bab ii terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya...

31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Komitmen organisasional dan knowledge sharing behavior telah banyak menjadi topik yang diteliti dalam bidang manajemen dikaitkan dengan berbagai variabel berhubungan dengan pekerjaan. Berbagai penelitian mengidentifikasi beberapa faktor yang mempengaruhi knowledge sharing behavior karyawan, namun studi ini berfokus pada sikap karyawan yaitu kepuasan kerja dan motivasi kerja juga diteliti dengan mediasi komitmen organisasional pada para karyawan hotel bintang 4 (empat). 2.1. Komitmen Organisasional 2.1.1. Definisi Komitmen Organisasional Komitmen organisasional merupakan salah satu bentuk sikap yang mendapat perhatian dari berbagai peneliti. Testa (2001) menyatakan bahwa komitmen organisasional dapat dilihat sebagai penilaian positif terhadap lingkungan kerja. Secara umum komitmen organisasional merupakan suatu keterikatan pada organisasi. Keterikatan tersebut dianggap sebagai tanggapan emosional terutama ketika individu sangat percaya pada sasaran dan tujuan perusahaan dan menunjukkan keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi. Mogotsi et al. (2011) menyatakan bahwa secara informal komitmen organisasional dapat dikatakan sebagai ukuran dari kepercayaan dan kesetiaan yang dirasakan oleh karyawan terhadap organisasi pemberi kerja.

Upload: others

Post on 08-Nov-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Komitmen organisasional dan knowledge sharing behavior telah banyak

menjadi topik yang diteliti dalam bidang manajemen dikaitkan dengan berbagai

variabel berhubungan dengan pekerjaan. Berbagai penelitian mengidentifikasi

beberapa faktor yang mempengaruhi knowledge sharing behavior karyawan,

namun studi ini berfokus pada sikap karyawan yaitu kepuasan kerja dan motivasi

kerja juga diteliti dengan mediasi komitmen organisasional pada para karyawan

hotel bintang 4 (empat).

2.1. Komitmen Organisasional

2.1.1. Definisi Komitmen Organisasional

Komitmen organisasional merupakan salah satu bentuk sikap yang

mendapat perhatian dari berbagai peneliti. Testa (2001) menyatakan bahwa

komitmen organisasional dapat dilihat sebagai penilaian positif terhadap

lingkungan kerja. Secara umum komitmen organisasional merupakan suatu

keterikatan pada organisasi. Keterikatan tersebut dianggap sebagai tanggapan

emosional terutama ketika individu sangat percaya pada sasaran dan tujuan

perusahaan dan menunjukkan keinginan yang kuat untuk mempertahankan

keanggotaannya dalam organisasi. Mogotsi et al. (2011) menyatakan bahwa

secara informal komitmen organisasional dapat dikatakan sebagai ukuran dari

kepercayaan dan kesetiaan yang dirasakan oleh karyawan terhadap organisasi

pemberi kerja.

Page 2: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

21

Dalam diri pribadi karyawan komitmen organisasional muncul secara

bertahap. Tahapan tersebut dimulai dengan adanya kebutuhan pribadi terhadap

organisasi, yang kemudian berkembang menjadi kebutuhan bersama, serta adanya

rasa memiliki diantara para karyawan di dalam organisasi. Lebih lanjut komitmen

karyawan terhadap organisasi merupakan suatu proses yang berkesinambungan

yang merupakan pengalaman individu sejak memasuki organisasi.

Komitmen organisasional dapat di kategorikan ke dalam tiga faktor yaitu

kepercayaan yang kuat dan penerimaan terhadap sasaran dan nilai-nilai organisasi

yang mengindikasikan komitmen afeksi; kemauan untuk mengerahkan usaha yang

cukup demi organisasi yang mengindikasikan komitmen normatif; dan keinginan

yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi yang

mengindikasikan komitmen kesinambungan, hal ini yang membuktikan

keterikatan karyawan pada organisasi (Mowday et al.,1982). Nilai atau komitmen

afeksi merupakan karakteristik mendasar yang melandasi komitmen

organisasional karena karyawan tidak mungkin mengerahkan usaha untuk

organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika

mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi.

Terminologi sikap pada dasarnya merujuk kepada komponen afektif atau

emosi (Robbins, 2001). Menurut Luthans (2006:224), komitmen organisasional

yang menggambarkan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses

berkelanjutan dimana karyawan mengarahkan perhatiannya pada organisasi demi

keberhasilan dan keberlanjutan organisasi. Berdasarkan 3 komponen sikap, hanya

komponen keperilakuan yang dapat diamati langsung. Komponen emosi dan

Page 3: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

22

keyakinan tidak dapat dilihat orang lain, hanya dapat diduga. Sikap dalam

organisasi dianggap penting karena berpengaruh terhadap perilaku. Komitmen

organisasional sebagai bagian dari sikap mempengaruhi berbagai perilaku penting

agar organisasi berfungsi efektif. Pentingnya komitmen karyawan diperkuat

dengan serangkaian penelitian yang menunjukkan ada hubungan yang kuat antara

komitmen organisasional dengan kinerja.

Dessler (1999:58) menunjukkan bahwa pegawai yang memiliki komitmen

tinggi memiliki nilai absensi yang rendah, memiliki masa bekerja yang lebih lama,

dan cenderung untuk bekerja lebih keras serta menunjukkan prestasi yang lebih

baik dibanding karyawan dengan komitmen yang rendah. Tingginya komitmen

para pegawai tersebut tidak terlepas dari rasa percaya terhadap perlakuan

manajemen terhadap mereka, yaitu adanya pendekatan manajemen terhadap

sumber daya manusia sebagai aset berharga dan tidak semata-mata sebagai

komoditas yang dapat dieksploitasi sekehendak manajemen.

Komitmen organisasional menurut Gibson et al. (2000) dalam Rivai

(2005) dapat diartikan sebagai identifikasi, loyalitas, dan keterlibatan yang

dinyatakan oleh karyawan, organisasi atau unit organisasi. Menurut William dan

Hazer (1986), komitmen organisasional merupakan respon afektif pada organisasi

secara menyeluruh, yang kemudian menunjukkan suatu respon afektif pada aspek

khusus pekerjaan, sedangkan kepuasan kerja merupakan respon afektif individu

didalam organisasi terhadap evaluasi masa lalu dan masa sekarang, serta penilaian

yang bersifat individual bukan kelompok atau organisasi. Menurut Mowday et. al.

