bab ii ruang lingkup perlindungan hak privasi
TRANSCRIPT
11
BAB II
RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN HAK PRIVASI
Manusia dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara memiliki hak-hak
yang harus diperoleh dan dipenuhi sejak manusia lahir bahkan sebelum manusia
itu lahir, sehingga sifat dari hak adalah mutlak. Karena sifat mutlak dari hak maka
sudah seharusnya hak ini dilindungi, terutama dibutuhkan peran aktif negara
dalam melindungi hak masyarakatnya. Salah satu hak yang harus dilindungi
adalah hak privasi. Hak privasi ini memberikan kebebasan dan keleluasaan bagi
manusia untuk bergerak di daerah kehidupan pribadinya.
Intervensi pemerintah yang begitu besar dalam kehidupan manusia terutama
dalam ruang public (public sphere) membuat manusia tidak dapat bergerak bebas
dan leluasa dalam kehidupan bermasyarakat. Yang tersisa hanya ruang privat bagi
manusia untuk dapat bergerak bebas dan leluasa dalam memenuhi kebutuhan
kehidupan pribadinya.
Dari pernyataan di atas maka hak privasi menjadi penting karena hak privasi
memberikan perlindungan terhadap ruang privat dari intervensi pemerintah.
Sebelum membahas lebih lanjut tentang hak privasi, akan dijelaskan definisi
privasi agar memiliki pemahaman yang lebih lengkap dan komprehensif.
A. Pengertian Hak Privasi
Hak privasi sebagai sesuatu yang mutlak dimiliki oleh individu
manusia sebagai tuntutan akan pemenuhan kebutuhan serta kepentingan diri
pribadi terhadap informasi tentang dirinya serta pembatasan akses terhadap
12
informasi pribadi. Hak privasi juga dapat didefinisikan sebagai
pengendalian terhadap informasi diri pribadi serta sebagai hak untuk
menetukan kapan, bagaimana, dan untuk apa informasi mengenai dirinya
dapat dipublikasikan atau diketahui oleh orang lain. Dari penjelasan tersebut
maka hak privasi sebagai jaminan perlindungan terhadap informasi individu
manusia dari intervensi individu lain maupun pemerintah.
Definisi di atas diperkuat oleh literature-literatur hukum serta
pendapat-pendapat para ahli hukum maupun putusan pengadilan yang
secara konseptual juga memberikan definisi serta pengertian terhadap hak
privasi, sebagaimana telah dijabarkan di bawah ini.
Black‟s Law Dictionary,mendefinisikan hak privasi (right of privacy)
sebagai “the right to personal autonomy”.1 Yang dimaksud dengan
autonomy pada pengertian di atas adalah autonomy yang berkaitan dengan
privasi (privacy) atau autonomy privacy, makna dari autonomy privacy
adalah “An individual‟s right to control his or her personal activities or
intimate personal decisions without outside interference, observation, or
intrusion”.2
Penjelasan yang diberikan oleh black‟s law dictionary cukup
memberikan pengertian serta pemahaman yang jelas bahwa hak privasi
sebagai pengendalian terhadap aktivitas kehidupan pribadi seseorang.
Definisi yang diberikan black‟s law dictioary senada dengan How Wang
1Bryan AGarner,ed.,Black‟s Law Dictionary, St. Paul-Minn.:West Co., 1999, h.
2Ibid.,h. 1315.
13
yang memaknai hak privasi sebagai ”control over something”.3
Sebagaimana arti sebuah hak yaitu sesuatu yang mutlak menjadi miliki
seseorang dan penggunaannya tergantung kepada orang itu sendiri. Dari
pengertian hak tersebut memiliki makna bahwa setiap individu memiliki
kemandirian dalam memenuhi segala sesuatu yang mutlak menjadi
miliknya. Salah satu kemandirian yang telah didefinisikan oleh black‟s law
dictionary dan How Wang yaitu dalam mengatur segala aktivitas pribadinya
serta segala keputusan untuk dirinya sendiri tanpa campur tangan orang lain.
Sehingga dari definisi yang diberikan black‟s law dictionary dan How
Wang memberikan pengertian bahwa hak privasi memberikan kebebasan
kepada individu untuk mengatur aktivitas pribadinya tanpa intervensi atau
diketahui oleh orang lain.
Kemudian definisi yang populer dari para ahli, yang menjadi dasar
pemahaman mengenai privasi di seluruh dunia yaitu definisi yang diberikan
oleh Alan Westin (1967), yang mendefinisikan privasi sebagai;
“the claim of individuals, groups, or institutions to
determine for themselves when, how, and to what extent
information about them is communicated to others.”4
Definisi yang diberikan Westin mengenai privasi dapat dipahami juga
sebagai suatu hak individu untuk menuntut dan menentukan kapan
informasi tentang dirinya boleh diketahui oleh oranglain. Definisi ini
menunjukan bahwa hak privasi sebagai kekuasaan terbesar yang dimiliki
individu untuk menentukan kapan, bagaimana dan utuk apa informasi
3 Hao Wang, ProtectingPrivacy in China, Springer, New York, 2011, h. 3.
4Westin AF, Privacy and Freedom, Atheneum, New York, 1967, h. 7.
14
tentang dirinya boleh dipublikasikan kepada orang lain atau diketahui orang
lain. Karena sifat privasi sebagai sesuatu yang mutlak dimiliki individu
maka setiap individu memiliki kemampuan (ability) untuk menetukan
kapan, bagaimana, dan untuk apa informasi mengenai dirinya boleh
diketahui oleh orang lain. Sehingga Westin memberikan definisi kedua yang
menyatakan “Privacy as the ability to “determine for themselves when, how,
and to what extent information about them is communicated to others.”5
Dari definisi yang diberikan oleh Westin dapat dipahami bahwa hak privasi
memberikan kemampuan (ability) kepada individu untuk menuntut (claim)
terhadap informasi mengenai diri pribadinya untuk diketahu oleh orang lain.
Kemudian menurut Supreme Court Amerika menyatakan bahwa
privasi merupakan ;
“right to control the dissemination of personal
information, especially one‟s identity, and toa lesser
extent, as a right to limit access to one‟s self”.6
Definisi yang diberikan oleh Suprem Court Amerika memberikan
pandangan bahwa memang privasi merupakan hak bagi individu manusia
terutama hak untuk mengkontrol/mengatur penyebaran informasi pribadi
bukan hanya itu saja tetapi privasi juga sebagai hak pembatasan akses
terhadap diri pribadi individu. Sehingga dari deifinisi ini dapat dikatakan
bahwa hak privacy adalah hak untuk mengatur penyebaran mengenai
informasi diri pribadi individu serta sebagai hak pembatasan. Karena privasi
5Ibid.
6Martin Khun, Federal DataveillanceImplications for Constitutional PrivacyProtections,
LFB Scholarly Publishing LLC, New York, 2007, h. 51.
15
berkaitan erat dengan kerahasian informasi pribadi seseorang yang apabila
informasi tersebut disebarluaskan atau mengalami intervensi maka akan
merugikan individu manusia serta dapat merusak martabat serta nama baik
individu.
Begitu juga dengan putusan pengadilan dalam kasus Talley v
California yang memberikan konsep mengenai privacy sebagai
“a right to limit access to self through a right to control
access to personal information, and this privacy
interest is increasingly heightened as the immediate
threat of harm increases”.7
Definisi yang diberikan dalam putusan pengadilan ini menunjukan
adanya keterkaitan antara right to limit access dengan right to control acces
dalam intervensi terhadap personal information. Sehingga ketika adanya
pembatasan terhadap akses informasi mengenai individu maka disitu ada
hak individu untuk mengatur informasi mengenai diri pribadinya. Definisi
yang diberikan oleh putusan pengadilan dalam kasus Talley v California
menjadi fokus dalam penulisan ini karena hak privasi memberikan jaminan
terhadap personal information terutama memberikan hak kepada individu
untuk membatasi akses mengenai segala aktivitas pribadinya yang dapat
mengganggu rasa aman dan kenyamanan dalam melaksanakan aktivitas
dalam ruang privat individu tersebut.
