bab 2 tinjauan pustaka 1.1 1.1.1 definisi
TRANSCRIPT
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep TB paru
1.1.1 Definisi
TB paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Kuman tersebut masuk ke
dalam tubuh manusia melalui udara ke dalam paru-paru,dan menyebar
dari paru-paru ke organ tubuh yang lain melalui peredaran darah seperti
kelenjar limfe, saluran pernapasan atau penyebaran langsung ke organ
tubuh lainnya (Febrian, 2015).
TB merupakan penyakit infeksi kronis yang sering terjadi atau
ditemukan di tempat tinggal dengan lingkungan padat penduduk atau
daerah urban, yang kemungkinan besar telah mempermudah proses
penularan dan berperan terhadap peningkatan jumlah kasus TB (Ganis
indriati, 2015).
1.1.2 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil
ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan sinar matahari,
pemanasan dan sinar ultraviolet. Terdapat 2 macam mycobacterium
tuberculosis yaitu tipe human dan bovin. Basil tipe human berada di
bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TB paru dan
orang yang rentan terinfeksi bila menghirup bercak ludah ini (Nurrarif
& Kusuma, 2015).
7
Menurut (Puspasari, 2019) Faktor resiko TB paru sebagai berikut:
1. Kontak dekat dengan seseorang yang memiliki TB aktif.
2. Status imunocompromized (penurunan imunitas) misalnya kanker,
lansia, HIV.
3. Penggunaan narkoba suntikan dan alkoholisme.
4. Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, termasuk diabetes,
kekurangan gizi, gagal ginjal kronis.
5. Imigran dari negara-negara dengan tingkat tuberkulosis yang tinggi
misal Asia Tenggara, Haiti.
6. Tingkat di perumahan yang padat dan tidak sesuai standart.
7. Pekerjaan misalnya petugas pelayanan kesehatan.
8. Orang yang kurang mendapat perawatan kesehatan yang memadai
misalnya tunawisma atau miskin.
1.1.3 Manifestasi klinis
Tanda dan gejala pada TB paru yaitu batuk >3 minggu, nyeri
dada, malaise, sesak nafas, batuk darah, demam. Tanda dan gejala pada
TB paru dibagi menjadi 2 bagian yaitu gejala sistemik dan respiratorik
(Padila,2013).
1. Gejala sistemik yaitu :
a. Demam
Adanya proses peradangan akibat dari infeksi bakteri
sehingga timbul gejala demam. Ketika mycobacterium
tuberculosis terhirup oleh udara ke paru dan menempel pada
bronkus atau alveolus untuk memperbanyak diri, maka terjadi
8
peradangan (inflamasi) ,dan metabolisme meningkat sehingga
suhu tubuh meningkat dan terjadilah demam.
b. Malaise
Malaise adalah rasa tidak enak badan, penurunan nafsu
makan, pegal-pegal, penurunan berat badan dan mudah lelah.
2. Gejala respiratorik yaitu :
a. Batuk
Batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian
muncul peradangan menjadi produktif atau menghasilkan sputum
yang terjadi lebih dari 3 minggu (Suprapto,Abd.Wahid &
Imam,2013).
b. Batuk darah
Batuk darah atau hemoptisis merupakan batuk yang terjadi
akibat dari pecahnya pembuluh darah. Darah yang dikeluarkan
bisa bervariasi, berupa garis atau bercak darah, gumpalan darah
atau darah segar dalam jumlah yang banyak.
(Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
c. Sesak nafas
Pada awal TB sesak nafas tidak ditemukan. Sesak nafas
ditemukan jika penyakit berkelanjutan dengan kerusakan paru
yang meluas atau karena adanya hal lain seperti efusi pleura,
pneumothorax dan lain-lain (Suprapto,Abd.Wahid &
Imam,2013).
d. Nyeri dada
9
Gejala nyeri dada dapat bersifat bersifat lokal apabila yang
dirasakan berada pada tempat patologi yang terjadi, tapi dapat
beralih ke tempat lain seperti leher,abdomen dan punggung.
Bersifat pluritik apabila nyeri yang dirasakan akibat iritasi pleura
parietalis yang terasa tajam seperti ditusuk-tusuk pisau (Smeltzer
& Bare,2013).
1.1.4 Klasifikasi
1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit : (Puspasari,
2019)
a. Tuberkulosis paru
TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB
dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
b. Tuberkulosis ekstra paru
TB yang terjadi pada organ selain paru misalnya kelenjar limfe,
pleura, abdomen, saluran kencing, kulit, selaput otak, sendi dan
tulang
2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
a. Klien baru TB: klien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan TB paru sebelumnya atau sudah pernah menelan
OAT namun kurang dari satu bulan (< 28 dosis).
b. Klien yang pernah diobati TB: klien yang sebelumnya pernah
menelan OAT selama satu bulan atau lebih (≥ 28 hari).
c. Klien berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:
10
1) Klien kambuh: klien TB paru yang pernah dinayatakn sembuh
dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologi
2) Klien yang diobati kembali setelah gagal: klien TB paru yang
pernah diobati dan gagal pada pengobatan terakhir.
3) Klien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to
follow-up): klien TB paru yang pernah diobati dan dinyatakan
lost to follow-up (dikenal sebagai pengobatan klien setelah
putus berobat).
4) Lain-lain: klien TB paru yang pernah diobati tetapi hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat:
Pengelompokkan penderita TB berdasarkan hasil uji kepekaan
contoh uji dari mycobacterium tuberculosis terhadap OAT:
a. Mono resisten (TB MR): resisten terhadap salah satu jenis OAT
lini pertama saja.
b. Poli resisten (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT
lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara
bersamaan.
c. Multidrug resisten (TB MDR): resisten terhadap Isoniazid (H)
dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
d. Extensive drug resistan (TB XDR): TB MDR sekaligus resisten
terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal
11
salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin,
Kapreomisin, Amikasin).
e. Resisten Rifampisin (TB RR): resisten terhadap Rifampisin
dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi.
4. Klasifikasi penderita TB berdasarkan status HIV:
a. Klien TB dengan HIV positif
b. Klien TB dengan HIV negatif
c. Klien TB dengan status HIV tidak diketahui
1.1.5 Patofisiologi
Menurut Darliana (2011), Individu terinfeksi melalui droplet
nuclei dari pasien TB paru ketika pasien batuk, bersin, tertawa. Droplet
nuclei ini mengandung basil TB dan ukurannya kurang dari 5 mikron
dan akan melayang-layang di udara. Droplet nuclei ini mengandung
basil TB. Saat Mikrobacterium Tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-
paru maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk
globular. Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis, bakteri TB
paru ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di
sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan
dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan
bakteri TB paru akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk
dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada
pemeriksaan foto rontgen. Sistem imun tubuh berespon dengan
melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan
banyak bakteri; limpospesifik-tuberkulosis melisis (menghancurkan)
12
basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli, yang menyebabkan
bronkopneumonia dan infeksi awal terjadi dalam 2-10 minggu setelah
pemajanan.
