bab ii studi pustaka ii.1 pembangunan industri pengolahan · pdf fileindustri pelumatan buah...
TRANSCRIPT
11
BAB II
STUDI PUSTAKA
II.1 Pembangunan Industri Pengolahan Buah
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) telah ditetapkan
bahwa pembangunan di bidang ekonomi untuk tahun 2005 – 2009 diharapkan dapat
tumbuh rata-rata 6,6% per tahun (Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional, 2005). Untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi tersebut, prioritas
dan arah kebijakan pembangunan sektor industri diarahkan untuk meningkatkan
utilitas kapasitas terpasang, memperkuat struktur industri, memperkuat basis
produksi, dan meningkatkan daya saing industri manufaktur. Industri yang dijadikan
prioritas ditekankan pada industri-industri yang menyerap banyak tenaga kerja,
memiliki prioritas memenuhi kebutuhan dalam negeri, memiliki potensi ekspor, serta
mampu mengolah sumber daya alam di dalam negeri.
Industri pengolahan buah merupakan salah satu industri yang masuk ke dalam
kelompok 10 klaster industri prioritas yang sedang dikembangkan pemerintah
(Depperin, 2005). Pertumbuhan industri pengolahan buah juga mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 terdapat 72 industri pengolahan
buah, yang menyerap sekitar 21.602 orang tenaga kerja, dengan menghasikan total
produksi sebesar Rp. 794,2 milyar, dan nilai ekspor 137,32 juta US$. Kemudian pada
tahun 2005 jumlah industri pengolahan buah meningkat menjadi 83 perusahaan, yang
menyerap sekitar 23.394 orang tenaga kerja, dengan menghasilkan total produksi
sebesar Rp. 989,7 milyar, serta nilai ekspor 167,73 juta US$ (Depperin, 2006).
Produk olahan buah merupakan pengembangan produk buah segar yang diolah
dengan tujuan untuk mempertahankan kontinyuitas pasokan sehingga dapat tersedia
sepanjang tahun. Secara umum proses pengolahan buah dilakukan agar buah segar
yang melimpah pada waktu musim panen, dapat dipertahankan nilai jualnya melalui
12
proses pengolahan. Pengembangan industri pengolahan buah akan memberikan
berbagai keuntungan dalam beberapa hal, yaitu (Depperin, 2006) :
a. Memberikan nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan dalam bentuk buah
segar.
b. Meningkatkan daya tahan hasil panen sehingga dapat mengurangi kerusakan dan
kerugian.
c. Menyelamatkan dan memanfaatkan hasil panen yang umumnya bersifat
perishable.
d. Menghasilkan bentuk produk yang awet sehingga memungkinkan selalu
tersedianya stok yang besar, dalam rangka memperkuat posisi tawar menawar.
e. Memperlancar rantai distribusi dan perdagangan karena bentuknya yang lebih
ringkas, praktis, serta lebih menarik.
f. Memberikan keuntungan yang lebih tinggi untuk penjualan di dalam negeri dan
luar negeri.
g. Memperluas lapangan kerja baru.
h. Menghasilkan devisa yang diperoleh dari ekspor produk olahan.
Berbagai produk olahan buah dapat dihasilkan dari buah segar yang akan
memberikan nilai tambah yang lebih besar. Macam – macam produk olahan buah
yang bisa dihasilkan dari buah segar dapat dilihat pada pohon industri buah yang
ditampilkan pada Gambar II.1.
13
Gambar II.1 Pohon Industri Buah
14
II.2 Sektor Industri Pengolahan Buah (Departemen Perindustrian, 2005)
Berdasarkan data Input Output tahun 2000, pengelompokan industri inti pengolahan
buah menurut teknologi yang digunakan, dibagi kedalam 5 kelompok industri.
Pengelompokan industri pengolahan buah ini mengacu pada Klasifikasi Baku
Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Lima kelompok industri pengolahan buah
tersebut adalah :
1. Industri Pengalengan Buah-buahan ( KBLI 15131)
Kelompok ini mencakup usaha pengolahan dan pengawetan buah-buahan melalui
proses pengalengan. Industri pengalengan buah tersebar di empat propinsi, yaitu
propinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Lampung. Industri
terbesar pada KBLI 15131 adalah industri pengalengan Nanas dengan share
sekitar 65,5 persen terhadap total produksi industri pengalengan buah-buahan.
2. Industri Pengasinan /Pemanisan Buah-buahan ( KBLI 15131)
Kelompok ini mencakup kelompok usaha pengawetan buah-buahan dengan
proses pengasinan dan pemanisan, baik dalam bentuk kemasan maupun tidak.
Industri pengasinan/pemanisan buah-buahan tersebar di empat propinsi, yaitu
propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta dan Sumatera Utara. Industri
terbesar pada KBLI 15131 adalah industri asinan ketimun.
3. Industri Pelumatan Buah-buahan ( KBLI 15133)
Kelompok ini mencakup usaha pengawetan buah-buahan dengan proses
pelumatan baik yang dikemas maupun tidak. Industri pelumatan buah tersebar di
lima propinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Kepulauan Riau, DKI Jakarta dan
Banten. Industri terbesar pada KBLI 15133 adalah industri selai.
4. Industri Pengeringan Buah-buahan ( KBLI 15134)
Kelompok ini mencakup usaha pengawetan buah-buahan dengan cara
pengeringan, baik yang dikemas maupun tidak. Industri pengeringan buah-
buahan tersebar di dua propinsi yaitu propinsi Jawa Timur dan Sumetera Barat.
Industri terbesar pada KBLI 15134 adalah industri tepung buah.
15
5. Industri Pengolahan dan Pengawetan Lainnya untuk Buah-buahan ( KBLI 15139)
Kelompok ini mencakup usaha pengawetan buah-buahan dengan cara selain yang
terliput dalam kelompok 15131 s.d. 15134 seperti bubuk sari buah-buahan dan
sari buah. Industri dengan kelompok KBLI 15139 ini tersebar di empat propinsi
yaitu propinsi Riau, Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara. Industri
terbesar pada KBLI 15139 adalah industri sari buah.
Industri pengolahan buah perlu dikaji lebih mendalam agar memiliki daya saing yang
lebih kuat. Industri ini mempunyai hubungan strategis dengan buah segar dalam
keterkaitan rantai distribusi dan pemasaran. Diagram keterkaitan pada industri
pengolahan buah dapat dilihat pada Gambar II.2 berikut.
Gambar II.2 Diagram Keterkaitan Pada Industri Pengolahan Buah (Depperin, 2006)
Produk olahan buah merupakan pengembangan produk buah segar yang diolah
dengan tujuan untuk mempertahankan kontinuitas pasokan, sehingga produk tersedia
sepanjang tahun. Secara umum pengolahan buah dilakukan agar buah segar yang
Penghasil Buah Produsen / Pemasaran / Kelembagaan Pengolahan Buah
Petani Buah
Bibit Unggul
- Pupuk - Pestisida Teknik
Budidaya/ GAP
Pengumpul Buah
Pedagang Besar Buah
Kemasan (IAK, IKM)
Sortasi
• Industri Puree Buah
• Industri Buah olahan lain
• Ind. Sari Buah
• Ind. Jam & Jelly
• Ind. manisan Bahan
penolong, pengawet
Kelembagaan (SDM, R&D,
Bank)
Jasa Periklanan
DEPTAN
DEPDAG
Mesin/peralatan prosesing dan
transpor (IATT, ILMTA)
Standar & pengujian (BALAI)
Kemasan (IAK, IKM)
16
melimpah pada musim panen dapat dipertahankan nilai jualnya melalui proses
pengolahan. Pengembangan industri pengolahan buah di Indonesia dapat dilihat
pada Gambar II.3.
