bab ii tinjauan pustakaeprints.ung.ac.id/5246/5/2012-1-13201-811408035-bab2-12082012100104.pdf ·...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Umum Tentang Air
2.1.1 Pengertian Air
Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan
makhluk hidup dibumi ini. Fungsi air bagi kegidupan tidak dapat digantikan oleh
senyawa lain. Penggunaan air yang utama dan sangat vital bagi kehidupan adalah
sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air didalam
tubuh manusia itu sendiri. Menurut Notoadmojo sekitar 55-60% berat badan
orang dewasa terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65% dan utuk bayi sekitar
80% (Mulia, 2005:57).
Allafa (2008) mengemukakan bahwa air bersifat tidak berwarna, tidak
berasa dan tidak berbau pada kondisi standar. Zat kimia ini merupakan suatu
pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat
kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak
macam molekul organik. Air sering disebut sebagai pelarut universal karena air
melarutkan banyak zat kimia. Air berada dalam kesetimbangan dinamis antara
fase cair dan padat di bawah tekanan dan temperatur standar. Dalam bentuk ion,
air dapat dideskripsikan sebagai sebuah Ion Hidrogen (H+) yang berasosiasi
(berikatan) dengan sebuah Ion Hidroksida (OH-) (dalam Putra, 2010 )
Selanjutnya Kusnuputro (2010) mengemukakan bahwa yang dimaksud
dengan air adalah air tawar yang tidak termasuk salju dan es. Di Indonesia jumlah
dan pemakaian air bersumber pada air tanah, air permukaan, dan air atmosfer,
yang ketersediaannya sangat ditentukan oleh air atmosfer atau sering dikenal
dengan air hujan.
2.1.2 Macam Sumber Air
Untuk keperluan air minum, rumah tangga dan industri, secara umum
dapat digunakan sumber air yang berasal dari air sungai, mata air, danau, sumur,
dan air hujan yang telah dihilangkan zat-zat kimianya, gas racun, atau kuman-
kuman yang berbahaya bagi kesehatan. Menurut Sutrisno (2010:12-15) Sumber
air yang dapat kita manfaatkan pada dasarnya digolongkan sebagai berikut :
1. Air laut
Air laut mempunyai sifat asin, karena mengandung NaCl. Kadar garam
NaCl dalam air laut mencapai 3%. Demikian keadaan ini maka air laut tidak
memenuhi syarat untuk digunakan sebagai air minum.
2 Air Hujan/ Air Atmosfir
Dalam keadaan murni, air hujan sangat bersih, akan tetapi karena adanya
pengotoran udara yang disebabkan oleh kotoran-kotoran asap industri, debu dan
sebagainya. Maka untuk menjadikan air hujan sebagai air minum hendaknya pada
waktu menampung sebaiknya jangan dimulai pada saat hujan mulai turun, karena
masih mengandung banyak kotoran. Selain itu air hujan mempunyai sifat agresif
terutama pad pipa-pipa penyalur maupun bak-bak reservoir, sehingga hal ini dapat
mempercepat terjadinya korosi (pengkaratan). Air hujan juga mempunyai sifat
lunak sehingga akan boros terhadap pemakaian sabun.
3. Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir dipermukaaan bumi. Pada
umumnya air permukan ini akan mendapatkan pengotoran selama pengalirannya,
misalnya lumpur, batang-batang kayu, daun- daun, kotoran industry kota dan
sebagainya. Air permukaan ada dua macam yaitu :
a. Air sungai
Dalam penggunaannya sebagai air minum haruslah mengalami pengolahan
yang sempurna, mengingat air sungai ini pada umumnya mempunyai derajat
pengotoran yang tinggi sekali. Debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan air
minum pada umumnya dapat mencukupi.
b. Air rawa/ danau
Kebanyakan air rawa ini berwarna disebabkan oleh adanya zat-zat organis
yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang
menyebabkan air berwarna uning coklat. Dengan adanya pembusukan kadar zat
organis tinggi, maka umumnya kadar Fe dan Mn juga akan tinggi dan dalam
keadaan kelarutan O2 kurang sekali (anaerob), maka unsure-unsur Fe dan Mn
akan larut. Pada permukaan air akan tumbuh (algae) karena adanya sinar matahari
dan O2.