Massa jaringan paru yang disebut granulomas merupakan
gumpalan basil yang masih hidup. Granulomas diubah menjadi massa
jaringan -jaringan fibrosa, bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut
tuberkel ghon dan menjadi nekrotik membentuk massa seperti keju.
Massa ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk skar kolagenosa.
Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif. Setelah
pemajaman dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif
karna gangguan atau respon yang inadekuat dari respon sistem imun.
Penyakit dapat juga aktif dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri
dorman. Dalam kasus ini, tuberkel ghon memecah melepaskan bahan
seperti keju dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara,
mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang
menyerang membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi
lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih
lanjut.
1.1.6 Penularan TB
Daya penularan dari seorang TB paru ditentukan oleh:
(Notoatmodjo,2011)
1. Banyak nya kuman yang terdapat dalam paru penderita.
2. Penyebaran kuman di udara.
13
3. Penyebaran kuman bersama dahak berupa droplet yang berada
disekitar TB paru.
Kuman pada penderita TB paru dapat terlihat oleh mikroskop
pada sediaan dahaknya (BTA positif) dan infeksius. Sedangkan
penderita TB paru yang kumannya tidak dapat dilihat langsung oleh
mikroskop pada sediaan (BTA negatif) dan kurang menular. Pada
penderita TB ekstra paru tidak menular kecuali pada penderita TB paru.
Penderita TB BTA positif mengeluarkan kuman di udara dalam bentuk
droplet pada saat batuk atau bersin. Droplet ini mengandung kuman TB
dan dapat bertahan di udara selama beberapa jam. Jika droplet ini
terhirup oleh orang lain dan menetap dalam paru yang menghirupnya
maka kuman ini akan berkembang biak dan terjadi infeksi. Orang yang
serumah dengan penderita TB paru BTA positif adalah orang yang
kemungkinan besar terpapar kuman TB.
2.1.7 Komplikasi
Menurut Wahid&Imam (2013), komplikasi yang muncul pada
TB paru yaitu :
1. Pneumothorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan :
kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
2. Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) di
paru.
3. Penyebaran infeksi keorgan lainnya seperti otak,tulang, persendian,
ginjal dan sebagainya.
14
4. Insufisiensi kardiopulmonal (Chardio Pulmonary Insufficiency).
5. Hemoptisis berat (pendarahan pada saluran nafas bawah) yang
mengakibatkan kematian karena terjadinya syok hipovolemik atau
tersumbatnya jalan pernafasan.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Kemenkes (2014) pemeriksaan pada penderita TB paru yang
perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
a. Untuk diagnosis dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis
langsung, penderita TB diperiksa contoh uji dahak SPS (sewaktu-
pagi-sewaktu).
b. Ditetapkan sebagai penderita TB apabila minimal satu dari
pemeriksaan hasilnya BTA positif.
2. Pemeriksaan dahak
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengumpulkan 3 contoh uji
dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan berupa
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) :
S (sewaktu) : Dahak ditampung saat pasien TB datang
berkunjung pertama kali ke pelayanan kesehatan. Saat pulang
pasien membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi
pada hari kedua.
15
P (pagi) : Dahak ditampung pasien pada hari kedua,setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan kepada petugas
pelayanan kesehatan.
S (sewaktu) : Dahak ditampung pada hari kedua setelah saat
menyerahkan dahak pagi.
b. Pemeriksaan biakan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi mycbacterium
tuberculosis.
3. Pemeriksaan uji kepekaan obat
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi
mycobacterium tuberculosis terhadap OAT. Pemeriksaan uji
kepekaan obat harus dilakukan oleh laboratorium yang telah lulus
uji pemantapan mutu atau quality assurance. (Kemenkes,2014).
4. Sedangkan menurut Nurafif & Kusuma (2015) pemeriksaan
penunjang pada TB paru meliputi :
a. Laboratorium darah rutin
LED normal/meningkat, limfositosis
b. Pemeriksaan sputum BTA
Untuk memastikan diagnostik paru, pemeriksaan ini spesifikasi
karena klien dapat didiagnosis TB paru berdasarkan pemeriksaan
ini.
c. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
16
Yaitu uji serologi imunosperoksidase memakai alat histogen
staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil
TB.
d. Tes Mantoux/Tuberkulin
Yaitu uji serologi imunosperoksidase memakai alat histogen
staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil
TB.
e. Teknik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman melalui amplifikasi dalam meskipun hanya
satu mikroorganisme dalam spesimen dapat mendeteksi adanya
resistensi.
f. Becton Dikinson Diagnostic Instrument Sintem (BACTEC)
Deteksi Growth Indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari
metabolisme asam lemak oleh kuman TB.
g. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran foto thorak yang menunjang didiagnostis TB paru
yaitu :
1) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas satu segmen
apical lobus bawah.
2) Bayangan berwarna (patchy) atau bercak nodular.
3) Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru.
4) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu
kemudian.
5) Bayangan millie
17
2.1.9 Penatalaksanaan
1. Pengobatan TB paru menurut Kemenkes RI (2014):
a. Tujuan pengobatan
Pengobatan TB paru untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kekambuhan, mencegah kematian, memutuskan rantai penularan
serta mencegah resistensi mycobacterium tuberculosis terhadap
OAT.
b. Prinsip pengobatan
Pengobatan yang dilakukan harus memenuhi prinsip sebagai
berikut: OAT yang diberikan mengandung minimal 4 macam
obat untuk mencegah resistensi, diberikan dalam dosis yang tepat,
obat ditelan secara teratur dan diawasi oleh PMO sampai selesai.
c. Tahapan pengobatan
pengobatan TB diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal
(intensif) dan tahap lanjutan.
1) Tahap awal
Pada tahap awal, penderita mendapatkan obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung guna mencegah terjadinya
resisten obat.
2) Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan, penderita mendapatkan jenis obat yang
lebih sedikit tetapi dalam jangka waktu lebih lama.
d. Obat anti tuberkulosis
1) Isoniazid (H)
18
Isoniazid diberikan melalui oral atau intramuskular. Obat ini
memiliki dua pengaruh toksik utama yaitu neuritis perifer dan
hepatotoksik. Tanda dari neuritis perifer yaitu mati rasa dan
rasa gatal pada tangan dan kaki. Sedangkan hepatotoksik
jarang terjadi, mungkin terjadi pada anak dengan TB berat dan
remaja (Astuti,2010).
2) Rifampisin (R)
Efek samping obat ini yaitu terjadi perubahan warna orange
pada urine dan air mata dan gangguan saluran pencernaan.
3) Etambutol (E)
Etambutol bertujuan untuk mencegah resistensi terhadap obat
yang lain.
4) Pirazinamid (Z)
Obat ini bersifat bakterisid dan memiliki efek samping rasa
mual yang disertai nyeri ulu hati dan muntah.
5) Streptomisin
Efek samping dari obat streptomisin yaitu rasa kesemutan
didaerah mulut dan muka setelah obat disuntikan.
2. Panduan OAT di Indonesia
a. Kategori 1 : 2(HRZE)/4H3R3
19
Obat diberikan selama dua bulan 2 (HRZE). Kemudian
dilanjutkan pada tahap lanjutan yang diberikan tiga kali dalam
seminggu selama 4 bulan (4H3R3).
Tabel 2.1 Panduan dosis OAT untuk kategori 1 :2(HRZE)/4H3R3
Berat
badan
Tahap intensif tiap hari
selama 50 hari RHZE
(150mg/75mg/400mg/275mg)
Tahap lanjutan 3
kali seminggu
selama 16 minggu
RH
( 150mg/150mg)
30-37kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
Sumber : Kemenkes,2014
Keterangan : H = Isoniasid
R = Rifampisin
Z = Pirasinamid
E = Etambutol
S = Streptomisin
b. Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Obat ini diberikan pada pasien BTA positif yang pernah diobat
sebelumnya.
Tabel 2.2 panduan OAT kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
20
Berat
Badan
Tahap intensif tiap hari RHZE
(150/75/400/275)+S
Tahap lanjutan 3
kali seminggu RH
(150/150)+ E (400)
56 hari 28 hari 20 minggu
30-37 kg 2tab 4KDT + 500 mg
streptomisin inj.
2tab
4KDT
2tab 2KDT + 2 tab
Etambutol
38-54 kg 3tab 4KDT+750 mg
streptomisin inj.
3tab
4KDT
3tab 2KDT + 3 tab
Etambutol
55-70 kg 4tab 4KDT+1000 mg
streptomisin inj.
4tab
4KDT
4 tab 2KDT + 4 tab
Etambutol
71 kg 5 tab 4KDT+1000 mg
streptomisin inj.
5tab
4KDT
5 tab 2KDT + 5 tab
Etambutol
Sumber : Kemenkes,2014
c. Obat sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT merupakan paduan paket tahap intensif atau
kategori 1 yang diberikan selama 28 hari (Kemenkes,2011).
Tabel 2.3 KDT sisipan
Berat badan
Tahap intensif tiap hari selama 28 hari
RHZE
(150/75/400/275)
30-37 kg 2 tablet 4KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT
71 kg 5 tablet 4KDT
Sumber : Kemenkes RI,2011
3. Hasil pengobatan TB paru.
a. Sembuh
21
Penderita telah menyelesaikan pengobatan dan pemeriksaan
dahak ulang hasilnya negatif pada AP ( akhir pengobatan ) dan
pada satu pemeriksaan sebelumnya.
b. Pengobatan lengkap
Penderita yang menyelesaikan pengobatannya secara lengkap
tapi tidak ada hasil pada pemeriksaan dahak ulang di akhir
pengobatan.
c. Meninggal
Penderita yang meninggal saat masa pengobatan.
d. Pindah
penderita yang dipindah ke unit pencatatan & pelaporan lain dan
hasil pengobatannya tidak diketahui.
e. Putus berobat
penderita TB yang tidak berobat selama 2 bulan atau lebih
sebelum masa pengobatan selesai.
f. Gagal
Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak positif atau kembali
menjadi positif pada bulan ke lima atau lebih saat masa
pengobatan.
g. Keberhasilan pengobatan (Treatment succes)
Penderita yang sembuh dan sudah menyelesaikan pengobatan
lengkap.
4. Penatalaksanaan Non Farmakologi
a. Fisioterapi Dada
22
Fisioterapi dada terdiri atas drainase postural,perkusi,dan
vibrasi dada. Tujuannya yaitu untuk memudahkan dalam
pembuangan sekresi bronkhial, memperbaiki fungsi ventilasi, dan
meningkatkan efisiensi dari otot-otot sistem pernafasan agar
berfungsi secara normal (Smeltzer & Bare,2013).
Drainase postural adalah posisi yang spesifik dengan gaya
gravitasi untuk memudahkan proses pengeluaran sekresi
bronkial.
Perkusi adalah suatu prosedur membentuk mangkuk pada
telapak tangan dengan menepuk ringan pada dinding dada dalam.
Gerakan menepuk dilakukan berirama diatas segmen paru yang
akan dialirkan (Smeltzer & Bare,2013).
Vibrasi dada adalah tindakan meletakkan tangan
berdampingan dengan jari-jari tangan dalam posisi ekstensi diatas
area dada (Somantri,2012).
b. Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif yaitu tindakan yang dilakukan agar
mudah membuang sekresi dengan metode batuk efektif sehingga
dapat mempertahankan jalan nafas yang paten (Smeltzer &
Bare,2013).
c. Penghisapan Lendir
Penghisapan lendir atau suction merupakan tindakan yang
dilakukan untuk mengeluarkan sekret yang tertahan pada jalan
23
nafas. Penghisapan lendir bertujuan untuk mempertahankan jalan
nafas tetap paten.
2.1.10 Pathway
Gambar 2.1 Pathway TB paru sumber (Somantri, 2012).
