bab ii tinajauan pustaka_ipb _mengenai asi

12
  5 TINJAUAN PUSTAKA  Ai r Su su Ibu (ASI)  ASI merupakan makanan yang higienis, murah, mudah diberikan, dan sudah tersedia bagi bayi. ASI menjadi satu-satunya makanan yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan pertama hidupnya agar menjadi bayi yang sehat. Komposisinya yang dinamis dan sesuai dengan kebutuhan bayi menjadikan ASI sebagai asupan gizi yang optimal bagi bayi. ASI dan plasma memiliki konsentrasi ion yang sama sehingga bayi tidak memerlukan cairan atau makanan tambahan (Brown et al. 2005). ASI memiliki semua unsur-unsur yang memenuhi kebutuhan bayi akan gizi selama periode sekitar 6 bulan, kecuali jika ibu megalami keadaan gizi kurang yang berat atau gangguan kesehatan lain. Komposisi ASI akan berubah sejalan dengan kebutuhan bayi (Gibney et al. 2005).  ASI lebih unggul dibandingk an makanan lain untuk bayi seperti susu formula, karena kandungan protein pada ASI lebih rendah dibandingkan pada susu sapi sehingga tidak memberatkan kerja ginjal, jenis proteinnya pun mudah dicerna. Selain itu, ASI mengandung lemak dalam bentuk asam amino esensial, asam lemak jenuh, trigliserida rantai sedang, dan kolesterol dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan bayi (Brown et al. 2005). Perbandinga n ko ntribusi energi dari zat gizi makro pada ASI dan formula lain disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Kontribusi energi dari z at giz i makr o pa da ASI dan formula lain Zat Gizi Makro  ASI (kalori) Formula Susu Sapi (kalori) Formula Susu Kedelai (kalori) Protein 7% 9-12% 11-13% Karbohidrat 38% 41-43% 39-45% Lemak 55% 48-50% 45-49% sumber: Brown et al. 2005 Manfaat ASI Pemberian ASI merupakan praktek yang unik karena bukan hanya memberikan asupan gizi yang memadai bagi bayi, tetapi juga asuhan psikososial melalui pembentukan ikatan kasih sayang dengan ibu (Gibney et al. 2005). Bayi yang diberi ASI mendapat kasih sayang dari ibu karena dekapannya. Kekuatan ikatan antara ibu dan bayi menyebabkan emosi ibu menjadi baik sehingga mampu meningkatkan produksi oksitosin yang merangsang kelenjar-kelenjar payudara untuk berkontraksi mengeluar kan ASI (Paath, Yuyum & Heryati 2004). Keberadaan antibodi dan sel-sel makrofag pada ASI memberikan perlindung an pada bayi terhadap jenis-jenis infeksi tertentu seperti infeksi saluran

Upload: dhitaindahro4755

Post on 12-Jul-2015

69 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Tinajauan Pustaka_IPB _mengenai ASI

5/12/2018 BAB II Tinajauan Pustaka_IPB _mengenai ASI - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinajauan-pustakaipb-mengenai-asi 1/12

 

  5

TINJAUAN PUSTAKA

Air Susu Ibu (ASI)

ASI merupakan makanan yang higienis, murah, mudah diberikan, dan

sudah tersedia bagi bayi. ASI menjadi satu-satunya makanan yang dibutuhkan

bayi selama 6 bulan pertama hidupnya agar menjadi bayi yang sehat.

Komposisinya yang dinamis dan sesuai dengan kebutuhan bayi menjadikan ASI

sebagai asupan gizi yang optimal bagi bayi. ASI dan plasma memiliki konsentrasi

ion yang sama sehingga bayi tidak memerlukan cairan atau makanan tambahan

(Brown et al . 2005). ASI memiliki semua unsur-unsur yang memenuhi kebutuhan

bayi akan gizi selama periode sekitar 6 bulan, kecuali jika ibu megalami keadaan

gizi kurang yang berat atau gangguan kesehatan lain. Komposisi ASI akan

berubah sejalan dengan kebutuhan bayi (Gibney et al . 2005).

ASI lebih unggul dibandingkan makanan lain untuk bayi seperti susu

formula, karena kandungan protein pada ASI lebih rendah dibandingkan pada

susu sapi sehingga tidak memberatkan kerja ginjal, jenis proteinnya pun mudah

dicerna. Selain itu, ASI mengandung lemak dalam bentuk asam amino esensial,

asam lemak jenuh, trigliserida rantai sedang, dan kolesterol dalam jumlah yang

mencukupi kebutuhan bayi (Brown et al. 2005). Perbandingan kontribusi energi

dari zat gizi makro pada ASI dan formula lain disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kontribusi energi dari zat gizi makro pada ASI dan formula lain

Zat Gizi MakroASI

(kalori)Formula Susu Sapi

(kalori)Formula Susu Kedelai

(kalori)

Protein 7% 9-12% 11-13%Karbohidrat 38% 41-43% 39-45%Lemak 55% 48-50% 45-49%

sumber: Brown et al. 2005 

Manfaat ASI

Pemberian ASI merupakan praktek yang unik karena bukan hanya

memberikan asupan gizi yang memadai bagi bayi, tetapi juga asuhan psikososial

melalui pembentukan ikatan kasih sayang dengan ibu (Gibney et al . 2005). Bayi

yang diberi ASI mendapat kasih sayang dari ibu karena dekapannya. Kekuatan

ikatan antara ibu dan bayi menyebabkan emosi ibu menjadi baik sehingga

mampu meningkatkan produksi oksitosin yang merangsang kelenjar-kelenjar 

payudara untuk berkontraksi mengeluarkan ASI (Paath, Yuyum & Heryati 2004).

