bab ii tinjauan pustaka 1.1. coronavirus
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Coronavirus
Menurut Kemenkes RI (2020a), Coronavirus (CoV) adalah keluarga besar virus
yang dapat menyebabkan penyakit mulai dari gejala ringan, sedang sampai berat. Virus
corona adalah zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia). Penelitian
menyebutkan bahwa SARS-CoV ditransmisikan dari kucing luwak (civetcats) ke
manusia dan MERS-CoV dari unta ke manusia. Di akhir tahun 2019 telah muncul jenis
virus corona baru yakni coronavirus disease 2019 (COVID-19).
1.2. Pengertian Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)
Menurut WHO (2020a), penyakit coronavirus disease 2019 (COVID-19) adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh virus corona yang baru ditemukan.
Kebanyakan orang yang terinfeksi virus COVID-19 akan mengalami penyakit
pernapasan ringan hingga sedang dan sembuh tanpa memerlukan perawatan khusus.
Orang tua dan orang-orang yang memiliki komorbit seperti penyakit kardiovaskular,
diabetes, penyakit pernapasan kronis, dan kanker memungkin tertular COVID-19.
Coronavirus disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit yang disebabkan oleh turunan
coronavirus baru. ‘CO’ diambil dari corona, ‘VI’ virus, dan ‘D’ disease (penyakit).
Sebelumnya, penyakit ini disebut ‘2019 novel coronavirus’ atau ‘2019- nCoV.’ Virus
COVID-19 adalah virus baru yang terkait dengan keluarga virus yang sama dengan
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan beberapa jenis virus flu biasa
(UNICEF, 2020). Menurut Sun et al., 2020, COVID-19 adalah penyakit coronavirus
zoonosis ketiga yang diketahui setelah SARS dan sindrom pernapasan Timur Tengah
(MERS). Menurut Gennaro et al., 2020, penyakit Virus Corona 2019 (COVID-19)
7
adalah virus RNA, dengan penampakan seperti mahkota di bawah mikroskop elektron
karena adanya paku glikoprotein pada amplopnya.
1.3. Patogenesis
Patogenesis SARS-CoV-2 masih banyak yang belum diketahui, akan tetapi
beberapa virus SARS-CoV-2 telah diketahui dan tidak jauh berbeda dengan lainnya.
Pada umumnya, virus ini menginfeksi sel-sel disaluran pernapasan yang melapisi
alveolus di dalam tubuh manusia. Hal ini akan membuat saling berikatan dengan
reseptor-reseptor lalu membuat jalan dan masuk ke dalam sel. Glikoprotein yang
terdapat dalam envelope spike virus akan berikatan juga dengan reseptor selular seperti
ACE2 pada SARS-CoV-2. Di dalam sel, virus ini akan melakukan duplikasi materi
genetik dan mensintesis protein-protein dibutuhkan, kemudian akan membentuk
sebuah virion baru yang muncul pada permukaan sel. Sama halnya dengan SARS-CoV,
pada SARS-CoV-2 diketahui saat setelah virus masuk di dalam sel, genom RNA virus
juga akan dikeluarkan ke sitoplasma sel dan ditranslasikan menjadi 2 poliprotein dan
protein struktural (Susilo et al., 2020).
Selanjutnya, virus genom akan mulai bereplikasi. Di dalam selubung virus baru
pada glikoprotein akan membentuk serta masuk ke dalam golgi sel atau membran
retikulum endoplasma. Hal ini, akan terjadi pembentukan nukleokapsid yang tersusun
dari protein nukleokapsid dan genom RNA. Partikel virus akan tumbuh ke dalam
retikulum endoplasma dan Golgi sel. Ditahap akhir, vesikel yang mengandung partikel
virus akan bergabung dengan membran plasma untuk melepaskan komponen virus
yang baru. Pada SARS-CoV, Spike Protein dilaporkan sebagai determinan signifikan
yang didalamnya virus masuk kedalam sel pejamu. Dan telah diketahui bahwa SARS-
8
CoV masuk ke dalam sel dimulai dengan fusi antara plasma membran dengan
membran virus dari sel (Susilo et al., 2020).
