bab ii teori dasar 2.1 gerakan tanah

30
6 BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah Tanah merupakan salah satu komponen penting sebagai penopang dalam konstruksi bangunan, istilah tanah dalam ilmu Mekanika Tanah mencakup semua bahan, dari tanah lempung (clay) sampai berangkal (batu yang besar). Meningkatnya pembangunan, secara tidak langsung berpengaruh terhadap berkurangnya lahan tempat pembangunan dilaksanakan. Tidak menutup kemungkinan bangunan yang dibangun berada pada lokasi tanah yang tidak baik atau sifat mekanis tanah sangat rendah yang menyangkut daya dukung tanah kecil, penurunan atau settlement yang besar seperti tanah lunak. Tanah lunak merupakan partikel mineral yang tidak mempunyai ikatan yang kuat antara partikelnya yang terbentuk karena adanya pelapukan dari batuan. Partikel tanah tersebut berisi ruang kosong yang disebut pori (void space) yang berisi air dan udara. [6]. Gerakan tanah merupakan perpindahan massa jenis tanah atau batuan pada arah tegak, datar, ataupun miring dari kedudukannya semula, terjadi bila ada gangguan pada kesetimbangan pada saat itu. Gerakan tanah merupakan fenomena dinamis alam untuk mencapai kondisi baru akibat adanya gangguan keseimbangan terhadap tanah yang terjadi, baik terjadi secara alamiah ataupun buatan. Pergerakan tanah meliputi perpindahan material tanah, berupa batuan, bahan timbunan, tanah atau material campuran. Dalam keadaan tidak tergangguan atau alamiah, tanah atau batuan umumnya berada dalam keadaan seimbang terhadap gaya-gaya yang berasal dari dalam tanah. Apabila terjadi perubahan keseimbangan yang baru maka batuan akan berusaha untuk mencapai keadaan keseimbangan yang baru secara alamiah. Cara tersebut berupa proses degradasi atau pengurangan beban, terutama dalam bentuk penurunan atau gerakan lain hingga tercapai keadaan keseimbangan yang baru. Tanah memiliki sifat kemampatan yang sangat besar bila dibandingkan dengan bahan konstruksi seperti baja atau beton. Hal tersebut disebabkan tanah

Upload: others

Post on 30-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

6

BAB II

TEORI DASAR

2.1 Gerakan Tanah

Tanah merupakan salah satu komponen penting sebagai penopang dalam konstruksi

bangunan, istilah tanah dalam ilmu Mekanika Tanah mencakup semua bahan, dari

tanah lempung (clay) sampai berangkal (batu yang besar). Meningkatnya

pembangunan, secara tidak langsung berpengaruh terhadap berkurangnya lahan

tempat pembangunan dilaksanakan. Tidak menutup kemungkinan bangunan yang

dibangun berada pada lokasi tanah yang tidak baik atau sifat mekanis tanah sangat

rendah yang menyangkut daya dukung tanah kecil, penurunan atau settlement yang

besar seperti tanah lunak. Tanah lunak merupakan partikel mineral yang tidak

mempunyai ikatan yang kuat antara partikelnya yang terbentuk karena adanya

pelapukan dari batuan. Partikel tanah tersebut berisi ruang kosong yang disebut pori

(void space) yang berisi air dan udara. [6].

Gerakan tanah merupakan perpindahan massa jenis tanah atau batuan pada arah

tegak, datar, ataupun miring dari kedudukannya semula, terjadi bila ada gangguan

pada kesetimbangan pada saat itu. Gerakan tanah merupakan fenomena dinamis

alam untuk mencapai kondisi baru akibat adanya gangguan keseimbangan terhadap

tanah yang terjadi, baik terjadi secara alamiah ataupun buatan. Pergerakan tanah

meliputi perpindahan material tanah, berupa batuan, bahan timbunan, tanah atau

material campuran. Dalam keadaan tidak tergangguan atau alamiah, tanah atau

batuan umumnya berada dalam keadaan seimbang terhadap gaya-gaya yang berasal

dari dalam tanah. Apabila terjadi perubahan keseimbangan yang baru maka batuan

akan berusaha untuk mencapai keadaan keseimbangan yang baru secara alamiah.

Cara tersebut berupa proses degradasi atau pengurangan beban, terutama dalam

bentuk penurunan atau gerakan lain hingga tercapai keadaan keseimbangan yang

baru. Tanah memiliki sifat kemampatan yang sangat besar bila dibandingkan

dengan bahan konstruksi seperti baja atau beton. Hal tersebut disebabkan tanah

Page 2: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

7

memiliki rongga pori yang bervariasi, sehingga apabila beban yang diterima akan

mengakibatkan perubahan struktur tanah (deformasi) dan terjadinya penurunan

lapisan tanah. Jika penurunan terjadi maka dapat mengakibatkan kerusakan pada

keseimbangan terhadap tanah atau perubahan karakteristik tanah. Karakteristik

tanah didominasi oleh karakteristik mekanisnya seperti kekuatan geser dan

permeabilitas atau kemampuan mengalirkan air [7].

2.2 Tanah Lempung

Tanah Lempung memiliki karakteristik yang khusus diantaranya bersifat kohesif,

daya dukung relatif rendah, penurunan yang relatif besar, waktu pemampatannya

lama, indeks plastisitas yang tinggi, kadar air yang relatif tinggi, gaya geser yang

kecil, permeabilitas yang rendah serta potensi kembang susut. Apabila tanah

tersebut sebagai acuan dasar konstruksi maka akan menimbulkan masalah. Salah

satu permasalahan yang sering ditemui pada konstruksi geoteknik yaitu, tanah

lempung lunak sebagai dasar timbunan [8].

Dilapangan banyak ditemui jenis-jenis lapisan tanah, antara lain jenis tanah berlapis

yang pada lapisan pertama berupa pasir dan lapisan kedua berupa lempung lunak.

