bab ii perolehan hak atas tanah oleh direktorat …repository.unair.ac.id/13756/10/10. bab 2.pdf ·...
TRANSCRIPT
14
14
BAB II
PEROLEHAN HAK ATAS TANAH OLEH DIREKTORAT JENDERAL
BEA DAN CUKAI UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS
2.1. Pembebasan Hak Atas Tanah Sebagai Cara Perolehan Tanah Untuk
Pembangunan Oleh Instansi Pemerintah
Ketentuan – ketentuan yang mengatur tentang cara pembelian tanah untuk
keperluan negara, maupun susunan dan keanggotaan panitia yang bertugas dahulu
diatur pada Bijblad No. 11372 jo. 12476, yang kemudian sudah tidak sesuai lagi
dengan kebutuhan dan keadaan dewasa ini sehingga perlu diganti dengan
peraturan yang baru, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 15 Tahun 1975 tentang ketentuan – ketentuan mengenai tata cara
pembebasan tanah.
Masalah pembebasan tanah dahulu diatur dalam Gouvernemen Besluit No.
7 tanggal 1 Juli 1927 yang termuat dalam Bijblad No. 11372, yaitu tentang
voorschriften omtrent het verkrijgen van de vrij beschikking over ten behoeve van
den landen benodigde gronden dan diubah dengan Gouvernement Besluit tanggal
8 Januari 1932 yang termuat dalam Bijblad 12476. Semua peraturan yang berasal
dari jaman belanda tersebut sudah tidak berlaku lagi dengan dikeluarkannya
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 1975 tanggal 3 Desember 1975
dan berbagai peraturan lainnya, surat edaran, dan instruksi dari Departemen
Dalam Negeri, antara lain11
:
11
Abrurrahman, Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum, Cetakan I, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, hlm. 10-12
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
15
1. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1976 tanggal 5 April
1976 tentang Penggunaan Acara Pembebasan Tanah untuk
Kepentingan Pemerintah bagi Pembebasan Tanah oleh Pihak Swasta.
2. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 2a 12/08/12/75 tanggal 3
Desember 1975.
3. Surat Edaran Direktur Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri
tanggal 28 Februari 1976 BTU 2/ 568/2-76.
4. Surat – surat keputusan gubernur.
Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah dalam pembangunan, pada UUPA
hanya mengatur mengenai pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum
(Pasal 18). Pada pasal – pasal berikutnya tidak ada ketentuan yang mengatur
mengenai “Pembebasan Tanah”. Maka, untuk memenuhi pengadaan tanah untuk
pembangunan pada saat itu hanya dapat ditempuh melalui prosedur “Pencabutan
Hak Atas Tanah” yang kemudian diatur secara lebih rinci dalam Undang –
Undang No. 20 Tahun 1961.
Prosedur yang diatur dalam Undang – Undang No. 20 Tahun 1961 tersebut
dapat ditempuh apabila segala upaya lain tidak berhasil dijalankan. Namun dalam
UUPA tidak mengatur secara rinci mengenai upaya apa yang harus dilakukan
untuk mendahului pencabutan hak atas tanah.
Peluang tersebut lah yang dimanfaatkan lebih jauh dengan
melembagakannya dalam hukum pertanahan yang disebut dengan “Pembebasan
Tanah”, dimana melalui lembaga ini pengadaan tanah untuk pembangunan tidak
lagi melalui prosedur panjang dan rumit, melainkan cukup melalui musyawarah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
16
yang dilakukan oleh suatu panitia yang dibentuk dengan pemilik atau pemegang
hak atas tanah dengan penggantian kerugian yang disepakati oleh kedua belah
pihak.
Untuk keperluan itulah maka, ditetapkanlah Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 15 Tahun 1975 mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah, dimana
peraturan ini merupakan salah satu sarana yang terpenting untuk keperluan
pembangunan oleh Instansi Pemerintah.
Adanya peraturan yang mengatur tentang pembebasan tanah tersebut dapat
dilihat dari dua segi. Pertama, peraturan tersebut merupakan suatu landasan
hukum bagi pihak pemerintah untuk memperloleh tanah masyarakat yang
diperlukan untuk penyelenggaraan kepentingan umum, kepentingan pembangunan
atau kepentingan yang dapat menunjang pembangunan nasional. Kedua, peraturan
tersebut merupakan suatu jaminan bagi masyarakat tentang hak atas tanah dari
tindakan sewenang – wenang oleh pihak penguasa.12
Selanjutnya yang dimaksud dengan pembebasan hak atas tanah menurut
Pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 1975 adalah setiap
perbuatan langsung atau tidak langsung untuk melepaskan hubungan hukum yang
ada, antara pemegang hak / penguasa atas tanahnya dengan cara memberikan
ganti rugi kepada yang berhak / penguasa suatu hak atas tanah.
Tanah – tanah yang akan dibebaskan dapat berupa tanah milik rakyat,
yaitu, tanah – tanah yang telah mempunyai sesuatu hak berdasarkan Undang –
12
Ibid, hlm. 8
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
17
Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 atau tanah- tanah dari masyarakat
hukum adat.
Pembebasan hak atas tanah tidak terlepas dari masalah ganti rugi. Dalam
Pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 1975, secara tegas
disebutkan bahwa pembebasan tanah ialah melepaskan hubungan hukum yang
semula terdapat pada pemegang hak ( penguasa tanah ) dengan cara memberikan
ganti rugi.
Di dalam Pasal 16 UUPA, hak-hak atas tanah yang dapat diberikan kepada
warga negaranya berupa, yang paling utama adalah hak milik kemudian hak guna
usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak
memungut hasil hutan dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak
tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang serta hak-hak yang
sifatnya sementara seperti hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, dan
hak sewa tanah pertanian.
Pembebasan tanah oleh masyarakat yang memiliki tanah yang telah
mempunyai suatu hak berdasarkan UUPA 1960, dilakukan dengan bantuan
Panitia Pembebasan Tanah atas permintaan instansi yang memerlukan tanah.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) PMDN No. 15 Tahun 1975, panitia pembebasan
tanah bertugas melakukan pemeriksaan / penelitian dan penetapan ganti rugi yang
pembentukannya ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah untuk masing –
masing Kabupaten / Kotamadya dalam suatu wilayah Propinsi yang bersangkutan.
Menurut PMDN No. 15 Tahun 1975, pembebasan tanah hanya dapat
dilakukan apabila telah diperoleh kata sepakat antara pemegang kesepakatan itu
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
18
menyangkut hal teknis dan pelaksanaannya maupun mengenai besar dan bentuk
ganti rugi. Kesepakatan itu dilakukan atas dasar sukarela dengan cara
musyawarah.
Musyawarah untuk mencapai mufakat dalam penentuan ganti rugi
dilakukan oleh panitia pembebasan tanah dengan pihak pemilik hak atas tanah.
Hasil dari musyawarah tersebut berupa keputusan Panitia Pembebasan Tanah
yang nantinya diserahkan.
Mengenai acara pembebasan tanah untuk kepentingan instansi pemerintah
diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 10 PMDN No. 15 tahun 1975. Dalam
Pasal 5 dijelaskan bahwa, permohonan pembebasan tanah oleh Instansi
disampaikan pada Gubernur Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk yang
nantinya akan diteruskan kepada Panitia Pembebasan Tanah untuk kemudian
dilakukan penelitian terhadap data dan keterangan – keterangan mengenai tanah
seperti yang dimaksud dalam Pasal 4. Pelaksanaan pembebasan tanah ini harus
dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat sebagaimana telah ditegaskan dalam
Pasal 6 ayat (4).
