bab ii peran bimbingan dan penyuluhan islam,...

35
BAB II PERAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM, REHABILITASI SOSIAL KEAGAMAAN DAN LANJUT USIA TERLANTAR 2.1 Peran Bimbingan dan Penyuluhan Islam Dakwah menurut etimologi berasal dari bahasa arab : Da’a – yad’u – da’watan yang berarti mengajak, menyeru dan memanggil (Amin, 2008 : 3). Sedangkan dakwah menurut termnologi adalah segala aktivitas dan usaha yang mengubah satu situasi kepada situasi yang lebih baik menurut ajaran Islam. Tetapi juga berupa usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat tentang konsepsi Islam pandangan dan tujuan hidup manusia didunia yang meliputi amar maruf nahi munkar (Anshari, 1982 : 87). Dakwah merupakan salah satu peran bimbingan yang disajikan berupa suatu kegiatan penyuluhan merupakan langkah tepat untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, karena pada hakikatnya lanjut usia merupakan tahapan individu yang memang harus sangat diperhatikan baik aspek sosial maupun psikologinya. Istilah Penyuluhan merupakan kegiatan menerangi, menasehati atau memberi kejelasan kepada orang lain agar memahami atau mengerti tentang hal yang sedang dialaminya (Arifin, 2000:1). 17

Upload: vodang

Post on 06-Feb-2018

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

PERAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM,

REHABILITASI SOSIAL KEAGAMAAN DAN LANJUT USIA

TERLANTAR

2.1 Peran Bimbingan dan Penyuluhan Islam

Dakwah menurut etimologi berasal dari bahasa arab : Da’a – yad’u –

da’watan yang berarti mengajak, menyeru dan memanggil (Amin, 2008 : 3).

Sedangkan dakwah menurut termnologi adalah segala aktivitas dan usaha

yang mengubah satu situasi kepada situasi yang lebih baik menurut ajaran

Islam. Tetapi juga berupa usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan

kepada perorangan manusia dan seluruh umat tentang konsepsi Islam

pandangan dan tujuan hidup manusia didunia yang meliputi amar maruf nahi

munkar (Anshari, 1982 : 87). Dakwah merupakan salah satu peran bimbingan

yang disajikan berupa suatu kegiatan penyuluhan merupakan langkah tepat

untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, karena pada hakikatnya lanjut usia

merupakan tahapan individu yang memang harus sangat diperhatikan baik

aspek sosial maupun psikologinya. Istilah Penyuluhan merupakan kegiatan

menerangi, menasehati atau memberi kejelasan kepada orang lain agar

memahami atau mengerti tentang hal yang sedang dialaminya (Arifin,

2000:1).

17

18

Bimbingan penyuluhan Islam menurut para ahli sangat beragam. Hal

ini disebabkan karena mereka mempunyai pandangan-pandangan yang

tersendiri. Secara etimologi bimbingan penyuluhan Islam merupakan arti dari

guidence, dari bahasa Inggris yang dapat diartikan secara umum sebagai

bantuan dan tuntutan.

Sedangkan istilah “penyuluhan” mengandung arti “menerangi”,

“menasehati” atau “memberi kejelasan” kepada orang lain agar memahami

atau mengerti tentang hal yang sedang dialaminya. Arti “penyuluhan” berasal

dari kata “counseling” yang berarti nasehat (Arifin, 1992 : 1).

1. Pengertian Peran Bimbingan dan Penyuluhan

Menurut beberapa ahli peran merupakan suatu perbuatan seseorang

dengan cara tertentu dalam usaha menjalankan hak dan kewajibannya

sesuai dengan status yang dimilikinya (Abdulsyani 1994 : 94). Peran

menurut Gross, Mason dan McEachern adalah sebagai seperangkat

harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati

kedudukan social tertentu. Bila individu-individu menempati kedudukan-

kedudukan tertentu, maka mereka merasa bahwa setiap kedudukan yang

mereka tempati itu menimbulkan harapan-harapan (expectations) tertentu

dari orang-orang disekitarnya (Berry, 2003 : 105).

Menurut Biddle & Thomas (1966) ada empat perilaku yang terkait

dengan peran, antara lain ;

19

1. Expectation (harapan)

Harapan ini adalah harapan-harapan orang lain pada umumnya tentang

perilaku yang pantas, yang seyogyanya ditunjukkan oleh seseorang

yang mempunyai peran tertentu.

2. Norm (norma)

Norma disini menurut Secord & Backman (1964) hanya merupakan

salah satu bentuk harapan, dimana tuntutan peran melalui proses

internalisasi dapat menjadi norma bagi peran yang bersangkutan.

3. Performance (wujud perilaku dalam peran)

Peran diwujudkan dalam perilaku pemegang posisi tersebut. Berbeda

dengan norma, wujud perilaku ini adalah nyata dan bukan sekedar

harapan saja.

4. Evaluation (penilaian) dan Sanction (sanksi)

Biddle dan Thomas mengatakan bahwa penilaian dan sanksi

didasarkan pada penilaian dari masyarakat tentang norma.

Berdasarkan norma itu orang memberikan kesan positif atau negatif

terhadap suatu perilaku. Kesan negatif atau positif inilah yang

dinamakan dengan penilaian. Sedangkan, sanksi merupakan usaha

orang untuk mempertahankan suatu nilai positif atau agar perwujudan

peran diubah sedemikian rupa sehingga yang tadinya dinilai negatif

bisa menjadi positif

(Sarlito, 1991 : 235)

20

Dari beberapa keterangan diatas jelas bahwa peran sangat diutuhkan

dalam segala perilaku dan posisi seseorang, begitu pula dalam kegiatan

bimbingan dan penyuluhan Islam. Adanya bimbingan penyuluhan Islam

yang sebagai mana merupakan suatu sistem dan proses perubahan pada

individu tentunya memiliki peran yang sangat besar dan sangat

berpengaruh terhadap sistem dan proses tersebut. Peran merupakan

serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi

sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal. Peran

didasarkan pada ketentuan dan harapan yang menerangkan apa yang

individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat

memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain

menyangkut peran-peran tersebut (Friedman. 1998 : 286). Dalam

kehidupan bermasyarakat seorang individu tentunya memiliki posisi

masing-masing, yang mana posisi itu pasti mempunyai perbedaan antara

satu dengan yang lainnya. Kedudukan atau posisi tersebut mengharuskan

seorang menjalankan tanggungjawabnya sesuai dengan peran yang

diposisikan atau jabatan yang diberikan dalam tatanan bermasyarakat

tersebut.