4. Air tanah
Air tanah sendiri terbagi menjadi tiga jenis yaitu :
a. Air Tanah Dangkal
Terjadi karena daya proses peresapan air permukaan tanah, lumpur akan
tertahan demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih
tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena
melalui lapisan tanah yang mempunyai unsure-unsur kimia tertentu untuk masing-
masing lapisan tanah. Air tanah dangkal akan terdapat pada kedalaman 15 meter.
b. Air Tanah Dalam
Terdapat pada lapisan rapat air pertama dan untuk memperolehnya harus
digunakan bor dan memasukan pipa kedalaman hingga 100-300 meter. Ditinjau
dari segi kualitas pada umumnya lebih baik dari air tanah dangkal, sedangkan
kuantitasnya mencukupi tergantung pada keadaan tanah dan sedikit dipengaruhi
oleh perubahan musim.
c. Mata air
Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan
tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh
musim kualitasnya sama dengan kualitas air dalam. Berdasarkan cara keluarnya
dari dalam tanah, mata air terbagi atas:
- Rembesan, dimana air keluar dari lereng-lereng bukit atau pegunungan.
- Umbul, dimana air keluar ke permukaan tanah pada suatu dataran.
2.1.3 Pencemaran Air
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.20 tahun 1990 “pencemaran
air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau
komponen lain kedalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun
sampai ketingkat tertentu yang membahayakan , yang mengakibatkan air tidak
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya” (Mukono, 2000:18).
Peraturan Pemerintah RI No.82 tahun 2001 menyebutkan “pencemaran air
adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau
komponen lain kedalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan
manusia, sehingga kualitas air turun ketingkat tertentu yang menyebabkan air
tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukkannya” ( Mulia, 2005:46)
Di Indonesia, peruntukkan badan air/air sungai menurut kegunaannya
ditetapkan oleh Gubernur. Peraturan Pemerintah RI No,20 tahun 1990
mengelompokkan kualitas air menjadi beberapa golongan menurut
peruntukkannya. (dalam Mulia, 2005:46-47) adapun penggolongan air menurut
peruntukkannya adalah sebagai berikut :
Golongan A : air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung
tanpa pengolahan terlebih dahulu.
Golongan B : air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum
Golongan C : air yang dapat dipergunakan untuk keperluan perikanan dan
peternakan
Golongan D : air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, usaha
diperkotaan, industri dan pembangkit listrik tenaga air.
Menurut definisi diatas, bila suatu sumber air yang termasuk dalam
golongan B (air yang dapt digunakan sebagai air baku air minum) mengalami
pencemaran yang berasal dari air limbah suatu industri sehingga tidak dapat lagi
sdimanfaatkan untuk air baku air minum, maka dikatakan sumber air tersebut
telah tercemar.
Mukono (2000 : 19-20) mengemukakan bahwa faktor – faktor yang
mempengaruhi pencemaran air baku adalah sebagai berikut :
1. Mikroorganisme
Salah satu indikator bahwa air tercemar adalah adanya mikroorganisme
pathogen dan non pathogen didalamnya. Danau/sungai yang
terkontaminasi/tercemar mempunyai spesies mikroorganisme yang berlainan dari
air yang bersih. Air yang tercemar umumnya mempunyai kadar bahan organik
yang tinggi sehingga pada umunya banyak mengandung mikroorganisme
heterotropik.
2. Curah Hujan
Curah hujan disuatu daerah akan menentukan volume dari badan air dalam
rangka mempertahankan efek pencemaran terhadap setiap bahan buangan
didalamnya (deluting effects). Curah hujan yang cukup tinggi sepanjang musim
dapat lebih mengencerkan air yang tercemar.
