bab ii shampoo
DESCRIPTION
bab 2 tinjauan pustaka praktikum shampooTRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Shampo
Shampoo adalah “sediaan dari surfaktan” (bahan aktif permukaan) dalam
bentuk yang sesuai-cair,padat, atau serbuk, dimana jika digunakan di bawah
kondisi khusus dapat menghilangkan lemak, kotoran dan kulit terkelupas
pada permukaan dari rambut dan kulit kepala tanpa menimbulkan efek
merugikan bagi rambut, kulit kepala atau kesehatan dari yang menggunakan.
Evaluasi shampo berdasarkan kriteria berikut:
1. Keefektifan dari deterjen
2. Kemampuannya berbusa dalam air sadah
3. Kemampuan shampoo untuk dapat terdistribusi pada rambut
4. Kemampuan untuk membersihkan lemak
5. Keharuman yang menyenangkan
6. Mudah untuk dibilas
7. Kemampuan untuk memberikan busa dan kelembutan pada rambut
8. Tidak mengiritasi
Shampo tersedia dalam beberapa varietas bentuk dan tipe. Beberapa
Metode dari klasifikasi disesuaikan dengan keperluan dan berubah –ubah
sesuai dengan sudut pandang. Klasifikasi menurut bentuk produk terdiri dari
cairan jernih, lotion, pasta, gel, dan akhirnya aerosol dan produk kering.
Shampo lebih lanjut dibedakan berdasarkan pertimbangan khusus yang
komponennya tidak biasa atau kombinasi dari komponen yang tersedia,
sebagai contoh: Shampo untuk rambut dan kulit kepala dengan kondisi
khusus, shampoo untuk anak-anak, atau bayi, shampoo untuk laki-laki, dll.
2.1.1 Shampo Cair Jernih
Produk ini pada dasarnya mengandung larutan berair dari deterjen, yang
memiliki konsentrasi surfaktan bervariasi antara 10% dan 30%. Selain dari
persyaratan umum yang harus ditemui pada semua shampoo; dua atau lebih
ditambahkan disini.
Sediaan harus memiliki konsistensinya yang sesuai. Jika sediaan terlalu
encer, sediaan tersebut terlalu mudah mengalir dari kulit kepala menuju ke
wajah (mata!) dan turun ke leher. Jika sediaannya terlalu kental, sediaan itu
sangat lambat (susah dituang dari botol dan tidak akan mudah tercampur
dengan air pada rambut sehingga sediaan tersebut kehilangan keefektifan
penuhnya. Sediaan harus tetap jernih pada kondisi penyimpanan normal. Titik
kabutnya harus berada di bawah 5oC.
Untuk memberikan sifat yang diinginkan pada shampoo cair, beberapa zat
tambahan seringkali digunakan. Zat tambahan tersebut dapat dibagi menjadi
kelompok di bawah ini tergantung pada keefektifannya:
a. Bahan pendispersi garam kalsium
Tujuan dari produk ini adalah untuk mencegah pengendapan sabun
kalsium dan perlekatanatau rambut yang lepek yang disebabkan oleh
bahan ini. Aksi ini menyebabkan peningkatan busa. Bahan pendispersi
garam kalsium adalah secara khusus penting pada sabun shampoo.
Tapi bahan inijuga digunakan dengan alkil aril sulfonat dan sarkosida.
Diantara bahan-bahan ini adalah Igenon T, produk asam lemak
alylolamine terkondensasi, alkil polioksietilen fenol, dan bahan etylen
oksida terkondensasi non ionik lainnya.
b. Bahan sequestrant
Bahan-bahan ini juga untuk mencegah pengendapan garam
kalsium dan karenanya menjadi sangat penting dalam shampoo busa.
Mengingat keefektifan bahan pendispersi tergantung pada aktifitas
permukaannya, sequestrant memiliki efek kimia murni. Sequestrant
menahan kalsium dan ion logam polyvalent lainnya menjadi kompleks
larut air yang stabil, dan melalui cara ini mencegah pembentukan
garam kalsium yang tidak larut.
