bab ii tinjauan pustaka 2 -...

29
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Mikroskopik Mikroskopik pada umumnya meliputi pemeriksaan irisan bahan atau serbuk dan pemeriksaan anatomi jaringan itu sendiri. Kandungan sel dapat langsung dilihat di bawah mikroskop atau dilakukan pewarnaan. Sedangkan untuk pemeriksaan anatomi jaringan dapat dilakukan setelah penetesan pelarut tertentu, seperti kloralhidrat yang berfungsi untuk menghilangkan kandungan sel seperti amilum dan protein sehingga akan dapat terlihat jelas di bawah mikroskop (Djauhari, 2012). 2.1.2 Makroskopik Makroskopik merupakan pengujian yang dilakukan dengan mata telanjang atau dengan bantuan kaca pembesar terhadap berbagai organ makhluk hidup. Identitas makroskopis didasarkan pada bentuk, ukuran, warna, dan karakteristik permukaan (WHO, 2011). 2.1.3 Struktur Histologi Paru-paru 2.1.3.1. Paru-paru Paru-paru merupakan sepasang organ terletak di dalam rongga dada pada tiap-tiap sisi dari daerah pusat atau mediastinum, yang berisi jantung dan pembuluh darah besar, esofagus, bagian bawah trakea dan sisa-sisa kelenjar timus (Tambajong, 1996).

Upload: dangdung

Post on 23-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Mikroskopik

Mikroskopik pada umumnya meliputi pemeriksaan irisan bahan atau serbuk

dan pemeriksaan anatomi jaringan itu sendiri. Kandungan sel dapat langsung

dilihat di bawah mikroskop atau dilakukan pewarnaan. Sedangkan untuk

pemeriksaan anatomi jaringan dapat dilakukan setelah penetesan pelarut tertentu,

seperti kloralhidrat yang berfungsi untuk menghilangkan kandungan sel seperti

amilum dan protein sehingga akan dapat terlihat jelas di bawah mikroskop

(Djauhari, 2012).

2.1.2 Makroskopik

Makroskopik merupakan pengujian yang dilakukan dengan mata telanjang

atau dengan bantuan kaca pembesar terhadap berbagai organ makhluk hidup.

Identitas makroskopis didasarkan pada bentuk, ukuran, warna, dan karakteristik

permukaan (WHO, 2011).

2.1.3 Struktur Histologi Paru-paru

2.1.3.1. Paru-paru

Paru-paru merupakan sepasang organ terletak di dalam rongga dada pada

tiap-tiap sisi dari daerah pusat atau mediastinum, yang berisi jantung dan

pembuluh darah besar, esofagus, bagian bawah trakea dan sisa-sisa kelenjar timus

(Tambajong, 1996).

12

2.1.3.2 Bronkus

Trakea bercabang menjadi dua bronki , masing-masing menuju ke tiap

belahan paru-paru. Di dalam paru-paru brokus bercabang berulang-ulang menjadi

pipa yang semakin halus (Campbell, 2010). Paru-paru kanan lebih besar daripada

paru-paru kiri dan dibagi menjadi tiga lobusoleh fissura interlobaris. Paru-paru

kiri dibagi menjadi dua lobus (Price dan Wilson, 1995). Paru-paru dibungkus oleh

membran serosa yang disebut pleura (Bloom and Fawcett, 1994). Pleura yang

melapisi rongga dada disebut pleura parietalis. Pleura yang menyelubungi paru-

paru disebut pleura visceralis. Diantara pleura parietalis dan pleura visceralis

terdapat suatu lapisan tipis cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan

permukaan bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisah thoraks dan

paru (Price and Wilson, 1995).

2.1.3.3 Bronkiolus

Bronkiolus adalah jalan nafas intralobular bergaris tengah 5 mm atau

kurang, tidak memiliki tulang rawan maupun kelenjar dalam mukosanya

(Junqueira, 1997). Bronkiolus merupakan cabang kecil yang membawa udara dari

bronkus ke alveoli paru-paru (Nordmann, 2012).Bronkiolus didefinisikan sebagai

melakukan saluran udara berdiameter kurang dari 1 mm yang tidak memiliki

tulang rawan di dindingnya (Cagle, 2008). Berdasarkan paparan diatas dapat

dikatakan bahwa bronkiolus merupakan percabangan saluran udara dari bronkus

yang berbentuk intralobular dengan diameter ≤ 5 mm dan tidak memiliki tulang

rawan.

13

2.1.3.4 Bronkiolus terminalis

Gambar 2.1 Bronkiolus terminalis (bagian melintang).

Pewarnaan: hematoxylin dan eosin.

Sumber: Eroschenko, 2008

Bronkiolus terminal (membran bronkiolus) adalah bronkiolus yang paling

distal yang tidak mengandung alveoli dan memiliki kolumnar ephitelium

sederhana (mukosa bronchiolar) yang tersusun dari sel kolumnar bersilia dan sel

clara yang tidak bersilia, lapisan otot polos, dan jaringan ikat adventitia (Cagle,

2008). Bronkiolus terminalis juga memiliki sel clara. Sel ini tidak memiliki silia,

pada bagian apikalnya terdapat kelenjar sekretorik dan diketahui mensekresi

glikosaminoglikan yang mungkin melindungi lapisan bronkiolus (Junqueira,

1997).

14

2.1.3.5 Bronkiolus respiratorius

Gambar 2.2 Bronkiolus respiratorius, duktus alveolus, dan

alveoli. Pewarnaan: HE

Sumber: Eroschenko, 2008

Bronkiolus respiratorius merupakan saluran pendek bercabang-cabang

dengan panjang 1-4 mm, biasanya bergaris tengah kurang dari 0,5 mm berasal

dari bronkiolus terminalis (Tambajong, 1996). Bronkus terminalis bercabang

menjadi bronkiolus repiratorius yang ditandai dengan mulai adanya kantong-

kantong udara (alveolus) berdinding tipis. Adapun fungsi dari bronkiolus

respiratorius ini sebagai peralihan antara bagian konduksi dan bagian respirasi

dari sistem pernapasan.

Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan ada pada

bronkiolus terminalis kecuali dindingnya yang diselingi oleh banyak alveolus

sakular tempat terjadinya pertukaran gas. Bagian dari bronkiolus respiratorius

dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel clara. Tetapi tepi muara alveolus, epitel

bronkiolus menyatu dengan sel-sel pelapis alveolus gepeng (sel alveolus tipe I).

Makin distal, makin banyak alveolusnya, dan jarak di antaranya makin kecil.

Diantara alveolus, epitel bronkiolusnya terdiri atas epitel kuboid bersilia itu hilang

15

pada bagian yang lebih distal. Otot polos dan jaringan ikat elastis terdapat di

bawah dari bronkiolus respiratorius (Junqueira, 1997).

2.1.3.6 Duktus alveolaris

Duktus alveolaris merupakan saluran berdinding tipis, berbentuk kerucut,

dilapisi oleh epitel selapis gepeng (Tambajong, 1996). Semakin ke distal pada

bronkiolus respiratorius, jumlah muara alveolus ke dalam dinding bronkiolus

semakin banyak hingga dinding seluruhnya terempati dan tabung ini disebut

duktus alveolaris. Duktus alveolaris dan alveolus keduanya dilapisi oleh sel

alveolus gepeng yang sangat halus (Junqueira, 1997).

Duktus alveolaris bermuara kedalam atrium, yang berhubungan dengan

sakus alveolaris, dua atau lebih sakus alveolaris timbul dari setiap atrium. Banyak

serat elastin dan retikulin membentuk jalinan rumit sekitar muara atrium, sakus

alveolaris, dan alveoli. Serat-serat elastin memungkinkan alveolus mengembang

sewaktu inspirasi dan berkontraksi secara pasif selama ekspirasi. Serta-serat

retikulin berfungsi sebagai penunjang yang mencegah pengembangan yang

berlebihan dan pengerusakan pada kapiler-kapiler halus dan septa alveolaris yang

tipis (Junqueira, 1997).

2.1.3.7 Alveolus

Alveolusadalah benjolan (evaginasi) dari bronkiolus respiratorius, duktus

alveolaris dan sakus alveolaris yang berbentuk menyerupai kantung, bergaris

tegah kurang dari 200 µm. Alveoli merupakan bagian terminal dari percabangan

bronkus, alveolilah yang memberikan spons pada paru (Utami, 2015). Struktur

dinding alveolus dikhususkan untuk memudahkan dan memperlancar difusi antara

16

lingkungan luar dan dalam. Umumnya setiap dinding terletak diantara 2 alveolus

yang bersebelahan sehingga disebut sebagai septum atau dinding interalveolus.

2.1.3.8 Septum alveolaris

Gambar 2.3 Dinding alveolus dan sel alveolus. Pewarnaan: HE

Sumber: Eroschenko, 2008

Septum atau dinding interalveolus adalah setiap dinding yang terletak

diantara dua alveolus. Satu septum interalveolus terdiri atas dua lapis epitel

gepeng tipis, dan mengandung kapiler, fibroblas, serat elastin, retikular, makrofag,

kapiler, dan matrik jaringan ikat membentuk interstisium. Satu sistem

interalveolus terdiri dari 2 lapis epitel selapis pipih, dan mengandung kapiler,

fibroblas, serat elastin, serat retikular dan makrofag (Junqueira, 1997).

Septum interalveolus terdiri dari 5 jenis sel utama, yaitu sel endotel kapiler

(30%), sel alveolus tipe I (gepeng) (8%), sel alveolus tipe II (septal, alveolar

besar) (16%), sel interstisial, termasuk fibroblas dan sel mast (36%), dan

makrofag alveolar (10%) (Junqueira et al, 1997).

17

2.1.4 Radikal Bebas

2.1.4.1.1. Pengertian radikal bebas

Radikal bebas merupakan atom atau gugus apa saja yang memiliki satu atau

lebih elektron yang tidak berpasangan yang dapat bertindak sebagai akseptor

elektron. Karena jumlah elektron ganjil, maka tidak semua elektron dapat

berpasangan (Utami,2015). Radikal bebas merupakan molekul yang relatif tidak

stabil dengan atom yang orbit terluarnya memiliki satu atau lebih elektron yang

tidak berpasangan (Khaira, 2010). Elektron-elektron yang tidak berpasangan

inilah menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan dengan

cara menyerang elektron molekul lain yang ada disekitarnya

2.1.4.2. Macam-macam radikal bebas

Radikal bebas atau oksidan di dalam tubuh manusia secara umum dibagi

menjadi dua yaitu radikal bebas endogen dan radikal bebas eksogen (Herliansyah,

2001).

1. Radikal/okasidan endogen

Radikal/oksidan endogen merupakan radikal bebas yang diproses secara

enzimatik maupun non enzimatik dan diproduksi di dalam tubuh

manusia.Contohnya adalah:

a. Superoksida (O2)

b. Hidrogen Peroksida (H2O2)

c. Radikal Hidroksil (OH0)

d. Radikal Peroksil (RCOO0)

e. Radikal Organik (R0)

18

2. Radikal/Oksidan eksogen

Radikal eksogen yaitu radikal yang berasal dari lingkungan dan bahan yang

berasal dari luar tubuh manusia yang dapat dimakan. Radikal bebas eksternal

dapat berasal dari asap rokok, ozon, nitrogen oksida, dan asap kendaraan

bermotor, obat-obatan tertentu seperti pestisida, radikal bebas yang didapatkan

dari proses pengolahan makanan yang akrab dengan kehidupan sehari-hari adalah

menggoreng makanan, membakar, atau memanggang. Proses pengolahan

makanan dengan menggoreng, membakar, atau memanggang dengan suhu terlalu

tinggi sebaiknya tidak sering dilakukan karena menimbulkan radikal bebas, dan

minyak goreng yang dipakai berkali-kali, serta tidak layak dipakai dapat

melepaskan senyawa peroksida dan epoksida yang bersifat karsinogenik (Khaira,

2010).

