bab ii pengertian intelektual dan pengembangan …digilib.uinsby.ac.id/3076/4/bab 2.pdf ·...
TRANSCRIPT
23
BAB II
PENGERTIAN INTELEKTUAL DAN
PENGEMBANGAN KURIKULUM PEMBELAJARAN
A. Hakikat Pengertian Intelektual
Istilah intelektual jika didengar sepintas mempunyai kemerduan dan
kegagahan, Karena didalam istilah intelektual tersirat sosok seorang terpelajar,
modern dan bercorak cemerlang. Kata intelektual berasal dari bahasa inggris
intellectual yang menurut idiomatic and syntactic English dictionary – berarti
having or showing good mental pewers and understanding (memiliki atau
menunjukkan kekuatan-kekuatan mental dan pemahaman yang baik). Sedangkan
kata intellect diartikan sebagai the power of the mind by which we know, reason
and think (kekuatan fikiran dengannya kita mengetahui, menalar dan berfikir),
disamping itu juga berarti sebagai orang yang memiliki potensi intelektual secara
actual. Kata tersebut telah masuk dalam perbendaharaan bahasa Indonesia yang
secara umum diartikan sebagai “pemikir-pemikir yang memiliki kemampuan
penganalisasian terhadap masalah-masalah tertentu”.43
Menurut Jalaluddin
Rahmad, bahwa intelektual diartikan sebagai orang yang paham tentang sesuatu
hal dan mencoba membentuk lingkungannya dengan gagasan-gagasan yang
analisis dan normatif.44
Sedangkan perspektif Zawawi Imran, intelektual adalah orang yang
berilmu atau terpelajar yang benar-benar memahami akan keluh, senyum dan jerit 43
M. Quraisy Syihab, Membumikan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1999), 389.
44 Jalaluddin Rahmad, Islam Alternatif (Bandung: Mizan, 1993), 212.
24
masyarakat umum dan sanggup untuk meletakkan dan memikul semua
permasalahan.45
Dawam Rahardjo juga berkomentar mengenai definisi intelektual
tersebut, intelektual yang dimaksudnya adalah golongan terpelajar yang sekolah
atau bukan (termasuk drop out), yang peranannya tidak pasti berkaitan dengan
ilmu yang dipelajari atau profesi yang dikuasai, dan yang lebih penting, mereka
berperan sebagai kritikus sosial, bersikap emansipatoris atau liberatif, berpola
pikir yang hermeniutif dan bersifat politis, walaupun belum tentu seorang
politikus mereka adalah orang yang merasa dirinya bebas.46
Dengan demikian, dari beberapa ungkapan dan istilah diatas, dapat
dikatakan seorang intelektual ialah orang yang membentuk lingkungannya
dengan gagasan-gagasan yang analitis dan normatif melalui kepekaan dan
kemampuannya dalam melihat dan mengkaji segenap perkembangan yang
terdapat ditengah-tengah masyarakat. Singkat kata, seorang intelektual adalah
orang yang keberadaannya bermanfaat bagi orang lain atau masyarakat.
Lebih lanjut berbicara tentang intelektual dalam masyarakat Islam,
seorang intelektual bukan saja seorang yang hanya memahami sejarah bangsa dan
sanggup melahirkan gagasan-gagasan analitis dan normatis yang cemerlang,
melainkan juga menguasai sejarah Islam – seorang Islamogis. Untuk pengertian
ini al-Qur’an sebenarnya memiliki istilah khusus yang dikenal dengan istilah Ulul
45
Zawawi Imran, Unjuk Rasa Kepada Allah (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999), 189.
46Dawam Rahardjo, Intelektual Intelegensia dan Prilaku Politik Bangsa (Bandung: Mizan, 1999),
68.
25
Albab, mereka adalah orang yang diberi keistimewaan oleh Allah diantara
keistimewaannya ialah diberi hikmah, kebijaksanaan dan pengetahuan. Terdapat
tanda-tanda Ulul Albab diantaranya sebagai berikut: 47
Tanda pertama: Bersungguh-sungguh mencari ilmu, seperti disebutkan
dalam Al-Quran
Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-
orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat
yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang
berakal.48
Tanda kedua: Mampu memisahkan yang jelek dari yang baik, kemudian ia
pilih yang baik, walaupun ia harus sendirian mempertahankan kebaikan itu dan
walaupun kejelekan itu dipertahankan oleh sekian banyak orang. Allah
berfirman:
47
Jalaluddin Rahmad, Islam Alternatif..., 213.
48 al-Qur’an, 3: 7.
26
Katakanlah: "tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun
banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, Maka bertakwalah kepada
Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan."49
Tanda ketiga: Kritis dalam mendengarkan pembicaraan, pandai
menimbang-nimbang ucapan, teori, proposisi atau dalil yang dikemukakan oleh
orang lain. Sebagaimana firman Allah SWT.
Yang mendengarkan Perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di
antaranya. mereka Itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk
dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal.50
Tanda keempat: Bersedia menyampaikan ilmunya kepada orang lain
untuk memperbaiki masyarakatnya; diperingatkannya mereka kalau terjadi
ketimpangan, dan diprotesnya kalau terdapat ketidakadilan. Dalam firman Allah
SWT menjelaskan:
49
Ibid., 5: 100.