Keberadaan antibodi dan sel-sel makrofag pada ASI memberikan

perlindungan pada bayi terhadap jenis-jenis infeksi tertentu seperti infeksi saluran

Page 2: BAB II Tinajauan Pustaka_IPB _mengenai ASI

5/12/2018 BAB II Tinajauan Pustaka_IPB _mengenai ASI - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinajauan-pustakaipb-mengenai-asi 2/12

 

  6

pernafasan (Chantry, Howard & Auinger 2006), diare (Arifeen et al . 2001) dan

infeksi gastrointestinal (Fawtrell et al . 2007). Selain itu, penelitian Singhal et al. 

(2002) yang diacu dalam American Academy of Pediatric  (2005) membuktikan

bahwa pemberian ASI dapat menurunkan sindrom kematian bayi di tahun

pertama kehidupannya serta mencegah bayi terkena penyakit tertentu seperti

diabetes dan obesitas. Penelitian lain juga telah membuktikan bahwa pemberian

ASI meningkatkan perkembangan kognitif bayi dan meningkatkan IQ (Jacobson,

Chiodo & Jacobson 1999).

Pemberian ASI eksklusif juga memberikan keuntungan bagi ibu.

Pemberian ASI sedini mungkin dapat mengurangi pendarahan akibat melahirkan.

Ibu yang memberikan ASI juga memiliki resiko yang lebih kecil terkena kanker 

payudara (Tryggvadóttir  et al . 2001), kanker ovarium, dan osteoporosis.

Keuntungan lain bagi ibu adalah dengan menyusui bayinya maka penurunan

berat badan lebih cepat sehingga dapat kembali ke berat badan sebelum hamil

(Labbok 2001 dalam American Academy of Pediatric 2005).

Keuntungan pemberian ASI eksklusif tidak hanya bagi bayi dan ibunya,

tetapi juga bagi kondisi sosial ekonomi keluarga dan masyarakat. Pemberian ASI

eksklusif dapat mengurangi pengeluaran biaya perawatan kesehatan bayi. Bagi

ibu yang bekerja, ASI eksklusif memberikan keuntungan untuk perusahaan

karena dapat meningkatkan produktivitas kerja dan mengurangi biaya medis

karyawannya (Brown et al . 2005). Depkes RI (2004) menyatakan pemberian ASI

eksklusif berkontribusi untuk pengembangan ekonomi, melindungi lingkungan,

serta menghemat sumber dana, kelangkaan pangan, dan devisa negara.

Praktek Pemberian ASI

Banyak sikap dan kepercayaan yang tidak mendasar terhadap makna

pemberian ASI yang membuat para ibu tidak melakukan ASI eksklusif selama 6

bulan. Alasan umum mengapa ibu tidak memberikan ASI eksklusif meliputi rasa

takut yang tidak berdasar bahwa ASI yang dihasilkan tidak cukup atau memiliki

mutu yang tidak baik, keterlambatan memulai pemberian ASI dan pembuangan

kolostrum, teknik pemberian ASI yang salah, serta kepercayaan yang keliru

bahwa bayi haus dan memerlukan cairan tambahan. Selain itu, kurangnya

dukungan dari pelayanan kesehatan dan keberadaan pemasaran susu formula

sebagai pengganti ASI menjadi kendala ibu untuk memberikan ASI eksklusif 

kepada bayinya (Gibney et al. 2005).

Page 3: BAB II Tinajauan Pustaka_IPB _mengenai ASI

5/12/2018 BAB II Tinajauan Pustaka_IPB _mengenai ASI - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinajauan-pustakaipb-mengenai-asi 3/12

 

  7

Praktek ASI Eksklusif

ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI kepada bayi secara

langsung oleh ibunya dan tidak diberikan makanan cair atau padat lainnya

kecuali obat tetes atau sirup yang berisi suplemen vitamin, mineral, atau obat

(Gibney et al. 2005). American Academy of Pediatric (2005) menyatakan bahwa

ASI eksklusif merupakan referensi bagi seluruh alternatif model pemberian

makanan yang dampaknya dapat diukur melalui pertumbuhan, perkembangan,

status kesehatan, dan dampak jangka pendek maupun jangka panjang lainnya.