2.1.4.3 Dampak negatif dari senyawa-senyawa oksigen reaktif

Stress oksidatif merupakan suatu keadaan dimana adanya

ketidakseimbangan antara oksidan yang berlebihan dan ketersediaan antioksidan

yang kurang memadai, hal ini mengakibatkan kelebihan radikal bebas. Radikal

bebas adalah bentuk radikal yang sangat reaktif, apabila tidak diinaktivasi dapat

merusak molekul disekitarnya. Dampak negatif dari radikal bebas yang

ditimbulkan antara lain:

1. Peroksidasi lipid

Ini terjadi bila asam lemak tak jenuh terserang radikal bebas. Dalam tubuh,

reaksi antar zat gizi tersebut dengan radikal bebas akan menghasilkan peroksidasi

yang selanjutnya dapat menyebabkan kerusakan sel, yang dianggap salah satu

19

penyebab terjadinya berbagai penyakit degeneratif (kemerosotan fungsi tubuh)

(Anies, 2009).

2. Kerusakan protein

Terjadinya kerusakan protein akibat serangan radikal bebas ini termasuk

oksidasi protein yang mengakibatkan kerusakan jaringan tempat protein itu berada

(Anies, 2009).

3. Kerusakan DNA

Kerusakan oksidatif basa DNA terjadi karena reaksinya dengan spesies

oksigen reaktif (ROS), kandungan senyawa kimia dalam asap rokok akan

mengakibatkan mutasi pada deoxyribonucleic acid (DNA) (Fitria, 2013).

2.1.5. Rokok

2.1.5.1 Deskripsi Rokok

Rokok merupakan salah satu polutan berupa gas yang mengandung

berbagai bahan kimia antara lain nikotin, karbon monoksida, tar, dan eugenol

(Tohomi, 2014). Rokok ini adalah olahan tembakau yang menggunakan atau

tanpa bahan tambahan.

2.1.5.2 Kandungan rokok

Satubatang rokok yang dibakar akan mengeluarkan 4000 bahan kimia

beracun. Secara umum bahan-bahan ini dapat dibagi menjadi dua golongan besar

yaitu komponen gas (92%) dan komponen padat atau partikel(8%). Komponen

gas asap rokok adalah karbon monoksida, amoniak, asam hidrosianat, nitrogen

oksida dan formaldehid. Sedangkan partikelnya berupa tar, indol, nikotin,

20

karbarzol dan kresol (Indra, 2015). Banyaknya kandungan zat kimia yang beracun

dalam rokok ini menyebabkan timbulnya banyak penyakit paru-paru.

2.1.5.3 Jenis Rokok Berdasarkan Bahan Bakunya

1. Rokok Kretek

Rokok kretek dapat didefinisikan sebagai rokok dengan atau tanpa filter

yang menggunakan tembakau rajangan, dicampur dengan cengkeh rajangan,

digulung dengan kertas sigaret, boleh memakai bahan tambahan kecuali yang

tidak diizinkan. Rokok kretek dicirikan oleh bau dan rasanya yang khas serta

bunyi mengeretek yang timbul dari pembakaran cengkeh yang terkandung dalam

rokok kretek tersebut (Soetiarto,1995).

Rokok kretek lebih berbahaya daripada rokok putih, karena kandungan tar,

nikotin, dan karbon monoksida di dalamnya lebih tinggi daripada rokok biasa.

Selain itu rokok kretek dibuat dengan bahan baku cengkeh yang mengandung zat

anestetik. Adanya kandungan zat ini mampu menurunkan panas yang dirasakan

saat menghisap asap rokok, sehingga perokok bisa menghisap lebih lama dan

lebih dalam (Widodo, 2006)

Rokok kretek mengandung campuran tembakau 30% dan bunga cengkeh

kering 40%. Kandungan tar, nikotin, dan karbon monoksida rokok kretek lebih

tinggi daripada rokok putih. Rokok kretek mempunyai kadar nikotin dan tar 2-3

kali lebih besar dari rokok putih. Setiap batang rokok kretek menghasilkan 34-65

mg tar, 1,9-2,6 mg nikotin, dan 18-28 mg karonmonoksida (Hashim, 2005).

Cengkeh (bunga cengkeh) sebagai bahan campuran dalam rokok kretek

ternyata mengandung zat aktif eugenol berkadar tinggi, yaitu 82-87%. Kandungan

21

ini setara dengan 120-130 mg eugenol bagi setiap 1 gram bunga cengkeh kering.

Rokok kretek yang beredar di pasaran saat ini mengandung zat aktif eugenol

hingga 12,92 mg per batang, dan diperkirakan sebanyak 7 mg eugenol dihisap

masuk ketika merokok. Eugenol memberi efek toksik pada sistem saraf pusat/

memberi kesan khayal dan menyebabkan karies yang spesifik pada gigi (Cattaneo,

2000). Rokok kretek mengandung sejumlah bahan reaktif molekuler kimia

termasuk reaktif oksigen dan zat radikal. Rokok kretek terdapat lima zat kimia

yang tidak terdapat pada rokok putih non cengkeh. Bahan tersebut antara lain

eugenol, acetyl eugenol, B-caryophyllene, x-humulene serta caryophyllene

epoksida.

2. Rokok Putih

Rokok putih merupakan rokok yang hanya berisikan daun tembakau yang

diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu, biasanya berisikan

filter penyaring pada bagian yang akan dihisap. Kadar nikotin dalam asap rokok

putih lebih besar daripada dalam asap rokok kretek berfilter ataupun tanpa filter

(Arta, 2014).