Pada pondasi yang akan dibangun dengan jenis tanah berlapis, memungkinkan

terjadinya keruntuhan general atau umum pada lapisan pasir. Keruntuhan general

atau umum terjadi akibat keadaan kondisi tanah timbunan yang berupa pasir tidak

padat. Peristiwa lain adalah naiknya air yang berasal dari tanah lempung lunak pada

kedalaman lapisan tanah pasir, yang kemudian akan mengakibatkan keruntuhan

lokal pada tanah lempung lunak tersebut, sehingga akan terjadi penurunan tanah.

Hal tersebut terjadi pondasi yang menahan beban bangunan di atasnya akan

meneruskan tekanan tersebut kedalam tanah.

Kriteria keruntuhan timbunan di atas tanah lunak terbagi menjadi tiga macam

keruntuhan yaitu, stabilitas daya dukung, stablitas rotasi, dan pergeseran horizontal

yang ditunjukkan pada gambar 2.1 [9].

Page 3: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

8

Gambar 2. 1 Tipe keruntuhan timbunan tanah di atas tanah lunak [9].

Tanah lempung lunak sebagai dasar timbunan dapat mengakibatkan adanya

penurunan pada dasar tanah. Deformasi lateral dan vertikal di area sekitar timbunan

ditunjukkan pada gambar 2.2.a, dimana tanah lempung lunak dapat digunakan

sebagai dasar timbunan apabila tanah lempung lunak tersebut telah dilakukan

perbaikan ataupun penambahan struktur maupun non struktur sebagai perbaikan

tanah. Perbaikan tanah untuk mencegah deformasi dari tanah lempung lunak

ditunjukkan pada gambar 2.2.b, cara lian yaitu dengan pemasangan dinding turap

baja sebagai perkuatan tanah. Dinding turap dapat menahan pengaruh disekitar

tanah akibat timbunan ditunjukkan pada gambar 2.2 [10].

Page 4: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

9

Gambar 2. 2 kondisi penanganan pada tanah lempung lunak [10].

Page 5: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

10

Penyebaran tanah lunak pada wilayah Indonesia di perkirakan 20 juta hektar atau

sekitar 10 persen dari luas total wilayah daratan Indonesia. Informasi kendala

geologi teknik tanah perlu diketahui oleh para pengambil kebijakan, perencanaan

pengembangan suatu wilayah dan pembangunan, serta infrastruktur. Tanah lunak

memiliki nilai kompresibililtas tinggi, umumnya terdiri dari lempung yang secara

alamiah terbentuk dataran alluvial pantai, sungai, danau, dan rawa. Sifat – sifat

tanah lunak antara lain, kadar air tinggi, gaya geser kecil, kemampatan besar, daya

dukung rendah dan tingkat penurunan tanah tinggi. Hal tersebut menimbulkan

permasalahan dalam pembangunan infrastruktur dan penataan ruang dalam

pembangunan. Pada (Gambar 2.3) merupakan peta sebaran tanah lunak di wilayah

Provinsi Lampung [11].

Gambar 2. 3 Peta sebaran tanah lunak Provinsi Lampung [11].

Page 6: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

11

2.2.1 Daya Dukung Tanah Untuk Pondasi Dangkal

Konsep daya dukung batas suatu tanah dan bentuk keruntuhan geser dalam tanah

di tunjukkan pada gambar 2.4, model pondasi persegi memanjang dengan lebar B

pada permukaan lapisan tanah pasir padat. Apabila beban terbagi rata q per satuan

luas diletakkan di atas model pondasi, maka pondasi akan turun. Bila beban terbagi

rata q ditambah, akan terjadi penurunan pondasi yang bersangkutan akan

bertambah. Tetapi, bila besar q = qu gambar b telah dicapai, maka keruntuhan daya

dukung akan terjadi, pondasi akan mengalami penurun yang cukup besar. Tanah

pada bagian kanan dan kiri pondasi akan menyembul dan bidang longsor akan

mencapai permukaan tanah (Gambar 2.4).

Gambar 2. 4 Daya dukung batas tanah untuk pondasi dangkal

a. Model pondasi, b. Grafik hubungan antara beban dengan penurunan [12].

Page 7: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

12

2.3 Penurunan (Settlement)

Istilah penurunan menunjukkan amblesnya suatu bangunan akibat kompresi dan

deformasi lapisan tanah di bawah bangunan atau di bawah tanah. Penurunan

(Settlement) akan terjadi bila suatu lapisan tanah mengalami pembebanan berlebih.

Penurunan juga dipengaruhi oleh sebaran tanah lunak atau lempung yang terdapat

di bawah permukaan pada dataran aluvial. Jika penurunan yang terjadi terlalu besar

maka akan mengakibatkan kerusakan pada konstruksi pada bagian bangunan.

Karakteristik tanah didominasi oleh karakteristik mekanisnya seperti kekuatan

geser dan permeabilitas [10].

Secara umum, penurunan pada tanah akibat adanya beban yang bekerja pada

fondasi dapat diklasifikasikan dalam 3 jenis penurunan [10]:

a. Penurunan seketika, yaitu penurunan yang langsung terjadi saat pembebanan

bekerja, terjadi berkisar antara 0 – 7 hari dan terjadi pada tanah lanau, pasir dan

tanah liat yang memiliki Sr (derajat kejenuhan) kurang lebih 90%.

b. Penurunan konsolidasi, yaitu penurunan yang diakibatkan adanya keluar air

dalam pori batuan atau tanah akibat beban yang bekerja pada fondasi.

c. Penurunan sekunder, yaitu penurunan yang terjadi sesudah penurunan

konsolidasi terjadi, didefinisikan sebagai penyesuaian kerangka tanah sesudah

tekanan pori yang berlebih menghilang.