Pertemuan bersama antara perwakilan WHO dan UNICEF pada tahun

1990 di Italia menghasilkan Deklarasi Innocenti tentang Perlindungan, Promosi

dan Dukungan pada Pemberian ASI. Deklarasi tersebut mendefinisikan bahwa

pemberian makanan bayi yang optimal adalah pemberian ASI eksklusif mulai dari

saat lahir hingga bayi berusia 4-6 bulan dan terus berlanjut hingga tahun kedua

kehidupan, sementara pemberian makanan tambahan yang sesuai baru

diberikan ketika bayi berusia 6 bulan (Gibney et al. 2005). Dukungan pemerintah

Indonesia terhadap hal tersebut diwujudkan dalam berbagai kegiatan seperti

Gerakan Nasional Perancangan PP-ASI serta Gerakan Rumah Sakit dan

Puskesmas Sayang Bayi (Depkes RI 2004).

Alasan Pemberian ASI EksklusifHasil penelitian Suhendar (2002) menyatakan ibu memberikan ASI

eksklusif karena anjuran keluarga, kemauan sendiri, anjuran tenaga kesehatan,

dan anjuran teman. Hal ini diperjelas dalam penelitian Zei (2003) yang

menyatakan alasan ibu memberikan ASI eksklusif mayoitas karena petunjuk dari

bidan (42.8%). Alasan lain adalah pencernaan bayi masih belum sempurna, agar 

anak sehat, anak memang kuat minum ASI dan anjuran tetangga (masing-

masing sebanyak 14.3%). Sementara penlitian lain menyatakan keuntungan

kesehatan untuk bayi menjadi alasan yang dominan pada ibu untuk memberikan

ASI (92.2%). Sisanya menyatakan keuntungan untuk ibu (4.2%) serta penguatan

hubungan antara ibu dan bayi (3.1%) sebagai alasan pemberian ASI (Ertem,

Votto & Leventhal 2001).

Durasi Pemberian ASI Saja

WHO pada tahun 1991 merekomendasikan durasi pemberian ASI

eksklusif pada bayi selama periode 4-6 bulan pertama. Tahun 2001, WHO

menetapkan durasi pemberian ASI eksklusif yang optimal adalah selama 6 bulan

(Gibney et al. 2005). Fawtrell et al. (2007) mendukung hal ini melalui hasil

Page 4: BAB II Tinajauan Pustaka_IPB _mengenai ASI

5/12/2018 BAB II Tinajauan Pustaka_IPB _mengenai ASI - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinajauan-pustakaipb-mengenai-asi 4/12

 

  8

penelitian yang menyatakan bahwa durasi pemberian ASI eksklusif selama 6

bulan lebih optimal dibandingkan 3-4 bulan. The U.S Surgeon General  

merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan meneruskan

ASI sampai 12 bulan, dengan pengenalan makanan padat pada usia 4-6 bulan

(Brown et al. 2005). Eastwood (2003) menyatakan pada usia 4-6 bulan bayi

membutuhkan makanan MP-ASI karena hanya sedikit ibu yang mampu

memproduksi ASI secara cukup untuk kebutuhan bayi sampai usia 6 bulan.

Pemberian Kolostrum

Kolostrum merupakan ASI pertama yang keluar selama laktogenesis II (1-

3 hari setelah kelahiran) dan umumnya berwarna kuning dan kental. Bayi hanya

mengonsumsi kolostrum sebanyak 2-10 ml setiap kali menyusu dalam 2-3 hari

pertamanya. Kolostrum mengandung 58-70 kalori/100 ml dan memiliki

kandungan protein, sodium, potasium serta klorida yang lebih tinggi

dibandingkan ASI. Immunoglobulin A dan lactoferra merupakan jenis protein

yang terdapat pada kolostrum. Kolostrum juga memiliki konsentrasi mononuclear 

sel tertinggi yang dapat melindungi sistem imun bayi dan membantu

perkembangan imunitas. Selain itu, kolostrum mengandung faktor pertumbuhan

yang membantu kematangan saluran pencernaan bayi (Brown et al. 2005).

Odent dalam tulisanya Colostrum and Civilization mengambarkan budayamasa lalu dan masa kini masih menganggap kolostrum sebagai sesuatu yang

kotor dan beracun. Budaya ini dapat dengan mudah melemahkan hubungan

yang seharusnya terjalin antara ibu dan bayi (Kroeger & Linda 2004). Pemberian

kolostrum dalam satu jam pertama kelahiran bayi dapat memulai ikatan kasih

sayang antara ibu dan bayi (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia 2008). Sebuah

penelitian di Turki menyatakan ibu yang berpendidikan rendah menganggap

bahwa kolostrum tidak baik untuk bayi dan hanya 9.9% ibu yang memberikan

kolostrum satu jam setelah kelahiran (Ergenekon-Ozelci et al. 2006).International Consultant Lactation Assosiation  menyatakan salah satu

manajemen strategi menyusui adalah dengan memberikan ASI sedini mungkin,

setidaknya dalam 2 jam pertama (Kroeger & Linda 2004). Hasil survey Helen 

Keller Worldwide pada tahun 2002 di Jakarta menyimpulkan sebagain besar bayi

yang diberi ASI memperoleh ASI pertamanya 6 jam setelah kelahiran (70% di

daerah perdesaan dan 52-65% di daerah perkotaan). Ibu yang memulai

pemberian ASI secara dini cenderung untuk melaksanakan ASI eksklusif dan

memberikan ASI dengan periode yang lebih lama (Gibney et al. 2005).