Berdasarkan perkembangan peraturan pengadaan tanah untuk kepentingan
umum yang telah disebutkan dalam latar belakang, segala ketentuan mengenai
pembebasan tanah sudah dinyatakan tidak berlaku dan diganti dengan pengadaan
tanah yang sekarang diatur dalam Undang – Undang No. 2 Tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang kemudian
diikuti beberapa peraturan lainnya yaitu, Peraturan Presiden RI No. 71 Tahun
2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
19
Kepentingan Umum, Peraturan Kepala BPN RI No. 5 Tahun 2012 tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah, dan Perpres No. 40 Tahun 2014
tentang Perubahan Perpres No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Pengertian pengadaan tanah berdasarkan Pasal angka 2 Undang – Undang
No. 2 Tahun 2012 juncto Pasal 1 angka 2 Peraturan Presiden RI No. 71 Tahun
2012 yaitu, kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian
yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Salah satu unsur yang terdapat
dalam kegiatan pengadaan tanah berdasarkan Undang – Undang No. 2 Tahun
2012 ini adalah unsur kepentingan umum yang dilakukan dengan cara pelepasan
hak atas tanah oleh pemegang haknya dengan pemberian ganti kerugian yang
layak dan adil.
Pelepasan hak atas tanah adalah kegiatan pemutusan hubungan hukum dari
pihak yang berhak kepada negara melalui Lembaga Pertanahan yang dijelaskan
dalam Pasal 1 angka 9 Undang – Undang No. 2 Tahun 2012.
Kepentingan umum berdasarkan Pasal 1 angka 6 adalah kepentingan
bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan
digunakan sebesar – besarnya untuk kemakmuran rakyat. Selanjutnya dalam Pasal
10 UU No. 2 Tahun 2012 menyebutkan bahwa, tanah untuk kepentingan umum
digunakan untuk pembangunan :
a) pertahanan dan keamanan nasional;
b) jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan
c) fasilitas operasi kereta api;
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
20
d) waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran
pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;
e) pelabuhan, bandar udara, dan terminal;
f) infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;
g) pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik;
h) jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah;
i) tempat pembuangan dan pengolahan sampah;
j) rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah;
k) fasilitas keselamatan umum;
l) tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah;
m) fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik;
n) cagar alam dan cagar budaya;
o) kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa;
p) penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta
perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa;
q) prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah;
r) prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan
s) pasar umum dan lapangan parkir umum.
Dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum terdapat beberapa
lembaga yang terkait dalam pelaksanaan pengadaan tanahnya yaitu tim persiapan
pengadaan tanah, tim kajian keberatan, lembaga pertanahan, satuan tugas, dan
penilai pertanahan.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
21
Instansi yang memerlukan tanah untuk pengadaan tanah harus melalui
beberapa proses atau tahapan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 13, yaitu :
1. Perencanaan;
2. Persiapan;
3. Pelaksanaan; dan
4. Penyerahan hasil
Pada proses yang pertama, instansi yang memerlukan tanah harus
membuat perencanaan pengadaan tanah yang didasarkan atas Rencana Tata Ruang
Wilayah dan prioritas pembangunan yang tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Strategis, Rencana Kerja Pemerinrtah
Instansi yang bersangkutan seperti yang diatur dalam Pasal 14 dan Pasal 15.
Kedua, instansi yang memerlukan tanah melakukan persiapan pengadaan
tanah bersama pemerintah provinsi yang diatur dalam Pasal 16 sampai dengan
Pasal 26 UU No. 2 Tahun 2012 dengan melakukan pemberitahuan rencana
pembangunan, pendataan awal lokasi rencana pembangunan, dan konsultasi
publik rencana pembangunan. Setelah menerima dokumen perencanaan
pengadaan tanah dari instansi yang memerlukan tanah, Gubernur membentuk Tim
Persiapan Pengadaan Tanah yang meliputi Bupati/ Walikota, Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) provinsi terkait, instansi yang memerlukan tanah, dan
instansi terkait lainnya.
Ketiga, berdasarkan Pasal 27 sampai dengan Pasal 47 UU No. 2 Tahun
2012 pelaksanaan pengadaan tanah harus diajukan oleh instansi kepada Lembaga
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
22
Pertanahan Setelah dilakukannya penetapan lokasi. Proses pelaksanaan pengadaan
tanah berdasarkan Pasal 27 ayat (2) meliputi :
a. inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah;
b. penilaian Ganti Kerugian;
c. musyawarah penetapan Ganti Kerugian;
d. pemberian Ganti Kerugian; dan
e. pelepasan tanah Instansi.
Setelah pelaksanaan pengadaan tanah, proses yang terakhir adalah
penyerahan hasil yang diatur dalam Pasal 48 sampai dengan Pasal 50 UU No. 2
Tahun 2012. Hasil pengadaan tanah yang sudah dilaksanakan diserahkan oleh
Lembaga Pertanahan kepada instansi yang memerlukan tanah setelah segala
proses pemberian ganti rugi sudah selesai.
Pengertian ganti kerugian dijelaskan dalam Pasal 1 angka 10 UU No. 2
Tahun 2012 jo. Pasal 1 angka 10 Perpres. No. 71 Tahun 2012, bahwa ganti
kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam
proses pengadaan tanah. Sifat dari ganti kerugian yang pertama, ganti kerugian
bersifat fisik yang merupakan ganti kerugian atas tanah, bangunan, tanaman,
dan/atau benda- benda lain yang berkaitan dengan tanah. Kedua, sifat ganti
kerugian non fisik yaitu kerugian lain yang dapat dinilai yaitu kerugian non fisik
yang dapat disetarakan dengan nilai uang atau pekerjaan, biaya pemindahan
tempat, biaya alih profesi, dan nilai atas properti sisa.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
23
Mengenai bentuk ganti kerugian diatur pada Pasal 36 UU No. 2 Tahun
2012 jo. Pasal 74 Perpres No. 71 Tahun 2012 bahwa, macam – macam bentuk
ganti kerugian yang dapat diberikan oleh instansi yang membutuhkan tanah
kepada pihak yang berhak atas tanah yang akan dilepaskan yaitu :
a. uang;
b. tanah pengganti;
c. permukiman kembali;
d. kepemilikan saham;
e. bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
Setelah proses terakhir dalam pengadaan tanah sudah dilaksanakan yaitu
segala pelaksanaan pemberian ganti kerugian dan penyerahan hasil atau berita
acara oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah, maka instansi yang memerlukan
tanah dapat mulai melaksanakan kegiatan pembangunan. Instansi yang
memperoleh tanah juga wajib mendaftarkan tanah yang telah diperoleh sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
2.2. Perolehan Hak Pakai dan Pendaftaran Tanah Menurut Hukum
Agraria di Indonesia
2.2.1. Hak Pakai menurut Undang – Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun
1960, dan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996
Pengertian Hak Pakai berdasarkan Pasal 41 UUPA adalah suatu hak untuk
menggunakan dan / atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
24
ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang
memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan
perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal
tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan undang-undang ini.