50 Ibid., 39: 18.
27
(Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya
mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui
bahwasanya Dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan agar orang-orang yang
berakal mengambil pelajaran.51
Tanda kelima: Tidak takut kepada siapa pun kecuali kepada Allah.
Berkali-kali Al-Quran menyebutkan bahwa ulul-albab hanya takut kepada Allah.
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, Barangsiapa yang
menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak
boleh rafats, berbuat Fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa
mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya
Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal
adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang
berakal.52
Berdasarkan tanda-tanda u>lul al-alba>b yang telah disebutkan, maka u>lul
al-alba>b adalah sama dengan intelektual plus ketakwaan, intelektual plus
kesalehan. Di dalam diri ulul-albab berpadu sifat-sifat ilmuwan, sifat-sifat
intelektual, dan sifat orang yang dekat dengan Allah swt. Sebetulnya Islam
mengharapkan bahwa dari setiap jenjang pendidikan lahir u>lul al-alba>b, bukan
sekadar sarjana yang tidak begitu banyak gunanya, kecuali untuk mengerjakan
51
Ibid., 14: 52.
52 Ibid., 2: 197.
28
pekerjaan-pekerjaan rutin. Islam mengharapkan dari jenjang-jenjang pendidikan
lahir ilmuwan yang intelektual dan yang sekaligus ulul-albab.
B. Faktor-Faktor Pengembangan Intelektual
Kaum intelektual (umum) mampu berpikir bebas mencakup pengamatan
yang cermat terhadap gejala-gejala yang (ada) di suatu lingkungan, yaitu
pemahaman tentang gejala sebab-akibat itu dikorelasikan dengan gejala lain,
sehingga menghasilkan perubahan yang sangat cepat. Rumusan proses pemikiran
itu kemudian dikomunikasikan dalam suatu kesimpulan umum namun jelas,
sehingga menghasilkan perubahan yang terasa nyata, dan itulah produk
intelektual. “Terwujudnya ulama dan cendekiawan yang mumpuni secara
intelektual sekaligus teladan dalam akhlak perlu memiliki suatu sistem kaderisasi
di setiap lembaga pendidikan Islam” tutur Dr Ahmad Alim Lc, MA yang
merupakan pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa dan Sarjana (PPMS) Ulil
Albab. Upaya kaderisasi ini, merupakan implementasi salah satu firman Allah
dalam al-Quran Surat al-Taubah ayat 122.
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.53
53
al-Qur’an, 9: 122.
29
Menurut Alim, menguraikan beberapa penekanan yang perlu dilakukan
dalam melahirkan kelompok tafaqquh fii ad diin ini. Pertama, Ilmu. Paradigma
ilmu pengetahuan yang berkembang di Barat yang dikotomis. Agama sebagai
sistem nilai nun ilmiah dari ranah ilmu pengetahuan. Sementara dalam Islam,
agama khususnya wahyu merupakan sumber ilmu yang memiliki derajat lebih
tinggi dibanding sumber lain yang diperoleh melalui pengamatan maupun
penalaran. Membangun kembali paradigma integratif tentang ilmu pengetahuan
merupakan salah satu tugas besar dalam proses kaderisasi ulama.
Kedua, Adab. Selain agama, adab merupakan hal lain juga mulai
dipinggirkan dalam tradisi keilmuan. Akhlak dan keteladanan seorang ilmuwan
seringkali dilihat sebagai persoalan lain yang terpisah dalam kompetensi
keilmuan. Ilmuwan seakan-akan cukup diapresiasi dari aspek intelektualitasnya
saja, tidak dari aspek adabnya. Mengintegrasikan kembali aspek adab dengan
intelektual sebagai kompetensi seorang ilmuwan jadi hal penting lain yang perlu
diwujudkan.
Ketiga, Dakwah. Dakwah merupakan tanggungjawab setiap individu
muslim, terlebih lagi seorang ulama. Kemanfaatan ilmu seorang ilmuwan muslim
harus diukur sejauh mana ilmu yang dimilikinya dimanfaatkan untuk
menyebarkan nilai-nilai Islam menjadi sesuatu yang bersifat rahmatan lil alamiin.
Slogan “ilmu untuk ilmu” menjadi hal yang perlu dikikis dalam pemahaman
kader ulama.
30
Keempat, kemandirian. “Mukmin yang kuat lebih dicintai daripada
mukmin yang lemah”. Penekankan terhadap aspek kemandirian seorang ulama
merupakan penerapan hadits ini. Amanah dakwah tidak hanya meminta kesiapan
sumber daya manusia, juga kekuatan sumber daya materi. Membangun kader
ulama yang memiliki jiwa mandiri merupakan upaya menjawab kebutuhan
dakwah terhadap kesiapan umat dalam bentuk materi.