Gambar II.3 Pengembangan Industri Pengolahan Buah (Depperin, 2006)
Keterangan : I. Industri konsentrat buah dan puree buah tumbuh didaerah penghasil bahan baku II. Industri konsentrat buah, puree buah, industri sari buah, buah dalam kaleng, buah
kering, manisan buah, tepung buah dan buah lumatan tumbuh didaerah penghasil bahan baku
III. Produk sudah dapat diekspor oleh daerah penghasil bahan baku
II.3 Pembangunan Sistem Agribisnis (Departemen Pertanian, 2005)
Pembangunan sistem agribisnis merupakan totalitas atau kesatuan kerja sektor
agribisnis yang terdiri dari sub sistem agribisnis hulu berupa kegiatan ekonomi input
produksi, ekonomi dan teknologi; sub sistem usaha tani berupa kegiatan produksi
Daerah Penghasil Bahan Baku Daerah Produsen / Pemasar
Buah Buah Sortasi
• Puree Buah • Konsentrat
Buah •
Sari Buah
Pasar Ekspor
Dalam Negeri
Program dan kegiatan :
1. Peningkatan Investasi & Kemampuan Produksi
2. Peningkatan Kemampuan SDM
3. Promosi Pemasaran (Ekspor dan DN) 4. Peningkatan Infrastruktur
5. Meningkatan Akses Pendanaan 6. Standardisasi
I II III Roadmap
-Buah dlm kaleng -Buah kering -Manisan buah -Tepung buah -Buah lumatan
17
pertanian primer tanaman dan hewan; sub sistem agribisnis pengolahan; sub sistem
agribisnis pemasaran; sub sistem agribisnis penunjang berupa sarana dan prasarana
pendukung, serta lingkungan yang kondusif bagi pengembangan agribisnis. Uraian
lengkap mengenai pembangunan sistem agribisnis adalah :
1. Sub sistem agribisnis hulu (up stream agribusiness) merupakan industri – industri
yang menghasilkan barang – barang modal bagi pertanian, yaitu industri
pembenihan/pembibitan, industri pupuk, pestisida, serta industri obat – obatan
pertanian.
2. Sub sistem usaha tani (on farm agribusiness) menjelaskan kegiatan yang
menggunakan sumber daya modal dan sumber daya alam untuk menghasilkan
komoditas pertanian primer. Termasuk didalamnya adalah usaha tani tanaman
pangan dan hortikultura, usaha tani tanaman obat-obatan, usaha tani perkebunan,
usaha tani peternakan, serta usaha perikanan dan kehutanan.
3. Sub sistem pengolahan (down stream agrobusiness) yaitu industri yang mengolah
komoditas pertanian primer (agro industri) menjadi produk olahan, baik produk
antara (intermediate product) maupun produk akhir (finish product). Termasuk
didalamnya adalah industri makanan, industri minuman, industri agrokimia,
industri biofarmaka, industri agrowisata dan estetika.
4. Sub sistem pemasaran berisi kegiatan – kegiatan untuk memperlancar distribusi
dan perdagangan komoditas pertanian baik dalam bentuk produk segar maupun
olahannya. Termasuk di dalamnya adalah kegiatan distribusi untuk
mamperlancar arus komoditi dari sentra produsen ke sentra konsumen.
5. Sub sistem jasa menyediakan jasa bagi sub sistem yang lain. Pada sub sistem ini
terdapat lembaga penelitian dan pengembangan, perkreditan dan asuransi,
transportasi, pendidikan, pelatihan dan penyuluhan, serta sistem informasi dan
dukungan kebijakan pemerintah.
Secara singkat lingkup pembangunan sistem agribisnis tersebut ditampilkan pada
Gambar II.4
18
Gambar II.4 Pembangunan Sistem Agribisnis (Deptan, 2005)
II.4 Kebijakan Pengembangan Industri Minuman dan Tembakau (Departemen Perindustrian, 2005)
Direktorat Industri Minuman dan Tembakau merupakan salah satu unit di Direktorat
Jenderal Industri Agro dan Kimia, Departemen Perindustrian. Berdasarkan
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No : 86/MPP/Kep/3/2001 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Direktorat
Industri Minuman dan Tembakau mempunyai tugas melaksanakan perumusan,
kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis serta evaluasi di bidang Industri
Minuman dan Tembakau, meliputi :
1. Industri pengalengan buah dan sayur
2. Industri pengasinan/pemanis buah dan sayur
3. Industri pelumatan buah dan sayur
4. Industri pengeringan buah dan sayur
19
5. Industri pengolahan dan pengawetan lainnya untuk buah dan sayur
6. Industri susu
7. Industri makanan dari susu
8. Industri es krim
9. Industri pengupasan dan pembersihan kopi
10. Industri sirop
11. Industri pengolahan teh
12. Industri pengolahan kopi
13. Industri es
14. Industri minuman keras
15. Industri anggur dan sejenisnya
16. Industri malt dan minuman yang mengandung malt
17. Industri minuman ringan (soft drink)
18. Industri pengeringan dan pengolahan tembakau
19. Industri rokok kretek
20. Industri rokok putih .
21. Industri rokok lainnya
22. Industri hasil lainnya dari tembakau, bumbu rokok dan klobot/kawung
23. Industri kimia dasar organik yang tidak diklasifikasikan di tempat lain, hanya
untuk Saccharin dan Natrium siklamat
II.4.1 Sasaran Kebijakan Pengembangan Industri Minuman dan Tembakau
Tahun 2005 – 2009
Sasaran kebijakan pengembangan industri minuman dan tembakau tahun 2005-2009
adalah sebagai berikut :
1. Menumbuhkembangkan industri minuman dan tembakau yang menghasilkan
komoditi unggulan ekspor melalui pengembangan klaster 3 industri yaitu industri
pengolahan buah, kopi dan tembakau.
2. Menciptakan iklim usaha yang kondusif melalui penghapusan PPN produk primer
dan harmonisasi tarif serta insentif investasi.
20
3. Meningkatkan pasokan bahan baku dalam negeri melalui pengembangan
kemitraan.
4. Penetrasi pasar dan promosi produk.
5. Pengembangan SDM dan R&D dibidang budi daya, pasca panen dan pengolahan.
6. Promosi investasi.
II.4.2 Rencana Stratejik Industri Minuman dan Tembakau
Dalam Inpres nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
disebutkan bahwa perencanaan stratejik merupakan proses perencanaan yang
berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu satu sampai dengan
lima tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau
mungkin timbul. Perencanaan strategik mengandung visi, misi, tujuan, sasaran, dan
strategi yang meliputi kebijakan, program, dan kegiatan yang realistis dengan
mengantisipasi perkembangan masa depan. Rencana Strategik (Renstra) Direktorat
Industri Minuman dan Tembakau, Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia,
Departemen Perindustrian merupakan suatu dokumen perencanaan yang disusun
untuk dijadikan sebagai alat bantu melaksanakan tugas, fungsi dan program kegiatan
dan merupakan tolok ukur pencapaian sasaran dan kinerja.
II.5 Ekonomi Makro
Ilmu ekonomi dipecah ke dalam dua sub bagian yaitu ekonomi makro dan ekonomi
mikro. Ekonomi makro mempelajari tingkat keseluruhan (agregat) kegiatan ekonomi,
seperti seluruh tingkat keluaran (output), tingkat pendapatan nasional, tingkat tenaga
kerja, dan tingkat harga umum dalam perekonomian, yang terkait sebagai suatu
kesatuan. Sedangkan ekonomi mikro mempelajari perilaku ekonomi dari satuan –
satuan pengambilan keputusan individu atau perorangan, seperti misalnya konsumen,
pemilik sumber daya, serta badan – badan usaha dalam suatu perekonomian yang
bebas. Secara garis besar, permasalahan ekonomi makro mencakup dua hal pokok,
yaitu (Boediono, 1993) :
21
1. Masalah jangka pendek atau masalah stabilisasi. Masalah ini berkaitan dengan
masalah bagaimana mengatur perekonomian nasional dari waktu ke waktu agar
terhindar dari tiga penyakit makro utama yaitu inflasi, pengangguran dan
ketimpangan dalam neraca pembayaran.
2. Masalah jangka panjang atau masalah pertumbuhan. Masalah ini membicarakan
bagaimana kita mengatur perekonomian agar ada keserasian antara pertumbuhan
penduduk, pertambahan kapasitas produksi, dan tersedianya dana untuk investasi.
