bab ii putusan yang menyatakan surat dakwaan batal

88
BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL DEMI HUKUM SETELAH PEMERIKSAAN POKOK PERKARA DAN PEMBACAAN TUNTUTAN DIKAITKAN DENGAN KETENTUAN PERUNDANG UNDANGAN YANG BERLAKU A. Dakwaan 1. Pengertian Surat Dakwaan Istilah surat dakwaan (telastelegging) dipakai secara resmi di dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sebelumnya dalam beberapa undang-undang yang berkaitan dengan hukum acara pidana dipakai istilah surat tuduhan sebagai terjemahan dari (telastelegging). Pengertian dari surat dakwaan itu sendiri adalah suatu akta yang di buat oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan oleh terdakwa sekaligus merupakan dasar pemeriksaan perkara bagi hakim dalam putusan-putusan penyelesaian perkara tindak pidana di Pengadilan. 61 Surat dakwaan merupakan dasar penting dari hukum acara pidana karena berdasarkan hal-hal yang dimuat dalam surat dakwaan itulah hakim akan memerika perkara itu. 62 61 Matteus A. Rogahang, “Suatu Study Tentang Akibat Hukum Dari Surat Dakwaan Kabur Dalam Perkara Pidana”, Jurnal Lex Crimen, Vol. I, No. 4, Okt-Des 2012, hal. 112. 62 Andi Hamzah (1996), Op. cit., hal. 170. Pemeriksaan harus didasarkan pada dakwaan dan menurut Nederburg pemeriksaan itu tidak batal jika batas-batas dilalui (dilampaui), namun putusan hakim Universitas Sumatera Utara

Upload: phamliem

Post on 21-Jan-2017

267 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

BAB II

PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL DEMI HUKUM SETELAH PEMERIKSAAN POKOK PERKARA DAN

PEMBACAAN TUNTUTAN DIKAITKAN DENGAN KETENTUAN PERUNDANG UNDANGAN YANG BERLAKU

A. Dakwaan

1. Pengertian Surat Dakwaan

Istilah surat dakwaan (telastelegging) dipakai secara resmi di dalam Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP). Sebelumnya dalam beberapa undang-undang yang berkaitan dengan

hukum acara pidana dipakai istilah surat tuduhan sebagai terjemahan dari

(telastelegging). Pengertian dari surat dakwaan itu sendiri adalah suatu akta yang di

buat oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang memuat rumusan tindak pidana yang

didakwakan oleh terdakwa sekaligus merupakan dasar pemeriksaan perkara bagi

hakim dalam putusan-putusan penyelesaian perkara tindak pidana di Pengadilan.61

Surat dakwaan merupakan dasar penting dari hukum acara pidana karena

berdasarkan hal-hal yang dimuat dalam surat dakwaan itulah hakim akan memerika

perkara itu.

62

61 Matteus A. Rogahang, “Suatu Study Tentang Akibat Hukum Dari Surat Dakwaan Kabur

Dalam Perkara Pidana”, Jurnal Lex Crimen, Vol. I, No. 4, Okt-Des 2012, hal. 112. 62 Andi Hamzah (1996), Op. cit., hal. 170.

Pemeriksaan harus didasarkan pada dakwaan dan menurut Nederburg

pemeriksaan itu tidak batal jika batas-batas dilalui (dilampaui), namun putusan hakim

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

itu hanya diperbolehkan mengenai peristiwa-peristiwa yang masih terletak pada

batas-batas itu.63

Surat dakwaan merupakan dasar atau landasan pemeriksaan di dalam sidang

pengadilan. Hakim dalam memeriksa suatu perkara tindak pidana tidak boleh

menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan. Seorang terdakwa yang

dihadapkan ke sidang pengadilan hanya dapat dijatuhi hukuman oleh karena telah

terbukti melakukan tindak pidana seperti yang disebutkan atau dinyatakan jaksa

penuntut umum dalam surat dakwaannya.

64

Surat dakwaan dalam perkara pidana merupakan pedoman dasar dari

keseluruhan proses pidana. Keseluruhan isi dalam surat dakwaan merupakan dasar

bagi pemeriksaan dan dasar bagi putusan hakim.

65 Menurut Andi Hamzah terdakwa

hanya dapat dipidana jika terbukti telah melakukan delik yang disebut di dalam surat

dakwaan. Jika terdakwa terbukti melakukan delik tetapi tidak disebut di dalam surat

dakwaan, maka terhadap terdakwa tidak dapat dipidana.66

Surat dakwaan itu sangat besar gunanya bagi acara pidana, karena merupakan

dasarnya. Surat dakwaan sebagai landasan pemeriksaan bagi hakim berarti sebagai

titik tolak pemeriksaan terdakwa

67

63 Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia, Balai Aksara,

Yudhistira, 1985), hal. 167. 64 Matteus A. Rogahang, Op. cit., hal. 111, dan hal 122. 65 Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2222 K/Pid/2012 tanggal 14 Mei 2013, hal. 7. 66 Andi Hamzah (1985), Op. cit., hal. 168. 67 M. Yahya Harahap (II), Op. cit, hal. 389.

, sedangkan surat dakwaan sebagai dasar

pemeriksaan berarti hakim tidak boleh menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

surat dakwaan.68 Surat dakwaan menentukan batas-batas bagi pemeriksaan hakim.

Jauh lebih penting fungsi dari surat dakwaan adalah harus dapat memberikan

penjelasan kepada terdakwa dan kepada hakim, atas perbuatan yang mana terdakwa

didakwa.69

Surat dakwaan berguna sebagai dasar atau landasan pemeriksaan perkara di

dalam sidang pengadilan. Hakim dalam memeriksa suatu perkara tindak pidana tidak

boleh menyimpang dari substansi yang dirumuskan dalam surat dakwaan.

70 Surat

dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasarkan surat dakwaan

itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan.71 Konsekuensi surat dakwaan sebagai

dasar pemeriksaan perkara di sidang pengadilan, berarti surat dakwaan harus sudah

dibuat dan harus dilampirkan pada waktu pelimpahan perkara ke pengadilan sebelum

pemeriksaan sidang pengadilan dilakukan.72

Andi Hamzah membedakannya dengan surat gugatan. Kalau dalam perkara

perdata disebut surat gugatan, sedangkan dalam perkara pidana disebut surat

dakwaan. Keduanya mempunyai persamaan yaitu sama-sama sebagai dasar hakim

dalam melakukan pemeriksaan dan hanya dalam batas-batas isi surat

gugatan/dakwaan itulah hakim boleh memutuskannya. Perbedaan dari keduanya

yaitu, kalau surat gugatan dibuat/disusun oleh pihak yang dirugikan, sedangkan

68 Ibid., hal. 190. 69 Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2222 K/Pid/2012 tanggal 14 Mei 2013, hal. hal. 8. 70 Wilhelmus Taliak, “Akibat Hukum Surat Dakwaan Batal dan Surat Dakwaan Dinyatakan

Tidak Dapat Diterima Dalam Perkara Pidana”, Jurnal Lex Crimen, Vol. IV, No. 1, Jan-Mar 2015, hal. 79-80.

71 A. Hamzah dan Irdan Dahlan, Surat Dakwaan, (Bandung: Alumni, 1987), hal.18. 72 Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan dan Penyidikan),

(Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal. 44.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

dalam surat dakwaan, diharuskan bagi jaksa penuntut umum yang

membuat/menyusun surat dakwaan itu dan tidak bergantung pada kemauan korban

(kecuali delik aduan).73

Menurut M. Yahya Harahap, sebelum KUHAP diberlakukan yaitu pada masa

berlakunya periode Herziene Inlandsch Reglimen (HIR), surat dakwaan disebut surat

tuduhan (acte van beschuldiging).

74 Surat tuduhan dibuat oleh Ketua Pengadilan

Negeri sehingga kedudukan jaksa penuntut umum belum sempurna dan tidak berdiri

sendiri, karena Ketua Pengadilan Negeri tidak terikat pada surat tolakan jaksa, dan

jaksa-jaksa penuntut umum masih berada dalam pengawasan Ketua Pengadilan

Negeri.75

Sebelum lahirnya KUHAP, jaksa tidak bertugas untuk membuat surat

dakwaan atau surat tuduhan melainkan hanya membuat surat pelimpahan perkara ke

pengadilan. Dengan berlakunya sesuai Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15

Tahun 1961 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia dan

SEMA Nomor: 6/MA/1962/23/SE Tanggal 20 Oktober 1962, jaksa diberi tugas

membuat surat tuduhan atau surat dakwaan. Sesuai Pasal 12 ayat (2) UU Nomor 15

Tahun 1961 bilamana jaksa dalam membuat surat dakwaan kurang memenuhi syarat,

maka jaksa wajib memperhatikan saran-saran yang diberikan hakim.

76

73 Andi Hamzah (1996), Loc. cit. 74 M. Yahya Harahap (II), Op. Cit., hal. 386. 75 Ibid., hal. 389. 76 Prapto Soepardi, Surat Dakwaan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1991, hal. 11. Hal itu juga

diperjelas dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor: 6/MA/1962/23/SE Tanggal 20 Oktober 1962.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

Istilah surat tuduhan dipersamakan dengan acte van beschuldiging dipakai

pada masa dulu (sebelum KUHAP), namun setelah berlakunya KUHAP tahun 1981

seperti yang ditentukan dalam Pasal 140 ayat (1) KUHAP diberi nama “surat

dakwaan” atau pada masa lalu surat dakwaan biasa juga disebut dengan istilah acte

van verwijzing yang dalam istilah hukum Inggris ini disebut dengan imputation atau

indictment.77 Istilah surat dakwaan dalam KUHAP inilah yang dipersamakan pula

dengan telastelegging.78

Istilah surat dakwaan merupakan kata yang diperkenalkan melalui ketentuan

Pasal 140 ayat (1) KUHAP. Istilah yang diperkenalkan oleh HIR melalui Staatsblad

Tahun 1941 Nomor 44 adalah surat tuduhan (acte van beschuldiging). Selain itu

istilah surat dakwaan dalam hukum Belanda yang menganut sistem Eropa

Kontinental lazim disebut dengan acte van verwijzing atau pada Anglo Saxon dikenal

dengan istilah imputation.

79

Setelah berlakunya KUHAP tahun 1981, penuntut umum barulah menjadi

mandiri dalam membuat surat dakwaan seperti telah ditentukan dalam Pasal 143 ayat

(2) KUHAP. Tenggang waktu antara mulai berlakunya Undang-Undang Nomor 15

Tahun 1961 sampai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 ini disebut masa

transisi bagi jaksa untuk menjadi seorang jaksa penuntut umum yang benar-benar

mandiri. Penuntut umum menjadi diwajibkan untuk selalu meningkatkan kemampuan

77 M. Yahya Harahap (II), Loc. cit. Surat tuduhan dalam HIR dibuat oleh Ketua Pengadilan

Negeri dengan istilah acte van beschuldiging atau lazim disebut acte van verwijzing yakni akte yang menyerahkan perkara ke persidangan dan memuat perbuatan-perbuatan yang dituduhkan.

78http://www.rug.nl/research/portal/files/14458024/26_tirannie.pdf, diakses tanggal 26 November 2015, Artikel yang ditulis oleh G.A.M. Strijards, berjudul “Tiranie en Territoir”.

79 Lilik Mulyadi (I), Op. cit, hal. 37.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

dalam menjalankan tugasnya yang pada akhirnya benar-benar menjadi seorang

penuntut umum yang profesional dalam segala seginya, berinovasi, bertindak cepat,

cermat, dan tepat.80

KUHAP tidak memberikan pengertian tentang surat dakwaan, namun dapat

ditemukan dalam doktrin-doktrin para ahli dan yurisprudensi. Pengertian surat

dakwaan menurut M. Yahya Harahap dalam bukunya yang berjudul “Pembahasan

Permasalahan dan Penerapan KUHAP”, adalah:

81

a. Surat akta.

b. Memuat perumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa. c. Perumusan mana ditarik dan disimpulkan dari hasil pemeriksaan penyidikan

dihubungkan dengan unsur delik pasal tindak pidana yang dilanggar dan didakwakan kepada terdakwa.

d. Surat dakwaan tersebut menjadi dasar pemeriksaan bagi hakim dalam sidang pengadilan.

Keseluruhan pasal-pasal di dalam KUHAP tidak menentukan batasan apa

yang disebut dengan surat dakwaan. Mengenai batasan surat dakwaan diserahkan

kepada para doktrina, kebiasaan praktik peradilan dan yurisprudensi. Terdapat

beberapa pandangan para doktrina mengenai surat dakwaan, antara lain surat

dakwaan dirumuskan oleh M. Yahya Harahap sebagai surat atau akta yang memuat

rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan

ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan dan merupakan dasar serta landasan bagi

hakim dalam pemeriksaan di sidang pengadilan.82

80 Prapto Soepardi, Op. cit., hal. 12. 81 M. Yahya Harahap (II), Loc. cit. 82 Ibid., hal. 387.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

Rumusan pengertian surat dakwaan ini disesuaikan dengan jiwa dan ketentuan

KUHAP. Sekalipun dikenal surat tuduhan, namun oleh karena KUHAP

menggunakan istilah surat dakwaan, maka pada pengertian ini sudah digunakan

istilah atau sebutan yang berasal dari KUHAP, seperti istilah yang ”didakwakan” dan

”hasil pemeriksaan penyidikan” sebagai istilah baru yang dibakukan dalam KUHAP

untuk menggantikan istilah ”tuduhan” dan yang ”dituduhkan”. Demikian juga istilah

”pemeriksaan permulaan” yang disebut dalam HIR dibakukan menjadi sebutan

”pemeriksaan penyidikan” di dalam KUHAP.83

Pengertian surat dakwaan dirumuskan oleh A. Karim Nasution sebagai suatu

surat atau akta yang memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang dituduhkan,

yang sementara dapat disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan

merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan yang bila ternyata cukup

bukti, terdakwa dapat dijatuhkan hukuman.

84

Lilik Mulyadi merumuskannya sebagai dasar dari hukum acara pidana dan

berdasarkan dakwaan itulah pemeriksaan persidangan dilakukan.

Pengertian ini masih menggunakan

istilah tuduhan untuk surat dakwaan, yang seolah-olah belum sesuai jiwa KUHAP

yang menggunakan istilah surat dakwaan.

85

83 Ibid. 84 A. Karim Nasution, Masalah Surat Tuduhan Dalam Proses Pidana, (Jakarta: PN

Percetakan Negara Republik Indonesia, 1972), hal. 75. 85 Lilik Mulyadi (I), Op. cit, hal. 39.

Surat dakwaan

dibuat oleh penuntut umum berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP)

pendahuluan yang dilakukan oleh penyidik, semua informasi mengenai fakta-fakta

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

delik terhimpun di dalam berkas perkara (case dosier).86 Hakim pada prinsipnya tidak

dapat menjatuhkan pidana kepada terdakwa jika perbuatan tersebut tidak didakwakan

oleh penuntut umum di dalam surat dakwaannya sebagaimana ketentuan di dalam

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 321 K/Pid/1983 Tanggal 26

Mei 1984.87

Pengertian surat dakwaan dirumuskan oleh A. Soetomo sebagai surat yang

dibuat atau disiapkan oleh penuntut umum yang dilampirkan pada waktu

melimpahkan berkas perkara ke pengadilan yang memuat nama dan identitas pelaku

atau pembuat pidana, termasuk kapan dan di mana perbuatan itu dilakukan serta

uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai perbuatan yang didakwakan dan

dilakukan oleh terdakwa yang memenuhi unsur-unsur pasal-pasal tertentu dari

undang-undang tertentu pula yang nantinya menjadi dasar dan titik tolak pemeriksaan

terdakwa di sidang pengadilan untuk dibuktikan kebenaran perbuatan yang

didakwakan itu dilakukan dan memastikan kebenaran terdakwa adalah pelaku atau

tidak yang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan pidana tersebut.

88

Jika hakim mengadili terdakwa, maka pembuktian terhadap fakta-fakta di

persidangan yang akan menentukan terbukti atau tidaknya seseorang bersalah

melakukan suatu tindak pidana sebagaimana yang disebutkan di dalam surat dakwaan

jaksa penuntut umum. Jika pembuktian di persidangan, ternyata kesalahan terdakwa

86 Soedjono Dirdjosisworo, Sistem Peradilan Pidana Dalam Perspektif Perbandingan

Hukum, (Jakarta: Rajawai Press, 1984), hal. 149-150. 87 Lilik Mulyadi (I), Loc. cit. 88 A. Soetomo, Pedoman Dasar Pembuatan Surat Dakwaan dan Suplemen, (Jakarta: Pradnya

Paramita, 1989), hal. 4.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum sesuai dengan rumusan di dalam

surat dakwaan maka hakim pengadilan akan menjatuhkan pidana. Sebaliknya, jika

terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum, atau

perbuatan tersebut tidak dirumuskan di dalam surat dakwaan, maka hakim pengadilan

akan membebaskan terdakwa.89

Menurut A. Soetomo, ada terobosan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung

Republik Indonesia melalui Putusan Nomor 693 K/Pid/1986 Tanggal 12 Juli 1986

dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 675 K/Pid/1987 Tanggal 21 Maret 1989

dimana kedua putusan ini dapat dijadikan sebagai yurisprudensi. Terdakwa dijatuhi

pidana dengan tindak pidana sejenis yang sifatnya lebih ringan, misalnya didakwa

secara tunggal melanggar Pasal 360 ayat (1) KUH Pidana akan tetapi yang terbukti

adalah Pasal Pasal 360 ayat (2) KUH Pidana, maka terdakwa dapat dijatuhi pidana

sesuai dengan Pasal 360 ayat (2) KUH Pidana walaupun pasal ini tidak didakwakan.

90

Yurisprudensi yang lain masih menurut A. Soetomo yaitu Putusan Mahkamah

Agung Republik Indonesia Nomor 818 K/Pid/1984 Tanggal 30 Mei 1985, dimana

terdakwa didakwa secara tunggal melanggar Pasal 310 KUH Pidana akan tetapi yang

terbukti adalah Pasal 315 KUH Pidana, maka terdakwa dapat dijatuhi hukuman sesuai

dengan Pasal 315 KUH Pidana walaupun pasal ini tidak didakwakan di surat

89 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Citra Adtya Bakti,

2011), hal. 184-185. Pencantuman unsur melawan hukum dalam suatu tindak pidana berpengaruh pada proses pembuktian. Apabila dalam suatu pasal secara nyata terdapat unsur melawan hukum, maka penuntut umum harus membuktikan unsur tersebut, jika unsur tersebut tidak terbukti maka putusannya vrijspraak atau putusan bebas. Sedangkan, jika unsur melawan hukum tidak secara tegas merupakan unsur dari suatu tindak pidana maka tidak terbuktinya unsur tersebut menyebabkan putusannya lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van rechtverfolging).

90 A. Soetomo, Op. cit., hal. 40.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

dakwaan penuntut umum. Alasan Mahkamah Agung yang berpendirian dapat dijatuhi

pidana asalkan tindak pidananya yang sejenis.91

Terkait dengan prinsip “surat dakwaan adalah dasar bagi hakim” dalam

pemeriksaan perkara, dalam pandangan M. Yahya Harahap bahwa hakim tidak boleh

menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan. Seorang terdakwa yang

dihadapkan ke sidang pengadilan hanya dijatuhi hukuman karena telah terbukti

melakukan tindak pidana seperti yang disebutkan atau yang telah dinyatakan dalam

surat dakwaan. Oleh karena itu menurutnya pendekatan pemeriksaan persidangan

harus bertitik tolak dan diarahkan kepada upaya membuktikan tindak pidana yang

dirumuskan dalam surat dakwaan.

92

Penegasan prinsip “surat dakwaan adalah dasar bagi hakim” ini menurut M.

Yahya Harahap sejalan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 68K/Kr/1973

Tanggal 16 Desember 1976, yang menyatakan: “Putusan pengadilan harus

berdasarkan pada tuduhan, yang dalam hal ini berdasarkan Pasal 315 KUHP,

walaupun kata-kata yang tertera dalam surat tuduhan lebih banyak ditujukan pada

Pasal 310 KUHP”.

93

Hal seperti inilah menurut M. Yahya Harahap yang sering dilalaikan oleh

sebahagian hakim dalam pemeriksaan perkara di persidangan. Sering pemeriksaan

Berdasarkan prinsip ini, M. Yahya Harahap sepertinya tidak

sependapat dengan alasan Mahkamah Agung yang berpendirian dapat dijatuhi pidana

asalkan tindak pidananya yang sejenis seperti yurisprudensi di atas.

