bab ii tinjauan pustaka · 2018. 7. 24. · yang biasa digunakan untuk mengacu aspek-aspek...

26
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Partisipatif di Sekolah Kepemimpinan yang efektif akan terwujud apabila pemimpin mampu menjalankan fungsinya dengan tepat. Menurut Nawawi (1993: 74) ada lima fungsi kepemimpinan yaitu fungsi instruktif, fungsi konsultatif, fungsi partisipasi, fungsi delegasi dan fungsi pengendalian. Kelima fungsi tersebut saling terkait satu sama lain, namun peneliti hanya akan menfokuskan pada salah satu fungsi kepemimpinan, yaitu fungsi partisipasi. Kepemimpinan partisipatif muncul dari beberapa teori kepemimpinan, diantaranya adalah teori Path- Goal. Teori ini menganalisa dampak kepemimpinan (terutama perilaku pemimpin) terhadap motivasi bawahan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja. Teori path-goal memasukkan empat gaya pokok perilaku pemimpin (Lunenburg & Ornstein, 1991:143-144 dalam Reksohadiprojo dan Handoko, 2001:289-290), yaitu kepemimpinan direktif, kepemimpinan suportif, kepemimpinan partisipatif dan kepemimpinan orientasi prestasi. Menurut teori ini kepemimpinan partisipatif adalah meminta dan menggunakan saran saran bawahan, tetapi masih membuat keputusan. Sebagian

Upload: others

Post on 03-Feb-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 10

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Kepemimpinan Partisipatif di Sekolah

    Kepemimpinan yang efektif akan terwujud

    apabila pemimpin mampu menjalankan fungsinya

    dengan tepat. Menurut Nawawi (1993: 74) ada lima

    fungsi kepemimpinan yaitu fungsi instruktif, fungsi

    konsultatif, fungsi partisipasi, fungsi delegasi dan

    fungsi pengendalian. Kelima fungsi tersebut saling

    terkait satu sama lain, namun peneliti hanya akan

    menfokuskan pada salah satu fungsi kepemimpinan,

    yaitu fungsi partisipasi.

    Kepemimpinan partisipatif muncul dari beberapa

    teori kepemimpinan, diantaranya adalah teori Path-

    Goal. Teori ini menganalisa dampak kepemimpinan

    (terutama perilaku pemimpin) terhadap motivasi

    bawahan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja. Teori

    path-goal memasukkan empat gaya pokok perilaku

    pemimpin (Lunenburg & Ornstein, 1991:143-144 dalam

    Reksohadiprojo dan Handoko, 2001:289-290), yaitu

    kepemimpinan direktif, kepemimpinan suportif,

    kepemimpinan partisipatif dan kepemimpinan orientasi

    prestasi. Menurut teori ini kepemimpinan partisipatif

    adalah meminta dan menggunakan saran saran

    bawahan, tetapi masih membuat keputusan. Sebagian

  • 11

    besar penelitian dalam organisasi menyimpulkan

    bahwa dalam tugas tugas yang tidak rutin karyawan

    lebih puas dibawah pimpinan yang partisipatif daripada

    pemimpin yang non partisipatif.

    Dari teori tersebut dapat disimpulkan bahwa

    kepemimpinan partisipatif menitik beratkan pada

    persamaan kekuatan dan sharing dalam pemecahan

    masalah bersama dengan bawahan, dengan cara

    melakukan konsultasi dengan bawahan sebelum

    membuat keputusan.

    Kepemimpinan partisipatif menyangkut usaha

    oleh seorang manajer untuk mendorong dan

    memudahkan partisipasi orang lain dalam pengambilan

    keputusan yang jika tidak akan dibuat tersendiri oleh

    manajer tersebut (Yukl,1998:132)

    Kepemimpinan partisipatif berkaitan erat

    dengan penggunaan berbagai macam prosedur

    pengambilan keputusan, yang memberikan kepada

    orang lain suatu pengaruh tertentu terhadap

    keputusan-keputusan pemimpin tersebut. Istilah lain

    yang biasa digunakan untuk mengacu aspek-aspek

    kepemimpinan partisipatif termasuk konsultasi,

    pembuatan keputusan bersama, pembagian

    kekuasaan, desentralisasi, dan manajemen demokratis.

    Pada dasarnya kepemimpinan pertisipatif adalah

    kepemimpinan yang selalu melibatkan seluruh elemen

    organisasi dalam mengambil kebijakan organisasi. Titik

  • 12

    beratnya hanya kepada penggunaan partisipasi mereka,

    pemimpin hanya akan menjadi seseorang yang

    melegalkan apa yang menjadi keputusan semua pihak.