Produksi
sekret
meningkat
Masuk ke paru-paru melalui
udara
Imun tidak adekuat, menjadi
lebih parah
Reaksi inflamasi/peradangan,
dan merusak parenkim paru
Daya tahan
tubuh lemah
Bakteri akan
menyebabkan
histosis
Batuk
produktif/
berdarah
Ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas
Kerusakan
membrane
alveolar,
kapilar merusak
pleura,
atelaktasis
Sesak nafas
Gangguan
pertukaran
gas
Perubahan cairan
intrapleura
Sesak, sianosis,
penggunaan otot
bantu nafas
Ketidakefektifan
pola nafas
Demam
Anoreksia
Ketidak
seimbangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
Hipertermia
Metabolisme meningkat
Suhu tubuh meningkat
Reaksi
sistematis
Bakteri Mycrobacterium tuberulosis
24
1.2 Konsep Masalah Hipertermia
2.2.1 Pengertian Hipertermia
Hipertermia adalah meningkatnya suhu tubuh diatas rentang normal
(SDKI PPNI,2016). Hipertermia (demam) adalah peningkatan suhu
tubuh dari variasi suhu normal. Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5
sampai 37,2̊C. Dikatakan hipertermia yaitu rectal temperatur suhu
kurang atau lebih 38̊C atau oral temperature kurang lebih 37,5̊C atau
axillary temperature kurang lebih 37,2̊C (Hermayudi & Ariani,2017).
Hiperpireksia merupakan suatu keadaan demam degan suhu lebih dari
41,5̊C yang dapat terjadi pada klien dengan infeksi parah atau pada
klien dengan perdarahan sistem saraf pusat (Hermayudi & Ariani
2017).
2.2.2 Etiologi Hipertermia
Menurut Hermayudi & Ariyani,(2017) hipertermia disebabkan oleh
faktor infeksi maupun non infeksi. Faktor infeksi disebabkan oleh
virus, bakteri, jamur, atau parasit. Infeksi bakteri yang bisa
menimbulkan demam yaitu pneumoni, appendisitis, bronkitis,
tuberculosis, bakterial gastroenteritis, meningitis, dan lain-lain. Infeksi
virus yang menimbulkan demam antara lain influenza, demam
berdarah, demam chikungunya dan lain-lain. Sedangkan infeksi jamur
25
yang menimbulkan demam yaitu criptococcosis, coccidioides, dan lain-
lain. Faktor non infeksi yang mengakibatkan demam yaitu lingkungan
esksternal, keadaan tumbuh gigi, pemakaian obat-obatan dan lain-lain.
2.2.3 Kondisi Klinis Terkait
Beberapa kondisi klinis yang terkait dengan terjadinya hipertermia
yaitu :
1. Proses infeksi (viremia)
2. Hipertiroid (kondisi dimana jumlah hormon tiroid dalam tubuh
tinggi)
3. Stroke
4. Dehidrasi (kondisi ketika tubuh kehilangan banyak cairan daripada
yang didapatkan).
5. Trauma
6. Prematuritas (SDKI DPP PPNI,2016).
2.2.4 Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala hipertermia dibagi menjadi dua antara lain :
1. Tanda mayor:
a. Suhu tubuh diatas nilai normal
Suhu tubuh diatas normal yaitu >37,8̊C (100̊F) per oral atau
38,8̊C (101̊F) per rektal dan diatas 37,2̊C suhu axilla atau ketiak.
2. Tanda minor:
a. Kulit merah
Kulit merah dan terdapat bintik-bintik merah (ptikie).
b. Kejang
26
Kejang merupakan kondisi dimana otot-otot tubuh berkontraksi
tidak terkendali karena adanya temperatur yang tinggi.
c. Takikardia
Takikardia adalah denyut jantung lebih cepat dari denyut jantung
normal.
d. Takipneu
Takipneu adalah pernafasan lebih cepat dan dangkal.
e. Kulit terasa hangat
Kulit terasa hangat karna adanya vasodilatasi pembuluh darah
sehingga kulit menjadi hangat (SDKI DPP PPNI,2016).
2.2.5 Patofisiologi Hipertermia
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan
pirogen. Pirogen dibagi menjadi 2 yaitu pirogen eksogen dan pirogen
endogen. Pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh
pasien. Pirogen endogen adalah pirogen yang berasal dari dalam tubuh
pasien (Hermayudi & Ariani,2017).
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel darah putih
(monosit, limfosit dan neutrofil) oleh pirogen eksogen yang berupa
toksin, mediator inflamasi atau reaksi imun. Sel darah putih akan
mengeluarkan zat kimia yang dikenal pirogen endogen. Pirogen
eksogen dan endogen akan merangsang membentuk prostaglandin.
Kemudian prostaglandin yang terbentuk akan meningkatkan patokan
termostat dipusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan
menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu yang baru sehingga
27
memicu mekanisme seperti menggigil, dan mekanisme volunter seperti
memakai selimut. Sehingga terjadi peningkatan produksi panas dan
penurunan pengurangan panas (Hermayudi & Ariani,2017).
1.2.6 Batasan Karakteristik
Batasan karakteristik menurut (Herdman & Kamitsuru,2018) antara
lain :
1. Postur abnormal
2. Apnea
3. Koma
4. Kulit kemerahan
5. Hipotensi
6. Bayi tidak dapat mempertahankan menyusu
7. Gelisah
8. Letargi
9. Kejang
10. Kulit terasa hangat
11. Stupor
12. Takikardia
13. Takipnea
14. Vasodilatasi
2.3 Konsep Kompres Hangat
2.3.1 Definisi
28
Kompres merupakan metode pemeliharaan suhu tubuh dengan
menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat atau dingin
pada bagian tubuh yang memerlukan (Ayu,2015).
Kompres hangat adalah tindakan dengan menggunakan kain atau
handuk yang telah dicelupkan air hangat dan ditempelkan pada bagian
tubuh tertentu sehingga memberikan rasa nyaman dan menurunkan
suhu tubuh (Maharani dalam Wardiyah,2016).
Pemberian kompres hangat pada aksila lebih efektif karena daerah
tersebut lebih banyak pembuluh darah yang besar dan banyak terdapat
kelenjar keringat apokrin yang memiliki banyak vaskuler sehingga
memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi yang memungkinkan
percepatan perpindahan panas dari tubuh ke kulit hingga delapan kali
lipat lebih banyak (Ayu,2015).