7Ibid., h. 58.
16
Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, hanya UU ITE
memberikan definisi terkait hak privasi, terdapat 3 definisi dalam penjelasan
pasal 31 UU ITE yaitu;
a. Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati
kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam
gangguan.
b. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat
berkomunikasi dengan orang lain tanpa tindakan
memata-matai.
c. Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi
akses informasi tentang kehidupan pribadi dan
data seseorang.
Dari tiga definisi yang diberikan oleh UU ITE menjadi definisi yang
spesifik mengenai hak privasi. UU ITE menyatakan bahwa hak privasi
adalah kebebasan individu dalam menikmati kehidupan pribadinya, tidak
dimata-matai dalam melakukan hubungan komunikasi, dan pengawasan
oleh individu terhadap informasi pribadinya. Sehingga definisi yang
diberikan oleh UU ITE juga menjadi fokus dalam penulisan ini.
B. Ruang Lingkup Hak Privasi
Pembahasan definisi-definisi pada sub bab sebelumnya belum secara
konkret menjelaskan mengenai ruang lingkup dari hak privasi. Dengan
demikian maka pertanyaan dalam sub bab ini adalah : apa saja yang masuk
ke dalam hak privasi ? dan hal/kegiatan konkret apa yang dilindungi oleh
hak privasi ?. Dengan kata lain sub bab ini akan membahas tentang obyek
dari hak privasi. Definisi mengenai hak privasi masih kabur apabila
dikaitkan dengan ruang lingkup hak privasi. Sehingga dalam sub-bab ini
penulis akan membahas secara lebih komprehensif mengenai ruang lingkup
17
hak privasi. Diharapkan dengan pembahasan yang komprehensif mengenai
ruang lingkup hak privasi maka fokus pemahaman mengenai ruang lingkup
hak privasi akan lebih jelas dan menjawab pertanyaan di atas.
1. Ruang Lingkup Hak Privasi Secara Umum
Hak privasi memberikan perlindungan terhadap ruang privat
(private sphere) manusia.8 Ruang privat (private sphere) ini adalah
wilayah eksklusif dalam diri pribadi individu manusia yang
memberikan batasan terhadap intervensi dimana jika dimasuki akan
mengganggu rasa aman dan nyaman bagi individu tersebut. Sehingga
individu tersebut tidak dapat bergerak bebas serta leluasa dalam
memenuhi atau menjaga segala sesuatu yang dianggapnya rahasia.
Penjelasan tersebut senada dengan pendapat Scoglio yang menyatakan
bahwa
“but privatism, the upholding of a private sphere inside
which individuals are supposed to be free to do
whatever they want, even that which is unethical and
socially or self-destructive (what is truly unethical is
always destructive), as longas their actions do not
harm the equal arbitrary liberty of others”.9
Kemudian Bervely, Ohly, dan Lucas memberikan pengertian
mengenai ruang privat (privat sphere) sebagai “primafacie protected
against intrusion, information concerning the individual sphere may
be published if the public interest in free speech and information
8Huw Brevely Smith, Ansgar Ohly, Agnes Lucas Schloetter., Privacy, Property, and
Peronality Civil Law Perspectives on Commercial Appropriation, Cambridge University Press,
2005, h. 115., Kajian yang dilakukan oleh Beverly, Ohly, dan Lucas terhadap BVerfGE 54, 148 –
Eppler; BVerfGE 80, 376 – Tagebuch II; BGH GRUR 1987, 464. 9Stefano Scoglio,Transforming Privacy, Praeger Publishers, London, 1998, h. 29.
18
carries more weight than the privacy interest”.10
Pengertian yang
diberikan oleh Bervely, Ohly, dan Lucas yaitu bahwa ruang privat
(privat sphere) memberikan perlindungan dari acaman terhadap
informasi pribadi, terutama ketika informasi pribadi yang berada
dalam ruang individu (individual sphere) mungkin dipublikasikan jika
public interest berada pada free speech. Begitu juga ketika informasi
pribadi yang dimiliki oleh publik lebih besar daripada privacy interest.
Untuk dapat memperjelas ruang lingkup hak privasi secara
umum, maka terdapat tiga konsep utama mengenai privasi, ketiga
konsep tersebut yaitu ;11
1. Privasi Sebagai Ruang (Privacy as Space).
Konsep yang paling jelas untuk memahami Privacy
as Space, adalah konsep yang diberikan oleh Fourth
Amendment ;
“The most common example of this
conceptualization is the Fourth
Amendment. Ratified in 1791 in the
tradition of “a man‟s house is his castle,”
the Fourth Amendment protected the right
of the people to be secure in their “persons,
houses, papers, and effects.”12
Penjelasan yang dimaksud oleh Fourth Amendment
dengan Pirvacy as Space yaitu bahwa privasi memberikan
perlindungan terhadap hak yang dimiliki seseorang.
Perlindungan tersebut ditujukan terhadap suatu ruang yang
10
Huw Brevely Smith, Ansgar Ohly, Agnes Lucas Schloetter., Loc Cit., 11
Marthin Kuhn, Op cit., h. 12. 12
Ibid.
19
merupakan hak pribadi setiap orang. Ruang yang
dimaksud Fourth Amendment di sini yaitu “persons,
houses, papers, and effects”.
2. Privasi Sebagai Kerahasiaan (Privacy as Secrecy).13
Menurut Daniel Solovo konsep privacy as secrecy
timbul dari definisi private space sebagai “secrecy
paradigm” 14
. Secrecy paradigm muncul “when society
needed access to personal information in order to
function, and this need conflicted with individual privacy
rights in personal information”.15
Solove juga
mendeskripsikan informasi berdasarkan secrecy paradigm
dengan pernyataan seperti ini ;
“Privacy is invadedby uncovering one‟s
hidden world, by surveillance, and by the
disclosure of concealed information . . . If
the information isn‟tsecret, then courts
often conclude that the information can‟t
beprivate”.16
Penjelasan yang dimaksud Solove dengan Privacy
as Secrecy yaitu bahwa privasi memberikan batasan
13
Lihat The Law Reform CommissionOf Hong Kong, Consultation Paper OnCivil
Liability For Invasion Of Privacy, h. 8., Dalam Consultation Paper ini memberikan penjelasan
juga mengenai secrecy. Bahwa secrecy sebagai batasan-batasan yang diketahui oleh individu.
Berikut penjelasan mengenai secrecy menurut Consultation Paper OnCivil Liability For Invasion
Of Privacy; “A person canbe said to have lost privacy if he is unable to control the release oruse
of information about himself which is not available in the publicdomain. In general, the more
people know about the information, thegreater the loss of privacy suffered by the individual to
whom theinformation relates”., lihat juga Ruth Gavison, Privacy and Limits of Law, The Yale
Law Journal Company, 1980, h. 428. 14
Martin Khun,Op cit, h. 16. 15
Ibid, h. 17. 16
Ibid.,h. 16.
20
terhadap masyarakat umum untuk memiliki akses terhadap
informasi pribadi seseorang serta membatasi masyarakat
umum yang bertujuan untuk menggunaka informasi
pribadi tersebut. Jika masyarakat umum dapat memiliki
akses terhadap informasi pribadi maka akan menimbulkan
pertentangan dengan hak privasi seseorang yang terdapat
dalam informasi pribadi.
Kemudian Hidden world yang dimaksud oleh
Solove adalah kerahasiaan (secrecy), karena rahasia
sehingga Solove mengartikan sebuah kerahasiaan sebagai
dunia yang tersembunyi (hidden world). Dari pernyataan
Solove tersebut dapat kita pahami bahwa informasi diri
pribadi berkaitan erat dengan kerahasiaan dan privasi itu
sendiri memberikan perlindungan terhadap kerahasian
informasi pribadi seseorang.
