bab ii tinjauan pustakaeprints.umm.ac.id/58671/3/bab ii.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah...

37
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Jembatan pada umumnya adalah suatu bangunan struktural yang digunakan untuk melewatkan orang atau kendaraan di atas dua daerah atau Kawasan yang terpisah oleh lembah, sungai, jurang, atau hambatan fisik lainnya (Manalip dan Handono, 2018). Jembatan memliki arti penting bagi setiap orang, akan tetapi kepentingan yang dimiliki jembatan tidak sama bagi setiap orang, sehingga jembatan menjadi suatu bahan studi yang menarik. Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa jembatan merupakan suatu sistem transportasi untuk tiga hal, yaitu (Bambang Supriadi, 2007) : 1. Merupakan pengontrol kapasitas dari sistem, 2. Mempunyai biaya tertinggi per mil dari sistem, 3. Jika jembatan runtuh, sistem akan lumpuh. Secara garis besar jembatan terdiri dari dua komponen utama yaitu bangunan atas (superstructure) dan bangunan bawah (substructure) dari kedua komponen ini terdiri dari beberapa bagian yaitu: a) Gelagar (Girder) Adalah bagian jembatan yang merupakan balok yang membentang secara memanjang maupun melintang yang berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban dan gaya-gaya yang bekerja pada struktur atas jembatan dan meneruskannya ke bagian struktur bawah. b) Sistem Lantai Kendaraan (Deck) Adalah lajur lalu lintas dari jembatan, dan juga merupakan bagian yang memikul dan meneruskan beban ke gelagar utama. c) Perletakan Jembatan (Bearing Structure) Bearing structure digunakan sebagai salah satu bantalan penahan beban jembatan. Fungsi dari perletakan ini sebagai media penyalur beban antara bangunan atas dengan bangunan bawah jembatan. d) Struktur Perlengkap Jembatan

Upload: others

Post on 23-Jan-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Jembatan pada umumnya adalah suatu bangunan struktural yang digunakan

untuk melewatkan orang atau kendaraan di atas dua daerah atau Kawasan yang

terpisah oleh lembah, sungai, jurang, atau hambatan fisik lainnya (Manalip dan

Handono, 2018). Jembatan memliki arti penting bagi setiap orang, akan tetapi

kepentingan yang dimiliki jembatan tidak sama bagi setiap orang, sehingga

jembatan menjadi suatu bahan studi yang menarik.

Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa jembatan merupakan suatu

sistem transportasi untuk tiga hal, yaitu (Bambang Supriadi, 2007) :

1. Merupakan pengontrol kapasitas dari sistem,

2. Mempunyai biaya tertinggi per mil dari sistem,

3. Jika jembatan runtuh, sistem akan lumpuh.

Secara garis besar jembatan terdiri dari dua komponen utama yaitu bangunan

atas (superstructure) dan bangunan bawah (substructure) dari kedua komponen ini

terdiri dari beberapa bagian yaitu:

a) Gelagar (Girder)

Adalah bagian jembatan yang merupakan balok yang membentang

secara memanjang maupun melintang yang berfungsi untuk menerima

dan menyebarkan beban dan gaya-gaya yang bekerja pada struktur atas

jembatan dan meneruskannya ke bagian struktur bawah.

b) Sistem Lantai Kendaraan (Deck)

Adalah lajur lalu lintas dari jembatan, dan juga merupakan bagian

yang memikul dan meneruskan beban ke gelagar utama.

c) Perletakan Jembatan (Bearing Structure)

Bearing structure digunakan sebagai salah satu bantalan penahan

beban jembatan. Fungsi dari perletakan ini sebagai media penyalur beban

antara bangunan atas dengan bangunan bawah jembatan.

d) Struktur Perlengkap Jembatan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

6

Merupakan struktur sekunder dari bangunan jembatan yaitu berupa

expansion joint, separator, concrete barrier, dan railing.

e) Pelat Injak

Merupakan bagian dari struktur bawah jembatan yang memiliki

fungsi sebagai penyalur beban yang diterima dari bagian atas jembatan

secara merata.

f) Oprit Jembatan

Oprit adalah timbunan tanah yang berada di belakang abutment

sebagai penghubung antara jalan dengan jembatan.

g) Pilar Jembatan

Pilar jembatan adalah struktur yang berada di antara abutment dan

berfungsi sebagai pembagi dari bentang jembatan.

h) Kepala Jembatan (Abutment)

Merupakan tempat perletakan bangunan bagian atas jembatan yang

terletak pada ujung-ujung jembatan dan berfungsi sebagai bangunan

penahan tanah.

i) Pondasi

Pondasi adalah bagian struktur bawah jembatan yang tertanam

didalam tanah dan memiliki fungsi sebagai penahan beban-beban

bangunan yang berada di atasnya dan meneruskan ketanah dasar.

2.2 Beban Desain dan Kombinasi Pembebanan

Beban-beban yang pada umumnya diperhitungkan dalam desain jembatan

adalah beban permanen, lalu lintas, dan lingkungan. Menurut Standar Nasional

Indonesia (SNI) 1725-2016, beban-beban tersebut terdiri dari:

a. Beban permanen : Beban mati, pra tekan, dan tekanan tanah.

b. Beban hidup : Beban lajur, truk, rem, pejalan kaki, dan tumbukan

kendaraan.

c. Beban lingkungan : Temperatur, angina, dan gempa.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

7

2.2.1 Beban Mati

Massa dari setiap bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi yang

tertulis didalam gambar dan berat jenis bahan yang digunakan. Berat dari

bagian-bagian bangunan tersebut adalah massa dikalikan dengan percepatan

gravitasi. Besarnya kerapatan massa dan berat isi untuk berbagai macam bahan

adalah sebagai berikut:

Tabel 2. 1 - Berat isi untuk beban mati

No Bahan Berat isi

Kerapatan massa

(kN/m3) (kg/m3)

1 Lapisan permukaan beraspal

22,0 2245 (bituminous wearing surface)

2 Besi tuang (cast iron) 71,0 7245

3

Timbunan tanah dipadatkan 17,2 1755

(compacted sand, silt or clay)

4

Kerikil dipadatkan 18,8-22,7 1920-2315 (rolled gravel, macadam or

ballast)

5 Beton aspal (asphalt concrete) 22,0 2245

6 Beton ringan (low density) 12,25-19,6 1250-2000

7

Beton f'c < 35 Mpa 22,0-25,0 2320

35 < f'c < 105 Mpa 22 + 0,022 f’c 2240 + 2,29 f’c

8 Baja (steel) 78,5 7850

9 Kayu (ringan) 7,8 800

10 Kayu keras (hard wood) 11,0 1125

Sumber : SNI 1725:2016

a) Berat Sendiri (MS)

Berat sendiri menurut Standar Nasional Indonesia 1726:2016 adalah

berat bagian struktur tersebut dan elemen-elemen struktural lain yang di

pikulnya, termasuk dalam hal ini adalah berat dari bahan dan bagian

jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non

struktural yang dianggap tetap, adapun faktor beban yang digunakan untuk

berat sendiri adalah sebagai berikut:

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

8

Tabel 2. 2 - Faktor beban untuk berat sendiri

Tipe beban

Faktor beban (ɣMS)