3. Kecepatan Aliran Air (Stream Flow)
Bila suatu badan air memiliki aliran yang cepat, maka keadaan itu dapat
memperkecil kemungkinan timbulnya pencemaran air karena bahan polutan
dalam air akan lebih cepat terdispensi.
4. Kualitas Tanah
Kualitas tanah (pasir atau lempung) juga mempengaruhi pencemaran air, ini
berkaitan dengan pencemaran tanah yang terjadi di dekat sumber air. Beberapa
sumber pencemaran tanah dapat berupa bahan beracun seperti pestisida, herbisida,
logam berat dan sejenisnya serta penimbunan sampah secara besar – besaran.
2.2 Sarana Air Bersih
2.2.1 Sumur
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1985 “sumur
gali adalah satu konstruksi sumur yang paling umum dan meluas dipergunakan
untuk mengambil air tanah bagi masyarakat kecil dan rumah- rumah perorangan
sebagai air minum dengan kedalaman 7-10 meter dari permukaan tanah. Keadaan
konstruksi dan cara pengambilan air sumur pun dapat merupakan sumber
kontaminasi, misalnya sumur dengan konstruksi terbuka dan pengambilan air
dengan timba. Sumur dianggap mempunyai tingkat perlindungan sanitasi yang
baik, bila tidak terdapat kontak langsung antara manusia dengan air di dalam
sumur “ (dalam Putra, 2010).
Menurut Entjang (2000) bahwa Sumur gali ada yang memakai pompa dan
yang tidak memakai pompa. Syarat konstruksi pada sumur gali tanpa pompa
meliputi dinding sumur, bibir sumur, lantai sumur, serta jarak dengan sumber
pencemar. Sumur gali sehat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) Syarat Lokasi atau Jarak
Agar sumur terhindar dari pencemaran maka harus diperhatikan adalah
jarak sumur dengan jamban, lubang galian untuk air limbah, dan sumber-sumber
pengotoran lainnya. Jarak sumur minimal 10 meter dan lebih tinggi dari sumber
pencemaran seperti kakus, kandang ternak, tempat sampah, dan sebagainya
(Chandra,2007 dalam Putra, 2010).
Untuk jenis tanah gembur jarak sumur dari sumber pencemar seperti
kakus, kandang ternak, tempat sampah, dan sebagainya yaitu minimal 10 meter,
untuk jenis tanah berpasir minimal 15 meter dan untuk jenis tanah liat jaraknya
dari sumber pencemar yaitu minimal 7.5 meter.
2) Dinding Sumur Gali
a) Jarak kedalaman 3 meter dari permukaan tanah, dinding sumur gali harus
terbuat dari tembok yang kedap air (disemen). Hal tersebut dimaksudkan
agar tidak terjadi perembesan air/pencemaran oleh bakteri dengan
karakteristik habitat hidup pada jarak tersebut. Selanjutnya pada
kedalaman 1,5 meter dinding berikutnya terbuat dari pasangan batu bata
tanpa semen, sebagai bidang perembesan dan penguat dinding sumur
(Entjang, 2000:78).
b) Pada kedalaman 3 meter dari permukaan tanah, dinding sumur harus
dibuat dari tembok yang tidak tembus air, agar perembesan air permukaan
yang telah tercemar tidak terjadi. Kedalaman 3 meter diambil karena
bakteri pada umumnya tidak dapat hidup lagi pada kedalaman tersebut.
Kira-kira 1,5 meter berikutnya ke bawah, dinding ini tidak dibuat tembok
yang tidak disemen, tujuannya lebih untuk mencegah runtuhnya tanah (
Azwar, 1995 dalam Putra , 2010).
3) Bibir sumur gali
Untuk keperluan bibir sumur ini terdapat beberapa pendapat antara lain :
a) Di atas tanah dibuat tembok yang kedap air setinggi minimal 70 cm untuk
mencegah pengotoran dari air permukaan karena aktifitas di sekitar sumur
serta untuk aspek keselamatan (Entjang, 2000 :78).
b) Tinggi dinding sumur di atas permukaan tanah kira-kira 70 cm, atau lebih
tinggi dari permukaan air banjir, apabila daerah tersebut adalah daerah
banjir (Machfoedz, 2004 dalam Putra, 2010).