3. Privasi sebagai pengaturan informasi (Privacy as
Information Control).
Menurut Schwartz definisi privacy as information
control yaitu ;
“They are, first, the notion that the term
“privacy” means control (or rights of
control) over the use of personal data or
information; second, the notion that the
expression “right to privacy” means the
right or claim to control the use of personal
data or information; and, third, the notion
21
that the central aim of privacy regulation
should be promoting individuals‟ control
(or rights of control) over personal data or
information.”17
Penjelasan yang dimaksud oleh Schwartz dengan
Privacy as Information Control yaitu bahwa hak privasi
memberikan perlindungan terhadap data atau informasi
pribadi seseorang. Sehingga dengan adanya perlindungan
terhadap data atau informasi pribadi, setiap individu
manusia memiliki hak untuk mengatur penggunaan
informasi atau data pribadi yang dimilikinya.
Perlindungan terhadap data atau informasi tersebut, juga
memberikan hak untuk menuntut terhadap penggunanaan
data atau informasi tentang diri pribadi manusia.
Kemudian menurut Rusel Brown, hak atas privasi
sebagai hak yang lahir akibat adanya hak atas milik
pribadi terhadap suatu sumber daya tertentu.18
Pernyataan
ini memberikan pemahaman bahwa hak privasi
memberikan perlindungan terhadap segala sesuatu yang
diklaim oleh individu sebagai milik dirinya sendiri.
Sebagai contoh ketika seseorang memiliki sebuah hand
phone maka individu tersebut memiliki hak untuk bebas
mempergunakan hand phone tersebut terhadap
17
Ibid.,h. 20. 18
Russel Brown, “Rethinking Privacy”, Alberta Law Review, Vol. 43 No. 589, 2006, h.
592.
22
kepentingan pribadinya dan bebas membatasi seseorang
untuk mengetahui informasi yang ada di dalam hand
phone tersebut. Berbeda ketika individu tersebut
menggunakan hand phone untuk melakukan tindak
kejahatan maka fungsi dari hand phone tersebut sudah
tidak diartikan untuk kepentingan pribadi.
Sehingga hak privasi terbentuk akibat adanya klaim
kepemilikan akan sesuatu yang dianggap oleh individu
sebagai pembatasan terhadap intervensi orang lain.Yang
dimaksud sesuatu disini adalah wilayah-wilayah yang
dibatasi oleh individu untuk diketahui oleh orang lain.
Seperti rumah, individu akan membatasi individu lain
untuk memasuki rumahnya tanpa izin atau sepengetahuan
pemilik rumah tersebut dan apabila dimasuki secara paksa
akan mengganggu kenyamanan dan keamanan individu
yang memiliki rumah tersebut. Hak privasi juga terbentuk
akibat adanya kepentingan-kepentingan yang sifatnya
rahasia. Seperti individu yang memiliki perusahaan, maka
individu tersebut akan membatasi seseorang untuk
mengetahui informasi-informasi mengenai prusahaanya
baik dalam hubungan telekomunikasi maupun dalam
bahan-bahan produk yang digunakan. Apabila
kepentingan-kepentingan yang sifatnya rahasia ini diusik
23
maka akan terjadi kerugian yang dialami oleh individu
tersebut.
2. Kerahasiaan Hubungan Komunikasi Pribadi Sebagai Hak Privasi
Dari semua penjelasan di atas maka dapat kita persempit ruang
lingkup mengenai hak privasi yang sesuai dengan pembahasan dalam
penulisan ini yaitu hak privasi dalam ruang lingkup kerahasian
hubungan komunikasi yang dilakukan oleh individu dengan individu
lain. Pemahaman serta penjelasan-penjelasan mengenai ruang lingkup
hak privasi di atas dapat kita tarik untuk membentuk suatu konsep dan
ruang lingkup yang lebih spesifik bahwa hak privasi juga memberikan
jaminan terhadap kerahasiaan hubungan komunikasi seseorang dengan
orang lain, dengan menggunakan alat komunikasi baik itu
menggunakan telepon, hp, atau teknologi elektronik lainya, yang
dapat digunakan untuk komunikasi. Jaminan tersebut diberikan oleh
hak privasi karena kerahasiaan hubungan komunikasi pribadi masuk
ke dalam ruang privat (privat sphere).
Individu dalam melakukan suatu hubungan komunikasi dengan
individu lainnya secara langsung akan menciptakan suatu ruang yang
membatasi individu lain untuk dapat mengintervensi atau mengetahui
apa yang sedang dibicarakan dalam hubungan komunikasi yang
dilakukan oleh individu tersebut. Seperti yang dinyatakan oleh Fourth
Amendment bahwa privasi sebagai ruang (privacy as space), privasi
memberikan jaminan kepada individu untuk membatasi individu lain
24
untuk dapat mengintervensi ruang kehidupan privasinya, begitu juga
ketika individu melakukan suatu hubungan komunikasi maka individu
yang berada diluar ruang kehidupan privasinya tidak boleh masuk
secara bebas tanpa sepengetahuan individu tersebut.
Kemudian privasi sebagai ruang (privacy as space) merupakan
bagian dalam privat interest yang merupakan cakupan dari ruang
privat (privat sphere), hal ini dikarenakan privacy interest mencakup “
the interest in controlling entry to the “personal space” or “territorial
privacy” dan “the interest of the person in controlling the information held
by others about him, „information privacy“.19
Sehingga ketika individu
melakukan suatu hubungan komunikasi maka terdapat ruang yang
membatasi orang lain untuk masuk mengintervensi ke dalam ruang
tersebut. Ruang tersebut muncul akibat adanya privacy sebagai ruang
(privacy as space), yang memberikan perlindungan ketika seseorang
melakukan hubungan komunikasi. Perlindungan tersebut muncul
akibat privacy sebagai ruang (privacy as space) merupakan cakupan
dari privacy interest. Privacy interest tersebut menjadi bagian dalam
ruang privat (privat sphere) yang dilindungi oleh hak privasi,
sebagaimana telah dijelaskan pada sub bab di atas. Dari penjelasan
19
Privacy as Space berkaitan dengan personal space dan territorial privacy, Personal
space menjadi salah satu ruang lingkup dalam hak privasi karena menjadi bagian dalam privacy
interests.Lihat Australia Law Reform Commission, Privacy, Publishing Service, Canberra, 1983, h.
1. Dalam Australia Law Reform Commission menjelaskan bahwa privacy interests mencakup
dalam hal ;
1. the interest in controlling entry to the „personal space‟ or „territorial privacy‟;
2. the interest in freedom from interference with one‟s person and „personal space‟
or„privacy ofthe person‟; and
3. the interest of the person in controlling the information held by others about him,
„informationprivacy‟.
25
tersebut maka kerahasiaan hubungan komunikasi dapat menjadi
bagian dalam wadah ruang privat (privat sphere), karena ruang yang
muncul ketika seseorang melakukan hubungan komunikasi
memberikan perlindungan terhadap kerahasian hubungan komunikasi.
Sebagaimana juga dinyatakan oleh Peter Marzuki, guru besar
ilmu hukum di Universitas Airlangga, dalam bukunya yang berjudul
Pengantar Ilmu Hukum, bahwa hak atas privacy meliputi kesendirian
seseorang, komunikasi yang dilakukan oleh seseorang, data seseorang,
dan personal seseorang.20
Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa
komunikasi yang dilakukan seseorang merupakan ruang lingkup dari
hak privasi. Pernyataan ini muncul akibat dari kekhawatiran akan
perkembangan teknologi yang mampu mengakses data maupun
informasi pribadi milik seseorang tanpa sepengetahuan orang tersebut.