    Hal itu didukung oleh Nawawi (1993:77) yang

    menyatakan bahwa dalam menjalankan fungsi

    partisipasi, pemimpin berusaha mengaktifkan orang

    orang orang yang dipimpinnya baik dalam

    keikutsertaan pengambilan keputusan maupun dalam

    melaksanakannya. (1) kualitas keputusan yang diambil,

    biasanya lebih baik, bila para peserta mempunyai

    informasi dan pengetahuan yang tidak dipunyai sang

    pemimpin, (2) bersedia untuk kerjasama dalam mencari

    suatu pemecahan yang baik, untuk suatu masalah

    keputusan, (3) keputusan yang diambil, biasanya lebih

    dapat diterima oleh para partisipan, (4) peluang untuk

    memperoleh suatu pengaruh terhadap sebuah

    keputusan, biasanya akan meningkatkan komitmen

    dalam hal tersebut, (5) kepuasan terhadap proses

    pengambilan keputusan, biasanya juga lebih tinggi, (6)

    menumbuhkan dan mengembangan keahlian dalam

    pengambilan keputusan.

    2.1.1 Aktivitas Kepemimpinan Partisipatif

    Kepala sekolah selalu berupaya mencurahkan

    kemampuannya dalam menjalankan tugasnya untuk

    mencapai tujuan. Nawawi (1991:74-79) menjelaskan

    bahwa secara operasional dapat dibedakan lima fungsi

  • 13

    pokok kepemimpinan, yaitu fungsi instruktif, fungsi

    konsultatif, fungsi partisipasi, fungsi delegasi dan

    fungsi pengendalian. Sedangkan Purwanto (2012:67-71)

    menyatakan bahwa pengambilan keputusan

    merupakan kegiatan yang selalu dijumpai dalam setiap

    kegiatan kepemimpinan. Bagaimana cara pengambilan

    putusan yang dilakukan pemimpin menentukan gaya

    kepemimpinannya. Dari pendapat para pakar di atas,

    dapat diambil kesimpulan bahwa pengambilan putusan

    merupakan fungsi kepemimpinan yang turut

    menentukan proses dan tingkat keberhasilan

    kepemimpinan itu sendiri.

    Selain itu, fungsi konsultasi dan fungsi delegasi

    juga memegang peranan yang penting. Seorang

    pemimpin harus menjalankan fungsi konsultasi.

    Bawahan yang dipimpin dalam menjalankan tugasnya

    sering menemui kesulitan atau hal-hal yang tidak

    dapat diputuskan oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu,

    konsultasi dengan pimpinan diperlukan guna

    menyelesaikan masalah tersebut. Demikian juga

    dengan fungsi delegasi. Pemimpin tidak mungkin

    melaksanakan tugas sendiri. Ada berbagai tugas yang

    wewenangnya harus didelegasikan pada anak buahnya

    sehingga tujuan bersama dapat tercapai. Oleh karena

    itu, penelitian ini mengamati gaya kepemimpinan yang

    digunakan pemimpin untuk mencapai tujuan, yaitu ke

  • 14

    dalam kegiatan: (1) pengambilan keputusan, (2)

    konsultasi, dan (3) pendelegasian wewenang.

    2.1.1.1 Pengambilan Keputusan

    Pengambilan keputusan menurut Stoner dan

    Freeman (1994) yang dikutip oleh Wahyudi (2009:43)

    merupakan proses mengidentifikasi dan memilih cara

    bertindak menghadapi suatu masalah atau

    memanfaatkan suatu peluang. Siagian (2008) dalam

    Wahyudi (2009:43) menjelaskan bahwa pengambilan

    keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis

    terhadap suatu masalah yang dihadapi. Berdasarkan

    uraian diatas, dapat diketahui bahwa pengambilan

    keputusan adalah pemilihan suatu tindakan di antara

    bebrapa alternatif skenario untuk menyelesaikan

    permasalahan.

    Langkah-langkah pengambilan keputusan

    menurut Purwanto (2012:67) terdiri dari langkah-

    langkah: (1) mendefinisikan masalah masalah, (2)

    menentukan pedoman pemecahan masalah, (3)

    mengidentifikasi alternatif, (4) mengadakan penilaian

    terhadap alternatif yang telah didapat, (5) memilih

    alternatif yang baik, dan (6) implementasi alternatif

    yang dipilih. Sedangkan menurut Wahyudi (2009:44-

    45), pengambilan keputusan terdiri dari langkah-

    langkah: (1) identifikasi dan perumusan hakikat

    masalah yang dihadapi, (2) analisis situasi pemecahan

  • 15

    masalah, (3) pencarian dan penemuan alternatif, (4)

    implementasi dan evaluasi keputusan, serta (5)

    penilaian hasil yang dicapai.