4) Lantai Sumur Gali
Beberapa pendapat konstruksi lantai sumur antara lain :
a) Lantai sumur dibuat dari tembok yang kedap air dengan ± 1,5 m dari
dinding sumur. Dibuat agak miring dan ditinggikan 20 cm di atas
permukaan tanah, bentuknya bulat atau segi empat. Hal dimaksudkan agar
air permukaan yang berasal dari adanya aktifitas di sekitar sumur seperti
mandi mencuci dan sebagainya dapat mengalir saluran pembuangan
sehingga tidak merembes kedalam tanah dan mencemari air sumur
(Entjang, 2000:80).
b) Tanah di sekitar tembok sumur atas disemen dan tanahnya dibuat miring
dengan tepinya dibuat saluran. Lebar semen di sekeliling sumur kira-kira
1,5 meter, agar air permukaan tidak masuk (Azwar, 1995 dalam Putra,
2010).
5) Saluran Pembuangan Air Limbah
Saluran Pembuangan Air Limbah dari sekitar sumur dibuat dari tembok
yang kedap air dan panjangnya sekurang-kurangnya 10 m dan dihubungkan
langsung dengan lantai sumur untuk dapat mengalirkan air kotor yang berasal dari
aktfitas di sekitar sumur dapat dialirkan melalui saluran air limbah tersebut.
Sedangkan pada sumur gali yang dilengkapi pompa, pada dasarnya pembuatannya
sama dengan sumur gali tanpa pompa, tapi air sumur diambil dengan
mempergunakan pompa. Kelebihan jenis sumur ini adalah kemungkinan untuk
terjadinya pengotoran akan lebih sedikit disebabkan kondisi sumur selalu tertutup
(Entjang, 2000:78).
Penentuan persyaratan dari sumur gali didasarkan pada hal-hal sebagai
berikut:
a. Kemampuan hidup bakteri patogen selama 3 hari dan perjalanan air dalam
tanah 3 meter/hari.
b. Kemampuan bakteri patogen menembus tanah secara vertical sedalam 3
meter.
c. Kemampuan bakteri patogen menembus tanah secara horizontal sejauh 1
meter.
d. Kemungkinan terjadinya kontaminasi pada saat sumur digunakan maupun
sedan tidak digunakan.
e. Kemungkinan runtuhnya tanah dinding sumur.
Sementara sumur dengan cara pengeboran, lapisan air tanah yang lebih
dalam ataupun lapisan tanah yang jauh dari tanah permukaan dapat dicapai
sehingga sedikit dipengaruhi kontaminasi. Umumnya air ini bebas dari pengotoran
mikrobiologi dan secara langsung dapat dipergunakan sebagai air minum. Air
tanah ini dapat diambil dengan pompa tangan maupun pompa mesin (Depkes RI,
1985).
2.2.2. Perlindungan Mata Air
Perlindungan mata air adalah suatu bangunan penangkap mata air yang
menampung/menangkup air dari mata air. Walaupun mata air biasanya berasal
dari air tanah yang terlindung, ada kemungkinan terjadi kontaminasi pada tempat
penangkapan juga kontaminasi langsung terhadap mata air yang disebabkan oleh
manusia atau binatang, harus dicegah melalui bangunan perlindungan.
2.2.3. Penampungan Air Hujan
Penampungan air hujan untuk penyediaan air minum/air bersih biasanya
memanfaatkan suatu permukaan yang luas seperti atap rumah yang miring ke arah
talang yang menampung air hujan dan disalurkan ke dalam suatu tangki reservoir
(PAH). Hujan pertama biasanya membawa kotoran yang ada pada atap, sehingga
tidak dialirkan ke penampungan.