Dalam proses ini, protein S2’ sangat berperan penting pada proses pembelahan
proteolitik yang memediasi sampai terjadinya sebuah proses fusi membran. Selain fusi
membrane itu, terdapat juga clathrin-independent dan clathrin-dependent endocytosis
yang memediasi masuknya SARS-CoV kedalam sel pejamu. Salah satu faktor virus dan
pejamu memiliki peran dalam infeksi SARS-CoV. Dampak yang ditimbulkan dari virus
sitopatik yakni memiliki kemampuan untuk mengalahkan respons imun serta
menentukan keparahan suatu infeksi. Disregulasi sistem imun kemudian berfungsi
dalam kerusakan suatu jaringan pada infeksi virus SARS-CoV-2. Respons imun yang
tidak adekuat menyebabkan replikasi virus dan kerusakan jaringan. Bila respons imun
ini berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan pada jaringan. Respons imun ini
disebabkan oleh SARS-CoV-2 yang belum dapat dipahami sepenuhnya, akan tetapi
dapat dipelajari dari mekanisme yang ditemukan pada MERS-CoV dan SARS-CoV.
Saat virus ini masuk ke dalam sel, antigen virus akan di presentasikan ke Antigen
Presentation Cells (APC). Presentasi antigen virus ini bergantung pada Molekul Major
Histocompatibility Complex (MHC) Kelas 1. Walaupun, MHC kelas II juga turut
berkontribusi. Presentasi antigen berikutnya menstimulasi respons imunitas humoral
dan selular tubuh yang dimediasi oleh sel B dan sel T yang spesifik pada virus. Pada
respons imun humoral ini terbentuk IgG dan IgM pada SARS-CoV. Akhirnya IgM
pada SAR-CoV ini hilang di akhir minggu ke-12 dan IgG bertahan dalam jangka
panjang.
9
1.4. Transmisi
Menurut Xu et al. (2020) terdapat beberapa macam penyebaran COVID-19
diantaranya sebagai berikut.
1. Droplet
COVID-19 ditularkan terutama melalui tetesan pernapasan. Ketika seorang
pasien batuk atau bersin, droplet yang mengandung virus mungkin dihirup oleh
individu yang rentan.
2. Kontak Langsung
Ditemukan bahwa 71,8% penduduk non-lokal memiliki riwayat COVID-19
karena kontak dengan individu dari Wuhan. Lebih dari 1800 dari 2055 (~ 88%)
pekerja medis dengan COVID-19 berada di Hubei, menurut laporan dari 475
rumah sakit.
3. Kontak Tidak Langsung
Hal ini terjadi ketika droplet mengandung COVID-19 mendarat di permukaan
meja, gagang pintu, telepon, dan benda mati lainnya. Virus itu dipindahkan dari
permukaan ke selaput lendir dengan jari yang terkontaminasi menyentuh mulut,
hidung, atau mata. Penelitian telah memperkirakan bahwa COVID-19 dapat
bertahan hingga 5 hari pada suhu 20 ° C, kelembaban 40-50%, dan dapat bertahan
hidup kurang dari 48 jam di udara kering, dengan pengurangan viabilitas setelah 2
jam.
4. Penularan Asimptomatik
Infeksi asimptomatik telah dilaporkan dalam setidaknya dua kasus dengan
paparan riwayat ke pasien yang berpotensi pra-simptomatik yang kemudian
didiagnosis dengan COVID-19. Virus itu dulu ditularkan ke tiga anggota keluarga
10
sehat lainnya. Sebelum berkembangnya gejala, individu mungkin tidak diisolasi dan
mungkin merupakan sumber virus seluler yang penting.
5. Penularan Antar Keluarga
Penularan dalam klaster keluarga sangat umum. Satu studi melaporkan bahwa
78 hingga 85% kasus dalam kelompok agregat besar terjadi karena transmisi antar
militer di Sichuan dan Guangdong, China.
6. Transmisi Aerosol
Lingkungan tertutup dengan kondisi buruk ventilasi, aerosol dapat bertahan di
udara selama 24-48 jam dan menyebar dari beberapa meter hingga puluhan meter.
Namun, belum ada bukti kuat untuk aerosol penularan. WHO juga menganggap
bahwa rute ini memerlukan penyelidikan lebih lanjut.
7. Penularan Okuler
Telah dilaporkan sebagai dokter tanpa pelindung mata terinfeksi selama
inspeksi di Wuhan pada 22 Januari 2020. Studi lebih lanjut ditemukan bahwa
COVID-19 dapat dideteksi dalam air mata dan sekresi konjungtiva pasien COVID-
19.
8. Penularan Tinja-Oral
Pertama kali dilaporkan dalam kasus COVID-19 di AS. Studi selanjutnya
terdeteksi SARS-CoV-2 dalam tinja dan penyeka dubur COVID-19 pasien.
