bab ii snowball throwing
DESCRIPTION
gyghluhTRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran
Menurut Nana Sudjana (1989), “Belajar adalah suatu proses yang ditandai
dengan adanya perubahan tingkah pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil
dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah
pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan,
kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar”.
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat
pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum.
(Joyce, 1992: 4).
Menurut Soekamto, (dalam Nurulwati, 2000: 10) mengemukakan model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar menhajar.
Pembelajaran diartikan sebagai suatu usaha penciptaan sistem lingkungan
yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Belajar adalah proses aktif siswa
dalam membangun/memproduksi pengetahuan dengan cara menghubungkan
pengetahuan yang dimiliki dan yang akan dipelajari.
Menurut Cory (1986) dalam Syaiful Sagala (2005:61), menyebutkan
“Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja
di kelola untuk memungkinkan Ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam
kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu,
pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan.“ Menurut Royce-Joyce
(1996) dalam Frederico Mayor (2006:13), mengatakan bahwa model
pembelajaran adalah suatu deskripsi pembelajaran yang di dalamnya mengandung
sintak/langkah-langkah.
7
Dalam Ngalim Purwanto. 1990, Hilgard dan Bower dalam bukunya
Theoris of Learning (1975) mengemukakan. “Belajar berhubungan dengan
perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang
disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana
perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kencendrungan
respon pembawaan, kematangan, dan keadaan-keadaan sesaat seseorang
(misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya).”
Dalam Udin. S.Winaputra 2008, Fontana (1981) mengartikan bahwa
belajar adalah suatu proses perubahan yang relatif tetap dalam perilaku individu
sebagai hasil dari pengalaman. Bower dan Hilgrad (1981), bahwa belajar
mengacu pada perubahan perilaku atau potensi individu sebagai hasil dari
pengalaman dan perubahan tidak disebabkan oleh insting, kematangan, atau
kelelahan, dan kebiasaan.
Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli diatas, jelas
bahwa belajar harus memungkinkan perubahan tingkah laku pada diri individu,
perubahan ini menyangkut aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Perubahan ini terjadi melalui latihan atau pengalaman yang dilakukan secara
berulang-ulang oleh individu, dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan
oleh pertumbuhan atau kematangan tidak sebagai hasil belajar (seperti perubahan-
perubahan yang terjadi pada seorang bayi). Perubahan yang dialami oleh individu
harus relatif tetap, harus merupakan akhir dari suatu periode yang cukup panjang,
ini berarti kita harus menngeyampingkan perubahan-perubahan tingkah laku yang
disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian atau kepekaan
seseorang yang biasanya hanya berlangsung sementara.
Berdasarkan beberapa pendapat Ahli mengenai model pembelajaran di
atas peneliti mengambil kesimpulan bahwa model pembelajaran adalah suatu
proses belajar yang tersusun secara sistematis sehingga tercipta perubahan
perilaku individu yang baik dan menciptakan pembelajaran yang aktif di dalam
kelas yaitu antara guru dan siswa terjadi umpan balik sehingga tujuan
pembelajaran tercapai. Dengan demikian pembelajaran adalah setiap kegiatan
yang dirancang oleh guru untuk membantu atau memfasilitasi siswa dalam
8
mempelajari atau mengalami suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam
suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi
dalam konteks kegiatan belajar mengajar.
2.1.2 Pengertian Model Pembelajaran Snowball Throwing
Model Pembelajaran Snowball Throwing melatih siswa untuk lebih
tanggap menerima pesan dari orang lain, dan menyampaika pesan tersebut kepada
temannya dalam satu kelompok. Lemparan pertanyaan yang menggunakan kertas
berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas lalu dilempar-
lemparkan kepada siswa lain. Siswa yang mendapat bola kertas lalu membuka dan
menjawab pertanyaannya.
Pembelajaran dengan metode Snowball Throwing merupakan salah satu
modifikasi dari teknik bertanya yang menitik beratkan pada kemampuan
merumuskan pertanyaan yang dikemas dalam sebuah permainan yang menarik
yaitu saling melemparkan bola salju (Snowball Throwing) yang berisi pertanyaan
kepada sesama teman. Model yang dikemas dalam sebuah permainan ini
membutuhkan kemampuan yang sangat sederhana yang bisa dilakukan oleh
hampir semua siswa dalam mengemukakan pertanyaan sesuai dengan materi yang
dipelajarinya.