2.3 Kualitas Air
Dengan adanya standard kualitas air, orang dapat mengukur kualitas dari
berbagai macam air. Setiap jenis air dapat diukur konsentrasi kandungan unsur
yang tercantum didalam standard kualitas, dengan demikian dapat diketahui syarat
kualitasnya, dengan kata lain standard kualitas dapat digunakan sebagai tolak
ukur. Berdasarkan Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990 air minum
yang aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis,
kimiawi dan radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan parameter
tambahan (dalam Febrian, 2008).
Demikian pula halnya dengan air yang digunakan sebagai kebutuhan air
bersihsehari-hari, sebaiknya air tersebut tidak berwarna, tidak berasa, tidak
berbau, jernih, dan mempunyai suhu yang sesuai dengan standard yang ditetapkan
sehingga menimbulkan rasa nyaman. Jika salah satu dari syarat tersebut tidak
terpenuhi maka besar kemungkinan air itu tidak sehat karena mengandung
beberapa zat kimia, mineral, ataupun zat organis/biologis yang dapat mengubah
warna, rasa, bau, dan kejernihan air (Pitojo, 2002:22).
Peraturan menyatakan bahwa air yang layak dikonsumsi dan digunakan
dalam kehidupan sehari- hari adalah air yang mempunyai kualitas yang baik
sebagai sumber air minum maupun air baku (air bersih), antara lain harus
memenuhi persyaratan secara Fisik, Kimia dan Bakteriologis.
Air bersih menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
416/Menkes/per/IX/1990 diharuskan memenuhi persyaratan sebagai berikut.
Tabel 2.1
Syarat Fisik Air Bersih menurut Permenkes RI No.
416/MENKES/PER/IX/1990
No Parameter Satuan Kadar maksimum yang
diperbolehkan
Keterangan
A.
1.
2..
3.
4. 5.
6.
Fisika
Bau
Jumlah zat padat (TDS) Kekeruhan
Rasa
Suhu Warna
-
mg/L
Skala NTU
- °C
Skala TCU
1.500
25
- Suhu udara ± 3°C
50
Tidak berbau
Tidak berasa
B.
a.
1.
2. 3.
Kimia
Kimia anorganik
Air raksa
Arsen Besi
mg/L
mg/L mg/L
0,001
0,05 1,0
4.
5.
Flourida
Cadmium
mg/L
mg/L
1,5
0,005
No Parameter Satuan Kadar maksimum yang
diperbolehkan
Keterangan
6.
7. 8.
9.
10. 11.
12.
b.
1.
2.
3. 4.
5. 6.
7.
8. 9.
10.
11. 12.
13.
Kesadahan CaCo3
Khlorida Kromium valensi 6
Mangan
Nitrat, sebagai N Nitrit, sebagai N
pH
Kimia organik Aldrin dan Dieldrin
Benzene
Benzo(a) pyrene Chlordane (total isomer)
Chloroform
2,4 D DDT
Detergen
1,2 Dichloroethene 1,1 Dichloroethene
Heptachlor epoxide
Hexachlorbenzene Gamma HCH (Lindane)
Methoxychlo
mg/L
mg/L mg/L
mg/L
mg/L mg/L
…..
mg/L
mg/L
mg/L mg/L
mg/L mg/L
mg/L
mg/L mg/L
mg/L
mg/L mg/L
mg/l
500
600 0,05
0,5
10 10
6,5-9,0
0,0007
0,01
0,00001 0,007
0,03 0,10
0,03
0,5 0,01
0,0003
0,003 0,00001
0,004
Air hujan pH
minimum 5,5
No Parameter Satuan Kadar maksimum yang
diperbolehkan
Keterangan
15.
16.
17.
18.
Pentachlorophenol
Pestisida total
3,4,6- Trichlorephenol
Zat oraganik
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
0,01
0,10
0,01
10
C.
1.