Berdasarkan [13] , Secara umum faktor penyebab penurunan tanah, yaitu :

1. Penurunan tanah alami yang disebabkan oleh proses–proses geologi seperti

siklus geologi, sedimentasi daerah cekungan dan sebagiannya. Beberapa

penyebab terjadinya penurunan tanah alami digolongkan menjadi:

a. Siklus geologi penurunan muka tanah terkait dengan siklus geologi.

b. Sedimentasi daerah cekungan terdapat di daerah-daerah tektonik lempeng

yang berdekatan dengan perbatasan lempeng. Sedimen yang terkumpul di

cekungan semakin lama semakin banyak dan menimbulkan beban yang bekerja

Page 8: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

13

semakin meningkat, kemudian proses kompaksi sedimen tersebut menyebabkan

terjadinya penurunan pada permukaan tanah.

2. Penurunan tanah akibat pengambilan air tanah, pengambilan air tanah secara

besar-besaran yang melebihi kemampuan pengembaliannya akan

mengakibatkan berkurangnya jumlah air tanah pada suatu lapisan akuifer.

Hilangnya air tanah menyebabkan terjadinya kekosongan pori-pori tanah

sehingga hidrostatis dibawah permukaan tanah berkurang sebesar hilangnya air

tanah tersebut.

3. Penurunan akibat beban bangunan (settlement) tanah memiliki peran penting

dalam konstruksi. Pembangunan di atas permukaan tanah dapat menyebabkan

lapisan bawahnya mengalami pemampatan. Pemampatan tersebut disebabkan

oleh adanya deformasi partikel tanah, relokasi partikel, keluarnya air atau udara

dari dalam pori. Proses pemampatan ini pada akhirnya akan menyebabkan

terjadinya penurunan permukaan tanah. Secara umum penurunan tanah akibat

pembebanan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

a. Penurunan konsolidasi yang merupakan hasil dari perubahan volume tanah

jenuh air sebagai akibat dari keluarnya air yang menempati pori-pori air tanah.

b. Penurunan segera yang merupakan akibat dari deformasi elastik tanah

kering, basah, dan jenuh ari tanpa adanya perubahan kadar air.

Beberapa kajian teoritis dalam penurunan pada bangunan dapat terjadi setempat,

Sebagian atau secara keseluruhan dan dapat diakibatkan oleh beberapa faktor

sebagai berikut [13], yaitu:

1. Penurunan yang merata (Uniform settlement)

Tanah pada suatu lokasi memiliki kepadatan tertentu yang bergantung pada jenis

tanah dan kandungan air yang ada di dalam tanah atau air. Tanah akan berubah

kepadatannya bila mengalami pembebanan dengan kata lain tanah akan

terkonsolidasi. Bila tanah memiliki sifat yang seragam maka akan menghasilkan

penurunan akibat terkonsolidasi dengan besaran yang sama atau seragam.

Page 9: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

14

2. Penurunan yang tidak merata (Differential Settlement)

Penurunan yang tidak merata dapat terjadi bila sifat tanah di bawah bangunan

tidak homogen, akibat proses pembentukannya secara alamiah ataupun akibat

proses galian dan timbunan (cut and fill), dan reklamasi. Kondisi ini akan sangat

berbahaya bila menggunakan fondasi langsung yang tidak mencapai tanah keras

atau bedrock. Kondisi sifat tanah yang tidak homogen, komponen pondasi harus

dipasang hingga mencapai lapisan tanah keras atau bedrock, baik pada fondasi

langsung maupun fondasi tidak langsung. Bila terjadi proses penurunan yang

tidak merata, maka akan menimbulkan tegangan ekstra pada komponen

bangunan atas maupun bangunan bawah. Bila tegangan yang timbul melampaui

batas tegangannya maka komponen bangunan mengalami ratakan atau patah,

tergantung pada besaran tegangan yang dilampaui.

Pengklasifikasian tingkat kerusakan pada bangunan dapat ditentukan dengan

berdasarkan penurunan (settlement), kemiringan atau inklinasi, dan tingkat

kerusakan pada komponen bangunan (Tabel 2.1).

Tabel 2. 1 Kriteria Tingkat Kerusakan Komponen Struktur [14].

Tingkat Deskripsi Kerusakan

I Ratak rambut dipermukaan beton terlihat dari jarak tidak terlalu jauh

(lebar retakan kurang dari 0.2 mm)

II Retak dipermukaan beton terlihat dengan mata dengan jarak dekat

(lebar retakan berkisar 0.2 – 1.0 mm)

III Pelindung beton hancur di sebagian tempat

Retakan besar meluas (lebar retakan 1 – 2 mm)

IV Pelindung beton hancur dalam jumlah besar dan baja tulang terlihat

V Baja tulang tertekuk

Beton inti penampang hancur

Page 10: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

15

2.4 Zona Lemah

Zona Lemah merupakan suatu bagian atau zona yang dimana pada suatu area tanah

atau bataun memiliki sifat mekanika tanah lebih rendah dibandingkan dengan masa

batuan disekitarnya. Zona lemah dapat juga diartikan sebagai lapisan bawah

permukaan tanah yang terdiri dari material - material yang memiliki tingkat

kerentanan yang tinggi. Material tersebut antara lain, tanah liat basah, tanah liat

kering, pasir kering, air dan rongga udara bawah permukaan tanah. Zona lemah juga

dapat berupa zona sesar, zona geser, lapisan atau material yang lemah [3].

Perkuatan timbunan yang dibangun di atas tanah lunak umumnya akan berada pada

kondisi, yaitu [15].