Analisis ekonomi makro melihat kegiatan ekonomi nasional secara menyeluruh
dimana pasar – pasar produk tidak lagi dilihat secara terpisah. Disini pasar dilihat
sebagai suatu pasar besar . Perekonomian nasional yang bersifat terbuka terdiri dari
empat pasar besar yang saling berkaitan yaitu (Boediono, 1993) :
1. Pasar barang
2. Pasar uang
3. Pasar tenaga kerja
4. pasar luar negeri
Pengertian pasar dalam ekonomi mikro, yaitu suatu mekanisme dimana pembeli dan
penjual berinteraksi untuk menentukan harga dan kuantitas dari suatu barang atau
jasa. Sedangkan suatu pasar besar dalam perekonomian makro digambarkan sebagai
tempat bertemunya permintaan dan penawaran. Pada pasar barang, permintaan
agregat masyarakat akan barang dan jasa bertemu dengan seluruh barang dan jasa
yang diproduksi oleh seluruh produsen dalam masyarakat. Hal ini disebut sebagai
penawaran agregat dalam suatu periode. Di pasar uang, permintaan masyarakat akan
uang akan bertemu dengan uang kartal maupun uang giral yang beredar di pasar.
Sementara itu dipasar tenaga kerja, permintaan total akan tenaga kerja dari sektor
dunia usaha dan pemerintah akan bertemu dengan jumlah angkatan kerja yang
tersedia. Sedangkan pada pasar luar negeri, permintaan dunia akan produk ekspor
akan bertemu dengan penawaran yang disediakan oleh eksportir nasional. Disisi lain,
22
kebutuhan negara akan barang-barang impor akan bertemu dengan penawaran barang
– barang impor dari luar negeri.
II.6 Analisis Kebijakan (Starling, 1988)
II.6.1 Konsep Dasar
Analisis kebijakan adalah suatu aktivitas intelektual dan praktis yang ditujukan untuk
manciptakan, menilai dan mengkomunikasikan pengetahuan di dalam proses
pembuatan kebijakan. Analisis kebijakan mempunyai tujuan yaitu penandaan
(designative) dengan pendekatan empiris (fakta), penilaian dengan pendekatan
evaluatif, serta anjuran dengan pendekatan normatif. Prosedur analisis kebijakan
berdasarkan letak, waktu, dan hubungan tindakan, dibagi menjadi :
1. Ex ante
Adalah prediksi dan rekomendasi yang digunakan sebelum melakukan tindakan
di masa datang (ex ante). Analisis ex ante berhubungan dengan analisis kebijakan
prospektif yang biasa dilakukan oleh ahli ekonomi, sistem analis, dan riset
operasional.
2. Ex post
Adalah deskripsi dan evaluasi yang digunakan setelah tindakan terjadi atau
berdasarkan kejadian dimasa lalu (ex post). Analisis ex post berhubungan dengan
analisis kebijakan retrospektif yang biasa dilakukan oleh ahli – ahli ilmu sosial
dan politik.
Sedangkan proses pembuatan kebijakan terdiri dari :
1. Identifikasi masalah
Merupakan identifikasi kebutuhan khusus yang akan direalisasikan, atau
identifkasi sumber – sumber penyebab masalah, dan mengkaji bagaimana
pengaruhnya terhadap lingkungan (kelompok populasi tertentu, geografi,
ekonomi, umur, suku, dsb).
23
2. Formulasi usulan kebijakan
Merupakan identifikasi terhadap tujuan utama serta bagaimana tujuan tersebut
terkait dengan masalah yang ingin diselesaikan. Selain itu, dilakukan identifikasi
alternatif dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai. Identifikasi alternatif
ditinjau dari sisi manfaat dan biaya, serta dampak dari setiap alternatif pada
masyarakat.
3. Adopsi
Merupakan pemberian kekuatan hukum agar kebijakan yang dipilih memiliki
legimitasi. Sarana atau instrumen untuk memberikan legimitasi yaitu berupa
hukum/aturan (legislasi), politik (dalam bentuk dukungan formal atau informal),
prosedur administrasi, serta aturan keuangan (financial arrangements).
4. Implementasi
Berisi berbagai tindakan yang dilakukan oleh individu atau organisasi pada waktu
dan tempat tertentu untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Pada tahap
implementasi, urusan birokrasi sudah mulai mendominasi.
5. Evaluasi
Pihak – pihak yang terlibat harus menetapkan standar atau kriteria pengukuran
kinerja atau tingkatan, yang telah ditetapkan dalam mencapai tujuan.
II.6.2 Hubungan Antara Pembuatan Kebijakan dengan Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan tidak dapat dilakukan dengan baik tanpa pemahaman tentang
proses pembuatan kebijakan. Analisis kebijakan mencoba memberikan informasi
mengenai konsekuensi – konsekuensi yang timbul dari suatu tindakan (action) yang
diusulkan. Kerangka model tentang hubungan antara pembuatan kebijakan dengan
analisis kebijakan menurut Starling (1988) dapat dilihat pada Gambar II.5
24
Gambar II.5 Hubungan Antara Proses Pembuatan Kebijakan dengan Analisis Kebijakan (Straling, 1988)
25
Suatu kebijakan dapat diperiksa konsistensinya, dimana konsistensi – konsistensi
yang ada dalam suatu kebijakan antara lain :
1. Konsistensi horisontal merupakan konsistensi antara suatu kebijakan dengan
kebijakan yang lainnya.
2. Konsistensi vertikal merupakan konsistensi antara isi kebijakan (definisi
masalah, cita – cita atau tujuan, dan instrumen) dengan program – program.
3. Konsistensi internal merupakan konsistensi antara definisi masalah, cita – cita
atau tujuan dengan instrumen – instrumen kebijakan.
Model kebijakan (policy models) berisi interpretasi pengalaman – pengalaman
yang berhubungan dengan situasi permasalahan (problematik situation), agar
dapat mendeskripsikan, menjelaskan, serta meramalkan berbagai aspek yang
ditetapkan dari situasi masalah, dengan tujuan untuk memecahkan permasalahan.
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, model kebijakan dibagi atas model
deskriptif dan model normatif. Model deskriptif menjelaskan alasan pemilihan,
serta meramalkan akibat dari alternatif kebijakan. Sedangkan model normatif,
disamping menjelaskan atau meramalkan, juga memberikan rekomendasi untuk
mendapatkan penyelesaian yang optimal. Model rekomendasi terdiri dari analisis
biaya manfaat, analisis keefektifan biaya, serta analisis lainnya. Sehingga dengan
sendirinya model rekomendasi juga merupakan model kebijakan.
II.7 Konsep Sistem
Dasar pemikiran mengenai konsep sistem adalah berpikir serba sistem (system
thinking). System thinking pada dasarnya adalah cara berpikir dimana setiap
masalah dipandang sebagai sebuah sistem, yaitu keseluruhan interaksi antar unsur
– unsur dari sebuah objek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja untuk
mencapai tujuan tertentu. Kinerja sebuah sistem bukanlah merupakan
penjumlahan dari unsur – unsur, namun sistem bekerja karena adanya struktur
hubungan antar struktur di dalamnya.
Berpikir sistem juga merupakan suatu disiplin untuk melihat struktur yang
mendasari suatu situasi yang kompleks, dan merupakan kerangka konseptual
26
dalam melihat sistem secara keseluruhan. Sedangkan pengertian struktur dalam
berpikir sistem adalah struktur sistematis yang terkait pada hubungan antara
variabel – variabel penting, yang mempengaruhi perilaku sistem sepanjang waktu.
Pengertian sistem menurut Forrester (1961), adalah sekelompok komponen yang
beroperasi secara bersama – sama untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan
Daellenbach (1995), mengemukakan bahwa sistem merupakan sekumpulan
entities (barang maupun orang) yang saling berhubungan satu sama lain, dengan
cara tertentu dan terorganisir untuk mencapai suatu tujuan. Dari definisi – definisi
tersebut, dapat diartikan karakteristik sisitem sebagai berikut :
1. Dibangun oleh berbagai elemen yang saling berkaitan satu sama lain.
2. Mempunyai tujuan bersama berdasarkan interaksi antar komponen –
komponen sistem tersebut.