Page 5: BAB II Tinajauan Pustaka_IPB _mengenai ASI

5/12/2018 BAB II Tinajauan Pustaka_IPB _mengenai ASI - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinajauan-pustakaipb-mengenai-asi 5/12

 

  9

Waktu Pemberian ASI

Terdapat sepuluh langkah menuju keberhasilan pemberian ASI yang

direkomendasikan oleh WHO, salah satunya adalah dengan mendorong

pemberian ASI menurut permintaan bayi (WHO 1998). Menurut Brown et al. 

(2005), berat badan dan umur bayi serta densitas kalori pada ASI berkontribusi

secara nyata pada peningkatan permintaan ASI oleh bayi.

Bayi akan menunjukkan rasa lapar dengan memasukkan jari atau

tangannya ke dalam mulut dan mulai mengisapnya serta menggerakkan

kepalanya ke kanan dan ke kiri dengan mulut yang terbuka. Seharusnya bayi

langsung diberikan ASI ketika perilaku tersebut mulai timbul tanpa menunggu

bayi menangis. Bayi yang menangis karena rasa lapar merupakan tanda bayi

telah terlambat untuk mendapat ASI (Brown et al. 2005).

Frekuensi Pemberian ASI

Pengosongan perut bayi yang telah mengonsumsi ASI berlangsung

sekitar 1.5 jam. Frekuensi normal pemberian ASI pada bayi yang baru lahir 

adalah 10-12 kali setiap hari. Seiring dengan pertambahan umur bayi, frekuensi

pemberian ASI bergantung pada persediaan ASI (Brown et al . 2005). Bayi

berusia 4 hari membutuhkan ASI setiap 2 jam selama 15-20 menit untuk satu

payudara. Ketika bayi berusia 3-6 bulan frekuensi pemberian ASI berkuranghingga mencapai 7-8 kali sehari. Bayi yang diberi ASI lebih sering meminta

makan dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan susu formula karena

protein dan lemak pada ASI lebih mudah diserap oleh sistem pencernaan bayi

(Perkins & Vannais 2004).

Status Menyusui Saat Ini

WHO merekomendasikan pemberian ASI berlangsung paling tidak

sampai tahun kedua kehidupan bayi. Survey tahun 2002-2003 di Amerika

menyatakan hanya 19% bayi yang masih diberikan ASI sampai usia 12 bulan,

sedangkan survey tahun 2001 di Australia menyatakan hanya 23% bayi yang

masih meperoleh ASI hingga usia 12 bulan. Ketidakberlangsungan pemberian

ASI hingga usia 12 bulan berhubungan dengan faktor antara lain ibu yang

merokok selama kehamilan, penggunaan dot untuk minum bayi, sikap ibu yang

kurang terhadap pemberian makan bayi, pengalaman memiliki masalah

menyusui pada bulan pertama, dan ibu yang kembali bekerja sebelum bayi

berusia 12 bulan (Scott et al . 2006). Ibu akan menghadapi kesulitan pemberian

Page 6: BAB II Tinajauan Pustaka_IPB _mengenai ASI

5/12/2018 BAB II Tinajauan Pustaka_IPB _mengenai ASI - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinajauan-pustakaipb-mengenai-asi 6/12

 

  10

ASI, tanpa pertolongan dan dukungan yang tepat, umumnya akan

mengakibatkan penghentian pemberian ASI.  Kesulitan yang dialami ibu selama

menyusui dapat bersifat fisik serta budaya (Gibney et al. 2005).

Pengetahuan dan Sikap Gizi

Pengetahuan didefinisikan secara sederhana sebagai informasi yang

disimpan dalam ingatan. Pengetahuan termasuk didalamnya pengetahuan gizi,

dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan informal. Pendidikan formal

diperoleh dari sekolah dengan kurikulum dan jenjang yang telah ditetapkan,

sedangkan pendidikan informal dapat diperoleh dari seluruh aspek kehidupan

(Pranadji 1988).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan gizi ibu

berhubungan nyata dengan cara pemberian ASI. Semakin baik tingkat

pengetahuan gizi ibu maka pemberian ASI semakin sering (Zai 2003). Semakin

tinggi tingkat pengetahuan ibu tentang ASI maka ibu akan mengetahui cara dan

posisi menyusui yang benar serta cara meningkatkan produksi ASI (Adwinanti

2004). Penelitian yang memberikan intervensi pendidikan tentang ASI melalui

media interaktif menunjukkan bahwa peningkatan pengetahuan sebesar 11%

menyebabkan peningkatan praktek pemberian ASI sebesar 43% (Hillenbrand &

Larsen 2002).Brown et al . (2003) menyatakan kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI

menjadi salah satu penghambat keberlangsungan pemberian ASI. Pengetahuan

ibu tentang ASI eksklusif dapat diperoleh dari berbagai sumber informasi. Foo et 

al . (2005) menyatakan menjelang akhir kehamilan, ibu membutuhkan berbagai

informasi penting yang umumnya disediakan oleh pelayanan dan tenaga

kesehatan. Selain itu, informasi yang berasal dari suami, keluarga, teman,

  jaringan sosial dan berbagai media berpengaruh terhadap pengetahuan ibu.