(1982) komitmen organisasional didefnisikan sebagai derajat seberapa jauh

Page 4: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

23

karyawan mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan keterlibatannya

dalam organisasi tertentu.

Komitmen organisasi dapat dibagi menjadi 3 hal menurut sifatnya (Cheng

dan Kalleberg, 1996)

1. Kesediaan untuk melakukan kepentingan pekerjaan yang menguntungkan

organisasi.

2. Mempunyai keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan

dalam organisasi.

3. Mempunyai keyakinan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan dan

nilai-nilai organisasi.

Dalam penelitian yang dilakukan Benkhoff (1997), komitmen organisasi

memegang peranan penting dalam peningkatan kinerja dan mengabaikan

komitmen terhadap organisasi akan menyebabkan kerugian. Mowday et al. (1982)

mengemukakan bahwa komitmen organisasional terdiri: (1) keinginan yang kuat

dan penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi, (2) kemauan dasar untuk

berusaha bagi organisasi, (3) perilaku sesuai dengan nilai-nilai dan keinginan

organisasi (compliance).

Ganesan dan Weitz (1996) dalam Fuad Mas’ud (2004:221)

mengidentifikasikan komitmen organisasional sebagai:

1. Perasaan menjadi bagian dari organisasi.

2. Kebanggaan terhadap organisasi.

3. Kepedulian terhadap organisasi.

4. Hasrat yang kuat untuk bekerja pada organisasi.

Page 5: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

24

5. Kepercayaan yang kuat terhadap nilai-nilai organisasi.

6. Kemauan yang besar untuk berusaha bagi organisasi.

2.1.2. Dimensi Komitmen Organisasional

Meyer dan Allen (1991) mengembangkan konsep model tiga komponen.

Model ini mengacu pada pola pikir yang diduga sebagai pembentuk karakter

komitmen. Pola pikir tersebut mencakup tiga tema yaitu: keterikatan afektif

kepada organisasi, akibat yang dirasa karena ditinggalkan, dan rasa kewajiban

untuk tetap tinggal. Meyer dan Allen mengungkapkan bahwa komitmen mungkin

disusun dari satu bahkan lebih pola pikir dan ketiganya kemudian digabungkan

ke dalam model. Untuk membedakan karakteristik komitmen yang

dikelompokkan oleh pola pikir tersebut, selanjutnya dinamai sebagai three-

component model of commitment sebagai affective, continuance, dan normative

(Meyer dan Herscovith, 2001). Secara umum masing-masing tiga pendekatan ini

merupakan suatu pandangan bahwa komitmen adalah keadaan psikologis yang (1)

merupakan ciri hubungan karyawan dengan organisasi dan (2) memiliki implikasi

keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan keanggotaan dalam organisasi

(Allen dan Meyer, 1990).

Dalam model komitmen yang dikembangkan ini sudah pasti terdapat sifat

hubungan yang akan berbeda. Karyawan dengan komitmen afektif yang kuat akan

tetap bertahan sesuai keinginan mereka, sementara dengan komitmen

bersinambung yang kuat akan tetap bertahan karena keperluan, dan orang-orang

dengan komitmen normatif yang kuat akan tetap bertahan karena mereka merasa

harus melakukannya (Meyer et al., 1993). Secara khusus, mereka menyarankan

Page 6: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

25

bahwa komitmen afektif harus ada sampai batas paling rendah, komitmen

normatif harus terkait secara positif dengan pekerjaan sedangkan komitmen

bersinambung mungkin diharapkan tidak terkait, atau terkait secara negatif. Untuk

alasan ini, ditekankan bahwa tidak semua bentuk komitmen sama sehingga

organisasi yang bersangkutan harus menjaga karyawan dengan mengokohkan

komitmen serta harus berhati-hati dalam mempertimbangkan sifat dari komitmen

yang telah ditanamkan (Allen dan Meyer, 1990).

Hal ini merupakan cara lebih tepat untuk mempertimbangkan komitmen

afektif, bersinambung, dan normatif sebagai suatu bentuk komponen, bukan

sebagai jenis komitmen. Mengingat perbedaan konseptual dari ketiganya,

tampaknya mungkin bahwa keadaan psikologis yang mencerminkan tiga

komponen komitmen akan berkembang sebagai fungsi dari konsekuensi yang

berbeda, serta memiliki implikasi berbeda untuk pekerjaan yang relevan terkait

dengan keinginan berpindah organisasi (Allen dan Meyer, 1991). Selanjutnya

pengembangan model tiga komponen komitmen organisasional disajikan pada

Gambar 2.1.

Page 7: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

26

Gambar 2.1. Three-component model of commitment Sumber: Allen dan Meyer (1991)

Pada Gambar 2.1 dijelaskan tentang identifikasi pola-pola umum yang

telah muncul dalam literatur dan menggambarkan perbedaan dalam anteseden

dari tiga komponen komitmen (Allen dan Meyer, 1991).

1. Affective Commitment

Mowday et al. (1982) mencatat bahwa anteseden komitmen afektif umumnya

dikelompokkan menjadi empat kategori: karakteristik pribadi, karakteristik

struktural, karakteristik pekerjaan terkait, dan pengalaman kerja. Karena

perbedaan antara karakteristik pekerjaan obyektif dan pengalaman kerja

subjektif tidak jelas, maka digunakan istilah yang lebih global yaitu

pengalaman kerja.

Page 8: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

27

2. Continuance Commitment

Komitmen kontinyu mencerminkan pengakuan biaya yang terkait dengan

meninggalkan organisasi, apa pun yang meningkatkan biaya yang dirasakan

dapat dianggap sebagai pendahuluan. Konsekuensi yang paling sering

dipelajari adalah mengenai sisi pengorbanan

3. Normative Commitment

Untuk saat ini, literatur tentang perkembangan komitmen normatif lebih

ditekankan teori daripada empiris. Wiener (1982) mengemukakan bahwa

perasaan kewajiban untuk tetap tinggal dengan organisasi mungkin merupakan

hasil dari tekanan internalisasi normatif yang diberikan pada seorang individu

sebelum masuk ke dalam organisasi (yaitu keluarga atau budaya sosialisasi),

atau hal lainnya (yaitu, sosialisasi organisasi ). Komitmen normatif juga dapat

berkembang jika sebuah organisasi memberikan imbalan pada karyawan, atau

memberikan upah yang signifikan dalam kegiatan kerja (misalnya, biaya yang

terkait dengan pelatihan kerja). Dalam organisasi, hal ini dapat menciptakan

ketidakseimbangan dalam hubungan karyawan terhadap organisasi karena

menyebabkan karyawan merasa berkewajiban untuk membalas dengan

melakukan sendiri untuk organisasi sampai hutang telah dilunasi (School,

1981).