Keadaan Batas Layan (ɣSMS) Keadaan Batas Ultimit (ɣU

MS)

Bahan Biasa Terkurangi

Tetap

Baja 1,00 1,1 0,90

Alumunium 1,00 1,1 0,90

Beton pracetak 1,00 1,2 0,85

Beton dicor di tempat 1,00 1,3 0,75

Kayu 1,00 1,4 0,70 Sumber : SNI 1725:2016

b) Beban mati tambahan/utilitas (MA)

Beban mati tambahan adalah suatu beban pada jembatan yang

merupakan elemen non struktural, dan besarnya dapat berubah selama

umur dari jembatan tersebut. Faktor beban untuk beban mati tambahan

yang digunakan adalah sebagai berikut :

Tabel 2. 3 - Faktor beban untuk beban mati tambahan

Tipe beban

Faktor beban (ɣMA)

Keadaan Batas Layan (ɣSMA) Keadaan Batas Ultimit (ɣU

MA)

Keadaan Biasa Terkurangi

Tetap Umum 1,00 2,00 0,70

Khusus (terawasi) 1,00 1,40 0,80

Catatan(1) : Faktor beban layan sebesar 1,3 digunakan untuk berat utilitas Sumber : SNI 1725:2016

2.2.2 Beban Hidup

Beban hidup untuk perencanaan flyover pada umumnya adalah terdiri dari

beban lajur “D” dan beban truk “T”.

a) Beban Lajur (TD)

Beban lajur D bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan

menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekivalen dengan suatu

rombongan kendaraan. Beban lajur D ini terdiri dari beban tersebar

merata (BTR) dan beban garis (BGT). Adapun faktor beban yang

digunakan untuk menghitung beban lajur “D” seperti pada table berikut:

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

9

Tabel 2. 4 - Faktor beban hidup untuk lajur "D"

Tipe beban

Jembatan Faktor beban (ɣTD)

Keadaan Batas Layan (ɣS

TD) Keadaan Batas Ultimit

(ɣUTD)

Transien Beton 1,00 1,80 Boks Girder Baja

1,00 2,00

Sumber : SNI 1725:2016

Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa dengan

besaran q tergantung pada panjang total yang dibebani L yaitu seperti

berikut :

Jika L ≤ 30 m : q = 9,0 kPa

Jika L > 30 m : q = 9,0 (0,5 + ��

�) kPa

Keterangan:

q adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang

jembatan (kPa).

L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter)

Gambar 2. 1 - Beban lajur "D"

(Sumber : SNI 1725:2016)

Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas p kN/m harus

ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan.

Besarnya intensitas p adalah 49,0 kN/m. untuk mendapatkan momen

lentur negatif maksimum, BGT kedua yang sama harus diletakan pada

posisi melintang jembatan pada bentang lainnya.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

10

Distribusi beban kea rah melintanng digunakan agar mendapatkan

momen dan geser ke arah longitudinal pada gelagar jembatan. Hal ini

dilakukan dengan mempertimbangkan beban lajur yang tersebar di

seluruh lebar balok.

b) Faktor Pembebanan Dinamis

Untuk perencanaan, beban lajur akan ditambah besarnya dengan

faktor beban dinamis yang mentransfer Faktor Beban Dinamis (DLA)

yang merupakan fungsi dari panjang bentang ekivalen Faktor beban

dinamis ini diterapkan pada keadaan batas layan (service) dan batas

ultimate. Untuk bentang tunggal pada bentang ekivalen diambil sama

dengan panjang bentang sebenarnya. Untuk bentang menerus panjang

bentang ekivalen diberikan rumus sebagai berikut:

LE = ����. ���� …………………………………………… (2.1)

Keterangan:

Lav = Panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang

disambung secara menerus.

Lmax = Panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang yang

disambung secara menerus.

Gambar 2. 2 - Grafik faktor pembesaran dinamis

(Sumber: SNI 1725:2016)

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

11

c) Beban Truk (TT)

Beban truk adalah beban suatu kendaraan dengan 3 gandar yang

ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tipe

gandar terdiri dari dua bidang pembebanan yang berperan sebagai

pengaruh roda kendaraan berat. Beban truk tidak dapat digunakan

bersamaan dengan beban lajur. Adapun faktor beban truk yaitu:

Tabel 2. 5 - Faktor beban untuk beban "T"

Tipe beban

Jembatan Faktor beban

Keadaan Batas Layan (ɣS

TT) Keadaan Batas Ultimit

(ɣUTT)

Transien Beton 1,00 1,80

Boks Girder Baja

1,00 2,00

Sumber : SNI 1725:2016

Gambar 2. 3 - Pembebanan truk "T"

(Sumber: SNI 1725:2016)

Pembebanan truk terdiri atas kendaraan truk semi-trailer yang

mempunyai susunan berat gandar seperti dalam Gambar 2.3. Berat tiap

gandar disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan

bidang kotak antara roda dan permukaan lantai.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

12

d) Gaya Rem (TB)

Gaya rem yang digunakan adalah gaya rem yang paling besar dari:

25% dari berat gandar truk desain atau,

5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata

BTR

Gaya rem tersebut harus diletakan pada semua lajur rencana yang

dimuati dan berisi lalu lintas dengan arah yang sama. Gaya ini harus di

perkirakan untuk bekerja secara horizontal pada jarak 1800 mm diatas

permukaan jalan pada masing-masing arah longitudinal dan dipilih yang

paling menentukan.

e) Gaya Sentrifugal (TR)

Menghitung gaya radial atau efek guling dari roda bertujuan sebagai

pengaruh pada beban hidup yang harus diambil sebagai hasil kali dari

berat gandar truk rencana dengan faktor C sebagai berikut:

C = �.��

��� ………………………………………………………… (2.2)

Keterangan:

v = adalah kecepatan rencana jalan raya (m/detik)

f = adalah faktor dengan nilai 4/3 untuk kombinasi beban selain

keadaan batas fatik dan 1,0 untuk keadaan batas fatik

g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2)

RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas (m)

Kecepatan rencana jalan harus diambil tidak kurang dari nilai yang

telah ditetapkan dalam Perencanaan Geometrik Jalan Bina Marga. Gaya

sentrifugal harus diterapkan secara horizontal pada jarak ketinggian

1800 mm diatas permukaan jalan.

2.2.3 Aksi Lingkungan

Aksi lingkungan yaitu dengan memasukan pengaruh lingkungan

yang paling umum yaitu angin dan gempa.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

13

a) Beban angin

Tekanan angina horizontal dapat diasumsikan oleh angin rencana

dengan kecepatan dasar (VB) sebesar 90 sampai 126 km/jam. Beban angin

sendiri harus di asumsikan terdistribusi secara merata pada permukaan

yang terekspos oleh angina. Luas area yang diperhitungkan adalah luas area

dari semua komponen. Arah ini harus divariasikan untuk mendapatkan

pengaruh yang paling berbahaya terhadap struktur jembatan atau

komponennya. Untuk jembatan atau bagian dari jembatan dengan elevasi

lebih tinggi dari 10000 mm diatas permukaan tanah atau permukaan air,

kecepatan angina rencana, VDZ harus dihitung dengan menggunakan

persaman sebagai berikut :

VDZ = 2,5 V0 ����

��� �� (

��) ………………………………………… (2.3)

Keterangan :

VDZ = adalah kecepatan angina rencana pada elevasi rencana, Z (km/jam)

V10 = adalah kecepatan angina pada elevasi 10000 mm di atas

permukaan tanah atau di atas permukaan air rencana (km/jam).