Dalam pengertian Hak Pakai ini kita mengenal ada 3 jenis Hak Pakai,
yaitu13
:
a. Hak Pakai Privat yang tersebut dalam pasal 41 – 43 UUPA maupun
Hak Pakai yang berasal dari Ketentuan PMDN No. 1 Tahun 1977.
b. Hak Pakai Publikrechtelijk, yang hanya dapat dipunyai oleh lembaga
pemerintah, usaha – usaha sosial dan keagamaan, dan perwakilan –
perwakilan negara asing. ( Pasal 49 UUPA dan Ketentuan Konversi
Pasal 1 ayat (4) dan PMDN No. 6 Tahun 1972 )
c. Hak Pakai yang terjadi karena suatu perjanjian dengan seorang
pemegang Hak Milik, ( Pasal 41 UUPA ) kesemuanya harus
didaftarkan, sehingga mutasi, hapusnya atau berakhirnya hak atas
tanah, dan demikianpula pengikatan fidusia atas bagian – bagian
rumah susun di atas tanah Hak Pakai yang berasal dari tanah yang
dikuasai oleh negara.
Berdasarkan Pasal 42 UUPA, yang dapat mempunyai Hak Pakai antara
lain adalah : Warga Negara Indonesia; orang asing yang berkedudukan di
Indonesia, Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
13
A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Cet. I, CV. Mandar Maju,
Bandung, 1990, hlm. 32.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
25
berkedudukan di Indonesia; Badan Hukum asing yang mempunyai perwakilan di
Indonesia.
Pada dasarnya Hak Pakai dapat dialihkan. Dalam hal terdapat tanah yang
merupakan tanah yang dikuasai oleh negara, maka Hak Pakai hanya dapat
dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang. Namun, apabila
terdapat tanah yang merupakan tanah hak milik, maka pengalihan Hak Pakai
kepada pihak lain hanya dimungkinkan apabila dinyatakan secara tegas dalam
perjanjian. Jadi, apabila dalam suatu kejadian pemegang Hak Pakai kehilangan
persyaratannya atas hak tersebut, maka pihak tersebut akan kehilangan haknya
dan wajib mengalihkannya kepada pihak lain atau Hak Pakai tersebut dihapuskan.
Pembatasan Hak Pakai adalah menggunakan dan atau memungut hasil dari
tanah yang dikuasai langsung oleh negara dengan penerbitan Surat Keputusan
Pemberian Hak atau berdasarkan perjanjian pemilik Hak Milik dengan seseorang,
tetapi bukan sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, meskipun ada
pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun yang tidak ada unsur paksaan
(Pasal 41 UUPA)
Dari penjelasan pasal 41 dan 42 UUPA dapat diketahui bahwa Hak Pakai
adalah suatu kumpulan pengertian dari hak – hak yang dikenal dalam hukum
pertanahan dengan berbagai nama. Sehingga untuk kesederhanaan dari
beragamnya hak – hak adat yang sejenis maka diberi nama yang baru yaitu Hak
Pakai. Hak Pakai ini juga digunakan untuk hak – hak sejenis yang pernah terdapat
dalam KUH Perdata yaitu Hak Vruchtgebruik, gebruik, Grant Controleur (
Sumatera Timur ), bruikleen yang disebutkan dalam pasal VI Ketentuan Konversi.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
26
Selain itu, UUPA telah secara tegas memberikan batasan bahwa Hak Pakai
bukan merupakan perjanjian sewa menyewa tanah ataupun suatu perjanjian
pengolahan tanah, meskipun ada uang wajib atau pembayaran atau pemberian jasa
ataupun dengan cuma – cuma.
Terjadinya Hak Pakai berdasarkan asal tanahnya dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Hak Pakai atas Tanah Negara
Hak Pakai ini diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Badan
Pertanahan Nasional ( BPN ). Hak Pakai ini terjadi sejak keputusan pemberian
Hak Pakai didaftarkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota
setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan diterbitkan sertifikat sebagai tanda
bukti haknya.
Pasal 5 Permen Agraria / Kepala BPN No. 3 Tahun 1999 menetapkan
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota berwenang menerbitkan keputusan
pemberian Hak Pakai, sedangkan Pasal 10 nya memberikan kewenangan kepada
Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi untuk menerbitkan keputusan pemberian
Hak Pakai yang diatur dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 56 Permen Agraria /
Kepala BPN No. 9 Tahun 1999.
2. Hak Pakai Atas Tanah Hak Pengelolaan
Hak Pakai ini diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh BPN
berdasarkan usul pemegang Hak pengelolaan (HPL). Hak Pakai ini terhadi sejak
keputusan pemberian Hak Pakai didaftarkan kepada kepala Kantor Pertanahan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
27
Kabupaten / Kota setempat untuk dicatat dalam Buku Tanah dan diterbitkan
sertifikat sebagai tanda bukti haknya.
3. Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik
Hak Pakai ini terjadi dengan pemberian Hak Atas Tanah oleh pemilik tanah
dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Akta PPAT ini wajib didaftarkan ke Kantor
Pertanahan Kabupaten / Kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah. Bentuk
akta PPAT ini dimuat dalam lampiran Permen Agraria / Kepala BPN No. 3 Tahun
1997.
Pengaturan mengenai Hak Pakai untuk pertama kalinya dibuat oleh
Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah dimulai dari Pasal 39
hingga Pasal 58. Munculnya Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 dilandasi
pemahaman peran sentral akan tanah dalam kehidupan dan pembangunan nasional
yang mengharuskan adanya peraturan mengenai penguasaan, penggunaan, dan
pemilikan. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 merupakan peraturan
pelaksana dari UUPA yang memberikan ketentuan tentang Hak Pakai secara rinci,
yaitu tentang :
a. Subyek Hak ( Pasal 39 )
b. Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Pakai ( Pasal 41 )
c. Terjadinya Hak Pakai ( Pasal 42 )
d. Pemberian perpanjangan waktu da pembaharuannya ( Pasal 45 )
e. Kewenangan yang diberikan kepada pemegang hak dan kewajibannya (
Pasal 50 )
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
28
f. Pembebanan Hak ( Pasal 53 )
g. Peralihan Hak ( Pasal 54 )
h. Hapusnya Hak Pakai ( Pasal 55 )
Berdasarkan Pasal 39 PP No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai, yang dapat mempunyai Hak Pakai antara
lain adalah : Warga Negara Indonesia; Badan Hukum yang didirikan menurut
hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; Departemen; Lembaga
Pemerintah non Departemen, dan Pemerintah Daerah; Badan – Badan Keagamaan
dan Sosial; Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia; Badan Hukum Asing
yang mempunyai perwakilan di Indonesia; Perwakilan Negara Asing dan
Perwakilan Badan Internasional.
Dalam Pasal 41 PP No. 40 Tahun 1996 dipertegas, bahwa yang dapat
diberikan dengan Hak Pakai adalah berasal dari :
a. Tanah negara,
b. Tanah Hak Pengelolaan,
c. Tanah Hak Milik ( perjanjian pendirian Hak Pakai di atas tanah Hak
Milik dengan suatu perjanjian / akta PPAT ).
Alas hak pemberian Hak Pakai berdasarkan Pasal 42 PP. No. 40 Tahun
1996 yaitu yang berasal dari tanah negara dengan Keputusan Pemberian Hak oleh
Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya. Hak Pakai yang berasal dari Hak Milik
yang dilakukan dengan suatu akta PPAT.
Dalam UUPA hanya menyebutkan bahwa jangka waktu berlakunya Hak
Pakai dalam jangka waktu tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
29
keperluan tertentu dimana selama ini pengaturan lebih lanjut pada Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1972 tentang Hak Atas Tanah Negara yang
paling lama 10 tahun dan dapat diperpanjang 10 tahun.
Pada PP No. 40 Tahun 1996, jangka waktu Hak Pakai diatur pada Pasal 45
sampai dengan Pasal 49. Jangka waktu ini berbeda – beda sesuai dengan asal
tanahnya yaitu :14
1. Hak Pakai Atas Tanah Negara
Hak Pakai ini berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 25 tahun,
dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 tahun, dan dapat diperbaharui untuk
jangka waktu paling lama 25 tahun.