Mikrobiologik
Total Coliform (MPM)
jumlah per 100 ml
Jumlah per 100 ml
50
10
Bukan air perpiaan Air perpipaan
Sumber : Pitojo, 2002 :22-25
2.4 Bakteri Escherichia Coli sebagai indikator
E. coli adalah salah satu bakteri yang tergolong Coliform. Air minum tidak
boleh terlalu banyak mengandung bakteri, karena akan mengganggu kesehatan,
oleh karena itu diperlukan pemeriksaan kualitas air dengan menggunakan E. coli
sebagai indikator . Seperti kita ketahui bakteri E. coli merupakan organisme yang
normal terdapat dalam usus manusia sehingga keberadaannya bukan merupakan
masalah dalam jumlah normal. Namun, dalam jumlah yang banyak beberapa
strain tertentu dari bakteri ini dapat menimbulkan penyakit seperti diare atau
muntaber bila telah melebihi jumlah normalnya. (Arivin, 2010).
Terdapatnya bakteri coliform dalam air minum dan makanan dapat menjadi
indikasi kemungkinan besar adanya organisme patogen lainnya. Bakteri coliform
dibedakan menjadi 2 tipe yatiu fecal coliform dan non–fecal coliform. E. coli
adalah bagian dari fecal coliform.
Keberadaan E. coli dalam air dapat menjadi indikator adanya pencemaran
oleh air tinja. Bakteri-bakteri ini apabila ditemukan di dalam sampel air maka air
tersebut mengandung bakteri patogen, sebaliknya bila sampel air tidak
mengandung bakteri-bakteri ini berarti tidak ada pencemaran oleh tinja manusia
dan hewan, menunjukkan bahwa ia bebas dari bakteri pathogen (Pitojo,2002 : 25).
E. coli digunakan sebagai indikator pemeriksaan kualitas bakteriologis
secara universal dan analisi dengan alasan ;
a) E. coli secara normal hanya ditemukan di saluran pencernaan manusia
atau hewan mamalia, atau bahan yang telah terkontaminasi dengan tinja
manusia atau hewan , jarang sekali ditemukan dalam air dengan kualitas
kebersihan yang tinggi.
b) E.coli mudah diperiksa di laboratorium dan sensivitasnya tinggi jika
pemeriksaan dilakukan dengan benar.
c) Bila dalam air tersebut ditemukan E. coli, maka air tersebut dianggap
berbahaya bagi penggunaan domestik.
d) Ada kemungkinan bakteri enterik patogen yang lain dapat ditemukan
bersama–sama dengan E. coli dalam air tersebut.
Bakteri Streptococcus faecalis dan Clostridium perifringen jarang
digunakan sebagai bakteri indikator. E. coli jika masuk kedalam saluran
pencernaan dalam jumlah banyak dapat membahayakan kesehatan. Walaupun E.
coli merupakan bagian dari mikroba normal saluran pencernaan, tapi saat ini telah
terbukti bahwa galur-galur tertentu mampu menyebabkan gastroeritris taraf
sedang hingga parah pada manusia dan hewan. E. coli dapat menyebabkan
penyakit diare karena :
a. Produksi enterotoksin yang secara tidak langsung menyebabkan
kehilangan cairan.
b. Invasi yang sebenarnya lapisan epitelium dinding usus yang menyebabkan
peradangan dan kehilangan cairan.
Bakteri-bakteri ini apabila ditemukan di dalam sampel air maka air
tersebut mengandung bakteri patogen, sebaliknya bila sampel air tidak
mengandung bakteri-bakteri ini berarti tidak ada pencemaran oleh tinja manusia
dan hewan, menunjukkan bahwa ia bebas dari bakteri pathogen (Fajar, 2008 :27).
2.5 Penyebaran Bakteri Eschercia coli Ditanah
Air limbah yang mencemari tanah dalam perjalanannya akan mengalami
peristiwa fisik mekanik, kimia, dan biologis. Peristiwa fisik mekanik yang terjadi
karena adanya distribusi larutan yang mengalir melalui pori-pori tanah yang tidak
seragam sehingga terjadi efek penahanan oleh zat-zat padat dan pengendapan
partikel-partikel padat karena gaya berat. Peristiwa kimia terjadi penyebaran
molekuler yang dihasilkan dari potensi kimia, sedangkan proses biologis terjadi
pada bahan pencemar organik yang diuraikan oleh bakteri pembusuk.