    Wahyudi (2009: 44-45) menjelaskan tahapan

    pengambilan keputusan sebagai berikut. Identifikasi

    masalah didefinisikan sebagai segala sesuatu yang

    mengandung ketidakpastian, keraguan, kesulitan atau

    sesuatu pertanyaan yang menuntut solusi

    pembahasan. Analisis situasi pemecahan masalah

    meliputi usaha yang sistematis menyajikan fakta, opini

    dan ide tentang situasi yang ada. Pencarian dan

    penemuan alternatif yaitu mengembangkan alternatif

    yang mungkin dapat memecahkan masalah.

    Implementasi dan evaluasi keputusan artinya

    implementasi keputusan bukan hanya sekedar

    memberikan perintah yang tepat, akan tetapi harus

    memperkirakan alokasi sumber daya sesuai yang

    diperlukan.

    Purwanto (2012:67-68) menjelaskan tahapan

    pengambilan keputusan sebagai berikut : (1)

    Mendefinisikan dan menetapkan masalah. (2)

    Menentukan pedoman pemecahan masalah. (3)

    Mengidentifikasi alternative.(4) Mengadakan penilaian

    terhadap alternatif yang didapat. (5) Memilih alternatif.

    (6) Implementasi alternatif.

    Wahyosumiodjo (2011:92) menjelaskan ada empat

    aktivitas kepala sekolah sebagai pengambil keputusan

  • 16

    yaitu: entrepeneur, disturbance handler (pemerhati

    gangguan), resource allocater (penyedia segala sumber),

    dan negotiator roles. Entrepeneur artinya kepala sekolah

    selalu berusaha untuk memperbaiki penampilan

    sekolah melalui berbagai macam pemikiran program-

    program baru. Distributor handler artinya

    memperhatikan gangguan yang timbul di sekolah.

    Resource roles artinya menyediakan segala sumber

    daya sekolah. Negotiator roles artinya kepala sekolah

    harus mampu untuk mengadakan pembicaraan dan

    musyawarah dengan pihak luar.

    Kepemimpinan partisipatif menyangkut baik

    pendekatan kekuasaan maupun perilaku

    kepemimpinan. Kepemimpinan, menyangkut aspek-

    aspek kekuasaan seperti:(1) bersama-sama

    menanggung kekuasaan (power sharing), (2) pemberian

    kekuasaan (empowering) ,(3) proses-proses yang saling

    mempengaruhi secara timbal balik ,(4)prosedur-

    prosedur spesifik yang digunakan untuk berkonsultasi

    dengan orang lain, untuk memperoleh gagasan dan

    saran-saran, serta perilaku spesifik yang digunakan

    untuk pendelegasian kekuasaan.

    Perilaku partisipatif memiliki kualitas yang

    sangat dinamis dan dapat berubah seiring waktu.

    Sebagai contoh, perilaku yang sebelumnya merupakan

    konsultasi, dapat berubah menjadi keputusan bersama

    ketika bawahan menyetujui pilihan atasannya.

  • 17

    Kepemimpinan partisipatif, potensial memberikan

    beberapa manfaat, di antaranya adalah:

    2.1.1.2 Konsultasi

    Hubungan kerja sama antara kepala sekolah

    dengan guru, karyawan, siswa, wali murid dan

    stakeholder lainnya sangat penting dalam mewujudkan

    tujuan sekolah yang akan dicapai. Salah satu bentuk

    hubungan interpersonal tersebut adalah dalam

    aktivitas konsultasi (Ditjen Peningkatan Mutu Pendidik

    dan Tenaga Kependidikan, 2007:44). Konsultasi

    (counseling) merupakan upaya bantuan yang diberikan

    seseorang dalam upaya memecahkan persoalan-

    persoalan yang dialaminya (Purwanto, 2012:169:170).

    Demikian juga Minor (2010:7) mendefinisikan

    konsultasi sebagai sebuah proses yang mendukung

    yang dilakukan oleh seorang manajer untuk membantu

    karyawan menentukan dan bekerja melalui masalah-

    masalah pribadi atau perubahan organisasi yang

    mempengaruhi kinerja.

    Menurut Purwanto (2012:169-170), aktivitas

    konsultasi (counseling) berbeda dengan pembinaan

    (coaching). Pembinaan lebih memfokuskan pada

    kinerja, sedangkan konsultasi lebih pada pemahaman

    persoalannya, kemudian seseorang dapat memecahkan

    masalahnya sendiri. Termasuk di dalam pengertian

    konseling adalah membantu seseorang bagaimana

    memutuskan sesuatu perkara, bukan pula sekedar

  • 18

    berbicara tentang apa yang harus dikerjakan, tetapi

    lebih dari itu adalah memberikan asumsi-asumsi

    berkaitan persoalan yang sedang dihadapi beserta

    alternatif jalan keluar yang lebih sesuai.

    Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui

    terdapat beragam definisi aktivitas konsultasi dari

    pakar namun pada dasarnya mempunyai kesamaan.