Peran penyuluhan pada masa sekarang lebih dipandang sebagai

proses membantu seseorang untuk mengambil keputusan sendiri dengan

cara menambah pilihan lagi bagi mereka, dan dengan cara menolong

mereka mengembangkan wawasan mengenai konsekuensi dari masing-

21

masing pilihan itu. Adapun seseorang yang dibantu dalam mendapatkan

informasi pilihan tersebut tidak hanya dari para penyuluh saja akan tetapi

juga dapat belajar dari pengalaman mereka sendiri sehingga mereka dapat

lebih tanggap atau mandiri dalam menyelesaikan masalah-masalah mereka

(Van Den Ban. 1998 : 314).

Peran penyuluhan dalam kegiatannya pastinya tidak luput dari

bimbingan yang ditujukan kepada seseorang yang dianggap sebagai

sasaran dari penyuluhan tersebut, karena penyuluhan itu sendri memiliki

tujuan yang hampir selaras dengan bimbingan itu sendiri.

Bimbingan adalah suatu proses membantu individu melalui

usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya

agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan social (Hallen.

2002 : 3). Beberapa para ahli mengemukakan bermacam-macam definisi

dari bimbingan, yakni;

Walgito dalam bukunya “Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Menengah” mendefinisikan bimbingan adalah bantuan pertolongan yang

diberikan kepada individu atau sekelompok individu-individu dalam

menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan didalam kehidupannya,

agar individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan

hidupnya (Walgito, 1991: 14).

Bimbingan menurut Natawijaya merupakan suatu proses

pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara

22

berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami dirinya

sendiri, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak

secara wajar, sesuai dengan tuntutan pada umumnya (Sukardi. 1995 : 6).

Sedangkan Bimbingan Islami menurut Rahim (2001) merupakan proses

pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan

ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan

hidup didunia dan akhirat.

Pada prinsipnya bimbingan merupakan pemberian pertolongan

atau bantuan kepada individu atau kelompok dalam menghindari atau

mengatasi kesulitan-kesulitan didalam kehidupannya agar individu atau

kelompok tersebut dapat mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Dalam

kegiatan bimbingan bantuan atau pertolongan merupakan hal yang paling

pokok. Akan tetapi kegiatan bantuan atau pertolongan tidak semua bisa

dikatakan sebagai kegiatan bimbingan. Penyuluhan juga memiliki tujuan

dan fungsi yang sama dengan bimbingan. Maka dari itu dalam kegiatan

bimbingan seringkali disatukan dengan kegiatan penyuluhan. Adapun

pengertian penyuluhan (counseling) menurut para ahli adalah sebagai

berikut :

Partowisastro dalam bukunya “Bimbingan dan Penyuluhan

Sekolah-Sekolah”, konseling atau penyuluhan dalam arti luas adalah

segala interaksi pengaruh psikologi yang dapat diadakan sesama manusia.

Kemudian konseling atau penyuluhan dalam artian sesungguhnya

23

merupakan suatu hubungan yang sengaja diadakan dengan manusia lain,

dengan maksud agar memakai berbagai cara psikologis, kita dapat

mempengaruhi beberapa fase kepribadiannya sedemikian rupa sehingga

dapat diperoleh suatu effect tertentu (Partiwisastro, 1982 : 15-16).

Sedangkan menurut Natawidjaja Penyuluhan dapat diartikan

sebagai hubungan timbal balik antara dua orang individu dimana yang

seorang penyuluh berusaha membantu orang lain (klien) untuk mencapai

pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungannya dengan masalah-

masalah yang dihadapinya pada waktu mendatang (Natawidjaja, 1987 :

32).

Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

penyuluhan adalah hubungan timbal balik antara dua individu dimana

seorang penyuluh membantu klien dalam memecahkan masalah-masalah

kehidupan dengan wawancara yang dilakukan secara tatap muka atau

dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan klien yang dihadapi untuk

mencapai kesejahteraan hidupnya.

Adapun pengertian Bimbingan Penyuluhan Islam yang

dimaksud dalam skripsi ini adalah proses pemberian bantuan terhadap

indvidu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah,

sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat (Faqih,

2001 : 4).

24

2.2 Dasar dan Tujuan Bimbingan Penyuluhan Islam

1. Dasar Bimbingan Penyuluhan Islam

Setiap kegiatan dan usaha yang dilakukan manusia tentu

memiliki landasan atau dasar yang kuat dalam berpijak untuk mencapi

tujuan dan maksud sesuai yang diinginkan. Demikian pula dasar

bimbingan penyuluhan Islam banyak tedapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an

dan Hadist, adapun dasar Bimbingan Penyuluhan Islam antara lain :

a. Al-Qur’an surat An-Nahl ayat : 125

Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah

dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara

yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih

mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan

Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat

petunjuk. (Departemen Agama RI. 2010 : 281).

b. Al-Qur’an surat Asy-Syura ayat 52 yang berbunyi :

Artinya : Dan Demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al

Quran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah

mengetahui Apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak pula

25

mengetahui Apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al

Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan Dia siapa yang

Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan

Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada

jalan yang lurus. (Departemen Agama RI. 2010 : 489).

c. Di samping ayat tersebut terdapat ayat lain yang dapat digunakan

sebagai dasar bimbingan penyuluhan Islam yakni surat Al-Imran ayat

104.