2.1.3. Pengukuran Komitmen Organisasional

Berdasarkan definisi komitmen organisasi yang disajikan dalam berbagai

penelitian, terdapat berbagai pengukuran komitmen pada organisasi. Salah satu

pengukuran komitmen organisasi yang terkenal adalah melalui Organizational

Page 9: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

28

Commitment Questionnaire (OCQ) yang disusun oleh Porter dan Smith pada

tahun 1970. OCQ ini mengukur komitmen afektif dengan 15 pertanyaan melalui

Skala Likert yang terdiri dari 7 respon, mulai dari sangat tidak setuju sampai

sangat setuju. Allen dan Meyer memiliki pengukuran komitmen organisasional

yang terdiri dari tiga komponen dan telah beberapa kali melakukan revisi terhadap

pengukuran komitmen organisasional tersebut. Revisi terakhir dilakukan Meyer

dan Allen pada tahun 1997. Alat ini terdiri dari 18 butir, dimana setiap komponen

diwakili oleh 6 butir. Skala komitmen organisasi ini memiliki skor yang berkisar

antara nilai 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan nilai 6 (sangat setuju).

Indikator yang digunakan pada tiap dimensi komitmen organisasional

adalah sebagai berikut:

1. Indikator Affective commitment:

a. Perasaan berkarir dalam organisasi.

b. Perasaan untuk mau memikirkan masalah dalam organisasi.

c. Perasaan memiliki organisasi

d. Perasaan emosional pada organisasi

e. Perasaan menjadi anggota keluarga dalam organisasi

f. Organisasi sangat bermakna dalam diri pribadi

2. Indikator Normative commitment

a. Perasaan wajib tetap berada pada organisasi

b. Perasaan tidak tepat bila meninggalkan organisasi

c. Perasaan bersalah apabila meninggalkan organisasi

d. Perasaan setia

Page 10: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

29

e. Perasaan memiliki kewajiban pada orang lain dlm organisasi

f. Perasaan berhutang pada organisasi

3. Indikator Continuance commitment

a. Perasaan harus dan ingin bertahan pada organisasi

b. Perasaan sulit meninggalkan organisasi

c. Perasaan kuatir

d. Perasaan tidak memiliki pilihan lain

e. Perasaan merugi jika meninggalkan organisasi

f. Perasaan tidak tersedianya pilihan lain.

Menurut Allen dan Meyer (1991), perlu dicatat bahwa hubungan antara

komponen komitmen dan perilaku akan menjadi rumit oleh fakta bahwa ketiga

komponen dapat memberi efek independen (dan mungkin interaktif) pada perilaku

tertentu. Misalnya, hubungan antara komitmen kontinyu dan tenaga kerja.

Meskipun tingkat tinggi komitmen kontinyu individu mungkin cukup untuk tinggi

untuk sebuah organisasi, hal itu tidak selalu menjadikan individu memutuskan

untuk tetap tinggal. Meskipun kebutuhan untuk tetap adalah rendah, karyawan

mungkin tetap bertahan karena keinginan atau kewajiban. Ini akan menjadi

penting dalam penelitian masa depan untuk menguji efek gabungan dari tiga

komponen komitmen pada perilaku karyawan.

2.2. Knowledge Sharing Behaviour

Knowledge sharing behavior merupakan bagian dari konsep knowledge

management yang dipopulerkan oleh Drucker (1988) dalam bukunya The Coming

of the New Organization. Drucker membahas mengenai terjadinya pergerakan tipe

Page 11: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

30

pekerja dan tipe pekerjaan yang akan ditemukan oleh organisasi pada masa depan.

Terminologi knowledge worker dan knowledge organization digunakan untuk

menjelaskan konsep tersebut. Untuk tetap kompetitif bahkan bertahan, organisasi

harus berubah menjadi organisasi yang memiliki pengetahuan, jelasnya lebih

lanjut. Pesaing tidak dapat mengadaptasi atau meniru berbagi pengetahuan yang

berasal dari sumber internal organisasi yaitu individu. Tiap individu yang berada

dalam organisasi memiliki pengetahuan, pengalaman dan nilai-nilai, yang menjadi

kekuatan internal untuk memajukan perusahaan. Pengetahuan dan pengalaman

sangat melekat pada diri individu-individu yang memiliki kompetensi dalam

melipatgandakan pemikiran berdasarkan pengalaman-pengalaman dan

pengetahuan yang dimiliki individu tersebut. Sehingga untuk mendayagunakan

nilai-nilai organisasi dan menghasilkan keunggulan kompetitif untuk memajukan

organisasi, maka pengetahuan ini perlu dikelola secara baik oleh organisasi.

Nonaka dan Takeuchi (1995) menyatakan knowledge management secara

operasional dapat dijelaskan sebagai proses dari (1) knowledge acquisition

(mengumpulkan dan mengidentifikasi informasi berguna), (2) organizing

knowledge (memungkinkan karayawan untuk memperoleh pengetahuan

organisasional), (3) knowledge leverage (eksploitasi dan secara berguna

mengaplikasikan pengetahuan), (4) knowledge sharing (menyebarkan

pengetahuan kepada keseluruhan organsasi), dan (5) organizational memory

(menyimpan pengetahuan pada repositori). Dalam knowledge management, nilai

organisasional dari pengetahuan individu akan meningkat apabila dibagikan.

Hubungan antar individu dapat dipererat karena pada proses knowledge sharing

Page 12: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

31

ini, pengetahuan yang dimiliki satu individu dapat disebarkan kepada individu

lainnya untuk kemudian dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya bagi perusahaan.

Oleh karena itu knowledge sharing sangat penting untuk pengimplementasian

knowledge management.

2.2.1. Definisi Knowledge Sharing Behaviour

Knowledge sharing mengacu pada perilaku dimana individu secara

sukarela memberikan kepada orang lain (baik di dalam maupun diluar organisasi)

akses pada keunikan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya (Hansen dan

Avital, 2005). Mogotsi et al. (2011) menyatakan terdapat dua aspek dari definisi

tersebut yaitu (1) knowledge sharing muncul diantara para individu, oleh

karenanya berbeda dengan knowledge transfer yang muncul diantara bagian

organisasional yang lebih besar seperti departemen dan organisasi itu sendiri, (2)

knowledge sharing dilakukan secara sukarela.