Menurut Djajadiningrat, 2000. Pada prinsipnya penyebaran
mikroorganisme dan bahan Chemist terhadap air tanah dari suatu tempat ke
tempat lain di sekitar badan air pencemar, sebagai berikut :
1. Penyebaran bakteri atau kuman-kuman dalam tanah hanya mampu seluas
11 meter (5+6 m), oleh karenanya jarak antara sumber air (sumur) dengan
Septictank harus minimal 12 meter.
2. Bahkan dengan kontak langsung melalui groundwater yang baik, maka
jangkauan penyebaran maksimum dari E. coli mencapai 10,7 meter.
3. Bila ekstreta dalam sumur itu membeku karena tidak memperoleh air atau
tidak bercampur air, maka biochemical action dan penyebaraan dari
kuman- kuman berkurang
4. Untuk Septictank yang tidak berhubungan dengan groundwater,
didapatkan hasil-hasil pengamatan sebagai berikut:
a. Bahwa E. coli tidak dapat menyebar 1.52 meter dari sumber
pencemar
b. Bila permukaan air tanah berada 3,66–4,57 meter dibawah dasar
Septictank, maka kemampuan penyebaran E. coli hanya 0,305 meter
dari Septictank.
Dengan catatan semua diasumsikan bahwa kecepatan air tanah adalah 1-3
meter/hari. Mengingat limbah cair rumah tangga kaya akan zat organik, maka jika
debitnya cukup besar, maka tingkat penetrasi di dalam tanah akan mencapai jarak
yang cukup jauh, sehingga berpotensi untuk mencemari air tanah / air sumur
(dalam Febrian. 2008).
2.6 Kerangka Berfikir
2.6.1 Kerangka Teori
Sumber air bersih dari sumur gali merupakan salah satu sumber air yang
paling mudah mendapaïkan pencemaran dan pengotoran yang berasal dari luar
terutama jika kondisi sumur gali tidak mendukung syarat kesehatan. Dimana
Konstruksi Sumur :
1. Memiliki dinding /
cincin
2. Memiliki bibir
3. Memiliki lantai kedap
air
4. Memiliki SPAL
5. Jarak dengan
sumber pencemar
Jumlah bakteri
E.coli meningkat
Kualitas sumber
air bersih tercemar
Konsumsi air
bersih tercemar
Dampak kesehatan
Akibat konsumsi air
bersih tercemar E. coli
PENYAKIT:
kulit,
diare, dll
Penularan penyakit
melalui air tercemar
keadaan sumur yang buruk baik itu dari lokasinya seperti jarak terhadap sumber
pencemar maupun konstruksinya dapat mengakibatkan risiko pencemaran pada
sumber air, sehingga akan berdampak terhadap kualitas air yang menurun dan
tidak memenuhi syarat kesehatan baik syarat fisik, kimia maupun mikrobiologi.
Namun pencemaran yang paling sering terjadi terkait dengan syarat sumur gali
baik itu konstruksi maupun lokasinya yaitu adanya pencemaran oleh bakteri-
bakteri penyebab penyakit (Joeharno, 2006).
Kondisi lokasi dan konstruksi sumur gali yang tidak memenuhi syarat
dapat meningkatkan risiko pencemaran sumber air bersih, keadaan yang tidak
memenuhi persyaratan minimal menandakan adanya risiko kontaminasi sumber
air bersìh oleh pencemar, semakin banyak parameter lokasi dan konstruksi sumur
gali yang tidak memenuhi persyaratan akan semakin tinggi tingkat risiko
pencemaran, maka semakin banyak kemungkinan kontaminasi yang berasal dari
sekitar sumber sehingga dapat menurunkan kualitas air.
Tingkat risiko pencemaran sumber air bersih ditentukan dari adanya
kontaminasi zat pencemar ke dalam sumber air bersih. Sumber pencemar tersebut
dapat berasal dari pencemaran air limbah, kotoran, sampah maupun pencemar
1ain, juga dilihat dari aspek konstruksi maupun lokasi sarana sumber air bersih.