Hak Pakai atas tanah negara juga diberikan dengan jangka waktu tidak
ditentukan selama diperhunakan untuk keperluan tertentu, yakni diberikan
kepada:
a. Departemen, lembaga Pemerintah Non Departemen dan Pemerintah
Daerah;
b. Perwakilan Negara Asing dan Perwakilan Badan Internasional;
c. Badan Keagamaan dan Badan Sosial.
Permohonan perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan Hak Pakai
diajukan selambat – lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak
Pakai tersebut. Perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan Hak Pakai dicatat
dalam buku Tanah pada kantor Pertanahan Kabupaten / Kota setempat.
14
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak – Hak Atas Tanah, Cet. 3, Kencana, Jakarta,
2007, hlm. 116.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
30
Di dalam Pasal 46 PP No. 40 Tahun 1996 dijelaskan bahwa Hak Pakai atas
tanah dapat diperpanjang atau diperbaharui dengan syarat yaitu :
a. Tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat,
dan tujuan pemberian hak tersebut;
b. Syarat – syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh
pemegang hak;
c. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 39.
2. Hak Pakai Atas Tanah Hak Pengelolaan
Hak Pakai ini berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 25 tahun,
dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 Tahun dan dapat
diperbaharui untuk jangka waktu paling lama 25 tahun. Perpanjangan jangka
waktu atau pembaharuan Hak Pakai ini dapat dilakukan atas usul pemegang Hak
Pengelolaan.
3. Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik
Hak Pakai atas tanah Hak Milik diberikan dengan jangka waktu paling lama
25 tahun dan tidak dapat diperpanjang, tapi dapat diperbaharui. Untuk dapat
memperbaharui Hak Pakai di atas tanah Hak Milik yang baru dengan cara
membuat perjanjian baru antara pemegang Hak Milik dengan pemohon Hak
Pakai.15
Pemberian Hak Pakai baru tersebut dapat dilakukan dengan akta yang
dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT ) dan wajib didaftarkan kepada
15
Soegiharto, Penggunaan Tanah Dalam Rangka Penanaman Modal Untuk Keperluan
Pembangunan Perumahan Umum, Makalah Seminar, 7 Agustus 1996, hlm. 17.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
31
Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah
seperti yang telah diatur dalam Pasal 49 ayat (2) PP No. 40 Tahun 1996.
Berdasarkan jangka waktu Hak Pakai yang telah dijabarkan di atas,
terdapat Hak Pakai yang diberikan kepada Instansi Pemerintah untuk digunakan
sebagai tempat peribadatan dan sosial, kepada negara – negara asing untuk kantor
kedutaan yang berlaku selama tanah itu dipergunakan untuk itu dalam jangka
waktu tak terbatas yang tidak dapat dipindahtangankan kepada pihak lain ataupun
dijaminkan (tanpa Right of Dispossal). Jika tanah itu sudah tidak digunakan lagi,
maka akan kembali menjadi tanah milik negara / dikuasai langsung oleh negara.
Lain halnya dengan Hak Pakai yang diberikan kepada badan hukum dan
perseorangan untuk berbagai keperluan, dengan jangka waktu tertentu, tanah
tersebut dapat dipindahtangankan.
Hapusnya Hak Pakai atas tanah negara mengakibatkan tanahnya kembali
menjadi tanah negara. Hapusnya Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan
mengakibatkan tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan.
Hapusnya Hak Pakai atas tanah Hak Milik mengakibatkan tanahnya kembali
dalam penguasaan pemilik tanah. (Pasal 56 PP no. 40 Tahun 1996)
Pasal 57 PP No. 40 Tahun 1996 mengatur konsekuensi hapusnya Hak
Pakai bagi bekas pemegang Hak Pakai, yaitu :
1. Apabila Hak Pakai atas tanah negara hapus dan tidak dapat diperpanjang
atau diperbaharui, maka bekas pemegang Hak Pakai wajib membongkar
bangunan – bangunan dan benda – benda yang ada di atasnya dan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
32
menyerahkan tanahnya kepada negara dalam keadaan kosong selambat –
lambatnya dalam waktu satu tahun sejak hapusnya Hak Pakai,
2. Dalam hal bengunan dan benda – benda tersebut masih diperlukan, maka
kepada pemegang Hak Pakai diberikan ganti rugi.
3. Pembongkaran bangunan dan benda – benda tersebut dilaksanakan atas
biaya bekas pemegang Hak Pakai.
4. Jika pemegang Hak Pakai lalai dalam memenuhi kewajiban membongkar
bangunan dan benda – benda yang ada di atas tanah Hak Pakai, maka
bangunan dan benda – benda yang ada di atasnya dibongkar oleh
Pemerintah atas biaya bekas pemegang Hak Pakai.
Apabila Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan atau Hak Pakai atas tanah
Hak Milik hapus, maka bekas pemegang Hak Pakai tersebut wajib menyerahkan
tanahnya kepada pemegang Hak Pengelolaan atau pemilik tanah dan memenuhi
ketentuan – ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah
Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik
seperti yang telah diatur dalam Pasal 58 PP No. 40 Tahun 1996.
Substansi penting yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun
1996 adalah :
1. Hak Pakai atas tanah negara dan Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan
dapat diperpanjang atau diperbaharui sebagaimana tercantum dalam
Pasal 46;
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
33
2. Dalam Pasal 49, Hak Pakai atas tanah Hak Milik tidak dapat diperpanjang,
tetapi dapat diperbaharui atas kesepakatan antara pemegang Hak Pakai
dengan pemegang Hak Milik;
3. Adanya kewajiban bagi para pemegang Hak Pakai ( Pasal 50 jo. Pasal 51
), serta sanksi bagi para pemegang Hak pakai ( Pasal 59 ayat 3 );
4. Adanya perlindungan hukum bagi masyarakat, dimana pemegang Hak
pakai harus memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain
apabila tanah Hak pakai itu menutup jalan umum itu;
5. Pengaturan tentang jangka waktu Hak Pakai yaitu adanya kemudahan lain
dibidang pertanahan terkait dengan penanaman modal, dimana adanya
kepastian jangka waktu pemberian Hak Pakai atas tanah;
6. Adanya pengaturan mengenai hapusnya Hak Pakai seperti dijelaskan
dalam Pasal 55;
7. Adanya pengaturan mengenai peralihan Hak Pakai (Pasal 54), dimana Hak
Pakai yang diberikan atas tanah negara dengan jangka waktu tertentu
dapat beralih dan dialihkan, namun Hak Pakai atas tanah Hak Milik tidak
dapat dialihkan tetapi dapat diperbaharui dengan perjanjian pemberian
Hak Pakai atas tanah Hak Milik yang bersangkutan.
Setelah pengaturan mengenai jangka waktu berlakunya Hak Pakai, hal lain
yang diatur dalam PP No. 40 Tahun 1996 adalah mengenai kewajiban bagi
pemegang Hak Pakai yang dituangkan dalam Pasal 50, yaitu :
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
34
1. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya
ditentukan dalam keputusan pemberian hak nya atau dalam perjanjian
pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
2. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukan dan persyaratannya,
memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta
menjaga kelestarian lingkungan hidup;
3. Menyerahakan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Pakai kepada
negara, pemegang Hak Pengelolaan, atau Pemegang Hak Milik sesudah
Hak Pakai tersebut hapus;
4. Menyerahkan kembali sertifikat Hak Pakai yang telah hapus kepada
Kepala Kantor Pertanahan.