3. Adanya proses transformasi input menjadi output
4. Adanya suatu mekanisme yang mengendalikan pengoperasiannya yang
berkaitan dengan perubahan – perubahan yang terjadi dalam lingkungan
sistem.
Keadaan sistem dipengaruhi oleh perubahan – perubahan yang terjadi di dalam
sistem dan di luar sistem. Lingkungan sistem digunakan sebagai istilah untuk
menggambarkan suatu lingkungan di luar sistem yang merupakan tempat
terjadinya perubahan – perubahan yang dapat mempengaruhi sistem. Aktivitas -
aktivitas yang terjadi di dalam sistem disebut aktivitas endogen, sedangkan
aktivitas – aktivitas yang terjadi di luar sistem disebut aktivitas eksogen (Sushil,
1993). Suatu sistem dapat dikatakan baik apabila sanggup mempertahankan
kondisi keseimbangan terhadap perubahan lingkungan yang terjadi.
Terdapat beberapa cara untuk mengklasifikasikan sistem. Dilihat dari pengaruh
output yang dikeluarkan, sistem dapat diklasifikasikan atas sistem terbuka dan
sistem umpan balik.
27
II.7.1 Sistem Terbuka
Sistem terbuka memiliki karakter output yang terisolasi, yaitu output dari sistem
merupakan tanggapan dari suatu input tetapi tidak memiliki pengaruh terhadap
input selanjutnya. Contoh dari sistem terbuka ditampilkan pada Gambar II.6
berikut :
Gambar II.6 Sistem Terbuka (Forrester, 1968)
II.7.2 Sistem Umpan Balik
Pada sistem dengan umpan balik atau sistem loop tertutup, perilaku sistem
dipengaruhi oleh output yang telah dikeluarkan sebelumnya. Sistem dengan
umpan balik mempunyai struktur loop umpan balik yang membawa informasi
kejadian masa lalu dan digunakan untuk mengendalikan kejadian dimasa yang
akan datang. Dinamika dalam sistem ini dihasilkan oleh usaha sistem untuk
mengendalikan kondisinya dalam menghadapi variasi eksternal. Contoh dari
sistem umpan balik ditampilkan pada Gambar II.7 berikut :
Gambar II.7 Sistem Umpan Balik (Forrester, 1968)
28
Suatu loop umpan balik yang akan mengatur suatu sistem membutuhkan dua
faktor penting untuk manjalankan operasinya yaitu :
1. Perbedaan antara hasil aktual dan hasil yang diinginkan.
2. Aturan atau kebijakan yang menentukan aksi yang akan dilakukan pada suatu
nilai perbedaan.
Perilaku umpan balik dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu umpan balik positif
dan umpan balik negatif, yaitu :
1. Umpan balik positif
Umpan balik positif membangkitkan pertumbuhan, dimana suatu kejadian
hasilnya akan memperbesar kejadian berikutnya.
2. Umpan balik negatif
Umpan balik negatif selalu berusaha mencapai tujuan (goal seking) atau
keseimbangan, dam berusaha memberikan koreksi sebagai tindakan untuk
mengatasi kegagalan dalam mencapai tujuan.
Suatu sistem dipelajari karena adanya kebutuhan untuk mengkaji hubungan antar
berbagai komponen atau memprediksi performansi sistem tersebut pada berbagai
kondisi yang berbeda. Cara mempelajari suatu sistem dengan melakukan
eksperimen pada sistem aktual seringkali dianggap sebagai cara terbaik. Cara ini
dilakukan dengan mengubah sistem secara fisik kemudian dioperasikan pada
kondisi yang berbeda dengan pertimbangan dimungkinkan baik dari segi biaya
maupun teknis. Pada kenyataannya cara ini sulit untuk dilakukan sehingga
digunakan suatu model yang dianggap dapat merepresentasikan kondisi yang
sebenarnya.
II.8 Model
Model merupakan representasi dari sistem nyata. Suatu model dikatakan baik
apabila perilaku model tersebut dapat menyerupai sistem sebenarnya dengan
syarat tidak melanggar prinsip-prinsip berfikir sistem. Dalam membangun suatu
model, subyektifitas seseorang atau organisasi sangat berpengaruh, sehingga perlu
29
adanya penyempurnaan yang dilakukan secara terus menerus dengan menggali
informasi dan potensi yang relevan.
Pemodelan sistem dapat dilakukan dengan pemodelan fisik dan pemodelan secara
matematis. Dalam bidang manajemen, pemodelan matematis seringkali
digunakan untuk mendeskripsikan sistem dalam bentuk relasi logis dan kuantitatif
yang kemudian dimanipulasi serta diubah untuk mangetahui reaksi yang
ditimbulkan oleh model tersebut. Pada model matematis yang kompleks,
pendekatan secara analitis sulit dilakukan karena perhitungannya pun semakin
kompleks, dan membutuhkan waktu komputasi yang besar. Karena itu, untuk
mempelajari sistem yang besar dan kompleks digunakan pendekatan simulasi.
Simulasi adalah peniruan perilaku suatu gejala atau proses. Simulasi bertujuan
untuk memahami gejala atau proses tersebut, serta membuat analisis serta
peramalan perilaku gejala tersebut di masa depan.
Kelebihan pendekatan simulasi antara lain :
1. Kebanyakan sistem kompleks di dunia nyata memiliki elemen – elemen
stokastik yang tidak dapat direpresentasikan dengan model matematis dan
dievaluasi secara analitis, sehingga simulasi menjadi satu – satunya cara untuk
mempelajari sistem ini.
2. Simulasi dapat mengestimasi performansi dari suatu sistem pada berbagai
kondisi operasi yang diinginkan.
3. Beberapa rancangan alternatif dapat dibandingkan melalui simulasi untuk
memilih rancangan terbaik dengan persyaratan yang diinginkan.
4. Simulasi memungkinkan untuk mempelajari suatu sistem dalam jangka waktu
tertentu, sesuai dengan kebutuhan model.
Sedangkan model simulasi dapat diklasifikasikan menjadi tiga katagori, yaitu :
1. Model Simulasi Statis dan Dinamis
Model simulasi statis merepresentasikan sistem pada satu titik waktu atau
pada kondisi dimana waktu tidak memiliki pengaruh. Sedangkan model
simulasi dinamis merepresentasikan sistem seiring dengan perubahan waktu.
2. Model Simulasi Deterministik dan Stokastik
30
Jika suatu model simulasi tidak mengandung komponen probabilitas, maka
model simulasi tersebut disebut deterministik. Pada model deterministik
output didapat bila besaran input dan hubungan – hubungan dalam model telah
ditentukan sebelumnya. Sementara beberapa sistem harus dimodelkan dengan
menggunakan input random. Model simulasi pada kondisi demikian disebut
stokastik.
3. Model Simulasi Diskrit dan Kontinyu
Jika terjadi perubahan status sistem pada saat – saat tertentu, maka model
simulasi tersebut adalah model simulasi diskrit. Sedangkan bila perubahan
status sistem terus – menerus sepanjang waktu, maka model simulasi tersebut
adalah model simulasi kontinyu.
Terdapat beberapa metode pendekatan dalam membuat suatu model kebijakan,
antara lain ekonometrik, input–output, optimasi dan dinamika sistem. Dengan
mengetahui karakteristik, kegunaan, dan keterbatasan masing – masing metode,
maka pembuat model dapat memilih metode pendekatan yang tepat untuk
merancang suatu kebijakan.
II.8.1 Metode Ekonometrik
Metode ekonometrik mulai berkembang sekitar tahun 1930 sebagai suatu
peningkatan minat dalam mempelajari perilaku kuantitatif variabel – variabel
dalam perekonomian nasional, terutama untuk model yang melibatkan variabel –
variabel yang bersifat agregat (ekonomi makro). Namun, dalam
perkembangannya ekonometrik juga digunakan pada ekonomi mikro dan berbagai
bidang lain, untuk menganalisis struktur, perancangan, peramalan dan kebijakan.