1. Timbunan dibangun di atas deposit yang seragam

2. Timbunan dibangun di atas zona lemah lokal

Aplikasi perkuatan timbunan yang paling umum digunakan untuk pada kondisi

pertama ialah timbunan jalan, tanggul, bendungan atau area bangunan yang akan di

bangun di atas lapisan lanau, lempung atau gambut jenuh air yang lunak (Gambar

2.5) aplikasi pada konstruksi timbunan yang berada di atas tanah mempunyai zona

lemah atau tanah berongga, zona lemah atau berongga dapat diakibatkan oleh

lubang amblasan (sink hole), aliran sungai, lempung atau gambut.

Page 11: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

16

Gambar 2. 5 Aplikasi timbunan yang diperkuat

a. Timbunan di atas tanah lunak, b. Timbunan di atas zona lemah setempat

dan tanah berongga [9].

2.5 Well Logging

Log merupakan suatu grafik kedalaman atau waktu dari suatu data yang

menunjukkan parameter diukur secara berkesinambungan dalam sebuah sumur

pemboran. Prinsip Well Logging ialah mengukur parameter sifat - sifat fisik pada

suatu formasi di setiap kedalaman secara kontinyu dari sumur pemboran. Sifat -

sifat fisik yang diukur adalah potensial listrik batuan, tahanan jenis batuan,

radioaktivitas, kecepatan rambat gelombang elastis, kerapatan formasi (densitas),

dan kemiringan lapisan batuan, serta kekompakan formasi yang kesemuannya

tercermin dari suatu lubang sumur bor [16].

Page 12: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

17

(Gambar 2.6) merupakan data penelitian akademisi itera guna sebagai acuan dalam

penelitan untuk pemodelan sintetik 1D Vertical Electrical Sounding (VES). Data

Well Logging tersebut merupakan data Log Resisitivity dan Log Spontanaeous

Potential (SP) dengan kedalaman 150 meter.

Gambar 2. 6 Data Rekaman Well Logging [17].

Page 13: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

18

2.6 Metode Geolistrik

Metode geolistrik merupakan salah satu metode yang digunakan untuk investigasi

permukaan tanah, dengan tujuan mengetahui keadaan batuan atau material

berdasarkan nilai resistivitas atau hambatan jenis yang berbeda - beda [18]. Metode

geolsitrik dapat dibagi menjadi 2 macam berdasarkan sumber arus listrik:

a. Metode aktif, jika menggunakan sumber arus listrik yang diinjeksikan ke

dalam bumi kemudian di ukur, efek potensial arus nya diukur di dua titik elektroda

permukaan tanah, seperti metode resistivity & induced polarization (IP).

b. Metode pasif, memanfaatkan adanya arus listrik alami akibat aktivitas

elektrokimia dan elektromekanik dalam material penyusun batuan, seperti metode

SP (Self Potensial).

Metode geolistrik memiliki dua teknik dalam pengukuran, yaitu metode Mapping

dan Sounding. Metode geolistrik Mapping merupakan metode resistivitas yang

bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas batuan lapisan bawah permukaan

secara lateral atau horizontal. Metode Sounding bertujuan untuk mempelajari

variasi resistivitas batuan di bawah permukaan secara vertikal. Metode geolistrik

Mapping dan Sounding memiliki konfigurasi susunan elektroda berbeda - beda

dengan mengatur jarak antar elektroda. Perubahan jarak antar elektroda ini

dilakukan dengan jarak susunan elektroda kecil kemudian membesar secara

bertahap menyesuaikan konfigurasi yang di gunakan. Jarak antar elektroda

sebanding dengan kedalaman lapisan batuan yang terdeteksi.

Page 14: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

19

2.6.1 Sifat kelistrikan batuan

Batuan merupakan suatu materi - materi yang memiliki sifat kelistrikan. Sifat

kelistrikan tersebut merupakan karakteristik dari batuan yang besarnya tergantung

pada media pembentuk pada batuan. Sifat kelistrikan bisa berasal dari alamiah atau

berasal dari gangguan keseimbangan yang sengaja dimasukkan arus listrik ke dalam

batuan, sehingga akan terjadi ketidakseimbangan muatan di dalam batuan, serta

pada batuan terdapat potensial listrik alam yang memiliki nilai konduktivitas [19].

Potensial listrik alam disebabkan oleh kegiatan elektrokimia. Faktor pengontrol

tersebut adalah air tanah, dimana potensial listrik berasosiasi dengan pelapukan

mineral pada bodi sulfida, perbedaan sifat batuan (kandungan mineral) pada kontak

antara batuan dalam kegiatan bioelektrik dari materi organik korosi, gradien termal

dan gradien tekanan. Potensial alam ini, dikelompokkan menjadi 4, yaitu [20].

a. Potensial Elektrokinetik

Potensial ini disebabkan oleh suatu larutan atau fluida yang bergerak melalui

suatu medium yang berpori.

b. Potensial difusi

Potensial yang disebabkan oleh adanya perbedaan mobilitas dari ion - ion

dalam fluida yang memiliki konsentrasi yang berbeda - beda.

c. Potensial Nerst

Potensial yang timbul bila suatu elektroda dimasukkan ke dalam larutan yang

homogen.

d. Potensial Mineralisasi

Potensial ini timbul bila dua buah elektroda dimasukkan ke dalam larutan

homogen. Harga potensial tersebut paling besar jika dibandingkan dengan

jenis potensial lainnya, biasanya potensial ini timbul pada zona yang

mengandung sulfida, granit, dan magnetik.

Page 15: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

20

Pada dasanya struktur bawah permukaan bumi tidak homogen isotrop melainkan

berupa lapisan dengan nilai resistivitas yang berbeda - beda. Berdasarkan hal

tersebut nilai resistivitas yang terukur merupakan nilai resistivitas semu (ρ

Apparent ). Untuk mendapatkan hasil yang real dari pengukuran di lapangan,

dilakukan pengolahan inversi untuk mendapatkan nilai resistivitas terukur (Gambar

2.7).