Arifin (2002) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa rendahnya pendidikan

dan kurangnya informasi menjadi faktor yang berpengaruh tehadap kegagalan

pemberian ASI eksklusif.

Sikap adalah evaluasi dari seseorang terhadap suatu objek. Schiffman

dan Kanuk (1997) menyatakan model sikap dalam tiga komponen. Pertama,

komponen kognitif yang menerangkan bahwa sikap adalah gambaran

pengetahuan dan persepsi terhadap suatu objek sikap. Kedua, komponen afektif 

yang menerangkan bahwa sikap adalah gambaran emosi seseorang terhadap

suatu produk. Ketiga, komponen konatif yang menyatakan sikap sebagai

Page 7: BAB II Tinajauan Pustaka_IPB _mengenai ASI

5/12/2018 BAB II Tinajauan Pustaka_IPB _mengenai ASI - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinajauan-pustakaipb-mengenai-asi 7/12

 

  11

gambaran kecenderungan dari seseorang untuk melakukan tindakan tertentu

yang berkaitan dengan objek sikap.

Sikap belum merupakan suatu perbuatan karena hanya menggambarkan

kecenderungan tingkah laku yang mengarah pada suatu objek tertentu. Sikap

dapat tebentuk dari pengetahuan dan pengalaman. Kemantapan sikap

seseorang disebabkan adanya sifat menyaring dalam menginterpretasikan

informasi yang datang dari luar (Pranadji 1988).

Hasil penelitian Foo et al . (2005) menunjukkan bahwa sikap ibu

berhubungan dengan praktek pemberian ASI. Ibu yang menganggap bahwa ASI

merupakan makanan terbaik untuk bayi berencana untuk memberikan ASI

selama 6 bulan. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian yang menyatakan bahwa

sikap ibu terhadap pemberian makan bayi menjadi prediktor kuat dalam

pemberian ASI (Scott et al . 2006).

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan dan Sikap Gizi,

serta Praktek ASI eksklusif 

Beberapa faktor ditemukan berhubungan secara nyata dengan keputusan

ibu untuk melakukan praktek ASI eksklusif. Faktor karakteristik ibu seperti suku,

umur, tingkat pendidikan, dan agama serta jenis kelamin bayi berpengaruh

terhadap keputusan ibu untuk melakukan ASI eksklusif, namun sulit untukdirubah dalam waktu singkat maupun pada tingkat individu. Faktor lain seperti

pengetahuan akan manfaat ASI, informasi dari tenaga kesehatan, serta riwayat

menyusui lebih berpotensi untuk dirubah (Foo et al . 2005).

Usia Ibu

Usia dapat mempengaruhi cara berfikir, bertindak, dan emosi seseorang.

Usia yang lebih dewasa umumnya memiliki emosi yang lebih stabil dibandingkan

usia yang lebih muda. Usia ibu akan mempengaruhi kesiapan emosi ibu. Usia ibu

yang terlalu muda ketika hamil bisa menyebabkan kondisi fisiologis dan

psikologisnya belum siap menjadi ibu. Hal ini dapat mempengaruhi kehamilan

dan pola pengasuhan (Hurlock 1995 dalam Adwinanti 2004).

Usia ibu menjadi faktor yang berpengaruh secara nyata terhadap prediksi

keberlangsungan ASI sampai 6 bulan pada ibu-ibu di Singapura (Foo et al.

2005). Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa semakin muda usia ibu,

semakin rendah tingkat durasi pemberian ASI. Usia ibu yang lebih muda

berhubungan nyata dengan pemberian ASI hanya sampai bayi usia 2 bulan

Page 8: BAB II Tinajauan Pustaka_IPB _mengenai ASI

5/12/2018 BAB II Tinajauan Pustaka_IPB _mengenai ASI - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinajauan-pustakaipb-mengenai-asi 8/12

 

  12

(Ertem, Votto & Leventhal 2001). Penelitian yang dilakukan di Desa Cibanteng

Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor menyatakan dari 38 ibu remaja berusia

≤19 tahun, hanya 7.9% yang memberikan ASI eksklusif kepada bayi dan

semuanya berusia 19 tahun (Gulo 2002). Hal ini diperkuat dengan hasil

penelitian Gary Ong et al. (2005) yang menyatakan bahwa ibu berusia <19 tahun

cenderung berhenti memberikan ASI pada usia bayi ≤2 bulan.