Pada umumnya ekonometrik dipakai sebagai metode statistik untuk menguji dan
mengukur teori ekonomi karena metode ini memiliki hubungan teoritis yang
diukur secara statistik dengan data historis pada suatu sistem ekonomi tertentu.
a. Karakteristik Metode Ekonometik
Bidang ekonometrik muncul dari dua disiplin ilmu yaitu ekonomi dan statistik.
Karakteristik utama metode ekonometrik adalah penekanannya pada penggunaan
31
dan pembuktian statistik untuk struktur dan parameter model. Pemakai metode
ekonometrik dipaksa oleh paradigma mengkaitkan model dengan observasi
statistik pada sistem nyata. Dalam model ekonometrik tidak ada pembedaan
khusus antara aliran fisik dan aliran informasi. Karakteristik lain metode
ekonometrik yaitu lebih menekankan pada konsep statis dari pada dinamis, karena
banyak teori yang dikembangkan sebelum diterapkannya penggunaan komputer
dalam menganalisis dinamika yang rumit. Teori ekonomi juga mendorong
pembuat model ekonometrik untuk menciptakan struktur yang terbuka sebagian,
karena banyaknya variabel eksogen yang menyusun model tersebut.
b. Kegunaan Metode Ekonometrik
Metode ekonometrik menggambarkan sistem secara linier, terbuka sebagian atau
mendekati kesetimbangan, dan pada umumnya berkisar pada variabel – variabel
yang berada dalam batas disiplin ilmu ekonomi. Sistem nyata yang sesuai dengan
paradigma penggunaan metode ekonometrik berkaitan dengan aliran barang dan
jasa ekonomi, uang dan harga dalam horison waktu yang agak pendek. Jadi pada
dasarnya metode ekonometrik sangat sesuai digunakan untuk tujuan presisi dan
peramalan jangka pendek pada variabel – variabel ekonomi agregat.
II.8.2 Metode Input – Output
Analisis input – output pertama kali diperkenalkan pada tahun 1758 oleh Trancois
Quesnay ketika membuat tabel ekonomi yang menggambarkan ketergantungan
pada berbagai kegiatan produksi di sektor pertanian. Metode ini terus
berkembang sampai akhirnya pada tahun 1936 Wassily leontief mempublikasikan
makalah tentang dasar analisis input – output. Tabel input – output pertama kali
digunakan oleh kantor statistik tenaga kerja Amerika Serikat, yang selanjutnya
diikuti oleh negara – negara lain. Tabel input – output secara luas digunakan
untuk perencanaan perekonomian nasional, peramalan, serta analisis kebijakan.
Meskipun teknik input – output muncul dari paradigma ilmu ekonomi, namun
dalam perkembangannya ilmu ini juga dapat digunakan untuk mengetahui aliran
besaran lain seperti energi dan polusi, sehingga dapat dipakai untuk membuat
kebijakan di bidang energi dan lingkungan.
32
a. Karakteristik Metode Input – Output
Analisis input output merupakan suatu cara untuk menggambarkan aliran uang,
sumber daya dan produk, pada berbagai produsen dan konsumen dalam
perekonomian. Teknik ini bersifat deskriptif dan menggunakan data
perekonomian yang dapat diobservasi. Ada tiga asumsi penting sebagai dasar
model input – output, yaitu :
1. Linearitas
Artinya hubungan antara input dan output pada setiap kegiatan produksi
bersifat konstan dan seimbang.
2. Kontinyuitas
Artinya masing masing – masing output dari kegiatan industri dapat diatur
secara marginal pada suatu ukuran agar terjaga keseimbangan antara input dan
output.
3. Penyesuaian seketika (instaneous adjustment)
Artinya model ini tidak dipengaruhi oleh waktu, dan tidak memiliki delay.
b. Kegunaan Analisis Input – Output
Model input – output dapat digunakan untuk menganalisis perubahan – perubahan
dalam sistem perekonomian dalam jangka pendek. Model ini juga dapat
digunakan dalam pengambilan keputusan dan perancangan kebijakan.
II.8.3 Metode Optimasi
Pada awalnya metode optimasi dikembangkan oleh Angkatan Udara Amerika
Serikat pada perang dunia II yaitu membuat pemrograman linier dalam
menentukan penyebaran personil yang memberikan pencapaian terbaik pada
sasaran perang. Model yang dikembangkan menggunakan metode simplek untuk
memperoleh penyelesaian optimal. Selanjutnya, pemrograman linier ini
dikembangkan pada berbagai bidang terapan seperti analisis teknik, manajemen
industri, dan ekonomi. Sejalan dengan kemajuan penggunaan komputer, metode
ini juga berkembang untuk pemrograman – pemrograman yang bersifat non linier
seperti integer programming, quadratic, dan geometric programming. Metode
33
optimasi sering dipakai dalam pengambilan keputusan operasional, terutama
dibidang industri, karena dengan metode optimasi dimungkinkan pencapaian
sasaran secara maksimal.
a. Karakteristik Metode Optimasi
Metode optimasi merumuskan suatu permasalahan secara sederhana dan tidak
berubah secara dinamis. Permasalahan yang akan diselesaikan dengan metode
optimasi umumnya memiliki fungsi tujuan, baik maksimum atau minimum, dan
variabel–variabelnya terkendali. Fungsi tujuan pada umumnya berupa
meminimumkan ongkos produksi atau memaksimalkan keuntungan yang
diharapkan dari sistem. Metode ini bersifat kaku karena hanya dapat digunakan
untuk menyelesaikan masalah apabila fungsi tujuannya jelas, variabelnya lengkap
sesuai yang dibutuhkan pengambil keputusan. Metode ini dilengkapi teknis
analisis sensitifitas, sehingga dapat digunakan untuk menganalisis perubahan –
perubahan yang terjadi dalam suatu sistem.
b. Kegunaan Metode Optimasi
Metode ini dapat dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan pada sistem
apabila fungsi tujuannya jelas, variabel – variabelnya lengkap, sasaran dan
kendala diketahui secara jelas.
2.8.4 Metodologi Dinamika Sistem
Metodologi dinamika sistem pertama kali diperkenalkan oleh Jay W. Forrester.
Kemudian pada tahun 1961 Forrester menerbitkan buku yang pertama dalam
dunia dinamika sistem yang berjudul “Industrial Dynamics”. Dalam buku ini,
Forrester memberikan definisi mengenai dinamika industri yaitu “Dinamika
industri adalah penelitian mengenai karakter informasi umpan balik pada sistem
industri yang menggunakan model untuk merancang bentuk organisasi yang lebih
baik dalam penentuan kebijakan.”
Ciri khas dinamika sistem terletak pada feedback system, dimana ciri – ciri pokok
tersebut adalah :
34
1. Sistem yang dijadikan model harus sistem tertutup (close loop system).
2. Ada umpan balik di dalam sistem (feedback loop), yaitu umpan balik positif
dan negatif. Umpan balik positif diartikan naik/turunnya penyebab akan
mengakibatkan naik/turunnya akibat. Sedangkan umpan balik negatif diatikan
naik/turunnya penyebab mengakibatkan pengaruh sebaliknya.
3. Terdapat variabel state dan rate. Variabel state artinya kondisi atau akumulasi
dari sistem pada waktu tertentu, sedangkan variabel rate adalah aliran yang
mengatur kuantitas dalam state.
Sedangkan masalah – masalah yang dipelajari dengan menggunakan metodologi
dinamika sistem mempunyai dua sifat umum, yaitu :
1. Masalah tersebut bersifat dinamis, yaitu masalah – masalah yang melibatkan
kuantitas yang berubah sepanjang waktu, seperti pertumbuhan penduduk,
pertumbuhan ekonomi nasional, dan fluktuasi harga produk.
2. Masalah tersebut memiliki pemikiran umpan balik (feedback), dimana dalam
sistem merupakan pengiriman dan pengembalian informasi.