Pembelajaran dengan model Snowball Throwing, menggunakan tiga
penerapan pembelajaran antara lain: pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit
yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas melalui pengalaman nyata,
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri (inquiry),
pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari “bertanya”
(questioning) dari bertanya siswa dapat menggali informasi, mengkonfirmasikan
apa yang sudah diketahui dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum
diketahui. Di dalam metode pembelajaran Snowball Throwing, strategi
memperoleh dan pendalaman pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan
seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan tersebut.
9
2.1.3 Kelebihan Model Pembelajaran Snowball Throwing
1. Melatih kesiapan siswa dalam merumuskan pertanyaan dengan bersumber pada
materi yang diajarkan serta saling memberikan pengetahuan.
2. Siswa lebih memahami dan mengerti secara mendalam tentang materi pelajaran
yang dipelajari. Hal ini disebabkan karena siswa mendapat penjelasan dari teman
sebaya yang secara khusus disiapkan oleh guru serta mengerahkan penglihatan,
pendengaran, menulis dan berbicara mengenai materi yang didiskusikan dalam
kelompok.
3. Dapat membangkitkan keberanian siswa dalam mengemukakan pertanyaan
kepada teman lain maupun guru.
4. Melatih siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya dengan baik.
5. Merangsang siswa mengemukakan pertanyaan sesuai dengan topik yang sedang
dibicarakan dalam pelajaran tersebut.
6. Dapat mengurangi rasa takut siswa dalam bertanya kepada teman maupun guru.
7. Siswa akan lebih mengerti makna kerjasama dalam menemukan pemecahan
suatu masalah.
8. Siswa akan memahami makna tanggung jawab.
9. Siswa akan lebih bisa menerima keragaman atau heterogenitas suku, sosial,
budaya, bakat dan intelegensia.
10. Siswa akan terus termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya.
2.1.4 Kekurangan Model Pembelajaran Snowball Throwing
1. Pengetahuan tidak luas hanya berkutat pada pengetahuan sekitar siswa saja.
2. tidak efektif.
(Sumber: Syaifullah, 2009).
10
2.1.5 Langkah-langkah Model Pembelajaran Snowball Throwing
Menurut (Kisworo, dalam Mukhtari, 2010: 6) langkah-langkah model
pembelajaran snowball throwing adalah sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan materi yang akan disampaikan.
2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing
ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi.
3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing,
kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada
temannya.
4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk
menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah
dijelaskan oleh ketua kelompok.
5. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa
ke siswa yang lain selama ± 15 menit.
6. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan
kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas
berbentuk bola tersebut secara bergantian.
7. Evaluasi.
8. Penutup.
2.1.6 Pengertian Hasil Belajar
Menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Dalyana. S, 2011), hasil belajar
merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi
guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang
lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan
mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan
pelajaran.
Menurut Sudjana (1990:22), “hasil belajar merupakan kemampuan yang
dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar”. Menurut Bloom dalam
jihad (2009: 14) tiga ranah (domain) hasil belajar yaitu kognitif, afektif, dan
11
psikomotorik. Dapat kita simpulkan bahwa hasil belajar pencapaian bentuk
perubahan perilaku yang cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu. Bloom
dalam Jihad (2008:14) berpendapat bahwa hasil belajar dapat dikelompokkan ke
dalam dua macam yaitu pengetahuan dan keterampilan.
Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui
kegiatan belajar (Abdurahman dalam jihad, 2008:14). Belajar itu sendiri
merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu
bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran
atau kegiatan intruksional, biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Siswa yang
berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran
atau instruksional.
Individu yang sedang belajar pada akhirnya akan memperoleh hasil dari
apa yang telah dipelajari selama proses belajar. Sebagai contoh individu yang
sebelumnya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, hasil
yang diperoleh ini yang disebut hasil belajar. Hasil belajar ini digunakan oleh guru
untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal
ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh
perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.
Berdasarkan teori Taksonomi Bloom (dalam Cece Rahmat, 2001) hasil
belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.
2. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang
kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi
dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
3. Ranah Psikomotor
12
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi
neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
Berdasarkan pengertian hasil belajar yang dikemukakan diatas, jelas bahwa
dalam proses belajar yang dilakukan oleh individu pada akhirnya akan
mempeoleh hasil. Hasil yang diperoleh siswa berupa perubahan kearah yang lebih
baik seperti dari sebelumnya ia tidak tahu menjadi tahu setelah individu tersebut
mengalami proses belajar. Perubahan yang diperoleh individu setelah belajar
berupa perubahan pengetahuan, sikap dan ketrampilan.