3. Rokok Klembak

Rokok klembak adalah rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun

tembakau, cengkeh, dan menyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa

serta aroma tertentu (Salam (1983) dalam Purbasari, 2010). Berita online yang

dipublis oleh radarjogja (2016) menyebutkan bahwa rokok klembak yang

dipasarkan di warung-warung dengan harga lebih murah memiliki kandungan

kadar nikotin yang lebih besar dibandingkan rokok yang lain. Berita online

22

kompas (2008) juga menyebutkan bahwa hasil penelitian orang yang terpapar

asap dupa atau kemenyan dalam waktu lama berisiko lebih tinggi mengidap

penyakit kanker seperti kanker mulut, lidah, dan kanker paru-paru. Paparan

terhadap asap dupa atau kemenyan dalam waktu lama dapat memperbesar risiko

mengalami jenis-jenis kanker yang menyerang alat pernafasan bagian atas serta

kanker paru-paru squamous. Jenis kanker paru-paru squamous merupakan kanker

yang banyak ditemukan pada perokok. Beragam tanaman dan minyak digunakan

sebagai bahan pembuat dupa. Ketika dibakar, bahan campuran ini terbukti

menghasilkan zat yang menyebabkan kanker (karsinogen) yang ditemukan pada

asap tembakau. Karenanya, banyak penelitian telah menguji hubungan antara

asap dupa yang terhirup ke paru-paru dengan kanker.

Penelitian terbaru dengan memantau orang sehat dalam waktu yang lama

sebagai upaya dalam memahami pengaruh paparan asap dupa atau kemenyan

terhadap risiko kanker mendapatkan hasil paparan dalam waktu yang lama dan

sering terhadap pembakaran dupa atau kemenyan berhubungan dengan

peningkatan risiko signifikan dari squamous cell cancers pada organ pernafasan

bagian atas.

2.1.5.4 Bahaya rokok

Rokok mengandung banyak sekali zat kimia yang bersifat racun dalam

sebatang rokok. Apabila setiap hari mengonsumsi rokok, maka racun-racun

tersebut akan terakumulasi bertahun-tahun di dalam tubuh perokok. Hal tersebut

menyebabkan timbulnya penyakit berbahaya. Kemkes (2015) menyampaikan

23

bahwa ada beberapa penyakit yang berbahaya yang diakibatkan oleh merokok

diantaranya:

1. Penyakit paru-paru. Efek dari perokok yang paling pertama merusak organ

tubuh akibat asap rokok adalah paru-paru. Asap rokok tersebut terhirup dan

masuk ke dalam paru-paru sehingga menyebabkan paru-paru mengalami

radang, bronchitis, pneumonia.

2. Penyakit impotensi dan organ reproduksi. Efek bahaya merokok bagi

kesehatan lainnya adalah bisa mengakibatkan impotensi, kasus seperti ini

sudah banyak dialami oleh para perokok. Sebab kandungan bahan kimia yang

sifatnya beracun tersebut bisa mengurangi produksi sperma pada pria. Bukan

hanya itu saja, pada pria juga bisa terjadi kanker di bagian testis

3. Penyakit lambung. Menghisap rokok adalah aktifitas otot di bawah

kerongkongan semakin meningkat. Otot sekitar saluran pernafasan bagian

bawah akan lemah secara perlahan, sehingga proses pencernaan menjadi

terhambat. Bahaya merokok bagi kesehatan juga bisa dirasakan sampai ke

lambung, karena asap rokok yang masuk ke sistem pencernaan akan

menyebabkan meningkatnya asam lambung. Jika hal ini dibiarkan terus

menerus maka bukan tidak mungkin akan menjadi penyakit yang lebih kronis

seperti tukak lambung yang lebih sulit diobati.

4. Resiko stroke. Pada perokok aktif bisa saja menderita serangan stroke, karena

efek samping rokok bisa menyebabkan melemahnya pembuluh darah. Ketika

pelemahan tersebut terjadi dan kerja pembuluh darah terhambat bisa

menyebabkan serangan radang di otak. Hal itulah yang bisa beresiko terjadi

24

stroke meskipun orang tersebut tidak ada latar belakang darah tinggi atau

penyakit penyebab stroke lainnya. Penyebab stroke tersebut bersumber dari

kandungan kimia berbahaya seperti nikotin, tar, karbon monoksida, dan gas

oksidan yang terkandung dalam rokok. Sehingga bahaya merokok bagi

kesehatan terkena stroke hampir 50% terjadi pada seorang perokok aktif.

Penyakit-penyakit tersebut tidak hanya mengancam pada perokok aktif saja,

juga mengancam perokok pasif. Banyak masalah kesehatan yang diakibatkan

merokok dalam masyarakat adalah penyakit paru yaitu emfisema, bronkitis,

kanker paru-paru, pneumonia. Emfisema merupakan gangguan pengembangan

paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru disertai

distruksi jaringan. Emfisema merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan

pada dinding alveolus yang akan menyebabkan overdistensi permanen ruang

udara. Perjalanan udara akan terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan

selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding

(septum) di antara alveoli, jalan napas kolaps sebagian dan kehilangan elastisitas

untuk mengerut atau recoil. Pada saat alveoli dan septum kolaps, udara akan

tertahan di antara ruang alveolus dan di antara parenkim paru-paru (Somantri,

2007). Berdasarkan penjelasan tersebut, emfisema dapat diartikan sebagai

penyakit paru dimana kondisi ruang udara alveolus mengalami pembesaran atau

pelebaran yang disebabkan destruksi septum alveolus. Menurut Cui (2011) bahwa

merokok merupakan penyebab utama penyakit emfisema.

25

Gambar 2.4 Emfisema dengan pewarnaan HE.