    Aktivitas konsultasi secara umum dapat didefinisikan

    sebagai upaya untuk membantu seseorang untuk

    memahami dan memecahkan masalahnya sendiri.

    Tujuan konsultasi menurut Dale (Sudarmanto,

    2009:239) adalah untuk: (1) mendapatkan pemahaman

    yang lebih baik dari seseorang membuat keputusan

    pribadi yang penting, (2) menetapkan tujuan pribadi

    yang dapat dicapai, (3) menyusun solusi yang efektif

    untuk masalah pribadi atau antarpribadi, (4)

    menghadapi lingkungan yang sulit, dan (5) menghadapi

    emosi pribadi yang negatif. Untuk dapat menjadi

    konselor yang baik, seorang pemimpin organisasi harus

    memiliki kompetensi meliputi: (1) mendengarkan yang

    baik, (2) memahami masalah yang disampaikan oleh

    bawahan, (3) mencari tahu inti permasalahan, (4)

    bersikap empatis terhadap seseorang yang mempunyai

    permasalahan, dan (5) memberikan arah jalan keluar

    (Sudarmanto, 2009:239).

  • 19

    2.1.1.3 Pendelegasian Wewenang

    Menurut Hasibuan (2000:73), pendelegasian

    adalah tindakan mempercayakan tugas (yang pasti dan

    jelas), kewenangan, hak, tanggung jawab, kewajiban

    dan pertanggung jawaban kepada bawahan secara

    individu dalam setiap posisi tugas. Pendelegasian

    dilakukan dengan cara membagi tugas, hal, tanggung

    jawab, kewajiban dan pertanggung-jawaban yang

    ditetapkan dalam suatu penjabaran/deskripsi formal

    dalam organisasi. Pendelegasian wewenang adalah

    tindakan mempercayakan tugas, kewenangan, hak,

    tanggung jawab, kewajiban dan pertanggungjawaban

    kepada bawahan atau orang lain. Atasan perlu

    melakukan pendelegasian wewenang agar mereka bisa

    menjalankan operasi manajemen dengan baik.

    Wahyosumidjo (2002:94) menjelaskan tujuan

    pendelegasian wewenang, yaitu bahwa: (1)

    pendelegasian memungkinkan manajer mencapai hasil

    yang lebih baik dari pada semua kegiatan ditangani

    sendiri, (2) agar organisasi berjalan lebih efisien, (3)

    pendelegasian memungkinkan manajer dapat

    memusatkan perhatian terhadap tugas-tugas prioritas

    yang lebih penting, (4) dengan pendelegasian,

    memungkinkan bawahan untuk tumbuh dan

    berkembang, bahkan dapat dipergunakan sebagai

    bahan informasi untuk belajar dari kesalahan atau

    keberhasilan.

  • 20

    Delegasi wewenang yang efektif (Hasibuan, 2000:

    84) dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Memutuskan

    pekerjaan mana yang akan didelegasikan, akrena tidak

    semua pekerjaan dapat didelegasikan; (2) Memutuskan

    siapa yang akan memperoleh penugasan, dengan

    beberapa pertimbangan: waktu yang dipunyai

    karyawan, kemampuan yang dimiliki karyawan dan

    kesempatan yang akan dimanfaatkan oleh karyawan;

    (3) Mendelgasikan tugas, disertai dengan informasi dan

    pemberian wewenang ysng cukup dan bentuk hasil

    yang diharapkan; (4) Menetapkan feedback, untuk

    memonitor kemajuan yang dicapai oleh bawahan.

    Yukl (2007:124) menjelaskan beberapa aspek yang

    perlu dipertimbangkan dalam pendelegasian tugas dan

    wewenang yang meliputi aspek karakteristik personal

    dan tugas serta kontrol delegasi. Karakteristik personal

    dan tugas adalah berkaitan dengan pentingnya delegasi

    serta siapa yang didelegasikan. Kontrol delegasi adalah

    berkaitan dengan seberapa besar wewenang

    didelegasikan, komunikasi wewenang, delegasi

    wewenang dan pengawasan, bagaimana

    meminimumkan konflik-konflik dari dampak wewenang

    serta apa yang harus dikerjakan bla seseorang

    menyalahi wewenang.

    Kepemimpinan situasional memandang

    kematangan sebagai kemampuan dan kemauan orang-

    orang atau kelompok untuk memikul tanggung jawab

  • 21

    mengarahkan perilaku mereka sendiri dalam situasi

    tertentu. Maka, perlu ditekankan kembali bahwa

    kematangan merupakan konsep yang berkaitan dengan

    tugas tertentu dan bergantung pada hal yang ingin

    dicapai pemimpin.