Perkembangan teknologi yang kian mengkhawatirkan bagi
perlindungan hak privasi disebabkan oleh semakin banyak teknologi
yang dapat dipergunakan untuk memperoleh informasi milik pribadi,
hal ini menjadikan hubungan komunikasi yang dilakukan oleh
seseorang menjadi ruang lingkup hak privasi.
Kemudian ketika individu melakukan suatu komunikasi maka
terdapat informasi atau data yang disampaikan di dalamnya. Informasi
tersebut bagi individu yang melakukan komunikasi sebagai klaim
kepemilikan atas informasi yang telah ia sampaikan, dan juga individu
tersebut memiliki hak untuk mengkontrol informasi atau data tersebut
20
Peter Mahmud Marzuki, Op cit, 2009, h. 206.
26
boleh diketahui oleh siapa saja. Pernyataan ini senada dengan yang
sudah disampaikan oleh Schwartz dan Rusel Brown. Schwartz
menyatakan bahwa privasi sebagai kontrol informasi (privacy as
information control), ketika individu melakukan suatu komunikasi
maka informasi yang tersampaikan melalui komunikasi tersebut
menjadi hak individu untuk mengatur informasi tersebut, untuk apa,
bagaimana, dan siapa yang boleh mengetahuinya. Kemudian Rusel
Brown menyatakan bahwa privacy muncul atas klaim kepemilikan
akan sesuatu, maka ketika komunikasi dilakukan oleh seseorang
terdapat informasi di dalamnya dan informasi tersebut merupakan
klaim atas kepemilikan terhadap informasi tersebut.
Kerahasiaan hubungan komunikasi menjadi sangat jelas dapat
masuk ke wadah ruang privat (privat sphere) yaitu ketika privasi
sebagai kontrol informasi (privacy as control information) menjadi
bagian dan sebagai support terhadap privacy interest.21
Salah satu
support privasi sebagai kontrol informasi (privacy as information
control) terhadap privacy interest yang dapat menjelaskan bahwa
kerahasiaan hubungan komunikasi pribadi sebagai bagian dalam
21
Lihat The Law Reform Commission Of Hong Kong, Civil Liability For Invasion Of
Privacy, h. 10.,Privacy as Information Control berkaitan dengan personal information yang
menjadi support terhadap privacy interests. Berikut segala bentuk support yang diberikan personal
information terhadap privacy interests;
1. It helps us to forge and conduct personal and social relationships.
2. It protects individual choice by preventing a person from being divertedfrom his
chosen path lest others would be offended or might try to bringpressure to bear on
him if his choice is made known to others.
3. It enables family life to flourish in a secure home.
4. It protects the privacy and freedom of private communications.
5. It enables people to indulge their personal preferences in sex, play,reading matter,
religious worship, food or dress, in settings where they arenot visible to others.
6. It enables sheltered experimentation and testing of ideas without fear ofridicule or
penalty.
27
wadah ruang privat (privat sphere). Privasi sebagai kontrol informasi
(privacy as information control) memberikan support terhadap
privacy interest dalam hal “ It protects the privacy and freedom of
private communications ”.22
Dari penjelasan tersebut maka terlihat
jelas bahwa privasi sebagai kontrol informasi (privacy as information
control) dapat membuktikan bahwa kerahasiaan hubungan komunikasi
pribadi dapat masuk ke dalam wadah ruang privat (privat sphere)
yang dilindungi oleh hak privasi.
Sehingga komunikasi yang dilakukan oleh seseorang melalui
alat komunikasi baik itu telephon, hp, internet, maupun alat
komunikasi lainnya merupakan ruang lingkup dari hak privasi yang
masuk ke dalam ruang privat (private sphere). Karena ketika
seseorang melakukan hubungan komunikasi di dalamnya terdapat
klaim akan kepemilikan informasi yang disampaikan, control terhadap
infromasi tersebut, terciptanya suatu ruang, serta adanya kerahasian
dalam informasi tersebut. Semua itu adalah harapan yang masuk akal
(reasonable expectation) akan privacy.
Kerahasiaan komunikasi yang dilakukan oleh seseorang masuk
ke dalam ruang lingkup hak privasi karena memenuhi setiap unsur
dalam konsep ruang lingkup hak privasi yaitu; Privacy as Space,
artiya bahwa ketika seseorang telah melakukan hubungan komunikasi
maka akan terbentuk suatu ruang yang membatasi seseorang untuk
mengetahui informasi yang sedang di bicarakan. Privacy as
22Ibid.
28
Information Control, artinya bahwa ketika seseorang melakukan
hubungan komunikasi maka terdapat informasi yang di sampaikan
melalui komunikasi tersebut dan orang tersebut berhak untuk
mengatur kapan, bagaimana, dan untuk apa orang lain menggunakan
informasi yang sedang dibicarakan dan membetasi seseorang untuk
mengetahui informasi yang sedang dibicarakan. Privacy as secrecy,
artinya bahwa ketika seseorang melakukan hubungan komunikasi
maka informasi yang tersampaikan melalui komunikasi tersebut
merupakan kerahasiaan, karena iformasi berkaitan erat dengan
kerahasiaan. Privacy memberikan perlindungan terhadap kerahasiaan
informasi pribadi terutama dalam melakukan hubungan komunikasi,
privacy memberikan perlindungan terhadap kerahasiaan dalam
komunikasi tersebut.
Kerahasian hubungan komunikasi dapat masuk ke dalam wadah
ruang privat (privat sphere) yang dilindungi oleh hak privasi karena
kedua konsep di atas yaitu privasi sebagai ruang (privacy as space)
dan privasi sebagai kontrol informasi (privacy as control information)
merupakan bagian dalam privacy interest. Privacy interest merupakan
bagian yang dilindungi oleh ruang privat (private sphere) karena
privacy interest mencakup “privacy and freedom of private
communications “, “ personal space”. or “territorial privacy “, dan
“controlling the information held by others”“(information privacy)”.
Dari penjelasan tersebut maka kegiatan konkret yang menjadi bagian
dalam ruang privat (private sphere) yaitu “secret photographing,
29
surveillance by microphone or camera, telephone-tapping and the
like. A person‟s private sphere is also protected against nuisance and
disturbance by others”.23
Dari penjelasan di atas maka kerahasiaan komunikasi
pribadi merupakan bagian dalam wadah ruang lingkup hak privasi
yang dilindungi oleh HAM. Kerahasiaan komunikasi pribadi
memenuhi unsur-unsur yang termasuk kedalam ruang lingkup hak
privasi dan merupakan cakupan dari privacy interest, privat sphere,
dan hak privasi. Sehingga kerahasian komunikasi pribadi merupakan
bagian dari hak privasi yang dilindungi dan diakui oleh HAM.
C. Hak Privasi Sebagai HAM
1. Karakteristik Hak Privasi Sebagai HAM
Secara etimologis, hak asasi manusia terbentuk dari tiga suku
kata yaitu hak, asasi, dan manusia. Kata hak dan asasi diambil dari
bahasa Arab yaitu haqq yang memiliki arti kewenangan atau
kewajiban untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.24
Adapun kata asasi berasal dari kata asasiy yang berasal dari kata assa,
yaussu, asasaan artinya membangun, mendirikan, dan meletakan.
Kata asas adalah bentuk tunggal dari kata usus yang berarti asal,
esensial, asas, pangkal, dasar dari segala sesuatu. Dengan demikian,
23
Smith Huw Beverly, Ansgar Ohly, Schloetter Agnes Lucas., Loc Cit., 24
Majda El Muhtaj, Dimensi-Dimensi HAM; Mengurai Hak Eonomi, Sosial, dan Budaya,
Raja Grafindo Persada, Depok, 2013, h. 17.