Sumber: Cui, 2011

Penyakit paru akibat merokok lainnya adalah bronkitis. Bronkitis

merupakan penyakit yang ditandai dengan peradangan akut atau kronis pada

tabung bronkus. Peradangan mungkin disebabkan oleh infeksi (virus, bakteri) atau

paparan iritasi (merokok atau penghirupan polutan kimia atau debu). Merokok

adalah penyebab utama bronkitis kronis. Proses inflamasi menghambat aktivitas

karakteristik silia, yaitu untuk menjebak dan menghilangkan polutan. Peradangan

juga meningkatkan sekresi lendir. Area dinding bronkus yang meradang menjadi

bengkak, dan lendir berlebih bisa menghalangi jalan napas. Pada bronkitis kronis,

epitel permukaan dapat mengalami hiperlasia dan kehilangan epitel

pseudostratifikasi yang sering digantikan oleh epitelium skuamosa. Proses ini

disebut metaplasia skuamosa (Cui, 2011).

Kanker paru-paru juga gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh

merokok. Kanker paru-paru juga disebut kanker bronkus yang ditandai dengan

tidak terkendalinya pertumbuhan sel dalam jaringan paru, terutama sel-sel yang

melapisi bagian pernapasan. Sel yang dihasilkan tidak akan berkembang menjadi

26

sel sehat (Hashemi, 2013). Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di

paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer). Dalam

pengertian klinik yang dimaksud dengan kanker paru primer adalah tumor ganas

yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkus = bronchogenic carcinoma)

2.1.6 Hubungan Asap rokok terhadap Histologi dan Kerusakan jaringan

Paru-paru

Asap rokok terdiri atas asap primer dan asap skunder. Asap primer

merupakan asap yang langsung dihirup oleh perokok (perokok aktif), sedangkan

asap sekunder sebagai hasil dari pembakaran tembakau pada ujung rokok

(perokok pasif). Asap sekunder paling berbahaya dibandingkan dengan asap

primer karena lebih banyak mengandung toksik. Menurut Indra (2015)

menyatakan bahwa secara umum bahan kimia yang terdapat dalam rokok dibagi

menjadi 2 komponen, yaitu komponen gas (92%) dan komponen padat atau

partikel (8%). Asap rokok yang dihirup akan masuk ke dalam saluran pernapasan

dan berujung pada paru-paru, sehingga organ yang terkena dampak secara

langsung akibat radikal bebas asap rokok adalah paru-paru.

Radikal bebas yang terkandung dalam rokok yaitu semikuinon, dan radikal

hidroksil, nitrogen oksigen, dan hidrogen peroksida. Oksigen yang bersifat radikal

bebas sebenarnya juga diproduksi di dalam sel sebagai akibat proses respirasi

yang meggunakan oksigen (MacNee & Rahman (1999) dalam Marianti, 2009).

Keadaan normal antioksidan endogen masih mampu melindungi sistem dalam

tubuh, akan tetapi penambahan radikal bebas yang terus menerus dari lingkungan

(eksogen) akibat paparan asap rokok menyebabkan antioksidan endogen tidak

mampu melindungi sistem di dalam tubuh. Oksidan dalam asap rokok

27

menimbulkan respon inflamasi dalam saluran pernapasan yang dapat memicu

timbulnya Reactive Oksigen spescies (ROS).

Reactive oksigen species (ROS) merupakan radikal bebas yang berupa

oksigen dan turunannya yang sangat reaktif. ROS yang diproduksi secara endogen

dihasilkan pada saat terjadinya metabolisme oksidatif dalam tubuh. ROS tidak

hanya terdiri atas molekul oksigen tanpa pasangan elektron seperti superoksida

(O2-•), radikal hidroksil (OH•), dan nitrit oksida (NO). Molekul oksigen yang

memiliki elektron berpasangan tersebut diantaranya hidrogen peroksida (H2O2),

asam hipoklorous (HOCl) dan anion peroksinitrit (ONOO). Pembentukan ROS

dipengaruhi oleh sel-sel inflamasi. Paparan asap rokok yang terus menerus, kadar

radikal bebas dalam tubuh semakin meningkat akan menyebabkan stress oksidatif

pada jaringan paru.

Stress oksidatif menurut Dekhuijzen (2004) dalam Marianti, 2009 juga

menyebabkan munculnya respon imun lokal, peningkatan resiko infeksi dan

akibat-akibat yang lebih buruk serta berujung pada penurunan fungsi paru. Stress

oksidatif juga akan memicu peningkatan jumlah makrofag dan neutrofil pada

jaringan paru. Peningkatan jumlah makrofag turunan metaloprotease yaitu

gelatinosa A dan B, matrilisin, dan makrofag metaloprotease berkolerasi dengan

kerusakan jaringan ikat yang menyebabkan emfisema. Makrofag ini terbukti

mendegradasi elastin dan kolagen. Sedangkan neutrofil yang semakin meningkat

adalah prekursor emfisema (Churg, 2002).

Stress oksidatif menurut Arief (2002) dapat menyebabkan peroksidasi lipid,

peroksidasi lipid ini diawali dengan nitrogen oksida (NO) yang terdapat pada asap

28

rokok. NO mudah menyerang molekul yang mempunyai ikatan rangkap kemudian

bereaksi dengan O2 menghasilkan senyawa nitrogen dioksida (NO2). NO2 ini

dapat mengabstraksi atom hidrogen dari Poly Unsaturated Faty Acid (PUFA) dan

menstimulasi peroksidasi lipid. Selain itu NO dan NO2 juga dapat bereaksi dengan

H2O untuk membentuk radikal hidroksi (OH). Radikal hidroksi ini sangat reaktif

dan menjadi faktor penyebab terjadinya peroksidasi lipid dalam tubuh.