Bloom menjelaskan hasil belajar yang diperoleh individu meliputi aspek
koginitif, afektif, dan psikomotorik sehingga dalam merancang pembelajaran
harus mengembangkan semua aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik tidak
hanya aspek kognitif.
Menurut Nana Sudjana (1989) terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi hasi belajar yaitu :
a. Faktor Internal adalah kemampuan yang dimilikinya, motivasi dan perhatian,
usaha, kebiasaan, motivasi dan kecerdasaan.
1. Aspek Fisiologis
Meliputi kondisi fisik yang normal (panca indera, anggota tubuh) dengan
keadaan yang baik seperti ini akan memudahkan siswa dalam menerima
informasi yang diberikan.
2. Aspek Psikologis
Meliputi segala hal yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang
(kecerdasan, sikap, motivasi, minat) Kondisi mental yang dapat
menunjang keberhasilan belajar adalah kondisi mental yang mantap dan
stabil.
b. Faktor Eksternal, dalam proses pendidikan dan pengajaran dapat dibedakan
menjadi tiga lingkungan, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan
lingkungan masyarakat.
13
Berdasarkan ketiga lingkungan tersebut yang paling besar pengaruhnya
terhadap proses dan hasil belajar siswa dalam proses belajar mengajar adalah
lingkungan sekolah seperti guru, sarana belajar, kurikulum, teman-teman sekelas,
disiplin dan peraturan sekolah, administrasi atau manajemen, dan lain-lain. Unsur
lingkungan sekolah yang telah disebutkan pada hakikatnya berfungsi sebagai
lingkungan belajar siswa, yaitu lingkungan tempat siswa berinteraksi sehingga
menimbulkan kegiatan belajar pada dirinya.
Dalam proses belajar individu tentunya akan mnghasilkan output yang disebut
hasil belajar, dalam proses belajarnya tentu ada faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar yang akan berdampak terhadap hasil belajar yang diperoleh individu.
Menurut Slameto (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ada dua
yakni faktor intern dan faktor ekstern. Faktor interen meliputi faktor jasmaniah
(kesehatan dan cacat tubuh), faktor psikologis (intelegensi, perhatian, minat,
motif, kesiapan), dan faktor kelelahan. Sedangkan faktor eksteren meliputi faktor
lingkungan keluarga (cara mendidik orang tua, suasana keluarga, keadaan
ekonomi), faktor lingkungan sekolah (metode mengajar, kurikulum, disipllin
sekolah, alat pelajaran, metode belajar) dan faktor masyarakat (kegiatan siswa
dalam masyarakat, teman bergaul).
Berdasarkan penjelasan Nana Sudjana diatas faktor lingkungan sekolah
merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam proses dan hasil belajar karena
di lingkungan berfungsi sebagai lingkungan belajar siswa, yaitu lingkungan
tempat siswa berinteraksi sehingga menimbulkan kegiatan belajar pada dirinya.
Lingkungan sekolah disini seperti guru, sarana belajar, pembelajaran, teman-
teman dan lain-lain, yang paling utama adalah pembelajaran yang dilakukan
dikelas.
Apabila pembelajaran yang dilakukan tidak dapat menarik perhatian dan
motivasi untuk mempelajari materi yang disajikan maka akan berdampak buruk
pada hasil belajar yang diperoleh siswa. Menurut penjelasan Slameto salah satu
faktor yang mempengaruhi belajar adalah faktor sekolah, didalam faktor sekolah
ada metode, kurikulum, alat pelajaran, dan lain-lain.
14
Menurut peneliti Pembelajaran yang memungkinkan adanya perolehan hasil
belajar yang baik yaitu dengan pembelajaran yang dirancang agar siswa dengan
sendirinya atau secara mandiri menemukan konsep dan hubungan antar konsep,
membangun konsep-konsep yang berhubungan dengan materi sehingga setelah
pembelajaran selesai siswa dengan mudah menyelesaikan masalah yang sesuai
dengan materi yang telah diajarkan.
2.1.7 Hakikat Matematika di Sekolah Dasar
James dan James (1976) dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa
matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan
konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang
banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.
Johnson dan Rising (1972) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika
adalah pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika
itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat,
jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa
simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi. Sementara Reys, dkk. (1984)
mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu
jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.
Reys, dkk (1984) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika itu
adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu
seni, suatu bahasa, dan suatu alat.