2.3.2 Manfaat dan Tujuan
Manfaat dan Tujuan pemberian kompres hangat (Poltekkes Kemenkes
Maluku,2011) :
a. Menurunkan suhu tubuh
b. Memperlancar sirkulasi darah
c. Mengurangi rasa sakit
d. Memberi rasa hangat dan nyaman
e. Memperlancar pengeluaran eksudat
2.3.3 Indikasi
Kompres hangat diberikan pada klien dengan indikasi :
a. Klien dengan hipertermia
29
b. Klien yang mengalami radang
c. Klien dengan perut kembung
d. Adanya abses
1.4 Konsep Asuhan Keperawatan
1.4.1 Pengkajian
1. Identitas pasien menurut (Gusti,2013).
Identitas pasien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat,
agama, pendidikan, status perkawinan, suku bangsa, no. register,
tanggal MRS, dan diagnosa keperawatan
a. Umur
Pada penderita TB paru ditemukan pada usia produktif sekitar 15-
50 tahun. Usia lebih dari 55 tahun sistem imunologis menurun
sehingga membuat rentan terhadap berbagai penyakit termasuk
TB paru.
b. Jenis kelamin
Penyakit TB paru cenderung lebih tinggi pada laki-laki daripada
perempuan, karena pada laki-laki cenderung merokok dan minum
alkohol sehingga menurunkan sistem pertahanan tubuh.
c. Faktor sosial ekonomi
Faktor sosial ekonomi berkaitan dengan tempat tinggal,
lingkungan rumah dan sanitasi tempat kerja yang buruk
memudahkan penularan TB paru.
d. Suku bangsa
Penderita TB paru sering diderita di daerah beriklim tropis.
30
2. Keluhan utama
TB paru dijuluki sebagai the great iminator yaitu suatu penyakit
yang memiliki kemiripan gejala dengan penyakit lain seperti lemah
dan demam. Menurut Arif Mutaqqin (2012) keluhan pada penderita
TB paru yaitu:
a. Batuk
Keluhan batuk timbul pada awal dan merupakan gangguan yang
sering dikeluhkan oleh klien.
b. Batuk darah
Keluhan batuk darah pada klien TB paru selalu menjadi alasan
utama untuk meminta pertolongan kesehatan.
c. Sesak nafas
Keluhan sesak nafas ditemukan apabila kerusakan parenkim
sudah luas atau ada hal-hal lainnya seperti efusi pleura,
pneumothoraks dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada klien dengan TB paru termasuk nyeri pleuritik
ringan.
e. Demam
Demam biasanya timbul pada sore atau malam hari mirip demam
atau influenza yang hilang timbul.
f. Keluhan sistemis lainnya
Keluhan yang muncul biasanya keringat malam, anoreksia,
malaise, penurunan berat badan.
31
3. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Jika
keluhan pada pasien adalah batuk maka perawat harus menanyakan
berapa lama batuk muncul. Jika yang menjadi alasan pasien
meminta pertolongan kesehatan adalah sesak nafas maka perawat
harus mengkaji dengan menggunakan PQRST agar memudahkan
perawat dalam pengkajian.
a. Provoking incident: apakah ada peristiwa penyebab sesak nafas,
apakah sesak nafas berkurang saat istirahat?
b. Quality of pain: seperti apa rasa sesak nafas yang dirasakan pasien
apakah rasanya seperti tercekik atau sulit dalam melakukan
inspirasi?
c. Region: dimana rasa berat dalam melakukan pernafasan? Harus
ditunjukan oleh pasien.
d. Severity (scala) of pain: seberapa jauh sesak nafas yang dirasakan
klien, seberapa jauh sesak nafas mempengaruhi aktivitas klien.
e. Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan dan apakah
bertambah buruk pada malam hari atau pada siang hari. Apakah
sesak nafas timbul mendadak atau perlahan-lahan. Tanyakan
pada pasien apakah gejala terus menerus atau hilang timbul
(intermiten) (Muttaqin,2012).
4. Riwayat penyakit dahulu
Perawat menanyakan apakah sebelumnya pernah menderita TB
paru, keluhan batuk lama saat masih kecil, TB dari orang lain, atau
32
penyakit lain seperti diabetes militus. Tanyakan pada pasien apakah
ada obat-obatan yang diminum pada masa lalu, tanyakan adanya
alergi obat serta reaksi alergi yang timbul (Muttaqin,2012).
5. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan apakah penyakit TB paru pernah dialami oleh anggota
keluarga lain sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah
(Muttaqin,2012).
6. Riwayat Psiko-Sosio dan Spiritual
Pengkajian psikologis meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi mengenai
status emosi,status kongnitif, dan perilaku pasien. Data ini penting
untuk menentukan tingkat perlunya pengkajian psiko-sosio-spiritual
yang seksama (Muttaqin,2012).
a. Persepsi dan harapan klien terhadap masalahnya
Kaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya. Persepsi yang
salah bisa menghambat respon koperatif pada diri klien.
b. Pola interaksi dan komunikasi
Gejala klien dengan TB paru akan membatasi klien untuk
menjalankan kehidupan secara normal.
c. Pola nilai dan kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakini dipercaya dapat
meningkatkan kekuatan klien. Karena sesak nafas, nyeri dada,
dan batuk menyebabkan terganggunya aktivitas ibadahnya.
33
d. Pola persepsi dan konsep diri
Karena sesak nafas dan nyeri akan meningkatkan emosi dan rasa
cemas klien tentang penyakitnya
7. Pola kesehatan sehari-hari
a. Pola nutrisi
Pada penderita TB paru akan mengeluh tidak nafsu makan karena
menurunnya nafsu makan, disertai batuk yang akhirnya berakibat
mengalami penurunan berat badan (Somantri,2012).
b. Pola eliminasi
Penderita TB paru urine berwarna jingga pekatdan berbau sebagai
ekskresi karena meminum OAT terutama Rifampisin
(Muttaqin,2012).
c. Pola istirahat dan tidur
Dengan adanya nyeri dada dan sesak nafas pada penderita TB
akan terganggu kenyamanan tidur dan istirahat.
d. Pola Pesonal Hygiene
Pada Personal Hygiene tidak mengalami perubahan jika dalam
keadaan sakit berat penderita TB paru membutuhkan bantuan
untuk memenuhi kebutuhan Personal Hygiene nya.
e. Aktivitas
Dengan adanya batuk dan sesak nafas akan menganggu aktivitas
klien.
34
8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital
Keadaan umum pada penderita TB paru perlu dilakukan
seperti kesadaran klien yang terdiri dari composmentis,
somnolen, apatis, sopor, soporokoma atau koma (Muttaqin,2012).