Peroksidasi lipid akan menimbulkan kerusakan sel dan inflamasi. Proses

inflamasi akan mengaktifkan sel alveolar makrofag sebagai pertahanan pertama,

aktivasi sel tersebut akan menyebabkan dilepaskannya faktor kemotatik neutrofil,

seperti interleukin 8 dan leukotrien B4 yang merangsang neutrofil melepaskan

protease yang dapat merusak jaringan ikat parenkim paru dengan menyebabkan

terjadinya elastisitas berlebihan pada paru sehingga timbul kerusakan dinding

alveolar dan hipersekresi mukus (Al idrus, 2014). Selain itu stress oksidatif akibat

paparan asap rokok menyebabkan aktivasi proteinase dan inaktivasi α1-AT.

Aktifnya proteinase menyebabkan reaksi inflamasi dengan mengaktivasi transkrip

NF-kB yang akan menginduksi transkripsi gen-gen penyebab inflamasi. Selain

inflamasi terjadi pula kerusakan sel-sel epitel alveolus yang menyebabkan

terjadinya kematian sel. Kematian sel tersebut disebabkan oleh peningkatan

apoptosis akibat stress oksidatif (Demedts, 2006).

2.1.7 Hubungan Asap Rokok terhadap Makroskopik Paru-paru

Organ paru-paru akibat paparan asap rokok akan mengalami perubahan

warna, yaitu paru-paru akan tampak lebih merah, pucat, dan kehitaman.

parubahan ini terjadi disebabkan oleh reaksi peradangan paru-paru. Reaksi

29

peradangan akut dapat terjadi pada organ paru-paru mencit yang terpapar asap

rokok. Menurut Kardena (2011) bahwa reaksi peradangan akut ini dapat

mengakibatkan pembuluh darah yang berada di daerah septa alveoli mengalami

peningkatan permeabilitas dan bervasodilatasi untuk mengaktivasi sel-sel

pertahanan tubuh lalu bermigrasi keluar vaskuler yang selanjutnya melakukan

reaksi berupa fagositosis atau ke tingkat imunitas yang lebih spesifik. Vaso-

dilatasi vaskuler inilah menyebabkan volume darah yang ada di sekitar jaringan

yang mengalami peradangan bertambah, sehingga organ paru-paru tampak

kemerahan atau mengalami hyperemia.

Paru-paru yang berwarna pucat terjadi karena sel-sel atau jaringan pada

paru-paru telah mengalami kematian sel atau nekrosis. Nekrosis yang terjadi pada

tingkat sel tanpa diikuti dengan hemoragi dapat menyebabkan perubahan warna

jaringan menjadi lebih pucat, selain itu diduga akibat kekurangan suplai darah.

Paru-paru akan berwarna lebih gelap kehitaman apabila nekrosis pada sel atau

jaringan disertai dengan adanya perdarahan. Menurut Retnowati (2009) bahwa

paru-paru normal akan tampakberwarna pink dan multilobularis.

2.1.8 Mencit (Mus musculus)

Mencit (Mus musculus) termasuk hewan mamalia pengerat yang cepat

berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak (Akbar, 2010). Mencit

(Mus musculus) liar atau rumahan adalah hewan satu spesies dengan Mus

musculus laboratorium. Semua galur Mus musculus laboratorium sekarang ini

merupakan keturunan dari Mus musculus liar sesudah melalui peternakan selektif

30

(Smith (1988) dalam Muliani, 2011). Adapun klasifikasinya adalah sebagai

berikut :

Gambar 2. 5 Mencit (Mus musculus)

Sumber: Dokumen Pribadi, 2017

Phylum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata

Class : Mammalia

Ordo : Rodentia

Family : Muridae

Genus : Mus

Species : Mus musculus(Sumber: Akbar, 2010)

Mencit (Mus musculus) memiliki ciri-ciri berupa bentuk tubuh kecil,

berwarna putih, memiliki siklus estrus teratur yaitu 4-5 hari. Kondisi ruang untuk

pemeliharaan mencit (Mus musculus) harus senantiasa bersih, kering dan jauh dari

kebisingan. Suhu ruang pemeliharaan juga harus dijaga kisarannya antara 18-19ºC

serta kelembaban udara antara 30-70%. Mencit betina ataupun jantan dapat

dikawinkan pada umur 8 minggu (Akbar, 2010). Berat badan bervariasi, tetapi

umumnya pada umur empat minggu berat badan mencapai 18-20 gram. Mus

31

musculus liar dewasa dapat mencapai 30-40 gram pada umur enam bulan atau

lebih (Muliani, 2011).

Tabel 2.2 Data Biologi Mencit (Kusumawati (2004) dalam Muliani, 2011)

Kriteria Jumlah

Berat Badan (Jantan) 20-40 gram

Lama hidup 1-3 tahun

Temperatur tubuh 36,5oC

Kebutuhan air Ad libtum

Kebutuhan makanan 4-5 g/hari

Pubertas 28-49 hari

Glukosa 62,8-176 mg/dL

Kolesterol 26,0-82,4 mg/dL

SGOT 23,2-48,4 UI/I

SGPT 2,10-23,8 UI/I

Mencit sering digunakan dalam penelitian dengan pertimbangan hewan

tersebut memiliki beberapa keuntungan yaitu daur estrusnya teratur dan dapat

dideteksi, periode kebuntingannya relatif singkat, dan mempunyai anak yang

banyak, serta terdapat keselarasan pertumbuhan dengan kondisi manusia (Akbar,

2010). Alasan lain mencit dipilih menjadi subjek eksperimental, sebagai bentuk

relevansinya pada manusia. Walaupun mencit mempunyai struktur fisik dan

anatomi yang jelas berbeda dengan manusia, tetapi mencit adalah hewan mamalia

yang mempunyai beberapa ciri fisiologi dan biokimia yang hampir menyerupai

manusia. Terutama dalam aspek metabolisme glukosa melalui perantara hormon

insulin. Disamping itu, mempunyai jarak gestasi yang pendek untuk

berkembangbiak (Syahrin (2006) dalam Selvia, 2013 ).