91 Ibid. 92 M. Yahya Harahap (II), Op. cit., hal. 390. 93 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

sidang menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan yang

mengabaikan pemeriksaan, dan pertimbangan putusan menyimpang dari apa yang

dimaksudkan dalam surat dakwaan.94

2. Syarat-Syarat Surat Dakwaan

Pengakuan terhadap Putusan Mahkamah Agung

Republik Indonesia melalui Putusan Nomor 693 K/Pid/1986 Tanggal 12 Juli 1986

dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 675 K/Pid/1987 Tanggal 21 Maret 1989 serta

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 818 K/Pid/1984 Tanggal 30

Mei 1985, sebagai yurisprudensi tidak sependapat dengan pandangan M. Yahya

Harahap, dan bahkan dalam bukunya berjudul “Pembahasan Permasalahan dan

Penerapan KUHAP” sama sekali tidak memasukkan ketiga putusan tersebut sebagai

yurisprudensi.

Berdasarkan penjelasan di atas, terdapat dua pandangan yang saling berbeda,

pada satu sisi putusan MA tersebut di atas menyatakan “terdakwa dapat dijatuhi

pidana asalkan tindak pidananya yang sejenis”, sedangkan di sisi lain menurut M.

Yahya Harahap menentang dan menyatakan hal seperti itu sebagai suatu kelalaian

oleh sebahagian hakim dalam pemeriksaan perkara di persidangan, dan menganggap

pertimbangan yang demikian menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam surat

dakwaan, dan mengabaikan pemeriksaan.

Syarat-syarat surat dakwaan menurut ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf a dan

b KUHAP, hanya menyebutkan bahwa syarat-syarat suatu surat dakwaan diberi

tanggal dan ditandatangani serta berisi nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal

94 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan serta uraian

secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan

menyebutkan waktu dan tindak pidana dilakukan. Menurut pandangan doktrina,

ketentuan surat dakwaan ini merupakan syarat formil dan syarat materiil yang harus

ada dalam surat dakwaan.95

Syarat-syarat dalam surat dakwaan terkategori ada 2 (dua) syarat yang harus

ada dalam surat dakwaan yang terdiri dari syarat formil dan materiil. Syarat-syarat

tersebut terdapat dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP yaitu:

96

a. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan tersangka (Pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP).

b. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan (Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP).

Syarat-syarat yang terdapat dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP tersebut

adalah syarat formil surat dakwaan, sedangkan syarat-syarat yang terdapat pada Pasal

143 ayat (2) huruf b KUHAP tersebut adalah syarat materiil surat dakwaan. Perkara

95 Lilik Mulyadi (II), “RUU KUHAP Dari Perspektif Seorang Hakim”, Makalah Disampaikan

Dalam Diskusi Panel Quo Vadis RUU KUHAP: Catatan Kritis atas RUU KUHAP, Dalam Rangka Merayakan 60 Tahun Denny Kailimang, S.H., M.H., di Hotel Shangri-la, Jakarta, Tanggal 26 Nopember 2008, hal. 14. Pada acara ini dihadiri berbagai nara sumber lainnya yaitu Kombes (Pol) Dr. RM. Panggabean, SH, MH (Kabid Kumdang Divbinkum Polri), Ramelan, SH MH (Mantan Jampidsus Kejagung RI), Prof. Dr. Indriyanto Seno Adji, SH MH (Akademisi, Advokad & Tim Perumus RUU KUHAP) dan Prof. Dr. Andi Hamzah, SH (Tim Perumus RUU KUHAP). Lilik Mulyadi adalah Wakil Ketua Pengadilan Negeri Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Penulis Buku Ilmu Hukum dan Dosen Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Merdeka, Malang.

96 Andi Hamzah (1996), OP. cit., hal. 170.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

pidana sebelum disidangkan harus dipelajari terlebih dahulu apakah surat dakwaan

memenuhi syarat formil dan syarat materiil.97

Menurut Lilik Mulyadi ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP

merupakan syarat formil surat dakwaan. Sedangkan ketentuan Pasal 143 ayat (2)

huruf b KUHAP merupakan syarat materiil surat dakwaan. Dikatakan Pasal 143 ayat

(2) huruf a KUHAP sebagai syarat formil karena ketentuan ini diperlukan untuk

meneliti kebenaran terdakwa yang diadili sesuai dengan identitas terdakwa di dalam

surat dakwaan penuntut umum.

98 Untuk memenuhi syarat formil dan syarat materiil

dalam dakwaan, maka terhadap dakwaan tersebut harus pula dilakukan eksaminasi.99

Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP dikatakan sebagai syarat materiil karena

ketentuan ini merupakan bagian yang paling penting di dalam surat dakwaan. Sebab,

jika surat dakwaan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

143 ayat (2) huruf b KUHAP, maka surat dakwaan tersebut menjadi batal demi

hukum, artinya dakwaan tersebut dengan sendirinya tidak dapat dilanjutkan. Hal ini

ditegaskan di dalam Pasal 143 ayat (3) KUHAP yang pada intinya syarat surat

dakwaan paling penting adalah harus diuraikan secara cermat, jelas, dan lengkap

97 Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Pidana Oleh Hakim Pengadilan

Negeri Siak Sri Indrapura. Lampiran SK Ketua Pengadilan Negeri Siak Sri Indrapura Nomor: W4.U13/459/KP.01.10/IV/2012 Tanggal 24 April 2012.

98 Lilik Mulyadi (I), Op. cit., hal. 41-42. 99 Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor:

Per-036/A/JA/09/2011 tenggal 21 September 2011 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum, (Jakarta: Kejagung RI, 2011), hal. 4 dan hal. 32-33. Lihat juga: Pasal 1 angka 11 jo Pasal 49, Pasal 50 Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: Per-036/A/JA/09/2011 Tenggal 21 September 2011 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum. Eksaminasi adalah penelitian dan pemeriksaan berkas perkara di semua tingkat penanganan perkara oleh pimpinan untuk menilai kecakapan dan kemampuan teknis Jaksa/JPU dalam melaksanakan tugas atau penyelesaian suatu perkara dari sudut teknis yuridis maupun administrasi negara.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat

tindak pidana dilakukan.100

Bilamana bertitik tolak pada ketentuan Pasal 143 ayat (3) KUHAP (vide:

Pasal 50 ayat (4) RUU KUHAP), menurut Lilik Mulyadi mengatakan secara tegas

hanya mengancam batal demi hukum (van rechtwege nietig atau null and void)

terhadap syarat materiil surat dakwaan terkait pemenuhan syarat dalam Pasal 143 ayat

(2) huruf b KUHAP (vide: Pasal 50 ayat (2) huruf b RUU KUHAP). Akan tetapi

mengenai kapan dan dalam hal apa suatu “dakwaan tidak dapat diterima” tidak

diatur.

101

Keriteria suatu dakwaan tidak dapat diterima menurut pendapat Tirtaamidjaja

dan Amin disebabkan faktor-faktor karena: 1) dituntutnya seseorang, padahal tidak

ada pengaduan dari si korban dalam tindak pidana aduan (klacht delicten); 2) adanya

daluwarsa hak menuntut sebagaimana diatur dalam Pasal 78 KUHP; 3) adanya unsur

ne bis in idem sebagaimana diatur dalam Pasal 76 KUHP; dan 4) adanya keberatan

terhadap apa yang didakwakan kepada terdakwa sedang diperiksa oleh pengadilan

lain (asas exceptio litis pendentis).

Dalam hal ini perlu diketahui perbedaan antara “dakwaan tidak dapat

diterima” dan “dakwaan batal demi hukum”.

102

100 Lilik Mulyadi (I), Loc. cit. 101 Lilik Mulyadi (II), Op. cit., hal. 16. 102 H. M. Tirtaamidjaja, Kedudukan Hakim dan Jaksa, (Jakarta: Fasco, 1955), hal. 71. Lihat

juga: S. M. Amin, Hukum Acara Pengadilan Negeri, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1971), hal. 141.

M. Yahya Harahap menyebut terhadap empat

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

faktor di atas, dengan istilah “dakwaan tidak dapat diterima” dan khusus ne bis in

idem dapat juga disebut sebagai “tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima”.103

M. Yahya Harahap bahkan mengatakan bahwa kekurangan syarat formil tidak

menyebabkan surat dakwaan batal demi hukum. Surat dakwaan yang kekurangan

syarat formil tidak dengan sendirinya batal menurut hukum (van rechtswege nietig /

null end void), tetapi pembatalan surat dakwaan yang kekurangan syarat formil

tersebut adalah dapat dibatalkan (vernietigbaar / voedable), karena hal itu dipandang

sebagai kurang sempurna (imperpect). Kesalahan syarat formiil tidak bersifat

prinsipil. Misalnya kesalahan menyebut umur tidak dapat dijadikan alasan untuk

membatalkan surat dakwaan.

Sedangkan untuk “dakwaan batal demi hukum” disebabkan oleh karena

faktor-faktor yang disebutkan di dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP tidak

terpenuhi dalam surat dakwaan, atau tidak terpenuhinya syarat materiil dalam suatu

dakwaan, maka batal demi hukum (bersifat wajib batal). Untuk “dakwaan dapat

dibatalkan” disebabkan oleh karena faktor-faktor yang disebutkan dalam Pasal 143

ayat (2) huruf a KUHAP tidak terpenuhi dalam surat dakwaan, atau tidak

terpenuhinya syarat formil dalam surat dakwaan, maka terhadap dakwaan tersebut

dapat diajukan pembatalannya (bersifat relatif), tergantung juga pada kualifikasi

syarat formil yang tidak terpenuhi.

104

103 Lilik Mulyadi (II), Op. cit., hal. 17. 104 M. Yahya Harahap (II), Op. cit., hal. 391.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

Kesalahan atas ketidaksempurnaan syarat formil masih dapat dibetulkan

hakim dalam proses pemeriksaan. Pembetulan kekurangan syarat formil dalam surat

dakwaan pada prinsipnya tidak menimbulkan sesuatu akibat hukum yang dapat

merugikan terdakwa. Contoh jaksa penuntut umum lupa mencantumkan jenis kelamin

terdakwa. Kelalaian demikian bertentangan dengan Pasal 143 ayat (2) huruf a

KUHAP, namun kelalaian seperti ini tidak sampai mempunyai kualitas yang bersifat

membatalkan surat dakwaan, karena tanpa mencantumkan jenis kelamin terdakwa

sekalipun masih dapat diidentifikasi pada diri terdakwa itu sendiri.105

Menurut Andi Hamzah, dari Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, yang

menjadi syarat mutlak adalah dicantumkannya: waktu terjadinya delik, tempat

terjadinya delik, dan delik yang didakwakan (waktu, tempat, dan delik). Disebutkan

sebagai syarat mutlak karena bila tidak disebutkan waktu, tempat, dan delik yang

didakwakan menjadikan surat dakwaan tersebut batal, dasarnya adalah Pasal 143 ayat

(3) KUHAP.

106 Surat dakwaan yang menjadi batal demi hukum itu disebut juga

dengan van rechtswege nietig atau juga disebut dengan null end void.107

Syarat mutlak yang disebut Andi Hamzah berarti sifatnya wajib, sama halnya

dengan pendapat M. Yahya Harahap mengatakan syarat materiil tidak boleh

105 Marwan Mas, “Penguatan Argumentasi Fakta-Fakta Persidangan dan Teori Hukum Dalam

Putusan Hakim (Strenghtening the Argument on Legal Facts and Legal Theories in Judge-Made Laws) Kajian Putusan Nomor 181 K/Pid/2007/MA”, Jurnal Yudisial, Vol. 5, No. 3, Desember 2012, hal. 287.

106 Andi Hamzah (1996), Op. cit., hal. 171. 107 Wilhelmus Taliak, Op. cit., hal. 82.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

dilalaikan. Menurut M. Yahya Harahap syarat formal dan syarat materiil surat

dakwaan adalah:108

a. Syarat formal memuat hal-hal yang berhubungan dengan:

1) Surat dakwaan diberi tanggal dan tandatangan oleh penuntut umum/jaksa. 2) Nama lengkap, tempat lahir, umum atau tanggal lahir, jenis kelamin,

kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan tersangka. b. Syarat materiil memuat dua unsur yang tidak boleh dilalaikan:

1) Uraian cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan.

2) Menyebut waktu dan tempat tindak pidana dilakukan (tempus delicti dan locus delicti).

Pemenuhan syarat-syarat formil dan materiil terkait dengan Pasal 143 ayat (2)

KUHAP ini harus sinkron dengan hasil penyidikan, harus benar-benar sejalan dan

seiring dengan hasil pemeriksaan penyidikan. Surat dakwaan yang menyimpang dari

hasil pemeriksaan penyidikan merupakan surat dakwaan palsu dan tidak benar untuk

dibawa ke sidang pengadilan. Materi surat dakwaan sebagai dasar pemeriksaan hakim

dalam sidang pengadilan, tidak boleh menyimpang atau bertentangan dengan tindak

pidana yang disangkakan oleh penyidik dalam berkas perkara penyidikan.109

Menurut M. Yahya Harahap apabila surat dakwaan menyimpang dari hasil

pemeriksaan surat penyidikan, maka hakim dapat menyatakan surat dakwaan tersebut

tidak dapat diterima atas alasan isi surat dakwaan kabur (obscuur libel).

110 Terdakwa

hanya dapat dijatuhi pidana jika terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang

diuraikan dalam surat dakwaan.111

108 M. Yahya Harahap (II), Loc. cit. 109 Marwan Mas, Op. cit., hal. 286. 110 M. Yahya Harahap (II), Op. Cit., hal. 394. 111 Marwan Mas, Loc. cit.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

Berdasarkan Pasal 143 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP terbentuklah dua syarat

yaitu syarat formil dan materiil. Kedua syarat ini harus dipenuhi dalam surat

dakwaan. Akan tetapi undang-undang sendiri membedakan kedua syarat ini tepatnya

di Pasal 143 ayat (3) KUHAP karena menurut pasal ini “Surat dakwaan yang tidak

memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi

hukum”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, maka syarat

mutlak menyusun surat dakwaan adalah harus dicantumkannya uraian mengenai

waktu dan tempat terjadinya delik, dan delik yang didakwakan. Syarat mutlak dalam

surat dakwaan harus diuraikan secara, cermat, jelas, dan lengkap, karena konsekuensi

juridis dari pelanggaran dan/atau tidak dipenuhinya syarat mutlak tersebut adalah

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 143 ayat (3) KUHAP, yaitu surat dakwaan yang

tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi

hukum.

Terkait dengan syarat materiil dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP

tentang hal-hal atau keadaan-keadaan yang memberatkan atau meringankan terdakwa,

ada pendapat yang menarik antara Andi Hamzah dan M. Yahya Harahap.

Sebagaimana Andi Hamzah berpendapat bahwa:

Di dalam KUHAP Pasal 143 disebut syarat-syarat seperti tersebut di atas. Syarat yang mutlak ialah dicantumkannya waktu dan tempat terjadinya delik dan delik yang didakwakan. Selain daripada syarat-syarat tersebut, menurut peraturan lama dan kebiasaan, perlu pula disebut hal-hal dan keadaan-keadaan dalam mana delik dilakukan khususnya mengenai hal yang meringankan dan memberatkan. Kalau hal-hal dan keadaan-keadaan tidak disebut dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

dakwaan tidak menjadikan batalnya dakwaan,112 berlainan jika waktu dan tempat terjadinya delik serta delik yang didakwakan tidak disebut yang menjadikan dakwaan menjadi batal (Pasal 143 ayat 3 KUHAP).113

Apabila ditimbangnya, bahwa ada cukup alasan-alasan akan menuntut tersangka tentang kejahatan atau pelanggaran maka perkara itu diserahkan kepada persidangan pengadilan negeri dengan menyatakan dalam surat ketetapan itu perbuatan-perbuatan yang dituduhkan serta menerangkan kira-kira pada waktu mana dan kira-kira di tempat mana perbuatan itu dilakukan kalau tidak disebut itu semuanya surat ketetapan batal, kecuali bila ada perubahan menurut Pasal 282. Dalam surat ketetapan itu diterangkan juga keadaan-keadaan waktu melakukan perbuatan itu,

Pendapat Andi Hamzah tersebut telah sesuai dengan jiwa Pasal 143 ayat (2)

huruf b KUHAP yang mempersempit pemaknaan dari syarat materiil. Sebagaimana

diketahui bahwa mengenai hal-hal dan keadaan-keadaan yang memberatkan dan

meringankan tidak lagi dimasukkan dalam rumusan Pasal 143 ayat (2) huruf b

KUHAP, namun keadaan-keadaan itu tidak bersifat wajib (mutlak). Ini berarti cukup

dengan dirumuskannya delik pidana itu saja telah memenuhi syarat materiil.

Merumuskan delik pidana berarti merumuskan cara-cara dilakukannya tindak pidana.

Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP hanya menyebut uraian secara cermat, jelas dan

lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan, bukan menyebut keadaan-

keadaan.

Rumusan syarat materiil dalam ketentuan lama yaitu dalam Pasal 250 ayat (4)

HIR ditentukan sebagai berikut:

terutama benar hal-hal yang dapat meringankan atau memberatkan kesalahan yang tersangka.114

112 Garis bawah tersebut di atas merupakan penekanan dari penulis. 113 Andi Hamzah (1985), Op. cit., hal. 168. 114 Garis bawah tersebut di atas merupakan penekanan dari penulis.

Ia memerintahkan juga supaya surat-surat syah dan daftar-daftar asli yang

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

tersebut dalam Pasal 83 h diserahkan kepadanya dan untuk penerimaan ini diberikan surat tanda penerimaan. Berdasarkan rumusan syarat materiil dalam ketentuan Pasal 250 ayat (4) HIR

tersebut dapat diketahui bahwa surat dakwaan adalah perbuatan-perbuatan yang

ditudukan kepada si tertuduh serta kira-kira waktunya dan kira-kira dimana

tempatnya perbuatan itu dilakukan. Dalam surat penetapan itu hendaklah diterangkan

juga keadaan waktu perbuatan itu dilakukan sebagai hal-hal yang dapat meringankan

atau memberatkan kesalahan si tertuduh. Jika hal-hal itu tidak disebut maka surat

penetepan itu batal.

Rumusan Pasal 250 ayat (4) HIR berbeda dengan rumusan Pasal 143 ayat (2)

huruf b KUHAP. Rumusan Pasal 250 ayat (4) HIR menggunakan syarat materiil yang

terlalu melebar dibandingkan dengan rumusan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP

yang sangat sederhana. Rumusan hal-hal atau keadaan-keadaan yang dapat

meringankan atau memberatkan terdakwa dalam rumusan Rumusan Pasal 250 ayat

(4) HIR sebagai salah satu syarat materiil, tidak lagi dimasukkan dalam rumusan

Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP.

Perbedaannya cukup jelas mengenai syarat materiil surat dakwaan antara

ketentuan lama (HIR) dan ketentuan baru (KUHAP). Dalam HIR tidak ada

menyebutkan bahwa dakwaan harus diuraikan secara jelas, cermat dan lengkap

tentang tindak pidana yang didakwakan tetapi ada ditemukan hal-hal atau keadaan-

keadaan yang memberatkan atau meringankan terdakwa. Sedangkan dalam KUHAP

harus diuraikan secara jelas, cermat dan lengkap tentang tindak pidana yang

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

didakwakan, dan tidak ditemukan hal-hal atau keadaan-keadaan yang memberatkan

atau meringankan terdakwa.

Menurut ketentuan lama syarat material wajib ditambah lagi dengan uraian

yang meringankan atau memberatkan terdakwa, tetapi syarat ini dalam KUHAP tidak

mutlak harus dicantumkan. Tidak dipenuhinya syarat-syarat mengenai hal-hal atau

keadaan-keadaan yang memberatkan atau meringankan terdakwa berdasarkan Pasal

143 ayat (2) huruf b KUHAP tidak akan mengakibatkan batalnya surat dakwan.115

Pandangan yang hampir sama dengan pendapat Andi Hamzah tersebut adalah

juga dikemukakan oleh M. Yahya Harahap yang berpendapat berikut:

116

a. Uraian cermat, lengkap dan jelas mengenai tindak pidana yang didakwakan. Hal ini berarti uraian lengkap mengenai unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa.

Fakta dan keadaan bukan termasuk syarat materiil. Sebab kalau dijabarkan apa yang menjadi isi syarat materiil surat dakwaan adalah:

b. Menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. Pada syarat inipun tidak disebutkan mengenai fakta dan keadaan.117

Baik pada syarat pertama dan kedua tidak disebut mengenai fakta dan keadaan. Oleh karena itu mengenai fakta dan keadaan bukan merupakan syarat materiil maupun syarat formal dalam surat dakwaan.

Yang disebutkan hanya mengenai “waktu” dan “tempat” kejadian.

Tanpa menyebutkan fakta dan keadaan dalam surat dakwaan, tidak mengurangi sahnya surat dakwaan.118 Namun demikian, sebaliknya surat dakwaan sedapat mungkin memuat fakta dan keadaan yang meliputi tindak pidana yang didakwakan. Penguraian fakta dan keadaan yang lengkap dalam surat dakwaan, lebih memberi penjelasan kepada terdakwa dan hakim tentang tindak pidana yang didakwakan. Akan tetapi surat dakwaan yang tidak memuat uraian tentang fakta dan keadaan secara sempurna dan lengkap, tidak mengakibatkan batalnya surat dakwaan.119

115 Matteus A. Rogahang, Op. cit., hal. 114. 116 M. Yahya Harahap (II), Op. cit., hal. 395. 117 Garis bawah tersebut di atas merupakan penekanan dari penulis. 118 Garis bawah tersebut di atas merupakan penekanan dari penulis. 119 Garis bawah tersebut di atas merupakan penekanan dari penulis.