    Dengan mengenal tipe bawahan (kematangan dan

    kesediaan) maka seorang pemimpin akan dapat

    memakai gaya kepemimpinan yang sesuai dalam

    mendelegasikan tugas dan tanggungjawab. Sedang bagi

    para anggota kesempatan berpartisipasi dilaksanakan

    dan dikembangkan dalam berbagai kegiatan di

    lingkungan unit masing-masing dengan mendorong

    terwujudnya kerja sama, baik antara anggota dalam

    satu maupun unit yang berbeda.

    2.2 Kompetensi Pedagogis

    Depdiknas (2004:7) merumuskan definisi

    kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan

    nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan

    berfikir dan bertindak. Kompetensi guru merupakan

    seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku

    yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan

    diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas

    keprofesionalan. Kompetensi yang dimiliki oleh setiap

    guru akan menunjukkan kualitas guru dalam

    mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam

  • 22

    bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional

    dalam menjalankan fungsinya sebagai guru.

    Ini berarti bahwa guru yang professional harus

    menguasai dan menerapkan pengetahuan, ketrampilan

    dan perilaku untuk keberhasilan peserta didik.

    Sebagai standar kompetensi yang harus dimiliki

    oleh guru dalam melaksanakan profesinya, pemerintah

    mengeluarkan Permendiknas nomor 16 tahun 2007

    tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi

    Guru. Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru

    meliputi (1)kompetensi pedagogik, (2) kompetensi

    kepribadian, (3) kompetensi sosial, dan (4)kompetensi

    profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

    Kompetensi guru tersebut bersifat menyeluruh dan

    merupakan satu kesatuan yang satu sama lain saling

    berhubungan dan saling mendukung.

    Kompetensi pedagogis merupakan salah satu

    jenis kompetensi yang mutlak perlu dikuasai guru.

    Kompetensi pedagogis pada dasarnya adalah

    kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran

    peserta didik. Kompetensi pedagogis merupakan

    kompetensi khas, yang akan membedakan guru dengan

    profesi lainnya dan akan menentukan tingkat

    keberhasilan proses dan hasil pembelajaran peserta

    didiknya (Kemendiknas, 2010).

    Ini berarti bahwa setiap guru harus menguasai

    kompetensi pedagogis dengan baik agar menghasilkan

  • 23

    output yang bermutu. Kompetensi ini tidak diperoleh

    secara tiba-tiba tetapi melalui upaya belajar secara

    terus menerus dan sistematis, baik pada masa pra

    jabatan (pendidikan calon guru) maupun selama dalam

    jabatan, yang didukung oleh bakat, minat dan potensi

    keguruan lainnya dari masing-masing individu yang

    bersangkutan.

    Berkaitan dengan kegiatan Penilaian Kinerja

    Guru terdapat 7 (tujuh) aspek dan 45 (empat puluh

    lima) indikator yang berkenaan penguasaan

    kompetensi pedagogis yang meliputi (1)Menguasai

    karakteristik peserta didik, (2) Menguasasi teori belajar

    dan prinsip‐prinsip pembelajaran yang mendidik, (3)

    Pengembangan kurikulum, (4) Kegiatan pembelajaran

    yang mendidik, (5) Pengembangan potensi peserta

    didik, (6) Komunikasi dengan peserta didik, (7)

    Penilaian dan Evaluasi.

    Ini berarti bahwa guru harus memiliki dan

    menggunakan informasi tentang karakteristik peserta

    didik untuk membantu proses pembelajaran. Guru

    harus mampu menetapkan berbagai metode dan teknik

    pembelajaran yang kreatif dan mendidik. Guru harus

    menyusun silabus danrancangan pembelajaran yang

    sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Guru harus

    mampu menganalisis potensi pembelajaran setiap

    peserta didik, serta memotivasi agar mereka

    berparisipasi aktif. Guru harus melakukan evaluasi

  • 24

    pembelajaran sebagai umpan balik untuk menentukan

    kegiatan selanjutnya.

    2.3 Model Evaluasi Program

    Model-model evaluasi yang satu dengan yang

    lainnya memang tampak bervariasi, akan tetapi

    maksud dan tujuannya sama yaitu melakukan

    kegiatanpengumpulan data atau informasi yang berke-

    naan dengan objek yang dievaluasi. Selanjutnya

    informasi yang terkumpul dapat diberikan kepada

    pengambil keputusan agar dapat dengan tepat

    menentukan tindak lanjut tentang program yang sudah

    dievaluasi. Menurut Kaufman dan Thomas yang dikutip

    oleh Arikunto dan Jabar (2014:40), membedakan model

    evaluasi menjadi delapan, yaitu:1)Goal Oriented

    Evaluation Model, dikembangkan oleh Tyler; 2)Goal Free

    Evaluation Model, dikembangkan oleh Scriven;

    3)Formatif Summatif Evaluation Model, dikembangkan

    oleh Michael Scriven; 4)Countenance Evaluation Model,

    dikembangkan oleh Stake; 5)Responsive Evaluation

    Model, dikembangkan oleh Stake; 6)CSE-UCLA

    Evaluation Model, menekankan pada “kapan”

    evaluasidilakukan; 7)CIPP Evaluation Model,

    dikembangkan oleh Stufflebeam; 8)Discrepancy Model,

    dikembangkan oleh Provus.