30
kata asasi diadopsi ke dalam Bahasa Indonesia yang berarti bersifat
dasar atau pokok.25
Sehingga dalam Bahasa Indonesia, HAM dapat diartikan
sebagai hak-hak mendasar pada diri manusia.26
Munculnya istilah
HAM itu sendiri merupakan produk sejarah. Istilah HAM pada
awalnya adalah keinginan dan tekad manusia untuk diakui dan
dilindungi dengan baik. Para pengkaji HAM mencatat bahwa
kelahiran wacana HAM adalah sebagai reaksi atas tindakan despotik
yang diperankan oleh penguasa.27
Daripada itu kemunculan HAM
berupaya membatasi peran penguasa yang sewenang-wenang terhadap
masyarakatnya. Terutama kesewenang-wenangan negara terhadap hak
privasi manusia.
Hak privasi merupakan suatu hak yang berkaitan erat dengan
individual interests. Dengan adanya individual interests, individu
manusia memiliki kemampuan untuk mempertahankan ruang
privatnya (personal sphere/ private sphere) untuk bebas dari
gangguan pihak yang berada di luar ruang privatnya (personal
sphere/privat sphere). Pernyataan ini senada dengan Hao Wang yag
menyatakan bahwa “However, the preceding discussion on different
views of the meaning of privacy has clearly illustrated that privacy
consists of a number of related individual interests that individuals
have in keeping the personal sphere free from interference from
25
Ibid. 26
Ibid. 27
Ibid.
31
others”.28
Dari penjelasan di atas maka dapat dikatakan juga bahwa
hak privasi mendasari individual interests secara mandiri, artinya
bahwa hak privasi memegang peran utama dalam memberikan
perlindungan terhadap individual interest.29
Kemudian karakteristik hak privasi menurut Prof. Wang Liming,
bahwa“the right to privacy is a right of personality, enjoyed by a
natural person, under which he can dispose of all personal
information, private activities, and private areas which belong only to
the person and have no relation to public interest”.30
Pemahaman
yang diberikan Prof. Wang Liming mengartikan bahwa karakteristik
hak privasi yang dapat diartikan juga sebagai hak pribadi (right of
personality) yang memberikan kenyamanan kepada individu untuk
menjadi pribadi yang utuh dalam memenuhi informasi pribadinya,
aktivitas pribadinya, wilayah yang dianggap hanya boleh dimasuki
oleh individu yang dianggap boleh untuk memasuki wilayah privatnya
dan tidak perlu adanya hubungan terhadap ruang publik. Dari
penjelasan tersebut maka karakteristik hak privasi adalah memberikan
suatu kebebasan kepada individu untuk dapat memenuhi segala
kebutuhan kehidupan pribadinya tanpa ada campur tangan pihak lain.
Sama halnya dengan pendapat Prof. Yang Lixin yang
menyatakan bahwa “the right to privacy is a right of publicity, enjoyed
by natural persons only, under which they can dominate their
28Hao Wang,Op Cit., h. 6.
29Pernyataan ini juga disampaikan oleh Hao Wang bahwa “In order words, it is a right
and this right to privacy is underpinned by a series of independent individual interests”, Ibid.
30
Hao Wang, Op Cit, h. 44.
32
personal information, private spaces, and private
activities.”31
Penjelasan yang diberikan oleh Prof. Yang Lixin
memberikan pemahaman bahwa karakteristik hak privasi sebagai hak
publisitas (right of publicity) yang memberikan kebebasan kepada
individu untuk membatasi publikasi mengenai informasi tentang
dirinya, aktivitas pribadinya, maupun ruang kehidupan pribadinya.
Dengan adanya karakteristik hak privasi sebagai hak publisitas
memberikan kemampuan kepada individu untuk mendominasi
terhadap informasi mengenai diri pribadi individu tersebut, ruang
kehidupan pribadiya, dan mengenai aktivitas kehidupan pribadinya.
Dari penjelasan di atas baik itu pendapat dari How Wang, Prof.
Wang Limin, dan Prof. Yang Lixin memberikan pengertian bahwa
pentingnya meletakkan hak privasi ke dalam HAM. Begitu besarya
peran hak privasi dalam memberikan perlindungan dan kebebasan
bagi individu untuk dapat bebas memenuhi kebutuhan kehidupan
privasinya, terutma karena karakteristik hak privasi yang berkaitan
erat dengan individu interests dan karakteristik hak privasi sebagai
right of personal serta right of publicity yang memberikan kebebasan
kepada individu manusia untuk dapat bebas memenuhi kebutuhan
kehidupan pribadinya baik itu dalam hal informasi pribadi, aktivitas
kehidupan pribadi individu, dan ruang kehidupan pribadi manusia.
Dengan meletakkan hak privasi sebagai bagaian dalam HAM
31Ibid.,h. 43-44.
33
memberikan perlindungan terhadap kehidupan pribadi individu
manusia.
Karakteristik hak privasi selanjutnya adalah sifat hak privasi
yang saling melengkapi (indivisibility) dan saling bergantungan
(interdependent), serta dalam penerapannya harus secara adil baik
terhadap individu maupun terhadap suatu kelompok. Sifat ini
merupakan sifat mendasar dari setiap HAM. Hubungan setiap hak
yang berbeda-beda sangatlah kompleks dan dalam prakteknya tidak
selalu saling menguatkan atau saling mendukung. Sebagai contoh, hak
politik, seperti hak untuk menjadi pejabat publik, tidak dapat dicapai
tanpa terlebih dahulu terpenuhinya kepentingan sosial dan budaya,
seperti tersedianya sarana pendidikan yang layak.
Sama halnya dengan hak privasi yang memiliki relasi yang kuat
dengan hak-hak lainnya yang melekat pada individu manusia.
Kekhususan hak privasi sebagai hak yang melindungi ruang privat
manusia (private sphere). Seperti yang sudah di jelaskan di atas
bahwa salah satu ruang lingkup hak privasi yaitu, hak untuk bebas
berkomunikasi yang secara eksplisit diatur dalam Pasal 32 UU No 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 40 UU No 36 Tahun
1999 tentang Telekomunikasi, dan Pasal 31 ayat (1) UU No. 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Relasi lainya yang dimiliki oleh hak privasi adalah relasi
terhadap hak atas rasa aman bertempat tinggal yang secara eksplisit
diatur dalam Pasal 31 UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
34
Manusia yang menyatakan “tempat kediaman siapapun tidak boleh
diganggu”, kemudian dijelaskan pada penjelasan Pasal 31 “Yang
dimaksud dengan “tidak boleh diganggu” adalah hal yang berkaitan
dengan kehidupan pribadi (privacy) di dalam tempat kediamannya”.
Dari penjelasan tersebut maka hak privasi berkaitan dan memiliki
hubungan dengan hak-hak lainnya terutama yang berkaitan erat
dengan aktivitas pribadi manusia atau di dalam ruang privat (privat
sphere).
Karena begitu besar relasi yang dimiliki hak privasi terhadap
hak-hak yang melekat pada diri pribadi manusia menjadikan hak
privasi memiliki peran penting dalam HAM terutama dalam
memberikan perlindungan terhadap ruang privat manusia (privat
sphere). Dari segala bentuk pemaparan di atas maka menjadi penting
meletakkan hak privasi sebagai bagian dari HAM.
Hak privasi sebagai HAM secara subtantif melahirkan hubungan
hukum yang sepesifik antara individu/ manusia dengan negara. Dalam
hubungan hukum tersebut posisi masing-masing adalah sebagai
berikut. Individu/ manusia sebagai pemegang hak dan negara sebagai
pemegang kewajiban.
Negara sebagai pihak pemegang kewajiban (obligation holder)
karena negara sebagai pihak yang dilimpahkan tanggung jawab atas
kekuasaan yang dimilikinya. Tanggung jawab ini dilimpahkan kepada
negara seiring dengan diakuinya HAM di dunia. Karena konsep
hukum HAM secara normatif bertujuan untuk mencegah
35
kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan kursif
negara.32
Pencegahan terhadap penyalahgunaan kekuasaan ini
merupakan bagian dari upaya pembatasan terhadap kekuasaan negara.