Gambar 2. 7 Equipotensial setengah bola dengan asumsi medium homogen isotop

yang di hasilkan injeksi arus S1 dan S2 [6] .

Pada kondisi lapangan yang sebenarnya, bumi tidak bersifat homogen isotropik.

Akan tetapi, bumi bersifat heterogen anisotropis yaitu, terdiri dari lapisan - lapisan

dengan resistivitas yang bervariasi secara vertikal maupun lateral. Dalam

pengukuran tersebut potensial yang terukur akan dipengaruhi oleh variasi vertikal

ataupun lateral, sehingga resistivitas yang didapat bukanlah resistivitas yang

sebenarnya, melainkan resistivitas semu (Apparent resistivity). Nilai resistivitas

semu dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain [21].

a. Jenis batuan, jenis batuan dan resistivitasnya tergantung mineral penyusun

batuan tersebut. Sebagai contoh batuan dengan resistivitas rendah terdiri dari

mineral - mineral logam.

b. Kandungan air, batuan yang mengandung air resistivitasnya lebih rendah dari

pada batuan yang tidak terkandung air.

Page 16: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

21

c. Mineral lempung, batuan yang mengalami proses pelapukan akan diubah

menjadi lempung, sehingga resistivitas akan menjadi rendah seiring dengan

tingginya kandungan lempung.

d. Matriks batuan, batuan yang terpilah buruk lebih resistif apabila terisi oleh air

dari pada batuan yang terpilah baik.

e. temperatur, naiknya temperatur akan menurunkan viskositas air yang

menyebabkan perpindahan ion - ion dalam medium meningkat sehingga

medium lebih konduktif (Resistivitas kecil).

f. Salinitas, kandungan air asin, memberikan responsif resistivitas rendah

karena elektron-elektron bebas mudah dihantarkan dalam medium yang

dilaluinya.

g. Kompaksi, batuan semakin kompak (padat), maka aliran arus berkurang

sehingga resistivitasnya tinggi.

Pada setiap batuan dan mineral memiliki nilai tahanan jenis yang berbeda-beda, hal

ini dikarenakan adanya faktor kepadatan batuan, jumlah mineral yang terkandung,

kandungan elektrolit, permeabilitas, porositas.

Variasi material bumi dapat dilihat pada (Table 2.2) sebagai berikut:

Tabel 2. 2 Nilai resistivitas Material - Material Bumi [18].

no Material Resistivitas (Ωm)

1 Pirit (Phyrite) 0.01 - 100

2 Kwarsa (Quartz) 500 - 8 x 105

3 Kalsit (Calsite) 1012 – 1013

4 Batuan Garam 30 – 1013

5 Granit 200 – 105

6 Andesit (Andesite) 1.7 x 102 – 45 x 104

7 Gamping (Limestone) 500 – 104

8 Batu Pasir (Sandstone) 200 – 8.000

9 Serpih (Shales) 20 – 2.000

10 Pasir (Sand) 1 – 1.000

Page 17: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

22

11 Lempung (Clay) 1 - 100

12 Air Tanah (Ground Water) 0.5 – 300

13 Air Asin (Sea Water) 0.2

14 Kerikil Kering (Dry Gravel) 600 – 103

15 Aluvium (Alluvium) 10 - 800

16 Kerikil (Gravel) 100 - 600

Aliran listrik dalam batuan dan mineral dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:

Konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolit, dan konduksi secara

dielektrik [22].

a. Konduksi Secara Elektronik

Konduksi elektronik merupakan konduksi yang terjadi pada batuan atau mineral

yang dialiri oleh arus listrikn yang kemudian dialirkan melalui elektron – elektron

bebas yang terdapat pada batuan atau mineral. Karakteristik batuan merupakan

resistivitas yang menunjukkan kemampuan bahan untuk menghantarkan arus

listrik. Semakin besar nilai resistivitas batuan makan akan semakin sulit batuan

tersebut untuk mengalirkan atau menghantarkan arus listrik. Apabila nilai

resistivitasnya rendah maka batuan tersebut akan mudah untuk mengalirkan dan

menghantarkan arus listrik.

b. Konduksi Secara Elektrolit

Konduksi secara elektrolit merupakan kondisi yang terjadi pada batuan atau mineral

yang dapat menghantarkan arus listrik dikarenakan batuan atau mineral dapat

menyimpan dan meloloskan aliran fluida air. Kandungan air yang berada di dalam

batuan yang semakin banyak akan mengakibatkan konduktivitas yang semakin

besar. Adapun jika kandungan air dalam batuan tersebut berkurang, maka

resistivitas akan semakin besar.

Page 18: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

23

c. Konduksi Secara Dielektrik

Konduksi seacara dielektrik merupakan kondisi yang terjadi pada batuan atau

mineral yang memiliki elektron bebas atau tidak memiliki elektron bebas yang

dapat memiliki sifat dielektrik terhadap aliran arus listrik. Elektron yang berada

pada dalam batuan tersebut dapat berpindah dan berkumpul dengan batuan karena

adanya pengaruh oleh medan listrik dari yang mengakibatkan terjadi polarisasi.

2.6.2 Hukum Ohm

Prinsip metode resistivitas adalah dengan menginjeksikan atau mengirimkan arus

listrik ke dalam tanah serta mengukur nilai beda potensial yang terjadi. Pada Hukum

Ohm yang ditunjukkan Gambar (2.8) Hukum Ohm ditemukan seorang ahli

fisikawan asal Jerman George Simon Ohm pada tahun 1827, digunakan untuk

menentukan hubungan yang terjadi pada arus listrik dan tegangan dalam sebuah

hambatan dengan bunyi “ kuat arus yang melalui penghantar sebanding dengan

beda potensial pada kedua ujung penghantar “ [23].