  • 25

    2.3.1 Evaluasi Program CIPP

    Model evaluasi CIPP mulai dikembangkan oleh

    Daniel Stufflebeam pada tahun 1966. Stufflebeam

    dalam Wirawan (2011:91) mendefinisikan evaluasi

    sebagai proses melukiskan, memperoleh, dan menye-

    diakan informasi yang berguna untuk menilai

    alternatif-alternatif pengambilan keputusan.

    Melukiskan artinya menspesifikasi, mendefinisikan,

    dan menjelaskan untuk memfokuskan informasi yang

    diperlukan oleh para pengambil keputusan. Memeroleh

    artinya dengan memakai pengukuran dan statistik

    untuk mengum-pulkan, mengorganisasi dan menga-

    nalisis informasi. Menyediakan artinya mensintesiskan

    informasi sehing-ga akan melayani dengan baik

    kebutuhan evaluasi para pemangku kepentingan

    evaluasi.

    Model CIPP terdiri dari empat jenis evaluasi,

    yaitu: Evaluasi konteks (Context Evaluation), Evaluasi

    Masukan (Input Evaluation), Evaluasi Proses (Process

    evaluation), dan Evaluasi Hasil (Product Evaluation).

    Keempat kata yang disebutkan dalam singkat CIPP

    tersebut merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain

    adalah komponen dari proses sebuah program

    kegiatan, dengan kata lain model CIPP adalah model

    evaluasi yang memandang program yang dievaluasi

    sebuah sistem.

  • 26

    a. Evaluasi konteks. Menurut Stuffflebeam dalam

    Wirawan (2011:92) mengungkapkan konteks untuk

    men-jawab pertanyaan apa yang perlu dilakukan?

    (What needs to be done). Evaluasi konteks

    merupakan evaluasi yang paling mendasar dan

    memiliki misi untuk menyediakan suatu rasional

    atau landasan atau sebagai latar belakang suatu

    program. Arikunto dan Jabar (2014:46),

    menambahkan bahwa evaluasi konteks

    mengidentifikasi kebutuhan yang belum terpenuhi

    sehingga dapat memperkecil kesenjangan antara

    kondisi faktual dan kondisi yang diharapkan.

    Evaluasi konteks dilak-sanakan sebagai suatu

    kebutuhan serta memberikan informasi bagi

    pengambilan keputusan dalam perencanaan suatu

    program yang akan dilak-sanakan.

    b. Evaluasi masukan atau input ialah untuk

    membantu mengatur keputusan, menentukan

    sumber-sumber yang dimiliki, alternatif-alternatif

    apa saja yang diambil serta rencana yang dibuat

    untuk mencapai tujuan. Menurut Sudjana

    (2008:55), evaluasi masukan (input) program

    menyediakan data untuk menentukan bagaimana

    penggunaan sumber-sumber yang dapat digunakan

    untuk mencapai tujuan program. Sejalan dengan

    pendapat tersebut, Arikunto dan Jabar (2014:47),

    menyatakan bahwa evaluasi input adalah 1)

  • 27

    kemampuan awal warga belajar; 2) kemampuan

    sekolah menyediakan petugas yang tepat; 3) bahan

    ajar; 4) kurikulum; 5) sarana belajar; 6)

    pembiayaan.

    c. Evaluasi proses dalam model CIPP menunjukkan

    pada “apa” (what) kegiatan yang dilakukan dalam

    program, “siapa” (who) orang yang ditunjuk sebagai

    penanggung jawab program, “kapan” (when)

    kegiatan akan selesai. Model CIPP pada evaluasi

    proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang

    dilaksanakan di dalam program sudah terlaksanaan

    sesuai dengan rencana. Menurut Arikunto dan

    Jabar (2014:47), menyatakan bahwa evaluasi proses

    diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang

    dilaksanakan di dalam program sudah terlaksana

    sesuai dengan rencana.

    d. Evaluasi produk atau hasil diarahkan pada hal-hal

    yang menunjukkan perubahan yang terjadi pada

    masukan mentah. Evaluasi hasil merupakan tahap

    akhir dan berfungsi untuk membantu penanggung-

    jawab program dalam mengambil keputusan.

    Menurut Sudjana (2008:56), evaluasi program

    mengukur dan menginterpretasi pencapaian

    program selama pelaksanaan program.