VB = adalah kecepatan angina rencana yaitu 90 hinga 126 km/jam pada

elevasi 1000 mm, yang akan menghasilkan tekanan.

Z = adalah elevasi struktur diukur dari permukaan tanah atau dari

Permukaan air dimana beban angin dihitung (Z > 10000 mm).

Vo = adalah kecepatan gesekan angin, yang merupakan karakteristik

metereologi, untuk berbagai macam tipe permukaan di hulu

jembatan (km/jam).

Zo = adalah panjang gesekan di hulu jembatan, yang merupakan

karakteristik metereologi.

V10 dapat diperoleh dari :

Grafik kecepatan angin dasar untuk berbagai periode ulang,

Survei angin pada lokasi jembatan, dan

Jika tidak ada data yang lebih baik, perencana dapat mengasumsikan

bahwa V10 = VB = 90 sampai dengan 126 km/jam.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

14

Jika memungkinkan dengan kondisi setempat, perencana dapat

menggunakan kecepatan angin rencana dasar yang berbeda, yaitu dengan

tidak melibatkan kondisi beban angin yang bekerja pada kendaraan. Arah

angin harus diasumsikan horizontal. Tekanan angin rencana dapat

menggunakan persamaan sebagai berikut :

PD = PB(���

��)�

……………………………………………… (2.4)

Keterangan :

PB = adalah tekanan angina dasar seperti yang ditetapkan dalam tabel.

Tabel 2. 6 - Tekanan angin dasar

Komponen bangunan atas

Angin tekan Angin hisap

(Mpa) (Mpa)

Rangka, kolom, dan pelengkung

0,0024 0,0012

Balok 0,0024 N/A

Permukaan datar 0,0019 N/A

Sumber : SNI 1725:2016

Gaya total dari beban angina tidak boleh diambil kurang dari 4,4

kN/mm pada bidang tekan dan 2,2 kN/mm pada bidang hisap pada struktur

rangka dan pelengkung, sedangkan pada balok atau gelagar tidak kurang

dari 4,4 kN/mm.

b) Beban Gempa (EQ)

Jembatan harus direncanakan agar memiliki kemungkinan kecil

untuk mengalami keruntuhan, dan mengalami kerusakan yang signifikan.

Gangguan akibat gempa kemungkinan terlampui 7% dalam 75 tahun.

Beban gempa diambil sebagai gaya horizontal yang ditentukan

berdasarkan perkalian antara koefisien respons elastic (Csm) dengan berat

struktur ekuivalen kemudian di modifikasi dengan faktor respons (R)

dengan rumus sebagai berikut :

EQ = ���

�× ��…………………………………………………… (2.5)

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

15

Keterangan :

EQ = Gaya gempa horizontal statis (kN)

Csm = Koefisien repon gempa elastic pada mode getar ke-m

R = Faktor modifikasi respon

Wt = Berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup yang

sesuai (kN)

Gaya gempa rencana ditentukan dengan cara membagi gaya gema

elastis dengan faktor modifikasi respon (R) sesuai degan tabel berikut :

Tabel 2. 7 - Faktor modifikasi respon (R) untuk bangunan bawah

Bangunan bawah Klasifikasi operasional

Sangat penting Penting Lainnya Pilar tipe dinding 1,5 1,5 2,01 Tiang/kolom beton bertulang Tiang vertikal 1,5 2,01 3,01 Tiang miring 1,5 1,5 2,01 Kolom tunggal 1,5 2,01 3,01 Tiang baja dan komposit Tiang vertikal 1,5 3,5 5,01 Tiang miring 1,5 2,01 3,01 Kolom majemuk 1,5 3,5 5,01

Catatan :

Pilar tipe dindig dapat direncanakan sebagai kolom tunggal dalam arah sumbu lemah pilar Sumber : SNI 2833:2016

Gaya gempa elastis yang bekerja pada struktur jembatan harus

dikombinasikan, sehingga memiliki 2 tinjauan pembebanan yaitu:

100% gaya gempa pada arah x dikombinasikan dengan 30% gaya

gempa pada arah y

100% gaya gempa pada arah y dikombinasikan dengan 30% gaya

gempa pada arah x.

Apabila di gunakan dengan memperhitungkan berbagai arah maka

kombinasi gempa menjadi sebagai berikut :

DL + ɣEQLL + EQx ± 0.3 EQy ………………………….……….. (2.6)

DL + ɣEQLL + EQy ± 0.3 EQx ………………………….……….. (2.7)

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

16

Keterangan :

DL = Beban mati yang bekerja (kN)

ɣEQ = Faktor beban hidup kondisi gempa

ɣEQ = 0,5 (Jembatan sangat penting)

ɣEQ = 0,3 (Jembatan penting)

ɣEQ = 0 (Jembatan lainnya)

LL = Beban hidup yang bekerja pada arah x

EQX = Beban gempa yang bekerja pada arah x

EQy = Beban gempa yang bekerja pada arah y

2.3 Perencanaan Kerb

Menurut Peraturan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPJJR 1987), Kerb

harus diperhitungkan untuk dapat menahan suatu beban horizontal kearah

melingtang jembatan sebesar 500 kg/m’, yang bekerja pada puncak kerb atau

ada pada tinggi 25 cm diatas permukaan lantai kendaraan.

2.4 Plat Beton Bertulang

Pelat merupakan struktur bidang permukaan yang lurus dengan tebal jauh

lebih kecil dari dimensi struktur lain disekitarnya. Penentuan jenis pelat

didapat dari perbandingan antara panjang terhadap lebar, yaitu terdiri dari dua

macam:

Apabila perbandingan bentang panjang terhadap bentang pendek

lebih dari 2, � =��

��> 2 maka pelat direncanakan terhadap satu arah.

Jika rasio perbandingan bentang panjang terhadap bentang pendek

kurang atau sama dengan 2, � =��

��≤ 2, maka direncanakan pelat

dengan dua arah.

Perhitungan dari suatu penampang yang terlentur harus memperhitungkan

keseimbangan dari tegangan dan kompatibilitas regangan, serta konsisten

dengan anggapan :

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

17

a) Bidang rata yang tegak lurus sumbu tetap rata setelah mengalami lentur

b) Beton tidak diperhitungkan dalam memikul tegangan tarik.

c) Distribusi tegangan tekan ditentukan dari hubungan tegangan-tegangan

beton.

d) Regangan batas beton yang tertekan diambil sebesar 0,003.

Hubungan distribusi tegangan tekan beton dan regangan dapat diangap

dipenuhi oleh distribusi tegangan beton persegi ekuivalen, yang diaggap

bahwa tegangan pada beton = 0,85 fc’ terdistribusi merata pada daerah tekan

ekuibalen yang dibatasi oleh tepi tertekan terluar dari penampang dan suatu

garis yang sejajar degan sumbu netrak sejarak a = �� × � dari tepi tertekan

terluar tersebut. Jarak c dari tepi dengan regangan tekan maksimum ke sumbu

netral harus diukur dalam arah tegak lurus sumbu tersebut.