Bentuk kewajiban negara adalah kewajiban untuk menghormati
(to respect) dan kewajiban untuk melindungi (to protect). Pengertian
dari kewajiban negara untuk menghormati HAM memiliki arti yaitu;
“which most obviously requires Governments to
refrain from violating human rights. This is often
also called a “negative” obligation, or an
obligation not to engage in a particular act or
practice. The classic example is that a State must
refrain from an act of torture or arbitrary
deprivation of life”.33
Penjelasan yang sama mengenai kewajiban/ tugas negara untuk
menghormati HAM yaitu bahwa ;
“the duty to respect refers to a state‟s obligation
to refrain from acting in ways that would deprive
people of their right or impair their enjoyment of
them, and is immeediately applicabel”.34
Daripenjelasan di atas terkait dengan kewajiban negara dalam
menghormati hak-hak manusia terutama kewajiban negara untuk
menghormati HAM. Bahwa negara harus menahan diri dari segala
tindakan yang menyiksa atau tindakan yang sewenang-wenang
32
Rhoda E. Howard, HAM Penjelajahan Dalih Relativisme Budaya, Pustaka Utama
Grafika, Jakarta, 2000, h. 11-12. 33
The Human Right Committee, “Civil and Political right”, Geneva, 2005, h. 5.
http://www.ohchr.org/Documents/Publications/FactSheet15rev.1en.pdf, dikunjungi pada 10
Februari 2016, pukul 12.14. 34
Tom Campbell, Jeffrey Denys Goldsworthy,Andrienne Stone,ed.Protecting Human
Right: Instruments and Institutions,Oxford, New York, 2003, (fn 22) h. 285.
36
merampas kehidupan manusia/ merampas hak-hak manusia secara
sewenang-wenang.
Kemudia kewajiban negara yang kedua yaitu untuk melindungi
HAM. Pengertian dari kewajiban negara untuk melindungi HAM
yaitu bahwa;
“the State party must not only refrain from
violating an individual‟s rights itself, but it must
also protect an individual from a violation of his
or her rights by third parties, be they private
individuals, corporations, or other non-State
actors. This may well require positive action by
the State party”.35
Pernyataan di atas memiliki arti bahwa dalam upaya untuk
melindungi HAM. Negara harus melindungi hak-hak individu/
manusia dari pihak ketiga maupun terhadap pihak-pihak yang bukan
dari negaranya. Salah satu bentuk perlindungan terhadap HAM yaitu
“by establishing an appropriate legislative and policy framework”.36
Artinya bahwa, kewajiban negara dalam upaya melindung HAM
dapat dilakukan dengan cara; (1) membentuk perundang-undangan
yang tepat (estabilishing an appropriate legislative) untuk melindungi
HAM, dan (2) membentuk suatu kerangka kebijakan (policy
framework) yang dapat melindungi HAM.
Pada pembahasan sebelumnya dijelaskan mengenai kewajiban
negara secara umum yaitu kewajiban negara untuk menghormati dan
melindungi HAM. Dari penjelasan umum tersebut maka pembahasan
35
The Human Right Committee, Loc cit., 36
Ibid.
37
selanjutnya akan menjelaskan mengenai kewajiban negara secara
khusus yaitu kewajiban negara terhadap hak privasi sebagai HAM.
Kewajiban negara dalam menghormati hak privasi (respect of
privacy) terutama dalam hubungan komunikasi pribadi individu/
manusia sebagai hak kebebasan pribadi yang merupakan bagian dalam
HAM.37
Negara memiliki kewajiban untuk menghormati kerahasiaan
hubungan komunikasi pribadi sebagai hak privasi, seperti yang
dinyatakan oleh Walter Kälin dan Jörg Künzli yaitu bahwa ;
“The right to respect of privacy is intended to
secure space of individual self determination and
development without outside interference.38
Such
autonomy is clearly effected if an individual‟s
privat behaviour is monitored by
authorities.39
Therefor , freedom from state
surveillance in one‟s own private sphere is
essential to protect the individual‟s private life.
Typical violation of this right include all forms of
surveillance of a person‟s home, especially by
mean of telephone tapping.40
”
Pendapat di atas menjelaskan bahwa to respect of privacy
bertujuan untuk melindungi individu, sehingga individu dapat
menentukan nasib dan segala kebutuhan pribadinya tanpa campur
tangan/ intervensi dari luar ruang kehidupan pribadinya (private
sphere).
37
Adnan Buyung Nasution, A. Patra M. Zen, ed., Loc Cit., 38
Walter Kälin, Jörg Künzli, The Law of Internasional Human Right, Oxford, New York,
2009, h. 383. Pernyataan ini diambil dari penjelas Manfred Nowak mengenai state obligation to
respect. Baca Manfred Nowak , Inroduction to the Internasional Human Right Regime, h. 377. 39
Yang dimaksud dengan “autonomy” pada pengertian di atas adalah “autonomy” yang
berkaitan dengan privasi (privacy) atau “autonomy privacy”, makna dari “autonomy privacy”
adalah “An individual‟s right to control his or her personal activities or intimate personal
decisions without outside interference, observation, or intrusion”. 40
Ibid.
38
Dari penjelasan di atas terkait dengan kewajiban negara dalam
menghormati hak privasi. Negara tidak boleh mengintervensi segala
bentuk aktivitas privasi individu, terutama aktivitas komunikasi
pribadi dari tindakan penyadapan (Typical violation of this right
include all forms of surveillance of a person‟s home, especially by
mean of telephone tapping). Karena hak privasi merupakan bagian
dari ruang privat (private sphere) yang melindungi segala aktivitas
privasi setiap individu/ manusia, salah satunya adalah kerahasiaan
komunikasi pribadi (supra sub-judul 2). Begitu juga dengan
keberadaan hak privasi sebagai HAM maka negara harus
menghormati (to respect) hak privasi yang dimiliki setiap individu
manusia.
Kemudian kewajiban negara yang kedua yaitu untuk melindungi
(to protect) HAM terutama hak privasi dalam kaitanya dengan
kerahasiaan hubungan komunikasi pribadi. Pengertian dari kewajiban
negara untuk melindungi HAM yaitu bahwa negara harus melindungi
individu/ manusia dari intervensi terhadap haknya dari pihak ketiga
maupun gangguan akan privasi individu/ manusia.
Upaya perlindungan hak privasi ini dinyatakan dalam bentuk
peraturan perundang-undangan dan suatu kerangka kebijakan.
Kaitanya dengan perlindungan hak privasi terutama perlindungan
terhadap kerahasian hubungan komunikasi pribadi sebagai bagian
dalam hak privasi. Senada dengan pendapat Walter Kälin dan Jorg
Künzli yang menyatakan bahwa :
39
“in view of the obvious fact that threats in the
private sphere emanate more frequently from
private actors than from the state, it is not
surprising that the right to privacy under both
ICCPR, Article 17 (2), ACHR, Article 11 (3), and
ACHR, Article 21 (2) expressly requires state to
protect privacy by law.
Dari penjelasan tersebut maka kewajiban negara dalam
melindungi (to protect) hak privasi sebagai HAM, harus membuat
peraturan-peraturan terkait dengan perlindungan terhadap hak privasi
terutama dalam hal perlindungan terhadap kerahasiaan hubungan
komunikasi pribadi individu/ manusia. Peraturan tersebut dibuat untuk
melindungi individu dari intervensi, baik itu intervensi yang dilakukan
pemerintah maupun pihak-pihak yang berada di luar ruang privat
(private sphere) setiap individu/ manusia. Pembentukan peraturan
perundang-undangan ini juga akan berpengaruh pada pembatasan
(limitation) terhadap intervensi negara maupun intervensi yang
dilakukan lembaga bentukan negara terhadap aktivitas peribadi setiap
individu/ manusia.
