bab ii print

16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Dasar Teori II.1.1 Pengertian Kadar Abu Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu : 1. Garam-garam organik, misalnya garam dari as. malat, oxalate, asetat., pektat dan lain-lain. 2.Garam-garam anorganik, misalnya phospat, carbonat, chloride, sulfat, nitrat dan logam alkali (Anonim, 2010). 3.Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral terbentuk sebagai senyawaan kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit, oleh karenanya biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam tersebut, yang dikenal dengan pengabuan (Sudarmadji, 2003). Kadar abu menggambarkan kandungan mineral dari sampel bahan makanan. Yang disebut kadar abu ialah material yang tertinggal bila bahan makanan dipijarkan dan dibakar pada suhu sekitar 500-800°C. Semua bahan organik akan terbakar sempurna menjadi air dan CO 2 serta NH 3 sedangkan elemen-elemen tertinggal sebagai oksidanya. Dengan mengetahui berat cawan ketika mula-mula kosong, dapat dihitung berat abu yang telah terjadi. Bila berat abu dinyatakan dalam persen berat asal sampel pada permulaan pengabuan, terdapatlah kadar berat abu dalam persen. Pengerjaan penimbangan harus dilakukan cepat, karena abu yang kering ini umumnya bersifat higroskopik, sehingga bila pengerjaan dilakukan lambat, abu akan bertambah berat karena mengisap uap air dari udara (Sediaoetomo, 2000). Komponen mineral dalam suatu bahan sangat bervariasi baik macam dan jumlahnya. Sebagai gambaran dapat dikemukakan II-1

Upload: ahmad-nurman

Post on 17-Jan-2016

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

AAA

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Print

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1. Dasar TeoriII.1.1 Pengertian Kadar Abu

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu :

1. Garam-garam organik, misalnya garam dari as. malat, oxalate, asetat., pektat dan lain-lain.

2. Garam-garam anorganik, misalnya phospat, carbonat, chloride, sulfat, nitrat dan logam alkali (Anonim, 2010).

3. Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral terbentuk sebagai senyawaan kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit, oleh karenanya biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam tersebut, yang dikenal dengan pengabuan (Sudarmadji, 2003).

Kadar abu menggambarkan kandungan mineral dari sampel bahan makanan. Yang disebut kadar abu ialah material yang tertinggal bila bahan makanan dipijarkan dan dibakar pada suhu sekitar 500-800°C. Semua bahan organik akan terbakar sempurna menjadi air dan CO2 serta NH3 sedangkan elemen-elemen tertinggal sebagai oksidanya. Dengan mengetahui berat cawan ketika mula-mula kosong, dapat dihitung berat abu yang telah terjadi. Bila berat abu dinyatakan dalam persen berat asal sampel pada permulaan pengabuan, terdapatlah kadar berat abu dalam persen. Pengerjaan penimbangan harus dilakukan cepat, karena abu yang kering ini umumnya bersifat higroskopik, sehingga bila pengerjaan dilakukan lambat, abu akan bertambah berat karena mengisap uap air dari udara (Sediaoetomo, 2000).

Komponen mineral dalam suatu bahan sangat bervariasi baik macam dan jumlahnya. Sebagai gambaran dapat dikemukakan beberapa contoh sebagai berikut: Fosfor (P) Bahan yang kaya akan fosfor adalah milk dan olahannya, daging, ikan, daging unggas, telur, dan kacang-kacangan. Sodium (Na) Bahan yang banyak mengandung Na adalah garam yang banyak digunakan sebagai bumbu, salted food. Potasium (K) Bahan makanan yang banyak mengandung mineral K ialah milk dan hasil olahannya, buah-buahan, serealia, daging, ikan, unggas, telur, dan sayur- sayuran. Magnesium (Mg) Bahan yang banyak mengandung Mg adalah kacang-kacangan, serealia, sayur-sayuran, buah-buahan, dan daging. Belerang (S) Banyak terdapat dalam bahan yang kaya akan protein seperti, milk, daging, kacang-kacangan, telur. Kobalt (Co) Bahan yang kaya mineral Co adalah sayur-sayuran dan buah-buahan. Zink (Zn) Bahan makanan hasil laut (seafood) merupakan bahan yang banyak mengandung unsur Zn. Penentuan abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan yaitu antara lain :

a. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan. Misalnya pada proses penggilingan gandum diharapkan dapat dipisahkan antara bagian endosperm dengan kulit/katul dan lembaganya. Apabila masih banyak katul atau lembaga terikut dalam endosperm, maka tepung gandum yang dihasilkan akan mempunyai kadar abu yang