Mengenai hapusnya Hak Pakai berdasarkan Pasal 55 dapat terjadi apabila :
a. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan
pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya;
b. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan,
atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya habis, karena :
1. Tidak dipenuhinya pemegang hak dan / atau dilanggarnya
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 51, dan
Pasal 52 (mempergunakan untuk keperluan tertentu sesuai Hak
Pakai yang diperoleh); atau
2. Tidak dipenuhinya syarat – syarat atau kewajiban – kewajiban yang
tertuang dalam perjanjian antara pemegang Hak Pakai dengan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
35
pemegang Hak Milik atau perjanjian penggunaan Hak Pengelolaan;
atau
3. Putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
c. Dilepaskannya secara sukarela oleh pemegang haknya;
d. Dicabut berdasarkan UU No. 20 Tahun 1961;
e. Diterlantarkan;
f. Tanahnya musnah;
g. Pemegang Hak Pakai tidak memenuhi syarat sebagai pemegang
(subyek) Hak Pakai.
2.2.2. Perolehan Hak Pakai menurut Peraturan Menteri Negara Agraria /
Kepala BPN No. 9 Tahun 1999 (PMNA/Kepala BPN No. 9 Tahun
1999)
Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 9 Tahun 1999
(PMNA/Kepala BPN No 9 Tahun 1999) mengatur mengenai Tata Cara Pemberian
dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, dimana dalam PP
No. 40 Tahun 1996 tidak mengatur secara rinci cara pemberian Hak Pakai dan hal
– hal apa yang membatalkan Hak Pakai tersebut. Disebutkan dalam Pasal 4 Ayat
(1) PMNA/Kelapa BPN No. 9 Tahun 1999, bahwa sebelum mengajukan
permohonan hak, pemohon harus menguasai tanah yang dimohon dibuktikan
dengan data yuridis dan data fisik tanah.
Data yuridis adalah keterangan tentang status hukum tanah dan satuan
rumah susun yang terdaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban lain
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
36
yang membebaninya. Sedangkan data fisik adalah keterangan mengenai hak,
letak, batas, dan luas bidang tanah serta satuan rumah susun yang didaftar
termasuk keterangan ada tidaknya bangunan di atasnya.
Untuk memperoleh pemberian tanah dengan status Hak Pakai harus
dipenuhi prosedur sebagi berikut :
a. Berdasarkan Pasal 50 Ayat (1) dan Ayat (2), permohonan Hak Pakai harus
diajukan secara tertulis dan harus dilengkapi dengan keterangan –
keterangan sebagai berikut :
1. Mengenai diri pemohon (perorangan atau badan hukum);
2. Data yuridis dan data fisik tanah tersebut yang meliputi : alas haknya
(sertifikat, girik, surat kapling, surat – surat bukti pelepasan hak,
pelunasan tanah dan rumah, akta PPAT, akta pelepasan hak, serta
surat surat bukti perolehan tanah lainnya); letak batas dan luasnya
(harus ada surat ukur dan gambar situasinya); jenis tanah; rencana
penggunaan tanah, status tanahnya; tentang jumlah bidang tanah yang
dimohon dan keterangan lain yang dianggap perlu.
b. Berdasarkan Pasal 51 Ayat (1), permohonan hak atas tanah jika Hak Pakai
selama dipergunakan untuk keperluan tertentu tersebut harus dilampiri
dengan :
1. Mengenai diri pemohon (instansi pemerintah atau badan hukum
Indonesia);
2. Mengenai tanahnya, baik data yuridis dan data fisik, serta surat – surat
lain yang dianggap perlu;
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
37
3. Dalam hal pemohon instansi pemerintah, harus ada surat pernyataan
yang menyebabkan secara fisik tanah sudah dikuasai, serta tercatat
dalam daftar inventaris dan tidak ada sengketa dengan pihak lain.
c. Berdasarkan Pasal 52, permohonan Hak Pakai yang sudah dilengkapi
tersebut, diajukan kepada menteri melalui Kepala Kantor Pertanahan yang
daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan;
d. Berdasarkan Pasal 53, selanjutnya Kepala Kantor Pertanahan memeriksa
dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik, mencatat dalam
formulir isian serta memberikan tanda terima berkas permohonan dan
memberitahukan kepada pemohon untuk membayar biaya yang diperlukan
sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku;
e. Selanjutnya berdasarkan Pasal 54, Kepala Kantor Pertanahan meneliti
kelengkapannya dan kebenaran data yuridis dan data fisik serta memeriksa
kelayakan permohonan tersebut tentang dapat tidaknya dikabulkan atau
diproses lebih lanjut, yang selanjutnya Kepala Kantor Pertanahan
memerintahkan kepada :
1. Kepala seksi pengukuran dan pendaftaran tanah untuk melakukan
pengukuran;
2. Kepala seksi Hak Atas Tanah untuk memeriksa permohonan hak
terhadap tanah yang sudah didaftar, serta data yuridis dan data fisiknya
apakah sudah cukup untuk dapat mengambil keputusan yang
dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan Tanah (RPT);
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
38
3. Tim penelitian tanah untuk memeriksa permohonan hak terhadap tanah
yang belum terdaftar yang dituangkan dalam berita acara;
4. Panitia pemeriksa tanah A untuk memeriksa permohonan terhadap
tanah selain yang diperiksa pada point 2 dan point 3, dan dituangkan
dalam Risalah Pemeriksaan Tanah (RPT);
5. Selanjutnya Kepala Kantor Pertanahan menyampaikan berkas
permohonan tersebut kepada kepala Kantor Wilayah, disertai pendapat
dan pertimbangannya.
f. Berdasarkan Pasal 55, setelah menerima berkas permohonan tersebut,
Kepala Kantor Wilayah memerintahkan kepada Kepala bidang hak atas
tanah untuk :
1. Mencatat dalam formulir isian serta memeriksa dan meneliti
kelengkapan data yuridis dan data fisik;
2. Selanjutnya Kepala Kantor Wilayah memeriksa kelayakan
permohonan Hak Pakai tersebut akan dapat tidaknya dikabulkan atau
diproses lebih lanjut setelah meneliti kelengkapan serta kebenaran data
yuridis dan data fisik berikut pendapat dan pertimbangan Kepala
Kantor Pertanahan;
3. Dalam hal keputusan pemberian Hak Pakai telah dilimpahkan dari
Menteri kepada Kepala Kantor Wilayah setelah mempertimbangkan
pendapat dan pertimbangan Kepala Kantor Wilayah menerbitkan
keputusan pemberian Hak Pakai atas tanah yang dimohon atau
keputusan penolakan yang disertai alasan penolaknya.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
39
Mengenai pelimpahan kewenangan tentang pemberian dan pembatalan
keputusan pemberian hak atas tanah dari Menteri kepada Kepala Kantor Wilayah
atau kepada Kepala Kantor Pertanahan dijelaskan dalam Pasal 3 Ayat (2)
PMNA/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 dan ditegaskan pula
dalam Pasal 14 Ayat (2) PMNA/Kepala BPN No. 3 Tahun 1999 tentang
Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak
Atas Tanah dimana peraturan ini menggantikan PMDN No. 6 Tahun 1972 tentang
Pelimpahan Kewenangan Hak Atas tanah.