Tingkat Pendidikan Ibu

Campbell (2002) menyatakan bahwa pendidikan formal sangat penting

karena dapat membentuk pribadi dengan wawasan berfikir yang lebih baik.

Semakin tinggi tingkat pendidikan formal akan semakin luas wawasan

berpikirnya, sehingga akan lebih banyak informasi yang diserap. Adwinanti

(2004) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang nyata

antara tingkat pendidikan ibu dengan pengetahuan ibu tentang ASI. Hasil

penelitian terhadap ibu-ibu di Singapura juga menyatakan terdapat hubungan

yang positif antara tingkat pendidikan ibu dengan durasi pemberian ASI (Foo et 

al. 2005). Sementara itu, terdapat hasil penelitian yang menunjukkan tidak

terdapat hubungan antara pendidikan ibu dengan cara pemberian ASI dengan

dugaan tingkat pendidikan yang semakin tinggi tidak disertai dengan

pengetahuan tentang cara menyusui yang baik dan benar serta kemampuandalam penerapannya (Zai 2003).

Status Kerja Ibu

Ibu yang tidak bekerja memiliki durasi pemberian ASI lebih lama

dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Sebanyak 31% dari ibu bekerja

memberikan ASI sampai bayi usia 6 bulan dan hanya 20% ibu bekerja yang

memberikan ASI sampai bayi usia 6 bulan (Ong et al. 2005). Kesulitan dalam

menyeimbangkan antara pekerjaan dan pemberian ASI menjadi alasan utama

ibu bekerja untuk berhenti memberikan ASI pada bayinya (Foo et al. 2005). Hal

ini didukung oleh teori bahwa para ibu yang mulai bekerja sering mulai

menghentikan pemberian ASI karena harus berpisah dengan bayinya. Ibu-Ibu

tersebut sebenarnya dapat terus memberikan ASI secara eksklusif pada 6 bulan

pertama dan melanjutkan ASI sampai sekurang-kurangnya 2 tahun dengan cara

memerah ASI (Gibney et al. 2005).

Depkes RI telah menetapkan kebijakan PP-ASI Pekerja Wanita agar ibu

yang bekerja dapat tetap memberikan ASI kepada bayinya secara eksklusif 

selama 6 bulan dan dapat dilanjutkan sampai anak berumur 2 tahun. Salah satu

Page 9: BAB II Tinajauan Pustaka_IPB _mengenai ASI

5/12/2018 BAB II Tinajauan Pustaka_IPB _mengenai ASI - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinajauan-pustakaipb-mengenai-asi 9/12

 

  13

strategi yang digunakan dalam kebijakan tersebut adalah mengembangkan dan

memantapkan pelaksanaan ASI eksklusif bagi pekerja wanita melalui pembinaan

dan dukungan penuh dari pihak pengusaha (Depkes RI 2004).

Pengalaman Menyusui Sebelumnya

Pengalaman menyusui berhubungan dengan lamanya durasi pemberian

ASI (Foo et al. 2005). Ekawati (2002) dalam penelitiannya menyatakan bahwa

semakin banyak jumlah balita yang dimiliki, kecenderungan perilaku pemberian

ASI semakin baik. Hal ini dikarenakan adanya pengalaman menyusui

sebelumnya. Sementara itu, penelitian lain menyimpulkan bahwa keberadan

anak selain bayi yang sedang disusui menjadi salah satu alasan ibu tidak

memberikan ASI dalam waktu yang lama (Peters et al. 2005). Semakin banyak

 jumlah anak akan semakin menyita perhatian ibu terhadap pengasuhan anak.

Berat Lahir Bayi

Berat lahir bayi merupakan indikator penting kesehatan bayi baik dalam

dimensi indivdu maupun populasi (WHO 1995). Eastwood (2003) menyatakan

bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram dikategorikan dalam bayi

dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Bayi yang BBLR sering terlalu lemah

untuk dapat menghisap ASI secara efektif sehingga tidak dapat diberi makan

langsung dari payudara ibu. Penelitian pada 218 ibu yang melahirkan bayi BBLR

menghasilkan data bahwa hanya 27% ibu yang memberikan ASI pada bayinya,

sementara ibu yang lain memberikan susu formula sejak bayi mereka lahir.

Sebanyak 28 ibu memberikan ASI selama 4-6 bulan dan 42 ibu memberikan ASI

lebih dari 6 bulan (Smith et al. 2003).

Status Inisiasi Menyusu Dini

Inisiasi menyusu dini adalah proses membiarkan bayi menyusu sendiri

segera setelah kelahiran. Bayi memiliki kemampuan alami untuk menyusu sendiri

selama diberikan kesempatan kontak kulit dengan ibunya (skin to skin contact )

setidaknya selama satu jam segera setelah lahir (Roesli 2008). Bayi yang

mengalami skin to skin contact beberapa menit setelah kelahiran akan mencari

puting susu dengan kecepatan yang berbeda-beda. Waktu rata-rata yang

dibutuhkan oleh bayi sekitar 55 menit dan pada banyak kasus dapat mencapai 2

 jam (Kroeger & Linda 2004).