II-1

Page 2: Bab II Print

Bab II Tinjauan

II-2

lebih tinggi. Hal ini dikarenakan pada bagian katul kandungan mineralnya dapat mencapai 20 kali lebih banyak daripada dalam endosperm.

b. Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan. Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan untuk membuat jelly atau marmelade. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintesis.

c. Penentuan abu total sangat berguna sebagai parameter nilai gizi bahan makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain. Penentuan abu total dapat dikerjakan dengan pengabuan secara kering atau cara langsung dan dapat pula secara basah atau cara tidak langsung (Sudarmadji, 2003).

Kandungan bahan pangan yang mengandung kadar abu yang tinggi dapat menjadi indikator suatu tindakan pemalsuan atau penentuan kualitas suatu produk bahan pangan. Misalnya adalah kandungan abu yang tidak larut asam yang tinggi merupakan indikator bahwa bahan pangan memiliki banyak jumlah pasir dan silika. Dalam prosedur, penetapan akan melewati tahap destruksi bahan organik. tahap ini akan dikenal adanya prosedur pengabuan basah dan pengabuan kering. Karakteristik dari pengabuan basah dapat berupa suhunya lebih rendah, lebih cepat, sedikit volatil, dan sebagainya. Sedangkan pada pengabuan kering suhunya lebih tinggi, lebih lama waktunya, dan banyak terdapat volatil (Anonim 2009).

II.1.2 Macam-macam Pengabuan II.1.2.1 Pengabuan Secara Langsung (Cara Kering)

Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat organic pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 – 600°C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut (Sudarmadji, 1996).

Pengabuan yang dilakukan didalam muffle dilakukan melalui 2 tahap yaitu :a. Pemanasan pada suhu 300°C yang dilakukan dengan maksud untuk dapat melindungi

kandungan bahan yang bersifat volatile dan bahan berlemak hingga kandungan asam hilang.Pemanasan dilakukan sampai asap habis.

b. Pemanasan pada suhu 800°C yang dilakukan agar perubahan suhu pada bahan maupun porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang mudah pecah pada perubahan suhu yang tiba-tiba.Setelah pengabuan selesai maka dibiarkan dalam tanur selama 1 hari. Sebelum

dilakukan penimbangan, krus porselin dioven terlebih dahulu dengan tujuan mengeringkan air yang mungkin terserap oleh abu selama didinginkan dalam muffle dimana pada bagian atas muffle berlubang sehingga memungkinkan air masuk, kemudian krus dimasukkan dalam desikator yang telah dilengkapi zat penyerap air berupa silika gel. Setelah itu dilakukan penimbangan dan catat sebagai berat cawan isi (gram).

Beberapa kelemahan maupun kelebihan yang terdapat pada pengabuan dengan cara langsung.

Laboratorium Kimia OrganikDIII Teknik Kimia FTI-ITS

2013

Page 3: Bab II Print

Bab II Tinjauan

II-3

Beberapa kelebihan dari cara langsung, antara lain :a. Amanb. Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan makanan dan bahan hasil pertanian,

serta digunakan untuk sample yang relative banyak.c. Digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut dalam air, serta abu yang

tidak larut dalam asam, dan d. Tanpa menggunakan regensia sehingga biaya lebih murah dan tidak menimbulkan

resiko akibat penggunaan reagen yang berbahaya.Sedangkan, beberapa kelemahan dari cara langsung, antara lain :a. Membutuhkan waktu yang lebih lama,b. Tanpa penambahan regensia,c. Memerlukan suhu yang relatif tinggi, dand. Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu tinggi (Apriantono 1989).