Artinya : Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang

menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf

dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang

yang beruntung. (Departemen Agama RI. 2010 : 63).

d. Hadist dasar Bimbingan Penyuluhan Islam

منكرا فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه من رأى منكم

يمان (وراه صحيح مسلم ).وذلك أضعف ال

Artinya : Rasulullah pernah bersabda: “Barangsiapa yang melihat

kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, apabila

belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu, apabila

belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah

kemungkaran dengan hati adalah pertanda selemah-lemah

iman” (Hamka. 1983 : 37).

e. Hadist lain yang juga dapat digunakan sebagai dasar Bimbingan

Penyuluhan Islam yakni :

(رواه مسلم)من دل على خير فله مثل أجر فاعله

26

Artinya : “Barang siapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan,

maka baginya pahala seperti orang yang melaksanakannya”

(Bulughul Maram; kitab adab dan kesopanan hadist no 29.

773 H-852 H: 300).

Ayat serta hadist tersebut menunjukkan adanya seruan agar

ada satu golongan dari umat manusia untuk memberikan bimbingan dan

penyuluhan kepada orang atau kelompok lain yaitu berupa ajaran Islam

agar selalu taat dan beriman kepada Allah SWT sehingga dapat berbuat

ma’ruf yang berarti segala perbuatan yang mendekatkan kepada Allah

SWT. Berdasarkan ayat tersebut maka memberikan bimbingan dan

penyuluhan kepada orang lain wajib hukumnya. Dalam ayat tersebut juga

dijelaskan agar dapat mencegah perbuatan yang munkar yakni perbuatan

yang melanggar atau tidak sesuai dengan norma agama atau bisa disebut

juga perbuatan yang dapat menjauhkan diri kepada Allah SWT.

Dari ketiga ayat tersebut diatas maka dapat dipahami bahwa

bimbingan penyuluhan Islam dibutuhkan dalam upaya mengantisipasi

masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan manusia. Bimbingan

penyuluhan Islam merupakan salah satu bentuk dakwah Islamiyah,

dimana bimbingan penyuluhan Islam memiliki tujuan memberikan

bantuan atau pertolongan kepada seseorang yang mempunyai persoala-

persoalan rohaniah.

27

2. Tujuan Bimbingan Penyuluhan Islam

Sesuai dengan pengertian bimbingan dan penyuluhan diatas, maka

bimbingan penyuluhan Islam mempunyai tujuan yang jelas. Adapun

tujuan khusus dari bimbingan penyuluhan Islam merupakan penjabaran

tujuan umum yang diartikan langsung dengan permasalahan yang dialami

oleh individu yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas

permasalahannya itu (Prayitno dan Anti, 1994 : 114).

Menurut Faqih, tujuan bimbingan penyuluhan Islam itu dapat

dirumuskan sebagai berikut :

a. Tujuan Umum

Membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya

agar mencapai kebahagiaan hidup didunia dan di akhirat.

b. Tujuan Khusus

1) Membantu individu agar dapat menghadapi masalah

2) Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya

3) Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan

kondisi yang baik atau yang lebih baik agar tetap baik atau

menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah

bagi dirinya sendiri dan orang lain (Faqih, 2001 : 36-37).

Bimbingan penyuluhan Islam bertujuan menghilangkan faktor-faktor

yang menimbulkan gangguan jiwa klien sehingga dengan demikian klien

akan memperoleh ketenangan hidup rohani yang sewajarnya. Dapat

28

dikatakan juga tujuan umum dari bimbingan penyuluhan Islam adalah

untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai

dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti

kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), sebagai latar belakang yang ada

(seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi), serta

sesuai tuntutan positif lingkungannya (Prayitno dan Amti, 1994 : 114).

2.3 Rehabiitasi Sosial Keagamaan

Istilah "rehabilitasi" berasal dari bahasa latin, yaitu "habilis" yang

artinya mampu, jadi secara harfiah, rehabilitasi adalah memampukan kembali

atau menjadikan mampu kembali. Pengertian ini mengandung arti implisit

bahwa terdapat suatu keadaan awal dimana seseorang yang tadinya memiliki

kemampuan kemudian dia mengalami ketidak mampuan sehingga

memerlukan rehabilitasi. Rehabilitasi sosial adalah segenap upaya yang

ditujukan untuk mengintegrasikan kembali seseorang kedalam kehidupan

masyarakat dengan cara membantunya menyesuaikan diri dengan tuntutan

keluarga, komunitas dan pekerjaan sejalan dengan pengurangan setiap beban

sosial dan ekonomi yang dapat merintangi proses rehabilitasi. Menurut Sri

Widati, 1984:5 menyatakan bahwa:

Rehabilitasi penderita cacat merupakan segala daya upaya, baik dalam

bidang kesehatan, sosial, kejiwaan, pendidikan, ekonomi, maupun

bidang lain yang dikoordinir menjadi continous process, dan yang

bertujuan untuk memulihkan tenaga penderita cacat baik jasmaniah

maupun rohaniah, untuk menduduki kembali tempat di masyarakat

sebagai anggota penuh yang swasembada, produktif dan berguna bagi

masyarakat dan Negara.

29

Menurut Peraturan Pemerintah No.36/1980, tentang Usaha

Kesejahteraan Sosial bagi Penderita Cacat, rehabilitasi didefinisikan sebagai

suatu proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan

penderita cacat mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam

kehidupan bermasyarakat.

Sedangkan menurut PP No.72/1992 tentang PLB dan SK Mendikbud

No.0126/U/1994 pada lampiran 1 tentang Landasan, Program, dan

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Luar Biasa, disebutkan bahwa

rehabilitasi merupakan upaya bantuan medik, sosial, dan keterampilan yang

diberikan kepada peserta didik agar mampu mengikuti pendidikan.

Dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1997 dijelaskan bahwa

Rehabilitasi diarahkan untuk memfungsikan kembali dan mengembangkan

kemampuan fisik, mental dan sosial penyandang cacat agar dapat

melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sesuai dengan bakat,

kemampuan, pendidikan dan pengalaman. Tujuan dari rehabilitasi sosial itu

sendiri adalah:

1. Bagi gelandangan dan pengemis

Adalah meliputi kebalinya kepercayaan dan harga diri, kesadaran dan

tanggung jawab sosial terhadap diri sendiri, keluarga dan kemampuan

untuk melaksanakan fungsi sosialnya.

2. Bagi pelaksana rehabilitasi

30

Memberikan bantuan secara profesional untuk mengentaskan masalah

gelandangan dan pengemis.

3. Bagi lingkungan sosial

Ditingkatkan kemampuan keluarga untuk membantu pemulihan dan

peningkatan dan peranan sosial dalam menempuh kehidupan yang

normal. Diperolehnya dukungan berbagai komponen masyarakat

terhadap upaya penanganan masalah gelandangan dan pemgemis.

Dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial ini dapat terlaksana dengan baik

apabila dalam kegiatan terdapat tujuan dan sasaran yang jelas. Tujuan dari

rehabilitasi sosial yang tersebut diatas dapat berjalan seimbang dan baik

dengan di sertakan sasaran yang tepat pula. Sasaran dari badan pelaksanaan

rehabilitasi sosial antara lain :

1. Gelandangan, yakni orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak

sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat

setempat serta tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap di

wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum.

2. Pengemis, yaitu orang-orang yang mendapatkan penghasilan

dengan minta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan

alasan untuk mengharapkan belas kasihan orang lain.

3. Semua pihak yang terkait dengan proses rehabilitasi gelandangan

dan pengemis di masyarakat yang diantaranya adalah Orsos

(organisasi sosial) atau LSM (lembaga swadaya masyarakat),

31

Lembaga Pemerintahan Terkait, Perguruan Tinggi, Media Massa,

Dunia Usaha dan sebagainya.

4. Perorangan atau kelompok masyarakat yang berada di lingkungan

sosial klien dan memiliki potensi atau sumber bagi pelayanan

sosial klien.

Melihat tujuan serta arti secara garis besar dari rehabilitasi diatas maka

hal yang terpenting dalam penelitian ini adalah bagaimana rehabilitasi

kegamaan itu diterapkan menjadi sebuah kegiatan. Fungsi-fungsi sosial agama

(sociological perspective) antara lain :

1. Agama sebagai perekat sosial (cement of society)

2. Agama sebagai pemberi arti kehidupan (the provision of the

meaning of life)

3. Agama sebagai sumber nilai dan etika (a source of values)

4. Agama sebagai faktor kontrol sosial melalui ajaran tentang norma

(social control)

5. Agama sebagai pemberi dukungan psikologis (psychological

support)

6. Agama sebagai pendorong perubahan masyarakat (agent of social

change)

Fungsi-fungsi serta tujuan dan definisi rehabilitasi yang

berkesinambungan dapat ditarik analisis bahwa rehabilitasi sosial keagamaan

merupakan suatu program sosial kegamaan dengan upaya terciptanya dan

32

terbina suasana dan kondisi sosial yang dinamis dalam kehidupan individu,

keluarga dan masyarakat yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan,

keamanan, ketertiban dan ketentraman lahir batin secara spiritual serta

memiliki harga diri sendiri menurut suatu kondisi obyektif masing-masing.

Kebutuhan spiritual (keagamaan) dapat memberikan ketenangan

batiniah. Sehingga religiusitas atau penghayatan keagamaan besar

pengaruhnya terhadap taraf kesehatan fisik maupun kesehatan mental, hal ini

ditunjukan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hawari (1997), bahwa :

1. Lanjut usia yang nonreligius angka kematiannya dua kali lebih

besar daripada orang yang religius.

2. Lanjut usia yang religius penyembuhan penyakitnya lebih cepat

dibandingkan yang non religius.

3. Lanjut usia yang religius lebih kebal dan tenang menghadapi

operasi.

4. Lanjut usia yang religius lebih kuat dan tabah menghadapi stres

daripada yang nonreligius, sehingga gangguan mental emosional

jauh lebih kecil

5. Lanjut usia yang religius tabah dan tenang menghadapi saat-saat

terakhir (kematian) daripada yang nonreligius.

Beberapa penelitian juga menunjukkan adanya hubungan positif antara

agama dan keadaan psikologis lanjut usia, yaitu penelitian yang dilakukan

oleh Koenig, Goerge dan Segler (1988 dalam Papalia & Olds, 1995) yang

33

menunjukkan bahwa strategi menghadapi masalah yang tersering dilakukan

oleh 100 responden berusia 55th – 80th tahun terhadap peristiwa yang paling

menimbulkan stres adalah berhubungan dengan agama dan kegiatan religius.

Dengan demikian, keintensifan pada kehidupan agama pada lanjut usia tidak

hanya mempunyai sisi nilai positif pada aspek kejiwaannya saja, tetapi

memiliki sisi positif pada aspek fisik dan sosialnya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kehidupan spiritual pada

lanjut usia dapat memberi ketenangan batiniah, dimana spiritualitas

berpengaruh besar pada kesehatan fisik dan kesehatan mental sehingga

seorang lanjut usia mampu mengatasi perubahan atau stres yang terjadi dalam

hidupnya dan dalam menghadapi kematiannya. Dengan spiritualitasnya

lanjut usia lebih dapat menerima segala perubahan yang terjadi dalam dirinya

dengan pasrah kepada Allah SWT, yang tercermin melalui kehidupan yang

bermanfaat bagi dirinya dan dalam menghadapi suatu masalah dengan

lingkungannya.

Uraian diatas dapat di ketahui bahwa Rehabilitasi Sosial Keagamaan

merupakan suatu proses pemulihan atau refungsionalisasi dan pengembangan

keagamaan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi

sosial serta keagamaan secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Tujuan dari

rehabilitasi sosial keagamaan ini yakni dapat meningkatkan dan

mengembangkan rasa kerohanian dan ketakwaan dalam keagamaan yang

wajar dan mapan.