Hal ini ditegaskan dalam suatu

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

Putusan Mahkamah Agung Nomor 36 K/Kr/1968 Tanggal 23 Agustus 1968 yang memuat: “Walaupun surat tuduhan tidak menyebutkan fakta dan keadaan yang menyertai perbuatan yang dituduhkan tidak secara lengkap tergambar, tidak dengan sendirinya mengakibatkan batalnya putusan”. Terkait dengan rumusan Pasal 143 ayat (3) KUHAP yang menegaskan: “Surat

dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

huruf b batal demi hukum”, ada persamaan dan perbedaan pendapat antara Andi

Hamzah dan M. Yahya Harahap terkait dengan pemenuhan syarat materiil dalam

surat dakwaan. Sekalipun menurut Pasal 143 ayat (3) KUHAP dinyatakan batal demi

hukum terhadap surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat (2)

huruf b KUHAP, namun antara keadaan-keadaan, fakta-fakta, dan cara melakukan

tindak pidana perlu diketahui perbedaannya.

Berdasarkan pendapat Andi Hamzah di atas dengan tegas mengatakan: “Kalau

hal-hal dan keadaan-keadaan tidak disebut dalam dakwaan tidak menjadikan batalnya

dakwaan”. Pendapat ini memiliki kesamaan dengan pendapat M. Yahya Harahap

yang mengatakan: “Fakta dan keadaan bukan termasuk syarat materiil”, dan “Tanpa

menyebutkan fakta dan keadaan dalam surat dakwaan, tidak mengurangi sahnya surat

dakwaan”. Fakta dan keadaan menurut kedua pandangan ini bukan merupakan syarat

materiil, artinya bilapun fakta-fakta dan keadaan-keadaan itu tidak disebutkan dalam

surat dakwaan, tidak membuat surat dakwaan itu menjadi batal demi hukum.

Secara keseluruhan rumusan dalam Pasal 143 KUHAP tidak memberikan

penjelasan dan pengertian lebih lanjut tentang cara menyusun uraian secara cermat,

jelas, dan lengkap mengenai delik yang didakwakan dengan menyebut waktu dan

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

tempat delik itu dilakukan. Oleh karena itu dalam prakteknya, pengertian dan cara

penguraian cermat, jelas, dan lengkap tersebut diserahkan kepada yurisprudensi dan

doktrin yang berlaku.120

Menurut Jonkers, yang harus dimuat dalam surat dakwaan selain menguraikan

perbuatan yang sungguh-sungguh dilakukan bertentangan dengan hukum pidana, juga

harus memuat unsur-unsur yuridis kejahatan yang bersangkutan. Artinya, surat

dakwaan harus memuat dan menguraikan sedemikian rupa, sehingga jelas dan terang

bahwa suatu perbuatan sungguh-sungguh telah dilakukan (syarat materiil). Termasuk

dalam uraian yang jelas dan lengkap adalah tentang bagaimana (cara-cara) perbuatan

dilakukan dalam kaitan dengan perumusan delik dalam hukum pidana serta dimana

tercantum larangan atas perbuatan itu.

121

KUHAP sendiri khususnya pada Pasal 143 ayat (2) KUHAP tidak

menggariskan dan menjelaskan dengan tegas fakta dan keadaan sebagai syarat

materiil. Akibatnya dalam praktik beracara menimbulkan permasalahan. Oleh karena

itu untuk meminimalisir permasalahan dalam praktik beracara itu, maka Putusan

Mahkamah Agung Nomor 36 K/Kr/1968 Tanggal 23 Agustus 1968 dapat dipedomani

sebagai yurisprudensi untuk menilai surat dakwaan yang tidak secara lengkap

memuat fakta dan keadaan, tidak dengan sendirinya mengakibatkan batalnya surat

dakwaan.

120http://www.kontras.org/munir/Nota%20Keberatan.pdf, diakses tanggal 29 November 2015,

Nota Keberatan Atas Surat Dakwaan Nomor Register Perkara: PDM-1305/JKT.PST/07/05 pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Dalam Perkara Atas Nama Terdakwa Pollycarpus Budihari Priyanto oleh Tim Penasehat Hukum Terdakwa, Mohamad Assegaf dkk, hal. 11.

121 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

M. Yahya Harahap menyarankan bahwa harus dibedakan pengertian fakta

dan/atau keadaan dengan “cara melakukan” tindak pidana. Cara melakukan tindak

pidana menurutnya merupakan syarat materiil surat dakwaan, misalnya terdakwa

didakwa membunuh, tetapi surat dakwaan tidak menyebutkan secara jelas cara

pembunuhan dilakukan oleh terdakwa. Dakwaan yang demikian adalah kabur

sehingga persidangan tidak tahu arah bagaimana membuktikan kesalahan terdakwa.

Lain halnya mengenai fakta dan/atau keadaan yang lebih mendekati masalah

pembuktian dan berhubungan dengan hal-hal yang memberatkan hukuman. Oleh

karena fakta dan/atau keadaan ini lebih dekat dengan masalah alat pembuktian maka

fakta dan/atau keadaan itu dapat dikemukakan oleh jaksa dalam persidangan.122

3. Bentuk-Bentuk Surat Dakwaan

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa dalam pemenuhan

syarat materiil surat dakwaan hanya ada tiga hal pokok penting yang harus dipenuhi,

yaitu 1) Waktu tindak pidana dilakukan (tempus delicti), 2) Tempat tindak pidana

dilakukan (locus delicti), dan 3) Uraian cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak

pidana yang didakwakan. Syarat ketiga merupakan cara-cara tindak pidana dilakukan.

Namun perlu diketahui pula bahwa mengenai syarat ketiga tidak perlu disebutkan

mengenai fakta dan/atau keadaan-keadaan terkait dengan tindak pidana itu, cukup

dengan menyebutkan cara-cara tindak pidana itu dilakukan.

Pasal 140 ayat (1) KUHAP menentukan: Dalam hal penuntut umum

berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu

122 M. Yahya Harahap (II), Loc. cit.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

secepatnya membuat surat dakwaan”. KUHAP tidak menyebut bentuk-bentuk surat

dakwaan yang harus disusun oleh penuntut umum. Demikian juga dalam Pasal 143

ayat (1) KUHAP menentukan: “Penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan

negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara disertai dengan surat

dakwaan”.

Bentuk-bentuk surat dakwaan dalam pemeriksaan perkara pidana di

pengadilan, didasarkan pada Surat Edaran Jaksa Agung Nomor: SE-004/J.A/11/1993

Tentang Pembuatan Surat Dakwaan. Surat edaran ini ditujukan agar ada keseragaman

para penuntut umum dalam membuat surat dakwaan. Dalam surat edaran tersebut

dikenal ada 4 (empat) bentuk surat dakwaan yaitu: dakwaan tunggal (surat dakwaan

biasa), dakwaan alternatif, dakwaan kumulatif, dan dakwaan subsidair (bersusun

lapis).

a. Dakwaan tunggal

Bentuk surat dakwaan tunggal menurut M. Yahya Harahap disebut juga

dengan surat dakwaan biasa. Surat dakwaan tunggal hanya berisi satu dakwaan saja.

Perumusan dakwaan tunggal umumnya dijumpai dalam tindak pidana yang jelas serta

tidak mengandung faktor penyertaan (deelneming) atau faktor perbarengan

(concurcus) atau alternatif atau faktor subsidair.123

123 M. Yahya Harahap (II), Op. cit., hal. 398. Contohnya dari hasil penyidikan terhadap tindak

pidana pencurian biasa sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUH Pidana hanya dilakukan oleh pelaku dengan sendiri.

Dalam surat dakwaan tunggal

hanya diperuntukkan untuk satu tindak pidana saja yang didakwakan, karena tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

terdapat kemungkinan untuk mengajukan alternatif atau dakwaan pengganti

lainnya.124

Jaksa penuntut umum dalam menentukan surat dakwaan tunggal, harus benar-

benar yakin bahwa dengan dakwaan tunggal tersebut terdakwa tidak lepas dari jeratan

hukum sesuai dengan yang didakwakan. Kelemahan dari surat dakwaan tunggal

mengandung risiko besar, jika dakwaan tunggal tersebut gagal, maka tidak ada

alternatif lain bagi hakim kecuali membebaskan terdakwa (vrijspraak).

125

Baik pelakunya maupun ketentuan tindak pidana yang dilanggar sedemikian

rupa harus jelas dan sederhana, sehingga surat dakwaannya cukup dirumuskan dalam

bentuk dakwaan tunggal. Misalnya, suatu perbuatan dilakukan hanya sendiri oleh

terdakwa, tidak menyentuh faktor penyertaan atau perbarengan atau alternatif atau

subsidair. Jika demikian halnya, cukup merumuskan dakwaan tunggal dengan uraian

secara jelas dan memenuhi syarat perbuatan melawan hukum materiil dan formil yang

diatur dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP.

126

124http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f4c5a4ea3527/bentuk-bentuk-surat-dakwaan,

diakses tanggal 2 Desember 2015, Artikel ditulis oleh Marry Margaretha Saragih, “Bentuk-Bentuk Surat Dakwaan”, dipublikasikan di website hukumonline, tanggal 29 Maret 2012.

125 Lilik Mulyadi (I), Op. cit., hal. 56. 126 Pasal 143 KUHAP menentukan: menentukan:

a. Penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar segera mengadii perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan.

b. Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi: 1) Nama Iengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat

tinggal, agama dan pekerjaan tersangka; 2) Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan

dengan menyebutkan waktu dan termpat tindak pidana itu dilakukan. c. Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b

batal demi hukum.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

b. Dakwaan alternatif

Bentuk surat dakwaan alternatif disebut juga dengan dakwan pilihan (keuze

tenlastelegging). Sehingga bilamana penuntut umum menggunakan dakwaan

alternatif, maka hakim dapat secara langsung memilih untuk menentukan dakwaan

mana yang cocok sesuai dengan yang terbukti di persidangan.127 Menurut M. Yahya

Harahap dakwaan alternatif ini disebut juga dengan dakwaan yang saling

mengecualikan dan memberikan pilihan. Tujuan dakwaan alternatif adalah untuk

mencegah pelaku terlepas atau bebas dari pertanggungjawaban hukum pidana.

Tujuannya juga untuk memberi pilihan kepada hakim untuk menerapkan hukum yang

lebih tepat.128

Menurut van Bemmelen, surat dakwaan alternatif dibuat apabila penuntut

umum tidak begitu yakin (ragu) dari berbagai perbuatan delik akan terbukti di sidang

pengadilan misalnya delik pencurian atau penadahan. Van Bemmelen menegaskan

Dakwaan yang berbentuk alternatif bersifat saling mengecualikan dan

memberikan pilihan kepada hakim atau pengadilan untuk menentukan dakwaan mana

yang tepat dipertanggungjawabkan kepada terdakwa sehubungan dengan tindak

pidana yang dilakukan. Ciri-ciri dakwaan alternatif dihubungkan dengan kata

sambung “atau” yang berartti memberikan pilihan bagi hakim untuk menerapkan

salah satu di antara dakwaan-dakwaan yang diajukan.

d. Turunan surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau

kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik, pada saat yang bersamaan. dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan negeri. 127 Ibid., hal. 57. 128 M. Yahya Harahap (II), Op. cit., hal. 400.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

surat dakwaan alternatif bersifat saling mengecualikan antara satu sama lain. Hakim

dapat mengadakan pilihan dari dakwaan-dakwaan terhadap delik. Hakim bebas

memilih dan menyatakan dakwaan yang terbukti tanpa memeriksa dan memutuskan

terlebih dahulu terhadap dakwaan lainnya. Misalnya hakim menyatakan dakwaan

kedua terbukti, oleh karena itu hakim tidak perlu lagi memeriksa dan memutuskan

dakwaan pertama.129

Sebagaimana diketahui bahwa dalam surat dakwaan alternatif terdapat

beberapa dakwaan yang disusun secara berlapis, lapisan yang satu merupakan

alternatif dan bersifat mengecualikan dakwaan pada lapisan lainnya. Bentuk dakwaan

ini digunakan bila belum didapat kepastian tentang Tindak Pidana mana yang paling

tepat dapat dibuktikan. Dalam dakwaan alternatif, meskipun dakwaan terdiri dari

beberapa lapisan, hanya satu dakwaan saja yang dibuktikan tanpa harus

memperhatikan urutannya dan jika salah satu telah terbukti maka dakwaan pada

lapisan lainnya tidak perlu dibuktikan lagi. Dalam bentuk surat dakwaan ini, antara

lapisan satu dengan yang lainnya menggunakan kata sambung atau.

130

Contoh dakwaan alternatif: Pertama: Pencurian (Pasal 362 KUHP) atau

kedua: penadahan (Pasal 480 KUHP). Sekiranya hakim berpendapat bahwa dakwaan

yang satu tidak tepat atau tidak terbukti, hakim dapat beralih memilih dakwaan

berikutnya. Itu sebabnya dakwaan alternatif disebut dengan dakwaan yang

129 Andi Hamzah (1996), Op. cit., hal. 189. 130http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f4c5a4ea3527/bentuk-bentuk-surat-dakwaan,

diakses tanggal 2 Desember 2015, Artikel ditulis oleh Marry Margaretha Saragih, “Bentuk-Bentuk Surat Dakwaan”, dipublikasikan di website hukumonline, tanggal 29 Maret 2012.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

memberikan kesempatan kepada hakim memilih salah satu di antara dakwaan yang

diajukan dalam surat dakwaan.

Cara pemeriksaan dakwaan yang bersifat alternatif pertama kali hakim harus

memeriksa dan mempertimbangkan terlebih dahulu dakwaan pada urutan pertama,

jika dakwaan pada urutan pertama terbukti, maka pemeriksaan untuk dakwaan

selanjutnya tidak perlu diperiksa dan dipertimbangkan lagi oleh hakim. Jika dakwaan

pertama ternyata tidak terbukti, maka barulah hakim melanjutkan dakwaan yang

selanjutnya dengan ketentuan harus membebaskan terdakwa dari dakwaan pertama

yang tidak terbukti tersebut dan menjatuhkan hukum terhadap dakwaan berikutnya

yang dianggap terbukti.

Pemeriksaan terhadap dakwaan alternatif juga dapat dilakukan dengan cara

memeriksa dakwaan secara keseluruhan, dari hasil pemeriksaan atas keseluruhan isi

dakwaan, maka barulah hakim memilih dakwaan mana yang paling tepat menurutnya

untuk dijatuhkan kepada terdakwa .

c. Dakwaan kumulasi

Menentukan dakwaan kumulasi atau kumulatif maksudnya adalah surat

dakwaan yang disusun berupa rangkaian dari beberapa dakwaan atau disebut juga

dengan gabungan dari beberapa dakwaan sekaligus. Dakwaan kumulasi ini dapat

dilakukan pada saat yang sama dan dalam pemeriksaan di sidang pengadilan yang

sama, kepada terdakwa diajukan gabungan beberapa dakwaan sekaligus. Tata cara

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

pengajuan dakwaan kumulasi disebut juga penggabungan perkara dalam satu surat

dakwaan.131

Bentuk surat dakwaan kumulasi dipergunakan dalam hal terdakwa melakukan

beberapa tindak pidana yang masing-masing merupakan tindak pidana yang berdiri

sendiri. Contoh dakwaan kumulatif: kesatu: pembunuhan (Pasal 338 KUHP) dan

kedua: pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP) dan ketiga: Perkosaan (Pasal

285 KUHP).

132 Bentuk surat dakwaan kumulasi dipergunakan dalam hal terdakwa

atau para terdakwa yang melakukan lebih dari satu perbuatan pidana (delik), misalnya

di samping terdakwa atau para terdakwa melakukan perbuatan pencurian biasa, juga

membawa senjata api tanpa izin yang berwajib.133

Dalam hal ini surat dakwaan harus disusun secara kumulatif, terdakwa atau

para terdakwa didakwa dua macam perbuatan pidana (delik) sekaligus, yaitu

pencurian biasa dan membawa senjata api tanpa izin dari yang berwajib. Dengan

demikian dakwaan akan disusun sebagai dakwaan pertama, kedua, ketiga, dan

seterusnya. Apabila suatu dakwaan disusun secara kumulatif, maka terhadap tiap-tiap

perbuatan pidana (delik) itu harus dibuktikan tersendiri-sendiri pula, walaupun

pidananya disesuaikan dengan peraturan tentang delik gabungan (samenloop) dalam

Pasal 63 s/d Pasal 71 KUHAP.

134

131 Ibid., hal. 404. 132http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f4c5a4ea3527/bentuk-bentuk-surat-dakwaan,

diakses tanggal 2 Desember 2015, Artikel ditulis oleh Marry Margaretha Saragih, “Bentuk-Bentuk Surat Dakwaan”, dipublikasikan di website hukumonline, tanggal 29 Maret 2012.

133 Andi Hamzah (1985), Op. cit., hal. 185. 134 Andi Hamzah (1996), Op. cit., hal. 188.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

Sehubungan dengan gabungan beberapa dakwaan diatur dalam Pasal 141

KUHAP135, sedangkan pemecahan (splitsing) perkara diatur dalam Pasal 142

KUHAP yang terdiri dari beberapa orang didakwa secara terpisah. Dalam hal ini JPU

boleh mengajukan dakwaan dalam bentuk kumulasi, baik kumulasi perkaranya,

kumulasi terdakwanya sekaligus dengan kumulasi dakwaannya.136

1) Mereka yang melakukan (dader). Satu orang atau lebih yang melakukan

tindak pidana. Pertanggungjawaban masing-masing peserta dinilai atau

dihargai sendiri-sendiri atas segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan,

dimana masing-masing pihak berdiri sediri dan masing-masing pihak

memenuhi seluruh unsur.

Untuk lebih

mudah dipahami dakwaan yang berbentuk kumulasi ini biasanya mencantumkan

Pasal 55 KUH Pidana tentang delik penyertaan (deelneming) atau mencantumkan

Pasal 63, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66 atau Pasal 70 KUH Pidana mengenai ketentuan

perbarengan (concursus atau samenloop).

Dalam hukum pidana terdapat 5 (lima) bentuk penyertaan yang dapat dibuat

dakwaannya bersifat kumulasi, yaitu:

137

135 Pasal 141 KUHAP menentukan: Penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara

dan membuatnya dalam satu surat dakwaan, apabila pada waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa berkas perkara dalam hal:

a. Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya;

b. Beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang lain; c. Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang lain, akan tetapi yang

satu dengan yang lain itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan. 136 Ibid., hal. 189. 137 H.A.K. Moch. Anwar, Beberapa Ketentuan Umum Dalam Buku Pertama KUHP,

(Bandung: Alumni, 1981), hal. 39.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

2) Menyuruh melakukan (doen plegen). Dalam bentuk menyuruh-melakukan,

penyuruh tidak melakukan sendiri secara langsung suatu tindak pidana,

melainkan (menyuruh) orang lain. Pada prinsipnya, orang yang mau disuruh

melakukan tindak pidana adalah orang-orang tidak normal, yaitu anak-anak

dan orang gila. Namun, menurut doktrin, orang yang berada dibawah ancaman

atau kekerasan (ada dasar penghapus pidana) juga masuk dalam golongan

tidak normal. Orang yang bisa dipidana hanyalah orang yang menyuruh,

karena yang mempunyai niat adalah orang yang menyuruh; walaupun yang

memenuhi unsur tindak pidana adalah orang yang disuruh. Jadi, walaupun ada

dua pihak yang menyebabkan terjadinya delik, yang dimintai

pertanggungjawaban adalah yang menyuruh.138

3) Mereka yang turut serta (medeplegen). Adalah seseorang yang mempunyai

niat sama dengan niat orang lain, sehingga mereka sama-sama mempunyai

kepentingan dan turut melakukan tindak pidana yang diinginkan.

139

138 Ibid. 139 P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar Baru, 1990),

hal. 588-589.

Pihak

yang terlibat adalah satu pihak, yang dapat terdiri dari banyak orang, niat

dimiliki semua orang dalam pihak tersebut, yang memenuhi unsur, pendapat

pertama menyatakan cukup salah satu orang saja yang memenuhi unsur lalu

semuanya dianggap memenuhi unsur pula. Pendapat kedua menyatakan

tindakan berbeda yang dilakukan orang-orang itu jika digabungkan menjadi

memenuhi unsur. Pertanggungjawaban pidana dipegang oleh semuanya. Hal

Universitas Sumatera Utara

Page 33: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

ini dikarenakan kerjasama yang dilakukan bersama-sama secara sadar dan

secara kerjasama fisik.