Menurut Bock dan Kim (2002) knowledge sharing behavior merupakan

tingkatan sejauh mana individu melakukan knowledge sharing secara nyata.

Knowledge sharing behavior dapat dipahami sebagi suatu perilaku dimana

individu secara sukarela menyediakan bagi orang lain (baik di dalam maupun di

luar perusahaan) ketersediaan pengetahuan dan pengalamannya (Hansen dan

Avital, 2005)

Knowledge sharing behavior adalah proses di mana individu saling

bertukar pengetahuan (tacit dan explicit) mereka dan bersama-sama menciptakan

pengetahuan baru (Hooff dan Ridder, 2004). Definisi ini menyiratkan bahwa

setiap perilaku berbagi pengetahuan terdiri dari dua hal, membawa atau

Page 13: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

32

menyumbangkan pengetahuan, dan mendapatkan atau mengumpulkan

pengetahuan. Hooff dan Ridder (2004), Bartol dan Sryvasta (2002) dalam Javadi,

et al. (2012) mendefinisikan knowledge sharing behavior sebagai kegiatan dimana

karyawan mentransfer informasi yang relevan kepada orang lain dalam organisasi.

Dyer dan Nobeoka (2000) dalam Lin (2007) mengindikasikan bahwa

knowledge sharing behavior dapat didefinisikan sebagai kegiatan bagaimana

membantu komunitas orang bekerja bersama-sama, memfasilitasi pertukaran

pengetahuan mereka, meningkatkan kemampuan belajar organisasi, dan

meningkatkan kemampuan mereka untuk mencapai tujuan individual dan

organisasi.

2.2.2. Dimensi Knowledge Sharing Behaviour

Berdasarkan Hooff dan Ridder, (2004), menamai dua perilaku utama

sebagai berikut: (1) menyumbangkan pengetahuan (knowledge donating),

berkomunikasi adalah salah satu modal intelektual pribadi seseorang kepada orang

lain; dan (2) mengumpulkan pengetahuan (knowledge collecting), konsultasi

dengan yang lain untuk mendapatkan sesuatu agar mereka mau berbagi modal

intelektual mereka (Akamavi dan Kimble, 2005; Nonaka dan Konno, 1998;

Tobing, 2007).

2.2.3. Pengukuran Knowledge Sharing Behaviour

Pengukuran dari knowledge sharing behavior pada penelitian ini

mengadopsi dari penelitian De Vries et al. (2006) yang juga dikutip oleh

penelitian Tohidania dan Mosakhani (2009) dan Ryu et al.(2003). Pengukuran

Page 14: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

33

perilaku knowledge sharing menggunakan dua proses perilaku knowledge sharing

yang terdiri dari knowledge donating, yaitu perilaku mengkomunikasikan modal

intelektual yang dimiliki kepada orang lain, dan knowledge collecting, yaitu

perilaku individu untuk berkonsultasi dan meminta modal intelektual dari orang

lain. Oleh karena itu indikator knowledge sharing behavior dengan dua dimensi

knowledge donating dan knowledge collecting dapat dibagi menjadi 8 indikator,

yaitu:

1. Dimensi knowledge donating:

a. Berbagi pengetahuan baru

b. Berbagi informasi baru tentang pekerjaan

c. Berbagi cerita tentang kegiatan yang sedang dilakukan

d. Berbagi tentang aktifitas yang dilakukan

2. Dimensi knowledge sharing:

a. Mengumpulkan pengetahuan baru

b. Mengumpulkan informasi baru

c. Mengumpulkan ide-ide baru

d. Mengumpulkan keterampilan baru

Kebanyakan karyawan pada sektor hotel tidak berada hanya pada satu

hotel selama masa kerjanya, hal ini yang menyebabkan pengetahuan keluar dari

organisasi. Sikap karyawan hotel terhadap organisasi dan rekan sekerjanya

merupakan hal penting terjadinya knowledge sharing behavior, diikuti oleh

persepsi karyawan mengenai biaya yang ditimbulkan akibat knowledge sharing

behavior seperti waktu, usaha, dan hilangnya kekuasaan.

Page 15: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

34

2.3. Motivasi kerja

2.3.1. Definisi Motivasi kerja

Meyer et al. (2004), menyatakan bahwa motivasi kerja adalah sekumpulan

kekuatan energi yang berasal baik dari dalam maupun luar individu, untuk

memulai perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan, sekaligus menentukan

bentuk, arah, intensitas, dan jangka waktunya. Motivasi kerja berpengaruh

terhadap tingkat komitmen seorang termasuk faktor yang menyebabkan

menyalurkan dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam suatu tekad

tertentu. Sebagaimana diketahui motivasi kerja adalah suatu proses dimana

kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian

kegiatan yang mengarah pada tercapainya suatu tujuan tertentu (Munandar,

2008:323).

Diantara banyaknya teori motivasi kerja, Self Determination Theory yang

disusun Ryan dan Deci (2000) adalah cara yang dapat digunakan sebagai cara

untuk mengidentifikasi jenis motivasi kerja berdasarkan orientasi sebab-akibat

dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kekuatan motivasi kerja pada suatu

perilaku tertentu. Self Determination Theory (SDT) adalah pendekatan dalam ilmu

psikologi yang menganalisis motivasi kerja dengan menitikberatkan pada

pentingnya suatu dorongan untuk mengembangkan diri dengan mengatur perilaku

individu.

Self Determination Theory memaparkan perkembangan kebutuhan dasar

psikologis individu yang sifatnya melekat (inherent) dan dibawa sejak lahir

(innate) sebagai faktor yang mampu mendorong kekuatan motivasi kerja pada

Page 16: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

35

perilaku pencapaian suatu tujuan tertentu. Teori ini juga memaparkan kondisi-

kondisi yang dapat menopang atau mengurangi kekuatan motivasi kerja itu

sendiri. Konsep self determination theory dapat mengidentifikasi jenis-jenis

motivasi kerja yang berbeda (Ryan dan Deci, 2000).

Cognitive Evaluation Theory (Deci dan Ryan, 1985), yang merupakan sub

teori pertama, ada tiga kebutuhan dasar yang mendasari motivasi intrinsic.