Bahkan penambahan sejumlah kecil (± 1%) dari sequestrant akan
menjernihkan semua kabut karena air yang kaya akan kalsium dari
sabun shampoo dan juga mencegah flokulasi yang dapat terjadi pada
botol oleh pelepasan garam kalsium.
c. Pelarut
Seperti yang telah dilihat pada bab 2, sudah menjadi sifat yang
melekat pada deterjen bahwa deterjen tidak mudah larut dalam air,
dan bagian molekul yang tidak larut dalam air harus cukup kuat untuk
membawa molekul ke antar muka dari larutan. Dalam penyiapan dari
konsentrasi shampoo kadang-kadang dibutuhkan untuk mendekati
batas dari larutan dimana larutan akan menjadi berkabut.
Bagaimanapun shampoo yang jernih secara absolut dapat berkabut
setelah pengocokan yang kuat atau diletakkan pada suhu rendah.
Pelarut-pelarut ini ditambahkan untuk mencegah sifat pengkabutan
ini. Yang paling sering digunakan adalah alkohol (ethyl n-propil atau
isopropyl alkohol), glikol (1,2-propilenglikol, 1,3-butilenglikol,
polyglikol) dan gliserol. Pelarut sering meningkatkan aksi pembusaan
dari shampoo kecuali yang berviskositas lebih rendah.
d. Bahan pengental
Dalam penambahan bahan-bahan yang secara umum diguanakan
untuk mengentalkan larutan berair (alginate, polivinil alkohol,
metilseslulosa, dan silikat koloidal). Beberapa tipe lainnya adalah
garam inorganic yang cocok (ammonium klorida) yang paling efektif
dan paling umum digunakan;( walaupun ammonium klorida
meningkatkan sedikit aroma amoniak yang harus ditutupi dengan
menggunakan parfum), ester polietilen glikol (ex. Polietilenglikol 400
distearat) . Konsistensi yang diminta mungkin juga dicapai melalui
campuran dari surfaktan sebagai dasar shampoo, minyak kastor
tersulfonkan sebagai contoh, meningkatkan dari shampoo tergantung
pada minyak zaitun tersulfonkan dan dasar shampoo alkil aril
trietanolamin sulfonat dapat ditingkatkan oleh penambahan garam
ammonium.
e. Bahan pelembut rambut dan kulit
Karena sebelumnya telah diterangkan beberapa deterjen
mempunyai efek menghilangkan lemak yang kuat pada rambut. Ini
dengan demikian tidak menyenangkan; bila dalam penambahan
surfaktan cenderung untuk diserap pada rambut. Ini dapat
menyebabkan rambut rapuh dan rambut menjadi susah diatur.
Lanolin dan turunan lanolin, cetyl dan oleat alkohol mempunyai efek
yang baik tetapi harus digunakan dengan hemat; konsentrasi di atas
2% biasanya memberikan efek pembentukan busa dari shampoo.
Lanolin sering memberi efek rambut menjadi jarang yang nyata pada
konsistensinya pada shampoo.
f. Bahan finishing
Beberapa bahan pelembut juga memperbaiki kilapan dari rambut
setelah pencucian; rambut berminyak tidak menghasilkan busa.
Dispersi sequestrant dan sabun kalsium juga mencegah rambut
menjadi tidak mengkilap setelah shampoo tertentu digunakan.
g. Pembentuk busa
Sequestrant dalam sabun shampoo memperbaiki busa dengan
menghambat pembentukan dari sabun kalsium dimana menekan
pembentukan busa. Dalam shampoo yang didasarkan pada lemak
alkohol tersulfonkan dengan penambahan 1-2% bebas alkoho, (ex.
Cetyl alkohol) dapat menurunkan volume busa tetapi membuat padat
dan lebih stabil. Bagian kecil dari asam lemak alkil amin
dipertimbangkan untuk ditambahkan ke dalam deterjen anionic untuk
mencapai pembentukan kabut dan busa padat yang cepat. Derivat
amfoterik dapat memberikan efek yang sama.
h. pengawet
Shampoo komersial yang tersedia sering mengandung jumlah yang
besar dari bakteri gram negatif. Garam fenil merkuri dan formaldehid
kadang digunakan, walaupun kestabilan keduanya tidak cukup.