4) Penggerakan atau pembujukan (uitlokking). Penggerakan atau dikenal juga

sebagai uitlokking diatur dalam Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP. Menurut

H.A.K. Moch. Anwar, Penggerakan adalah:140

a) Setiap perbuatan menggerakan atau membujuk orang lain untuk

melakukan sesuatu perbuatan yang dilarang atau diancam dengan

hukuman.

b) Dalam membujuk itu harus digunakan cara-cara atau daya upaya

sebagaimana disebutkan dalam Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP. Dengan

demikian di dalam uitlokking setidaknya ada dua pihak, yaitu pihak yang

membujuk dan pihak yang terbujuk, dimana pihak yang membujuk

melakukan penggerakan dengan cara-cara yang telah ditentukan dalam

Pasal 55 Ayat (1) ke-2 KUHP untuk melakukan sesuatu perbuatan yang

melawan hukum.

Pihak yang melakukan pada pembantuan (medeplichtigheid) atau yang

membantu mengetahui akan jenis kejahatan yang akan ia bantu disebutkan dalam

Pasal 56 KUHP. Niat dari pelaku pembantuan adalah memberikan bantuan untuk

melakukan kejahatan kepada pelaku. Tanpa adanya pembantuan tersebut, kejahatan

140 H.A.K. Moch. Anwar, Op. cit, hal. 32.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

tetap akan terlaksana. Pertanggungjawaban pidana pembantu hanya sebatas pada

kejahatan yang dibantunya saja.141

Wirjono Prodjodikoro membagi pembantuan menjadi dua golongan yakni,

perbuatan bantuan pada waktu tindak pidana dilakukan, dan perbuatan bantuan

sebelum pelaku utama bertindak, dan bantuan itu dilakukan dengan cara memberikan

kesempatan, sarana atau keterangan. Pembantuan golongan pertama tersebut sering

dipersamakan dengan turut serta. Sedangkan pembantuan golongan kedua sering

dipersamakan dengan penggerakan.

142

d. Dakwaan subsidairitas

Subsidairitas atau subsidair menurut Kamus Hukum Belanda Indonesia adalah

tambahan, bila perlu diganti oleh, menggantikan, menggantikan kedudukan, hak

menggantikan, ketentuan tambahan, persyaratan, kebalikan dari: prinsipal (principal),

tuduhan (telastelegging) subsidair (alternative), terhadap komulatif (cumulatieve)

atau primair (primaire), subsidaire verbintenis-bijkomende verbintenis.143

Bentuk dari surat dakwaan subsidair (subsidary) terdiri dari dua atau beberapa

dakwaan yang disusun dan dijejerkan secara berurutan (berturut-turut), mulai dari

dakwaan tindak pidana yang terberat sampai pada dakwaan tindak pidana yang

141 Loebby Loqman, Percobaan Penyertaan dan Gabungan Tindak Pidana, (Jakarta:

Universitas Tarumanagara UPT Penerbit, 1995), hal. 80. 142 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, cet. 3, (Bandung: PT.

Rafika Aditama, 2003), hal. 126. 143 N.E. Algra, H.R.W. Gokkel, Saleh Adiwinata D.H., A.Telseki, Boerhanuddin Batoetah,

Kamus Hukum Belanda Indonesia, (Bandung: Binacipta, 1997) hal. 551.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

ringan. Sering juga dakwaan subsidair ini disebut dengan dakwaan pengganti di mana

dakwaan urutan kedua menggantikan dakwaan primer.144

Lilik Mulyadi mengatakan dakwaan subsidair ini merupakan dakwaan

bersusun lapis atau berlapis-lapis sebagai ciri utamanya dari dakwaan terberat sampai

ringan berupa susunan primer, subsider, lebih subsider, lebih-lebih subsider, dan

seterusnya.

145 Bentuk surat dakwaan subsidair sama halnya dengan dakwaan

alternatif, dakwaan subsidair juga terdiri dari beberapa lapisan dakwaan yang disusun

secara berlapis dengan maksud lapisan yang satu berfungsi sebagai pengganti lapisan

sebelumnya. Sistematik lapisan disusun secara berurut dimulai dari tindak pidana

yang diancam dengan pidana tertinggi sampai dengan tindak pidana yang diancam

dengan pidana terendah.146

Perbedaan antara surat dakwaan subsidair dengan dakwaan alternatif terletak

pada cara pemeriksaannya. Kalau tadi hakim dalam surat dakwaan alternatif harus

memilih salah satu dakwaan tanpa memeriksa dan memutus dakwaan lainnya, maka

dalam surat dakwaan subsidair tidak demikian.

147

144 Wirjono Prodjodikoro, Op. cit., hal. 402. 145 Lilik Mulyadi (I), Op. cit., hal. 74. 146http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f4c5a4ea3527/bentuk-bentuk-surat-dakwaan,

diakses tanggal 2 Desember 2015, Artikel ditulis oleh Marry Margaretha Saragih, “Bentuk-Bentuk Surat Dakwaan”, dipublikasikan di website hukumonline, tanggal 29 Maret 2012.

147 Andi Hamzah (1985), Op. cit., hal. 187.

Hakim dalam dakwaan subsidair

harus memeriksa satu-satu, memeriksa dan memutus terlebih dahulu terhadap

dakwaan yang primer, kemudian memeriksa dan memutus terhadap dakwaan yang

subsider, kemudian memeriksa dan memutus terhadap dakwaan yang lebih subsider,

Universitas Sumatera Utara

Page 36: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

kemudian memeriksa dan memutus terhadap dakwaan yang lebih-lebih subsider, dan

seterusnya dilakukan secara tersistematis.148

Dakwaan dalam bentuk subsidair disusun jika peristiwa tindak pidana yang

terjadi menimbulkan suatu akibat dan akibat yang ditimbulkan itu meliputi atau

berkaitan erat dengan beberapa ketentuan pidana yang hampir saling berdekatan cara-

cara pelaku melakukan delik. Alasan menggunakan dakwaan subsidair ini adalah jika

fakta akibat yang ditimbulkan pelaku tindak pidana berkaitan (bersesuaian) dengan

Hakim dalam membuktikan dakwaan-dakwaan yang disusun dalam bentuk

surat dakwaan subsidair tersebut harus dilakukan secara berurut dimulai dari lapisan

teratas sampai dengan lapisan selanjutnya. Lapisan yang tidak terbukti harus

dinyatakan secara tegas dan dituntut agar terdakwa dibebaskan dari lapisan dakwaan

yang bersangkutan. Contoh dakwaan subsidair adalah: primair: pembunuhan

berencana (Pasal 340 KUHP), subsidair: Pembunuhan (Pasal 338 KUHP).

Dakwaan subsidairitas disebut juga dengan dakwaan pengganti. Berarti

dakwaan urutan kedua menggantikan dakwaan dakwaan urutan paling atas. Sehingga

sering dijumpai dalam praktek pengurutan surat dakwaan yang lebih dari dua atau

tiga dalam bentuk perumusan dakwaan pidana yang terberat berada pada urutan

pertama sebagai dakwaan primair. Disusul kemudian dengan dakwaan yang semakin

ringan berupa rumusan dakwaan “subsidair” dan di bawah urutan dakwaan subsidair

masih dimungkinkan lagi dakwaan diurutkan secara berjejer, yang perumusannya,

“subsidair lagi”, “lebih subsidair lagi”, dan “lebih-lebih subsidair lagi”.

148 Andi Hamzah (1996), Op. cit., hal. 190.

Universitas Sumatera Utara

Page 37: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

pasal pidana tertentu, tetapi penuntut umum ragu atau tidak berani menentukan secara

pasti bahwa akibat itu telah berkaitan terhadap pasal tersebut.

Penuntut umum harus mengambil sikap untuk membuat dakwaan dalam

bentuk subsidair dengan pertimbangan, jika di persidangan pengadilan, penuntut

umum tidak mampu membuktikan dakwaan utama, telah mempersiapkan dakwaan

pengganti (subsidair) sebagai pengganti dakwaan utama (primair). Jika dakwaan

subsidair juga gagal dibuktikan, penuntut umum telah menyediakan pula dakwaan

penggantinya berupa “subsidair lagi” atau “lebih subsidair lagi” atau lebih-lebih

subsidair lagi”, dan seterusnya. Konsekeunsi dari dakwaan subsidair ini seolah-olah

penuntut umum memasang jerat mulai dari jerat yang kasar sampai yang sehalus-

halusnya, dengan perhitungan salah satu jerat harus mengena.

Putusan hakim dalam perkara pidana dibatasi oleh apa yang didakwakan

penuntut umum, sama dengan dalam perkara perdata dibatasi oleh pula dengan apa

yang ada di dalam gugatan. Hakim tidak boleh memutus di luar yang didakwakan

penuntut umum. Idealnya adalah perbuatan yang sungguh-sungguh terjadi yang

didakwakan dan itupula yang seharusnya wajib dibuktikan. Memang benar dominus

litis adalah jaksa yang mewakili negara. Jaksa boleh mendakwa dan menuntut satu

perbuatan (feit) saja walaupun terdakwa melakukan lebih dari satu perbuatan (feiten)

dan perbuatan itu harus dilarang dalam hukum.149

Walaupun penuntut umum mendakwa dan menuntut hanya terhadap satu

perbuatan pidana saja dalam surat dakwaan tunggal, tetapi harus pula dilakukan

149 Andi Hamzah, “Kemandirian dan Kemerdekaan….Op.cit., hal. 6.

Universitas Sumatera Utara

Page 38: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

secara sungguh-sungguh atas perbuatan itu terjadi dan sungguh-sungguh pula

pembuktiannya dengan alat bukti yang cukup ditambah dengan keyakinan hakim.

Penuntut umum harus yakin dengan dakwaan tunggal yang disusunnya itu tidak

membuat terdakwa lepas atau bebas dari tuntutan pidana.

Tuntutan pidana adalah berkenaan dengan pengenaan atau pencantuman

pasal-pasal yang mencocoki terhadap fakta-fakta delik, pasal mana yang relevan

untuk menjerat pelaku agar dapat dipidana150

Wirjono Prodjodikoro mengatakan, “Menuntut seorang terdakwa di muka

hakim pidana adalah menyerahkan perkara seorang terdakwa dengan berkas

perkaranya kepada hakim, dengan permohonan, supaya hakim memeriksa dan

kemudian memutuskan perkara pidana itu terhadap terdakwa.

, sedangkan dakwaan berkenaan dengan

fakta-fakta delik yang dilakukan terdakwa. Oleh sebab itu terhadap keduanya baik

dakwaan dan tuntutan dapat dilakukan secara bersamaan di dalam berkas perkara

yang dilimpahkan penuntut umum ke sidang pengadilan untuk diperiksa, diadili, dan

diputuskan oleh hakim.

151

150 Pasal 1 angka 7 KUHAP menentukan pengertian penuntutan yaitu: “Penuntutan adalah

tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan”. Kemudian Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan, menentukan: “Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan”.

151 Wirjono Prodjodikoro dalam Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana…OP. cit., hal. 164.

Penuntut umum

Universitas Sumatera Utara

Page 39: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

berperan sebagai penentu apakah suatu perkara dapat dilanjutkan penuntutannya di

sidang pengadilan atau dihentikan atau dikesampingkan (deponering).152

B. Keberatan Terdakwa Terhadap Dakwaan

Jika dikaitkan pengertian penuntutan yang dikemukakan tersebut di atas

dengan ketentuan-ketentuan di dalam KUHAP yaitu pada Pasal 137 KUHAP

(kewenangan mutlak menuntut) sampai dengan Pasal 147 KUHAP (diterima hakim

pelimpahan berkas perkara dari penuntut umum), ternyata tugas dan wewenang

penuntutan belum selesai sampai di situ. Sebab makna dari ketentuan Pasal 1 angka 7

KUHAP dan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan menentukan penuntutan sampai pada diputusnya perkara tersebut oleh

hakim pengadilan.

Keberatan terdakwa terhadap dakwaan dalam hal ini berkaitan dengan suatu

peristiwa dalam proses persidangan sedangkan berlangsung apabila terdakwa atau

penasihat hukum mengajukan suatu keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang

mengadili perkaranya (verklaring van onbevoegheid) atau dakwaan tidak dapat

diterima (niet onvankelijk verklaard) atau surat dakwaan harus dibatalkan (nietig van

152 Ibid., hal. 169. Lihat juga: M. Yahya Harahap (II), Op. cit., hal. 436-437. Menurut M.

Yahya Harahap, penghentian penuntutan berbeda dengan pengeyampingan (deponering) perkara. Penghentian penuntutan mempedomani Pasal 140 ayat (2) KUHAP sedangkan pengeyampingan mempedomani Pasal 8 UU No.15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan (UU Lama). Menurut M. Yahya Harahap pengeyampingan perkara (deponering) adalah bahwa perkara tersebut tidak dilimpahkan jaksa ke pengadilan dengan alasan ”demi kepentingan umum” sedangkan dalam penghentian penuntutan tidak dialasankan pada kepentingan umum tetapi semata-mata didasarkan pada alasan kepentingan hukum itu sendiri.

Universitas Sumatera Utara

Page 40: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

rechtswege atau null and void).153 Suatu putusan sela dapat dijatuhkan bilamana

terjadi pada saat atau setelah terdakwa atau pensehat hukumnya mengajukan

keberatan (eksepsi).154

Berikut ini beberapa bentuk dakwaan yang mengandung cacat formil dan

dapat berdampak pada putusan hakim berupa tidak menerima dakwaan (niet

ontvankelijke verklaard), karena:

155

1. Tidak memiliki dasar hukum;

2. Error in persona dalam bentuk diskualifikasi atau plurium litis consortium; 3. Diajukan dengan melanggar kompetensi mengadili baik kompetensi relatif

ataupun kompetensi absolut; 4. Kabur (obscuur libel); 5. Prematur; 6. Kadaluarsa; 7. Telah diputus sebelumnya dalam putusan hakim yang berkekuatan hukum

tetap sehingga menjadi ne bis in idem.

Terhadap bentuk dakwaan yang mengandung cacat formil di atas dapat

diajukan keberatan oleh terdakwa/pensehat hukumnya. Keberatan terdakwa terhadap

dakwaan penuntut umum dapat dilawan oleh terdakwa dan/atau penasehat hukumnya

atas dasar karena pengadilan tidak berwenang mengadili pada saat pemeriksaan

pendahuluan (vide: Pasal 155 KUHAP). Keberatan terdakwa yang dimaksud di sini

153 Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan,

Eksepsi dan Putusan Peradilan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 122. 154http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl2772/putusan-sela, diakses tanggal 11

Desember 2015, Artikel ditulis oleh Mulyadi, judul: “Putusan Sela”, dipublikasikan di website hukumonline, Tanggal 9 September 2003. Bandingkan juga dengan Lilik Mulyadi (III), Op. cit., hal. 137.

155 Muhamad Isnur, & Pratiwi Febry, & Restaria Hutabarat, & Eny Rofiatul N., & Arif Maulana, & Maruli Tua Rajagukguk, & Anugerah Rizki Akbari, & Ajeng Tri Wahyuni, Membaca Pengadilan Hubungan Industrial Di Indonesia: Penelitian Putusan Mahkamah Agung pada Lingkup Pengadilan Hubungan Industrial 2006-2013, (Jakarta: Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, 2014), hal. 21-22.

Universitas Sumatera Utara

Page 41: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

adalah keberatan terdakwa yang disampaikan pada saat pemeriksaan pendahuluan

(terhadap identitas terdakwa dan persyaratan dakwaan), bukan keberatan terdakwa

setelah dilakukan pemeriksaan pokok perkara atau belum ada pemeriksaan terhadap

pokok perkara.

Dalam hukum acara di Indonesia dikenal 2 (dua) macam kewenangan

mengadili (kompetensi) yaitu kompetensi relatif dan kompetensi absolut. Pada

kompetensi absolut mempersoalkan kewenangan dari lembaga penyelesaian sengketa

yang berwenang menyelesaikan perselisihan yang terjadi, apakah melalui pengadilan

atau di luar pengadilan. Sedangkan pada kompetensi relatif, kewenangan tersebut

berhubungan dengan lokasi atau letak pengadilan yang berwenang.156

Sebagaimana diketahui bahwa di Indonesia dikenal ada 4 (empat) lingkungan

peradilan, yaitu: lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,

lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara.

157

Masing-masing lingkungan peradilan ini dengan sendirinya menjadi

kekuasaan mutlak bagi lingkungan peradilan yang bersangkutan. Lingkungan

Masing-

masing lingkungan peradilan ini mempunyai wewenang dalam mengadili hal-hal

tertentu sesuai yang telah ditentukan undang-undang bagi setiap lingkungan

peradilan. Penentuan wewenang mengadili berdasarkan keempat lingkungan

peradilan ini bersifat mutlak atau absolut, artinya kekuasaan mutlak bagi lingkungan

peradilan umum tidak boleh mengadili perkara terkait dengan tindak pidana militer.

156 Gunawan Widjaja, Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis, Arbitrase VS. Pengadilan Persoalan

Kompetensi Absolut yang Tidak Pernah Selesai, (Jakarta: Kencana, 2008), hal. 117. 157 Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Universitas Sumatera Utara

Page 42: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

peradilan yang lain tidak berwenang mengadili tentang apa yang menjadi wewenang

peradilan umum, karena tindak pidana umum secara mutlak hanya dapat diperiksa

dan diadili oleh peradilan umum. Sekalipun undang-undang telah menentukan batas

wewenang masing-masing lingkungan peradilan ini, namun dalam praktiknya dapat

timbul masalah perbedaan pendapat antara dua atau lebih lingkungan peradilan.

Terdakwa dan/atau penasehat hukumnya dapat mengajukan keberatan bilamana

terdapat indikasi peradilan umum tidak berwenang mengadili secara absolut. Inilah

yang disebut dengan kompetensi absolut atau wewenang mutlak.158

Sengketa wewenang mengadili juga bisa timbul selain dari faktor keempat

lingkungan peradilan tersebut. Sengketa wewenang mengadili juga bisa sebagai

faktor dari pembagian wilayah hukum masing-masing pengadilan. Pengadilan

tertentu hanya mempunyai kekuasaan dan wewenang mengadili pada suatu wilayah

atau daerah hukum tertentu. Setiap pengadilan negeri sudah ditentukan masing-

masing wilayah atau daerah hukumnya berdasarkan pembagian daerah

kabupaten/kota, dan hanya berwenang mengadili perkara yang terjadi di daerah

hukumnya masing-masing, demikian pula untuk pengadilan tinggi, dan Mahkamah

Agung. Perkara yang terjadi di luar daerah hukum Pengadilan Negeri A adalah

menjadi wewenang Pengadilan Negeri yang lain. Inilah yang disebut kewenangan

atau kompetensi relatif.

159

158 M. Yahya Harahap (I), Op. cit., hal. 92. 159 Ibid., hal. 96.

Universitas Sumatera Utara

Page 43: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

Terdakwa dan atau penasehat hukumnya dalam mempertahankan hak-hak

terdakwa dapat mengajukan keberatan terhadap sengketa mengenai kewenangan

mengadili, baik mengenai kewenangan absolut maupun relatif. Bahkan sesuai Pasal

147 KUHAP setelah pengadilan negeri menerima surat pelimbahan berkas perkara

dari penuntut umum, maka ketua pengadilan negeri tersebut harus mempelajari

apakah perkara itu masuk ke dalam wewenang peradilan atau pengadilan yang

dipimpinnya atau tidak. Ada dua kemungkinan, yaitu:160

1. Perkara tersebut termasuk wewenang pengadilan negeri yang dipimpinnya,

atau

2. Perkara tersebut tidak termasuk wewenangnya, tetapi termasuk wewenang

pengadilan negeri yang lain.

Bilamana ketua pengadilan negeri yang bersangkutan berpendapat bahwa

perkara yang diterimanya termasuk wewenang pengadilan negeri yang dipimpinnya,

maka perkara tersebut akan diperiksa dan diadili oleh pengadilan negeri itu sesuai

dengan proses hukum acara pemeriksaan yang berlaku. Sebaliknya, jika ketua

pengadilan berpendapat bahwa pengadilan yang dipimpinnya tidak berwenang untuk

mengadilinya, maka berlaku ketentuan hukum acara sebagaimana yang diatur dalam

Bagian Kedua Bab XVI KUHAP mengenai wewenang mengadili.

Ada dua tahapan yang dapat menguntungkan terdakwa terkait dengan

kewenangan mengadili ini, yaitu pertama: sesuai Pasal 147 dan Pasal 148 KUHAP,

kedua: sesuai Pasal 156 KUHAP. Sesuai perintah dari Pasal 147 KUHAP kepada

160 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 44: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

ketua pengadilan negeri yang menerima pelimpahan perkara wajib memeriksa lebih

dahulu terkait dengan wewenang mengadili, dan bilamana ketua berpendapat bahwa

pengadilan yang dipimpinnya tidak berwenang, maka berkas perkara tersebut

diserahkan atau dikembalikan kepada penuntut umum disertai dengan surat penetapan

(vide: Pasal 148 KUHAP). Terhadap hal ini penuntut umum dapat mengajukan

keberatannya (vide: Pasal 149 KUHAP). Kedua tahapan ini juga diatur dalam Pasal

156 ayat (1) dan ayat (7) KUHAP.