Selanjutnya, 23,3% dari Pasien COVID-19 tetap COVID-19 positif bahkan ketika
viral load tidak lagi terdeteksi di saluran pernapasan. SARS-CoV-2 juga telah
terdeteksi di epitel lambung, duodenum, dan rektal. Tidak ada bukti yang cukup
untuk mendukung transmisi vertikal karena sampel dari neonatus yang dilahirkan
dengan positif COVID-19 dari ibu negatif. Apalagi tidak ada viral load telah
11
terdeteksi dari lingkungan vagina 35 wanita pasien, menunjukkan kurangnya bukti
untuk penularan seksual dari COVID-19.
1.5. Faktor Resiko
Menurut R. Miller (2020) ada beberapa faktor resiko COVID-19 diantaranya
sebagai berikut.
1. Usia 65 Tahun dan Lebih Tua
Tingkat keparahan dan hasil dari penyakit coronavirus disease 2019 (COVID-19)
sangat bergantung pada usia pasien. Orang lansia dengan usia 65 tahun keatas
mewakili 80% rawat inap dan memiliki risiko kematian 23 kali lipat lebih besar
daripada mereka yang berusia di bawah 65 tahun (Mueller et al., 2020).
2. Tinggal di Panti Jompo atau Fasilitas Perawatan dalam Jangka Panjang
Hal ini disebabkan perawatan atau kebersihan yang buruk dan kekurangan alat
pelindung diri sehingga mudah berisiko covid-19 (S. M. Shi et al., 2020).
3. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Dalam sebuah studi mengevaluasi 1.099 pasien yang didiagnosis di
laboratorium COVID-19 di Cina, PPOK terdeteksi pada 1,1% pasien. Dalam meta-
analisis yang mengevaluasi kejadian penyakit ini mendasari pasien COVID-19 yang
membutuhkan rawat inap, 0,95% pasien ditemukan mengalami PPOK (95%) (Çakır
Edis, 2020).
4. Penderita Asma
Proporsi penderita asma dan COVID-19 selama masa penelitian adalah 1,41%,
yang jauh lebih tinggi dari 0,86% yang diamati pada populasi umum. Meskipun data
ini menunjukkan frekuensi COVID-19 yang lebih tinggi pada pasien asma,
manifestasi dari penyakit pada populasi klinis ini tidak terlalu parah, dengan angka
12
rumah sakit yang rendah penerimaan. Selain itu, proporsi ini lebih rendah daripada
yang dilaporkan untuk pasien kronis lainnya penyakit (Izquierdo et al., 2020).
5. Kondisi Kardiovaskular yang Serius
Peningkatan komorbiditas kardiovaskular berlaku untuk COVID-19 juga,
terutama di antara mereka yang memiliki penyakit lebih parah. Dalam 1 kohort dari
191 pasien dari Wuhan, Cina, komorbiditas ditemukan pada 48% (67% yang tidak
bertahan), hipertensi pada 30% (48% yang tidak bertahan), DM pada 19% (31%
tidak bertahan), dan CVD pada 8% (13% dari tidak bertahan). Dalam kohort dari
138 dirawat di rumah sakit pasien dengan COVID-19, komorbiditasnya serupa
lazim (46% secara keseluruhan dan 72% pada pasien yang membutuhkan perawatan
unit perawatan intensif [ICU]), seperti juga komorbiditas kardiovaskular: hipertensi
pada 31% (58% pada pasien yang membutuhkan perawatan ICU), CVD pada 15%
(25% pada pasien yang membutuhkan perawatan ICU), dan DM pada 10% (22%
pada pasien yang membutuhkan perawatan ICU) (Clerkin et al., 2020).
6. Menerima Kemoterapi
Orang yang menerima kemoterapi dengan sistem kekebalan yang terganggu
dan komplikasi, setelah transplantasi sel induk memiliki peningkatan risiko infeksi
(Ahnach & Doghmi, 2020) .