2.2.3. Pendaftaran Hak Atas Tanah menurut Undang – Uudang Pokok
Agraria No. 5 Tahun 1960, Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961,
dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997
Pendaftaran hak atas tanah bertujuan untuk memberi kepastian hukum
bagi pemegang hak atas tanah, sekaligus untuk perlindungan hukum terhadap
sengketa yang mungkin dihadapi yang salah satunya adalah sengketa mengenai
perbatasan.
Dalam hukum agraria yang berlaku di bawah pemerintahan Hindia
Belanda ( kolonialisme ), baik menggunakan hukum adat maupun hukum barat
tidak ada kepastian hukum bagi rakyat melalui kegiatan pendaftaran tanah, seperti
yang dinyatakan dalam Pasal 19 Ayat (1) UUPA, bahwa “Untuk menjamin
kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah
Republik Indonesia menurut ketentuan – ketentuan yang diatur oleh Peraturan
Pemerintah”.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
40
Dalam Pasal 19 Ayat (2) tersebut ditentukan, bahwa pendaftaran tanah itu
meliputi dua hal, yaitu :
a. Pengukuran dan pemetaan tanah serta menyelenggarakan tata
usahanya;
b. Pendaftaran hak – hak atas tanah serta hak peralihannya dan pemberian
surat – surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat.
Tujuan dari pendaftaran tanah adalah untuk mengetahui wewenang dan
kewajiban bagi pemegang hak atas tanah (kepastian hukum) mengenai obyek dan
subyek hak atas tanah tersebut, bahkan dapat menjamin adanya kepastian hukum
dan kepastian hak mengenai status dan kedudukan hukum atas tanah, letak, luas,
batas, beban, serta siapa si empunya.16
Dari apa yang diperintahkan pada Pasal 19 Ayat (1) tersebut, maka
pemerintah menerbitkan PP No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.
Namun masih ada beberapa kekurangan yakni dalam PP ini tidak membahas
mengenai tujuan pendaftaran tanah dan juga mengenai prosedur pendaftaran tanah
tersebut. Sehingga pemerintah menyempurnakan peraturan itu dengan
mengeluarkan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dimana
pendaftaran tanah tersebut didasarkan pada tanah, bukan kepada pemiliknya saja,
dan sistem publikasinya adalah sistem negatif, tetapi mengandung unsur positif,
karena akan menghasilkan surat-surat bukti hak yang berlaku sebagai alat
16
Effendi Perangin, Hukum Agraria di Indonesia, Cet. VII, Rajawali Press, Jakarta,
1997, hlm. 91.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
41
pembuktian yang kuat seperti dinyatakan dalam UUPA Pasal 19 Ayat (2) huruf c,
Pasal 23 Ayat (2), Pasal 32 Ayat (2), dan Pasal 38 Ayat (2).
Tujuan Pendaftaran tanah berdasarkan Pasal 3 menurut PP No. 24 tahun
1997 antara lain :
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak – hak
lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan;
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak – pihak yang berkepentingan
termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang – bidang
tanah dan satuan – satuan rumah susun yang sudah terdaftar;
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pemerintahan.
Dalam UUPA Pasal 23, Pasal 32, dan Pasal 38 yang menyatakan bahwa
Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan harus didaftarkan. Baik
setiap pendaftaran untuk pertama kali, peralihan maupun hapusnya hak atas tanah
tersebut. Sebagai tindak lanjut atas perintah pendaftaran tanah tersebut maka
diterbitkanlah Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 bahwa pendaftaran tanah
menurut PP tersebut adalah pendaftaran hukum ( Recht Cadaster ). Dalam pasal
41 – 43 UUPA mengenai Hak Pakai sama sekali tidak diatur tentang pendaftaran
ini. Namun kemudian muncul Surat Keputusan Menteri Agraria No. Sk / VI 5 Ka
tanggal 20 Januari 1962 tentang Pendaftaran Hak Penguasaan dan Hak Pakai jo.
PMA No. 1 Tahun 1966 dan PMDN No. 1 tahun 1977 yang menyatakan bahwa
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
42
Hak Pakai harus juga didaftar menurut ketentuan PP. No. 10 Tahun 1961 dan
kemudian diganti/diatur oleh Peraturan Menteri Agraria No. 1 Tahun 1966
tanggal 5 Januari 1966.17
Ketentuan PP No. 10 Tahun 1961 ini kemudian diganti dengan PP No. 24
Tahun 1997, dimana pada produk hukum yang terakhir tersebut sama sekali tidak
merubah prinsip – prinsip dasar yang telah dikembangkan oleh Pasal 19 UUPA
dan PP No. 10 tahun 1961.18
Pada Pasal 2 PP No. 24 tahun 1997 menerangkan bahwa pendaftaran tanah
dilaksanakan berdasarkan beberapa azas, yaitu :
a. Azas sederhana, bahwa ketentuan pokok dan juga prosedur
pendaftaran tanah mudah untuk dipahami;
b. Azas aman, bahwa pendaftaran tanah dilaksanakan secara teliti dan
aman;
c. Azas terjangkau, bahwa biaya pendaftaran tanah terjangkau;
d. Azas mutakhir, bahwa pada setiap perubahan data fisik dan data
yuridis harus dilakukan pendaftaran;
e. Azas terbuka, bahwa data fisik dan data yuridis bersifat terbuka untuk
umum.
Dimana kesemua azas tersebut diselenggarakan oleh Badan Pertanahan
Nasional dan Kantor Pertanahan yang dibantu oleh PPAT dan pejabat lain (Pasal
5 jo. Pasal 6).
17
A.P. Parlindungan, Komentar Atas UUPA, Cet. VIII, CV. Mandar Maju, Bandung,
1998, hlm. 123.
18
Ibid., hlm. 124.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
43
Selanjutnya pada Pasal 9 diatur secara tegas bahwa bidang tanah yang
dimiliki dengan Hak Pakai menjadi salah satu obyek pendaftaran tanah. Mengenai
pelaksanaan pendaftaran tanah diatur di dalam PP No. 24 Tahun 1997 yang
meliputi :
1. Kegiatan pedaftaran tanah untuk pertama kali, yaitu :
a. Pengumpulan dan pengolahan data fisik;
b. Pembuktian hak dan pembukuannya;
c. Penerbitan sertifikat;
d. Penyajian data fisik dan data yuridis;
e. Penyimpanan daftar umum dan dokumen.
2. Kegiatan pemeliharaan dan pendaftaran tanah, yaitu :
a. Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak;
b. Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya.
Terhadap Hak Pakai atas tanah negara dan Hak Pengelolaan, hak atas
tanah tersebut harus dibuktikan dengan menunjukkan surat penetapan pemberian
hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak tersebut. Sedangkan Hak Pakai
atas tanah Hak Milik harus dibuktikan dengan akta PPAT yang memuat
pemberian hak tersebut oleh pemegang Hak Milik kepada penerima Hak Milik
seperti yang diperintahkan di dalam Pasal 23 PP No. 24 Tahun 1997.
Untuk keperluan pendaftaran hak – hak atas tanah yang berasal dari
konversi hak – hak lam, dibuktikan dengan alat – alat bukti mengenai adanya hak
tersebut berupa bukti – bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
44
bersangkutan yang kebenarannya oleh panitia Ajudikasi atau Kepala Kantor
Pertanahan dianggap cukup untuk mendaftarkan hak.
Berdasarkan Pasal 13, pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan
melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara
sporadik.
Berdasarkan Pasal 1 angka 1, pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, ber-kesinambungan, dan
teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta
pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai
bidang – bidang tanah dan satuan – satuan rumah susun, termasuk pemberian
surat tanda bukti haknya bagi bidang tanah yang sudah ada hak nya dan Hak Milik
atas satuan rumah susun serta hak – hak tertentu yang membebaninya.