34

2.4 Lanjut Usia Terlantar

1. Pengertian Lanjut Usia

Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua

merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini

seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi

sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi. Lanjut

usia adalah orang-orang yang mengandung pengertian bahwa mereka

dipandang sudah tidak mampu lagi melaksanakan tugasnya.

Secara umum manusia ingin hidup panjang dengan berbagai upaya

yang dilakukan, proses hidup yang dialami manusia yang cukup panjang

ini telah menghasilkan kesadaran pada diri setiap manusia akan datangnya

kematian sebagai tahap terakhir kehidupannya di dunia ini. Namun

demikian, meski telah muncul kesadaran tentang kepastian datangnya

kematian ini, persepsi tentang kematian dapat berbeda pada setiap orang

atau kelompok orang. Bagi seseorang atau sekelompok orang,

pertambahan usia cenderung membawa serta makin besarnya kesadaran

akan datangnya kematian, dan kesadaran ini menyebabkan sebagian lanjut

usia tidak merasa takut terhadap kematian.

Dengan demikian lanjut usia dalam meneliti kehidupan masa tua

akan diterima dengan wajar melalui kesadaran yang mendalam,

sedangkan, manusia usia lanjut dalam menyikapi hidupnya cenderung

menolak datangnya masa tua, kelompok ini tidak mau menerima realitas

35

yang ada (Hurlock, 1991 : 439). Seperti yang telah dikemukakan diatas,

menjadi tua merupakan proses yang wajar dan terjadi pada setiap orang.

Permasalahannya adalah bagaimana lanjut usia tersebut bisa menyadari

dan mempersiapkan diri untuk menghadapi usia tua.

Proses menua (aging) adalah proses alami yang dihadapi manusia.

Dalam proses ini, tahap yang paling krusial adalah tahap lanjut usia, yakni

pada diri manusia secara alami terjadi penurunan atau perubahan kondisi

fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain.

Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara

umum (fisik) maupun kesehatan jiwa secara khusus pada individu lanjut

usia. Efek-efek tersebut menentukan lanjut usia dalam melakukan

penyesuaian diri secara baik atau buruk, akan tetapi ciri-ciri usia lanjut

cenderung menuju dan membawa penyesuaian diri yang buruk dari pada

yang baik dan kepada kesengsaraan dari pada kebahagiaan, itulah

sebabnya mengapa lanjut usia lebih rentan dari pada usia madya (Hurlock,

1991 : 380).

Masalah sosial yang dihadapi lanjut usia biasanya adalah bahwa

keberadaan lanjut usia sering dipersepsikan negatif oleh masyarakat

luas. Kaum lanjut usia sering dianggap tidak berdaya, sakit-sakitan, tidak

produktif dan sebagainya. Tidak jarang mereka diperlakukan sebagai

beban keluarga, masyarakat, hingga Negara. Mereka seringkali tidak

disukai serta sering dikucilkan di panti-panti jompo. Perubahan perilaku

36

ke arah negatif ini justru akan mengancam keharmonisan dalam kehidupan

lanjut usia atau bahkan sering menimbulkan masalah yang serius dalam

kehidupannya.

Uraian tersebut menggambarkan bahwa orang lanjut usia selalu

dihadapkan pada berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari

sebagai akibat dari kelemahan yang mereka alami yang disebabkan oleh

perubahan-perubahan secara fisik dan psikologis selama proses penuaan.

Lanjut usia sebagaimana manusia biasa juga memiliki kebutuhan

yang sama. Secara umum masalah lanjut usia disebabkan karena

ketidakberdayaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangakan

menurut Maslow, kebutuhan dasar manusia ada lima macam yaitu :

a. Kebutuhan fisik (udara, air, makan).

b. Kebutuhan rasa aman (jasmani agar dapat bertahan dalam

penghidupan serta terpusatkan kebutuhan dasarnya).

c. Kebutuhan untuk menyayangi dan disayangi.

d. Kebutuhan untuk pengharagaan dari dirinya dan pihak lain.

e. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri dari pertumbuhan.

2. Batasan Lanjut Usia

Usia kronologis mudah diketahui dan dihitung, seperti merayakan

ulang tahun seseorang. Usia biologis inilah yang menunjukkan jaringan

fisiologis yang sebenarnya. Terlepas dari berapa usia kronologis

seseorang, banyaknya kemunduran jaringan sehingga menyebabkan

37

meningkatnya usia biologis seseorang, usia biologis inilah sesungguhnya

dapat diupayakan agar tidak terlalu cepat bertambah karena proses menua

erat kaitannya dengan proses metabolisme yang ada dalam tubuh.

Oleh karena itu tak heran apabila banyak orang yang merasa

dirinya belum tua, walaupun secara kronologis dirinya tua. Hal ini selaras

dengan ucapan psikolog Justin Pikunas :

“ during the years of adulthood, most person consiler themselves

midle age and try continue others that they are not old, still

capable of doing the same things they did when were young” (pada

usia setengah baya orang merasa dan mencoba meyakinkan

masyarakat bahwa mereka belum tua, masih mampu melakukan

segala sesuatu seperti ketika masih muda) (Sadli, 1976 : 110)

Dr. sarlito W Sarwono, memberibatasan usia lanjut dalam

perkembangan manusia, dalam

a. Tahap adolescentia (16-25 Tahun)

b. Tahap juventus (26-40 Tahun)

c. Tahap verilitas (50-55 Tahun)

d. Tahap prasenium (55-65 Tahun)

e. Tahap senectus (diatas 65 Tahun)

3. Masalah-Masalah yang dialami Lanjut Usia

Permasalahan lanjut usia pada umumnya menurut (Gladston.