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital klien biasanya
didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan. Frekuensi
nafas meningkat apabila disertai sesak nafas, denyut nadi
meningkat seiring dengan peningkatan suhu tubuh, frekuensi
pernafasan dan tekanan darah bila ada riwayat hipertensi
(Muttaqin,2012).
b. Pemeriksaan kepala dan muka
Simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada lesi, warna rambut hitam
atau putih biasanya pada klien dengan asma muka tampak pucat.
c. Pemeriksaan telinga
Simetris, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, terdapat
serumen atau tidak.
d. Pemeriksaan mata
Simetris, konjungtiva merah muda, sklera putih, tidak ada
benjolan, tidak ada nyeri tekan.
e. Pemeriksaan hidung
35
Simetris, terdapat sekret atau tidak, terdapat polip atau tidak, ada
nyeri tekan atau tidak, pada klien dengan asma biasanya terdapat
cuping hidung.
f. Pemeriksaan mulut dan faring
Mukosa bibir lembab, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan, adakah
kesulitan untuk menelan.
g. Pemeriksaan leher
Simetris, ada nyeri tekan atau tidak, ada benjolan atau tidak,
adakah pembesaran vena jugularis atau tidak.
h. Pemeriksaan payudara dan ketiak
Payudara simetris, tidak ada lesi, tidak ada benjolan, tidak ada
nyeri tekan, pada ketiak tumbuh rambut atau tidak.
i. Pemeriksaan bagian thorax
1) Inspeksi
Pemeriksaan dengan melihat keadaan umum sistem
pernafasan serta menilai adanya tanda-tanda abnormal
misalnya adanya sianosis, pucat, kelelahan, sesak nafas, batuk
dan menilai adanya sputum (Djojodibroto,2016).
2) Palpasi
Pemeriksaan dengan palpasi bertujuan untuk mendeteksi
kelainan seperti peradangan di daerah setempat. Cara palpasi
dapat dilakukan dari belakang dengan meletakkan kedua
tangan di kedua sisi tulang belakang. Jika di daerah puncak
paru terdapat fibrosis seperti proses TB paru, tidak akan
36
ditemukan pengembangan di bagian atas thorak.
(Muttaqin,2012).
3) Perkusi
Perkusi atau pengetukan dada akan menghasilkan vibrasi pada
dinding dada dan organ paru di bawahnya akan diterima oleh
pendengaran pemeriksa. Perkusi yang dilakukan diatas organ
yang padat atau yang berisi cairan akan menimbulkan bunyi
yang memiliki amplitudo rendah dan frekuensi tinggi yang
disebut suara pekak. (Djojodibroto,2016).
4) Auskultasi
Auskultasi merupakan mendengarkan suara yang berasal dari
dalam tubuh dengan cara menempelkan telinga ke dekat
sumber bunyi dengan menggunakan stetoskop. Pada klien
dengan TB paru timbul suara ronki basah, kasar dan nyaring
akibat peningkatan produksi sekret pada saluran pernafasan
(Somantri,2012).
j. Pemeriksaan jantung
Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
Palpasi: ictus cordis terletak di ICS V mid klavikula sinistra
Auskultasi: BJ 1 dan BJ 2 terdengar tunggal
Perkusi: Suara pekak.
k. Pemeriksaan abdomen
37
1) Inspeksi
Kaji abdomen apakah membuncit atau datar, amati apakah ada
massa atau tidak, amati apakah ada lesi atau tidak.
2) Auskultasi
Kaji suara peristaltik usus normalnya 5-35 kali/menit: pada
penderita gastroenteritis bunyi peristaltik keras dan panjang.
3) Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengetahui apakah ada nyeri tekan
atau tidak, kemudian mencari perabaan ada tidaknya benjolan.
4) Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mendengarkan adanya cairan,gas atau
massa dalam perut. Bunyi perkusi yang normal adalah timpani,
tetapi bunyi ini dapat berubah pada keadaan tertentu.
l. Pemeriksaan integumen
Amati warna kulit, struktur kulit halus, apakah ada nyeri tekan
atau tidak, ada benjolan atau tidak.
m. Pemeriksaan ekstremitas
Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan
ekstremitas yaitu : nyeri, odem pada kaki atau terdapat fraktur,
pergerakan dan tanda injury.
1.4.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang muncul yaitu: (Sarah Ulliya,2018)
38
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
sputum.
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan otot
pernafasan
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru,
hipertensi pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan
asidosis laktat dan penurunan curah jantung.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakadekuatan intake nutrisi.
Diagnosa keperawatan yang menjadi fokus pada studi literatur yang
akan dilakukan oleh penulis adalah hipertermia.
2.4.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan bentuk penanganan yang dilakukan
oleh perawat berdasarkan pertimbangan dan pengetahuan klinis yang
bertujuan meningkatkan hasil perawatan klien. (Dermawan, 2012)
Intervensi keperawatan mencakup :
1. Perawatan Langsung
Yaitu penanganan yang dilaksanakan setelah berinteraksi dengan
klien. Misal klien menerima intervensi langsung berupa pemberian
obat, pemasangan infus intravena, dan konseling saat berduka.
2. Perawatan Tidak Langsung
Yaitu penanganan yang dilakukan tanpa adanya klien, namun tetap
representatif untuk klien. Misal pengaturan lingkungan klien.
39
Tabel 2.4 Intervensi keperawatan
No Diagnosa
keperawatan
Tujuan &
Kriteria Hasil
NOC
Intervensi
NIC
1. Hipertermia
Definisi:
Suhu inti tubuh
diatas kisaran
normal diurnal
karena kegagalan
termoregulasi.
Batasan
karakteristik:
1. Postur
abnormal.
2. Apnea
3. Koma
4. Takipnea
5. Kulit
kemerahan
6. Hipotensi
7. Gelisah
8. Letargi
9. Kejang
10. Kulit terasa
hangat
11. Stupor
12. Takikardia
13. Vasodilatasi
Faktor-faktor
yang
berhubungan:
1. Dehidrasi
2. Pakaian yang
tidak sesuai
3. Aktivitas
berlebihan
Populasi berisiko:
1. Pemajanan suhu
lingkungan
tinggi
Kondisi terkait:
1. Penurunan
perspirasi.
Thermoregulation
1 Tingkat
pernapasan
2 Berkeringat saat
panas
3 Denyut nadi
Kriteria Hasil:
1. Suhu tubuh
dalam rentang
normal
2. Nadi dan RR
dalam rentang
normal
3. 3Tidak ada
perubahan
warna kulit
Vital sign Status
1. Tekanan Darah
2. Tekanan Nadi
3. Tingkat
Pernafasan
4. Suhu Tubuh
Kriteria Hasil:
1. Tanda-Tanda
Vital dalam
rentang normal
(tekanan darah,
nadi,
pernafasan)
Fever treatment:
1. Pantau suhu dan tanda-
tanda vital lainnya.