7. Riwayat Sumsum Tulang atau Transplantasi Organ
Selama transplantasi sumsum tulang, komplikasi paru sering terjadi dan
berhubungan dengan kematian. Infeksi COVID-19 dapat mempersulit gejala klinis
dengan risiko gangguan pernapasan yang lebih tinggi dan situasi ini bisa menjadi
lebih kritis tergantung pada faktor-faktor komorbiditas seperti usia, penyakit
kardiovaskular, hati dan ginjal (Ahnach & Doghmi, 2020)
13
8. Defisiensi Imun
Singkatnya, dampak klinis COVID-19 pada IDP bervariasi dari gejala ringan
sampai kematian. Proporsi kematian dalam hal ini seri (25%) lebih besar dari pada
populasi umum dengan COVID-19 dilaporkan di rumah sakit Kota New York
(10,2%), dan serupa dengan data hasil yang dilaporkan dalam transplantasi ginjal
populasi (28%). Dalam pengalaman single-center ini, mereka yang meninggal karena
penyakit terkait PID atau penyakit penyerta lainnya yang sudah ada sebelumnya.
9. HIV/AIDS yang Tidak Terkontrol dengan Baik
Gejala yang dilaporkan dengan tingkat keparahan pasien COVID-19 dengan
infeksi HIV. Gejala umum adalah demam (165 dari 223, 74,0%), batuk (130 dari
223, 58,3%), dan dispnea (68 dari 223, 30,5%). Kurang umum adalah sakit kepala
(44 dari 223, 19,7%), artralgia / mialgia (33 dari 223, 14,8%), dan sakit tenggorokan
(18 dari 223, 8,1%). Setiap gejala gastrointestinal dilaporkan sebesar 13,0%.
COVID-19 dilaporkan ringan hingga sedang di 141 kasus 212 (66,5%), parah pada
46 pasien (21,7%), dan kritis pada 25 pasien (11,8%). Mayoritas pasien (158 dari
244, 64,7%) dirawat di rumah sakit; 16,8% dirawat di unit perawatan intensif
(Mirzaei et al., 2020).
10. Riwayat Merokok
Sebanyak 16 artikel yang merinci 11322 pasien COVID-19 dimasukkan bahwa
hasil penelitian meta-analisis mengungkapkan hubungan antara riwayat merokok
dan kasus COVID-19 yang parah 95%. Selain itu, ditemukan hubungan antara
riwayat merokok saat ini dan COVID-19 yang parah 95%. kemudian 10,7%
(978/9067) bukan perokok, COVID-19 tergolong parah, sedangkan pada perokok
14
aktif, COVID-19 yang parah terjadi pada 21,2% (65/305) kasus (Gülsen et al.,
2020).
11. Diabetes Melitus
Pasien dengan diabetes melitus memiliki kecenderungan meningkatnya infeksi
virus dan bakteri yang mempengaruhi saluran pernapasan. Salah satu mekanisme
yang bertanggung jawab atas kecenderungan ini adalah sindrom leukosit, yang
merupakan gangguan fungsi leukosit dari fagositosis (gangguan kekebalan). Hal ini
semakin menekankan kemungkinan peningkatan kecenderungan infeksi SARS-
CoV-2 pada kelompok diabetes.
12. Penyakit Ginjal Kronis
Penyakit ginjal kronis dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi dari infeksi yang
parah. Dalam sebuah meta-analisis menunjukkan 20% pasien dengan penyakit ginjal
kronis yang terjangkit COVID-19 memiliki penyakit parah, risiko 3 kali lipat lebih
tinggi dibandingkan dengan mereka tanpa penyakit ginjal kronis (Hassanein et al.,
2020).
13. Penyakit Hati
Selain itu menurut Susilo et al. (2020) beberapa faktor risiko lain seperti jenis
kelamin laki-laki yang diketahui berkaitan erat dengan prevalensi perokok aktif yang
tinggi, orang yang memiliki kontak erat, orang yang tinggal serumah dengan pasien
yang terkonfirmasi virus covid-19, pernah bepergian ke daerah yang terjangkit virus,
satu lingkungan yang sama tapi tidak pernah kontak dekat atau jarak 2 meter
termasuk resiko rendah, dan terakhir tenaga kesahatan menjadi salah satu yang
berisiko tinggi tertular.
1.6. Definisi Operasional Kasus COVID-19
15
Definisi operasional pada kasus COVID-19 di Indonesia mengacu pada
panduan yang ditetapkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang
mengadopsi dari WHO (Kemenkes RI, 2020b).
1. Kasus Suspek
Dibawah ini merupakan salah satu kriteri yang dimiliki oleh seseorang yang
teridentifikasi kasus suspek.
a. Orang yang memiliki Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), selama 14 hari
terakhir memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang
terpapar dengan tanpa timbul gejala.
b. Orang yang memiliki salah satu tanda/gejala ISPA dan sebelum munculnya
gejala pada 14 hari terakhir mempunyai riwayat kontak dengan orang yang
terkonfirmasi/probable COVID-19.
c. Orang yang mengalami ISPA berat/pneumonia berat dan membutuhkan
perawatan di rumah sakit serta tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran
klinis yang meyakinkan.