Gambar 2. 4 - Diagram regangan dan tegangan beton bertulang

(Sumber : RSNI T-02-2005)

Faktor beban �� harus diambil sebesar :

Untuk fc’ ≤ 30 Mpa �� = 0,85

Untuk fc’ ≥ 30 Mpa �� = 0,85 − 0,008(��� − 30)

Tetapi �� dalam persamaan tidak boleh diambil kurang dari 0,65

a) Gaya Tekan Beton (C)

Dengan melihat gambar 2.4, gaya beton volume dari balok tegangan

ekuivalen beton. C = 0,85 fc’ab

b) Gaya Tari Baja (T)

Bila baja tarik leleh �� ≥ �� dan fs = fy, sehingga T = As x fy

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

18

c) Tinggi balok tegangan ekuivalen beton (a)

Harga a didapat dari keseimbangan gaya C = T atau

0,85 x fc’ x a x b = As x fy, sehingga � =��×��

�,������

d) Lengan Momen dalam (Z)

Adalah jarak dari gaya tekan beton ke gaya tarik baja. Bila tinggi

efektif penampang d dan jarak gaya tekan beton ke tepi penampang

tertekan ½ a maka Z = (d - �

�)

e) Momen Nominal Penampang (Mn)

Momen nominal penampang adalah kopel momen yang disebabkan

oleh gaya tarik baja dan gaya tekan beton (gambar 2.4) dimana

Mn = T x Z = As x fy (d – a/2) atau Mn = C x Z = 0,85 fc’ x a x b(d – a/2)

f) Faktor Reduksi Kekuatan (∅)

Berdasarkan SNI T-15-1991-03 bahwa faktor reduksi kekuatan

diambil dari nilai-nilai sebagai berikut :

Lentur = 0,80

Geser dan Torsi = 0,70

Aksi dan Tekan

- Dengan tulangan spiral = 0,70

- Dengan tulangan Sengkang biasa = 0,65

g) Kekuatan Rencan dalam Lentur

Perencanaan kekuatan pada penampang terhadap momen lentur

berdasarkan kekuatan nominal yang dikalikan dengan faktor reduksi

kekuatan (∅).

h) Kekuatan Minimum

Kekuatan nominal dalam lentur pada penampang kritis beton harus

diambil tidak lebih dari 1,2 Mcr (Momen retak), yang dipenuhi oleh suatu

persyaratan tulangan tarik minimum. Untuk pelat lantai satu arah diatas

dua peletakan atau menerus, lebar pelat yang menahan momen lentur

akibat beban terpusat dapat ditentukan sesuai dengan RSNI T-02-2005:

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

19

Bila beban tidak dekat dengan sisi yang ditumpuL

bef = lebar beban + 2,4 a x (1,0 – ( �∗

��))

a* = Jarak tegak lurus dari tumpuan terdekat ke penampang

yang diperhitungkan

ln = Bentag bersih dari pelat.

Bila beban dekat dengan sisi yang tidak ditumpu, lebar pelat tidak

boleh lebih besar dari harga terkecil berikut ini:

- Harga sama dengan nilai bef, atau

- Setengah dari harga diatas ditamah jarak dari titik pusat

beban ke sisi tidak ditumpu.

i) Tulangan Minimum

Tulangan minimum harus dipasang untuk menahan tegangan tarik

utama sebagai berikut :

Untuk pelat lantai yang ditumpu kolom ��

��=

�,��

��

Pelat lantai yang ditumpu balok atau dinding ��

��=

�,�

��

Pelat telapak ��

��=

�,�

��

Apabila pelat lantai ditumpu seperti hanya dua arah, maka luas

minimumtulangan dalam masing-masing arah harus diambil 2/3 dari

harga-harga di atas. Jika tidak, tulangan yang disebabkan harus dipasang

sesuai dengan pasal penyebaran tulangan untuk pelat lantai.

j) Penyebaran Tulangan Plat

- Tulagan harus dipasang pada bagian bawah dengan arah menyilang

terhadap tulangan pokok

- Kecuali bila analisis yang lebih teliti dilaksanakan, jumlah tulangan

diambil sesuai dengan prosentase dari tulangan pokok yang

diperlukan untuk momen positif sebagai berikut:

i. Tulangan pokok sejajar arah lalu lintas:

Prosentase =��

√� (max 50% min 30%)

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

20

ii. Tulangan pokok tegak lurus arah lalu lintas

Prosentase =��

√� (max 50% min 30%)

iii. Denga adanya tulangan pokok yang tegak lurus arah lalu

lintas, jumlah penyebaran tulangan dalam seperempat

bentang bagian luar dapat dikurangi dengan maksimum

50%. Prosedur perencanaan tulangan pelat terlentur satu

arah (dimensi pelat sudah diketahui) :

1. Hitung momen terfaktir dengan analisis struktur

Mu

2. Hitung momen nominal, Mn = ��

∅ , dimana

∅ = faktor reduksi kekuatan = 0,80.

3. Tahanan momen nominal �� =��

���

4. Tahanan momen maksimum

�b = �� × 0,85 ×���

��× (

���

������)

�maks = 0,75 × ��

�maks = ����� × �� × (1 −�/������×��

�,�����)

5. Harus dipenuh Rn < Rmaks

6. Rasio tulangan yang dibutuhkan

ρ = �,��×���

��× (1 − �(1 −

� ��

�,�����))

7. Rasio tulangan minimum

ρmin = �,�

��

8. Luas tulangan yang dibutuhkan, As = � × � × �

9. Jarak antara tulangan,

s = �

����

��

�� dimana dt = diameter tulangan

10. Pilihan tulangan susut dan suhu sebagai berikut:

As = 0,0020 bh untuk baja mutu 30

As = 0,0018 bh untuk baja mutu 40

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

21

As = 0,0018 bh (400/fy) untuk baja mutu lebih

tinggi dari 40, diukur pada regangan leleh sebesar

0,35 dan dalam segala hal tidak boleh kurang dari

As = 0,0014 bh.

11. Tulangan bagi pada arah memanjang jembatan

diambil, Abg = 50% As

2.5 Beton Prategang

Beton prategang adalah beton dengan material yang kuat dengan

memberikan gaya konsentris atau eksentris diberikan dalam arah longitudinal

pada elemen struktural. Hal ini untuk mencegah berkembangnya retak dengan

cara mengeliminasi tegangan tarik di bagian tumpuan dan daerah kritis pada

kondisi beban kerja, sehingga meningkatkan kapasitas geser, lentur, dan torsi

pada penampang tersebut.

Gaya longitudinal tersebut disebut gaya pra tegang, yaitu gaya tekan yang

dapat memberikan pra tegang pada penampang di sepanjang bentang sebelum

bekerjanya beban mati dan beban hidup transversal atau beban hidup

horizontal transien.

2.5.1 Metode Konsep Secara Langsung

Pada metode secara langsung, tegangan serat beton dihitung dari

gaya luar yang bekerja di beton akibat pemberian prategang longitudinal dan

beban luar transversal. Pada saat pemberian prategang awal dan pada saat

beban kerja. Jika Pi adalah gaya prategang awal sebelum terjadinya kehilangan

tegangan dan Pe adalah gaya prategang sesudah kehilangan, sehingga:

ɣ = ��

�� …………………………………………………………….. (2.8)

a) Hanya Gaya Prategang

Dapat didefinisikan sebagai faktor prategang residual. Dengan

mensubsitusikan r2 untuk Ig/Ac dimana r adalah radius girasi penampang.