Bilamana pada tahap pertama ini luput dari pemeriksaan ketua pengadilan,

maka untuk mempertahankan hak terdakwa tersebut, pada tahap kedua, kepada

terdakwa dan/atau pensehat hukumnya masih diberikan kesempatan untuk

mengajukan keberatan mengenai pengadilan tidak berwenang mengadili. Hal itu

ditegaskan dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP dalam hal terdakwa atau penasihat

hukumnya mengajukan keberatan tentang pengadilan tidak berwenang mengadili

perkaranya, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk

menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk

selanjutnya mengambil keputusan, yang disebut dengan keputusan sela.

Berdasarkan ketentuan di atas ternyata dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP

tidak hanya berlaku untuk masalah mengenai pengadilan tidak berwenang mengadili,

tetapi juga termasuk untuk keberatan terdakwa terhadap: dakwaan tidak dapat

diterima dan dakwaan harus dibatalkan. Pasal 156 ayat (1) KUHAP menentukan:

Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan

Universitas Sumatera Utara

Page 45: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan. Syarat suatu dakwaan tidak dapat diterima adalah bilamana dakwaan tersebut

tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 143 ayat (2)

huruf b KUHAP. Mengenai dakwaan tidak dapat diterima, berdasarkan buku M.

Yahya Harahap, berujud “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,

Penyidikan dan Penuntutan”, ini sama maksudnya dengan dakwaan batal demi

hukum (van rechtswege nietig/null end void) karena kekurangan syarat materiil.161

Dakwaan tidak dapat diterima karena dakwaan tersebut tidak terang atau

kabur (obscuur libel),

162 maksudnya adalah surat dakwaan tersebut tidak memuat

unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan secara jelas den lengkap. Kalau unsur-

unsur tindak pidana yang didakwakan tidak disebutkan secara keseluruhan, maka

terdapat kekaburan dalam surat dakwaan tersebut. Surat dakwaan yang tidak jelas,

kabur, dan tidak terang tersebut dianggap batal demi hukum atau dengan kata lain

tidak dapat diterima. Contoh surat dakwaan yang mencampuradukkan unsur-unsur

penipuan dengan unsur penggelapan.163

Dakwaan yang tidak dapat diterima atau batal demi hukum juga dapat berupa

surat dakwaan itu mengandung pertentangan antara satu unsur dengan unsur yang

161 M. Yahya Harahap (II), Op. cit., hal. 392. 162 Marwan Mas, “Penguatan Argumentasi Fakta-Fakta Persidangan Dan Teori Hukum Dalam

Putusan Hakim: Kajian Putusan Nomor 181 K/Pid/2007/MA”, (Strenghtening The Argument On Legal Facts And Legal Theories In Judge-Made Laws: An Analysis on Decision Number 181 K/Pid/2007/MA), Jurnal Yudisial, Vol. 5, No. 3, Desember 2012, hal. 286. Hakim pengadilan dapat menyatakan surat dakwaan tidak dapat diterima atas alasan isi rumusan surat dakwaan kabur (obscuur libel).

163 M. Yahya Harahap (II), Loc. cit.

Universitas Sumatera Utara

Page 46: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

lain. Pertentangan itu menimbulkan keraguan bagi terdakwa tentang perbuatan mana

yang didakwakan kepadanya. Contoh terdakwa didakwa “turut melakukan” dan

“turut membantu” melakukan perbuatan yang sama yaitu sama-sama pencurian.

Perumusan dakwaan yang seperti ini dinyatakan batal demi hukum atau tidak dapat

diterima dan harus dinyatakan oleh hakim pengadilan.164

Dakwaan yang tidak jelas atau kabur dan dakwaan yang mengandung

pertentangan antara satu unsur dengan unsur yang lain adalah pelanggaran terhadap

syarat materiil. Namun berbeda dengan dakwaan yang tidak memuat fakta dan/atau

keadaan. Dakwaan yang tidak memuat fakta dan/atau keadaan secara sempurna dan

lengkap tidak mengakibatkan dakwaan batal demi hukum. Tanpa menyebut fakta

dan/atau keadaan tidak mengurangi sahnya dakwaan karena hal itu sifatnya hanya

lebih memberi penjelasan bagi terdakwa dan hakim tentang tindak pidana yang

didakwakan.

165

Fakta dan/atau keadaan walaupun tidak disebutkan dalam Pasal 143 ayat (2)

huruf b KUHAP, akan tetapi menurut M. Yahya Harahap termasuk sebagai syarat

materiil. Namun ia juga mengatakan dakwaan yang tidak memenuhi fakta dan/atau

keadaan tidak mengakibatkan dakwaan batal demi hukum. Pendapat ini sangat

berbanding terbalik dengan sifat dari syarat materiil itu sendiri, karena tidak

memenuhi syarat materiil dakwaan (vide: Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP)

mengakibatkan dakwaan itu batal demi hukum. Ternyata M. Yahya Harahap

164 Ibid., hal. 393-394. 165 Ibid., hal. 395.

Universitas Sumatera Utara

Page 47: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

mempedomani pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 36 K/Kr/1968 Tanggal 23

Agustus 1969 sebagai yurisprudensi.166

Terhadap ketentuan syarat dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP

merupakan syarat formil sedangkan syarat dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP

merupakan syarat materiil.

167 Kekurangan syarat formil surat dakwaan tidak

menyebabkan dakwaan tersebut batal demi hukum168, sedangkan kekurangan syarat

materiil surat dakwaan misalnya dakwaan tidak jelas dan terang169 atau karena

dakwaan tersebut bertentangan antara satu dengan yang lainnya mengakibatkan

dakwaan batal demi hukum (van rechtswege nietig/null end void).170 Tidak

memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP

tentang syarat materiil adalah batal demi hukum.171

Dakwaan tidak dapat diterima atau dakwaan batal demi hukum menurut

Tirtaamidjaja

172

166 Ibid. 167 Lilik Mulyadi (I), Op. cit, hal. 41. 168 Matteus A. Rogahang, Loc. cit.. 169 Ibid., hal. 44. 170 Ibid., hal. 46. 171 Wilhelmus Taliak, Loc. Cit. 172 Tirtaamidjaja, Kedudukan Hakim dan Jaksa, (Jakarta: Fasco, 1955), hal. 71.

juga disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: 1) karena

dituntutnya seseorang, padahal tidak ada pengaduan dari si korban dalam tindak

pidana aduan (klacht delicten), 2) adanya daluwarsa hak menuntut sebagaima Pasal

78 KUHP, 3) adanya unsur ne bis in idem sebagaimana ketentuan Pasal 76 KUHP,

dan 4) adanya keberatan terhadap apa yang didakwakan kepada terdakwa sedang

diperiksa oleh pengadilan lain (exceptio litis pendentis). Hal yang sama juga

Universitas Sumatera Utara

Page 48: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

disampaikan oleh Amin173, sedangkan M. Yahya Harahap menyebutkan karena faktor

ne bis in idem.174

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ada tiga klasifikasi

keberatan terdakwa terhadap surat dakwaan yaitu: pertama, keberatan terdakwa

karena pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya (verklaring van

onbevoegheid), kedua keberatan terdakwa karena dakwaan tersebut tidak memenuhi

syarat materiil dengan menyatakan dakwaan tidak dapat diterima (niet onvankelijk

verklaard), dan ketiga keberatan terdakwa karena dakwaan tersebut tidak memenuhi

syarat formil dengan menyatakan dakwaan harus dibatalkan (nietig van rechtswege

atau null and void). Terhadap ketiga hal ini bagi terdakwa bilamana merasa keberatan

Surat dakwaan harus dibatalkan, ini sama maksudnya dengan “kekurangan

syarat formil dakwaan tidak sendirinya mengakibatkan batal demi hukum”, tetapi

“harus dibatalkan”. Harus dibatalkan disebabkan karena kekurangan syarat formil.

Perlu diperhatikan bahwa tahap ini masih berada pada tahap pemeriksaan

pendahuluan, artinya kekurangan syarat formil dan materiil itu hanya bisa dilakukan

pada saat pemeriksaan pendahuluan, dan bagi terdakwa pada tahap ini dapat

mengajukan keberatannya atas kekurangan syarat formil maupun materiil tersebut,

termasuk faktor-faktor di atas.

173 S. M. Amin, Hukum Acara Pengadilan Negeri, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1971), hal.

141. 174 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jilid II, (Jakarta:

Pustaka Kartini, 1985), hal. 662.

Universitas Sumatera Utara

Page 49: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

dapat mengajukan saat persidangan pendahuluan berlangsung, dan sebelum dilakukan

pemeriksaan terhadap pokok perkara.

C. Putusan Hakim Pengadilan

1. Pengertian Putusan dan Keputusan Hakim

Tujuan para pencari keadilan menempuh proses hukum melalui sidang

pengadilan, selain bertujuan mencari keadilan, juga berharap memperoleh kepastian

hukum dari putusan hakim.175 Putusan hakim lazim disebut dengan putusan

pengadilan, sesuatu yang ditunggu-tunggu dan dinanti-nantikan oleh para pencari

keadilan untuk memperoleh kepastian hukum dan keadilan dari perkara yang sedang

dihadapi.176

Putusan hakim berbeda dengan keputusan hakim. Pengertian putusan dalam

buku berjudul Peristilahaan Hukum Dalam Praktik menyebutkan putusan adalah

hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan

semasak-masaknya yang dapat berbentuk tertulis maupun lisan.

177

175 M. Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hal. 48. 176 Moh. Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004),

hal. 124. 177 Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Peristilahaan Hukum Dalam Praktik, (Jakarta:

Kejaksaan Agung Republik Indonesia, 1985), hal. 221.

Rumusan tersebut

kurang tepat karena antara putusan dan keputusan dicampuradukkan dalam satu

pengertian yang sama. Rumusan yang tidak tepat terjadi sebagai akibat terjemahan

dari ahli bahasa yang bukan ahli hukum.

Universitas Sumatera Utara

Page 50: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

Diperlukan kecermatan dan pemahaman dalam penggunaan istilah-istilah agar

tidak menyesatkan. Menurut Leden Marpaung, mengenai putusan yang diterjemahkan

dari hasil vonis adalah hasil akhir, berarti putusan akhir dari pemeriksaan pokok

perkara di sidang pengadilan. Akan tetapi ada juga yang disebut interlocutoir yang

diterjemahkan dengan putusan sela, dan preparatoire yang diterjemahkan dengan

keputusan pendahuluan atau keputusan persiapan, serta keputusan provisionil yang

diterjemahkan dengan keputusan sementara.178

Pengertian putusan dalam Pasal 1 angka 11 KUHAP kemudian dipertegas

dalam Pasal 200 KUHAP yang menentukan: “Surat putusan ditandatangani oleh

hakim dan panitera seketika setelah putusan itu diucapkan”. Penandatanganan surat

Pasal 1 angka 11 KUHAP menentukan:

Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Kelemahan pengertian putusan dalam Pasal 1 angka 11 KUHAP adalah tidak

disebutnya putusan dalam bentuk tertulis. Pentingnya membuat putusan hakim dalam

bentuk tertulis dimaksudkan agar putusan tersebut dapat diserahkan kepada yang

berkepentingan, dikirim kepada Pengadilan Tinggi atau ke Mahkamah Agung apabila

yang bersangkutan melakukan upaya banding maupun kasasi. Selain itu untuk

memenuhi publikasi ke masyarakat dan sebagai arsip yang dilampirkan dalam berkas

perkara.

178 Leden Marpaung (I), Proses Penanganan Perkara Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995),

hal. 406.

Universitas Sumatera Utara

Page 51: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

putusan dimaksud berarti menghendaki suatu putusan harus dibuat secara tertulis. Hal

yang sama juga ditegaskan dalam Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun

2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menentukan: “Tiap putusan pengadilan

harus ditandatangani oleh ketua serta hakim yang memutus dan panitera yang ikut

serta bersidang”.

Pengertian putusan hakim menurut Lilik Mulyadi adalah:

Putusan yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam persidangan perkara pidana yang terbuka untuk umum setelah melakukan proses dan prosedural hukum acara pidana pada umumnya berisikan amar pemidanaan atau bebas atau pelepasan dari segala tuntutan hukum dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan penyelesaian perkaranya.179

Berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun

2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, bila putusan pengadilan tidak diucapkan dalam

sidang terbuka untuk umum (kecuali undang-undang menentukan lain)

Rumusan putusan yang disebut oleh Lilik Mulyadi tersebut di atas juga

mengharuskan dibuat secara tertulis. Hal ini sejalan pula dengan Surat Edaran

Mahkamah Agung Republik Indonesia (SEMA-RI) Nomor 5 Tahun 1959 Tanggal 20

April 1959 dan SEMA-RI Nomor 1 Tahun 1962 Tanggal 7 Maret 1962 yang

menegaskan konsep putusan harus sudah disiapkan lebih dahulu sebelum putusan

diucapkan dan diserahkan kepada panitera untuk diselesaikan lebih lanjut.

179 Lilik Mulyadi (III), Seraut Wajah Putusan hakim Dalam hukum Acara Pidana Indonesia:

Perspektif, Teoritis, Praktik, Tenik Membuat, dan Permasalahannya, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 131.

Universitas Sumatera Utara

Page 52: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

mengakibatkan putusan tersebut batal demi hukum.180

Keputusan yang dimaksud di sini adalah keputusan hakim yang berupa

interlocutoir atau keputusan sela, dan preparatoire atau keputusan pendahuluan atau

keputusan persiapan, serta provisionil atau keputusan sementara.

Berdasarkan pengertian

tentang putusan tersebut di atas, baik dalam doktrin maupun undang-undang, ternyata

harus dipisahkan mana yang disebut sebagai “putusan” dan mana yang disebut

sebagai “keputusan”.

KUHAP sendiri tidak mendefenisikan tentang keputusan, namun sesuai

dengan pandangan Leden Marpaung di atas, dapat diketahui sebenarnya untuk apa

keputusan itu dibuat. Untuk mengetahui kemana arah suatu keputusan, maka dapat

dipahami maksud dari Pasal 156 ayat (1) KUHAP menentukan:

Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.

181

180 Pasal 13 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

menentukan:

Bila diperhatikan

lagi Pasal 156 ayat (7) KUHAP, keputusan itu dibuat adalah untuk penetapan yang

menyatakan pengadilan tidak berwenang mengadili.

a. Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain.

b. Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

c. Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan putusan batal demi hukum. 181 Faisal Luqman Hakim, Nurainun Mangunsong, Ahmad Bahiej, Lindra Darnela, dan M.

Musbahul Mujib (Tim Peneliti UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), Disparitas Putusan Hakim Dalam Perkara Narkotika di Daerah Istemewa Yogyakarta, (Jakarta: Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2014), hal. 286.

Universitas Sumatera Utara

Page 53: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

Berarti keputusan hakim sama maksudnya dengan penetapan hakim.

Argumentasi ini didukung dengan Pasal 148 KUHAP dan Pasal 156 ayat (1)

KUHAP. Pasal 148 menentukan sebagai berikut:

a. Dalam hal ketua pengadilan negeri berpendapat bahwa perkara pidana itu tidak termasuk wewenang pengadilan yang dipimpinnya, tetapi termasuk wewenang pengadilan negeri lain, ia menyerahkan surat pelimpahan perkara tersebut kepada pengadilan negeri lain yang dianggap berwenang mengadilinya dengan surat penetapan yang memuat alasannya.

b. Surat pelimpahan perkara tersebut diserahkan kembali kepada penuntut umum selanjutnya kejaksaan negeri yang bersangkutan menyampaikannya kepada kejaksaan negeri di tempat pengadilan negeri yang tercantum dalam surat penetapan.

c. Turunan surat penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada terdakwa atau penasihat hukum dan penyidik.

Hal yang penting diperhatikan dalam Pasal 148 KUHAP tersebut di atas

adalah tentang penetapan yang dikeluarkan oleh pengadilan negeri yang tidak

berwenang mengadili perkara tersebut. Ini disebut sebagai surat penetapan.

Selanjutnya bila diperhatikan Pasal 156 ayat (1) KUHAP dalam hal terdakwa atau

penasihat hukumnya mengajukan keberatan tentang pengadilan tidak berwenang

mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus

dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk

menyatakan pendapatnya, maka selanjutnya hakim mempertimbangkan keberatan

tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan. Ini disebut sebagai surat keputusan.

Berdasarkan Pasal 148 KUHAP dan Pasal 156 ayat (1) KUHAP dapat

disimpulkan bahwa bila pengadilan negeri terbentur pada masalah kewenangan

mengadili maka harus dikeluarkan surat penetapan atau surat keputusan. Berarti

dalam surat penetapan atau surat keputusan adalah sama, yaitu sama-sama memiliki

Universitas Sumatera Utara

Page 54: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

alasan yang sama yaitu sama-sama didasarkan pada tidak berwenangnya Pengadilan

Negeri tersebut mengadili. Sedangkan yang dimaksud sebagai putusan adalah hasil

vonis atau hasil pemeriksaan akhir, yang berarti putusan akhir dari pemeriksaan suatu

pokok perkara di sidang pengadilan, atau yang disebut dengan putusan akhir.

Bilamana membicarakan tentang kewenangan pengadilan negeri yang tidak

berwenang mengadili maka berarti tahap pembicaraan ini masih berada dalam

pemeriksaan pendahuluan yang keputusannya menghasilkan keputusan pendahuluan

(preparatoire) atau disebut juga dengan keputusan sementara (provisionil). Apabila

diperhatikan lebih lanjut ketentuan di dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP maka

keputusan pendahuluan itu juga dapat dijatuhkan untuk surat dakwaan penuntut

umum yang dinyatakan batal demi hukum (nietig van rechtswege atau null and void),

termasuk batal demi hukum bilamana surat dakwaan itu tidak memenuhi syarat

materiil sebagaimana telah ditegaskan dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP

junto Pasal 143 ayat (3) KUHAP.

Keputusan pendahuluan (preparatoire) atau keputusan sementara (provisionil)

itu juga dapat dijatuhkan oleh hakim bilamana terkait dengan Pasal 156 ayat (1)

KUHAP dalam hal surat dakwaan tersebut tidak dapat diterima (niet onvankelijk

verklaard) disebabkan karena materi perkara tersebut telah kadaluarsa, atau materi

perkara pidana tersebut merupakan materi perdata, atau perkara pidana tersebut

disebabkan telah nebis in idem (telah diputus sebelumnya dalam perkara yang sama).

Universitas Sumatera Utara

Page 55: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

2. Putusan Yang Bukan Putusan Akhir

Sesuai Pasal 185 ayat (1) Het Herziene Reglement (HIR), dan pendapat dari

Lilik Mulyadi menyatakan ada dua klasifikasi putusan hakim pengadilan yaitu

putusan yang bukan putusan akhir dan putusan akhir.182 Putusan yang bukan

terkategori sebagai putusan akhir (vonis), yaitu: putusan yang menyatakan tidak

berwenang mengadili, putusan yang menyatakan bahwa dakwaan batal demi hukum,

dan putusan yang menyatakan bahwa dakwaan tidak dapat diterima. Sedangkan

putusan yang terkategori sebagai putusan akhir adalah: putusan yang menyatakan

bahwa terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging),

putusan bebas (vrijspraak), dan putusan pemidanaan (veroordeling).183

Bentuk dari putusan yang bukan putusan akhir dapat berupa “penetapan” atau

“putusan sela” atau sering juga disebut dengan istilah Bahasan Belanda yaitu tussen

vonis. Putusan jenis ini merujuk pada Pasal 148, Pasal 156 ayat (1) KUHAP, yakni

dalam hal setelah pelimpahan perkara bilamana terdakwa dan atau penasehat

hukumnya mengajukan keberatan (eksepsi) terhadap surat dakwaan penuntut umum,

maka hakim dapat mengeluarkan putusan yang disebut dengan putusan sela atau

penetapan. Putusan yang bukan putusan akhir dapat berupa antara lain:

184

a. Penetapan yang menentukan “tidak berwenangnya pengadilan untuk mengadili suatu perkara” (verklaring van onbevoeg heid) karena merupakan

182 Lilik Mulyadi (III), Op. cit., hal. 136. 183 Martina Indah Amalia, Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Bebas

(Vrijspraak) Terhadap Terdakwa Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Medan No.51/Pid.Sus.K/2013/PN.Mdn), (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera, 2014), hal. 8.