1994:134) mencakup beberapa aspek kehidupan, antara lain:

a. Masalah yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan fisik

yaitu yang berkaitan dengan kesehatan, dimana para lanjut usia

38

tersebut pada umumnya kurang memahami arti pentingnya

kesehatan baik pada waktu sehat maupun pada waktu sakit dan

apabila mengalami sakit tidak adanya kemampuan untuk

melakukan pengobatan.

b. Masalah yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan sosial

yakni bahwa para lanjut usia merasakan atau menyadari

keberadaannya ditengah-tengah masyarakat sudah tidak

diperlukan lagi.

c. Masalah yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan

ekonomi yaitu sebagian besar para lanjut usia itu sudah tidak

bekerja, sehingga mereka kurang mampu memenuhi

kebutuhan hidupnya dengan baik, pada umumnya mereka

menggantungkan hidupnya kepada anak-anaknya atau

saudaranya.

d. Masalah dengan keagamaan, meskipun tidak jarang para lanjut

usia kebanyakan lebih matang bahkan lebih dalam tentang

keberagamaan mereka tapi banyak pula para lanjut usia yang

masih kurang akan kesadaran keagamaan mereka sendiri.

Seperti halnya para lanjut usia yang ada di jalan atau ada di

yayasan bahkan di panti rehabilitasi sosial yang notabennya

para lanjut usia adalah mereka yang berasal dari jalan

(terlantar). Dengan demikian fungsi bimbingan dan rehabilitasi

39

akan maksimal guna pemulihan peran lanjut usia yang pada

dasarnya adalah orang-orang yang dalam usia matang

keberagamaannya.

Hal ini yang menjelaskan bahwa lanjut usia sangat berbeda

dengan usia-usia yang sebelumnya, karena adanya beberapa batasan

yang dijelaskan dalam masalah-masalah mereka yang hampir mencakup

semua aspek kehidupan secara normal.

4. Aspek Psikologis Lanjut Usia

Memahami psikologis lanjut usia tidak semudah kita mengerti akan

psikologis anak-anak, walaupun banyak yang berpendapat bahwa ketika

seseorang sudah memasuki usia lanjut maka, kejiwaannya akan berubah

kembali seperti anak-anak, meskipun lanjut usia kebanyakan membutukan

perhatian ekstra seperti anak-anak dibawah umur 8 tahun. Lanjut usia

sering merasa lemah dan memiliki keluhan badan dan tidak mampu lagi

melakukan aktifitas berat atau dengan intensitas lebih.

Jika pada remaja dan orang dewasa, apa yang terlihat tak selalu

benar, mereka sudah memiliki kemampuan menutupi kondisi

kejiwaannya, kata lainnya bisa mengkreasi keseolah-olahan (walaupun

tidak sempurna atau utuh dapat menipu).

Sedangkan pada lanjut usia, tidak selalu sepontan, berkurang

kemampuan menyembunyikan apa yang dirasa, namun sekaligus ingin

memberitahukan kepada setiap orang apa yang sesungguhnya dirasa.

40

Lanjut usia itu biasanya labil, dapat dengan mudah dan cepat sekali dari

senang ke sedih, suka ke tidak suka atau sebaliknya. Tanpa ada kesadaran

telah berubah. Semua tampak diluar kendali dirinya dalam artian lebih

banyak dikendalikan oleh situasi. Situasi yang juga sering tidak terpahami,

maksudnya situasi yang terstimulasi oleh “teman” imajinernya atau

“tokoh-tokoh” yang tersimpan dalam alam bawah sadarnya, sehingga bisa

manafikkan segala yang nyata dihadapannya.

Semua kemampuan lanjut usia bisa dikatakan sangat terbatas,

termasuk segi finansial dan fisik. Disebut terbatas karena para lanjut usia

sudah tidak mampu lagi melakukan rutinitas yang selama puluhan tahun

lalu dilakukannya, seperti halnya keinginan para lanjut usia melakukan

apa yang pernah dilakukan pada masa lampau akan tetapi fisik tidak

mendukung contoh membaca Al-Qur’an.

Dari sini terlihat bahwa ada hubungan saling mempengaruhi atara

kemampuan fisik dengan kondisi psikologis. Ketika ada yang dirasa

terbatas pada kebisaan tubuh, maka secara otomatis akan melemahkan

kondisi psikologisnya, dengan prosentase kecil, besar atau yang mulanya

seperti tidak ada, berubah kecil, lalu karena ada stimulus lain, hal itu bisa

berubah menjadi efek yang besar. Apa dan sekecil apapun persoalan dapat

mempengaruhi kondisi psikologisnya. Misalnya sesuatu yang terlintas

dalam pikirannya atau lamunannya namun dalam kenyataannya tidak

didapatkan, keinginan sepontan yang tak segera terpenuhi.

41

Kembalinya ingatan akan perlakuan buruk orang lain terhadapnya

dan lain sebagainya. Kemudian, rasa yang dimiliki itu juga akan

terefleksikan pada tindakan atau tingkah laku. Saat inilah seseorang yang

ada dihadapannya akan menjadi tempat luapan rasa dan emosinya, pada

saat inilah ditemukan perbedaan kesulitan antara anak-anak dengan lanjut

usia. Jika anak-anak bisa mengesalkan namun juga tetap lucu dan

membuat tertawa, maka beda dengan lanjut usia yang seringnya

mengesalkan dan berpotensi meyakiti hati. Ada beberapa hal yang bisa

menunda atau meminimalisir sikap lanjt usia seperti hal tersebut di atas:

a. Sebelum bad mood datang, perhatikan apa kesenangan dan

kebutuhannya, bisa juga menanyakan apa yang sangat

diinginkan.

b. Cermat dalam mencerna apa yang sedang dibicarakannya,

seringkali keinginan itu tidak tersampaikan secara jelas,

berputar-putar. Jadi ambil kata kucinya.

c. Baik menciptakan kebersamaa dalam satu kesempatan, untuk

mengurangi atau menghilangkan rasa sendiri atau rasa

terpinggirkan. Misalnya makan bersama, membacakan ayat

suci Al-Quran dan sebagainya. Ini untuk membangun rasa

bahwa diri lanjut usia masih dianggap dan diperhatikan.

d. Fasilitasi lanjut usia dalam sebuah komunitas atau tempat

berkumpul dimana lanjut usia dapat turut bergabung.