Dimana Ct dan Cb masing-masing adalah jarak dari pusat berat penampang

(garis cgc) ke serat atas dan bawah, sebagai berikut :

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

22

ft = −��

��(1 −

���

�� ) ………………………………………….. (2.9)

fb = −��

��(1 +

���

�� )………………………………………….. (2.10)

b) Berat Sendiri ditambah Pemberian Prategang

Jika berat sendiri balok menyebabkan momen Mb di penampang

yang sedang ditinjau dimana St dan Sb masing-masing adalah modulus

penampang untuk serat atas dan bawah,dihitung berdasarkan tegangan pada

saat transfer (kondisi awal) dan servis (kondisi akhir). Maka sebagai berikut:

Tahap Transfer (Kondisi Awal)

ft = −��

���1 −

���

�� � −��

�� ………………………………………….. (2.11)

fb = −��

���1 +

���

�� � +��

��………………………………………….. (2.12)

Gambar 2. 5 - Profil tendon prategang

(Sumber : Beton Prategang, Nawy)

Setelah beban hidup bekerja pada struktur, hal tersebut dapat menimbulkan

momen tambahan Ms. Intensitas penuh beban tersebut biasanya terjadi sesudah

pelaksanaan selesai dan kehilangan prategang yang bergantung pada waktu

yang telah terjadi. Dengan demikian, gaya prategang yang digunakan adalah

gaya prategang efektif Pe, jika momen total akibat beban gravitasi adalah MT

sehingga :

MT = MD + MSD + ML ……………………………………………… (2.13)

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

23

Keterangan :

MD = Momen akibat berat sendiri

MSD = Momen akibat beban mati tambahan

ML = Momen akibat beban hidup, termasuk gempa

Tahap Servis (Kondisi Akhir)

ft = −��

���1 −

���

�� � −��

�� ………………………………………….. (2.14)

fb = −��

���1 +

���

�� � +��

��………………………………………….. (2.15)

Tegangan tarik pada beton di bagian center yang diizinkan pada

serat terluar penampang tidak boleh melebihi nilai maksimum yang

diizinkan. Apabila terlampaui, maka tulangan nonprategang yang

direncanakan harus digunakan untuk mengontrol retak pada kondisi

beban kerja.

2.5.2 Metode Penyeimbangan Beban

Teknik ini berdasarkan atas penggunaan gaya vertikal pada

tendon prategang draped atau harped untuk melawan atau

mengimbangi pembebanan gravitasi yang dialami suatu balok. Cara

ini dapat digunakan untuk tendon prategang yang tidak lurus.

Gambar 2. 6 - Gaya-gaya penyeimbangan beban (a) Tendon harped (b) Tendon draped

(Sumber: Beton Prategang, Nawy)

Reaksi penyeimbangan beban R sama dengan komponen

vertikal dari gaya prategang. Komponen horizontal dari gaya

prategang, sebagai pendekatan pada balok longitudinal, diambil

sama dengan gaya penuh prategang didalam perhitungan tegangan

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

24

serat beton di tengah bentang. Pada penampang lainnya, komponen

horizontal aktual dari gaya prategang digunaan.

2.5.3 Metode Line Of Pressure

Didalam konsep ini balok dianalisis degan menganggap

seolah-olah berupa balok elastis dan beton polos, menggunakan

prinsip statika. Gaya prategang dilihat sebagai gaya tekan eksternal,

dengan gaya tari konstan T di tendon di seluruh bentnag. Hal ini

mengakibatkan efek beban gravitasi eksternal dapat diabaikan.

Gambar 2. 7 - Tegangan elastis akibat berbagai pembebanan di balok prategang

(Sumber : Beton Prategang, Nawy)

Pada balok bertulang, T dapat mempunyai nilai terbatas hanya jika

beban transversal dan beban lain bekerja. Lengan momen a pada

dasarnya tetap konstan pada seluruh pembebanan elastis pada balok

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

25

beton bertulang sedangkan pada balok beton prategang nilai ini berubah

menjadi a = 0 pada saar pemberian prategang hingga mencapai nilai

masimum pada kondisi beban penuh tambahan.

Gambar 2. 8 - Diagram benda bebas untuk mencari garis C (pusat tekanan)

(Sumber : Beton Prategang, Nawy)

Tendon pada gaya T sama dengan gaya prategang Pe dan karena Ic

= Ac . r2 sehingga menjadi sebagai berikut:

ft = −��

���1 +

����

�� � ………………………………………….. (2.16)

fb = −��

���1 −

����

�� �………………………………………….. (2.17)

2.5.4 Jenis Prategang

Pada dasarnya ada dua macam metode yang digunakan dalam pemberian

gaya prategang pada beton, yaitu:

a. Pratarik (Pre-Tension Methode)

Metode ini dilakukan dengan cara baja prategang diberi gaya

prategang terlebih dahulu sebelum dicor. Cara pemberian pratarik pada

umumnya dilakukan pada lokasi pembuatan beton pracetak, dimana

landasan pracetak berupa slab beton bertulang yang panjang dicor di

atas tanah. Pemberian prategang dapat dilakukan dengan memberikan

prategang pada strand secara individual atau semua strand pada satu

operasi pendongkrakan.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

26

b. Pascatarik (Post-Tension Methode)

Metode ini dilakukan dimana kabel atau baja prategang ditarik

setelah beton megeras. Pada metode pascatarik dapat dilakukan dengan

du acara yaitu pada strand beton precast atau pada beton cor monolit

sepanjang bentang girder dengan cast in place.

2.5.5 Material Beton Prategang

Daya tahan dan kekuatan dari suatu struktur beton prategang adalah

dua kualitas yang paling penting. Efek jangka panjang dapat dengan

cepat mengurangi gaya-gaya prategang dan dapat menyebabkan

kegagalan yang tidak diinginkan.

a) Baja Prategang

Prategang efektif dapat dicapai dengan menggunakan baja

dengan mutu 270.000 psi atau lebih. Hal ini dikarenakan tingginya

kehilangan rangkak dan susut yang terjadi pada beton. Baja normal

dengan kuat leleh fy = 60.000 psi mempunyai sedikit tegangan

prategang sesudah semua kehilangan prategang terjadi yang

memperjelas kebutuhan pemakaian baja mutu tinggi untuk

komponen struktur beton prategang.

Baja prategang dapat berupa kawat-kawat tunggal, strands

yang terdiri atas beberapa kawat yang dipuntir dan membentuk

elemen tunggal dan batang bermutu tinggi.Mengkuti standar, strands

terbuat dari tujuh kawah dengan cara memuntir enam di antaranya

pada pitch sebesar 12 sampai 16 kali diameter di sekelilig kawat lurus

yang lebih besar. Pelepasa tegangan dilakukan sesudah kawat-kawat

dijalin menjadi strand. Untuk memaksimalkan luas baja strand 7

kawat untuk suatu diameter nominal, kawat standar dapat dibentuk

menjadi strand yang dipadatkan. Besaran geometris kawat dan strand

disrayatkan sebagai berikut:

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

27

Tabel 2. 8 - Kawat-kawat untuk beton prategang

Kuat tarik minimum

(psi) Tegangan minimum pada

ekstensi 1% (psi) Diameter nominal

(in.) Tipe BA Tipe WA Tipe BA Tipe WA

0,192 250.000 212.500

0,196 240.000 250.000 204.000 212.500

0,2501 240.000 240.000 204.000 204.000

0,276 235.000 235.000 199.750 199.750

Sumber : Nawy, 2001

Tabel 2. 9 -Strand standar tujuh kawat untu beton prategang

Diameter nominal

strand (in.)