184 Lilik Mulyadi (III), Op. cit., hal. 137.

Universitas Sumatera Utara

Page 56: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

kewenangan relatif pengadilan negeri sebagaimana ditentukan secara limitatif dalam Pasal 148 ayat (1) dan Pasal 156 ayat (1) KUHAP.

b. Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan penuntut umum batal demi hukum (nietig van rechtswege atau null and void). Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 156 ayat (1) KUHAP bilamana surat dakwaan telah melanggar ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP dan dinyatakan batal demi hukum menurut ketentuan Pasal 143 ayat (3) KUHAP.

c. Putusan yang berisikan bahwa dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard) sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (1) KUHAP disebabkan karena materi perkara tersebut telah kadaluarsa, atau karena materi perkara seharusnya materi perkara perdata, atau perkara disebabkan karena nebis in idem, dan sebagainya.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, hanya ada tiga bentuk putusan yang

bukan terkategori sebagai putusan akhir (vonis), yaitu: putusan yang menyatakan

tidak berwenang mengadili, putusan yang menyatakan bahwa dakwaan batal demi

hukum, dan putusan yang menyatakan bahwa dakwaan tidak dapat diterima.185

Dalam praktik pengadilan dikenal ada 4 (empat) putusan sela yaitu:186

a. Putusan preparatoire yaitu: putusan yang dijatuhkan oleh hakim guna mempersiapkan dan mengatur pemeriksaan perkara tanpa mempengaruhi pokok perkara dan putusan akhir.

b. Putusan interlucotoir yaitu: putusan yang berisi bermacam-macam perintah terkait masalah pembuktian dan dapat mempengaruhi putusan akhir.

c. Putusan insidentil yaitu: putusan yang berhubungan dengan adanya insiden tertentu, yakni timbulnya kejadian yang menunda jalannya persidangan. Contoh: putusan insidentil dalam gugatan intervensi dan putusan insidentil dalam sita jaminan.

d. Putusan provisionil yaitu: putusan yang menjawab tuntutan provisionil, yaitu menetapkan suatu tindakan sementara bagi kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan. Contoh: putusan yang berisi perintah agar salah satu pihak menghentikan sementara pembangunan di atas tanah objek sengketa.

185 Martina Indah Amalia, Loc. cit. 186http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6260/penjelasan-soal-putusan-provisi,-

putusan-sela,-dan-penetapan-sementara, diakses tanggal 12 Desember 2015, Artikel ditulis oleh Radian Adi, berjudul: “Putusan Provisi, Putusan Sela, dan Penetapan Sementara”, dipublikasikan di website hukumonline, Tanggal 2 September 2013.

Universitas Sumatera Utara

Page 57: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

Putusan interlucotoir diterjemahkan dengan putusan sela, dan preparatoire

yang diterjemahkan dengan keputusan pendahuluan atau keputusan persiapan, serta

keputusan provisionil yang diterjemahkan dengan keputusan sementara.187 Putusan

provisi dan penetapan sementara bersifat sangat segera dan mendesak. Terdapat

nuansa yuridis yang bersifat identik antara putusan provisi dengan penetapan

sementara. Apabila putusan provisi dituangkan dalam bentuk putusan sela, maka

hakekatnya identik dengan penetapan sementara.188

Putusan sela merupakan putusan yang belum menyinggung mengenai pokok

perkara yang terdapat di dalam suatu dakwaan dan tuntutan pidana belum dibacakan.

Dalam hal ini berkaitan dengan suatu peristiwa apabila terdakwa atau penasihat

hukum mengajukan suatu keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili

perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan.

189

Perihal mengenai putusan sela dalam hukum acara pidana dapat disimpulkan

dari Pasal 156 KUHAP. Kedudukan putusan sela berada pada pengadilan tingkat

pertama, dalam hal ini adalah pengadilan negeri. Apabila dilihat dari pengertian

terpidana berdasarkan Pasal 1 angka 32 KUHAP, yaitu: “Terpidana adalah seorang

yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

187 Leden Marpaung (I), Op. cit, hal. 406. 188http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6260/penjelasan-soal-putusan-provisi,-

putusan-sela,-dan-penetapan-sementara, diakses tanggal 12 Desember 2015, Artikel ditulis oleh Radian Adi, berjudul: “Putusan Provisi, Putusan Sela, dan Penetapan Sementara”, dipublikasikan di website hukumonline, Tanggal 2 September 2013.

189http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl2772/putusan-sela, diakses tanggal 11 Desember 2015, Artikel ditulis oleh Mulyadi, judul: “Putusan Sela”, dipublikasikan di website hukumonline, Tanggal 9 September 2003.

Universitas Sumatera Utara

Page 58: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

hukum tetap”. Dari ketentuan Pasal 1 angka 32 KUHAP ini munculnya sebutan

terpidana karena terhadap seseorang telah dijatuhkan putusan pemidanaan

(veroordeling).

Suatu putusan sela terjadi pada saat atau setelah keberatan diajukan oleh

seorang terdakwa atau penasihat hukumnya. Suatu putusan sela dinyatakan terjadi

pada saat seseorang masih dalam status sebagai terdakwa, bukan terpidana. Apabila

seseorang telah menjadi terpidana, maka yang dapat dilakukan terpidana untuk

mengajukan keberatannya adalah melalui upaya-upaya hukum yang telah diatur

dalam KUHAP.190

Perlu untuk diperhatikan bahwa apabila hakim menyatakan suatu putusan sela

yang pada pokoknya menyatakan menerima keberatan terdakwa atau penasihat

hukumnya atas salah satu materi mengenai pengadilan tidak berwenang mengadili

perkaranya, atau dakwaan tidak dapat diterima, atau surat dakwaan harus dibatalkan,

maka dakwaan tersebut tidak akan diperiksa lebih lanjut. Sebaliknya apabila hakim

menyatakan menolak keberatan terdakwa atau penasihat hukumnya atas salah satu

materi sebagaimana dimaksud di atas, maka dakwaan tersebut akan dilanjutkan.

191

190 Upaya-upaya hukum dalam KUHAP dibedakan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu:

a. Upaya hukum biasa, terdiri dari: 1. Pemeriksaan tingkat banding pada Pengadilan Tinggi. 2. Pemeriksaan tingkat kasasi pada Mahkamah Agung.

b. Upaya hukum luar biasa, terdiri dari: 1. Pemeriksaan tingkat kasasi demi kepentingan umum, dimana permohonannya diajukan

oleh Jaksa Agung karena jabatannya. 2. Peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 191http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl2772/putusan-sela, diakses tanggal 11

Desember 2015, Artikel ditulis oleh Mulyadi, judul: “Putusan Sela”, dipublikasikan di website hukumonline, Tanggal 9 September 2003.

Universitas Sumatera Utara

Page 59: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

Bentuk penetapan atau putusan sela ini secara formal dapat mengakhiri proses

perkara di pengadilan bilamana terdakwa dan atau penasehat hukumnya serta

penuntut umum telah menerima materi yang telah diputuskan oleh majelis hakim

dalam putusan sela atau penetapan tersebut. Akan tetapi secara materiil, perkara

tersebut masih dapat dilanjutkan atau dibuka kembali bilamana penuntut umum

melakukan perlawanan (verzet) dan kemudian perlawanan (verzet) tersebut

dibenarkan sehingga Pengadilan Tinggi memerintahkan Pengadilan Negeri untuk

melanjutkan pemeriksaan perkara yang bersangkutan.192

Putusan yang dijatuhkan setelah dilakukan perlawanan (verzet) disebut

sebagai putusan sela dan apabila perkara ini diajukan kembali belum dikatakan

bertentangan dengan asas ne bis in idem karena belum dilakukan pemeriksaan

terhadap materi pokok perkara. Akan tetapi putusan yang dijatuhkan bila tidak ada

eksepsi dan telah dilakukan pemeriksaan materi pokok perkara dan pembacaan

Putusan yang dijatuhkan setelah dilakukan perlawanan (verzet) disebut

sebagai putusan sela, termasuk putusan yang dijatuhkan sebelum perlawanan (verzet)

dilakukan juga disebut dengan putusan sela (untuk dakwaan penuntut umum batal

demi hukum atau dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima) atau penetapan

(untuk tidak berwenangnya pengadilan mengadili suatu perkara). Akan tetapi bila

tidak ada eksepsi dan sidang dilanjutkan untuk memeriksa materi pokok perkara

ternyata ditemukan ada ketidakcermatan surat dakwaan, maka putusannya tidak lagi

berupa putusan sela melainkan harus menjadi putusan akhir.

192 Lilik Mulyadi (III), Op. cit., hal. 137.

Universitas Sumatera Utara

Page 60: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

tuntutan disebut dengan putusan akhir sehingga apabila perkara ini diajukan kembali

bertentangan dengan asas nebis in idem.

D. Surat Dakwaan Batal Demi Hukum Setelah Pemeriksaan Pokok Perkara dan Pembacaan Tuntutan Sesuai Ketentuan Perundang-Undangan Yang Berlaku

1. Pemeriksaan Pokok Perkara

Tahapan pemeriksaan pokok perkara adalah telah memasuki pemeriksaan oleh

hakim terhadap inti perkara, setelah sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan

pendahuluan. Pemeriksaan pendahuluan merupakan sidang sebelum memeriksa

pokok perkara.193

Pemeriksaan pendahuluan disebut juga dengan sidang pertama. Sidang

pertama merupakan sidang sebelum memeriksa pokok perkara. Dalam sidang

pertama ini hakim pengadilan mengadakan pemeriksaan kelengkapan dan kejelasan

materi dakwaan. Pemeriksaan ini dilakukan oleh hakim pengadilan dalam sidang

pemeriksaan pendahuluan yang terbuka untuk umum. Apabila dalam pemeriksaan ini

Pemeriksaan terhadap pokok perkara dan pembacaan tuntutan

sudah pasti akan menghasilkan putusan akhir yang dapat berupa putusan pemidanaan

(terbukti bersalah) dan putusan bukan pemidanaan (bebas dan lepas). Sedangkan

pemeriksaan pendahuluan menghasilkan putusan sela.

193 Ahmad Fadlil Sumadi, “Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Dalam Teori dan Praktik”,

Jurnal Konstitusi, Vol. 8, No. 6, Desember 2011, hal. 857.

Universitas Sumatera Utara

Page 61: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

ternyata materi dakwaan itu tidak lengkap dan/atau tidak jelas, maka hakim

pengadilan dapat mengeluarkan putusan sela.194

a. Kemungkinan pertama: Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima,

maka perkara itu tidak diperiksa lebih lanjut, atau

Apa saja bagian-bagian penting yang diperiksa hakim dalam pemeriksaan

pokok perkara sesuai ketentuan KUHAP? Inilah yang menjadi inti pembahasan dalam

sub bab ini. Berangkat dari ketentuan Pasal 156 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP dan

Pasal 159 KUHAP dapat diketahui batasan dimulainya pemeriksaan terhadap pokok

perkara. Pasal 156 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP menentukan:

Ayat (1): Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan. Ayat (2): Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu tidak diperiksa lebih lanjut, sebaliknya dalam hal tidak diterima atau hakim berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, maka sidang dilanjutkan. Pasal 159 ayat KUHAP menentukan:

Ayat (1): Hakim ketua sidang selanjutnya meneliti apakah semua saksi yang dipanggil telah hadir dan memberi perintah untuk mencegah jangan sampai saksi berhubungan satu dengan yang lain sebelum memberi keterangan di sidang. Ayat (2): Dalam hal saksi tidák hadir, meskipun telah dipanggil dengan sah dan hakim ketua sidang mempunyai cukup alasan untuk menyangka bahwa saksi itu tidak akan mau hadir, maka hakim ketua sidang dapat memerintahkan supaya saksi tersebut dihadapkan ke persidangan. Kalau diperhatikan dengan seksama, ada tiga tafsiran yang berkemungkinan

dapat diberikan terhadap ketentuan Pasal 156 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP yaitu:

194 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 62: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

b. Kemungkinan kedua: Jika hakim menyatakan keberatan tersebut tidak

diterima, maka perkara itu diperiksa lebih lanjut, atau

c. Kemungkinan ketiga: Jika hakim berpendapat hal tersebut baru dapat diputus

setelah selesai pemeriksaan, maka sidang dilanjutkan.

Bilamana yang terjadi adalah kemungkinan pertama, maka hakim akan

mengeluarkan putusan sela. Inilah yang disebut oleh Lilik Mulyadi sebagai “putusan

yang bukan putusan akhir” sebagaimana telah dibahas pada sub sebelumnya. Tetapi

jika yang terjadi adalah kemungkinan yang kedua dan ketiga, maka hakim akan

mengeluarkan putusan akhir. Akan tetapi untuk kemungkinan yang kedua dan ketiga,

seharusnya hakim mengeluarkan putusan pemidanaan, atau putusan bebas, atau

putusan lepas dari segala tuntutan, bukan putusan batal demi hukum.

Bilamana pemeriksaan dilanjutkan oleh hakim, maka pemeriksaan itu pada

prinsipnya adalah telah memasuki pemeriksaan pokok perkara, dan putusannya bukan

lagi putusan tentang pembatalan surat dakwaan, melainkan putusan akhir.

Pemeriksaan pokok perkara ditandai dengan pemeriksaan terhadap para saksi sesuai

Pasal 159 s/d 179 KUHAP, termasuk meminta keterangan terdakwa, menghadirkan

saksi ahli sesuai Pasal 179 dan Pasal 180 KUHAP, pemeriksaan barang bukti sesuai

Pasal 181 KUHAP.195

195 Andi Hamzah (1996), Op. cit. hal. 249.

Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, maka penuntut umum

mengajukan tuntutan pidana sesuai Pasal 182 ayat (1) KUHAP, selanjutnya terdakwa

dan/atau penasehat hukumnya mengajukan pembelaan (pledoi).

Universitas Sumatera Utara

Page 63: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

Pembacaan surat dakwaan masih merupakan awal dilakukannya pemeriksaan

pendahuluan, yang kemudian menanyakan isi dakwaan kepada terdakwa, dan

terdakwa mengajukan eksepsi. Materi eksepsi (exception) terdakwa dalam tahap ini

menurut M. Yahya Harahap adalah mengenai tangkisan (plead) atau pembelaan yang

tidak mengenai atau tidak ditujukan terhadap materi pokok perkara dalam surat

dakwaan, tetapi keberatan atau pembelaan itu ditujukan terhadap cacat formil yang

melekat pada surat dakwaan, dan harus diajukan pada saat sidang pertama

(pendahuluan), sesaat setelah penuntut umum membacakan dakwaan.196

Bilamana pemeriksaan dilanjutkan oleh hakim, untuk memasuki materi pokok

perkara (unsur materiil) maka pemeriksaan harus dilanjutkan dengan pemeriksaan

alat-alat bukti (pemeriksaan para saksi, terdakwa, saksi ahli, barang bukti), dan

pembuktian oleh hakim, hingga putusan akhir dijatuhkan.

197 Eksepsi (exception) atau

keberatan terdakwa dinyatakan hakim ditolak, maka perkara tersebut harus

dilanjutkan ke pemeriksaan materi pokok perkara untuk memperoleh putusan

akhir.198

Sesuai Pasal 182 ayat (1) KUHAP, setelah pemeriksaan alat-alat bukti

dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana. Selanjutnya

terdakwa dan atau penasihat hukum mengajukan pembelaannya yang dapat dijawab

196 M. Yahya Harahap (I), Op. cit., hal. 123. 197 Ibid., hal. 169-134. Bandingkan juga dengan: Antory Royan Adyan, “Kedudukan Hakim

Komisaris Sebagai Pengawas Penyidik Dalam Melakukan Tindakan Upaya Paksa”, Jurnal Hukum Staatrechts, Vol. 1, No. 1, Oktober 2014, hal. 26.

198http://news.detik.com/berita/2924026/eksepsi-ditolak-pemeriksaan-pokok-perkara-christopher-dilanjutkan, diakses tanggal 13 Desember 2015, Berita ditulis oleh Dhani Irawan, berjudul “Eksepsi Ditolak, Pemeriksaan Pokok Perkara Christopher Dilanjutkan”, dipublikasikan di website news.detik.com, Tanggal 25 Mei 2015.

Universitas Sumatera Utara

Page 64: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat hukum selalu

mendapat giliran terakhir. Tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan

dilakukan secara tertulis dan setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua

sidang dan turunannya kepada pihak yang berkepentingan.

Pemeriksaan pokok perkara dinyatakan selesai atau ditutup (vide: Pasal 182

ayat 2 KUHAP) ditandai dengan selesainya perkara diperiksa oleh hakim sebelum

menjatuhkan putusan akhir melalui proses panjang. Pemeriksaan pendahuluan

meliputi: pemeriksaan terhadap identitas, dan peringatan ketua sidang kepada

terdakwa supaya memperhatikan segala sesuatu yang terjadi dalam persidangan, serta

pembacaan catatan/surat dakwaan. Sedangkan pemeriksaan dilanjutkan (memasuki

materi pokok perkara) meliputi: acara keberatan/eksepsi dari terdakwa dan atau

penasehat hukumnya, dan pendapat jaksa penuntut umum, pemeriksaan alat bukti,

tuntutan pidana (requisitoir), pembelaan (pleidooi), replik (repliek),199 duplik

(dupliek), rereplik (re-repliek), reduplik (re-dupliek), pernyataan pemeriksaan ditutup,

serta musyawarah majelis hakim dan pembacaan putusan diucapkan.200

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa titik awal pemeriksaan

pokok perkara dalam persidangan adalah saat setelah dilakukan pemeriksaan alat-alat

bukti, hingga pemeriksaan dinyatakan ditutup oleh hakim, dan pembacaan tuntutan

pidana. Apabila tahapan-tahapan ini telah dilalui maka hakim akan mengeluarkan

putusan akhir yang dapat berupa putusan pemidanaan/terbukti bersalah

199 Andi Hamzah (1985), Op. cit., hal. 259. 200 Lilik Mulyadi (III), Op. cit, hal. 136.

Universitas Sumatera Utara

Page 65: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

(veroordeling) atau putusan yang bukan pemidanaan dapat berupa putusan bebas

(vrijspraak atau acquittal) atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van

elle rechtsvervolging), bukan berupa putusan dakwaan batal demi hukum.

2. Pembatalan Dakwaan Dalam Putusan Akhir

Putusan akhir lazim disebut dengan istilah putusan (eind vonnis) dan

merupakan jenis putusan bersifat materiil. Pada hakikatnya putusan akhir dibuat

setelah hakim memeriksa terdakwa yang hadir di persidangan sampai dengan

pemeriksaan terhadap area pokok perkara telah selesai diperiksa (vide: Pasal 182 ayat

ayat (1), ayat (3) dan ayat (8) KUHAP), yang intinya tentang pemeriksaan pokok

perkara dinyatakan selesai (ditutup) setelah JPU mengajukan tuntutan pidana,

selanjutnya terdakwa/pensehat hukumnya mengajukan pembelaan, dan selanjutnya

hakim bermusyawarah untuk menjatuhkan putusan akhir.201

201 Pasal 182 KUHAP menentukan sebagai berikut:

(1) a. Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana; b. Selanjutnya terdakwa dan atau penasihat hukum mengajukan pembelaannya yang dapat

dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat hukum selalu mendapat giliran terakhir.

c. Tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunannya kepada pihak yang berkepentingan.

(2) Jika acara tersebut pada ayat (1) telah selesai, hakim ketua sidang menyatakan bahwa pemeriksaan dinyatakan ditutup, dengan ketentuan dapat membukanya sekali lagi, baik atas kewenangan hakim ketua sidang karena jabatannya, maupun atas permintaan penuntut umum atau terdakwa atau penasihat hukum dengan memberikan alasannya.

(3) Sesudah itu hakim mengadakan musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan dan apabila perlu musyawarah itu diadakan setelah terdakwa, saksi, penasihat hukum, penuntut umum dan hadirin meninggalkan ruangan sidang.

(4) Musyawarah tersebut pada ayat (3) harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang.

(5) Dalam musyawarah tersebut, hakim ketua majelis mengajukan pertanyaan dimulai dari hakim yang termuda sampai hakim yang tertua, sedangkan yang terakhir mengemukakan pendapatnya adalah hakim ketua majelis dan semua pendapat harus disertai pertimbangan beserta alasannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 66: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

Pemeriksaan pokok perkara dinyatakan selesai (ditutup) ditandai dengan

selesainya perkara diperiksa oleh karena hakim sebelum menjatuhkan putusan telah

melalui proses acara sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum, pemeriksaan

terhadap identitas, dan peringatan ketua sidang kepada terdakwa supaya mendengar

dan memperhatikan segala sesuatu yang terjadi dalam persidangan, pembacaan

catatan/surat dakwaan, acara keberatan/eksepsi dari terdakwa dan atau penasehat

hukumnya, dan pendapat jaksa penuntut umum, penetapan/keputusan sela,

pemeriksaan alat bukti, tuntutan pidana (requisitoir), pembelaan (pleidooi), replik

(repliek), duplik (dupliek), rereplik (re-repliek), reduplik (re-dupliek), pernyataan

pemeriksaan ditutup, serta musyawarah majelis hakim dan pembacaan putusan

diucapkan.202

Putusan akhir terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu: (1) Putusan bebas (vide: Pasal

191 ayat 1 KUHAP)

203

(6) Pada asasnya putusan dalam musyawarah majelis merupakan hasil permufakatan bulat kecuali jika

hal itu setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:

, (2) Putusan pelepasan terdakwa dari segala tuntutan hukum

a. Putusan diambil dengan suara terbanyak. b. Jika ketentuan tersebut huruf a tidak juga dapat diperoleh, putusan yang dipilih adalah

pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa. (7) Pelaksanaan pengambilan putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dicatat dalam buku

himpunan putusan yang disediakan khusus untuk keperluan itu dan isi buku tersebut sifatnya rahasia.