2.2 Linier Alkil Benzena Sulfonat
Linear Alkilbenzena Sulfonat (LAS) (Gambar 1) adalah surfaktan anionik
yang digunakan secara luas untuk menggantikan golongan Alkil Benzena
Sulfonat (ABS) sebagai bahan pembersih (detergen). Produksi dunia tahunan
untuk surfaktan tidak termasuk sabun, dalam tahun 1990 diperkirakan
mencapai 7 juta ton. Sedangkan pada tahun 1997 produksi surfaktan
meningkat mencapai 18 juta ton. Sejak tahun 1990, LAS menjadi perhatian
peneliti karena terbukti residu LAS ditemukan pada limbah lumpur yang
digunakan untuk lahan pertanian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa LAS terdistribusi predominan dalam
air (97,5%), tanah (0,5%) dan sedimen (2%). LAS memasuki tanah pertanian
melalui beberapa jalur: (a) penggunaan limbah padat sebagai pupuk tanah
pertanian, (b) penggunaan air limbah untuk irigasi, (c) infiltrasi tanah oleh air
limbah atau air sungai yang tercemar tanah, dan (d) penggunaan formulasi
pestisida mengandung LAS sebagai zat pengemulsi atau pendispersi. Adanya
LAS dalam tanah memiliki dampak merugikan terhadap pertumbuhan bakteri
aerobik tertentu, yang dapat mengganggu fungsi tanah pertanian .
LAS bersifat mudah dibiodegradasi hingga 95-99,9% dalam sistim
pengolahan limbah cair dengan lumpur aktif yang berfungsi dengan baik LAS
mampu dibiodegradasi di bawah kondisi aerobik dalam media mengandung
air, dan sebagian besar dapat dihilangkan dengan pengelolaan limbah cair,
namun sejumlah fraksi penting (sebanyak 20-25%) terimobilisasi dalam
limbah padat dan persisten dalam kondisi aerobik.
Degradasi aerobik melewati rute degradasi secara umum yang dinamakan
ώ-oksidasi pada kelompok rantai alkil terminal asam karboksil dan
selanjutnya β-oksidasi pada siklus asam lemak menghasilkan CO2, H2O dan
SO42-
Telah dilaporkan bahwa Pseudomonas spp. Sanggup untuk tumbuh pada
beberapa aromatik sulfonat . Pseudomonas spp. resisten terhadap kelaparan
dan dapat tetap hidup saat periode lama dalam ekosistem yang mengandung
populasi mikrobial alami. Bakteri alami Comamonas testosteroni T-3,
mempunyai kemampuan mendegradasi P-toluen-sulfonat (pTS) sebagai
model senyawa aromatik. Sedangkan dalam biodegradasi, LAS membutuhkan
keberadaan komunitas beberapa spesies bakteri termasuk Flavobakterium sp.,
Pseudomonas spp., dan Acinetobacter sp.
LAS sangat sedikit didegradasi di bawah kondisi anaerobik. Hal ini
dikarenakan rantai alifatik tidak dapat direduksi lebih lanjut, dan bakteri
anaerobik ditekan pada konsentrasi sulfonat 15 g/kg dalam kondisi tes.
Dalam reaktor pada konsentrasi yang tinggi (>30 g/kg) sodium sulfonat sulit
dilarutkan sehingga mengurangi bioaktivitas, dan ini berarti bahwa senyawa
ini sangat keras. Dalam ekotoksikologi, sejumlah besar tes mendapatkan
bahwa LAS dapat menyebabkan toksisitas akut dan kronik pada organisme
akuatik. LAS dengan konsentrasi 20-30% larutan dapat menyebabkan
kerusakan jaringan pada tikus setelah kontak kulit lebih dari 15 hari. Pada
konsentrasi 25 mg/L LAS, ikan bereaksi dengan pola meningkatnya aktivitas,
inaktivasi dan immobilisasi, dan jika tidak dihilangkan dari sistem akan
menyebabkan kematian. Efek minimal yang berhubungan dengan perubahan
biokimia dan histopatologi dalam hati telah dilaporkan dalam uji toksisitas
subkronik terhadap tikus yang diberi konsentrasi LAS 120 mg/kg berat badan
perhari di dalam makanan atau air minum.