Hubungan tersebut dinyatakan dalam grafik sebagai berikut :

Gambar 2. 8 Grafik Tegangan V dan Kuat Arus I [23].

George Simon Ohm pada tahun 1827 berhasil menjelaskan hubungan antara arus

listrik yang mengalir pada sebuah medium yang memiliki beda tegang dengan

melalui persamaan berikut:

V = I x R

(2.1)

Page 19: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

24

Pada persamaan 2.1 dijelaskan bahwa arus (I) berbanding lurus dengan tegangan

(V) dan berbanding terbalik dengan hambatan atau resistansi (R). Sehingga dapat

diketahui bahwa semakin besar atau tinggi tegangan yang dimiliki maka akan

semakin besar atau tinggi hambatan yang dimiliki oleh suatu batuan.

Persamaan tersebut apabila terdapat arus listrik yang disimbolkan dengan I

(ampere), diinjeksikan arus ke dalam suatu medium yang akan menimbulkan beda

potensial yang disimbolkan V (volt). Akan tetapi, nilai beda potensial tersebut dapat

dipengaruhi oleh hambatan (R) dengan satuan Ohm yang terdapat dalam medium

tersebut. Pada (Gambar 2.9) diasumsikan penjalaran arusnya dalam sebuah medium

tabung dengan panjang tabung disimbolkan (L) memiliki satuan meter, dan luas

penampang (A) memiliki satuan m2, resistivitas atau tahanan jenis listrik (ρ)

memiliki satuan Ohmmeter.

Gambar 2. 9 Ilustrasi konduktor silinder [23].

Maka dapat dirumuskan [23] :

R= ρ 𝑙

𝐴

(2.2)

Dimana ρ adalah resistivitas (Ωm), L adalah Panjang silinder konduktor (m), A

adalah luas penampang silinder konduktor (m2), dan R adalah resistansi (Ω).

Sedangkan menurut hukum Ohm, resistansi R dirumuskan:

R= 𝑉

𝐼 (2.3)

Dimana R adalah resistansi (ohm), V adalah beda potensial (volt), I adalah kuat arus

(ampere). Dari kedua rumus tersebut didapatkan nilai resistivitas (ρ) sebesar:

ρ = 𝑉 𝐴

𝐼 𝑙

(2.4)

Page 20: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

25

Sifat konduktivitas (σ) batuan yang merupakan kebalikan dari resistivitas (ρ)

dengan satuan Ωm.

𝜎 = 1

𝜌=

𝐼 𝑙

𝑉𝐴= (

𝐼

𝐴) (

𝑙

𝑉) =

𝐽

𝐸

(2.5)

Dimana 𝐽 adalah rapat arus (ampere/m2) dan E adalah medan listrik (volt/m) [23].

2.6.3 Potensial di sekitar titik arus di dalam bumi

Pada Gambar (2.10) merupakan contoh dua aurs pada elektroda, dimana potensial

yang dekat dengan titik permukaan akan dipengaruhi oleh kedua arus elektroda

tersebut. C1 dan C2 adalah elektroda arus yang akan di injeksikan arus ke bawah

permukaan bumi, yang kemudian di hasilkan perbedaan potensial dan di tangkap

oleh P1 dan P2 yang merupakan elektroda potensia [18].

Gambar 2. 10 Sumber arus pada 2 titik permukaan [18].

2.6.4 Potensial di sekitar titik arus di permukaan bumi

Metode pendekatan yang sederhana ialah secara teoritis tentang aliran arus listrik

di dalam bumi dianggap homogen dan isotropis dan bila dialiri listrik akan menjadi

aliran arus yang menyebar dalam tanah secara radial. Apabila udara yang berada di

atasnya memiliki konduktivitas nol, maka garis potensialnya akan membentuk

setengah lingkaran bola. Hal tersebut dapat diketahui pada (Gambar 2.11) [24].

Page 21: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

26

Gambar 2. 11 Sumber Arus Tunggal Pada Permukaan Bumi Homogen Isotropis

[24].

Aliran arus yang tersebar merata ke dalam bumi dari titik sumber membentuk

medan potensial dengan kontur equipotential berbentuk permukaan setengah bola

di bawah permukaan. Arus yang mengalir melalui permukaan setengah bola maka

arus yang mengalir melewati permukaan [18] :

I = 2π 2J = - 2 π r 2 𝜎 𝑑𝑣

𝑑𝑟 =- 2 π σ A

(2.6)

Dimana:

I = Kuat arus (A)

r = Jarak elektroda pertama (meter)

σ = Konduktivitas

A = Luas area penampung (m2)

J = Rapat arus listrik = - σ 𝑑𝑣

𝑑𝑟

Untuk konstanta integrasi A dalam setengah bola yaitu :

𝐴 = − 𝐼𝜌2𝜋

(2.7)

Page 22: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

27

Sehingga diperoleh :

V = 𝐴

𝑟= (

𝐼𝜌

2𝜋)

1

𝑟 (2.8)

Dimana ΔV = beda potensial (volt), I = kuat arus (ampere) yang dilalui oleh batuan

(ampere). Maka nilai resistivitas listrik yang diberikan oleh medium adalah:

𝜌 = 2𝜋𝑟𝑣

𝐼

(2.9)

Persamaan di atas merupakan equipotential permukaan setengah bola

di bawah permukaan tanah.

2.6.5 Potensial Listrik Oleh Dua Sumber Arus Di Permukaan

Bila jarak antara dua elektroda arus tidak terlalu besar, maka potensial pada tiap

titik di dekat permukaan akan dipengaruhi oleh kedua elektroda tersebut.

Gambar 2. 12 Dua Pasang Elektroda Arus dan Elektroda Potensial pada

Permukaan Medium Homogen Isotropis dengan Resisitivitas ρ [18].