2. Kasus Probable
Kasus suspek dengan ISPA Berat/ARDS/meninggal dengan gambaran klinis
yang meyakinkan COVID-19 dan belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-
PCR.
3. Kasus Konfirmasi
Seseorang yang diidentifikasi positif terjangkit virus COVID-19 dengan
dibuktikan oleh pemeriksaan penunjang dari laboratorium RT-PCR. Kasus
konfirmasi tersesebut dibagi menjadi 2 kategori :
a. Simptomatik (Kasus yang terkonfirmasi dengan gejala)
b. Asimptomatik (Kasus yang terkonfirmasi tanpa adanya gejala)
16
4. Kontak Erat
Seseorang yang mempunyai riwayat kontak dengan salah satu seseorang yang
teridentifikasi kasus probable atau konfirmasi COVID-19, diantaranya sebagai
berikut:
a. Kontak berdekatan/tatap muka dengan salah satu yang terindentifikasi kasus
probable atau kasus konfirmasi dalam jarak 1 meter serta kurun waktu 15 menit
/ lebih.
b. Sentuhan fisik langsung dengan orang yang memiliki kasus
probable/konfirmasi (seperti bersalam-salaman, berjabat tangan, dan
sebagainya).
c. Orang yang melakukan perawatan langsung pada pasien dengan kasus probable
atau konfirmasi dengan tidak menggunakan APD yang lengkap atau sesuai
ketentuan standar.
d. Situasi dari lainnya menunjukkan bahwa adanya kontak yang berdasarkan pada
penilaian risiko lokal yang telah ditetapkan oleh tim penyelidikan epidemiologi
di wilayah masing-masing.
Pada kasus konfirmasi/probable yang bergejala (simptomatik) ini, dalam
mencari kontak erat, terhitung dari 2 hari sebelum kasus gejala ini timbul dan 14
hari setelah kasus ini timbul gejala.
Pada kasus konfirmasi yang tidak memiliki gejala (asimptomatik), dalam
menemukan kontak erat periode kontak dihitung dari 2 hari sebelum dan 14 hari
setelah tanggal pengambilan spesimen kasus konfirmasi.
5. Pelaku Perjalanan
17
Seseorang yang telah melakukan suatu perjalanan baik dalam atau luar negeri
pada 14 hari terakhir.
6. Discarded
Dibawah ini merupakan kriteria-kriteria yang ada pada discarded:
a. Seseorang yang memiliki status kasus suspek dengan hasil pemeriksaan RT-
PCR ne gative sebanyak 2 kali berlangsung selama 2 hari dalam kurun waktu
>24 jam.
b. Seseorang yang mempunyai status kontak erat yang sudah menyelesaikan
karantina selama 2 minggu atau 14 hari.
7. Selesai Isolasi
Selesai isolasi apabila memenuhi salah satu kriteria berikut:
a. Kasus asimtomatik atau konfirmasi tanpa gejala yang tidak dilakukan
pemeriksaan follow up RT-PCR dengan ditambah 10 hari isolasi mandiri sejak
pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi.
b. Kasus simtomatik atau kasus konfirmasi dengan gejala atau probable yang tidak
dilakukan dengan pemeriksaan secara follow up dengan RT-PCR yang
terhitung 10 hari diawal dan juga ditambah minimal 3 hari setelah tidak
memunculkan gejala demam maupun gangguan pernapasan lagi.
c. Kasus konfirmasi dengan gejala atau kasus probable atau simptomatik yang
menerima hasil pemeriksaan follow up RT-PCR 1 kali negatif, dan dengan
ditambah minimal 3 hari setelah tidak menimbulkan gejala demam ataupun
gangguan pada pernapasan.
8. Kematian
18
Kematian pasien COVID-19 untuk kepentingan surveilans merupakan kasus
probable atau kasus konfirmasi covid-19 yang telah meninggal.