Berdasarkan pengamatan mengenai amat vitalnya kebutuhan air dan cukup
tingginya pemakaian LAS oleh masyarakat dan industri, sedangkan telah
diketahui bahwa LAS bersifat toksik dan waktu biodegaradasi LAS 100%
membutuhkan waktu beberapa hari, maka penelitian ini difokuskan pada
optimasi kemampuan biodegradabilitas mikrobiologi air terhadap LAS serta
karakteristik dan toksisitas relatif produk intremediat hasil degradasi LAS
terhadap bakteri Rhizobium meliloti. Hal ini dilakukan untuk memprediksi
apakah produk intermediat hasil degradasi tersebut aman bagi lingkungan
atau bahkan lebih toksik dibandingkan senyawa asalnya. Penelitian ini
difokuskan dengan tujuan pada optimasi kemampuan biodegradabilitas
mikrobiologi air tehadap LAS serta identifikasi dan toksisitas relatif produk
intermediat hasil degradasi LAS terhadap bakteri Rhizobium meliloti. Adapun
produk.
Gambar 1. Struktur LAS (n = 16- 20, untuk Produk Komersial)
2.3 Sodium Lauril Sulfat
Sodium lauryl sulfate (SLS), sodium laurilsulfate atau sodium dodecyl
sulfate (SDS atau NaDS) (C12H25S O 4Na) adalah surfaktan anion yang biasa
terdapat dalam produk-produk pembersih. Garam kimia ini adalah
organosulfur anion yang mengandung 12-ekor karbon terikat ke gugus sulfat,
membuat zat kimia ini mempunyai sifat ambifilik yang merupakan syarat
sebagai deterjen.
SLS adalah jenis surfaktan yang sangat kuat dan umum digunakan dalam
produk-produk pembersih noda minyak dan kotoran. Sebagai contoh, SLS ini
banyak ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada produk-produk industri
seperti pembersih mesin (engine degreaser), pembersih lantai, dan shampo
mobil. SLS digunakan dalam kadar rendah di dalam pasta gigi, shampo dan
busa pencukur. Zat kimia ini merupakan bahan utama di dalam formulasi
kimia untuk mandi busa karena efek pengentalnya dan kemampuan untuk
menghasilkan busa.
Telah diteliti bahwa SLS bukan bahan karsinogen ketika dioleskan ke kulit
maupun dikonsumsi. Tetapi dari percobaan ditemukan SLS dapat
menyebabkan iritasi kulit dan wajah ketika dioleskan dalam waktu yang lama
dan terus menerus (lebih dari 1 jam) pada remaja. Studi klinik terhadap 30
pasien yang sering mengeluhkan sariawan, membuktikan pasta gigi yang
mengandung SLS dapat menyebabkan sariawan lebih besar dibandingkan
dengan pasta gigi bebas detergen. Sebuah studi klinik lain membuktikan tidak
ada efek yang signifikan untuk penderita sariawan ketika dibandingkan
menggunakan pasta gigi dengan dan tanpa SLS.
SLS ini banyak ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada produk-produk
industri seperti pembersih mesin (engine degreaser), pembersih lantai, dan
shampo mobil. SLS digunakan dalam kadar rendah di dalam pasta gigi,
shampo dan busa pencukur. SLS berpotensi untuk digunakan sebagai anti
bakterial dan juga untuk mencegah infeksi oleh virus seperti Herpes dan HIV.
Belakangan ini telah ditemukan bahwa pada aplikasi sebagai surfaktan
pada pembentukan reaksi gas hydrate atau methane hydrate, SLS dapat
mempercepat reaksi hingga 700 kali lebih cepat. Dalam pengobatan, SLS
digunakan sebagai pengobatan laksatif melalui dubur, juga digunakan sebagai
eksipien dalam tablet.