Pada (Gambar 2.12) yaitu elektroda potensial pertama P1 dipengaruhi oleh

elektroda arus pertama C1 dan kedua C2, untuk elektroda kedua P2 dipengaruhi oleh

elektroda arus pertama C1 dan kedua C2. Oleh karena itu potensial P1 yang

disebabkan arus di C1 adalah [18] :

Page 23: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

28

Kedua arus pada elektroda adalah sama dan arahnya berlawanan, maka potensial

P1 yang disebabkan oleh arus di C2 adalah [18]

Karena arus pada dua elektroda besarnya sama dan berlawanan arah sehingga

diperoleh potensial total di P1:

Dengan cara yang sama diperoleh potensial total di P2 [18]

Sehingga diperoleh nilai dari beda potensial antara titik P1 dan P2 yaitu [18]

Dan,

Dimana:

ΔV= Beda potensial antara P1

dan P2 (volt)

I = Kuat Arus (ampere)

ρ = Resistivitas (Ωm)

r1 = Jarak C1 ke P1 (m)

r2 = Jarak C2 ke P1 (m)

r3 = Jarak C1 ke P2 (m)

r4 = Jarak C2 ke P2 (m)

[18]

V1 = −𝐴1

r2 , dimana A1 = −

𝐼 𝜌

2𝜋 (2.10)

V₂ = − 𝐴2

𝑟2 , dimana A₂ = −

𝐼𝜌

2𝜋

(2.11)

V1 + V2 = 𝐼 𝜌

2𝜋 (

1

𝑟1−

1

𝑟2 )

(2.12)

V1 + V2 = 𝐼 𝜌

2𝜋 (

1

𝑟3−

1

𝑟4 )

(2.13)

ΔV = 𝐼 𝜌

2𝜋 (

1

𝑟1−

1

𝑟2 ) − (

1

𝑟3−

1

𝑟4 )

(2.14)

ρ =K 𝛥𝑉

𝐼

(2.14)

Page 24: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

29

2.6.6 Konsep Resistivitas Semu (Apparent Resistivity)

Jika bumi bersifat homogen, maka resistivtas yang terukur adalah resistivitas

sebenarnya dan tidak bergantung pada spasi elektroda. Namun pada kenyataannya

bumi itu berlapis - lapis, dimana setiap lapisan memiliki resistivitas tertentu.

Berdasarkan pada persamaan resistivitas semu dapat dinyatakan sebagai berikut:

Dimana ρa adalah resistivitas semu (ohm meter), K adalah faktor geometri, yaitu

besaran letak pada kedua elektroda potensial terhadap letak kedua elektroda arus.

Dengan mengukur beda potensial ΔV (volt) dan kuat arus I (ampere), maka dapat

ditentukan harga dari resistivitas ρ [20].

Pada kenyataannya, bumi merupakan medium berlapis yang memiliki masing –

masing lapisan dengan harga resisitivitas yang berbeda. Resistivitas semu

merupakan resistivitas dari suatu medium fiktif homogen yang ekivalen dengan

medium berlapis yang di tinjau dari (Gambar 2.13), medium berlapis terdiri dari

dua lapisan dengan resisitivitas yang berbeda (ρ1 dan ρ2) dianggap medium satu

lapis homogen yang memiliki satu harga resisitivitas, yaitu resistivitas semu ρa

dengan konduktansi masing – masing lapisan σa = σ1+σ2.

ρ = 2π[( 1

𝑟1−

1

𝑟2 ) − (

1

𝑟3−

1

𝑟4 )]-1

𝛥𝑉

𝐼

(2.15)

Karena besarnya faktor geometri adalah :

K = 2𝜋

( 1

𝑟1−

1

𝑟2 )−(

1

𝑟3−

1

𝑟4 )

(2.16)

Maka persamaan di atas menjadi [20]

ρɑ = K 𝛥𝑉

𝐼

(2.17)

Page 25: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

30

Gambar 2. 13 Konsep resistivitas semu pada medium berlapis [24].

2.6.7 Konfigurasi Schlumberger

Konfigurasi Schlumberger biasanya digunakan dalam pengukuran Vertical

Electrical Sounding (VES) (Gambar 2.14). Metode tersebut umumnya sering

digunakan menggunakan 4 buah elektroda yang terletak dalam satu lintasan serta

simetris terhadap titik tengah, 2 buah elektroda arus AB berada pada bagian luar

dan 2 buah elektroda tegangan MN di bagian dalam lintasan pengukuran.

Konfigurasi Schlumberger memiliki kemampuan untuk mendeteksi adanya non-

homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai

resistivitas semu ketika bila terjadi perubahan jarak elektroda MN/2.

Gambar 2. 14 Konfigurasi Schlumberger [17].

Page 26: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

31

a. Konfigurasi Schlumberger.

b. Titik datum metode Sounding.

c. Pengukuran titik Sounding dengan variasi spasi elektroda dari yang terkecil.

d. Grafik antara AB/2 dan ρa.

Pada (Gambar 2.14.a) terdapat elektroda A dan B yang dialirkan arus sedangkan

elektroda M dan N sebagai potensial. Pada konfigurasi Schlumberger, nilai MN

kurang dari nilai AB, sehingga jarak MN secara teoritis tidak mengalami

perubahan, tetapi karena adanya keterbatasan kepekaan peralatan dalam

pengukuran, Ketika jarak AB relatif besar maka jarak MN harus diubah. Perubahan

jarak MN tidak lebih besar dari 1/5 dari jarak AB [25].

Besaran nilai resistivitas dihitung melalui persamaan berikut:

ρA = K x 𝑉

𝐼 (2.18)

Besaran nilai K ditentukan berdasarkan konfigurasi yang digunakan. Pada (Gambar

2.14.b) merupakan konfigurasi Schlumberger dengan faktor geometri sebagai

berikut:

K = π( 𝑎₂−𝑏₂

2𝑏)

(2.19)

Gambar 2. 15 susunan elektroda konfigurasi schlumberger [21].