Semakin banyak aspek yang tidak memenuhi syarat maka semakin tinggi tíngkat
risiko pencemaran air yang berarti semakin banyak kemungkinan zat pencemar
masuk ke dalam sumber air sehingga pada akhimya dapat menurunkan kualitas
air. Sumber air yang memiliki risiko pencemaran yang tinggj akan menurunkan
kualitas, hal ini dapat diketahui melalui pemeriksaan kualiïas air. Kualitas
mikrobiologis yang tidak memenuhi syarat berdampak besar terhadap penularan
penyakít yang ditularkan melalui air (Prajawati, 2008).
2.6.2 Kerangka Konsep
Adapun kerangka Konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar
berikut:
Keterangan :
: Variabel bebas
: Variabel terikat
Keadaan Fisik ( Konstruksi ) Sumur
Gali ( SGL )
Dinding/ Cincin Sumur
Bibir sumur
Lantai sumur
Jarak dengan sumber
pencemar
Kandungan Bakteri
Eschercia coli
( Jumlah E coli)
S P A L
Didalam kerangka konsep penelitian ini terdapat 2 variabel yang diteliti
yaitu variabel bebas (Independen) yaitu Konstruksi Sumur Gali (SGL) ditinjau
dari aspek dinding, lantai, jarak dengan sumber pencemar, dan bibir sumur yang
mempengaruhi variabel terikat (Dependen) yaitu jumlah bakteri E.coli pada air
yang nantinya pada analisis data dapat dilihat apakah terdapat pengaruh
konstruksi sumur gali dari aspek dinding, lantai, jarak dengan sumber pencemar,
bibir sumur dan SPAL terhadap jumlah bakteri E.coli yang terkandung dalam air
sumur gali.
2.7 Hipotesis
2.7.1 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangkan konsep diatas dalam penelitian ini penyusun
mengajukan hipotesis sebagai berikut:
b. Hipotesis Nol ( H0 ):
1. Tidak ada pengaruh kontruksi sumur gali ditinjau dari aspek
dinding sumur terhadap kandungan bakteri E. coli pada air di
Desa Dopalak Kecamatan Paleleh.
2. Tidak ada pengaruh kontruksi sumur gali ditinjau dari aspek tinggi
bibir sumur terhadap kandungan bakteri E. coli pada air di Desa
Dopalak Kecamatan Paleleh.
3. Tidak ada pengaruh kontruksi sumur gali ditinjau dari aspek lantai
kedap air terhadap kandungan bakteri E. coli pada air di Desa
Dopalak Kecamatan Paleleh.
4. Tidak ada pengaruh kontruksi sumur gali ditinjau dari aspek
SPAL terhadap kandungan bakteri E. coli pada air di Desa
Dopalak Kecamatan Paleleh.
5. Tidak ada pengaruh kontruksi sumur gali ditinjau dari aspek jarak
sumur dengan sumber pencemar terhadap kandungan bakteri E.
coli pada air di Desa Dopalak Kecamatan Paleleh.
b. Hipotesis Altenatif ( Ha ) :
1. Ada pengaruh kontruksi sumur gali ditinjau dari aspek dinding
sumur terhadap kandungan bakteri E. coli pada air di Desa
Dopalak Kecamatan Paleleh.
2. Ada pengaruh kontruksi sumur gali ditinjau dari aspek tinggi bibir
sumur terhadap kandungan bakteri E. coli pada air di Desa
Dopalak Kecamatan Paleleh.
3. Ada pengaruh kontruksi sumur gali ditinjau dari aspek lantai kedap
air terhadap kandungan bakteri E. coli pada air di Desa Dopalak
Kecamatan Paleleh.
4. Ada pengaruh kontruksi sumur gali ditinjau dari aspek SPAL
terhadap kandungan bakteri E. coli pada air di Desa Dopalak
Kecamatan Paleleh.
5. Ada pengaruh kontruksi sumur gali ditinjau dari aspek jarak sumur
dengan sumber pencemar terhadap kandungan bakteri E. coli pada
air di Desa Dopalak Kecamatan Paleleh