SLS dapat digunakan untuk membantu pemecahan sel pada saat ekstrasi
DNA dan menguraikan protein. SLS ini biasa digunakan untuk menyiapkan
protein untuk proses elektroforesis. Teknik ini dinamakan SDS-PAGE.[8]
Senyawa ini bekerja dengan mengganggu ikatan non-kovalen di dalam
protein, mengubah sifatnya dan menyebabkan molekul berubah dari bentuk
aslinya. Seperti detergen lainnya, SLS mengambil minyak dan kelembaban
pada kulit, sehingga berakibat iritasi pada kulit dan mata.
SLS disintetis dengan mencampur dodecanol dengan gas sulfur trioksida
atau oleum atau asam klorinsulfur untuk menghasilkan hydrogen lauryl
sulfate. Metode industrial biasanya menggunakan gas sulfur trioksida.
Hasilnya lalu dinetralkan dengan sodium hidroksida atau sodium karbonat.
alkohol lauryl biasanya dihasilkan dari minyak kelapa atau minyak biji kelapa
sawit melalui hidrolisis, yang memisahkan asam lemaknya, kemudian
direduksi menjadi alkohol. Karena metode sintesis ini, di pasaran SLS yang
tersedia berupa campuran alkyl sulfate dengan dodecyl sulfate sebagai
komponen utamanya.
Gambar 2. Struktur dariSLS
SLS bukan bahan karsinogen ketika dioleskan ke kulit maupun
dikonsumsi. Review di dalam literatur ilmiah menyebutkan SLS negatif
dalam tes ames (tes mutasi bakterial), tes mutasi gen dan test pertukaran
kromatid pada sel mamalia, juga di studi mikronukleus pada tikus. Hasil yang
negatif ini membuktikan SLS tidak berinteraksi dengan DNA.
Tetapi dari percobaan ditemukan SLS dapat menyebabkan iritasi kulit dan
wajah ketika dioleskan dalam waktu yang lama dan terus menerus (lebih dari
1 jam) pada remaja. SLS dapat memperparah masalah kulit yang dialami
individu memiliki kulit hipersensitif, beberapa orang akan lebih sensitif
terhadap zat ini dibanding yang lain. Dalam percobaan dengan hewan
ditemukan juga iritasi di kulit dan mata.
2.4 Surfaktan
Surfaktan (surface active agents), zat yang dapat mengaktifkan
permukaan, karena cenderung untuk terkonsentrasi pada permukaan atau
antar muka. Surfaktan mempunyai orientasi yang jelas sehingga cenderung
pada rantai lurus. Sabun merupakan salah satu contoh dari surfaktan. Molekul
surfaktan mempunyai dua ujung yang terpisah, yaitu ujung polar (hidrofilik)
dan ujung non polar (hidrofobik) . Surfaktan dapat digolongkan menjadi dua
golongan besar, yaitu surfaktan yang larut dalam minyak dan surfaktan yang
larut dalam air :
1. Surfaktan yang larut dalam minyak : Ada tiga yang termasuk dalam
golongan ini, yaitu senyawa polar berantai panjang, senyawa
fluorokarbon, dan senyawa silikon.
2. Surfaktan yang larut dalam pelarut air : Golongan ini banyak digunakan
antara lain sebagai zat pembasah, zat pembusa, zat pengemulsi, zat anti
busa, detergen, zat flotasi, pencegah korosi, dan lain-lain. Ada empat yang
termasuk dalam golongan ini, yaitu surfaktan anion yang bermuatan
negatif, surfaktan yang bermuatan positif, surfaktan nonion yang tak
terionisasi dalam larutan, dan surfaktan amfoter yang bermuatan negatif
dan positif bergantung pada pH-nya.
Surfaktan menurunkan tegangan permukaan air dengan mematahkan
ikatan-ikatan hidrogen pada permukaan. Hal ini dilakukan dengan menaruh
kepala-kepala hidrofiliknya pada permukaan air dengan ekor-ekor
hidrofobiknya terentang menjauhi permukaan air. Sabun dapat membentuk
misel (micelles), suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon
panjang plus ujung ion. Bagian hidrokarbon dari molekul sabun bersifat
hidrofobik dan larut dalam zat-zat non polar, sedangkan ujung ion bersifat
hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah
molekul sabun secara keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam air, tetapi
dengan mudah akan tersuspensi di dalam air.