32

2.1.9 Penggunaan Hasil Penelitian sebagai Sumber Belajar

Sumber belajar adalah semua sumber termasuk pesan, orang, bahan, alat,

teknik, dan latar yang dapat dipergunakan peserta didik baik secara sendiri-sendiri

maupun dalam bentuk gabungan untuk menfasilitasi kegiatan belajar dan

meningkatkan kinerja belajar (Abdullah,2012). Sumber belajar (learning

resources) dapat dirumuskan sebagai segala sesuatu yang dapat memberikan

kemudahan kepada peserta didik dalam memperoleh sejumlah informasi,

pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan, dalam proses pembelajaran (Navy,

2013). Berdasarkan paparan di atas, dapat diklasifikasikan bahwa sumber belajar

ada yang berbasis manusia, sumber belajar berbasis cetakan, sumber belajar

berbasis visual, sumber belajar berbasis audio-visual, dan sumber belajar berbasis

komputer (Abdullah, 2012). Dengan demikian, sumber belajar adalah semua

sumber baik itu pesan, orang, bahan, alat, teknik dan latar yang dapat

mempermudahkan peserta didik menyelesaikan permasalahan dalam

pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran tersebut.

Sumber belajar dapat dipandang dalam 2 segi yaitu proses dan produk.

Makna sumber belajar dari segi proses yang dapat dicapai adalah berkaitan

dengan kepentingan pengembangan keterampilan belajar biologi, dan serangkaian

proses sains yang dimulai dari perumusan masalah hingga penarikan kesimpulan.

Segi produk berkaitan dengan kepentingan untuk pengembangan terutama fakta

dan konsep yang diperoleh dari penelitian. Menurut Djohar (1987) bahwa proses

atau produk hasil penelitan yang dimanfaatkan sebagai sumber belajar harus

memenuhi syarat-syarat pemanfaatan sumber belajar sebagai berikut:

33

a. Kejelasan potensinya

b. Kejelasan sasarannya

c. Kesesuaian dengan tujuan belajar

d. Kejelasan informasi yang dapat diungkap

e. Kejelasan pedoman eksplorasi

f. Kejelasan perolehan yang diharapkan

Hasil penelitian yang telah memenuhi syarat-syarat pemanfaatan sumber

belajar kemudian dimodifikasi untuk disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran.

kegiatan pembelajaran yang dimaksud berupa kegiatan praktikum siswa di

laboratorium, penyediaan media pembelajaran , diskusi hasil pengamatan dan

lain-lain. Hasil penelitian yang telah diseleksi dan dimodifikasi kemudian

dirancang menjadi sumber belajar berupa poster.

Perlunya pemanfaatan hasil penelitian sebagai sumber belajar biologi

dalam bentuk poster yaitu sebagai media yang dapat digunakan dalam

pembelajaran untuk membantu guru metransformasi ilmu kepada siswanya. Selain

itu poster juga sebagai sumber informasi bagi siswa SMA kelas IX materi struktur

dan fungsi sel pada sistem pernapasan. Jennah (2009) menyatakan bahwa tujuan

media poster adalah 1)Menggembangkan kemampuan visual 2) Mengembangkan

daya imajinasi anak 3) Membantu mengembangkan dan meningkatkan

penguasaan anak terhadap hal-hal yang abstrak, atau peristiwa yang tidak

mungkin dihadirkan didalam kelas 4) Mengembangkan daya kreatifitas siswa.

Poster menonjolkan kekuatan pesan, visual, dan warna. Pesan yang dibuat

singkat, jelas, dan komunikatif, warna-warna yang digunakan kontras dan kuat,

34

dan poster didesain semenarik mungkin ini mampu menangkap perhatian siswa

dan mempermudah daya ingat siswa terhadap pesan atau informasi yang terdapat

di dalam poster tersebut. Menurut Sulistyono (2015) bahwa poster sebagai media

pembelajaran mengacu pada pemanfaatan media gambar yang digunakan sebagai

alat atau sarana untuk berkomunikasi antara guru dan siswa. Media poster

berfungsi sebagai media yang mengandung anjuran atau larangan, dimana media

poster ini terdiri dari lambang kata atau simbol yang sangat sederhana (Maiyena,

2013). Jadi dengan adanya poster ini mempermudah siswa SMA kelas XI

memperoleh informasi dan pegetahuan mengenai struktur dan fungsi sel pada

sistem pernapasan. Selain itu juga dapat mengajak siswa agar menghindari asap

rokok ataupun rokok itu sendiri demi kesehatannya.

Pemanfaatan hasil penelitian sebagai sumber belajar berupa poster, maka

menurut Janed, 2010 perlu diperhatikan cara pengorganisasian pesan yang ada

pada poster kepada siswa yaitu:

1. Menentukan sasaran poster

2. Menentukan penerapanposter

3. Menentukan format poster

4. Merancang beberapa draft kasar tentang apa yang akan dicantumkan

dalam poster.

5. Menyederhanakan informasi yang ingin disebarkan.

6. Memilih foto (gambar, grafik, atau tabel yang mendukung dan dapat

menjelaskan pesan yang ingin disampaikan.

7. Memilih judul yang menarik.

35

8. Memeriksa semua teks, termasuk foto dan keterangan grafik.

9. Menentukan bentuk huruf, ukuran, dan jarak.

10. Menentukan warna latar belakang, grafis.

11. Membuat sketsa desain poster yang akan dibuat.

Poster yang baik harus memenuhi kriteria tingkat keterbacaan

(readability), mudah dilihat (visibility), mudah dimengerti (legibility), serta

komposisi yang baik. Kriteria keterbacaan mencakup ukuran font yang digunakan.

Ukuran minimal yang disarankan untuk tulisan yang dimuat dalam media poster

adalah 24 pt. Sementara itu, kriteria mudah dilihat mencakup pemilihan warna

pada teks dan warna pada latar poster. Jumlah warna yang disarankan untuk

digunakan adalah 2 - 3 warna. Warna pada teks harus saling kontras dengan warna

pada latar (Sulistyono, 2015).