2. Monitor warna kulit dan
suhu
3. Beri obat atau cairan IV
(misalnya antipiretik,
agen antibakteri)
4. Tutup pasien dengan
selimut atau pakaian
ringan
5. Berikan oksigen yang
sesuai
6. Dorong konsumsi cairan
7. Kompres hangat pasien
pada lipat paha dan aksila
Temperature regulation:
1 Monitor suhu paling tidak
setiap 2 jam, sesuai
kebutuhan
2 Monitor tekanan darah,
nadi dan respirasi, sesuai
kebutuhan
3 Monitor suhu dan warna
kulit
4 Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi adekuat
5 Berikan pengobatan
antipiretik, sesuai
kebutuhan
Monitor vital signs :
1 Monitor tekanan darah,
nadi dan status
pernafasan
2 Monitor warna kulit,
suhu dan kelembaban
3 Monitor suara paru-paru
4 Pertahankan pemantauan
suhu tubuh secara terus
menerus dengan tepat
40
2. Penyakit.
3. Peningkatan
laju
metabolisme
4. Iskemia
5. Agens
farmaseutika
6. Sepsis
7. Trauma
Sumber: Herdman dan Kamitsuru (2018-2020) ; Bulechek, Gloria M
dkk(2018); Moorhead,Sue dkk (2016).
2.4.4 Hasil-hasil penelitian
Ketika mycobacterium tuberculosis terhirup oleh udara ke paru dan
menempel pada bronkus atau alveolus untuk memperbanyak diri, maka
terjadi reaksi inflamasi dan metabolisme meningkat sehingga suhu
tubuh meningkat dan terjadilah demam (hipertermia). Upaya untuk
mengatasi masalah hipertermia dapat dilakukan dengan pemberian
kompres hangat. Jurnal yang dipilih tidak spesifik pada TB paru karena
peneliti kesulitan dalam pencarian jurnal yang sesuai dengan judul.
Beberapa jurnal yang di temukan peneliti, antara lain:
1. Kompres air hangat pada daerah aksila dan dahi terhadap penurunan
suhu tubuh pada pasien demam di PKU Muhammadiyah Kutoarjo
oleh Eny Inda Ayu, Winda Irwanti, Mulyanti (2015)
Pada penelitian ini menggunakan metode true eksperimen : two-
group pre-post test design . populasi seluruh pasien yang dirawat di
ruang rawat inap KRIPMD PKU Muhammadiyah Kutoarjo yang
mengalami demam ≥ 38°C berjumlah 40 orang. Subjek dibagi
41
menjadi dua yaitu kelompok kompres hangat pada dahi dan
kelompok kompres hangat pada aksila selama 15-30 menit dengan
pengukuran 2-3 menit sebelum pemberian kompres. Analisis data
menggunakan uji-t. Menunjukkan hasil rata-rata sebelum diberikan
kompres pada daerah aksila adalah 39,02°C dan rerata suhu pada
daerah dahi sebesar 38,68°C. Setelah dilakukan pemberian kompres
pada daerah aksila mengalami penurunan suhu 0,247°C menjadi
38,77°C sedangkan pada daerah dahi mengalami penurunan 0,111°C
menjadi 38,57°C dan diperoleh t hitung sebesar 5,879 dengan
p=0,000 yang artinya terdapat perbedaan secara signifikan pada rata-
rata penurunan suhu yang diberikan kompres air hangat pada daerah
aksila dengan kompres hangat pada daerah dahi.
2. Efektitivitas kompres hangat dengan tepid water sponge terhadap
penurunan demam pada pasien yang mengalami kejadian demam di
ruangan ICU RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon oleh Liliek
Pratiwi, Rizki Yeni Wulandari, Mariah (2016).
Jenis penelitian yang digunakan adalah Quasi Experiment dengan
rancangan penelitian yang digunakan yaitu One Group Pretest
Posttest. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh pasien yang
mengalami kejadian demam di ICU RSUD Arjawinangun dengan
sampel penelitian 30 orang. Kriteria inklusi penelitian ini yaitu
pasien yang dirawat di ruangan ICU RSUD Arjawinangun, pasien
yang yang mengalami demam ≥ 38°C, dan pasien yang demam
setelah 4-5 jam setelah diberi antipiretik. Kriteria eklusi yaitu pasien
42
dalam kondisi gelisah dan pasien dengan penyakit jantung yang
memerlukan bedrest total. Pada hasil uji t test dependent didapatkan
hasil rata-rata suhu tubuh sebelum intervensi 38,87°C dengan
standart deviasi 0,408 dan rata-rata suhu tubuh setelah dilakukan
intervensi mengalami penurunan pada pengukuran I rata-rata nya
38,48°C standart deviasi 0,441°C, pengukuran II 38,07°C standart
deviasi 0,294°C, pengukuran III 37,90°C standart deviasi 0,291C,
pengukuran IV 37,43°C standart deviasi 0,315°C dan pengukuran V
37,11°C standart deviasi 0,234°C dengan nilai pvalue= 0,000 maka
dapat disimpulkan terdapat efektifitas kompres hangat dengan tepid
water sponge dalam menurunkan demam pada pasien yang
mengalami demam di ruangan ICU RSUD Arjawinangun Kabupaten
Cirebon.
3. Pengaruh kompres hangat terhadap perubahan suhu tubuh pada
pasien febris oleh Fadli, Akmal Hasan (2018).
Jenis penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif experimental,
dengan desain quasi eksperimen dengan rancangan pre-post test
design. Populasi pada penelitian ini yaitu semua pasien anak yang
mengalami demam di ruangan Instalasi Gawat Darurat Puskesmas
Tanru Tedong Kabupaten Sidrap dengan jumlah sampel 17 orang.
Pada hasil uji paired t-test dengan tingkat kemaknaan p<0,05
didapatkan hasil mean 38,14 standart deviasi 0,61 dengan nilai min
37,3 nilai maks 39,5 sedangkan nilai rata-rata sesudah intervensi
mean 37,54 standar deviasi 0,57 dengan nilai min 36,7 nilai maks
43
38,9. Nilai selisih rata-rata sebelum dan sesudah intervensi yaitu
mean 0,65 standart deviasi 0,37 nilai min 0,41 dan maks 0,80 dengan
nilai p=0,0001 dengan tingkat kemaknaan p < α (0,05) dimana
0,0001 < 0,05 dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh kompres
hangat terhadap perubahan suhu tubuh pasien febris.
2.4.5 Tinjauan Keislaman
Demam merupakan suatu penyakit yang menimpa orang dengan
gejala panas. Ini merupakan bagian dari uap neraka Jahannam. Hadits
Aisyah Radhiyallahu Anha, yaitu hadits keempat bahwa Nabi
Shallallahu Alaihi Wa Salam menyampaikan :
”Demam itu adalah bagian dari uap neraka Jahannam, maka
dinginkan oleh kalian (demam itu) dengan air”.