Berdasarkan Pasal 1 angka 9, pendaftaran tanah untuk pertama kali
merupakan kegiatan pendaftaran tanah yang dilaksanakan terhadap obyek
pendaftaran tanah yang belum terdaftar dalam PP No. 10 Tahun 1961 atau PP ini.
Berdasarkan Pasal 1 angka 10, pendaftaran tanah secara sistematik adalah
kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilaksanakan secara serentak
meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah suatu
desa / kelurahan.
Berdasarkan Pasal 1 angka 11, pendaftaran tanah secara sporadik adalah
kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali terhadap satu atau beberapa obyek
pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah suatu desa/ kelurahan
secara individu atau
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
45
Berdasarkan Pasal 1 angka 12, pemeliharaan data pendaftaran tanah
merupakan kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data
yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah,
dan sertifikat dengan perubahan yang terjadi kemudian hari.
Selanjutnya akan diuraikan mengenai pendaftaran tanah secara sporadik
yang harus dilakukan oleh pihak yang menguasai dan akan menggunakan tanah
tersebut dengan status Hak Pakai secara individu yang mendaftarkan hak atas
tanahnya pada Kantor Pertanahan setempat.
Berdasarkan PMNA/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan
Pelaksana dari PP No. 24 tahun 1997, maka dilakukan permohonan pendaftaran
tanah, secara sporadik yang disertai dengan dokumen asli untuk membuktikan hak
atas bidang tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 23 dan Pasal 24 PP
No. 24 Tahun 1997, dan apabila bukti tersebut tidak ada, maka harus dilengkapi
dengan keterangan minimal 2 orang saksi dari masyarakat sekitar bahwa memang
benar yang bersangkutan adalah benar – benar pemilik tanah tersebut, dan apabila
hal tersebut tidak ada, maka pemohon harus dilengkapi dengan :
1. Surat dari pemohon yang menyatakan bahwa : pemohon memang
menguasai tanah tersebut selama 2 tahun atau lebih, pengusaan tanah
tersebut dilakukan dengan itikad baik, penguasaan itu tidak pernah
diganggu gugat karena mendapat pengesahan dari masyarakat hukum
adat, tanah tersebut tidak dalam sengketa;
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
46
2. Keterangan dari kepala desa dan 2 (dua) orang saksi yang tidak
mempunyai hubungan kerja maupun keluarga yang menerangkan
bahwa memang benar bahwa pemohon menguasai tanah tersebut.
Secara garis besar prosedur pendaftaran tanah secara sporadik dilakukan
sebagai berikut :
a. Pengukuran
Pada dasarnya menjadi tanggungjawab Kepala Kantor Pertanahan dan
permohonan diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat, dengan
mempertimbangkan kemampuan teknologi petugasnya dengan ketentuan :
1. Bila tanah luasnya antara 10 Ha sampai dengan 1000 Ha, maka
dilaksanakan oleh Kantor Wilayah;
2. Bila tanah luasnya lebih dari 1000 Ha dilakukan oleh BPN dan
hasilnya disampaikan Kepala Kantor Pertanahan.
b. Pengumpulan dan penelitian data yuridis bidang tanah
Untuk keperluan ini dilakuan oleh seksi pengukuran dan pendaftaran tanah
pada Kantor Pertanahan. Apabila bukti – bukti tertulis kepemilikan tanah
tidak lengkap termasuk keterangan dari amsyarakat hukum adat, maka
penelitian data yuridis bidang tanah tersebut dilanjutkan oleh panitia
ajudikasi yang bertugas sebagai berikut :
1. Meneliti data yuridis yang tidak dilengkapi alat bukti tertulis
mengenai kepemilikan tanah secara lengkap;
2. Melakukan pemeriksaan lapangan untuk menguji kebenaran alat
bukti yang diajukan pemohon;
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
47
3. Mencatat keberatan dan hasil penyelesaiannya;
4. Membuat kesimpulan mengenai data yuridis tanah yang
bersangkutan;
5. Mengisi daftar isian yang sudah ditetapkan;
6. Mencari keterangan tambahan dari masyarakat yang mengetahui
riwayat kepemilikan tanah dengan melihat usia dan lamanya
bertempat tinggal, sehingga dapat memperkuat pembuktian hak
kepemilikan tanah tersebut;
7. Melihat secara langsung mengenai apakah secara fisik tanah
tersebut dikuasai oleh pemohon dan menilai bangunan serta
tanaman sekitar sebagai petunjuk bukti siapa yang menguasai tanah
itu.
c. Pengumuman data fisik dan data yuridis, serta pengesahannya. Setelah
melakukan penelitian mengenai data yuridis, maka panitia ajudikasi
menyerahkan kepada Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah,
untuk dibuatkan risalah penelitian data fisik dan data yuridis. Setelah itu
dilakukan pengumuman di Kantor Pertanahan dan Kantor Kepala Desa
selama 60 hari dalam rangka memberi kesempatan bagi para pihak yang
akan mengajukan keberatan terhadap data yuridis dan data fisik mengenai
tanah yang dimohon tersebut. Apabila jangka waktu pengumuman sudah
berakhir, maka Kepala Kantor Pertanahan melakukan pengesahan dengan
Berita Acara Pengesahan data fisik dan data yuridis.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
48
d. Penegasan konversi dan pengukuran hak.
Berdasarkan berita acara pengesahan data fisik dan data yuridis tersebut,
maka Kepala Kantor Pertanahan perlu memberikan catatan mengenai
penegasan konversi bila tanah itu dikuasai oleh orang lain dengan
persetujuan pemohon dan catatan bila pemohon secara fisik menguasai
tanah itu selama 20 tahun, sehingga pengakuan hak ini tidak diperlukan
penerbitan surat keputusan.
e. Pembukuan hak
Selanjutnya dilakukan pembukuan hak yang ditandatangani oleh Kepala
Kantor Pertanahan atau oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran
Tanah kantor Pertanahan. Hal – hal yang perlu dicatat dalam pembukuan
hak adalah mengenai :
1. Data fisik dan data yuridis yang tidak lengkap atau yang masih
disengketakan;
2. Pembatasan – pembatasan yang berkaitan dengan hak tersebut;
3. Pembatasan dalam pemindahan hak;
4. Pembatasan dalam penggunaan tanah;
f. Penerbitan sertifikat
Isi dari sertifikat adalah mengenai data yuridis dan pembatasan –
pembatasan hak yang ditandatangani oleh Kepala Kntor Pertanahan atau
dapat dilimpahkan kepada kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran
Tanah, serta diserahkan kepada pemegang haknya atau kuasanya.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
49
2.3. Praktek Perolehan Hak Pakai Oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai
Dalam rangka pembangunan rumah dinas / rumah negara bagi para
pegawai negeri yang bekerja pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur
I Surabaya yang berada di bawah Kementrian Keuangan, maka pembangunan
tersebut digolongkan sebagai pembangunan untuk keperluan Instansi Pemerintah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 40 Tahun 1994
tentang Rumah Negara Pasal 1 angka 1 jo. Undang – Undang No. 1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman Pasal 1 angka 11 dijelaskan
bahwa rumah negara adalah suatu bangunan yang dimiliki negara dan
berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga
serta menunjang pelaksanaan tugas Pejabat dan/atau Pegawai Negeri.