Sifat Larutan Yang Mengandung Surfaktan
Larutan surfaktan dalam air menunjukkan perubahan sifat fisik yang
mendadak pada daerah konsentrasi yang tertentu. Perubahan yang mendadak
ini disebabkan oleh pembentukan agregat atau penggumpalan dari beberapa
molekul surfaktan menjadi satu, yaitu pada konsentrasi kritik misel (CMC) .
Pada konsentrasi kritik misel terjadi penggumpalan atau agregasi dari
molekul-molekul surfaktan membentuk misel. Misel biasanya terdiri dari 50
sampai 100 molekul asam lemak dari sabun.
2.5 Viskositas
Viskositas merupakan ukuran kekentalan fluida yang menyatakan besar
kecilnya gesekan di dalam fluida. Makin besar viskositas suatu fluida, maka
makin sulit suatu fluida mengalir dan makin sulit suatu benda bergerak di
dalam fluida tersebut. Di dalam zat cair, viskositas dihasilkan oleh gaya
kohesi antara molekul zat cair. Sedangkan dalam gas, viskositas timbul
sebagai akibat tumbukan antara molekul gas. Viskositas zat cair dapat
ditentukan secara kuantitatif dengan besaran yang disebut koefisien
viskositas. Satuan SI untuk koefisien viskositas adalah Ns/m2 atau pascal
sekon (Pa s).
Ketika Anda berbicara viskositas Anda berbicara tentang fluida sejati.
Fluida ideal tidak mempunyai koefisien viskositas. Apabila suatu benda
bergerak dengan kelajuan v dalam suatu fluida kental yang koefisien
viskositasnya, maka benda tersebut akan mengalami gaya gesekan fluida ,
dengan k adalah konstanta yang bergantung pada bentuk geometris benda.
Berdasarkan perhitungan laboratorium, pada tahun 1845, Sir George Stokes
menunjukkan bahwa untuk benda yang bentuk geometrisnya berupa bola nilai
k = 6 π r. Bila nilai k dimasukkan ke dalam persamaan, maka diperoleh
persamaan seperti berikut:
Fs = 6π n rv………………………………(1)
Perhatikan sebuah bola yang jatuh dalam. Gaya-gaya yang bekerja pada
bola adalah gaya berat w, gaya apung Fa, dan gaya lambat akibat viskositas
atau gaya stokes Fs. Ketika dijatuhkan, bola bergerak dipercepat. Namun,
ketika kecepatannya bertambah, gaya stokes juga bertambah.
Gambar 3. Gaya-gaya yang bekerja
pada benda yang bergerak dalam fluida
2.6 Densitas
Massa jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda.
Semakin tinggi massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa
setiap volumenya. Massa jenis rata-rata setiap benda merupakan total massa
dibagi dengan total volumenya. Sebuah benda yang memiliki massa jenis
lebih tinggi (misalnya besi) akan memiliki volume yang lebih rendah
daripada benda bermassa sama yang memiliki massa jenis lebih rendah
(misalnya air).
Satuan SI massa jenis adalah kilogram per meter kubik (kg·m-3)
Massa jenis berfungsi untuk menentukan zat. Setiap zat memiliki massa
jenis yang berbeda. Dan satu zat berapapun massanya berapapun volumenya
akan memiliki massa jenis yang sama.
Rumus untuk menentukan massa jenis adalah
.. ……………………………….(2)
dengan
ρ adalah massa jenis,
m adalah massa,
V adalah volume.
Satuan massa jenis dalam 'CGS [centi-gram-sekon]' adalah: gram per
sentimeter kubik (g/cm3). 1 g/cm3=1000 kg/m3 Massa jenis air murni adalah 1
g/cm3 atau sama dengan 1000 kg/m3
Selain karena angkanya yang mudah diingat dan mudah dipakai untuk
menghitung, maka massa jenis air dipakai perbandingan untuk rumus ke-2
menghitung massa jenis, atau yang dinamakan 'Massa Jenis Relatif'. Rumus
massa jenis relatif = Massa bahan / Massa air yang volumenya sama