II.1.2.2 Pengabuan Secara Tidak Langsung (Cara Basah) Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu

kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alcohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tunggi. Pemanasan mengakibatkan gliserol alcohol membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses pengabuan (Sudarmadji, 1996).

Beberapa kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada pengabuan cara tidak langsung.

Kelebihan dari cara tidak langsung, meliputi :a. Waktu yang diperlukan relatif singkat.b. Suhu yang digunakan relatif rendah.c. Resiko kehilangan air akibat suhu yang digunakan relative rendah.d. Dengan penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat pengabuan, dane. Penetuan kadar abu lebih baik.

Sedangkan, kelemahan yang terdapat pada cara tidak langsung, meliputi a. Hanya dapat digunakan untuk trace elemen dan logam beracun.b. Memerlukan reagensia yang kadangkala berbahaya.c. Memerlukan koreksi terhadap reagensia yang digunakan.

Laboratorium Kimia OrganikDIII Teknik Kimia FTI-ITS

2013

Page 4: Bab II Print

Bab II Tinjauan

II-4

II.1.2.3 Analisa Proksimat Analisis Proksimat merupakan suatu metode analisis kimia untuk mengidentifikasikan

kandungan zat makanan seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat pada suatu zat makanan dari bahan pakan atau pangan. Analisis proksimat menganalisis beberapa komponen seperti zat makanan air (Bahan Kering), bahan anorganik (abu), protein, lemak, dan serat kasar. Dalam banyak referensi mengenai makanan ternak, jarang sekali abu atau bahan organik dibahas secara mendalam. Komponen abu pada analisis proksimat tidak memberikan nilai makanan yang penting karena abu tidak mengalami pembakaran sehingga tidak menghasilkan energi. Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan perhitungan bahan ekstrak tanpa nitrogen. Meskipun abu terdiri dari komponen mineral, namun bervariasinya kombinasi unsur mineral dalam bahan pakan asal tanaman menyebabkan abu tidak dapat dipakai sebagai indeks untuk menentukan jumlah unsur mineral tertentu. Kadar abu sutau bahan pakan ditentukan dengan pembakaran bahan tersebut pada suhu tinggi sekitar 500-600°C. Pada suhu tinggi bahan organik yang ada akan terbakar dan sisanya merupakan abu.

Analisis proksimat memiliki manfaat sebagai penilaian kualitas pakan atau bahan pangan terutama pada standar zat makanan yangseharusnya terkandung di dalamnya. Berikut ini kelebihan dan kelemahan menggunakan analisis proksimat uji kadar abu :

Kelebihan analisis proksimat, antara lain:1. Kebanyakan laboratorium menggunakan sistem ini2. Alat mahal dan canggih kurang dibutuhkan3. Menghasilkan hasil analisis secara garis besar4. Dapat menghitung Total Digestible Nutrient (TDN) berdasarkan hasil analisis proksimat 5. Memberikan penilaian secara umum pemanfaatan makanan pada ternak.

Kelemahan analisis proksimat, antara lain:1. Sistem tidak mencerminkan zat makanan secara individu dari bahan makanan,2. Kurang tepat, terutama untuk analisis serat kasar dan lemak kasar, akibatnya untuk

kalkulasi BETN juga kurang tepat,3. Proses pengabuan membutuhkan waktu yang cukup lama. tidak dapat menerangkan lebih

jauh tentang daya cerna, palatabilitas dan tekstur suatu bahan pakan.

Cara perhitungan kadar abu :

Berat abu total = [berat total penimbangan – berat cawan kosong]Kadar abu total = Berat abu total x 100%

Kadar abu = [berat total penimbangan – berat cawan kosong]berat sampel

x 100%

(Anonim, 2007).

Laboratorium Kimia OrganikDIII Teknik Kimia FTI-ITS

2013

Page 5: Bab II Print

Bab II Tinjauan

II-5

II.I.3 Manfaat Analisa Kadar Abu Kadar abu atau mineral merupakan bagian berat mineral dari bahan yang didasarkan

atas berat keringnya. Abu yaitu zat organik yang tidak menguap, sisa dari proses pembakaran atau hasil oksidasi. Penentuan  kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam bahan pangan terdiri dari 2 jenis garam, yaitu garam organik misalnya asetat, pektat, mallat, dan garam anorganik, misalnya karbonat, fosfat, sulfat, dan nitrat. Proses untuk menentukan jumlah mineral sisa pembakaran disebut pengabuan.

Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral dapat terbentuk sebagai senyawa yang kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit. Oleh karenanya biasanya dilakukan dengan menentukan sisa pembakaran garam mineral tersebut yang dikenal dengan pengabuan. Komponen mineral dalam suatu bahan sangat bervariasi baik macam maupun jumlahnya. Penentuan konsistensi merupakan mineral bahan hasil pertanian yang dapat dibedakan menjadi dua tahapan yaitu : pengebuan total (larut dan tidak larut) dan penentuan individu komponen.

Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan antara lain:1. Menentukan baik tidaknya suatu pengolahan.

Dalam penggilingan gandum, misalnya apabila masih banyak katul atau lembaga yang terikut maka tepung gandum tersebut akan memiliki kadar abu yang tinggi.

2. Mengetahui jenis bahan yang digunakan Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang

digunakan dalam marmalade atau jelly. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintesis.

3. Penentuan parameter nilai gizi pada bahan makanan Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan

adanya pasir atau kotoran yang lain (Fauzi, 2006).

II.1.4 Karakteristik BahanII.I.4.1 Biskuit Baby Promina

Gambar II.1 Promina Biskuit Bayi

Laboratorium Kimia OrganikDIII Teknik Kimia FTI-ITS

2013

Page 6: Bab II Print

Bab II Tinjauan

II-6

Tabel II.1 Tabel Informasi Nilai Gizi Biskuit Promina Baby

Laboratorium Kimia OrganikDIII Teknik Kimia FTI-ITS

2013

Page 7: Bab II Print

Bab II Tinjauan

II-7

Takaran saji 2 keping 21 g Jumlah sajian 6 per kemasan Buah Jumlah per Sajian 90 kkal Energi total Lemak Total 2 g Asam Linoleat 270 mg Protein 2 g Karbohidrat Total 17 g Serat Pangan 1 g Prebiotik FOS 0,42 g Gula 6 g Natrium 10 mg Protein 8 % Vitamin A 20 % Vitamin D 25 % Vitamin E 20 % Vitamin B1 25 % Vitamin B2 15 % Vitamin B6 25 % Vitamin B12 20 % Vitamin C 10 % Niasin 15 % Asam Pantotenat 25 % Kalsium 20 % Fosfor 20 % Zat Besi 25 % Zink 15 %

(Fat Secret,2012).

II.1.4.2 Energen Sereal

Laboratorium Kimia OrganikDIII Teknik Kimia FTI-ITS

2013

Page 8: Bab II Print

Bab II Tinjauan

II-8

Gambar II.2 Energen Sereal

Tabel II.2 Tabel Informasi Nilai Gizi Energen Sereal

Takaran Saji :30 gram / Jumlah Sajian Per Kemasan : 1Energi total 133 kkal

Energi dari lemak 27 kkalKolesterol 1 miligram / 0%

Lemak total 3 gram / 5%Lemak jenuh 1 gram / 5%

Protein 2 gram / 4%Karbohidrat total 24 gram / 7%Serat makanan 1 gr / 4%

Gula 13 gramNatrium 112 mg / 5%Kalsium 163 mg / 23%

Asam Folat 66 mcg / 17%Viamin A 619 IU / 31%

Vitamin B1 0.16 mg / 13%Vitamin B2 0.13 mg / 10%Vitamin B6 0.24 mg / 18%Vitamin B12 0.58 mcg / 24%Vitamin D 1.31 mcg / 26%Vitamin E 2.01 mg / 20%

% AKG berdasarkan kebutuhan energi 2000 kaloriKebutuhan energi anda mungkin lebih tinggi atau lebih rendah(Fat Secret,2012).