(8) Putusan pengadilan negeri dapat dijatuhkan dan diumumkan pada hari itu juga atau pada hari lain yang sebelumnya harus diberitahukan kepada penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum.

202 Lilik Mulyadi (III), Seraut Wajah Putusan hakim Dalam hukum Acara Pidana Indonesia: Perspektif, Teoritis, Praktik, Tenik Membuat, dan Permasalahannya, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 136.

203 Pasal 191 ayat (1) KUHAP menentukan: “Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa dakwa diputus bebas”.

Universitas Sumatera Utara

Page 67: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

(vide: Pasal 191 ayat 2 KUHAP)204, dan (3) Putusan pemidanaan (vide: Pasal 193

ayat 1 KUHAP)205. Putusan akhir yang menyatakan bahwa terdakwa lepas dari segala

tuntutan hukum disebut onslag van alle rechtsvervolging, putusan akhir yang

menyatakan bahwa terdakwa bebas dari segala tuntutan disebut vrijspraak, dan

putusan akhir yang menyatakan bahwa terdakwa dipidana/dinyatakan terbukti

bersalah disebut dengan putusan pemidanaan atau veroordeling.206

(1) Surat putusan pemidanaan memuat:

Berdasarkan Pasal 197 KUHAP, suatu putusan akhir harus memuat unsur-

unsur yang disebutkan dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP dengan ada pengecualian

sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 199 ayat (1) huruf a KUHAP. Pasal 197

KUHAP menentukan sebagai berikut:

a. kepala putusan yang dituliskan berbunyi: Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa;

b. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa;

c. Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan; d. Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan

beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa;

e. Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan; f. Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau

tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa;

g. Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal;

204 Pasal 191 ayat (2) KUHAP menentukan: “Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan

yang didakwakan képada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum”.

205 Pasal 193 ayat (1) KUHAP menentukan: “Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana”.

206 Martina Indah Amalia, Op. cit., hal. 8-9.

Universitas Sumatera Utara

Page 68: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

h. Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;

i. Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;

j. Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana Ietaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu;

k. Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan;

l. Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera;

(2) Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, j, k dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum.

(3) Putusan dilaksanakan dengan segera menurut ketentuan dalam undang-undang ini.

Berdasarkan Pasal 197 ayat (2) KUHAP tersebut di atas lah yang menegaskan

suatu putusan dinyatakan sebagai putusan akhir. Bilamana tidak dipenuhinya

ketentuan dalam Pasal 197 ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, g, h, i, j, k dan l KUHAP

akan mengakibatkan putusan akhir itu batal demi hukum. Sebagaimana telah

diuraikan di atas bahwa dalam putusan akhir terdapat tiga model putusan akhir yaitu:

putusan pemidanaan, putusan bebas, dan putusan lepas dari segala tuntutan hukum.

Putusan pemidanaan (veroordeling) adalah putusan akhir dari proses

persidangan di pengadilan yang menegaskan apabila hakim pengadilan berpendapat

bahwa terdakwa secara sah dan meyakinkan menurut hukum terbukti bersalah

melakukan tindak pidana yang didakwakan (vide: Pasal 193 ayat 1 KUHAP) dengan

berlandaskan pada prinsip minimum pembuktian (vide: Pasal 183 KUHAP).207

Pasal 193 ayat (1) KUHAP menentukan “Jika pengadilan berpendapat bahwa

terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka

207 Lilik Mulyadi (III),¸Op. cit., hal. 134.

Universitas Sumatera Utara

Page 69: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

pengadilan menjatuhkan pidana”. Pasal 193 ayat (1) KUHAP ini menegaskan tentang

putusan pemidanaan atau putusan penjatuhan pidana. Putusan pemidanaan ini harus

pula memenuhi syarat minimal pembuktian sesuai Pasal 183 KUHAP. Ketentuan

dalam Pasal 183 KUHAP menentukan: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana

kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia

memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa

terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Putusan pemidanaan (veroordeling) merupakan putusan akhir yang berisikan

suatu perintah kepada terdakwa untuk menjalani hukuman (punishment) atas

perbuatan yang dilakukannya sesuai dengan amar putusan. Apabila hakim

menjatuhkan putusan pemidanaan, maka hakim tersebut telah yakin berdasarkan alat-

alat bukti yang sah serta fakta-fakta di persidangan bahwa terdakwa melakukan

perbuatan sebagaimana yang disebutkan dalam surat dakwaan. Lebih tepatnya lagi

hakim tidak melanggar syarat minimum pembuktian dalam Pasal 183 KUHAP.

Pembentuk undang-undang memberikan kebebasan kepada para hakim untuk

menentukan jumlah pidana dan tidak boleh melebihi atau mengurangi batas minimum

dan maksimum terhadap sanksi pidana yang terbukti dalam persidangan. Mengenai

berat ringannya atau lamanya pidana itu merupakan wewenang daripada judex facti

(PN dan PT) yang tidak tunduk pada kasasi, kecuali apabila judex facti tersebut

menjatuhkan pidana melampaui batas maksimum atau minimum.208

208 Sudikono Mertokusumo, Hukum Acara Perdata, (Yogyakarta: Liberty, 1999), hal. 107.

menurut Sudikono Mertokusumo, negara Indonesia menganut asas the persuasive of precedent yaitu

Universitas Sumatera Utara

Page 70: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

Walaupun pembentuk undang-undang memberikan kebebasan kepada para

hakim dalam menentukan batas maksimum dan minimum lamanya pidana yang harus

dijalani terdakwa, bukan berarti hakim dapat dengan seenaknya menjatuhkan pidana

tanpa dasar yang lengkap. Penjatuhan pidana tersebut harus cukup dengan

pertimbangan yang lengkap dan argumentatif pula. Pertimbangan hakim yang kurang

(onvoldoende gemotiveerd) dapat dibatalkan oleh judex juris (MA).209

Sedangkan yang dimaksud dengan putusan bebas (vrijspraak atau acquittal)

adalah putusan akhir dari proses persidangan di pengadilan yang menegaskan apabila

hakim berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan sidang, terdakwa tidak terbukti

secara sah dan meyakinkan menurut hukum atas perbuatan yang didakwakan maka

terdakwa harus diputus bebas (vide: Pasal 191 ayat (1) KUHAP), dan pembebasan

tersebut didasarkan pula pada pembuktian perbuatan terdakwa sesuai prinsip

minimum pembuktian (vide: Pasal 183 KUHAP).

210

Putusan bebas (virjspraak) ditentukan di dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP

yang menentukan, “Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di

sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti

secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa dakwa diputus bebas”. Menurut

Martimam pada aliran dualisme memandang Pasal 191 ayat (1) KUHAP mengandung

menurut asas ini memberikan kebebasan kepada para hakim pengadilan dalam memutus suatu perkara tanpa terikat keputusan hakim terdahulu seperti yang dianut oleh negara-negara yang menganut asas the binding force of precedent sehingga seorang hakim dapat mengambil putusan berdasarkan keyakinannya. Namun kebebasan itu tidak bersifat mutlak adanya karena putusan yang diambilnya harus pula konstitusional, dan tidak sewenang-wenang, serta berdasarkan alat-alat bukti yang sah menurut hukum.

209 Lilik Mulyadi (III),¸Loc. cit. 210 Lilik Mulyadi (III),¸Op. cit., hal. 134.

Universitas Sumatera Utara

Page 71: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

pemisahan antara unsur perbuatan (objektif) dan unsur si pelaku (subjektif), jika yang

tidak terbukti itu unsur objektifnya (misalnya melawan hukum dan atau tidak ada

alasan pemaaf) maka putusan harus bebas (vrijspraak).211

Aliran monisme menyatukan unsur subjektif dan objektif secara bulat

sedangkan aliran dualisme memisahkan antara unsur subjektif dan unsur objektif.

Ketentuan Pasal 191 ayat (1) KUHAP ini sama isinya dengan ketentuan Pasal 313

HIR yang menentukan, “Jika pengadilan berpendapat bahwa kesalahan orang yang

dituduh tidak terang, maka orang itu harus dibebaskan” (Indien de landraad bevindt,

dat de schuld van den beklaagde niet bewezen is, wordt deze vrijsproken). Penjelasan

Pasal 191 ayat (1) KUHAP menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan

yang didakwakan kepadanya terbukti sah dan meyakinkan adalah tidak cukup

terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat

bukti yang sah.

212

Sehingga ukuran bagi hakim untuk menjatuhkan putusan bebas, yaitu karena

perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa tidak cukup bukti untuk meyakinkan

hakim dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan sehingga hakim tidak yakin

terdakwa bersalah.

213 Putusan bebas terdiri dari bebas murni (zuivere vrijspraak) dan

bebas tidak murni (niet zuivere vrijspraak).214

211 Martiman Prodjohamidjojo, Penerapan Pembuktian Terbalik Dalam Delik Korupsi (UU

No.20 Tahun 2001), (Bandung: Mandar Maju, 2009), hal. 43. 212 Ibid. 213 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, (Bandung: Sumur Indonesia,

1970), hal. 93.

214 Ramelan, “Sekilas Tentang Putusan Pembebasan Murni, Putusan Pembebasan Tidak Murni, Putusan Pelepasan Dari Tuntutan Hukum dan Upaya Hukum Kasasi”, Makalah Disampaikan

Universitas Sumatera Utara

Page 72: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

Putusan bebas murni (zuivere vrijspraak) dijatuhkan karena pokok masalah

yang dipertimbangkan oleh hakim tidak terbukti sebagaimana perbuatan yang

didakwakan oleh JPU. Berdasarkan fakta-fakta yang diungkap di persidangan,

kesalahan terdakwa yang didakwakan kepadanya tidak dapat dibuktikan secara sah

yang meyakinkan.215 Pokok perkara yang dipertimbangkan oleh hakim tidak terbukti

secara sah dan meyakinkan berdasarkan alat-alat bukti yang ada sehingga disebut

putusan bebas murni (zuivere vrijspraak).216 Sedangkan putusan bebas tidak murni

(niet zuivere vrijspraak) adalah jika hakim berpendapat di dalam pertimbangan

hukumnya bahwa unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan tidak terbukti, akan

tetapi pendapatnya tersebut salah karena keliru menafsirkan unsur-unsur tindak

pidana dimaksud tidak sesuai dengan kehendak hukum.217

Bilamana terdakwa dijatuhi putusan bebas (vrijspraak), maka terhadap

terdakwa tersebut tidak dipidana atau tidak menjalani hukuman karena hasil

pemeriksaan di persidangan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bagi hakim

tentang materi yang didakwakan oleh penuntut umum berdasarkan alat-alat bukti

pada Seminar yang Diselenggarakan oleh Institute for Legal Constitutional & Government, Dengan Tema Kasasi Terhadap Putusan Bebas oleh Penuntut Umum, Aspek Teoritis dan Praktik Penyusunan Memori Kasasi, di Hotel Atlit Century Park, Jakarta, Tanggal 10 Juli 2012, hal. 7.

215 Ibid. 216 Ibid, hal. 8. Contohnya: A didakwa mencuri padahal A mungkir dan memberikan alibi

pada saat yang bersamaan dengan waktu dan hari serta tanggal sesuai dengan yang didakwakan berada di tempat lain. Alibi terdakwa A dikuatkan dengan alat bukti yang lain, sementara yang menerangka A telah mencuri hanya ada satu saksi dan keterangannya juga tidak dengan pasti melihat si A mencuri. Contoh lain adalah pencuri yang mencuri harta tidak bertuan.

217 Ibid. Contoh: terdakwa didakwa mencuri aliran listrik dibebaskan atas dasar pertimbangan bahwa terdakwa tidak terbukti mencuri barang, karena unsur barang dalam Pasal 362 KUH Pidana tidak termasuk aliran listrik. Dalam contoh putusan hakim yang demikian merupakan kekeliruan hakim dalam menafsirkan unsur barang, karena pengertian barang di dalam Pasal 362 KUH Pidana meliputi barang yang berwujud dan tidak berwujud sehingga aliran listrik juga termasuk dalam hal ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 73: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

yang ada. Dengan kata lain hakim memandang asas minimum pembuktian

sebagaimana dalam Pasal 183 KUHAP tidak terbukti.

Contoh putusan bebas misalnya dalam hal terdakwa didakwa oleh penuntut

umum dalam surat dakwaan melakukan tindak pidana penadahan (Pasal 480 KUHP),

namun berdasarkan hasil pemeriksaan hakim di sidang pengadilan ternyata terdakwa

tidak mengetahui, tidak menduga, atau tidak menyangka bahwa barang-barang

tersebut berasal dari suatu kejahatan. Artinya salah satu unsur dalam Pasal 480

KUHP tidak dapat dibuktikan yaitu unsur niat (mens rea), sehingga kepada terdakwa

tersebut harus dibebaskan.

Sedangkan putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum (onslag van elle

rechtsvervolging) adalah putusan akhir dari proses persidangan di pengadilan apabila

hakim berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti,

tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana maka terdakwa harus

dilepaskan dari segala tuntutan hukum (vide: Pasal 191 ayat (2) KUHAP), pelepasan

terdakwa tersebut karena perbuatan itu merupakan lingkup hukum perdata, adat,

dagang, atau adanya alasan pemaaf (strafuits-luitingsgronden atau feit de axcuse),

atau karena adanya alasan pembenar (rechts-vaardingings-grond) yang ditentukan

dalam Pasal 44 ayat (1), Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 51 KUHP.218

Putusan lepas (onslag van alle rechttsvervolging) adalah putusan akhir yang

menyatakan perbuatan yang didakwakan itu terbukti melakukan perbuatan yang

didakwakan oleh penuntut umum, tetapi perbuatan itu bukan merupakan tindak

218 Lilik Mulyadi (III),¸Loc. cit..

Universitas Sumatera Utara

Page 74: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

pidana. Ketentuan pada Pasal 191 ayat (2) KUHAP ini adalah tentang putusan lepas.

Aliran dualisme memandang Pasal 191 ayat (2) KUHAP ini adalah jika yang tidak

terbukti itu unsur subjektif (misalnya unsur kesalahan), maka amar putusannya

dilepaskan dari segala tuntutan (ontslag van rechtsvervolging).219

Fakta yuridis ini menurut Putusan Mahkamah Agung Nomor 441 K/Pid/1992

Tanggal 28 April 1994 bukan termasuk sebagai tindak pidana penipuan (vide: Pasal

378 KUHP), melainkan hanya sebagai hubungan keperdataan dalam kaitannya

dengan wanprestasi yang seharusnya diajukan melalui gugatan perdata oleh si

pembeli kepada si perantara, sehingga dengan demikian terdakwa dalam kasus ini

Contoh untuk putusan lepas dari segala tuntutan hukum misalnya seorang

terdakwa bertindak sebagai seorang “perantara” dalam transaksi jual-beli tanah

beserta bangunan rumah di atasnya. Pihak penjual dan pembeli tidak pernah

berhubungan satu sama lain. Perantara menyangggupi mengurus dan menyelesaikan

transaksi jual-beli tanah dan rumah tersebut mulai dari harga, pembayaran, sampai

pada pengurusan akta notaris. Jual-beli terjadi antara pembeli dan perantara,

sementara uang pembelian diserahkan oleh pembeli kepada perantara. Pembuatan

akta notaris tidak pernah terlaksana. Pembeli berupaya meminta kembali uangnya

kepada perantara tersebut, tetapi ditolak dengan alasan uang tersebut adalah uang

pembayaran utang si pembeli kepada si perantara.

219 Ramelan, Op. cit., hal. 8 dan hal. 11. Adapun untuk putusan lepas dari segala tuntutan

hukum adalah terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa materi yang didakwakan oleh penuntut umum tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan, akan tetapi terdakwa tidak bisa dipidana karena perbuatan yang dilakukan terdakwa bukan merupakan tindak pidana, melainkan merupakan perbuatan hukum dalam lapangan perdata.

Universitas Sumatera Utara

Page 75: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

harus dilepaskan dari segala tuntutan hukum karena perbuatan terdakwa bukan

merupakan tindak pidana, melainkan masuk dalam lapangan hukum perdata.

Putusan bebas (vrijspraak atau acquittal) dan putusan pelepasan dari segala

tuntutan hukum (onslag van elle rechtsvervolging) disebut juga dengan putusan yang

bukan pemidanaan, karena kedua putusan ini tidak menjatuhkan pidana kepada

terdakwa. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 199 KUHAP menentukan:

(1) Surat putusan bukan pemidanaan memuat: a. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1) kecuali huruf

e, f dan h; b. Pernyataan bahwa terdakwa diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan

hukum, dengan menyebutkan alasan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar putusan;

c. Perintah supaya terdakwa segera dibebaskan jika ia ditahan. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (2) dan ayat (3)

berlaku juga bagi pasal ini.

Berdasarkan Pasal 199 KUHAP maka putusan yang bukan pemidanaan tidak

memuat tuntutan pidana sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan (vide: Pasal 197

ayat 1 huruf e), tidak memuat pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi

dasar pemidanaan (vide: Pasal 197 ayat 1 huruf f KUHAP), dan tidak memuat

pernyataan kesalahan terdakwa (vide: Pasal 197 ayat 1 huruf h KUHAP). Oleh

karenanya maka hanya ada dua bentuk putusan yang bukan pemidanaan yaitu putusan

bebas dan putusan lepas dari segala tuntutan. Putusan batal demi hukum juga berlaku

untuk putusan yang bukan pemidanaan bilamana tidak memenuhi syarat yang

disebutkan dalam Pasal 197 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP.

Lilik Mulyadi menjelaskan bahwa putusan bebas (vrijspraak) berbeda dengan

putusan lepas (onslag van recht vervolging). Pada putusan bebas, tindak pidana yang

Universitas Sumatera Utara

Page 76: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

didakwakan jaksa/penuntut umum dalam surat dakwaannya tidak terbukti secara sah

dan meyakinkan menurut hukum, atau tidak dipenuhinya ketentuan prinsip minimum

pembuktian yaitu minimal 2 alat bukti yang sah dan disertai keyakinan hakim (vide:

Pasal 183 KUHAP), sedangkan pada putusan lepas, segala tuntutan hukum atas

perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam surat dakwaan jaksa/penuntut umum telah

terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, akan tetapi terdakwa tidak dapat

dijatuhi pidana, karena perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana, misalnya

merupakan bidang hukum perdata, hukum adat atau hukum dagang.220

Meskipun Pasal 156 ayat (2) KUHAP menentukan: “Jika hakim menyatakan

keberatan tersebut diterima, maka perkara itu tidak diperiksa lebih lanjut, sebaliknya

dalam hal tidak diterima atau hakim berpendapat hal tersebut baru dapat diputus

setelah selesai pemeriksaan, maka sidang dilanjutkan”, memberi peluang bagi hakim

untuk melanjutkan pemeriksaan terhadap materi pokok perkara untuk selanjutnya

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa surat dakwaan

batal demi hukum setelah pemeriksaan pokok perkara (saat dijatuhkannya putusan

akhir) sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku (KUHAP), sama sekali

tidak terdapat pengaturannya di dalam KUHAP, sebab berdasarkan KUHAP hanya

menentukan bahwa dalam putusan akhir hanya dikenal tiga macam/bentuk putusan

akhir yaitu: putusan pemidanaan, putusan bebas, dan putusan lepas dari segala

tuntutan hukum.

220 Lilik Mulyadi (IV), Hukum Acara Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 152-

153.

Universitas Sumatera Utara

Page 77: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

menjatuhkan putusan akhir, namun bentuk putusan akhir itu bukan seharusnya

membatalkan dakwaan, tetapi berupa putusan akhir (memidana, atau membebaskan,

atau melepaskan terdakwa).

Kalau ketentuan untuk putusan batal demi hukum, jelas ditentukan dasar

hukumnya dalam Pasal 197 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP. Putusan yang tidak

memenuhi elemen-elemen sebagaimana dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP adalah

batal demi hukum karena dianggap kelalaian mencantumkan, dan pembatalannya

diajukan ke Pengadilan Tinggi oleh terdakwa dan/atau pensehat hukumnya.221 Secara

normatif menurut Lilik Mulyadi memang diakui “bila tidak mencantumkan unsur-

unsur yang disebutkan dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP adalah batal demi hukum.

