar bersamaan dengan gagal ginjal (Halilovic dan Heintz, 2014).

2.4.6 Interaksi Sefalosporin

Beberapa interaksi antibiotik sefalosporin terhadap obat lain :

Tabel II.5 Interaksi antibiotik golongan sefalosporin (Tatro, 2009 ; Baxter, 2010

; Pisciteli, 2011)

Obat Interaksi Tingkat Kejadian Derajat

keparahan

Suplemen

kalsium

Pembentukan

endapan kalsium di

paru paru atau

ginjal bila diberikan

dengan seftriakson

Probable

Mayor

Metotreksat

Seftriakson,

Seftazidim

meningkatkan

ekskresi

metotreksat

Possible Mayor

Aminoglikosida

Dapat

meningkatkan

nefro-toksisitas

Suspected Moderat

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

40

2.4.7 Kontraindikasi Sefalosporin

Sefalosporin dikontraindikasikan terhadap mereka yang alergi terhadap

golongan sefalosporin. Penggunaan sefalosporin seperti ceftriaxone tidak boleh

diberikan pada neonatus dibawah 28 hari atau diatas 28 hari dengan keadaan

hyperbilirubinemia (Betty, 2016).

2.4.8 Efek Samping Sefalosporin

Alergi sefalosporin yang paling sering dilaporkan adalah manifestasi kulit

(1-5%), seperti erupsi kulit makulopapular atau morbiliformis, diikuti oleh

demam (0,5-0,9%), eosinofilia (2–10%) dan anafilaksis (<0,1%). Mengenai

alergi sefalosporin yang serius, Macy dan Contreras melaporkan kejadian

anafilaksis atau reaksi merugikan kulit yang serius terhadap oral atau parenteral

sefalosporin menjadi <0,0001% dari data klaim elektronik dari 3,9 juta pasien

dan 1,3 juta kursus terapi sefalosporin (Chaudhry et al., 2019).

2.4.9 Penggunaan Teurapetik Sefalosporin pada SBP

Golongan sefalosporin yang digunakan pada pasien sirosis dengan infeksi

bakteri adalah generasi ketiga yaitu sefotaksim dan seftriakson. Antibiotik ini

memiliki aktivitas kurang aktif terhadap kokus Gram-postif dibanding generasi

I, tapi lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae, termasuk strain yang

memproduksi ß-laktamase (Brunton, 2011).

Tabel II.6 Obat-obat Sefalosporin pada Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)

(Badawy AA, 2013).

Golongan

Antibiotika Antibiotika Rute Dosis Bakteri Patogen

Sefalosporin

Cefotaxime I.V. 2g/8 jam E.coli, Klebsillia spp, S.

Aures,Streptococci,

bacteroides, Clostridium,

anaerob kokus gram positif

Ceftriaxone I.V.

1-2 g/24jam Staphylococcus

aures,Streptococcus spp,

S.Pneumania, E.coli,

H.Influenza, S.Epidermidis,

Pseudomonas aureginosa,

Clostridium Eubacterium,

Peptococcus,Proteus, Serratia

Cefonicid I.V. 2 g/12 jam Staphylococcus aures,

Streptococcus spp,

S.Pneumania, E.Coli,

H.Influenza, S.Epidermidis

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

41

2.4.10 Sediaan Sefalosporin yang Beredar di Indonesia

Tabel II.7 Sediaan Sefalosporin yang Beredar di Indonesia (ISO, 2016)

Nama Obat Sediaan Beredar Kandungan Komposisi

Sefazolin

(generasi 1) Cefazol ( Kalbe Farma)

Cefazolin OGBDexa

(Dexa Medica)

Evalin ( Ethica)

Sefazolin Na

Sefazolin Na

Sefazolin Na

1 gram/Vial

500 mg/Vial 1

gram/Vial

1 gram/Vial

Sefuroksim

(generasi 2)

Cefurox (Prafa)

Celocid (DexaMedica)

Sefuroksim

Sefuroksim

Aksetil

1 gram/ vial

500mg/ tab

Cefotaxime

(generasi 3)

Biocef (Otto)

Cefotaxime (Hexpharm

Jaya)

Clacef (Dexa Medica)

Clafexim (Coronet)

Claforan (Sanofi

Aventis)

Sefotaksim

Sefotaksim

Sefotaksim

Sefotaksim

Sefotaksim

1 gram/Vial

1 gram/Vial

1 gram/Vial

1 gram/Vial

1 gram/Vial

Ceftriaxone

(generasi 3)

Betrix ( Mahakam Beta

Farma)

Biotriax ( Prafa)

Broadced ( Kalbe

Farma)

Brospec ( Prafa)

Cefriex ( Novell

Pharma)

Ceftriaxone Hexapharm

( Hexapharm)

Seftriakson Na

Seftriakson Na

Seftriakson

disodium

Seftriakson Na

Seftriakson Na

Seftriakson

disodium

1 gram/Vial

1gram/Vial

1gram /Vial

1gram /Vial

1 gram/Vial

1gram /Vial

Ceftrox ( Meiji)

Gracef ( Gracia

Farmindo)

Intricef (

Caprifarmindo)

Intrix ( Pharos)

Seftriakson Na

Seftriakson Na

Seftriakson

Seftriakson Na

1 gram/Vial

1 gram/Vial

1 gram/Vial

1 gram/Vial

Ceftazidime

(generasi 3)

Ceftazidime

(Hexpharm)

Cefazium (Landson)

Ceftum (Ferron)

Seftazidim

pentahidrat

Seftazidim

pentahidrat

Seftazidim

pentahidrat

1 gram/ Vial

1gram/Vial

1gram/Vial

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Anatomi dan Stuktur Hatieprints.umm.ac.id/62974/2/BAB II.pdf · sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis

42

Cefepime

(generasi 4)

Ceforim (Sanbe Farma)

Exepime (Ferron)

Maxilan (Lanson)

Sefepim HCl

Monohidrat

Sefepim

Sefepim

1 gram/ Vial

500 mg; 1

gram; 2 gram /

IV, IM

1 gram/ vial