Kuat patah stramd (min.ib)

Luas baja nominal

strand (in.2)

Berat nominal strand

(lb/100ft)

Beban minimum pada ekstensi 1%

(lb)

Mutu 250

1/4 (0,250) 9.000 0,036 122 7.650

5/16 (0,313) 14.500 0,058 197 12.300

3/8 (0,375) 20.000 0,08 272 17.000

7/16 (0,438) 27.000 0,108 367 23.000

1/2 (0,500) 36.000 0,144 490 30.600

3/5 (0,600) 54.000 0,216 737 45.900

Mutu 270

3/8 (0,375) 23.000 0,085 290 19.550

7/16 (0,438) 31.000 0,115 390 26.350

1/2 (0,500) 41.300 0,153 520 35.100

3/5 (0,600) 58.600 0,217 740 49.800

Sumber : Nawy, 2001

b) Baja Non Prategang

Penulangan baja untuk beton terdiri atas batang, kawat, dan

jalinan kawat yang dilas. Besaran yang paling penting pada baja

tulangan adalah sebagai berikut:

Modulus Young Es

Kuat leleh fy

Kuat ultimit fu

Notasi mutu baja

Diameter batang atau kawat

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

28

Untuk meningkatkan lekatan antara beton dan baja, deformasi perlu

digilaskan pada permukaan batang. Deformasi tersebut harus

memenuhi spesifikasi ASTM A616-76, hal ini dimaksudkan agar

batang tersebut dapat dinyatakan sebagai deformed. Kawat berulir

mempunyai indentasi yang ditekan kedalam kawat atau batang agar

berfungsi sebagai deformasi.

Gambar 2. 9 – Macam-macam bentuk dari batang terdeformasi (deformed) sesuai ASTM

(Sumber : Beton Prategang, Nawy)

c) Beton Mutu Tinggi

Beton mutu tinggi menurut ACI 318 adalah yang

mempunyai kuat tekan silinder melebihi 6000 psi (41,4 MPa). Kuat

beton hingga 20.000 psi (138 MPa) saat ini mudah diperoleh dengan

cara menggunakan ukuran agregat batu maksimum 3/8 in (9,5 mm)

dan bahan pengganti sebagian semen. Kekuatan tiggi ini diperoleh

pada kontrol kualitas dan kondisi jaminan kualitas yang amat ketat.

Untuk kekuatan antara 20.000 dan 30.000 psi (138-206 MPa),

material lain harus ditambahkan kedalam campuran.

d) Angkur

Angkur pada sistem prategang terdiri dari angkur hidup dan

angkur mati. Angker mati biasa digunakan dalam prategang dengan

system pratarik, sedangkan angker hidup dilakukan penarikan

kembali jika diperlukan. Angkur sendiri memiliki fungsi untuk

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

29

menahan gaya prategang eksentrisitas yang besar saar penarikan dan

penjangkaran strand pada ujung balok.

Gambar 2. 10 – Angkur hidup dan angker mati

e) Selongsong Tendon (Duct)

Menurut RSNI T-12-2004 selongsong untuk sistem pasca

tarik harus memenuhi beberapa ketentuan sebagai berikut:

Selosong untuk tendon baja prategang harus kedap mortar

dan tidak reaktif dengan beton, baja prategang, atau bahan

grouting yang akan digunakan

Selongsong untuk tendon yang akan dilakukan grouting harus

mempunyai diameter setidaknya 6 mm lebih besar dari

diameter tendon.

Selongsong tendon yang akan dilakukan grouting harus

mempunyai luas penampang dalam minimum dua kali luas

dari tendon.

Selongsong harus dikecangkan dengan baik pada jarak-jarak

yang cukup dekat, hal ini dimaksudkan agar mencegah peralihan

selama proses pengecoran beton. Semua lubang atau bukaan pada

selongsong harus diperbaiki sebelum proses pengecoran beton.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

30

Gambar 2. 11 – Selongsong (Duct)

f) Tendon

Tendon baja prategang pada umumnya terbuat dari kawat

bawah (wire), batang baja (bar), atau kawat untai (strand). Kualitas

tendon baja prategang harus ditentukan melalui pengujian bila tidak

ada jaminan yang spesifikasi dari pabrik pembuatnya.

g) Penyambung (Coupler)

Penyambung harus dipasang pada daerah yang telah

disetujui dan dipasang sedemikian rupa, sehingga memungkinkan

terjadinya gerakan yang diperlukan. Penyambung harus dapat

mengalirkan gaya yang tidak lebih kecil dari kuat tarik pada batas

elemen yang disambung.

Gambar 2. 12 – Penyambung (coupler)

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

31

2.6 PC-I Girder

Precast Concrete I Girder (PC-I Girder) merupakan balok girder

berupa beton prategang dimana bentuk penampangnya adalah berupa

penampang I dengan penampang bagian tenngah yang lebih kecil daripada

bagian pinggir. PC-I girder merupakan girder yang memiliki berat sediri

relatif lebih kecil disbanding dengan jenis girder lainnya. Pada

pemasangannya PC-I girder di tumpu oleh pilar dan diperkuat oleh diafragma.

Untuk pekerjaan erection dapat dilakukan dengan pengankatan sendiri atau

dengan menggunakan metode launching.

Gambar 2. 13 – AASHTO PCI I-girder cross section

(sumber : Construction and Design of Prestressed Concrete Segmental Bridges, 1982)

Gambar 2. 14 - PCI-girder

(Sumber : Perhitungan Balok Prategang (PCI-Girder, Ir.M.Noer Ilham,MT)

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

32

2.7 Kehilangan Prategang

Gaya prategang awal yang diberikan ke elemen beton mengalami

reduksi yang progresif. Dengan demikian,tahapan gaya prategang perlu

ditentukan pada setiap tahap pembebanan, dari tahap transfer gaya prategang

ke beton, sampai ke berbagai tahap prategang yang terjadi pada kondisi beban

kerja, hingga mencapai ultimit. Pada akhirnya, reduksi gaya dapat

dikelompokkan menjadi sebagai berikut (Nawy, 2001) :

Kehilangan elastis segera yang terjadi pada saat proses fabrikasi atau

konstruksi, perpendekan beton secara elastis, karea pengangkeran,

dan akibat gesekan.

Kehilangan yang terjadi tergantung dari waktunya, seperti rangkak,

susut dan kehilangan karena efek temperatur dan relaksi baja, yang

dimana semuanya dapat ditentukan pada kondisi limit tegangan akibat

beban kerja di dalam elemen beton prategang.