2. Pengecualian Kewajiban Negara Terhadap Hak Privasi Sebagai
HAM
Dalam sub-bab ini akan dibahas mengenai pengecualian
kewajiban negara terhadap hak privasi individu/ manusia dan alasan-
alasan yang harus dipenuhi pemerintah dalam mengurangi
(derogation) maupun membatasi (limitation) hak-hak individu/
manusia, terutama terhadap hak privasi individu/ manusia. Sebelum
40
masuk pada pembahasan utama pada sub-bab ini terlebih dahulu akan
dijelaskan perbedaan antara pembatasan dan pengurangan.
Diharapkan dengan adanya penjelasan mengenai perbedaan
pembatasan dan pengurangan dapat membantu untuk memahami
pembahasan-pembahasan berikutnya.
Negara sebagai pemegang kedaulatan memiliki kewenangan
untuk melakukan tindakan pembatasan (limitation) dan pengurangan
(derogation) terhadap hak-hak masyarakatnya. Pembatasan
(limitation) atau a limitation clause berfungsi sebagai ;
“... an exception to the general rule. The general
rule is the protection of the right; the exception is
its restriction. The restriction – interpreted in the
light of the general rule – may not be applied to
completely suppress the right”.41
Artinya, klausula pembatasan merupakan sebuah pengecualiaan
terhadap peraturan umum. Peraturan umum tersebut berfungsi untuk
melindungi hak, dan pengecualiannya adalah pembatasan.
Dalam kaitan dengan pembatasan terdapat pula dua konsep
HAM, yaitu hak absolut dan hak yang dapat dibatasi. Konsep tersebut
berfungsi untuk menentukan hak-hak yang dapat di batasi dan hak-hak
yang tidak dapat dibatasi (hak absolut). Untuk memperjelas konsep
tersebut maka akan dijelaskan pengertian dari masing-masing konsep,
dan hak-hak yang masuk ke dalam konsep tersebut. Terlebih dahulu
41
Nihal Jayawickrama, The Judicial Application of Human Right Law; National,
Regional, and Internasional Jurisprudence, Cambrige University Press, 2002, h. 182.
41
akan dijelaskan pengertian dari hak absolut (absolute right), menurut
G.W. Smith hak absolut yaitu ;
“when it cannot be overridden in any
circumstances, so that it can never he justifiably
infringed and it must be fulfilled without any
exceptions”.42
Dari penjelasan tersebut maka hak yang dapat dikatakan absolut
adalah hak yang tidak dapat dikesampingkan dalam keadaan apapun,
maka dengan itu tidak dapat dibenarkan jika hak tersebut dilanggar
dan harus dapat dipenuhi tanpa pengecualian.
Selanjutnya G.W. Smith secara spesifik memberikan penjelasan
mengenai hak bersifat absolut terkait penjelasan di atas, yaitu bahwa ;
1) A right is fulfilled when the correlative duty
is cariied out i.e., when the required action
is performed or the prohibited action not
performed.
2) A right is infringed when correlative duty is
not carried out, i.e., when the required
action is not performed or the prohibited
action is performed.
3) A right is violated when it is unjustifiably
infringed, i.e., when the required action is
unjustifiably not performed or the
prohibited action is unjutifiably performed.
4) A right is overridden when it is justifiably
infringed, so that there is sufficient
justification for not carrying out the
correlative duty, and the required action is
justifiably not performed or the prohibited
action is justifiably performed.43
42
G.W.Smith,ed,. Liberalism: Right, Property, ad Market,ROUTLEDGE, New York,
2002, h. 147. 43
Ibid., h. 147.
42
Sehingga menjadi jelas bahwa hak bersifat absolut (absolute right)
ketika hak tersebut tidak dapat dikesampingkan dan tidak ada
pengecualian.
Lebih lanjut menurut Nihal Jayawickrama hak yang masuk ke
dalam ketegori hak absolut yaitu ;
a) Freedom from torture (International
Covenant on Civil and Political Rights
(ICCPR), Article 7, European Convention
for the Protectionof Human Rights and
Fundamental Freedoms (ECHR), Article 3,
American Convention on Human Rights
(ACHR), Article 5);
b) Freedom from slavery and servitude
(ICCPR 8, ECHR 4, ACHR 6);
c) Right of prisoners to be treated with
humanity (ICCPR 10);
d) Freedom from imprisonment for inability to
fulfil a contractual obligation (ICCPR 11);
e) Right to a fair trial by a competent,
independent and impartial tribunal
established by law (ICCPR 14, ECHR 6,
ACHR 8);
f) Right not to be subjected to the application
of retroactive criminallaw (ICCPR 15,
ECHR 7, ACHR 9);
g) Right to legal personality (ICCPR 16);
h) freedom to have or to adopt a religion or
belief of one‟s choice (ICCPR 18, ECHR 9,
ACHR 12);
i) right to marry and to found a family, and
the right to equality of rights and
responsibilities of spouses (ICCPR 23,
ECHR 12);
j) right of a child to a nationality (ICCPR 24,
ACHR 20);
k) right to equality before the law, the equal
protection of the law, and to freedom from
discrimination on the ground of race,
colour, sex, language, religion, political or
other opinion, national or social origin,
property, birth or other status (ICCPR 26);
43
l) right of ethnic, religious, or linguistic
minorities to enjoy their own culture, to
profess and practise their own religion, and
to use their own language (ICCPR 26).44
Kemudian hak yang masuk ke dalam hak yang dapat dibatasi
yaitu ;
The exercise of the rights referred to in ICCPR 12
(freedom of movement), 14 (public trial), 18
(freedom of religion), 19 (freedom of expression),
21 (right of peaceful assembly) and 22 (freedom
of association),and the corresponding rights in
ECHR and ACHR, and in International Covenant
on Economic, Social and Cultural Rights
(ICESCR) 8 (right to form trade unions),...45
Selanjutnya pengertian dari pengurangan (derogation).
Pengurangan adalah“...,a temporary measure limited to the period of
“the public emergency threatening the life of the nation”.46
Maksud
dari penjelasan tersebut yaitu pengurangan pada dasarnya adalah
pembatasan sementara pada saat keadaan darurat muncul di dalam
masyarakat dan mengancam kehidupan bangsa. Untuk mengantisipasi
ancaman yang muncul di dalam masyarakat maka negara dapat
melakukan pengurangan terutama terhadap hak-hak individu/
manusia.
Dalam kaitan dengan pengurangan (derogation) terdapat dua
konsep HAM, yaitu hak yang tidak dapat dikurangi (non-derogable
right) dan hak yang dapat dikurangi (derogable right). Untuk
memperjelas konsep tersebut maka akan dijelaskan pengertian dari
masing-masing konsep, dan hak-hak yang masuk ke dalam konsep
44
Nihal Jayawickrama, Op cit, h. 182-183 45
Ibid, h. 184 46
Ibid, h. 182
44
tersebut. Terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian dari non-
derogable rights yang dimaknai bahwa terdapat beberapa HAM yang
tidak dapat dikurangi oleh Negara Pihak, walaupun dalam keadaan
darurat sekalipun,47
atau dalam keadaan apapun,48
atau dalam keadaan
apapun dan oleh siapapun.49
Dari penjelasan-penjelasan di atas maka dapat dipisahkan hak-
hak yang masuk ke dalam konsep non-derogable right dan hak yang
masuk dalam konsep derogable right. Beberapa contoh hak yang
masuk ke dalam non-derogable right yaitu ;
“In the first place, some right are intrinsically of
such fundamental nature as to be characterised
as peremptory norms (jus cogens). Obvious
examples for this category of right include the
right guaranteed in Article 6 ( the right to life)
and 7 (the prohibition of torture, cruel, inhuman
or degrading treatment or punishment). In the
second place, according to the HRC, derogation
from certain right is considered simply
unnecessary, even in time of exigencies. The HRC
refers to the right embodied in Articles 11 (the
prohibition) and 18 (the right to freedom of
thoughtm conscience and religion)...”.50
Konsep yang kedua adalah konsep derogable rights yaitu hak-
hak yang dapatdikurangi oleh Negara-Negara Pihak. Hak-hak
tersebutantara lain:
(1) Hak atas kebebasan berkumpul secara
damai;
47
Ifdal Kasim,ed., Hak sipi dan politik, Op.cit, h. xii. 48
Pasal 28I ayat (1) UUDNRI 1945 dan Pasal 37 TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998. 49
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999. 50
Yutaka Arai, The Law of occupation: Continuity and Change of International
Humanitarian Law, and its Interaction with International Human Right Law, Martinus Nijhoff
Publisher, Netherlands, h. 467.