1.7. Komplikasi
Komplikasi yang paling utama yang ada pada pasien COVID-19 adalah ARDS,
tapi tidak hanya ARDS, melainkan dapat terjadi komplikasi lain daintaranya (Susilo et
al., 2020).
a. Gangguan Ginjal Akut
b. Jejas Kardiak
c. Disfungsi Hati
d. Dan Pneumotoraks.
e. Syok Sepsis
f. Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID)
g. Rabdomiolisis
h. Pneumomediastinum
Menurut KEMENKES RI (2020b) komplikasi terdiri atas beberapa jenis
sebagai berikut.
a. Komplikasi Akibat Penggunaan Ventilasi Mekanik Invasif (IMV) Yang Lama
b. Ventilator-Associated Pneumonia (VAP)
c. Tromboemboli Vena
d. Catheter-Related Bloodstream
e. Stres Ulcer Dan Pendarahan Saluran Pencernaan
f. Kelemahan Akibat Perawatan di ICU
g. Komplikasi Lainnya Selama Perawatan Pasien
19
1.8. Prognosis
Prognosis COVID-19 dipengaruhi oleh beberapa banyak faktor bahwa telah
dilaporkan tingkat mortalitas pada pasien COVID-19 yang berat sudah mencapai 38%
dengan median lama perawatan ICU dan hingga meninggal sebanyak 7 hari.
Peningkatan kasus yang cepat ini dapat membuat RS kesusahan dengan banyak beban
pasien covid-19 yang tinggi. Hal ini akan meningkatkan laju percepatan mortalitas pada
fasilitas rumah sakit. Laporan lain mengungkan perbaikan eosinofil yang ada pada
pasien, yang awalnya eosinofil itu rendah diperkirakan dapat menjadi sebuah prediktor
kesembuhan (Susilo et al., 2020).
Reinfeksi pada pasien yang sudah dinyatakan sembuh masih kontroversial.
Studi pada hewan-hewan mengungkapkan bahwa kera yang dinyatakan sembuh tidak
bisa terkena COVID-19, tetapi telah ada laporan yang menemukan pasien kembali lagi
positif rRT-PCR dalam kurun waktu 5-13 hari setelah dinyatakan negatif 2 kali secara
berturut-turut dan lalu dipulangkan kembali dari rumah sakit. Hal ini kemungkinan
dikarenakan reinfeksi atau hasilnya yang negatif palsu pada rRT-PCR disaat kembali ke
rumah atau dipulangkan. Peneliti lainnya juga melaporkan deteksi COVID-19 yang ada
di feses pada pasien negatif berdasarkan swab orofaring (Susilo et al., 2020).
1.9. Komorbit
Menurut (KEMENKES RI, 2020) bahwa COVID-19 mudah terserang pada
pasien komorbit atau penyakit penyerta, diantaranya.
1. Diabetes Mellitus (Diabetes Mellitus Tipe 1 dan Tipe 2)
2. Penyakit Ginjal
3. Glucocorticoid-Associated Diabetes
4. Penyakit Terkait Geriatri
5. St Segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI)
20
6. Non-St-Segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI)
7. Hipertensi
8. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
9. Penyakit Terkait Autoimun
10. Tuberculosis
11. Penyakit kronis lain yang diperberat oleh kondisi penyakit covid-19
1.10. Masa Inkubasi
Menurut WHO bahwa masa inkubasi berkisar 5 – 6 hari dan paling lama 14
hari. Akan tetapi menurut salah jurnal Clinical characteristics of 2019 novel
coronavirus infection in China menjelaskan bahwa masa inkubasi COVID-19 berkisar
0-24 hari (Wang et al., 2020).
1.11. Karakteristik Gejala-Gejala COVID-19
Dari jurnal penelitian Pullen et al. (2020) didapatkan 1.252 peserta yang
menyelesaikan survei penyaringan dan dimasukkan dalam analisis ini, ada 316 peserta
dengan infeksi yang dikonfirmasi, 393 dengan kemungkinan infeksi, dan 543 dengan
kemungkinan infeksi. Semua peserta dengan infeksi yang dikonfirmasi dalam analisis
ini melaporkan setidaknya 1 gejala pada saat penyaringan. Usia rata-rata untuk populasi
sampel (kisaran interkuartil [IQR]) adalah 45 (35-55) tahun, dengan tidak ada
perbedaan yang signifikan antara yang dikonfirmasi, mungkin, dan mungkin kelompok.