  • 28

    2.4 Penelitian yang Relevan

    Penelitian Maday (2013) fokus pada konsep

    kepemimpinan kepala sekolah yang visoner dan

    dampaknya terhadap kinerja guru SMA Lab Satya

    Wacana Salatiga. Kepala sekolah menggunakan visi dan

    misi untuk mempersatukan warga sekolah menuju

    tujuan yang sama dengan melakukan pengawasan,

    memenuhi kebutuhan guru, komunikasi terbuka, dan

    mengelola keuangan secara transparan. Visi dan misi

    selalu disosialisasikan kepada warga sekolah untuk

    memotivasi dan melibatkan warga sekolah demi

    pencapaian tujuan bersama.

    Penelitian Desiyanti (2014) yang berjudul Strategi

    Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru Di

    SMA Bina Nusantara Semarang mengemukakan bahwa

    strategi peningkatan kinerja guru merupakan langkah

    nyata mewujudkan sekolah yang sukses. Dalam

    analisisnya disebutkan bahwa strategi yang digunakan

    kepala sekolah adalah dengan memberdayakan sumber

    daya lingkungan sekolah, memberdayakan sumber

    daya guru, memperbaiki pembelajaran, dan

    meningkatkan komitmen guru. Artinya, guru dilibatkan

    dalam strategi peningkatan kinerja mereka.

    Penelitian Suherman (2010), yang berjudul

    Kontribusi Implementasi Manajemen Partisipatif

    terhadap Kinerja Guru dan dan terhadap Kegiatan

    Belajar Mengajar di SMA 4 Bogor, menyimpulkan

  • 29

    bahwa manajemen partisipatif yang diterapkandi SMA 4

    Bogor telah berdampak positif pada kinerja guru. Selain

    itu, proses belajar mengajar juga berjalan dengan lebih

    efektif. Hal-hal yang membuat kinerja guru dan proses

    belajar mengajar berjalan efektif adalah bahwa visi dan

    misi sekolah disusun bersama, kepala sekolah selalu

    melibatkan guru dalam pengambilan keputusan,

    penilaian kinerja dilakukan secara terbuka, tugas

    didelegasikan sesuai dengan keahlian, dan kepala

    sekolah melakukan back up terhadap kinerja

    bawahannya.

    Penelitian Hasanuddin (2010) berjudul

    Kompetensi Pedagogis Guru yang telah Tersertifikasi di

    SMA Negeri Kota Banda Aceh. Penelitian tersebut

    menyimpulkan bahwa kompetensi pedagogis meliputi

    pemahaman terhadap peserta didik, penyusunan

    rencana pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan

    penilaian hasil belajar, dan pengembangan peserta

    didik. Semua komponen tersebut menunjukkan

    kategori baik

    Penelitian Rabiyah (2012) Hubungan

    Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi

    terhadap Kinerja Guru SMP. Hasil penelitian

    menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

    signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan

    kinerja guru, artinya, kepemimpinan sekolah yang baik

    akan memajukan kinerja guru.

  • 30

    Penelitian Helen M. Marks and Susan M. Printy

    (2003) berjudul Principal Leadership and School

    Performance: An Integration of Transformational and

    Instructional Leadership, menfokuskan pada hubungan

    kepemimpinan sekolah antar kepala sekolah dan guru.

    Studi ini menguji potensi kerja sama aktif mereka

    tentang masalah pembelajaran untuk meningkatkan

    kualitas pembelajaran dan prestasi atau perfoma siswa.

    Analisis ini didasarkan pada dua konsep kepemimpinan

    – Transformasional dan instruksional. Sampelnya

    terdiri dari 24 sekolah yang diseleksi secara nasional- 8

    Sekolah Dasar, 8 Sekolah Menengah Pertama, 8

    Sekolah Menengah Atas. Dalam mengolah struktur

    data yang multi level, teknis analisi primernya adalah

    HLM (Hierarchical Linear Modeling). Studi ini

    menemukan bahwa kepemimpinan transformasional

    adalah penting tetapi kondisinya tidak cukup untuk

    kepemimpinan instruksional. Bila kepemimpinan

    transformasional digabung dengan instruksional dalam

    satu bentuk kepemimpinan yang terintegrasi

    pengaruhnya pada kinerja sekolah, yang diukur dengan

    kualitas pedagogis dan prestasi siswanya menjadi

    sangat bagus.

  • 31

    2.5 Kerangka Berpikir

    Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang

    berhadapan langsung dengan masyarakat sehingga

    perlu dikelola dengan kepemimpinan yang kuat,

    tangguh dan punya visi yang jelas dalam meningkatkan

    mutu pendidikan. Kepala sekolah merupakan salah

    satu komponen pendidikan yang memiliki peran yang

    sangat strategis untuk mengelola sumber daya yang

    ada di sekolah. Dalam hal ini, kepemimpinan kepala

    sekolah sangat menentukan kemajuan atau prestasi

    yang dapat dicapai oleh sekolah. Kepemimpinan

    menggerakkan bawahan untuk mencapai tujuan

    melalui gaya kepemimpinan. Baik buruknya proses

    pendidikan di suatu sekolah banyak ditentukan oleh

    gaya kepemimpinan kepala sekolah, sebab kepala

    sekolah adalah orang yang paling bertanggung jawab

    atas segala sesuatunya yang diterapkan kepala sekolah

    melalui gaya kepemimpinannya.