Page 27: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

32

Faktor Geometri Schlumberger [18].

K= 2𝜋

( 1

𝑅1 −

1

𝑅2)−(

1

𝑅3 −

1

𝑅4)

K= 2𝜋

( 1

𝐴𝐵2

− 𝑀𝑁

2 −

1𝐴𝐵

2 +

𝑀𝑁2

− 1

𝐴𝐵2

+ 𝑀𝑁

2 −

1𝐴𝐵

2 −

𝑀𝑁2

)

K= 2𝜋

2(1

𝐴𝐵2

− 𝑀𝑁

2 )− 2(

1𝐴𝐵

2+

𝑀𝑁2

)

K= 𝜋

(1

𝐴𝐵2

− 𝑀𝑁

2 )− (

1𝐴𝐵

2+

𝑀𝑁2

)

K= π (

𝐴𝐵

2 −

𝑀𝑁

2 )(

𝐴𝐵

2 +

𝑀𝑁

2 )

2 𝑀𝑁

2

K= 𝜋(

𝐴𝐵

2 ² +

𝑀𝑁

2 ² )

2 𝑀𝑁

2

(2.20)

Variasi nilai resistivitas secara kualitatif berdasarkan kedalaman dapat dianalisis

dengan kurva Sounding (Gambar 2.16). Kurva Sounding diperoleh berdasarkan plot

AB/2 dengan nilai resistivitasnya. Terdapat empat jenis tipe kurva dengan variasi

resistivitas kedalaman dengan asumsi terdapat tiga lapisan yang ada, tipe H, tipe K,

tipe A, tipe Q. [17].

Gambar 2. 16 Tipe kurva Sounding [18].

Page 28: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

33

2.6.8 Hubungan Parameter Geolistrik dengan Parameter Gerakan Tanah

Umumnya batuan menghambat arus listrik, dengan batuan penyusun kerak bumi

merupakan senyawa ionik. Setiap batuan di bawah permukaan memiliki pori-pori

yang biasanya terisi oleh fluida air. Air dalam pori tersebut mengandung larutan

garam atau zat-zat kimia sehingga bersifat elektrolit dan besaran yang menyangkut

pori-pori disebut porositas. Porositas didefinisikan sebagai perbandingan antara

volume pori (ruang pori) dengan volume batuan. Besar kecilnya tahanan jenis

batuan ditentukan oleh besar kecilnya jenis fluida yang mengisi pori-porinya.

2.7 Apparent Resistivity Pseudo Section

Apparent Resistivity Pseudo Section (Gambar 2.17) merupakan penampang

melintang semu yang menggambarkan distribusi nilai resistivitas semu pada suatu

titik Vertical Electrical Sounding (VES) terhadap titik VES lainnya yang berada di

bawah permukaan bumi. Penampang melintang semu memiliki jarak antara titik

VES satu dengan titik VES yang lainnya dan titik koordinat AB/2. Titik koordinat

pada penampang melintang semu tidak menunjukkan kedalaman sebenarnya tetapi,

menunjukkan kedalaman semu.

Gambar 2. 17 Pseudo Cross-Section & Resistivity Cross-Section.

Page 29: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

34

2.8 Metode Inversi

Inversi pada data resisitivitas adalah untuk menentukan resistivitas dan ketebalan

lapisan – lapisan yang berbeda dari kurva Apparent Resistivity dengan melalui

fungsi kernel, sebagai berikut [23].

ρa(x) , K(λ), (ρ,h)

Dimana ρa(x) merupakan kurva Apparent Resistivity yang bertindak sebagai fungsi

input, K(λ) merupakan fungsi kernel, (ρ,h) merupakan masing – masing resistivitas

dan ketebalan lapisan yang merupakan hasil output dari proses inversi. Proses

inversi diawali dengan diperkirakan suatu resistivitas dan ketebalan lapisan –

lapisan berbeda yang di asumsikan dan model teoritik dihitung. Hasil – hasil proses

perhitungan kemudian dibandingkan dengan data observasi hingga perbedaan

antara kedua data tersebut minimum. Pada metode inversi, yang dilakukan ialah

membandingkan dilakukan dalam dua domain, yaitu domain Apparent Resistivity

dan domain Transfer Resistivity. Pada pendekatan yang pertama, nilai Apparent

Resistivity dihitung untuk memperkirakan modelnya kemudian dibandingkan

dengan pengukuran lapangan, dimana kurva Apparent Resistivity dihasilkan dengan

menggunakan filter linier. Sedangkan dengan pendekatan yang kedua ialah

dihasilkan nilai sampel Transformation Resistivity dari nilai – nilai Apparent

Resistivity yang kemudian dibandingkan dengan nilai – nilai Transformation

Resistivity dari parameter – parameter model.

(Gambar 2.18) merupakan skema inversi 1D pada Resistivity Sounding, dengan

menggunakan prinsip – prinsip inversi data resistivitas. Inversi 1D dimulai dengan

memberikan harga – harga resisitivitas dan ketebalan atau kedalaman pada lapisan

yang sesuai dengan data lapangan sebagai model awal. Dari data tersebut dilakukan

perhitungan untuk memperoleh harga resistivitas semu teoritis yang selanjutnya

dicocokkan dengan resistivitas semu hasil pengukuran. Jika pada kedua resistivitas

tersebut masih menunjukkan tingkat kesalahan yang cukup besar, maka akan di

lakukan proses iterasi dengan mengubah model awalnya.

Page 30: BAB II TEORI DASAR 2.1 Gerakan Tanah

35

Gambar 2. 18 Skema Inversi pada Resistivity Sounding [23].