Menurut (Ryan dan Deci, 2000), yang merupakan sub teori pertama dari Self-

Determination Theory, ada tiga kebutuhan dasar yang mendasari motivasi kerja

kerja, yaitu:

1. Competence : kebutuhan untuk menguasai atau memiliki kekuatan untuk

mengontrol dan menguasai tindakan yang dijalankan berdasarkan

pengalaman-pengalaman yang memungkinkan individu untuk menghadapi

lingkungannya secara efektif.

2. Relatedness : kebutuhan akan relasi interpersonal yang supportive secara

mutual. Pertalian dengan orang lain (relatedness) adalah kebutuhan seseorang

untuk merasakan perasaan tegabung, terhubung, dan kebersamaan bersama

orang lain. Kondisi seperti pertalian yang kuat, hangat, dan peduli dapat

memuaskan kategori jenis ini.

3. Autonomy : kebutuhan untuk membuat keputusan-keputusan yang independen

(bebas) tanpa terikat atau mendapat kontrol dari orang lain berkenaan dengan

area-area dalam kehidupan yang penting bagi individu tersebut.

Ryan dan Deci (2000) menyatakan bahwa individu - individu yang

termotivasi secara intrinsik cenderung memperlihatkan penguatan dalam

Page 17: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

36

tampilannya, meliputi ketahanan, kreativitas, self-esteem, vitalitas, dan

kesejahteraan umum apabila dibandingkan dengan individu-individu yang

termotivasi oleh penghargaan eksternal. Karyawan diharapkan dapat

menumbuhkan dan mengembangkan atau memiliki motivasi yang bersifat

intrinsik.

Sub teori yang kedua dari SDT adalah Organismic Integration Theory

(Ryan dan Deci, 2000), yang membahas lebih lanjut empat gaya regulasi dari

motivasi ekstrinsik. Sub teori ini menjelaskan kontinum self determination

melalui regulation styles atau gaya regulasi motivasi berdasarkan gaya motivasi

ekstrinsik dan intrinsik yang mendasarinya. Bagian pertama menunjukkan

kontinum self-determination yang memperlihatkan tiga jenis motivasi

(amotivation, extrinsic motivation, dan intrinsic motivation) beserta enam gaya

regulasi motivasi (regulation styles), sudut pandang penyebab (perceived loci of

causality), dan proses yang menyertainya (corresponding processes/relevant

regulatory processes). Gambar 2.2 memperlihatkan bahwa perilaku bergerak dari

kontinum nonself-determined ke arah self-determined. Kontinum tingkah laku

tersebut berakar pada kontinum motivasi yang terdiri dari amotivation, extrinsic

motivation, dan intrinsic motivation. Motivasi tersebut dapat dilihat dalam bentuk

gaya regulasi motivasi (regulation styles), yang meliputi:

1. Non-regulation (berasal dari amotivation),

2. External regulation (berasal dari extrinsic motivation),

3. Introjected regulation (berasal dari extrinsic motivation),

4. Identified regulation (berasal dari extrinsic motivation),

Page 18: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

37

5. Integrated regulation (berasal dari extrinsic motivation), dan

6. Intrinsic regulation (berasal dari intrinsic motivation).

Setiap gaya regulasi motivasi di atas memiliki karakteristik yang berbeda.

Meskipun berasal dari satu kontinum motivasi, gaya regulasi motivasi bukanlah

merupakan suatu kontinum. Perlu diingat bahwa gaya regulasi atau ‘regulation

styles’ di sini berbeda dengan strategi self-regulation of cognition. Regulation

styles di sini membahas bagaimana individu termotivasi (Pintrich dan Schunk,

2002: 262). Semakin seseorang menginternalisasikan dan mengasimilasikan nilai-

nilai ke dalam dirinya, individu akan mengalami otonomi yang makin besar dalam

tingkah lakunya (semakin self-determined).

Ryan dan Deci (2000) menyatakan bahwa motivasi intrinsik merupakan

suatu proses natural yang dapat terjadi sejak awal. Gaya regulasi motivasi

external, introjected, identified, dan integrated merupakan jenis-jenis motivasi

ekstrinsik. Self-determination theory bukanlah teori motivasi yang hirarkis.

Individu tidak perlu melewati seluruh gaya regulasi, khususnya orang dewasa.

Pengalaman masa lalu membuat mereka dapat beradaptasi dengan situasi atau

tugas baru dan dalam waktu singkat berada pada tingkat otonom. Deci

menekankan bahwa individu tidak memiliki satu gaya regulasi; individu memiliki

setiap gaya regulasi motivasi dalam derajat tertentu.

Page 19: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

38

Gambar 2.2 Self Determination Theory

Sumber: Deci dan Ryan (2000)

Self-Determination Theory dijelaskan melalui kontinum self-

determination. Berkisar dari amotivation, yaitu kurangnya self-determination,

sampai pada motivasi intrinsik, yang ditentukan sendiri. Antara amotivation dan

motivasi intrinsik, sepanjang kontinum deskriptif tersebut, terdapat empat jenis

motivasi ekstrinsik, dengan eksternal yang paling dikontrol (tidak ditentukan

sendiri), dan introjected, identified, and integrated semakin lebih ditentukan

sendiri.

2.3.2. Pengukuran Motivasi kerja

Menurut Elliot et al. (2000) dan Sue Howard (1999) dalam Suhardjo

(2013), motivasi kerja seseorang dapat timbul dan berkembang melalui dirinya

Page 20: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

39

sendiri (intrinsik) dan dari lingkungan (ekstrinsik). Selain itu, berdasarkan sumber

pembentuk dan orientasi individu untuk terlibat dalam sebuah perilaku Self

Determination Theory juga mengkategorikan motivasi kerja menjadi dua yaitu

motivasi kerja yang terbentuk dari diri individu itu sendiri (motivasi kerja

intrinsik) dan motivasi kerja yang terbentuk karena adanya pengaruh dari luar

(motivasi kerja ekstrinsik).