Dalam kepentingannya untuk membangun rumah dinas sebagai kebutuhan
Pegawai Negeri Sipil ( PNS ) akan tempat tinggal, penyelenggara pembangunan
memerlukan tanah yang dilakukan dengan cara pengadaan tanah. Pasal 4 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 40 tahun 1994 tentang Rumah
Negara menentukan bahwa pengadaan rumah negara dapat dilakukan dengan cara:
a. pembangunan;
b. pembelian;
c. tukar menukar atau tukar bangun; atau
d. hibah.
Perolehan hak atas tanah untuk pembangunan rumah dinas dalam kasus
yang digunakan pada skripsi ini diperoleh pada tahun 1987 melalui pembebasan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
50
hak atas tanah yang pada saat itu masih diatur pada Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 15 Tahun 1975 yang sekarang sudah dicabut dengan Keputusan
Presiden No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, dan sekarang sudah tidak berlaku, dan
diganti Undang – Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang mengatur mengenai perolehan
tanah untuk kepentingan umum melalui pelepasan hak atas tanah.
Pembangunan rumah dinas / rumah negara oleh Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Bea Cukai Jawa Timur I Surabaya pada tahun 1987 ini
diperoleh dari pembebasan tanah Hak Milik oleh Hj. Chodijah.
Pembebasan tanah seluas 4.265 m² di Jalan Semolowaru Surabaya tersebut
terjadi pada tanggal 05 Oktober 1987, dimana tanah tersebut terdiri dari :
1) Tanah Hak Milik Hj. Nafisah seluas 2.000 m² eks Petok D No. 1013 Persil
No. 29sII, dengan alas peralihan :
a) Surat Pernyataan untuk Pelepasan Hak Atas Tanah No.
593.22/014/411.924/1987 tanggal 5 Oktober 1987 eks Petok D No. 1013
Persil No. 29.sII, yang ditandatangani oleh Hj. Nafisah binti Afan selaku
Pihak yang Melepaskan Hak, Kepala Bagian Umum Kanwil VI DJBC
Surabaya selaku Pihak Penerima Pelepasan Hak, dan disaksikan oleh
Lurah Semolowaru dan Sekretaris Wilayah Kecamatan Sukolilo, serta
diketahui dan dilaksanakan oleh Camat Kepala Wilayah Kecamatan
Sukolilo;
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
51
b) Kwitansi tanggal 5 Oktober 1987 sebesar Rp.70.000.000,- sebagai tanda
bukti telah dilakukan pembayaran dari Pimpinan Bagian Proyek
Penyempurnaan Prasarana Kantor Pusat DJBC Jakarta kepada Pemilik
Tanah Hj. Nafisah binti Afan; Kwitansi tanggal 5 Oktober 1987 sebesar
Rp. 100.000,- sebagai biaya pembuatan Akta Jual Beli / Pelepasan Hak
Atas Tanah seluas 4.265 m², yang sudah merupakan tanah perumahan
dan ditandatangani Camat Sukolilo.
c) Hasil Survey No. S-418/WBC.06/BG.1003/1987 tanggal 11 Mei 1987.
2) Tanah milik Hj. Chodijah seluas 2.265 m², dengan alas hak SHM No. 476
sisa/Kel. Semolowaru :
a) Surat Pernyataan Untuk Pelepasan Hak Atas Tanah No.
593.22/015/411.924/1987 tanggal 5 Oktober 1987 eks Petok D No. 1013
Persil No. 29.sII, yang ditandatangani oleh Hj. Chodijah selaku pihak
yang melepaskan hak, Kepala Bagian Umum Kanwil. VI DJBC Surabaya
selaku pihak penerima pelepasan hak, dan disaksikan oleh Lurah
Semolowaru dan Sekretaris Wilayah Kecamatan Sukolilo, serta diketahui
dan disahkan oleh Camat Kepala Wilayah Kecamatan Sukolilo;
b) Copy Sertifikat Induk Tanah Hak Milik No. 476 seluas 2.265 m²;
c) Kwitansi tanggal 5 oktober 1987 sebesar Rp. 79.275.000,- sebagai tanda
bukti telah dilakukan pembayaran dari Pimpinan Bagian Proyek
Penyempurnaan Prasarana Kantor Pusat DJBC Jakarta kepada pemilik
tanah Hj. Chodijah ;
d) Hasil Survey No. S-418/WBC.06/BG.1003/1987 tanggal 11 Mei 1987.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
52
Setelah pembebasan tanah tersebut selesai, Pemimpin Proyek prasarana
Fisik DJBC Wilayah VI Jatim Surabaya telah melakukan Permohonan Hak Pakai
atas tanah dimaksud melalui surat No. S-3033/WBC.06/BG.10/1988 tanggal 13
Mei 1988, kepada Menteri Dalam Negeri Up. Direktorat Jenderal Agraria dan
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur Up. Kepala Direktorat Agraria
Provinsi Jawa Timur, melalui Bupati / Walikota Kepala Daerah Tingkat II
Kotamadya Surabaya Up. Kepala Kantor Agraria, yang akan dipergunakan untuk
Perumahan Dinas Bea dan Cukai.
Namun untuk mendukung kepentingan umum, maka keseluruhan dua
bidang tanah tersebut terkena pelebaran jalan dan sepadan jalan umum, dari total
keseluruhan 4.265 m² dipotong menjadi 3.065 m².
Kepala Kantor Agraria mengatasnamakan Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II Surabaya telah mengeluarkan Gambar Situasi No. 203/1988-1989
tanggal 15 Juni 1988 atas tanah dimaksud sebagai bagian dari lampiran
permohonan hak tersebut.
Kanwil. DJBC Jawa Timur I Surabaya kepada Walikota Surabaya Up.
Kepala Dinas Pengawasan Pembangunan Kodya Dati II Surabaya juga telah
mengajukan permohonan ijin mendirikan bangunan perumahan DJBC Surabaya
pada tanggal 5 Januari 1989 dengan No. Surat : 022/WBC.06/EG.1003/1989.
Selanjutnya pembangunan perumahan dinas bea dan cukai tersebut dilaksanakan
pada tahun 1989.
Kedua bidang tanah tersebut telah tercatat dalam Daftar Barang Milik
Negara dengan Kartu Inventaris Barang No. KIB 2.01.01.0004.16 untuk tanah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO
53
milik Hj. Nafisah seluas 2000 m² eks Petok D No. 1013 Persil No. 29.sII, dan
Kartu Inventaris Barang No. KIB 2.01.01.0004.17.
Apabila diperhatikan dari runtutan proses hukum yang telah ditempuh oleh
pihak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tersebut diatas, pihak DJBC sudah
melakukan proses perolehan tanah dan pendaftaran tanah dengan benar. Proses
terakhir yang telah ditempuh pihak DJBC yaitu mengajukan Surat Permohonan
Hak namun belum ditindak lanjuti oleh Direktorat Jenderal Agraria pada saat itu
dengan tidak segera mengeluarkan SKPH (Surat Keputusan Pemberian Hak).
SKPH ini merupakan salah satu dasar yang penting dalam mengajukan
permohonan hak atas tanah karena termasuk alat pembuktian hak baru yang diatur
dalam Pasal 23 UU No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah bahwa, untuk
kepentingan pendaftaran hak dibuktikan dengan surat penetapan pemberian hak
yang diberikan oleh pejabat yang berwenang dalam hal ini Kepala Kantor
Pertanahan Kota Surabaya II. Pihak DJBC juga tidak segera menindaklanjuti
pembiaran yang dilakukan oleh Dirjen Agraria.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi “PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS OLEH INSTANSI PEMERINTAH” ( Studi Kasus Perolehan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I )
OKKY MAHARANI WIBISONO