42

e. Hadirkan sesuatu yang bisa membuat lanjut usia bercerita

tentang pengalaman hidupnya. Ini bisa menjadi obat rindu dan

cukup membahagiakan.

5. Lanjut Usia dalam Pandangan Islam

Ayah dan ibu merupakan pokok kelurga, kalau anak dipandang

sebagai buah keluarga, atau buah hidup, maka ayah dan ibu pokok

pangkalnya. Karena itu besarlah hak ibu bapak yang harus dipenuhi oleh

seorang anak (Husein, 2004 : 104). Dengan tegas Al Qur’an menerangkan

tugas pribadi muslim terhadap ibu bapaknya dalam firman Allah SWT QS

Al-Isra’ ayat 23

Artinya : Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan

menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik

pada Ibu Bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah

seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai

berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali

janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan

"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah

kepada mereka Perkataan yang mulia (Departemen Agama

RI. 2010 : 284).

Dari ayat diatas menunjukkan bahwa keadaan psikologis orang

tua sangatlah sensitif, apabila anak membentak orag tua maka akan

berdampak negtif terhadap psikologi lanjut usia. Mereka akan merasa

43

bahwa dirinya sudah tidak berguna dan tidak bisa memberikan manfaat

yang akhirnya lanjut usia akan menarik diri dari lingkungan masyarakat.

Maka dari itu dalam ayat 24 di katakan anak harus berbuat kasih sayang

terhadap orang tua.

Q.S al isra’ 24

Artinya : Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan

penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku,

kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua

telah mendidik aku waktu kecil" (Departemen Agama RI.

2010 : 284).

Mengenai lanjut usia, Allah SWT telah menerangkan dalam Al-

Qur’an surat Yasin ayat 68 yang berbunyi :

Artinya : Dan Barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya

Kami kembalikan Dia kepada kejadian(nya). Maka Apakah

mereka tidak memikirkan? (Departemen Agama RI. 2010 :

444).

Dari ayat diatas dapat dipahami bahwa seseorang yang berusia

lanjut dimata Allah SWT kedudukannya sama atau tidak dipandang

rendah, bahkan Allah SWT akan memberikan kebaikan apabila dimasa

tuanya dipergunakan untuk beribadah kepada Allah SWT.

6. Perkembangan Keagamaan Lanjut Usia

44

Menurut Jalaluddin perkembangan keagamaan seorang dewasa

didasarkan atas pemilihan terhadap ajaran agama yang dapat

memberikan kepuasan batin atas dasar pertimbangan akal sehat. Sikap

keberagamaan orang dewasa atau lanjut usia memiliki pandangan yang

luas yang didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu sikap

keberagamaan ini umumnya juga dilandasi oleh pendalaman pengertian

dan perluasan pemahaman tentang ajaran agama yang dianutnya.

Beragama bagi orang dewasa atau lanjut usia sudah merupakan

sikap hidup dan bukan sekedar ikut-ikutan. Sejalan dengan tingkat

perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa

atau lanjut usia antara lain memliki ciri-ciri berikut :

a. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran

yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan.

b. Cenderung bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih

banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.

c. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan

berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman

keagamaan.

d. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan

tanggung jawab diri sehingga sikap keberagamaann merupakan

realisasi dari sikap hidup.

e. Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebh luas.

45

f. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga

kematangan beragama selain didasarkan atas pertimbangan

pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati urani.

g. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe

kepribadian masing-masing sehingga terlihat adanya pengaruh

kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan

ajaran agam yang diyakininya.

h. Terlihat adanya hubugan antara sikap keberagamaan dengan

kehidupan sosial, sehingga perhatian terhadap kepentingan

organisasi sosial keagamaan sudah berkembang (Jalaluddin, 2000 :

96).

7. Lanjut Usia Terlantar

Lanjut usia merupakan periode penutup dalam rentang

kehidupan seseorang yang biasanya telah mencapai umur 60 tahun

keatas. Penggolongan usia lanjut berdasarkan kriteria usia yang

dijadikan patokan WHO, dikutip oleh Tody Lalenoh (1996) adalah

sebagai berikut:

a. Usia pertengahan (midle age) ialah kelompok usia 45 tahun

sampai 59 tahun.

b. Usia lanjut (elderly) antara 60 tahun sampai 74 tahun.

c. Tua (old) antara usia 75 tahun sampai 90 tahun.

d. Sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

46

Keterangan tersebut telah menyimpulkan bahwa WHO

mengelompokkan usia menjadi empat kelompok yang masing-masing

mengacu pada kriteria atau umur seseorang sebagai ciri pokok, seperti

usia pertengahan dikelompokkan pada usia 45 tahun sampai 59 tahun,

sedangkan usia lanjut dikelompokkan pada usia 60 tahun keatas. Dalam

undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut

Usia menyebutkan pengertian lanjut usia sebagai berikut :

a. Lanjut usia adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun

keatas.

b. Lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang mampu

melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat

menghasilkan barang atau jasa.

c. Lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak

berdaya mencari nafkah sehinga hidupnya bergantung pada

bantuan orang lain.

Berdasarkan pengertian diatas, bahwa lanjut usia adalah

seseorang yang telah mencapai usia 55 tahun ke atas dan atau dapat juga

dipandang dari usia fungsional, yaitu mereka yang kemampuan fisik

maupun mentalnya sudah mengalami penurunan.