Motivasi kerja intrinsik bermakna sebagai keinginan dari diri-sendiri untuk

bertindak tanpa adanya rangsangan dari luar (Elliot et al., 2000). Perilaku yang

didasari oleh motivasi kerja secara intrinsik menggunakan naluri aktivitas diri

sendiri, yaitu aktivitas yang dilakukan secara alami dan spontan saat mereka

memiliki keinginan dan kebebasan untuk melakukan apa yang mereka inginkan

(Ryan dan Deci, 2000). Motivasi kerja intrinsik akan mendorong seseorang untuk

berusaha mencapai kepuasan serta memberi keajegan dalam belajar, kebutuhan,

harapan, minat dan sebagainya. Selain itu, motivasi kerja intrinsik memiliki

kecenderungan yang secara alami dimulai dari ketertarikan yang spontan dan

keinginan untuk mengeksplorasi lingkungan sekitar, dimana semua hal tersebut

penting untuk perkembangan kognitif dan sosial, serta menggambarkan prinsip

utama dari sebuah kesenangan hidup (Ryan dan Deci, 2000). Individu-individu

yang termotivasi kerja secara intrinsik cenderung memperlihatkan penguatan

dalam tampilannya, meliputi ketahanan, kreativitas, self-esteem, vitalitas, dan

kesejahteraan umum apabila dibandingkan dengan individu-individu yang

termotivasi kerja oleh rewards eksternal.

Page 21: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

40

Motivasi kerja ekstrinsik dijabarkan sebagai motivasi kerja yang datang

dari luar individu yang mengarah pada suatu hasil yang terpisah (Ryan dan Deci,

2000). Elliot et. al. (2000) mencontohkan dengan pemberian nilai, hadiah dan atau

penghargaan yang digunakan untuk merangsang motivasi kerja seseorang untuk

keluar dari ketidakpuasan, termasuk di dalamnya adalah hubungan antar manusia

(dorongan keluarga), lingkungan, serta imbalan.

Menurut (Gagne dan Deci, 2005), motivasi kerja ekstrinsik dibagi menjadi

4 klasifikasi yaitu integrated regulation, identified regulation, introjected

regulation, dan external regulation.

1) Integrated Regulation disebutkan sebagai teori yang merepresentasikan

perkembangan kemajuan yang sangat penting bagi motivasi kerja ekstrinsik.

Integrated regulation terjadi pada individu yang melakukan aktivitas untuk

kepentingan lain bagi kehidupannya dan mencari kepuasan dari aktivitas

tersebut. Tipe regulasi ini terjadi ketika seorang individu bukan hanya telah

berhasil mengidentifikasi sebuah perilaku yang berarti, namun juga telah dapat

mengintegrasikan hal tersebut ke dalam dirinya.

2) Identified regulation terjadi pada individu yang melakukan suatu aktivitas

karena menganggap aktivitas tersebut berguna dan bermanfaat bagi mereka.

Regulasi yang terjadi pada tingkat ini berdasarkan dari identifikasi, dimana

individu mulai melihat suatu nilai (value) untuk dirinya sendiri dari sebuah

aktivitas yang dilakukannya.

3) Introjected regulation terjadi pada individu yang melakukan suatu aktivitas

karena adanya tekanan eksternal. Regulasi ini dapat digambarkan sebagai

Page 22: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

41

suatu proses internalisasi faktor ekstrinsik ke dalam diri individu namun masih

sebagian, dimana perilaku tersebut masih termotivasi kerja oleh suatu hadiah

atau hukuman, namun hal itu terbentuk sendiri oleh pikiran individu tersebut.

Pada tahap ini, individu melakukan tindakan atau aktivitas karena merasa

“harus”, dan bukan karena ia ingin melakukannya, sehingga dalam

menjalankannya seringkali diikuti oleh perasaan tertekan dan khawatir.

4) External regulation terjadi apabila individu melakukan suatu aktivitas untuk

memperoleh reward yang dapat diperoleh dari aktivitas tersebut.

Amotivasi kerja terjadi pada individu yang tidak memiliki pandangan

kontingensi antara tindakan mereka dan hasil dari tindakan yang dilakukan.

Individu pada golongan ini termasuk mereka yang mengalami perasaan

ketidakmampuan dan kurangnya kontrol. Mereka tidak termotivasi kerja baik

secara intrinsik maupun ekstrinsik. Pada kondisi ini ketika individu tidak

termotivasi, mereka akan bertindak tanpa niat (intention), namun hanya mengikuti

arus. Amotivasi adalah hasil dari tidak dapat menilai suatu aktivitas (Deci dan

Ryan, 2000). Misalnya, ketika seorang atlet berada dalam keadaan mengapa

mereka tidak lagi dapat mengidentifikasi alasan untuk terus berlatih. Pada

akhirnya, mereka justru memutuskan untuk berhenti berlatih olahraga. Tidak

terpuaskannya tiga kebutuhan dasar (authonomy, competence, relatedness)

membuat seseorang mengalami amotivasi atau ketidakinginan melakukan sesuatu

(Pelletier, et al., 1995).

Penelitian ini menggunakan motivasi kerja intrinsik dan ektrinsik dari

Gagne dan Deci (2005) yang merupakan pengembangan dari Self-Determination

Page 23: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

42

Theory Ryan dan Deci (2000). Self-Determination Theory menjelaskan berbagai

motivasi kerja yang otonom dan dikendalikan. Motivasi yang mewakili motivasi

otonom melibatkan bertindak karena adanya panggilan dan memiliki pengalaman

pilihan. Contohnya, seseorang melakukan suatu kegiatan karena hal tersebut

menarik, orang tersebut melakukan kegiatan tersebut sepenuhnya atas keinginan

sendiri. Sebaliknya, motivasi dikendalikan melibatkan bertindak dengan rasa

tekanan, rasa harus terlibat dalam tindakan. Self-Determination Theory

menyatakan bahwa motivasi intrinsik, identified regulation, dan integrated

regulation merupakan jenis motivasi yang mewakili motivasi otonom (self-

determined), sedangkan introjected, external regulation dan amotivasi mewakili

motivasi dikendalikan (nonself-determined).

2.4. Kepuasan Kerja

2.4.1. Definisi Kepuasan Kerja

Pada dasarnya, kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual.

Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan

sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Asumsi dasar dari Theory of Work

Adjustment yang diungkapkan Dawis et al. (1968) adalah setiap individu ingin

mencapai dan terus menjaga hubungan yang baik dengan lingkungannya. Setiap

individu membawa kemampuan kedalam lingkungan pekerjaan, dan lingkungan

pekerjaan menyediakan imbalan (gaji, prestige, hubungan antar pribadi) atas

kemampuan tersebut. Kemampuan yang dibawa setiap individu membawa kepada

pemenuhan persyaratan yang dimiliki oleh lingkungan kerja, dan imbalan yang

diberikan oleh lingkungan kerja membawa kepada pemenuhan kebutuhan setiap

Page 24: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

43

individu. Kepuasan kerja menekankan pada lingkungan kerja yang spesifik

dimana karyawan melakukan pekerjaaannya

Kepuasan kerja karyawan tergantung pada perbedaan antara kebutuhan,

keinginan atau harapan yang dipersepsi diperoleh melalui pekerjaan yang

dilakukannya. Berbagai faktor dapat menjadi pendorong tinggi rendahnya

kepuasan kerja karyawan, sebab kepuasan kerja merupakan sikap seseorang atas

pekerjaannya yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Sikap ini yang secara terus

menerus dipantau oleh atasan sehingga kualitas kerja karyawan dapat tetap

terjaga.

2.4.2. Dimensi Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja diukur dengan Minessota Satisfaction Questionnaire

(MSQ) yang dikembangkan oleh Weiss et al. (1967) MSQ adalah skala yang

dikenal secara luas dan dipercaya menonjolkan komponen penting yang

membentuk kepuasan kerja dan telah digunakan untuk mengukur kepuasan kerja

berdasarkan tiga dimensi oleh beberapa peneliti (Gunlu et al., 2010). Skala yang

digunakan terdiri dari skala Likert yang berisi pernyataan sangat tidak puas, tidak

puas, netral, puas, dan sangat puas.

Pada tahun 1967, Weiss et al. (Gillet and Schwab, 1975) mengembangkan

pengukuran kepuasan kerja yang diberi nama Minnesota Satisfaction

Questionnare (MSQ), tampak bahwa MSQ lebih spesifik dan detil. Dalam

pengukuran tiap aspek, Weiss et al. (1967) menggunakan 5 buah butir dengan

pilihan tanggapan sangat tidak puas sampai dengan sangat puas. Faktor dianalisis

dengan menggunakan MSQ dan menemukan dua faktor: pertama menilai

Page 25: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

44

kepuasan dengan aspek intrinsik pekerjaan dan kedua, penilaian kepuasan yang

lain dengan menggunakan aspek ekstrinsik.

Ketiga dimensi dalam kepuasan kerja tersebut diukur dengan indikator

atau kebutuhan elemen spesifik yang sangat penting dalam menciptakan kepuasan

kerja (Gunlu et al., 2010).

1. Dimensi Intrinsik

Kepuasan intrinsik didapatkan saat seseorang dapat berhasil melaksanakan

pekerjaannya dengan baik, meliputi:

1) Activity adalah segala macam bentuk aktivitas yang dilakukan dalam

bekerja.

2) Independence adalah kemandirian yang dimiliki karyawan dalam bekerja.

3) Variety adalah variasi yang dapat dilakukan karyawan dalam melakukan

pekerjaannya.

4) Moral Values adalah nilai-nilai moral yang dimiliki karyawan dalam

melakukan pekerjaannya seperti rasa bersalah atau terpaksa.

5) Social Service mengukur kepuasan individu dengan adanya peluang

melakukan sesuatu bagi orang lain.

6) Authority adalah wewenang yang dimiliki dalam melakukan pekerjaan.

7) Ability Utilization adalah pemanfaatan kecakapan yang dimiliki oleh

karyawan.

8) Responsibility adalah tanggung jawab yang diemban dan dimiliki

9) Creativity adalah kreatifitas yang dapat dilakukan dalam melakukan

pekerjaan.

Page 26: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

45

10) Achievement adalah prestasi yang dicapai selama bekerja.

2. Dimensi Ekstrinsik

Kepuasan ekstrinsik didapatkan dari imbalan yang didapat, tidak selalu

berbentuk uang, namun bisa dalam bentuk penghargaan dan pengembangan

meliputi :

1) Security adalah rasa aman yang dirasakan karyawan terhadap lingkungan

kerjanya.

2) Supervision-Human Relations adalah dukungan yang diberikan oleh

organisasi terhadap pekerjanya.

3) Supervision-Technical adalah bimbingan dan bantuan teknis yang

diberikan atasan kepada karyawan.

4) Company policies kebijakan organisasi yang dilakukan adil bagi

karyawan.

5) Compensation adalah segala macam bentuk kompensasi yang diberikan

kepada para karyawan.

6) Working Conditions adalah keadaan tempat kerja dimana karyawan

melakukan pekerjaannya.

7) Co-workers adalah rekan sekerja yang terlibat langsung dalam pekerjaan.

3. Dimensi General

Kepuasan general didapatkan ketika individu merasa puas dengan kondisi

pekerjaan secara keseluruhan, meliputi:

1) Social Status adalah derajat sosial dan harga diri yang dirasakan akibat

dari pekerjaan.

Page 27: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

46

2) Advancement kepuasan individu terhadap kemajuan atau perkembangan

yang dicapai selama bekerja.

3) Recognition adalah pengakuan atas pekerjaan yang dilakukan.

4) Company practices praktik-praktik yang dilakukn oleh organisasi.

Kepuasan kerja karyawan dalam industri perhotelan akan menghasilkan

peningkatan sikap karyawan yang positif seperti; komitmen untuk memberikan

pelayanan terbaik pada tamu, kerja sama yang baik diantara para karyawan, dan

pada akhirnya komitmen pada organisasi. Pada akhirnya hal ini akan berkontribusi

pada kemampuan hotel untuk memberikan tingkat pelayanan yang tinggi sehingga

mendorong loyalitas pelanggan. Meningkatnya kepuasan kerja karyawan dapat

menggerakkan karyawan untuk lebih terlibat dan mengambil tindakan yang

menghasilkan peningkatan kepuasan tamu dan pada akhirnya meningkatkan

profitabilitas organisasi yang sangat penting demi kelangsungan organisasi dalam

lingkungan industri hotel yang terus berubah.

Penelitian ini menggunakan Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ)

yang dikembangkan oleh Weiss et al. (1967), yang menggunakan 21 aspek dari

kepuasan kerja, untuk merepresentasikan kepuasan kerja yang lebih individu.

Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ) mengukur kepuasan kerja dengan 3

konstruk yaitu kepuasan kerja umum (general), instrisik dan ekstrinsik. Kepuasan

kerja intrinsik dievaluasi melalui faktor-faktor kunci seperti kemampuan utilisasi,

aktifitas, pencapaian, otoritas, kebebasan, nilai-nilai moral, tanggung jawab,

keamanan, kreatifitas, layanan sosial, status sosial dan keberagaman. Sementara

kepuasan kerja ekstrinsik faktor-faktor kunci adalah pencapaian, kebijakan

Page 28: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

47

perusahaan, kompensasi, pengakuan, supervisi-hubungan antar manusia, dan

supervisi-aspek teknis. Ketika faktor intrinsik dan ekstrinsik di tambahkan maka

terbentuklah kepuasan kerja umum (general) (Feinstein dan Vondrasek, 2001).

2.5. Pemetaan Posisi Penelitian

Tinjauan empiris yang telah dipaparkan sebelumnya menggambarkan

perkembangan studi empiris mengenai komitmen organisasional dan perilaku

knowledge sharing. Komitmen organisasional juga dipengaruhi oleh motivasi

kerja dan kepuasan kerja. Perilaku knowledge sharing dibentuk oleh intensi atau

niat untuk berbagi pengetahuan. Perilaku knowledge sharing ini memiliki dua

proses yaitu knowledge donating dan knowledge collecting.

Terkait dengan berbagai hasil penelitian sebelumnya mengenai knowledge

sharing behavior terdapat beberapa keterbatasan, pertama penelitian dilakukan

berdasarkan perspektif motivasi, dimana penelitian-penelitian tersebut ditarik dari

pandangan teoritis berbasis pengetahuan yang dimiliki perusahaan dan perspektif

biaya transaksional yang keduanya berpusat pada mekanisme motivasi tertentu

yang mengatur perilaku anggota organisasi (Bakan et al., 2011; Bartol dan

Srivastava, 2002; Gagne, 2009; Hislop, 2003; Javadi et al.; 2012, Lam dan Ford,

2010; Lin, 2007; Wu, 2013). Dengan demikian, penelitian ini mengembangkan

konsep tersebut dengan mengidentifikasi pengaruh motivasi kerja terhadap

knowledge sharing behavior.

Hal kedua yang terkait dengan hasil penelitian sebelumnya, dimana

penelitian tentang perilaku komitmen organisasional dan knowledge

sharingbehaior belum dapat digeneralisasikan karena dilakukan pada konteks dan

Page 29: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

48

sampel yang terbatas. Penelitian ini dilakukan pada industri hospitaliti khususnya

hotel yang memiliki karakteristik berbeda dengan penelitian terdahulu.

Keterbatasan ketiga yang ditarik dari hasil penelitian sebelumnya adalah

bahwa penelitian mengenai knowledge sharing behavior tidak difokuskan pada

faktor-faktor kontekstual seperti pra syarat dan hasil yang diharapkan dari berbagi.

Bukti-bukti empiris tidak mempertimbangkan kontribusi knowledge sharing

behavior pada kepuasan kerja dan motivasi kerja.

Kesenjangan keempat terkait dengan Self-Determination Theory

diintegrasikan untuk mengidentifikasi mengenai motivasi kerja dimana pemilihan

teori didasarkan karena teori ini bukan teori motivasi hirarkis, dimana orang

dewasa, dalam hal ini karyawan, tidak harus melalui seluruh gaya regulasi.

Penelitian ini berfokus pada proses berbagi informasi penting dan

pemikiran diantara para individu dalam organisasi. Khususnya disajikan suatu

kerangka konsep untuk memahami proses komitmen organisasional yang

dipengaruhi motivasi kerja dan kepuasan kerja karyawan sehingga pada akhirnya

dapat meningkatkan knowledge sharing behavior. Konsep penelitian yang

disajikan merupakan hasil dari berbagai penelitian sosiologis pada organisasi yang

mendukung penelitian dalam perilaku sosial manusia, dimana berbagai penelitian

menunjukkan keterkaitan antara knowledge sharing behavior dengan situasi

organisasional lainnya. Berdasarkan berbagai tinjauan empiris tersebut maka

penelitian ini mengidentifikasi permasalahan yang terdapat pada organisasi yang

berhubungan dengan komitmen organisasional dan knowledge sharing behavior.

Hasil tinjauan empiris dipetakan pada Tabel 2.1.

Page 30: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

49

Tabel 2.1 Pemetaan Hasil Penelitian Terdahulu Terkait dengan Variabel Penelitian

Peneliti Tahun Variabel Penelitian

IKS KSB MK KK KO Mowday, Steers, Porter 1979 √

Allen dan Meyer 1990 √

Meyer, Allen, dan Smith 1993 √

Meyer dan Allen 2001 √

Meyer dan Hercovitch 2001 √

Testa 2001 √ √

Goulet and Frank 2002 √

Meyer et al. 2002 √

Meyer et al. 2004 √

Kim et al. 2005 √ √

Chen 2006 √ √

Tsai et al. 2010 √ √

Lin dan Lin 2011 √ √

Cruz et al. 2013 √

Saeed et al. 2014 √ √

Kheirkah et al. 2014 √

Tong et al. 2015 √

Hooff dan Weenen 2004 √ √

Lin dan Lee 2004 √

Vries, Hooff, Ridder 2006 √ √

Hu et al. 2009 √

Tohidinia dan Mosakhani 2010 √

Yiu dan Law 2012 √

Ryu et al. 2003 √

Lin dan Lee 2004 √

Alajmi 2012 √

Elogie dan Asemota 2013 √

Bello dan Oyekunle 2014 √

Lin 2007 √ √

Tella et al. 2007 √ √ √

Tremblay 2009 √

Cetinkaya 2011 √ √

Gholizade et al. 2014 √ √ √

Jayaweera 2015 √

Aydogdu dan Asikgil 2011 √ √

Eslami dan Gharakhani 2012 √ √

Martins dan Proenca 2012 √

Bang et al. 2013 √ √ √

Azeem dan Akhtar 2014 √ √

Page 31: BAB II Terbuka · 2018. 2. 1. · organisasi atau memiliki keterikatan tinggi pada organisasinya saat ini jika mereka tidak memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Terminologi sikap

50

Peneliti Tahun Variabel Penelitian

IKS KSB MK KK KO Suliman dan Al-Hosani 2014 √ √

Ahmad dan Rainyee 2014 √ √

Trivellas et al. 2015 √ √

Sihombing 2017 √ √ √ √

Sumber: Data diolah, 2017

Keterangan: IKS = Intention to Knowledg Sharing KSB = Knowledge Sharing Behavior MK = Motivasi Kerja KK = Kepuasan Kerja KO = Komitmen Organisasional

T Lanjutan Tabel 2.1