Dengan kata lain, siramkan pada orang yang menderita sakit, air bisa
mendinginkannya. Demikian yang lebih baik dan hilangnya demam
atas izin Allah (Syaikh Muhammad Al-Utsaimin,2015).
Diantara kewajiban kaum muslimin ketika tertimpa penyakit
hendaknya bersabar, sebagaimana kita berusaha bersabar ketika
menghadapi ujian dan musibah yang lainnya.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata :
“Menjadi kewajiban atas seseorang jika tertimpa (demam) untuk
bersabar dan mengharap pahala dari Allah Ta’ala dan mengabarkan
bahwa demam itu bisa menghapus kesalahan (dosa) sebagaimana kiir
bisa membersihkan karat (kotoran) besi. Hal ini karena jika besi
dipanaskan diatas api, hilanglah karat yang menempel dan besi itupun
44
menjadi bersih kembali. Demikian pula demam, akan berdampak
seperti itu juga bagi diri manusia yaitu membersihkan dosa dan
kesalahan”. (Syarh Riyadhus Shalihin,1:2049).
2.4.6 Implementasi keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan dari intervensi untuk mencapai
tujuan spesifik. Pada tahap ini implementasi dimulai setelah intervensi
disusun dan ditunjukan pada nursing order untuk membantu klien
dalam mencapai tujuan yang di harapkan. Intervensi dilaksanakan
untuk memodifikasi faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan
pada klien. Menurut (Dermawan, 2012) Beberapa pedoman dalam
pelaksanaan implementasi keperawatan adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan respon pasien.
2. Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan,
standar pelayanan profesional hukum dan kode etik keperawatan.
3. Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia.
4. Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi
keperawatan.
5. Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam rencana
keperawatan.
6. Harus dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu
dalam upaya meningkatkan peran serta untuk merawat diri sendiri
(self care).
7. Menekankan pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan status
kesehatan.
45
8. Dapat menjaga rasa aman, harga diri dan melindungi klien.
9. Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan.
10. Bersifat holistik.
11. Kerjasama dengan profesi lain.
12. Melakukan dokumentasi.
Pedoman implementasi sebagai berikut :
1. Tindakan yang dilakukan konsisten dengan rencana dan dilakukan
setelah memvalidasi rencana.
Validasi menentukan apakah rencana masih relevan,
masalah mendesak, berdasar pada rasional yang baik dan di
individualisasikan. Perawat memastikan bahwa tindakan yang
sedang diimplemantasikan, baik oleh klien, perawat atau yang lain,
berorientasi pada tujuan dan hasil. Tindakan selama implementasi
diarahkan untuk mencapai tujuan.
2. Keterampilan interpersonal, intelektual dan teknis dilakukan dengan
kompeten dan efisien di lingkungan yang sesuai.
Perawat harus kompeten dan mampu melaksanakan
keterampilan ini secara efisien guna menjalankan rencana.
Kesadaran diri dan kekuatan serta keterbatasan perawat menunjang
pemberian asuhan yang kompeten dan efisien sekaligus
memerankan peran keperawatan profesional.
3. Keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi.
Selama melaksanakan implementasi, keamanan fisik dan
psikologis dipastikan dengan mempersiapkan klien secara adekuat,
46
melakukan asuhan keperawatan dengan terampil dan efisien,
menerapkan prinsip yang baik, mengindividualisasikan tindakan dan
mendukung klien selama tindakan tersebut.
4. Dokumentasi tindakan dan respon klien dicantumkan dalam catatan
perawatan kesehatan dan rencana asuhan.
Dokumentasi dalam catatan perawatan kesehatan terdiri atas
deskripsi tindakan yang diimplementasikan dan respon klien
terhadap tindakan tersebut. Tindakan yang tidak diimplementasikan
juga dicatat disertai alasan. Dokumentasi rencana asuhan untuk
meningkatkan kesinambungan asuhan dan untuk mencatat
perkembangan klien guna mencapai kriteria hasil.
2.4.7 Evaluasi
Evaluasi merupakan tindakan untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan keberhasilan dari diagnosa keperawatan, intervensi
dan implementasi yang sudah dilakukan. Evaluasi diperlukan pada
tahap intervensi untuk menentukan apakah tujuan dari intervensi dapat
dicapai secara efektif (Budiono & Pertami,2016). Menurut (Dermawan,
2012) Langkah-langkah penting yang harus dilakukan dalam
pencatatan evaluasi sebagai berikut:
1. Pengumpulan data dan pembentukan pernyataan kesimpulan.
2. Kepekaan terhadap kemampuan klien untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan.
3. Kesadaran faktor lingkungan, sosial, dan dukungan keluarga.
4. Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan.
47
Mengukur pencapaian tujuan, meliputi:
1. Kognitif: meliputi pengetahuan klien terhadap penyakitnya,
mengontrol gejala, pengobatan, diet, aktifitas, persediaan alat,
resiko komplikasi, gejala yang harus dilaporkan, pencegahan,
pengukuran dan lainnya.
a. Interview: recall knowledge (mengingat), komprehensif
(menyatakan informasi dengan kata-kata klien sendiri), dan
aplikasi fakta (menanyakan tindakan apa yang akan klien ambil
terkait dengan status kesehatannya).
b. Kertas dan pensil.
2. Affektif: meliputi tukar-menukar perasaan, cemas yang berkurang,
kemauan berkomunikasi, dan sebagainya.
a. Observasi secara langsung.
b. Feedback dari staf kesehatan yang lainnya.
3. Psikomotor: Observasi secara langsung apa yang telah dilakukan
oleh klien.
4. Perubahan fungsi tubuh dan gejala.
48
2.5 Hubungan Antar Konsep
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Pada Penderita TB Paru Dengan Masalah
Keperawatan Hipertermia.
Bakteri mycobacterium tuberculosis
masuk ke paru
Peradangan / reaksi inflamasi
hipertermia
Studi Literatur Asuhan Keperawatan
pada Penderita TB Paru Dengan
Masalah Keperawatan Hipertermia
Pengkajian
pada
Penderita TB
paru dengan
masalah
keperawatan
hipertermia
Intervensi
Keperawatan :
Kompres hangat
Keterangan
: Konsep utama ditelaah
: Tidak ditelaah
: Berhubungan
: Berpengaruh
Imun tidak adekuat, menjadi lebih parah
Diagnosa
Keperawatan
Hipertermia
Studi Literatur
dari sumber
yang digunakan
google scholar.
Disini peneliti
kesulitan dalam
pencarian jurnal
yang sesuai
dengan judul
49