2.7.1 Kehilangan akibat Perpendekan Elastis Beton (ES)

Menurut Nawy (2001) beton akan memendek pada saat gaya

prategang bekerja pada beton tersebut. Karena tendon yang melekat

pada beton disekitarnya juga memendek, maka tendon tersebut akan

mengalami kehilangan sebagian dari gaya prategang yang diterimanya.

Kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis beton, harus

memperhitungkan nilai modulus elastis beton pada saat transfer

tegangan, modulus elastis baja prategang, dan tegangan beton pada

titik berat baja prategang yang diakibatkan oleh gaya prategang dan

beban mati segera setelah transfer. Akibat perpendekan elastis beton

dapat dihitug sebagai berikut :

ES = 0,5 .��

���. ���� …………………………………… (2.18)

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

33

Keterangan:

0,5 = komponen struktur pasca-tarik

1,0 = komponen struktur pratarik

Es = nilai modulus elastis tendon prategang

Eci = modulus elastis beton pada saat prategang di awal

2.7.2 Kehilangan akibat Rangkak (CR)

Rangkak (creep) deformasi atau aliran akibat tegangan longitudinal

yang dimana aliran pada material tersebut terjadi di sepanjang waktu

apabila ada beban atau tegangan. Kehilangan rangkak hanya terjadi

akibat beban yang terus menerus selama riwayat pembebanan satu

elemen struktural. Menurut rumus komite ACI-ASCE untuk

menghitung kehilangan akibat rangkak adalah sebagai berikut:

∆fpCR = ����(�̅�� − ��̅��) ……………………… (2.19)

Keterangan :

KCR = 2,0 untuk struktur pratarik

= 1,60 untuk struktur pasca tarik

fcs = Tegangan di beton pada level pusat erat baja segera setelah

transfer

fcsd = Tegangan pada beton pada level pusat berat baja akibat

semua beban mati tambahan yang bekerja setelah prategang

n = rasio modulus

2.7.3 Kehilangan akibat Susut (SH)

Susut pada beton dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi

proporsi campuran, tipe agregat, tipe semen, waktu perawatan, waktu

antara akhir perawatan eksternal dan pemberian prategang, untuk

komponen struktur dan kondisi lingkungan. Ukuran dan bentuk

komponen struktur juga mempengaruhi susut, sekitar 80% dari susut

yang terjadi pada tahun pertama.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

34

Kehilangan prategang akibat susut sedikit lebih kecil karena

sebagian susut telah terjadi sebelum pemberian pascatarik. Rumus

umum untuk menghitung kehilangan prategang akibat susut adalah

sebagai berikut:

∆fpSH = 8,2 × 10��������(1 − 0,06�

�)(100 − ��) ……… (2.20)

Keterangan :

RH = kelembapan relative

V/S = rasio volume per permukaan

KSH = 1,0 (komponen struktur pratarik)

Tabel 2. 10 – Nilai KSH komponen pascatarik

Waktu dari akhir perawatan basah

hingga pemberian prategang

(Hari) 1 3 5 7 10 20 30 60

KSH 0,92 0,85 0,8 0,77 0,73 0,63 0,58 0,45 Sumber : Nawy, 2001

2.7.4 Kehilangan akibat Friksi (F)

Kehilangan prategang yang terjadi pada komponen struktur

pascatarik akibat adanya gesekan antara tendon dan beton dimana

besarnya kehilangan ini disebut dengan efek kelengkungan, dan

deviasi local dalam aliyemen tendon disebut efek wobble. Efek

kelengkungan ditetapkan terlebih dahulu kemudian hasil dari

penyimpangan alinyemen yang tak sengaja atau yang tak dapat

dihindari disebut efek wobble. Kehilangan tegangan friksi maksimum

dapat terjadi pada ujung balok jika pendongkrakan dilakukan dari satu

ujung. Sehingga kehilagan akibat adanya gesekan bervariasi secara

linier di sepanjang bentang balok dan dapat diinterpolasikan untuk

lokasi tertentu. Koefisien gesekan pada tendon pasca-tarik dari

peraturan ACI adalah sebagai berikut :

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

35

Tabel 2. 11 – Koefisien gesek kelengkungan dan wabble

Jenis Tendon Koefisien Wobble K per

foot

Koefisien Kelengkungan

µ

Tendon di selubung metal fleksibel

Tendon kawat 0,0010 - 0,0015 0,15 - 0,25

Strand 7 kawat 0,0005 - 0,0020 0,15 - 0,25

Batang mutu tinggi 0,0001 0 0,0006 0,08 -0,30

Tendon di seluruh metal yang rigid

Strand 7 kawat 0,0002 0,15 - 0,25

Tendon yang dilapisi mastic

Tendon kawat dan strand 7 kawat 0,0010 - 0,0020 0,05 - 0,15

Tendon yang dilumasi dahulu

Tendon kawat dan strand 7 kawat 0,0003 - 0,0020 0,05 - 0,15

Sumber : Nawy, 2001

Adapun persamaan untuk menghitung kehilangan, adalah sebagai

berikut :

∆fpF = ��(�� + ��)…………………………………. (2.21)

Keterangan :

α = ��

Nilai K dan L terdapat pada tabel

2.7.5 Kehilangan akibat Dudukan Angker (A)

Akibat adanya blok-blok pada angker pada saat gaya pendongkrak

ditransfer sehingga mengakibatkan kehilangan pada komponen

struktur pascatarik. Cara mudah untuk mengatasi kehilangan akibat

dudukan angker yaitu dengan memberikan kelebihan tegangan.

Umumnya besar kehilangan antara 6,35 mm dan 9,53 mm untuk

angker dua blok. Besarnya pemberian kelebihan tegangan disesuaikan

dengan kebutuhan yang sesuai dengan system pengangkeran yang

digunakan.

∆fpA = ∆�

����…………………………………. (2.22)

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

36

Keterangan :

∆A = Besar gelincir

L = Panjang tendon

EpS = Modulus kawat prategang

2.7.6 Kehilangan Gaya akibat Relaksasi Baja (RE)

Menurut Rizkia, dkk (2017) relaksasi dapat diartikan sebagai

kehilangan dari tegangan tendon secara perlahan seiring dengan waktu

dan besarnya gaya prategang yang diberikan dibawah regangan yang

konstan. Akibat relaksasi baja dapat dihitung menggunakan rumus

sebagai berikut:

∆fRE = [��� − �. (∆��� + ∆��� + ∆���)]. �…...…….. (2.23)

Keterangan :

∆fRE = Kehilangan tegangan akibat relaksasi baja prategang

C = Faktor relaksasi yang besarnya tergantung pada jenis

kawat/baja prategang

Kre = Koefisien relaksasi, berkisar antara 41 – 138 N/mm2

J = Faktor waktu, berkisar antara 0,05 – 0,15

∆fSH = Kehilangan tegangan akibat penyusutan beton

∆fCR = Kehilangan tegangan akibat rangkak (creep) beton

∆fES = Kehilangan tegangan akibat perpendekan elastis

2.8 Lintasan Tendon

Daerah sepanjang jembatan dimana titik berat dari kabel prategang

melintasi dengan membentuk lintasan lurus, lintasan dengan menaikkan kabel

prategang secara mendadak dari tengah bentang dan lintasannya naik secara

perlahan membentuk parabolik. Lintasan tendon parabolik dapat ditentukan

melalui titik kordinat dengan persamaan sebagai berikut:

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

37

Gambar 2. 15 – Layout Tendon Paraboik

(Sumber : Perhitungan Box Girder Beton Presstree, Ir.M.Noer Ilham, MT)

Yi = 4 × � ×�

�� × (� − �)…………………………………… (2.23)

Keteranngan :

Yi = Kordinat tendon yang ditinjau

Xi = Absis tendon yang ditinjau

L = Panjang bentang

f = es = tinggi parabola maksimum

2.9 Daerah Aman Tendon

Eksentrisitas tendon yang didesain diharapkan sedemikian, sehingga

tarik yang terjadi pada serat ekstrim balok hanya terbatas atau tidak ada sama

sekali di penampang yang menentukan dalam desain. Daerah aman tendon

digunakan untuk membatasi eksentrisitas pada balok sederhana. Hal ini perlu

ditetapkan untuk mengetahui apakah tarik diperkenankan dalam desain untuk

membatasi ordinat maksimum dan minimum dari selubung atas dan bawah

relatif terhadap kern atas dan bawah.