Petugas kesehatan terdiri dari 37% dari mereka yang termasuk dalam analisis ini. Di
antara 316 orang dewasa yang tidak dirawat di rumah sakit dengan infeksi SARSCoV-
2 yang dikonfirmasi, 258 (82%) melaporkan batuk, 212 (67%) melaporkan demam, dan
143 (45%) melaporkan dispnea, terlepas dari waktu dari perkembangan gejala. Hanya
27% peserta dengan infeksi yang dikonfirmasi dilaporkan memiliki semua 3 gejala
batuk, demam, dan dispnea, sedangkan 53% peserta (168/316) menderita demam dan
21
batuk. Jika dibandingkan tanpa dengan durasi gejala, beberapa gejala menunjukkan
perbedaan yang signifikan antara kelompok infeksi yang dikonfirmasi dan kelompok
yang tidak dikonfirmasi, termasuk demam, sakit kepala, diare, kelelahan, mialgia, dan
anosmia (semua P <.01), meskipun kelompok infeksi yang mungkin dan kemungkinan
muncul sangat mirip. Jadi, jika dilihat tanpa konteks gejala durasi, sulit untuk
memisahkan kemungkinan infeksi dan kemungkinan infeksi satu sama lain. Ini
mungkin juga menyarankan mereka dengan infeksi yang dikonfirmasi memiliki gejala
yang lebih parah (atau banyak), menuntun mereka untuk mencari perawatan dan
menerima ujian. Untuk lebih mengeksplorasi pertanyaan temporalitas gejala di Infeksi
SARS-CoV-2, kami memeriksa tingkat gejala yang dilaporkan pada peserta dengan
infeksi yang dikonfirmasi yang menyelesaikan survei skrining selama infeksi awal (n =
77), midinfection (n = 84), dan infeksi lanjut (n = 155). Ada perbedaan yang signifikan
di ambang batas dalam prevalensi kelelahan di 3 titik waktu (P = .011). Tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam prevalensi gejala yang tersisa disertakan dalam survei
penyaringan kami di seluruh titik waktu ini. Durasi median gejala pada saat skrining
(IQR) sedikit lebih lama pada kelompok yang dikonfirmasi, pada 5 (3-11) hari,
dibandingkan dengan 2 (1–5) hari untuk kemungkinan infeksi dan 3 hari (1–7) hari
untuk kemungkinan infeksi. Pada infeksi awal, penderita infeksi yang dikonfirmasi
lebih mungkin dibandingkan mereka dengan infeksi yang belum dikonfirmasi untuk
melaporkan demam, sakit kepala, kelelahan, mialgia, dan diare (semua P <.01).
Menurut Sukmana & Yuniarti, 2020, tanda-tanda dan gejala khas yang paling
umum meliputi:
1. Demam ≥ 38°C (87,9%),
2. Batuk kering (67,7%),
3. Kelelahan (38,1%).
22
Gejala lain ringan-sedang diantaranya:
1. Produksi Dahak (33,4%)
2. Sesak Napas (18,6%)
3. Sakit Tenggorokan ( 13,9%)
4. Sakit Kepala (13,6%)
5. Mialgia atau Arthralgia (14,8%)
6. Menggigil (11,4%)
7. Mual atau Muntah (5,0%)
8. Hidung Tersumbat (4,8%)
9. Diare (3,7%)
10. Hemoptisis (0,9%)
11. Kongesti Konjungtiva (0,8%)
12. Anosmia, Rash Skin pada Jari dan Kaki (WHO, 2020)
Gejala berat :
1. Sesak Napas (18,6%)
2. Frekuensi Napas Lebih dari 30X/Menit
3. Hipoxemia
4. PaO2/FiO2 Ratio 50% dalam 24-48 Jam
Kemudian telah muncul gejala baru yakni happy hypoxia, suatu kondisi di mana
pasien memiliki saturasi oksigen rendah (SpO2 < 90%), tetapi tidak sedang mengalami
gangguan pernapasan yang signifikan dan sering tampak baik secara klinis (Widysanto
et al., 2020).
1.12. Varian SARS-CoV-2 Baru dari Inggris
23
Pada 14 Desember 2020, pihak berwenang Inggris Raya dan Irlandia Utara
melaporkan kepada WHO bahwa varian SARS-CoV-2 baru diidentifikasi melalui
pengurutan genom virus. Varian ini disebut sebagai SARS-CoV-2 VUI 202012/01
(Variant Under Investigation, tahun 2020, bulan 12, varian 01). Analisis awal
menunjukkan bahwa varian tersebut dapat menyebar lebih mudah di antara orang-
orang (WHO, 2020b).