Metodologi dinamika sistem dibangun atas dasar tiga latar belakang disiplin yaitu
manajemen tradisional, teori umpan balik atau cybernetics, dan simulasi
komputer. Prinsip dan konsep dari ketiga disiplin ini dipadukan dalam sebuah
metodologi untuk memecahkan permasalahan manajerial secara holistik, dengan
menghilangkan kelemahan–kelemahan dari masing–masing disiplin, serta
menggunakan kekuatannya untuk membentuk suatu energi. Akar dari metodologi
dinamika sistem dan input yang diberikan terhadap model dinamika sistem dapat
dilihat pada Gambar II.8 berikut.
35
Gambar II.8 Dasar Metodologi Dinamika Sistem (Sushil, 1993)
• Manajemen Tradisional
Manajemen tradisional adalah dunia nyata dari praktisi manajerial yang
mengandalkan pengalaman dan penilaian dari para manajer. Dasar utama dari
manajemen tradisional adalah basis data mental dan model mental dengan
kekuatan utama pada kekayaan atas informasi kualitatif yang didapat dari
pengamatan langsung dan pengalaman.
• Cybernetics
Cybernetics adalah ilmu mengenai komunikasi dan kontrol yang didasari oleh
teori umpan balik. Kekayaan informasi yang terkandung dalam basis data mental
tidak dapat digunakan secara efektif tanpa adanya prinsip tentang pemilihan
informasi yang relevan dan prinsip tentang strukturisasi informasi. Dengan
adanya cybernetics maka informasi yang ada dapat dihubungkan satu sama lain
untuk membentuk struktur kausal dan umpan balik dalam sistem.
• Simulasi Komputer
Simulasi komputer digunakan untuk mempelajari konsekuensi yang dihasilkan
oleh perilaku dinamis dari suatu sistem. Perkembangan yang amat pesat dalam
dunia simulasi komputer membuat simulasi dari konsekuensi yang dihasilkan oleh
36
perilaku dinamis ini dapat dilakukan dengan biaya yang rendah. Simulasi
komputer memberikan sumbangan besar dalam perancangan kebijakan –
kebijakan yang akan diterapkan dalam suatu sistem dengan kemampuan untuk
memberikan konsekuensi yang akan ditimbulkan atas setiap kebijakan tersebut.
II.9 Kerangka Berpikir Dinamika Sistem
Tujuan metodologi dinamika sistem adalah mendapatkan pemahaman yang
mendalam mengenai cara kerja suatu sistem yang didasari oleh filosofi hubungan
sebab akibat. Dalam kerangka berpikir dinamika sistem, permasalahan dalam
suatu sistem dianggap tidak disebabkan oleh pengaruh luar (exogenus
explanation), melainkan oleh struktur internal sistem itu sendiri (endogenus
explanation). Fokus utama dari metodologi dinamika sistem adalah memperoleh
pemahaman dari suatu sistem. Langkah – langkah pemecahan masalah yang
memberikan umpan balik pada pemahaman sistem ditampilkan pada Gambar II.9.
Terdapat enam langkah pemecahan masalah dalam metodologi dinamika sistem
(Sushil, 1993), yaitu :
1. Identifikasi dan definisi masalah
2. Konseptualisasi sistem
3. Formulasi model
4. Simulasi dan validasi model
5. Analisis kebijakan dan perbaikan
6. Implementasi kebijakan
37
Gambar II.9 Metodologi Dinamika Sistem (Sushil, 1993)
Fokus utama dalam metodologi dinamika sistem adalah pemahaman sistem yang
melahirkan identifikasi dan definisi atas permasalahan yang terjadi dalam sistem
tersebut. Setelah itu dilakukan konseptualisasi sistem berdasarkan permasalahan
yang didefinisikan. Hal ini akan menimbulkan pemahaman yang lebih mendalam
terhadap sistem yang selanjutnya mungkin dapat menimbulkan pendefinisian
masalah kembali sampai konseptualisasi sistem dinyatakan dapat diterima.
Berdasarkan konseptualisasi sistem tersebut, selanjutnya model diformulasikan
secara detail ke dalam bentuk persamaan matematis. Formulasi terus berlangsung
dengan tujuan mendapatkan model logis yang dapat merepresentasikan sistem
nyata. Kemudian model disimulasikan dan dilakukan vailidasi yang juga akan
menimbulkan umpan balik tentang pemahaman sistem. Hasil validasi akan
menimbulkan proses perbaikan dan reformulasi model. Pada akhirnya, analisis
kebijakan dilakukan pada model yang telah valid dan hal ini akan menambah
pemahaman atas sistem.
38
II.10 Variabel dalam Model Dinamika Sistem
Dalam permodelan dengan menggunakan metodologi dinamika sistem terdapat
tiga jenis variabel yang digunakan yaitu level, rate dan auxiliary. Ketiga jenis
variabel ini dan aliran yang terjadi antar variabel dapat dilihat pada Gambar II.10
berikut :
Gambar II.10 Variabel dalam Model Dinamika Sistem (Sushil, 1993)
II.10.1 Variabel Level
Variabel level merepresentasikan akumulasi atau integrasi suatu aliran dari waktu
ke waktu. Dalam sistem nyata pada dasarnya terdapat dua jenis level yang
bergantung pada jenis sub sistem yang terlibat yaitu sub sistem fisik atau sub
sistem informasi. Sub sistem fisik berkaitan dengan aliran sumber – sumber fisik
seperti meterial, tenaga kerja, uang, order, maupun aliran yang sifatnya intangible
seperti aliran informasi. Akumulasi dari aliran fisik ini merepresentasikan level
fisik, yang nilainya tergantung dari besar aliran masuk dan aliran keluar yang
terhubung dengan level tersebut. Sedangkan akumulasi pada sub sistem informasi
berkaitan dengan aliran informasi dalam sistem yang menghubungkan berbagai
entitas fisik. Apabila suatu rate fisik dirata – ratakan menurut waktu, maka nilai
rata – rata tersebut akan merepresentasikan level informasi .
39
II.10.2 Variabel Rate
Variabel rate pada dasarnya merupakan variabel keputusan yang ditentukan oleh
suatu struktur kebijakan tertentu. Karena variabel rate mengatur besarnya aliran
masuk dan keluar dari suatu level, maka keputusan pada variabel rate akan
mempengaruhi besarnya level dalam sistem. Rate merupakan satu – satunya
variabel yang dapat merubah level dan menentukan aliran masuk atau keluar, baik
dari level maupun menuju level. Rate tidak dapat diukur langsung pada satu titik
waktu tertentu melainkan diukur pada suatu selang waktu. Variabel ini dapat
didefinisikan secara endogen melalui variabel level yang ada, atau secara eksogen
yaitu dengan menggunakan masukan dari luar sistem berupa konstanta dan fungsi.
II.10.3 Variabel Auxiliary
Variabel auxiliary merupakan variabel pelengkap secara teoritis yang
merepresentsikan suatu struktur kebijakan secara lebih baik dan jelas. Variabel
jenis ini umumnya digunakan untuk menjabarkan lebih lanjut elemen – elemen
yang mempengaruhi suatu struktur kebijakan yang tercermin pada variabel rate.
Variabel auxiliary bersifat pilihan, yang artinya dapat digunakan atau tidak.
Namun dalam aplikasinya, apabila variabel ini dihilangkan maka detai dari
struktur kebijakan tidak dapat terlihat. Oleh karena itu, keberadaan variabel
auxiliary penting dalam memperjelas struktur model secara keseluruhan.