Gambar 2. 16 – Batas-batas selubung cgs

(Sumber : Beton Prategang, Nawy)

Jika MD adalah momen akibat beban mati dan MT adalah momen

total akibat semua beban transversal maka lengan dari kopel antara garis

tekan pusat (garis C) dan pusat dari garis tendon prategang (garis cgc) akibat

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

38

MD dan MT masing-masing adalah amin dan amax seperti pada gambar diatas

(Nawy, 2001). Selubung lengan cgs bawah. Lengan minimum dari kopel

adalah sebagai beriku:

amin = ��

�� …………………………………………… (2.24)

Jarak maksimum dibawah kern bawah di mana garis cgc ditentukan

sedemikian hingga garis C tidak terletak di bawah garis kern bawah, sehingga

mencegah terjadinya tegangan tarik di serat ekstrim bawah. Sehingga

ekestrisitas atas yang membatasi dalam didefinisikan dengan persamaan

berikut:

et = (���� + ��) …………………………………. (2.25)

Keterangan :

Kb = ��

��

r2 = adalah kuadrat jari-jari girasi

Ct = adalah jarak titik pusat balok terhadap garis terluar balok sebelah

atas

Selubung cgs atas. Lengan maksimum dari kopel tendon adalah:

amax = ��

�� …………………………………………… (2.26)

Jarak maksimum dibawah kern atas di mana garis cgc ditentukan

sedemikian hingga garis C tidak terletak di atas kern atas, sehingga mencegah

terjadinya tegangan tarik di serat ekstrim bawah. Sehingga ekestrisitas atas

yang membatasi dalam didefinisikan dengan persamaan berikut:

et = (����� − ��) …………………………………. (2.27)

Keterangan :

Kt = ��

��

r2 = adalah kuadrat jari-jari girasi

Cb = adalah jarak titik pusat balok terhadap garis terluar balok sebelah

atas

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

39

Gambar 2. 17 – Daerah aman kabel

(Sumber : Beton Prategang, Nawy)

2.10 Balok Ujung

Menurut Nawy (2001) dalam bukunya, pemusatan tegangan tekan

yang besar dalam arah longitudinal terjadi pada penampag tumpuan pada

segmen kecil di muka ujung balok, pada balok pratarik maupun balok

pascatarik, akibat dari gaya prategang yang besar.

Pada balok pratarik, transfer beban yang terpusat dari gaya

prategang menuju beton di sekitarnya secara gradual terjadi pada seluruh

panjang lt dari muka penampag tumpuan sampai pada dasarnya menjadi

seragam. Sedangkan pada balok pascatarik, transfer dan distribusi beban

secara gradual tidak mungkin terjadi karena gayanya bekerja secara langsug

pada muka ujung balok melalui plat tumpu dan angker. Peningkatan luas

penampang tidak bisa mencegah retak spalling atau bursting, dan tidak

mempunyai pengaruh pada pengurangan tarik transversal pada beton.

Dibawah ini merupakan ilustrasi gambar untuk zona angker tendon terlekat:

Gambar 2. 18 – Transisi menuju daerah solid di tumpuan

(Sumber : Beton Prategang, Nawy)

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

40

Gambar 2. 19 – Zona ujung dan retak spalling

(Sumber : Beton Prategang, Nawy)

Dengan demikian, perkuatan pengangkeran sangat dibutuhkan pada

daerah transfer beban dalam bentuk tulangan tertutup, Sengkang, dan alat-alat

pejangkaran yang menutupi semua prategang utama dan penulangan

longitudinal non prategang. Dalam hal balok pascatarik, perkuatan vertikal

perlu dibuat untuk mengekang kait pada posisi dekat muka ujung pada

belakang plat tumpuan.

2.11 Tulangan Geser

Kekuatan beton dalam menahan tarik jauh lebih kecil dari pada

kekuatannya terhadap tekan, maka desain untuk geser menjadi hal yang

penting pada semua jenis beton. Tulangan geser memiliki fungsi untuk

mencegah terjadinya retak diagonal pada komponen struktur prategang yang

dapat gagal secara tiba-tiba tanpa adanya peringatan sebelumnya yang

memadai, dan retak diagonal yang terjadi jauh lebih besar daripada retak pada

lentur. Umumnya tulangan geser memiliki beberapa fungsi yaitu:

Memikul sebagian gaya geser terfaktor eksternal Vu

Membatasi perambatan retak diagonal

Menahan posisi batang tulangan utama longitudinal agar dapat

memberikan pengekangan terhadap beton pada daerah tekan jika

sengkak yang digunakan adalah tipe Sengkang tertutup.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58671/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 29. · g = adalah percepatan gravitasi: 9,8 (m/detik2) RI = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas

41

Adapun persamaan yang digunakan dalam menentukan kuat geser

lentur (Vci) dan kondisi retak geser bagian badan (Vcw) adalah sebagai

berikut:

Vci = ��

������ × �� × ��� + �� +

��

�����(���)………………. (2.28)

Vcw = �0,3����� + ����� × �� × �� + ��…………………..…. (2.29)

Jarak antar Sengkang dapat dihitung menggunakan persamaan

sebagai berikut:

s = �����

���

∅����

=��∅���

���∅�� ………………………………..(2.30)

Keterangan :

f’c = kuat tekan beton

bw = lebar badan (web)

dp = jarak dari serat terluar ke titik berat tulangan prategang

Vd = gaya geser pada penampang akibat beban mati

Vi = gaya geser terfaktor pada penampang akibat beban luar

Mmax = momen maksimum terfaktor pada penampang

2.12 Lendutan Pada Jembatan

Akibat dari adanya eksentrisitas pada kabel prategang, elemen balok

prategang pada umumnya melengkung ke atas pada saat momen luar yang

bekerja masih kecil. Defleksi keatas ini disebut camber, nilai pada camber

dapat membesar ataupun mengecil dengan bertambahnya waktu. Sedangkan

beban luar yang bekerja akan menyebabkan defleksi kebawah pada balok

prategang. Besarnya lendutan dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut:

Lendutan camber akibat prategang:

a = −�����

���� ………………………………….. (2.31)

Lendutan akibat beban mati dan hidup merata:

∆ = ����

����� ……………………………………. (2.32)