II.1.4.3 Susu Hilo

Laboratorium Kimia OrganikDIII Teknik Kimia FTI-ITS

2013

Page 9: Bab II Print

Bab II Tinjauan

II-9

Gambar II.3 Susu Hilo

Tabel II.3 Tabel Informasi Nilai Gizi Susu Hilo

Informasi Gizi per 1 serving

(200 ml)

Energi 669 kj

160 kkal

Lemak 2 g

Lemak Jenuh 0,5 g

Lemak Trans 0 g

Protein 6 g

Karbohidrat 29 g

Gula 12 g

Sodium 30 mg.

(Fat Secret,2012).

II.2 Aplikasi Industri

Laboratorium Kimia OrganikDIII Teknik Kimia FTI-ITS

2013

Page 10: Bab II Print

Bab II Tinjauan

II-10

KARAKTERISTIK PERMEN JELLY TIMUN SURI (Cucumis melo L.) DENGAN PENAMBAHAN SORBITOL DAN EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestika Val.)

1.PendahuluanTimun suri (Cucumis melo L.) merupakan salah satu jenis produk hasil pertanian yang

banyak terdapat di daerah Sumatera Selatan. Timun suri juga mengandung sejumlah zat gizi yang baik bagi tubuh, seperti karbohidrat 2,09 g, protein 1,26 g, lemak 0,04 g, serat 0,89 g, air 96,32 g, abu 2,90 g, vitamin C 24,86 mg, kalium 1008 mg, kalsium 768 mg, dan posfor 422 mg (Hayati et al, 2008). Selain itu, buah ini juga memiliki jenis dan rasa yang segar, flavor yang khas dan daging buah yang tebal. Usaha diversifikasi dan pengolahan timun suri menjadi permen jelly diperkirakan mempunyai prospek yang cukup baik. Hal ini terjadi karena produk permen sudah banyak disukai oleh anak-anak, remaja maupun dewasa. Menurut Sura et al. (2009), dalam penelitian tentang karekteristik jelly timun suri (Cucumis melo L.) sebanyak 15%, sukrosa 20%, HFS 50% dan asam sitrat 0.2 % secara sensoris memiliki tingkat kesukaan tertinggi dari perlakuan lain dan didapatkan karakteristik permen jelly timun suri yang baik. Permen jelly merupakan produk confectionary yang dapat diolah dari berbagai macam variasi, baik warna, bahan baku, maupun flavor. Bahan utama yang umum digunakan dalam pembuatan permen jelly adalah gelatin yang berfungsi sebagai bahan pengental, gula sebagai pemanis dan asam organik sebagai bahan pengawet dan pemberi rasa asam pada produk. Fungsi utama penambahan gelatin dalam pembuatan permen jelly yaitu untuk meningkatkan elastisitas, konsistensi dan stabilitas produk (Jaswir, 2007).

2.Alat dan BahanAlat-alat yang digunakan dalam peneliti- an ini adalah: baskom, cetakan aluminium,

Juice Exstrasion (Juicer), muffle furnace, pisau stainlees, pH meter, refraktometer, saringan kelapa, spektrofotometer, timbangan analitik merek Adventur, kompor gas, lemari es, dan alat-alat gelas untuk analisa. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam sitrat, beef gelatin, buah timun suri yang matang optimum (umur panen berkisar 2 bulan) ekstrak kunyit, HFS, sorbitol bubuk, dan bahan-bahan kimia untuk analisa.

3.Cara KerjaCara kerja dalam penelitian ini adalah cara kerja pembuatan permen jelly timun suri

menurut Sura et al. (2009), yang telah dimodifikasi yaitu sebagai berikut: timun suri dipilih yang matangnya optimum (umur panen berkisar 2 bulan) dan teksturnya masih agak keras serta tidak rusak, dikupas dan dibuang biji serta kulitnya kemudian daging buah dipotong ke cil-kecil lalu dihancurkan menggunakan juicer untuk mendapatkan sari buah. Sari buah sebanyak 100 ml dicampur dengan ekstrak kunyit murni sesuai dengan konsentrasi perlakuan dan diaduk sampai merata. Campuran sari buah dan ekstrak kunyit, dipanaskan pada suhu 40ºC lalu ditambahkan asam sitrat 0.2%, HFS 50%, gelatin 15% (dari 100 ml sari buah timun suri) dan sorbitol bubuk sesuai dengan konsentrasi perlakukan sambil dilakukan pengadukan selama pemanasan. Pemanasan dilanjutkan sampai suhu 100ºC sampai tercapai kekentalan dan diangkat dari alat pemanasan. Cairan kental permen jelly langsung dituangkan ke cetakan