45
(2) Hak atas kebebasan berserikat, termasuk
membentuk danmenjadi anggota serikat
buruh; dan
(3) Hak atas kebebasan menyatakan pendapat
atau berekpresi, termasukkebebasan
mencari, menerima dan memberikan
informasi dan segalamacam gagasan tanpa
memperhatikan batas (baik melalui lisan
atau tulisan).51
Dari penjelasan di atas mengenai perbedaan pembatasan dan
pengurangan maka dapat dilihat perbedaan yang mendasar dari
masing-masing konsep. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari kondisi-
kondisi yang memenuhi syarat justifikasi masing-masing penerapan.
Penerapan pembatasan dapat dilakukan saat kondisi negara normal
dan tidak ada suatu kejadian yang mengancam kehidupan bangsa.
Sedangkan penerapan pengurangan dilakukan negara ketika terjadi
keadaan yang darurat dan mengancam kehidupan bangsa.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya mengenai pengecualian
kewajiban negara yaitu derogation dan limitation, apabila dikaitkan
dengan hak privasi maka pengecualian kewajiban negara yang tepat
untuk diterapkan adalah limitation. Adapun penerapan derogation
hanya dalam konteks “the public emergency threatening the life of the
nation”, sedangkan penerapan limitation tidak dalam konteks tersebut.
Kemudian kaitan dengan dua konsep HAM yang terdapat dalam
limitation yaitu hak absolut dan hak yang dapat dibatasi, maka hak
privasi masuk ke dalam hak yang dapat dibatasi. Hak privasi masuk ke
dalam hak yang dapat dibatasi karena sifat dari hak absolut yang tidak
51
Ifdal Kasim,ed., Loc cit.,
46
dapat dikesampingkan dalam keadaan apapun dan mencakup hak-hak
yang mendasar. Sementara itu hak privasi bukan hak yang mendasar
dan dapat dibatasi, walaupun demikian pembatasan hak privasi harus
diatur dalam undang-undang dan memiliki prosedur serta tata cara
yang jelas dari pembatasan tersebut.
Senada dengan pendapat Nihal Jayawickrama terkait dengan hak
yang dapat dibatasi yaitu bahwa ;
..., any such restriction must cumulatively meet
the following conditions: it must be provided for
by law; it must address one of the aims or
interests enumerated in the relevant 184 general
principles article; and it must be necessary to
achieve the legitimate purpose. The fact that
ICCPR, ECHR and ACHR do not contain a
general limitation clause similar to Universal
Declaration on Human Rights (UDHR) 29 (2) or
ICESCR 4, means that limitations under those
instruments are permitted only where a specific
limitation clause is provided, and only to the
extent so permitted.52
Pernyataan di atas memiliki arti bahwa sebuah hak mungkin dibatasi,
akan tetapi pembatasan tersebut harus diikuti dengan kondisi yang
mendukung pelaksanaanya. Salah satu pendukung pelaksanaan
pembatasan yaitu harus diatur oleh hukum, atau dapat diartikan
sebagai undang-undang di dalam negara hukum. Selain itu dalam
melaksanakan pembatasan harus terdapat spesifikasi pembatasan
tersebut, artinya dalam pembatasan harus terdapat prosedur dan tata
cara pelaksanaannya.
52
Nihal Jayawickrama, Op cit, h. 184.
47
Lebih lanjut menurut hakim MK dalam putusan No 006/PUU-
I/2003 terkait dengan kerahasiaan hubungan komunikasi pribadi
sebagai hak privasi yang dilindungi oleh HAM, putusan ini
menyatakan bahwa ;
“wewenang perekaman percakapan melalui
telepon terhadap orang-orang yang disangka
korupsi tetap harus dengan pengawasan yang
jelas dalam peraturan perundang-undangan yang
mengatur syarat-syarat minimal yang harus
dipenuhi sedemikian rupa, sehingga tidak
menimbulkan kesewenang-wenangan”.53
Dari pemaparan di atas maka upaya pemerintah dalam
membatasi hak privasi kaitanya dengan kerahasiaan hubungan
komunikasi pribadi yang merupakan bagian dari hak privasi sebagai
HAM, harus memiliki alasan-alasan yang jelas atas pembatasan hak
privasi setiap individu/ manusia. Alasan-alasan dalam upaya
pembatasan ini diperlukan untuk melindungi individu/ manusia dari
kesewenang-wenangan pemerintah dan merupakan keharusan negara
sebagai pemegang kewajiban (obligation holder). Salah satu
kewajiban negara yaitu untuk melindungi (to protect) hak-hak
individu/ manusia dari intervensi maupun pembatasan yang dapat
dilakukan negara. Pembatasan harus dinyatakan dengan membentuk
perundang-undangan yang tepat (estabilishing an appropriate
legislative) untuk melindungi HAM serta membatasi kewenangan
negara.
Untuk memperkuat argumen di atas maka akan dijabarkan
peraturan-peraturan yang menyatakan bahwa, upaya pembatasan
53
Putusan MK 006/PUU-I/2003, h 116.
48
HAM terutama terhadap hak privasi harus diatur dalam peraturan
perundang-undangan, untuk menghormati dan melindungi hak-hak
individu/ manusia. Berdasarkan Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditentukan, bahwa
upaya pembatasan terhadap HAM hanya dapat dilakukan dengan
alasan berikut :
(1) Ditetapkan dengan undang-undang;
(2) Untuk menjamin pengakuan serta penghormatan
atas hak dan kebebasan oranglain;
(3) Untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai
dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis.
Pasal 29 ayat (2) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
menyatakan bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap
orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan:
(1) Dilakukan berdasarkan hukum;
(2) Untuk menjamin pengakuan serta penghormatan
yang layak bagi hak-hak dan kebebasan orang
lain;
(3) Untuk memenuhi syarat-syarat yang benar dari
kesusilaan; dan demi tata tertib umum dalam
suatu masyarakat demokrasi.
49
Pasal 12 ayat (3) Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan
Politik (KIHSP) menyatakan bahwa upaya pembatasan hanya dapat
dilakukan dengan alasan berikut:
(1) Ditentukan dengan undang-undang;
(2) Menjaga keamanan nasional, ketertiban umum, kesehatan
umum dankesusilaan;
(3) Hak-hak dan kebebasan orang lain.
Dari berbagai bentuk penjelasan di atas maka negara maupun
pemerintah tidak boleh secara sewenang-wenang membatasi hak
warga negaranya. Terkadang pemerintah salah mengartikan
pembatasan (limitation), pemerintah membatasi hak tersebut tanpa ada
dasar peraturan yang jelas dalam pelaksanaanya (dalam hal ini harus
dengan undang-undang/ legislasi, bukan dengan regulasi). Pemerintah
mengabaikan ketentuan mengenai pembatasan yang secara eksplisit
sudah diatur baik dalam hukum nasional maupun secara internasional.