    SMAN 1 Boja merupakan salah satu sekolah

    menengah atas negeri di lingkungan Kabupaten Kendal.

    Berdasarkan observasi awal dan wawancara terbatas

    dengan beberapa orang guru, diperoleh informasi

    bahwa penguasaan kompetensi pedagogis guru masih

    lemah karena guru cenderung hanya mengejar materi

    yang harus disampaikan kepada siswa. Guru belum

    mampu menerapkan cara mengajar yang efektif serta

    belum menerapkan pembelajaran yang inovatif. Guru

  • 32

    hanya memperdalam materi dengan membaca materi

    pelajaran, tidak membaca dan memperdalam cara

    mengajar yang baik. Hal ini merupakan tantangan bagi

    kepala sekolah untuk melakukan perbaikan dan

    peningkatan kompetensi pedagogis guru.

    Kepala sekolah yang menerapkan model

    partisipatif harus mengetahui kebutuhan dan

    kelemahan guru. Dalam merespon fenomena lemahnya

    kompetensi pedagogis guru, kepala sekolah harus

    mengarahkan guru untuk kompetensi pedagogisnya.

    Pengamatan peneliti menunjukkan bahwa kepala

    sekolah yang sedang menjabat selalu turun ke bawah

    untk meninjau siswa, guru-guru dan sekaligus

    menjalin hubungan sosial dan emosional. Konsultasi

    dilakukan dengan siswa, guru dan karyawan juga rutin

    dilakukan baik jika terdapat permasalahan maupun

    tidak. Ketika kepala sekolah jarang turun ke bawah

    untuk mengetahui keluhan keluhan serta masukan

    dari siswa dan guru, kompetensi pedagogis guru tidak

    dapat dikontrol dengan baik.

    Model kepemimpinan partisipatif sangat

    berkaitan dengan performa kompetensi pedagogis yang

    dimiliki guru. Guru yang terbiasa dengan model

    kepemimpinan partisipatif diduga memiliki kompetensi

    pedagogis yang lebih baik. Hal ini dapat ditinjau secara

    teroretis bahwa guru yang banyak dilibatkan dalam

    proses pengambilan keputusan akan terbiasa dengan

  • 33

    suasana demokratis. Guru tersebut akan membawa

    budaya tersebut ke dalam kelas sehingga siswa juga

    akan dilibatkan dalam proses-proses pembelajaran.

    Model kepemimpinan kepala sekolah dapat

    diidentifikasi dengan aktivitas kepemimpinan kepala

    sekolah. Aktivitas-aktivitas kepemimpinan tersebut

    dapat tercermin dalam aspek pengambilan keputusan,

    konsultasi dan pendelegasian kewenangan. Model

    kepemimpinan kepala sekolah tercermin pada peran

    kepala sekolah dalam memobilisasi faktor lingkungan

    serta karakteristik personal karyawan seperti dalam:

    pengelolaan keputusan, pengelolaan interpersonal

    (konsultasi) dan delegasi wewenang. Hal ini dapat

    dilihat dari bagan sebagai berikut.

  • 34

    Gambar 2.1 Bagan kerangka pikir penelitian

    Globalisasi Tuntutan Mutu

    Lulusan

    Profesionalisme

    Pendidik

    Manajemen

    Kepemimpinan

    Sekolah yang Kuat

    Model

    Kepemimpinan

    Partisipatif

    CIPP

    Pengambilan

    Keputusan Konsultasi

    Pendelegasian

    Wewenang

    Kompetensi pedagogis guru

  • 35

    Penelitian ini mengevaluasi gaya kepemimpinan

    partisipatif yang dilakukan oleh kepala SMAN 1 Boja.

    Model evaluasi yang digunakan adalah Context, Input,

    Process, dan Product (CIPP). Konteks yang digunakan

    adalah kepemimpinan partisipatif kepala SMAN 1 Boja.

    Input yang ada adalah seluruh guru SMAN 1 Boja.

    Proses yang diamati adalah aktivitas-aktivitas

    pengambilan keputusan, konsultasi, dan pendelegasian

    wewenang. Produk yang diamati adalah kompetensi

    pedagogis guru. Keempat ranah tersebut diamati untuk

    dievaluasi satu per satu sehingga dilahirkan

    rekomendasi yang layak untuk perbaikan gaya

    kepemimpinan partisipatif di SMAN 1 Boja.