Inisiasi menyusu dini merupakan salah satu dari 10 Langkah

Keberhasilan Menyusui yang dianjurkan WHO (1998). Terdapat lima tahapan

Page 10: BAB II Tinajauan Pustaka_IPB _mengenai ASI

5/12/2018 BAB II Tinajauan Pustaka_IPB _mengenai ASI - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinajauan-pustakaipb-mengenai-asi 10/12

 

  14

dalam inisiasi menyusu dini. Setelah diletakkan diantara payudara ibunya dalam

30 menit pertama, bayi menyesuaikan dengan lingkungan dan sesekali melihat

pada ibunya. Tahap kedua, selama sekitar 10 menit kemudian bayi

mengeluarkan suara dan melakukan gerakan menghisap dengan memasukkan

tangan ke dalam mulut. Tahap ketiga, bayi mengeluarkan air liur. Tahap

keempat, bayi menekan-nekan perut ibu untuk bergerak ke arah payudara

(breast crawl ). Terakhir, bayi menjilati kulit ibu, memegang puting susu dengan

tangan, menemukan puting dan menghisapnya (Roesli 2008).

Secara keseluruhan, inisiasi menyusu dini berkaitan dengan peningkatan

keberhasilan ASI eksklusif. Penelitian mahasiswa kedokteran Trisakti pada tahun

2003 menunjukkan bahwa bayi yang diberi kesempatan menyusu dini memiliki

peluang 8 kali lebih besar untuk berhasil ASI eksklusif (Asosiasi Ibu Menyusui

Indonesia 2008).

Praktek Pemberian Susu Non-ASI dan MP-ASI

Pertumbuhan bayi sangat tergantung dari asupan makanan. Bayi yang

diberi makan selain ASI sebelum waktunya beresiko tinggi terkena infeksi (Boyle

2003). Riordan (2005) menambahkan, perbedaan yang nyata pada panjang

badan bayi yang mendapat ASI eksklusif dan ASI non-esksklusif menandakan

bahwa bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif seringkali kelebihan makanan.Pemberian susu non-ASI seperti susu formula menjadi salah satu

penyebab ibu tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya (Gibney et al. 

2005). Pemberian susu non-ASI yang terlalu dini sebenarnya tidak dapat

menggantikan keuntungan yang diperoleh dari pemberian ASI saja. Kandungan

gizi susu non-ASI tidak sesuai dengan kebutuhan bayi dan sulit diserap oleh

pencernaan bayi. Selain itu, susu non-ASI tidak mengandung antibodi dan dapat

menyebabkan alergi (Kroeger & Linda 2004).

Gibney et al. (2005) menyatakan jenis-jenis makanan dengan variasi

yang luas harus dikenalkan kepada bayi untuk memastikan asupan zat gizi mikro

terpenuhi. Setelah bayi berusia 6 bulan, ASI tidak lagi dapat mencukupi

kebutuhan energi dan gizi yang optimal untuk perkembangan bayi. Oleh

karenanya dibutuhkan MP-ASI yang diperkenalkan secara perlahan-lahan agar 

tidak menimbulkan reaksi buruk terhadap makanan tersebut. Menurut Grant

(2004) bayi yang diberi ASI seharusnya lebih mudah untuk diberi makan, karena

telah mencicipi rasa makanan dari makanan yang dikonsumsi ibu melalui ASI.

Page 11: BAB II Tinajauan Pustaka_IPB _mengenai ASI

5/12/2018 BAB II Tinajauan Pustaka_IPB _mengenai ASI - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinajauan-pustakaipb-mengenai-asi 11/12

 

  15

Pengenalan makanan merupakan periode yang rentan bagi bayi.

Makanan tidak disarankan untuk diperkenalkan secara dini kepada bayi karena

pencernaan bayi masih rentan sehingga dapat meningkatkan resiko alergi di

masa yang akan datang. Normalnya, bayi mulai diperkenalkan makanan pada

usia 4-6 bulan dengan tetap menjadikan ASI sebagai makanan utamanya (Boyle

2003). Antara umur 4-6 bulan, bubur yang dicampur sedikit susu adalah

makanan terbaik yang diberikan pertama kali pada bayi karena mudah dicerna.

Tahapan berikutnya, dapat diperkenalkan pure buah dan sayur dengan

konsisitensi yang lebih kental dari ASI. Waktu yang tepat untuk bayi yang baru

diperkenalkan makanan adalah 1-2 kali sehari disaat bayi merasa paling lapar,

biasanya ketika pagi atau malam hari (Grant 2004).