Poster harus dibuat semenarik mungkin tanpa mengabaikan ketentuan-

ketentuan pembuatan poster, oleh karena itu judul poster harus menarik dan jelas

tetapi bisa menggambarkan secara keseluruhan dari isi poster. Selain itu, bahasa

yang digunakan dalam poster harus bahasa komunikatif dan tidak berbelit-belit,

karena tujuan poster sendiri merupakan sebuah sarana komunikasi dan informasi.

Sehingga informsi-informasi yang ada dalam poster dapat tersampaikan kepada

pembaca.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu sebagai acuan atau pendukung penulis dalam

melakukan penelitian. Peneletian terdahulu yang dimaksudkan berupa teori-teori

atau temuan-temuan dari hasil berbagai penelitian sebelumnya seperti jurnal, tesis,

36

maupun skripsi yang relevan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian

penulis, sehingga dapat memperkaya teori. Fokus penelitian terdahulu yang

dijadikan sebagai acuan atau pendukung yaitu terkait dengan asap rokok dan lama

paparannya. Hasil penelitian Triana (2013) bahwa morfologi paru mencit jantan

pada kelompok perlakuan paparan asap rokok elektrik rasa tembakau murni

menunjukkan perbedaan warna pau-paruyaitu memiliki warna putih kemerahan

serta agak gelap, ditemukan juga bercak-bercak hitam di permukaan paru-paru.

Sedangkan warna paru-paru pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan

paparan asap rokok elektrik rasa strawberry tidak jauh berbeda yaitu memiliki

warna putih kemerahan dan tekstur yang kenyal.

Tidak hanya morfologi, Triana (2013) juga melakukan pengamatan histologi

paru-paru mencit jantan, hasil penelitiannya pemberian asap rokok elektrik pada

mencit secara statistik tidak memberikan kerusakan terhadap membran alveolus,

lumen alveolus, dan hubungan antar alveolus. Sedangkan pengamatan

mikroskopis ada kecenderungan asap rokok elektrik menyebabkan lumen alveolus

melebar, hubungan antar alveolus yang merenggang, dan sel-sel endotelium pada

membran tidak terlihat. Nurjannah, 2015 juga melakukan peneitian dengan

permasalahan yang sama yaitu asap rokok. Hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa terjadi kerusakan struktur mikroanatomi paru-paru, alveolusparu-apru yang

terpapar asap rokok terlihat melebar, sel epitelium tidak berinti, sel endothelium

tidak tampak di sekeliling membran alveolus dan hubungan antar alveolus

merenggang.

37

Hasil penelitian Arkeman (2006) tentang efek vitamin C dan E terhadap sel

goblet saluran nafas pada tikus akibat pajanan asap rokok dengan pejanan asap

rokok sebanyak 8 batang dalam waktu 30 menit setiap hari selama 20 hari,

menunjukkan terjadi perubahan histologi pada jaringan paru berupa kerusakan sel

goblet. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata presentase sel goblet pada perlakuan

kontrol negatif sebesar 51,2 ± 17,23 sel/mm lebih besar dibandingkan dengan

kontrol positif yang tanpa diberi pejanan asap rokok yaitu rata-rata presentase sel

gobletnya 20,3 ± 7,94 sel/mm. Togatorop (2013) juga melakukan penelitian

tentang pengaruh pemberian filtrat daun katuk terhadap gambaran histopatologi

paru mencit yang terpapar asap rokok, hasilnya menunjukkan bahwa perlakuan

kontrol negatif (dipapari asap rokok selama 20 hari, 1 batang rokok/ 1,5 jam/hari)

tanpa pemberian filtrat daun katuk berpengaruh tinggi terhadap tingkat kerusakan

paru. Kerusakan tersebut ditandai dengan terbentuknya lesi kongesti, inflamasi,

degenerasi hidroponik, serta nekrosis.

38

2.3 Kerangka Konseptual

Penelitian ini secara garis besar dapat dituliskan dalam bentuk kerangka

konsep seperti berikut ini:

Gambar 2.6 Kerangka konsep pengaruh asap berbagai jenis rokok terhadap

gambaran makroskopik dan mikroskopik paru-paru mencit jantan (Mus

musculus)

Dihirup

masuk ke

dalam

tubuh

Asap Rokok

Radikal bebas

Meningkatnya Reactive Oxygen Species (ROS)

di dalam tubuh

Stress Oksidatif

NO+O2 = NO2

NO+H2O = OH

Peroksidasi lipid

Sequestrasi

neutrofil

Meningkatnya jumlah

makrofag dan

neutrofil

~ Aktivasi proteinase

~ Inaktivasi α1-AT

Infiltrasi sel radang

Proteolisis

Destruksi septum alveolus

~ Kerusakan protein

~ Mendegradasi elsatin

dan kolagen membran

39

2.4 Hipotesis

1. Ada pengaruh paparan asap dari berbagai jenis rokok terhadap

gambaran mikroskopik paru-paru mencit jantan.

2. Ada pengaruh lamanya paparan terhadap gambaran mikroskopik paru-

paru mencit jantan.

3. Ada pengaruh paparan asap dari berbagai jenis rokok terhadap

gambaran makroskopik paru-paru mencit jantan.

4. Ada pengaruh lamanya paparan terhadap gambaran makroskopik

paru-paru mencit jantan.

5. Interaksi antara asap berbagai jenis rokok dan lamanya paparan

mempengaruhi gambaran mikroskopik paru-paru mencit jantan (Mus

musculus)

6. Interaksi antara asap berbagai jenis rokok dan lamanya paparan

mempengaruhi gambaran makroskopik paru-paru mencit jantan (Mus

musculus)

7. Hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar biologi

SMA kelas XI