Laboratorium Kimia OrganikDIII Teknik Kimia FTI-ITS

2013

Page 11: Bab II Print

Bab II Tinjauan

II-11

alumunium persegi (10 x 10 x 2 cm3), dan didinginkan/didiamkan pada suhu ruang 25-30oC selama ± 1 jam. Setelah ± 1 jam, permen jelly dimasukkan ke lemari pendingin dengan suhu 5oC selama 24 jam. Setelah dikeluarkan dari lemari pendingin, permen jelly dibiarkan pada suhu ruang 25-30oC selama ± 1 jam. Dan dikeluarkan dari cetakan, kemudian. dilakukan analisa terhadap permen jelly yang dihasilkan.

Penentuan kadar abu menggunakan metode AOAC (1995) menggunakan Muffle furnace merek Sybron adalah sebagai berikut: cawan porselen dibersihkan dan dipanaskan dalam oven selama 15 menit, lalu dimasukkan desikator sampai dingin, kemudian ditimbang. Permen jelly ditimbang 2 g dan dimasukkan dalam cawan porselen, kemudian dipanaskan dengan menggunakan penangas listrik dalam lemari asam sampai asap pada sampel hilang dan warna sampel menjadi hitam. Sampel tersebut selanjutnya diabukan dengan cara dimasukkan ke dalam Muffle furnace dengan suhu 550°C sampai menjadi abu. Kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit, setelah itu dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin. Kemudian ditimbang.

4.HasilHasil pengukuran kadar abu permen jelly timun suri berkisar antara 2.80% sampai

3.13%. Kadar abu tertinggi diperoleh dari hasil perlakuan S1E3 (sorbitol 9% dan ekstrak kunyit 9%) dengan nilai 3.13%, sedangkan kadar abu terendah diperoleh dari perlakuan S3E1 (sorbitol 23% dan ekstrak kunyit 5%) dengan nilai kadar abu 2,80%. Grafik rerata kadar abu permen jelly timun suri dapat dilihat pada gambar 2, berdasarkan SNI 01-3547-1994, permen jelly memiliki standar kadar abu 3%, hal ini menunjukkan bahwa kadar abu permen jelly timun suri yang dihasilkan telah memenuhi standar nasional permen jelly. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi penambahan sorbitol, ekstrak kunyit dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap kadar abu permen jelly timun suri yang dihasilkan. Menurut Hayati et al. (2008), timun suri memiliki kandungan mineral yang terdiri fosfor 422 mg, kalium 1008 mg dan kalsium 768 mg serta kadar abu 2.902 g per 100 g berat bahan. Kunyit dalam bentuk rimpang segar memiliki kadar abu 6% sampai 7% yang terdiri dari kan-dungan mineral seperti kalsium, fosfor dan besi (Wahyuni et al, 2004).

5.KesimpulanPenambahan sorbitol berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air, pH, kadar gula total

dan aktivitas antioksidan, sedangkan penambahan ekstrak kunyit berpengaruh nyata terhadap kadar air, dan aktivitas antioksidan permen jelly timun suri. Interaksi penambahan sorbitol dan ekstrak kunyit berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan permen jelly timun suri yang dihasilkan. Sifat kimia dan organoleptik permen jelly timun suri terbaik diperoleh pada perlakuan S2E2 (sorbitol 16% dan ekstrak kunyit 7%) dengan sifat kimia (kadar air 36.48%, kadar abu 3.01%, pH 5.03, kadar gula total 37% dan aktivitas antioksidan 27.09%), dan sifat sensoris dengan skor kesukaan (warna 3.08, tekstur 2.88, aroma 2.88 dan rasa 3.08 (Wahyuni et al, 2004).

Laboratorium Kimia OrganikDIII Teknik Kimia FTI-ITS

2013