Ditemukan sebanyak 1108 kasus yang terinfeksi SARS-CoV-2 VUI 202012/01
yang telah terdeteksi di Inggris pada 13 Desember 2020. Varian tersebut diambil
sebagai bagian dari penyelidikan epidemiologi dan virologi yang dimulai pada awal
Desember 2020 menyusul kejadian yang tidak terduga. peningkatan kasus COVID-19
di Inggris Tenggara. Hal ini ditandai dengan peningkatan lebih dari 3 kali lipat dalam
tingkat pemberitahuan kasus 14 hari dari minggu ke-41 epidemiologis menjadi minggu
ke-50 (5 Oktober hingga 13 Desember 2020). Rata-rata, antara 5 - 10% dari semua
virus SARS-CoV-2 secara rutin diurutkan di Inggris Raya dan 4% secara rutin
diurutkan di Inggris Tenggara sejak awal pandemi. Dari 5 Oktober hingga 13
Desember, lebih dari 50% isolat diidentifikasi sebagai strain varian di Inggris Tenggara.
Analisis retrospektif melacak varian teridentifikasi pertama ke Kent, South East
England, pada 20 September 2020, yang diikuti oleh peningkatan cepat dari varian yang
sama yang diidentifikasi kemudian pada November. Sebagian besar kasus COVID-19
yang darinya varian ini telah diidentifikasi terjadi pada orang di bawah usia 60 tahun
(WHO, 2020b).
1.13. Alur Skrining Pengujung Rumah Sakit Melalui Telepon
Berikut beberapa hal yang dilakukan saat skrining melalui telepon di rumah sakit.
1. Pasien menelpon nomor call center covid rumah sakit.
24
2. Tim call center mengangkat telpon dan menjawab salam.
3. Tim call center menanyakan nama, NIK, usia, tanggal lahir, alamat, nomor
telpon (data diri pasien).
4. Kemudian tim call center menanyakan beberapa pertanyaan dibawah.
PERTANYAAN 1. ISPA (Demam/Batuk / pilek / nyeri tenggorokan / Sesak Nafas / Pneumonia
ringan )
2. ISPA berat / Pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di RS
a. Pasien remaja atau dewasa : RR>30x/menit, distress pernapasan berat atau saturasi
oksigen <90%;
b. Pasien anak batuk dan sesak nafas disertai salah satu
1. Sianosis sentral , saturasi oksigen <90%
2. Distres pernafasan berat ( tarikan dinding dada berat atau mendengkur )
3. Tanda pneumonia berat ( ketidakmampuan menyusui atau minum, letargi,
penurunan kesadaran atau kejang )
Tanda lain dari pneumonia = tarikan dinding dada, takipnca : <2 bulan, 60x/menit;
2-11 bulan , 50x/menit; 1-5 tahun, >40x/menit; >5 tahun,>30x/menit.
3. ARDS (baru terjadi atau perburukan dalam waktu 1 minggu)
PERTANYAAN FAKTOR RESIKO
1. Riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah Indonesia yang melaporkan
transmisi lokal dalam waktu 14 hari terakhir
O DKI JAKARTA O DEPOK O SURABAYA O KOTA BATU O MAKASSAR
O BEKASI O TANGGERANG O BANDUNG O MAGETAN O Lain sesuai update web
http://infeksiemerging.kemk
es.go.id
O SOLO O KAB.MALANG O KOTA MALANG O PONTIANAK
2. Memiliki riwayat paparan kontak dengan kasus konfirmasi atau probable COVID-
19 dalam waktu 14 hari terakhir
□ Kasus probable adalah kasus dengan ISPA Berat/ARDS/meninggal dengan
gambaran klinis meyakinkan COVID-19 DAN belum ada hasil laboratorium RT-
PCR.
□ Kasus konfirmasi adalah seseorang terinfeksi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan
laboratorium RT-PCR positif (+).
Termasuk kontak erat adalah:
a. kontak/tatap muka/berdekatan dalam radius 1 meter dalam jangka waktu > 15
menit.
25
b. Sentuhan fisik langsung (bersalaman, berpegangan tangan, dan lain-lain)
c. Orang yang memberikan perawatan langsung tanpa menggunakan APD yang sesuai
standar.
d. Situasi lain yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan penilaian risiko lokal.
5. Setelah itu tim call center memberikan saran dan masukan seperti memakai
masker, mencuci tangan dan menjaga jarak.
6. Bila pasien memiliki gejala ringan disarankan menuju ke fasilitas kesehatan
terdekat kemudian isolasi mandiri.
7. Bila memiliki riwayat konfirmasi covid-19 dengan gejala berat segera menuju
ke rumah sakit yang melayani pasien covid-19 untuk mendapat tindakan
selanjutnya.
8. Kemudian tim call center menutup telpon dengan salam.