Usia 7-9 bulan bayi memasuki tahap makan dengan eksplorasi. Periode

ini bayi sudah dapat mengunyah dan memegang makanan, namun makanan

harus tetap dilumatkan atau dipotong kecil-kecil (Gibney et al. 2005). Gigi bayi

pada usia ini mulai tumbuh dan bayi senang menggigit benda. Oleh karenanya,

biskuit merupakan makanan yang tepat selain jus buah, labu, sereal gandum,

dan kentang lumat (Sears & Sears 2003). Grant (2004) menambahkan, bahwa

bayi usia 7-9 bulan membutuhkan makanan lebih banyak dan bervariasi selama

3 atau 4 kali makan setiap harinya karena bayi mulai aktif bergerak.

Usia 10-12 bulan bayi sudah mampu makan sendiri dan dapat

dikenalkan dengan makanan keluarga, meskipun tetap harus dipotong kecil-kecil.

Makanan yang dapat diberikan antara lain lauk hewani seperti daging, telur dan

keju serta lauk nabati seperti tahu dan kacang-kacangan (Sears & Sears 2003).

ASI atau susu sudah bisa dijadikan selingan karena bayi dapat makan secara

rutin selama 3 kali sehari dengan selingan diantara waktu makan. Usia 10-12

bulan sebaiknya bayi diberikan makanan yang sehat dan menyenangkan karena

akan membentuk kebiasaan makannya hingga dewasa (Grant 2004).

Status Gizi

Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok

orang yang diakibatkan oleh konsumsi, absorpsi, dan penggunaan zat makanan.

Status gizi dapat diketahui salah satunya dengan metode antropometri yang

terbagi menjadi dua jenis, yaitu pengukuran pertumbuhan (ukuran tubuh) dan

pengukuran komposisi tubuh. Terdapat beberapa cara untuk menilai ukuran

tubuh bayi, antara lain lingkar kepala, panjang badan (PB) dan berat badan (BB).

Interpetasi dari nilai-nilai tersebut disajikan dalam indeks untuk menilai status gizi

Page 12: BAB II Tinajauan Pustaka_IPB _mengenai ASI

5/12/2018 BAB II Tinajauan Pustaka_IPB _mengenai ASI - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinajauan-pustakaipb-mengenai-asi 12/12

 

  16

bayi. Indeks yang umum digunakan berkaitan dengan umur (U), yaitu indeks

PB/U, PB/BB, BB/U, dan indeks gabungan ketiganya (Gibson 2005).

WHO (1995) merekomendasikan z-score  untuk evaluasi data

antropometri anak. Aplikasi z-score  dalam populasi memberikan keuntungan

karena memungkinkan status gizi seluruh populasi dideskripsikan. Bagi bayi dan

anak-anak, indeks BB/U atau PB/U dapat digunakan untuk menghitung z-score  

dan menentukan status gizi. Nilai pasti dari z-score dapat dihitung menggunakan

standar deviasi dari referensi populasi WHO 2005.

Z-score yang dihitung menggunakan indeks PB/U mengukur pencapaian

pertumbuhan linear dan status gizi masa lalu. Indeks PB/U digunakan untuk bayi

berusia kurang dari 2 tahun yang belum bisa berdiri tegak. Panjang badan bayi

diukur dari posisi recumbent . Status gizi normal diperoleh jika bayi memiliki z- 

score  ≥-2 SD dan ≤2 SD referensi WHO 2005. Bayi dengan z-score PB/U yang

tinggi (>2 SD referensi WHO 2005) dikenal dengan istilah tallness . Sebaliknya,

bayi dengan z-score  <-2 SD referensi WHO 2005 dikenal dengan istilah

shortness dan stunting . WHO (1995) menyatakan prevalensi rendahnya z-score  

PB/U mayoritas berada pada 2-3 tahun pertama kehidupan, khususnya dalam 3-

6 bulan pertama. Kondisi ini merefleksikan proses keberlanjutan dari kegagalan

tumbuh (shortness ) atau ketidakcukupan pencapaian tinggi badan relatif 

terhadap umur (stunting ).

Baker et al. (2004) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pemberian

makanan tambahan sebelum bayi berusia 4 bulan dan ibu yang obesitas

menyebabkan pertambahan berat badan bayi yang lebih banyak dibandingkan

bayi yang mendapat ASI saja sampai usia 5 bulan. Adwinanti (2004) dalam

penelitiannya menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara status

gizi dengan praktek pemberian ASI. Tidak terdapat bayi dengan status gizi

kurang pada bayi yang mendapat praktek pemberian ASI sedang dan baik.

Penelitian Zai (2003) menyimpulkan status gizi underweight  lebih banyak

ditemukan pada anak baduta yang mendapat ASI non-eksklusif.

Penelitian Wijaya (2002) menunjukkan bahwa praktek ASI eksklusif tidak

berpengaruh terhadap status gizi bayi usia 6-8 bulan. Hal ini dipertegas oleh hasil

penelitian Suciarni (2004) dan Rahayu (2005) yang menyatakan tidak terdapat

hubungan yang nyata antara praktek pemberian ASI dengan status gizi bayi yang

diduga disebabkan keberadaan faktor lain yang mempengaruhi status gizi,

seperti status kesehatan bayi.