II.11 Diagram dalam Model Dinamika Sistem
Berbagai jenis variabel saling berhubungan dan membentuk struktur umpan balik
dalam sistem. Hubungan – hubungan ini direpresentasikan dalam bentuk diagram
untuk melihat struktur sistem yang nyata. Model dinamika sistem dapat dibangun
dengan bantuan diagram – diagram yang tersedia untuk membantu pengertian atas
struktur permasalahn yang terjadi. Diagram – diagram ini digunakan untuk
merepresentasikan aliran struktur dan struktur umpan balik sebab – akibat dari
sistem. Bentuk – bentuk diagram yang dikenal dalam model dinamika sistem
adalah :
1. Diagram hubungan kausal (Causal loop diagram)
40
2. Diagram sub sistem (Sub sistem diagram)
3. Diagram struktur kebijakan (Policy structure diagram)
4. Diagram alir (Flow diagram)
II.11.1 Diagram Hubungan Kausal
Tujuan utama dari pembuatan diagram hubungan kausal adalah menggambarkan
hipotesa kausal dalam pengembangan model sehingga struktur sistem dapat
direpresentasikan dalam bentuk agregat. Diagram ini membantu pembuat model
untuk mengkomunikasikan struktur umpan balik dan asumsi – asumsi yang
mendasarinya yang merepresentasikan tentang cara kerja suatu sistem. Jika
beberapa hubungan kausal digabungkan, kemudian ditemukan suatu alur yang
berawal dan berakhir pada variabel yang sama, maka sebuah loop umpan balik
sebab – akibat dinyatakan teridentifikasi. Pengaruh dari suatu variabel atas
variabel lainnya dapat berupa hubungan positif atau negatif yang ditandai dengan
simbol “+” atau “-“ pada ujung panah hubungan kausal. Aturan dalam
menentukan tanda dari hubungan kausal adalah sebagai berikut (Sushil, 1993) :
• Apabila perubahan pada suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya
dengan arah perubahan yang sama, maka hubungan kausal bersifat positif.
• Apabila perubahan pada suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya
dengan arah perubahan yang berlawanan, maka hubungan kausal bersifat
negatif.
Selain itu, tanda dari hubungan kausal juga dapat ditentukan dengan
mengidentifikasi polaritas hubungan kausal tersebut. Loop umpan balik memiliki
polaritas positif apabila jumlah hubungan kausal negatif yang terjadi dalam loop
adalah nol dan memiliki polaritas negatif apabila jumlah hubungan kausal negatif
yang terjadi adalah ganjil. Contoh dari sistem umpan balik dalam diagram
hubungan kausal ditampilkan pada Gambar II.11 berikut :
41
Gambar II.11 Contoh Sistem Umpan Balik (Sushil, 1993)
II.11.2 Diagram Sub sistem
Diagram sub sistem menunjukkan arsitektur model secara keseluruhan. Diagram
ini digunakan untuk merepresentasikan hubungan alir antar sub sistem – sub
sistem dalam suatu permasalahan pada tingkat agregat. Representasi yang
dilakukan meliputi struktur sistem dalam bentuk sub sistem dan hubungan di
dalam sistem yaitu berupa aliran sumber seperti material, tenaga kerja, order,
uang, informasi, dan sebagainya. Diagram sub sistem memberikan gambaran luas
atas struktur aliran yang terjadi dalam suatu sistem, dimana usaha yang
dikeluarkan untuk membangunnya relatif mudah. Simbol – simbol yang
digunakan dalam diagram sub sistem dapat dilihat pada Gambar II.12 berikut :
Gambar II.12 Simbol dalam Diagram Sub sistem (Sushil, 1993)
II.11.3 Diagram Struktur Kebijakan
Diagram struktur kebijakan digunakan untuk menggambarkan struktur
keseluruhan dari kebijakan – kebijakan yang terdapat dalam sistem. Selain itu
diagram ini juga menggambarkan keputusan yang diatur oleh kebijakan tersebut,
dan elemen – elemen informasi yang mengatur kebijakan. Diagram struktur
42
kebijakan untuk seluruh sub sistem biasanya dibangun secara terpisah, yang
disertai dengan keterangan hubungan antar sub sistem pada diagram tersebut.
Diagram struktur kebijakan dapat dilihat pada Gambar II.13 berikut :
Source Sink
KebijakanKebijakanLevel ?
a
?
b
Gambar II.13 Simbol Diagram Struktur Kebijakan (Sushil, 1993)
II.11.4 Diagram Alir
Diagram alir digunakan untuk merepresentasikan struktur sistem secara detail
sehingga siap dikembangkan ke dalam formulasi matematis model untuk
disimulasikan. Diagram ini membantu memvisualisasikan hubungan antar
variabel – variabel, sehingga memberikan gambaran yang lebih jelas tentang
model yang dibuat. Diagram alir akan menunjukkan variabel – variabel level,
rate, auxiliary, konstanta, dan fungsi – fungsi khusus dalam program serta
bagaimana hubungan yang terjadi antar variabel – variabel etrsebut. Diagram ini
memiliki tingkat ketelitian yang paling tinggi dibanding diagram – diagram
lainnya. Simbol – simbol yang digunakan dalam diagram alir dapat dilihat pada
Gambar II.14 berikut :
43
?
Gambar II.14 Simbol dan Gambar Alir (Sushil, 1993)
II.12 Persamaan Model Dinamika Sistem
Representasi sistem dalam diagram hanya membantu pembuat model dalam
memahami konseptualisasi struktur sistem, namun untuk dapat disimulasikan
dengan komputer, konseptualisasi ini harus diterjemahkan dalam bentuk
persamaan matematis. Simulasi komputer dalam penelitian ini menggunakan alat
bantu perangkat lunak POWERSIM 2.5 yang bersifat object oriented (persamaan
didefinisikan langsung pada variabel yang ada pada diagram alir).
Jenis – jenis persamaan dalam model dinamika sistem yang sering digunakan
ditampilkan pada Tabel II.4. Sebelum penjelasan mengenai persamaan, terlebih
dahulu akan diuraikan konsep variabel, konstanta, dan representasi waktu dalam
model dinamika sistem yang akan digunakan dalam menyatakan persamaan.
44
Tabel II.4 Simbol Jenis – jenis Persamaan dalam Model Dinamika Sistem
Label Jenis Persamaan
L Persamaan Level
N Persamaan Inisial
R Persamaan Rate
A Persamaan Auxiliary
C Persamaan Konstanta
II.12.1 Variabel dan Konstanta
Parameter atau konstanta adalah suatu nilai yang tidak berubah selama simulasi
dijalankan, sedangkan pada variabel lainnya akan berubah sepanjang waktu
simulasi. Variabel ditulis dengan akhiran yang menunjukkan representasi waktu,
yaitu J, K, L, JK, KL. Konstanta dituliskan tanpa akhiran yang menunjukkan
representasi waktu.
II.12.2 Konsep Representasi Waktu
Model dinamika sistem merupakan suatu model dinamis yang merepresentasikan
waktu masa lalu, saat ini, dan masa depan. Konsep representasi waktu ini dapat
dilihat pada Gambar II.15
Gambar II.15 Representasi waktu Model Dinamika Sistem (Sushil 1993)
45
II.12.3 Persamaan Level
Persamaan level meghitung akumulasi dari suatu aliran terhadap waktu, dengan
bentuk dasar sebagai berikut :
Level (saat ini) = Level (masa lalu) + ((Interval Waktu) *
(Aliran masuk masa lalu – Aliran keluar masa lalu))
Dalam POWERSIM bentuk persamaannya menjadi :
LEVEL.K = LEVEL.J + DT * (INFLOW.JK – OUTFLOW.JK)
Persamaan diatas menyatakan bahwa nilai variabel level saat ini (.K) merupakan
jumlah dari nilai tersebut dimasa lalu (.J) ditambah dengan perubahan akibat
aliran yang mempengaruhi veriabel tersebut dari suatu titik waktu dimasa lalu
sampai saat ini (.JK). Lama waktu dari J ke K disebut dengan waktu komputasi
atau interval solusi yang dinyatakan dengan DT.
II.12.4 Persamaan Rate
Persamaan rate digunakan untuk menghitung nilai dari suatu aliran masuk dan
aliran keluar dalam persamaan level. Persamaan level dihitung pada saat ini (.K).
Berbeda dengan persamaan level, persamaan rate tidak memiliki bentuk standar
tertentu, dan tergantung pada struktur kebijakan yang ada pada sistem. Batasan
yang ada dalam pendefinisian persamaan rate antara lain :
1. Pada umumnya persamaan rate tidak dapat mengandung unsur DT, kecuali
dalam permodelan akhir tahun, permodelan deret waktu, dan sebagai
pembatas.