Lanjut usia terlantar adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau

lebih karena faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan

dasarnya baik secara jasmani, rohani, maupun sosialnya. Lanjut usia

47

terlantar adalah mereka yang tidak memiliki sanak saudara, atau punya

sanak saudara tapi tidak mau mengurusinya. Dalam buku “Pengertian

Istilah-Istilah Yang Menjadi Sasaran Pendataan Bidang Kesejahteraan

Sosial Di Jawa Tengah” disebutkan bahwa lanjut usia terlantar adalah

setiap orang yang telah mencapai umur 55 tahun ke atas yang tidak

mempunyai atau berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi

kehidupan sehari-hari serta tidak mempuunyai keluarga atau orang lain

yang mengurus dan dapat menjamin hidupnya (SUB DINAS BINA

PROGRAM. 1998 : 4).

Departemen Sosial RI memberikan pengertian, lanjut usia

terlantar sebagai berikut : Orang dewasa yang tidak terurus atau

terlantar, karena keluarganya tidak mampu mengurus (miskin) atau tidak

mempunyai anak, keluarga sehingga tidak berdaya atau tidak mampu

memenuhi kebutuhan hidupnya. Selanjutnya lebih jelas dikatakan,

bahwa pengertian lanjut usia terlantar adalah pria atau wanita yang telah

berusia 60 tahun ke atas, tidak mempunyai bekal hidup, pekerjaan,

penghasilan bahkan tidak mempunyai sanak keluarga yang dapat

memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak.

Lanjut usia sebagaimana yang dikatakan oleh beberapa ahli juga

memiliki beberapa ciri-ciri yang yang sama antara lanjut usia satu

dengan yang lainnya. Adapun ciri-ciri lanjut usia, menurut Marry

Buckly (1972) adalah sebagai berikut :

48

a. Usia

Seseorang dikatakan lanjut usia apabila orang tersebut berusia

tua dan orang tersebut harus mengerti dan menghayati sebagai

orang tua.

b. Kematian

Kematian merupakan fakta kehidupan bagi semua orang sebagai

ancaman yang tidak dapat dihindarkan dan ditanggapi secara

berbeda-beda oleh para lanjut usia.

Lanjut usia adalah seseorang yang secara berangsur-angsur

berada dalam dunia kehidupan yang semakin menurun dan

menghadapi kematian yang semakin hari semakin dekat.

c. Intensifikasi (peningkatan)

Pada umumnya orang lanjut usia asyik memikirkan atau

merenungkan tentang kematian, agama, darinya sendiri dan

keadaan jasmaninya. Keadaan ini merupakan reaksi-reaksi

pertahanan diri lanjut usia terhadap penolakan kepada lanjut

usia tersebut bersifat alamiah dan diperlukan oleh lanjut usia.

d. Penyakit

Penyakit pada umumnya orang lanjut usia berada dalam

keadaan sakit dan yang perlu dipahami adalah akibat-akibat

emosional dari penyakit terhadap semangat dan kekuatan lanjut

usia.

49

e. Keterasingan, kesepian, tekanan jiwa dan ketergantungan.

Permasalahan-permasalahan Lanjut Usia menurut Hardiwinoto

dan Tony Setiabudi (1999:40) permasalahan umum lanjut usia adalah

masih besarnya lanjut usia yang berada dibawah garis kemiskinan,

makin melemahnya nilai kekerabatan, lahirnya kelompok masyarakat

industri, rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga professional pelayanan

lanjut usia, masih terbatasnya sarana dan prasarana pelayanan serta

fasilitas khusus bagi lanjut usia, belum membudaya dan melembaganya

kegiatan pembinaan kesejahteraan lanjut usia. Permasalahan yang

dihadapi oleh lanjut usia seperti yang dikemukakan oleh Hurlock (1991)

adalah :

a. Keadaan fisik yang lemah dan tidak berdaya sehingga

harus tergantung pada orang lain.

b. Status ekonominya sangat terancam, sehingga cukup

beralasan untuk melakukan berbagai alasan untuk

melakukan berbagai perubahan besar dalam pola

kehidupannya.

c. Menentukan kondisi hidupnya yang sesuai dengan

perubahan status ekonomi dan kondisi fisiknya.

d. Mencari teman baru untuk menggantikan suami atau istri

yang telah meningggal atau pergi jauh atau cacat.

e. Mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu

50

luang yang semakin bertambah

f. Belajar memperlakukan anak yang sudah besar sebagai

orang dewasa.

g. Mulai terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan yang

secara khusus direncanakan untuk orang dewasa.

Uraian diatas menggambarkan bahwa orang lanjut usia selalu

dihadapkan pada berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari

sebagai akibat dari kelemahan yang mereka alami yang disebabkan oleh

perubahan-perubahan secara fisik dan psikologis selama proses penuaan.

Lanjut usia sebagaimana manusia biasa juga memiliki kebutuhan

yang sama. Secara umum masalah lanjut usia terlantar disebabkan

karena ketidakberdayaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kebutuhan-kebutuhan lanjut usia dapat dibagi menjadi beberapa bagian

yang diantaranya sebagai berikut :

a. Standar kehidupan dan tempat tinggal yang layak.

b. Hubungan sosial dan kegiatan di setiap waktu untuk

mengatasi kesunyian.

c. Pemeliharaan kesehatan.

d. Pencegahan terhadap kerusakan yang menimpa kehidupan

orang lanjut usia.

Kehidupan yang layak dengan terpenuhinya kebutuhan baik lahir

maupun batin serta kebutuhan sosial adalah dambaan setiap orang

51

termasuk juga para lanjut usia terlantar yang ada di Unit Rehabilitasi

Sosial “Mandiri” Semarang II. Meskipun kenyataannya memang

keberadaan para lanjut usia tersebut menjadi beban bagi keluarga,

masyarakat dan pemerintah sebagai akibat dari adanya penurunan

fungsi-fungsi tubuh dan kelemahan lainnya yang mereka alami karena

proses penuaan. Namun sebagai sesama masyarakat yang memiliki hak,

para lanjut usia juga berhak untuk memperoleh penghidupan yang layak,

perlindungan dan bahkan pelayanan yang mereka butuhkan demi

kelangsungan hidup mereka.