Kline (1973) dalam bukunya mengatakan pula, bahwa matematika itu
bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri,
tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam
memahami dan mengatasi permasalahan sosial, ekonomi dan alam.
Fungsi dan tujuan matematika, Matematika berfungsi mengembangkan
kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus
matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui pengukuran dan
geometri, aljabar, peluang dan statistik, kalkulus dan trigonometri. Matematika
juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan
15
melalui model matematika yang dapat berupa kalimat matematika dan persamaan
matematika, diagram, grafik atau tabel. Tujuan umum pendidikan matematika
ditekankan kepada siswa untuk memiliki:
1. Kemampuan yang berkaitan dengan matematika yang dapat digunakan
dalam memecahkan masalah matematika, pelajaran lain ataupun masalah
yang berkaitan dengan kehidupan nyata.
2. Kemampuan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi.
3. Kemampuan menggunakan matematika sebagai cara bernalar yang dapat
dialihgunakan pada setiap keadaan, seperti berpikir kritis, berpikir logis,
berpikir sistematis, bersifat objektif, bersifat jujur, bersifat disiplin dalam
memandang dan menyelesaikan suatu masalah.
Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006) mata pelajaran
Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar.
Hal ini dimaksudkan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir
logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.
Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan
memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada
keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Selain itu dimaksudkan
pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam
pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan
menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.
Menurut Badan Standart Nasional Pendidikan (2006) menyatakan bahwa
tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar (SD) adalah untuk:
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika
16
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh.
d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas, pembelajaran matematika di
sekolah dasar disusun untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir
logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.
Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan
memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada
keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Jadi pada pembelajaran matematika yang diperlukan adalah bagaimana siswa
dapat menemukan konsep, dapat menghubungkan antar konsep selanjutnya
dengan konsep ini maka siswa akan dapat memecahkan masalah yang
dihadapinya.
Perubahan program Matematika Tradisional ke Matematika Modern ialah
dengan cara mengajarkan (metodologinya) dan penambahan materi baru. Muncul
pertanyaan, “ Bukankah matematika itu tetap, mengapa program lama diubah?”
Bukankah program lama yang berdasarkan “Sistematika respon” dan penekanan
kepada keterampilan berhitung itu penting? Sekarang ini ilmu pengetahuan
berkembang dengan cepat. Matematika tidak dapat dipandang sebagai alat melulu
sehingga diperlukan program baru. Program baru ini yang disebut program
Matematika Modern.
Banyak orang mengira bahwa matematika itu tetap tidak berubah, (tidak ada
yang baru) bahwa matematika itu ditemukan beribu-ribu tahun yang lampau.
Orang yunani menemukan Ilmu Ukur 2000 tahun yang lampau, orang Arab
menemukan Aljabar 1400 tahun yang lampau. Sir Isaak Newton menemukan
Calculus 300 tahun yang lampau.
17
Untuk siswa yang bakal menjadi ahli matematika, pengetahuan yang baru ini
sangat penting diketahui dalam usia semuda-mudanya. Maksudnya ialah agar
siswa sejak umur kurang lebih 30 tahun sudah dapat mulai mencurahkan
pikirannya kepada penemuan-penemuan baru. Karena itu dalam program
Matematika Modern di Sekolah Dasar terdapat topik-topik untuk Sekolah
Menengah dan kadang-kadang topik-topik untuk perguruan tinggi, walaupun
diberikan secara informal. Tujuan utamanya adalah agar siswa menguasai konsep-
konsepnya, bahasa yang tepat , pengertian dan struktur.
Dengan ditekankan kepada konsep-konsep dengan menggunakan bahasa yang
lebih tepat dan ditunjang oleh pengertian, diharapkan siswa dapat melihat hakekat
matematika secara keseluruhan. Keterampilan berhitung akan lebih baik bila
didasari pengertian.
2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Purwanti, Dwi. 2006, Meningkatkan
Kemampuan Siswa Tentang model pembelajaran snowball throwing di SD Negeri
Koalisi Nasional Ngaliyan Kampus 01,03 dan 07 tentang pembagian pada Kelas
IV. Jurusan D-II PGKSD Universitas Negeri Semarang. proses pembelajaran di
SD Negeri Koalisi Nasional Ngaliyan Kampus 01,03 dan 07 tentang pembagian
pada kelas IV dengan menggunakan model pembelajaran snowball throwing
sangat baik, hal ini ditunjukkan dengan hasil dan kemampuan siswa semakin
meningkat dalam belajar operasi hitungan khususnya pengurangan.
Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti, Nina. 2010, dengan judul
Penerapan model pembelajaran snowball throwing Materi Keliling dan Luas
Persegi Panjang dan Persegi pada Siswa Kelas III SD Negeri Kaumrejo 01
Ngantang. Skripsi, Jurusan Matematika, FMIPA Universitas Negeri Malang.
Model pembelajaran snowball throwing pada materi keliling dan luas persegi
panjang dan persegi. Hasil yang diperoleh selama melakukan penelitian adalah
siswa dapat menguasi materi dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan siswa
semakin aktif terlibat dalam setiap tahapan pelaksanaan pembelajaran. Hasil
observasi aktivitas siswa juga menunjukkan bahwa keberhasilan aktivitas siswa
18
tergolong “sangat baik”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian ini dapat
dikatakan berhasil.
Berdasarkan hasil penelitian diatas hasil belajar siswa meningkat karena
dalam pembelajaran yang dilakukan siswa terlibat secara langsung dalam
menemukan konsep-konsep yang dipelajarinya. Dengan demikian siswa akan
menemukan konsep dengan sendirinya, disamping itu juga dengan adanya alat
peraga sangat membantu siswa dalam menghubungkan pengetahuan barunya
dengan intuisi yang telah melekat pada diri siswa. Dalam pembelajaran sangat
dianjurkan untuk meggunakan alat peraga (benda konkret atau gambar yang
menunjukkan keadaan aslinya), alat peraga ini akan diotak-atek siswa sehingga
dapat membangun konsep yang dipelajarinya. Konsep yang telah didapat oleh
siswa dengan sendirinya ini akan bertahan lama dalam ingatannya, sehingga
ketika siswa dihadapkan soal yang berhubungan dengan materi yang dipelajarinya
maka siswa dengan mudah menjawab soal tersebut.
Berdakan uraian diatas menunjukkan bahwa dengan model pembelajaran
snowball throwing sangat efektif untuk diterapkan di SD, sebab dari model
pembelajaran snowball throwing siswa secara mandiri akan mendapatkan konsep-
konsep yang dipelajarinya dan akan tersimpan lama dalam pikirannya yang
memudahkan siswa dalam mengerjakan soal yang berkaitan dengan yang
dipelajarinya.
2.3 Kerangka Berpikir
Model Pembelajaran Snowball Throwing ini menekankan pada keterlibatan
siswa secara aktif dalam pembelajaran, dimana siswa diharapkan mampu
menemukan konsep, hubungan antar konsep dari materi yang diajarkan,
disamping itu juga dengan adanya bantuan alat peraga dapat berguna untuk siswa,
dalam mempelajari bagaimana keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam
benda yang sedang diperhatikannya. Ada beberapa model yang digunakan antara
lain dengan model pembelajran snowball throwing, guna lebih mengefektifkan
siswa yang aktif. Adapun alur kerangka pemikiran yang ditunjukan untuk
mengarahkan jalannya penelitian agar tidak menyimpang dari pokok-pokok
19
permasalahan, maka kerangka pemikiran dapat dilukiskan dalam gambar berikut
ini:
Gambar. 2.1 Bagan Kerangka Berpikir
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian kajian teori dan kerangka berpikir dalam penelitian
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Ho: Pembelajaran dengan Penggunaan Model Pembelajaran Snowball Throwing
tidak efektif Terhadap Hasil Belajar Matematika siswa kelas IV SD Kanisius
Cungkup semester II tahun pelajaran 2011/2012.
Ha: Pembelajaran dengan Penggunaan Model Pembelajaran Snowball Throwing
lebih efektif Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD
Kanisius Cungkup semester II tahun pelajaran 2011/2012.
Lebih efektif penggunaan model pembelajaran snowball throwing terhadap
hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Kanisius Cungkup Semester II
Tahun Pelajaran 2011/2012
Perbandingan nilai rata-rata pretes dan postes
Rata-rata nilai
Pembelajaran (menggunakan model
pembelajaran snowball throwing)
Pengukuran kedua
Rata-rata nilai
Pengukuran Pertama
Pembelajaran secara konvensional
20
Berdasarkan hipotesis penelitian, maka peneliti menyimpulkan bahwa
“Pembelajaran dengan Penggunaan Model pembelajaran snowball throwing lebih
efektif tehadap hasil belajar matematika siswa kelas IV SD kanisius cungkup
semester II tahun pelajaran 2011/2012” yang ditunjukkan oleh peningkatan hasil
belajar siswa.