Namun dalam praktik pengadilan, yang sering terjadi adalah “dapat dibatalkan”,

artinya harus ada upaya pembatalannya ke Pengadilan Tinggi.222

Sedangkan ketentuan sebagai dasar hukum pembatalan dakwaan dalam

putusan akhir tidak dikenal dalam KUHAP. Setidak-tidaknya KUHAP tidak

mengatur secara tegas mengenai pembatalan dakwaan setelah pemeriksaan pokok

perkara atau setelah tuntutan dibacakan (vide: putusan akhir), akan tetapi jika

membaca redaksional Pasal 156 ayat (2) KUHAP yakni “….sebaliknya dalam hal

tidak diterima atau hakim berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai

pemeriksaan, maka sidang dilanjutkan”. Penekanan redaksional itu adalah dalam hal

“…baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan…”. Dari ketentuan ini berarti

221 M. Yahya Harahap (I), Op. cit., hal. 386. 222 Lilik Mulyadi (III), Op. cit., hal. 144-145.

Universitas Sumatera Utara

Page 78: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

KUHAP memberikan sarana yuridis bagi hakim untuk memutuskan batal demi

hukum atau tidak batalnya suatu dakwaan setelah pemeriksaan pokok perkara selesai.

Sekalipun dalam Pasal 156 ayat (2) KUHAP menentukan “Jika hakim

menyatakan keberatan tersebut tidak diterima, maka perkara itu diperiksa lebih

lanjut”, atau “Jika hakim berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai

pemeriksaan, maka sidang dilanjutkan” (vide: kemungkinan kedua dan ketiga di

atas), namun hakim harus memahami maksud ketentuan ini adalah bukan untuk

membatalkan dakwaan di saat penjatuhan putusan akhir, tetapi lebih berupa koreksi

atau penilaian lebih lanjut terhadap materi pokok perkara, dan harus diakhiri dengan

putusan akhir.

Kesalahan hakim dalam Putusan Nomor 19/Pid.Sus/2015/PN.Simalungun

adalah menjatuhkan putusan berupa “dakwaan batal demi hukum” pada saat putusan

akhir, karena putusan akhir berarti telah melalui pemeriksaan materi pokok perkara.

Bilamana dilihat dari segi cacat yuridis formal dari pelaksanaan hukum acara pidana

yang seharusnya pembatalan dakwaan dilakukaan pada saat putusan sela (belum

memeriksa materi pokok perkara) bila ada perlawanan (eksepsi) dari terdakwa.

Pembatalan dakwaan yang dijatuhkan hakim pada saat putusan akhir adalah

bertentangan dengan asas legalitas, karena KUHAP hanya mengenal putusan akhir

berupa pemidanaan, bebas, dan lepas.223

223 Pertimbangan ini didasarkan pada ketentuan Pasal 191 ayat (1), junto Pasal 191 ayat (2),

junto Pasal 193 ayat (1) KUHAP yang hanya mengenal putusan akhir berupa putusan pemidanaan, putusan bebas, dan putusan lepas, bukan putusan pembatalan terhadap surat dakwaan.

Oleh karena itu putusan hakim demikian

harus ditafsirkan secara interpretasi argumentum peranalogiam (analogi) atau

Universitas Sumatera Utara

Page 79: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

ekstensif agar sekalipun putusan lepas hanya terkait dengan suatu peristiwa yang

bukan merupakan peristiwa pidana harus juga masuk alasan karena suatu dakwaan

tidak cermat, tidak lengkap, yang mengakibatkan dakwaan tersebut dibatalkan.

Suatu dakwaan batal demi hukum sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal

143 ayat (3) KUHAP bisa dijatuhkan oleh hakim tidak dijelaskan secara limitatif

dalam penjelasan KUHAP tentang waktunya. Hal ini mengakibatkan ada dua

kemungkinan, pertama: hakim bisa saja menjatuhkan putusan berupa “dakwaan batal

demi hukum” di saat putusan sela tetapi materi pokok perkara belum diperiksa.

Kedua: hakim bisa menjatuhkan putusan “lepas dari segala tuntutan hukum”

bilamana dijatuhkan pada saat putusan akhir bilamana materi pokok perkara telah

diperiksa dan tuntutan pidana sudah dibacakan oleh penuntut umum.

Argumentasi yang pertama di atas didasarkan pada maksud dari ketentuan

Pasal 191 ayat (1) dan ayat (2) junto Pasal 193 junto Pasal 197 KUHAP, yang pada

prinsipnya hakim menjatuhkan putusan pada putusan akhir hanya berupa putusan

pemidanaan, atau putusan bebas, atau putusan lepas, bukan berupa putusan “dakwaan

batal demi hukum”. Karena terhadap ketiga jenis putusan ini pada pokoknya telah

dilakukan pemeriksaan terhadap materi pokok perkara.

Hakim dalam Putusan Nomor 19/Pid.Sus/2015/PN.Simalungun adalah

menjatuhkan putusan berupa “dakwaan batal demi hukum” pada saat putusan akhir

setelah melalui pemeriksaan materi pokok perkara. Oleh karena hakim telah

melakukan pemeriksaan terhadap materi pokok perkara dalam perkara a quo tersebut,

maka hakim seharusnya menyatakan putusannya dalam bentuk putusan lepas dari

Universitas Sumatera Utara

Page 80: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

segala tuntutan hukum (onslag van elle rechtsvervolging), bukan putusan “dakwaan

batal demi hukum” karena putusan “dakwaan batal demi hukum” merupakan area

putusan sela.

Penafsiran hukum dalam kasus ini dilakukan interpretasi secara analogi. Salah

satu jenis metode interpretasi menurut Sudikno Mertokusumo adalah interpretasi

berdasarkan argumentum peranalogiam (analogi). Ada kalanya peraturan perundang-

undangan terlalu sempit ruang lingkupnya sehingga untuk dapat menerapkan undang-

undang itu pada peristiwa konkrit, maka hakim harus memperluasnya dengan metode

yang disebut dengan argumentum peranalogian (analogi). Dengan analogi, peristiwa

yang serupa, sejenis atau mirip dengan yang diatur di dalam undang-undang harus

diperlakukan sama. Interpretasi analogi ini diperlukan ketika hakim menemukan

peristiwa-peristiwa yang analog atau mirip. Tidak hanya sekedar mirip, juga apabila

kepentingan masyarakat hukum menuntut penilaian yang sama.224

Interpretasi analogi digunakan apabila menghadapi peristiwa-peristiwa yang

analog atau mirip. Penalaran analogi oleh hakim digunakan kalau hakim harus

menjatuhkan putusan dalam suatu peristiwa atau konflik yang tidak tersedia

peraturan-peraturannya. Dalam hal ini hakim bertindak sebagai pembentuk undang-

undang yang mengetahui adanya kekosongan hukum dan harus melengkapinya

dengan peraturan-peraturan yang serupa.

225

224 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebagai Pengantar, (Yogyakarta: Liberty,

2009), hal. 67. 225 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 81: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

Hakim mencari pemecahan untuk peristiwa yang tidak diatur dengan

penerapan peraturan dengan penerapan peraturan untuk peristiwa-peristiwa yang

telah diatur yang sesuai secara analog. Contoh Pasal 1756 KUH Perdata mengatur

mengatur tentang mata uang. Apakah uang kertas termasuk didalamnya? Dengan

jalan analogi maka mata uang yang dimaksud dalam pasal tersebut ditafsirkan

termasuk uang kertas.226

Interperasi secara analogi selain merupakan metode penemuan hukum juga

merupakan penciptaan hukum baru karena memperluas pengertian (makna). Analogi

ini dapat juga disebut dengan interpretasi ekstensif. Metode interpretasi ekstensif

memberi peluang untuk menafsirkan hukum secara luas, tetapi dalam konteks tidak

ada kekosongan aturan dalam undang-undang.

227 Undang-undangnya lengkap

mengatur, hanya saja tidak jelas atau kabur (samar-samar) sehingga perlu dijelaskan

atau ditafsirkan.228 Dalam penafsiran ini boleh dilampaui batasan yang diberikan oleh

penafsiran gramatikal, atau memperluas asas legalitas. Misalnya kata “menjual”

dalam 1576 KUH Perdata dapat ditafsirkan bukan hanya jual beli saja, tetapi

termasuk setiap peralihan hak milik.229

Sudikno Mertokusumo dengan tegas mengatakan, hakim pidana dilarang

melakukan menggunakan analogi dengan memasukkan peristiwa-peristiwa ke dalam

lingkup undang-undang pidana karena bertentangan dengan asas legalitas dalam Pasal

226 Ibid., hal. 68. 227 Ibid. 228 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal. 81. 229 Sudikno Mertokusumo, Op. Cit., hal. 64.

Universitas Sumatera Utara

Page 82: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

1 ayat (1) KUHP, tetapi tidak dilarang menggunakan interpretasi ekstensif, walaupun

pada hakikatnya analogi itu bersifat memperluas juga seperti interpretasi ekstensif.

Sehingga interpretasi yang dibolehkan analogi adalah interperasi yang bersifat

ekstensif, dengan kata lain interpretasi itu dilakukan terhadap aturan yang sudah ada

namun hanya karena aturannya tidak jelas atau samar-samar.230

Penafsiran hukum dalam kasus ini dilakukan secara interpretasi argumentum

peranalogian (analogi) terhadap ketentuan Pasal 191 ayat (2) KUHAP mengenai

alasan putusan lepas dari segala tuntutan, maka bilamana perkara a quo tersebut ingin

dipaksakan untuk diperiksa dan diputuskan dalam putusan akhir maka putusan hakim

tersebut dapat dikategorikan sebagai putusan lepas dari segala tuntutan hukum

(onslag van elle rechtsvervolging). Berdasarkan interpretasi argumentum

peranalogian, hakim menemukan peraturan untuk peristiwa yang mirip bilamana

peristiwa yang mirip itu telah diatur dalam undang-undang, tetapi tidak jelas aatau

samar-samar.

231

Pasal 191 ayat (2) KUHAP menentukan: ”Jika pengadilan berpendapat bahwa

perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak

merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan”.

Pasal 191 ayat (2) KUHAP ini bila ditafsirkan secara interpretasi argumentum

peranalogian terkait dengan putusan ”dakwaan batal demi hukum setelah

pemeriksaan pokok perkara dan pembacaan tuntutan” maka putusan demikian itu

230 Ibid., hal. 69. 231 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 83: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

harus dimasukkan ke dalam putusan akhir berupa putusan lepas dari segala tuntutan

hukum (onslag van elle rechtsvervolging), bukan lagi berupa putusan sela, sebab

telah diperiksa materi pokok perkaranya atau tuntutan telah dibacakan.

Berdasarkan interpretasi argumentum peranalogian pada prinsipnya putusan

yang termasuk sebagai putusan akhir berupa putusan lepas dari segala tuntutan

hukum (onslag van elle rechtsvervolging) bukan saja hanya karena peristiwa itu

bukan merupakan tindak pidana saja, tetapi dakwaan yang tidak dibuat secara cermat,

jelas, dan lengkap bisa juga masuk ke dalam kategori putusan lepas dari segala

tuntutan hukum, bahkan dakwaan atau tuntutan yang masih prematur, juga masuk

dalam kategori putusan lepas atau menyebabkan dakwaan tidak dapat diterima.

Berdasarkan interpretasi argumentum peranalogian terhadap Pasal 191 ayat

(2) KUHAP adalah karena ada ketidakcermatan, ketidakjelasan, dan tidak lengkapnya

materi surat dakwaan. Bilamana surat dakwaan tadi dibuat secara cermat, jelas, dan

lengkap, maka kemungkinan terdakwa diputus lepas (onslag) karena telah melalui

pemeriksaan materi pokok perkara menuju putusan akhir, dan putusan lepas (onslag)

merupakan salah satu jenis putusan akhir menurut KUHAP.

Ketidakcermatan isi dalam dakwaan adalah karena penuntut umum menyebut

Rikal memberikan uang sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) kepada terdakwa

untuk membeli narkotika jenis sabu kepada Wildan (DPO), namun berdasarkan fakta

di persidangan terdakwa dan Rikal masing-masing patungan uang sebesar Rp.

50.000,- (lima puluh ribu rupiah) untuk membeli narkotika jenis sabu tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 84: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

Orang yang bernama Rikal dalam surat dakwaan terkait dengan tindak pidana

tetapi penuntut umum tidak mencantumkan Rikal atau tidak memasukkan Rikal ke

dalam DPO, sementara yang lain seperti Wildan dimasukkan ke dalam DPO,

termasuk orang yang mengantarkan sabu kepada terdakwa yaitu Black juga tidak

dimasukkan ke dalam DPO. Dalam hal ini maka dakwaan penntut umum tersebut

terkategori sebagai dakwaan yang tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap.

Bahkan yang membuat dakwaan penuntut umum semakin menjadi rumit,

tidak cermat, tidak jelas, dan tidak tegas adalah disusunnya dakwaan seolah-olah

untuk delik yang dilakukan secara perorangan, padahal untuk perkara a quo

seharusnya disertakan pasal tentang delik penyertaan (deelneming) sesuai Pasal 55

KUHP dengan membuat atau menyusun dakwaan itu dalam bentuk dakwaan

kumulasi, tetapi hal itu tidak dilakukan oleh penuntut umum.

Pasal lain dalam KUHAP yang ditafsirkan secara interpretasi argumentum

peranalogian atau interpretasi ekstensif adalah Pasal 156 ayat (2) KUHAP

menentukan: “Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu

tidak diperiksa lebih lanjut, sebaliknya dalam hal tidak diterima atau hakim

berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, maka sidang

dilanjutkan”. Kelanjutan pasal ini tidak ditegaskan dalam KUHAP untuk menuju

putusan akhir atau kembali ke putusan sela.

Berdasarkan Pasal 156 ayat (2) KUHAP ini diinterpretasi secara argumentum

peranalogian atau interpretasi ekstensif (luas), maka apabila hakim melanjutkan

pemeriksaan materi pokok perkara tersebut oleh karena tidak ada eksepsi dari

Universitas Sumatera Utara

Page 85: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

terdakwa atau penasehat hukumnya, bukan berarti berkonsekuensi menuju putusan

sela berupa “dakwaan tidak dapat diterima” atau “dakwaan batal demi hukum”, tetapi

harus menuju ke salah satu putusan akhir dari tiga jenis putusan akhir, yaitu menuju

putusan pemidanaan, atau putusan bebas, atau putusan lepas. Oleh karena hakim

menemukan ketidakcermatan surat dakwaan yang mengakibatkan surat dakwaan

tersebut batal demi hukum, maka putusan demikian ini harus masuk ke dalam

putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van elle rechtsvervolging).

Berdasarkan uraian di atas terkait dengan perkara a quo bila didasarkan pada

interpretasi argumentum peranalogian atau interpretasi ekstensif, atau bila hakim

hendak memeriksa materi pokok perkaranya lebih dahulu baru kemudian diputuskan

dalam putusan akhir, maka seharusnya hakim mengatakan putusannya berupa putusan

lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van elle rechtsvervolging), bukan putusan

berupa “dakwaan batal demi hukum”, karena putusan berupa “dakwaan batal demi

hukum” merupakan putusan sela.

Konsekeunsi dari putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van elle

rechtsvervolging) atau setidak-tidaknya telah dilakukan pemeriksaan terhadap materi

pokok perkara adalah berlakunya asas ne bis in idem. Dengan demikian tidak salah

kiranya bilamana hakim menyatakan putusannya dalam perkara a quo adalah putusan

lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van elle rechtsvervolging) karena majelis

hakim telah memasuki pemeriksaan materi pokok perkara dan pembacaan tuntutan.

Majelis hakim dikatakan salah menerapkan hukum acara formil dalam perkara

a quo karena majelis hakim telah melakukan pemeriksaan materi pokok perkara dan

Universitas Sumatera Utara

Page 86: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

diputuskan dalam bentuk “dakwaan batal demi hukum”, sehingga tidak kelihatan

dalam perkara itu apakah putusan tersebut berupa putusan sela atau putusan akhir

oleh karena disebutkannya “dakwaan batal demi hukum” setelah pemeriksaan materi

pokok perkara.

Sekalipun hakim tidak dengan tegas mengatakan putusannya berupa putusan

akhir dalam perkara a quo, seharusnya bila hakim ingin menyatakan putusan

“dakwaan batal demi hukum” tidak boleh dilakukan pemeriksaan terhadap materi

pokok perkara, tetapi bila telah dilakukan pemeriksaan terhadap materi pokok perkara

maka seharusnya putusan dalam perkara a quo itu masuk ke dalam putusan akhir

berupa putusan lepas dari segala tuntutan hukum.

Terkait dengan putusan dalam perkara a quo yang menyatakan surat dakwaan

batal demi hukum setelah pemeriksaan materi pokok perkara dan setelah tuntutan

dibacakan diinterpretasi menjadi putusan akhir berupa putusan lepas dari segala

tuntutan, didukung dengan yurisprudensi Mahkamah Agung yaitu Putusan Nomor:

545 K/Pid.Sus/2011 Tanggal 31 Mei 2011 atas nama terdakwa Susandhi bin Sukamta

alias AAN dijatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van elle

rechtsvervolging) dengan salah satu pertimbangan MA adalah karena dari sejak awal

pemeriksaan terdakwa menyangkal dakwaan jaksa penuntut umum oleh karena surat

dakwaan yang dibuat penuntut umum didasarkan pada BAP yang tidak sah dan cacat

hukum.

Surat dakwaan penuntut umum tersebut di atas dinyatakan tidak sah dan cacat

hukum oleh karena BAP tidak sah karena dilakukan secara pemaksaan dan tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 87: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

sesuai hukum acara pidana yang berlaku terkait dengan penangkapan, penyitaan dan

penggeledahan (Pasal 77 KUHAP), terdakwa dipukuli hingga mata kiri bengkak,

bibir bengkak, diperiksa di ruang rapat sebuah perusahaan hanya pakai celana dalam

dengan ruangan ac yang dingin. Terdakwa tidak didampingi oleh penasehat hukum,

terdakwa mengakui tuduhan penyidik disebabkan karena merasa tidak tahan, lelah,

dan sakit akibat dipukuli, tetapi pengakuan terdakwa tidak didukung dengan bukti

karena Yanto Moge sama sekali tidak memberikan sabu/ineks kepada terdakwa.

Berdasarkan pertimbangan di atas, MA membebaskan terdakwa dari segala

tuntutan dan membatalkan surat dakwaan jaksa penuntut umum. MA juga

membatalkan Putusan PT Jakarta Nomor: 167/Pid/2010/PT.DKI., Tanggal 5

November 2010 yang membatalkan Putusan PN Jakarta Selatan Nomor:

165/Pid.B/2010/PN.Jkt.Sel., Tanggal 17 Mei 2010. Sebelumnya PN Jakarta Selatan

menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum Nomor Register Perkara: PDM-

148/Jkt.Slt/02/2010 Tanggal 5 Februari 2010 batal demi hukum dan menyatakan agar

berkas perkara Nomor: 165/Pid.B/2010/PN.Jkt.Sel., atas nama terdakwa Susandhi bin

Sukatma alias AAN dikembalikan kepada penuntut umum.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 545 K/Pid.Sus/2011 Tanggal

31 Mei 2011 atas nama terdakwa Susandhi bin Sukamta alias AAN ini apabila

dibandingkan dengan Putusan PN Simalungun Nomor: 19/Pid.Sus/2015/PN.Sim atas

nama terdakwa Ikhsan Fauzi Rangkuti, jelas mengandung kemiripan, yaitu sama-

sama mempersoalkan surat dakwaan penuntut umum yang tidak sah, tidak cermat,

tidak jelas, sehingga hakim menyatakan surat dakwaan tersebut batal demi hukum.

Universitas Sumatera Utara

Page 88: BAB II PUTUSAN YANG MENYATAKAN SURAT DAKWAAN BATAL

Namun putusan PT. DKI Jakarta dalam perkara AAN memasuki pemeriksaan

terhadap materi pokok perkara dibatalkan oleh Mahkamah Agung, sedangkan dalam

perkara Ikhsan Fauzi Rangkuti juga diperiksa materi pokok perkaranya oleh PN

Simalungun tetapi belum memperoleh putusan dari Mahkamah Agung.

Berdasarkan teori sistem hukum yang menghendaki keselarasan antar elemen-

elemen yaitu substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum, maka apabila

perkara ini dikaitkan dengan substansi hukum, ditemukan kelemahan substantif

dalam KUHAP karena tidak mengatur putusan dakwaan batal demi hukum setelah

pemeriksaan materi pokok perkara, lagi pula yang ditentukan dalam KUHAP hanya

dikenal tiga jenis putusan akhir yaitu putusan pemidanaan (Pasal 193 ayat (1)

KUHAP), putusan bebas (Pasal 191 ayat (1) KUHAP), dan putusan lepas dari segala

tuntutan hukum (Pasal 191 ayat (2) KUHAP).

Kelemahan dari sisi struktur hukumnya dapat ditemukan terkait dengan

ketidakcermatan penuntut umum dalam menentukan dakwaan karena tidak

mencantumkan delik penyertaan (vide: Pasal 55 KUHAP), karena orang yang

bernama Rikal tidak dihadirkan dalam persidangan atau tidak masuk dalam perkara

yang terpisah. Kemudian hakim dalam menginterpretasi tidak menyebutkan putusan

dakwaan batal demi hukum setelah pemeriksaan materi pokok perkara tersebut masuk

ke dalam putusan lepas dari segala tuntutan hukum.

Universitas Sumatera Utara