2. Dependensi antara rate harus dihindari, karena akan menimbulkan circularity
error, yaitu kesalahan pendefinisian sistem akibat ketergantungan antar
variabel yang bersifat siklis, sehingga program tidak dapat menentukan
variabel mana yang akan dijadikan acuan awal, sehingga simulasi tidak dapat
dijalankan.
46
II.12.5 Persamaan Auxiliary
Persamaan auxiliary merepresentasikan komputasi informasi dan sistem umpan
balik. Dalam melakukan representasi sistem ke dalam persamaan matematis.
Persamaan rate akan sulit ditentukan tanpa mengetahui informasi yang
mepengaruhi variabel rate tersebut. Komputasi dari informasi inilah yang
dinyatakan ke dalam bentuk auxiliary. Sama seperti persamaan rate, persamaan
auxiliary tidak memiliki bentuk standar, namun ada beberapa batasan yang perlu
diperhatikan, yaitu :
1. Persamaan auxiliary tidak dapat mengandung unsur DT pada sisi kanan
persamaan.
2. Sebuah variabel auxiliary secara umum bergantung pada level atau auxiliary
lainnya.
3. Perumusan sekumpulan persamaan auxiliary secara simultan, misalnya
susunan variabel auxiliary membentuk loop tanpa adanya variabel level, maka
akan menimbulkan pesan kesalahan dalam simulasi.
II.12.6 Interval Solusi
Interval solusi (DT) adalah suatu parameter waktu dalam simulasi yang digunakan
dalam persamaan level, dan mengkonversikan variabel rate ke dalam level.
Penentuan DT harus dilakukan dengan cermat, karena pemilihan DT yang terlalu
besar akan menyebabkan perilaku sistem tidak dapat diamatis secara rinci.
Sedangkan DT yang terlalu kecil akan membutuhkan waktu yang lama serta biaya
yang besar dalam simulasi. Interval solusi menjadi pengali atas variabel rate dan
berperan penting dalam menentukan akumulasi dari fungsi yang membentuk
persamaan level. Prinsip sederhana dalam penentuan DT yaitu dalam setiap
model DT harus kurang dari setengah nilai delay tingkat pertama yang digunakan
dalam sistem, namun untuk menghemat waktu komputasi, DT harus tidak kurang
dari seperlima nilai delay terendah, Forrester (1961).
47
II.13 Validasi Model Dinamika Sistem
Salah satu kriteria penilaian objektivitas dari suatu penelitian ilmiah adalah
validitas atau keabsahan. Dalam proses pemodelan, validitas suatu model dilihat
dari sejauh mana signifikansi suatu model dapat menirukan fakta pada sistem
nyata. Signifikansi dari suatu model bergantung pada kemampuan model tersebut
untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Tujuan dari model dinamika industri
adalah sebagai alat bantu perancangan sistem industri dan ekonomi yang lebih
baik (Forrester, 1961).
Validasi model dinamika sistem pada dasarnya adalah suatu proses membangun
kepercayaan pada fungsi model sebagai alat bantu analisis dan perancangan
kebijakan. Dalam proses validasi ini, sebuah model tidak dapat dinyatakan valid
secara absolut apabila tidak ada bukti bahwa model dapat merepresentasikan suatu
realita yang benar – benar mirip secara absolut. Model merupakan
penyederhanaan dari sistem nyata dengan beberapa batasan dan asumsi yang
menyertainya. Tidak ada model yang valid secara keseluruhan, namun dengan
melakukan proses pengujian model dinamika sistem terhadap bukti – bukti
empiris, akan meningkatkan kepercayaan seseorang terhadap model.
Pada dasarnya terdapat dua macam validitas yang harus dipenuhi sebuah model
yaitu validitas struktur dan validitas kinerja. Validitas struktur merupakan
penilaian terhadap keserupaan struktur model dengan sistem nyata, sedangkan
validitas kinerja adalah penilaian terhadap hasil output kinerja (perilaku) dari
suatu model.
II.13.1 Validasi Struktur
Validitas struktur model berkaitan dengan batasan sistem, variabel pembentuk
sistem, dan asumsi mengenai interaksi yang terjadi dalam sistem. Validitas
struktur merupakan hal yang penting mengingat pendekatan model dinamika
sistem pada dasarnya berorientasi pada proses, yaitu keserupaan struktur model
dengan struktur nyata ditunjukkan dengan sejauh mana interaksi variabel model
dapat menirukan interaksi sistem nyata.
48
Validasi struktur dapat dilihat dari segi kesesuaian model, konsistensi model,
utilitas dan efektifitas struktur model. Dalam melakukan perancangan dan
justifikasi, seorang pembuat model dituntut untuk mengumpulkan informasi
sebanyak mungkin atas sistem yang menjadi objek penelitian. Informasi ini dapat
berupa pengalaman dan pengetahuan dari orang yang memahami mekanisme yang
bekerja pada sistem atau berasal dari studi lietratur maupun referensi lainnya.
II.13.2 Validasi Perilaku
Validasi perilaku dalam model sistem dinamis diukur dari kemampuannya untuk
menghasilkan ulang perilaku atau karakteristik dari suatu sistem yang menjadi
referensi. Model dikatakan valid apabila model tersebut dapat menirukan
kenyataan – kenyataan empiris yang ada dan menghasilkan pola – pola kenyataan
yang mengkin terjadi. Pengujian yang dapat dilakukan untuk menilai validitas
perilaku model antara lain (Sterman, 2000) :
1. Uji Reproduksi Perilaku
Untuk menilai kesesuaian perilaku model dengan sistem nyata dapat
menggunakan uji statistik., salah satu uji yang biasa dipakai adalah statistik Theil
Inequality (Sterman, 2000). Pengujian statistik Theil Inequality ini melibatkan
beberapa alat pengujian statistik seperti mean square error (MSE), mean absolute
error (MAE), bias (UM), unequal variation (US), unequal covariation (UC), serta
r (koefisien korelasi). Bias terjadi jika output model dan data aktual memiliki
rataan yang berbeda. Unequal variation (US) mengindikasikan bahwa variansi
antara output model dengan data aktual berbeda, sedangkan unequal covariation
(UC) berarti output model dan data aktual berkorelasi dengan sempurna namun
berbeda pada setiap titik-titiknya. Formulasi statistik Theil Inequality adalah
sebagai berikut :
2
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −=
MSEXXU dmM UM : Bias
49
2
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
=MSE
ssU dmS US : Unequal Variation
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
=MSE
ssrU dmC )1(2 UC : Unequal Covariation
1=++ CSM UUU
∑ −−=
m
mm
d
dd
sXX
sXX
nr )()(1
r : Correlation Coefficient
∑= Xn
X 1 MeanX :
2)(1 ∑ −= XXn
s s : Standard Deviation
∑ −= 2)(1dm XX
nMSE MSE : Mean Square Error
n : Data Size
m : Index for Model Output
d : Index for Data Series
2. Uji Model pada Kondisi Ekstrim
Dalam uji ini, model dicoba pada kondisi ekstrim. Ketika model dicoba pada
kondisi yang ekstrim, model harus mampu menunjukkan robustness-nya, dimana
perilaku model mengikuti perilaku alami suatu kejadian.
3. Uji Kesalahan Integrasi
Uji kesalahan integrasi digunakan untuk memeriksa sensitivitas model terhadap
pemilihan time step dan metode integrasi dalam simulasi. Model harus
disimulasikan dengan beberapa time step dan metode integrasi yang berbeda. Ada
dua metode integrasi yang digunakan dalam simulasi dinamika sistem, yaitu
metode Euler dan Runge-Kutta. Idealnya, output simulasi tidak sensitif terhadap
pemilihan time step, yang berarti model memberikan perilaku yang sama untuk
50
time step yang berbeda. Pemilihan metode Euler dalam integrasi dapat diterima
jika model tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan jika disimulasikan
dengan Runge-Kutta.
4. Uji Prediksi Perilaku
Uji prediksi perilaku dilakukan dengan tes prediksi kejadian (event prediction
test) yang memfokuskan pada dinamika alami suatu kejadian. Uji ini digunakan
untuk melihat respon perilaku model ketika dilakukan perubahan secara tiba-tiba
pada suatu peubah.