Unsur intelektual atau kecerdasan seseorang sangat penting guna menata
totalitas kehidupan, terutama bagi pemimpin. Karena pemimpin sebagai unsur
penggerak utama dalam sebuah tatanan organisasi. Diantara kecerdasan yang
dimiliki meliputi kecerdasan melihat, kecerdasan mendengar, kecerdasan
mengevaluasi, kecerdasan menilai, kecerdasan memutuskan dan menyelesaikan
masalah. Kecerdasan tersebut sudah diterapkan dalam tatanan totalitas di
Pondok Modern Darussalam Gontor.54
C. Karakteristik Intelektual
Untuk lebih dari mengenali intelektual seseorang dalam kehidupan nyata,
para ahli menguraikan karakteristik tersebut mulai karakteristik bawaan maupun
karakteristik yang telah termanifestasi dalam bentuk sikap dan perilaku. Menurut
Parke, karakteristik berbakat intelektual dapat dikelompokkan dalam tiga aspek,
yaitu:55
54
Abdullah Syukri Zarkasyi, Bekal Untuk Pemimpin Pengalaman Memimpin Gontor (Ponorogo:
Trimurti Press, 2011), 92.
55 Parke Beverly N, Gifted Students in Regular Classrooms (Massachusetts: Allyn & Bacon,
1989), 19.
31
1. Karakteristik Kognitif, diantaranya adalah:
a. Kemampuan yang tinggi dalam memanipulasi simbol-simbol
b. Kemampuan menghafal yang luar biasa
c. Tingkat pemahaman yang tinggi yang tidak biasa didapati pada anak
pada ummnya
d. Kemampuan untuk mengeneralisasikan sesuatu
e. Daya konsentrasi yang tinggi
f. Keingintahuan yang tinggi
g. Kemampuan belajar yang cepat
h. Ketertarikan pada berbagai pengetahuan
i. Kemampuan kognitif dan fisik yang baik
2. Karakteristik Afektif, diantaranya adalah:
a. Memiliki kepedulian terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan
sekitarnya
b. Lebih senang bergaul dengan orang yang lebih tua dengan usianya
c. Perfeksionis
d. Kemampuan dalam hal kepemimpinan
e. Moralistik yaitu mampu membedakan yang benar dan salah
f. Kemampuan untuk menemukan berbagai masalah
3. Karakteristik Kreativitas, diantaranya adalah:
a. Kemampuan untuk mengemukakan ide-ide baru
b. Kemampuan untuk melihat sesuatu secara keseluruhan
c. Kemampuan berfikir secara independen
32
d. Menikmati dan berani mencoba dengan ide, tindakan serta produktif.
Dari penjabaran diatas, dijelaskan bahwa terdapat persamaan persepsi
tentang karakteristik individu berbakat intelektual. Sehingga karakteristik –
karakteristik dasar yang disebutkan melekat pada individu berbakat intelektual
tersebut pada akhirnya berpengaruh pada sikap dan perilaku dalam kehidupan
sehari-hari. Sikap dan perilaku tersebut dapat juga diistilahkan sebagai ciri-ciri
individu berbakat intelektual.
Berdasarkan ilmu psikologi, kecerdasan intelektual dalam pandangan
Nana Syaodih merupakan kecakapan potensial, artinya kecakapan yang masih
tersembunyi atau kuncup yang akan terbuka dalam bentuk kecakapan-kecakapan
nyata. Individu yang memiliki kecerdasan tinggi mempunyai kemungkinan besar
untuk memiliki kecakapan nyata yang tinggi pula. Suatu perbuatan yang cerdas
ditandai oleh perbuatan yang cepat dan tepat. Cepat dan tepat dalam memahami
unsur-unsur yang ada dalam situasi, dalam melihat hubungan antar unsur, dalam
menarik kesimpulan serta dalam mengambil keputusan atau tindakan.56
Sebagaimana penjelasan diatas, karakteristik intelektual dapat
didefinisikan sebagai kelompok yang memiliki superioritas intelektual umum.
Intelektual pada diri seseorang merupakan potensi dasar yaitu sesuatu yang
sudah melekat sejak lahir dan berkembang sampai pada usia tertentu.
56
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung: Rosda Karya,
2007), 92.
33
D. Hakikat Pangertian Kurikulum
Sudah lazim dalam tradisi keilmuan ketika hendak membahas definisi
diawali dengan kajian bahasa sebagai pijakan awal. Secara etimologi, kata
“kurikulum” berasal dari bahasa Yunani yang pada awalnya digunakan dalam
bidang olah raga, yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak tempuh
yang harus dilalui dalam kegiatan berlari mulai dari start hingga finish. Dalam
perkembangannya, istilah kurikulum juga digunakan dalam dunia pendidikan
dalam arti mata pelajaran atau mata kuliah. Penggunaan istilah kurikulum dalam
dunia pendidikan dikenal kurang lebih sejak satu abad yang lalu. Sedangkan di
Indonesia istilah kurikulum boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun
50-an, oleh sarjana-sarjana lulusan Amerika Serikat.57
Secara termenologi menurut beberapa ahli, kurikulum dapat didefinisikan
sebagai berikut:
1. Stenhause menjelaskan “curriculum is the planned composite effort of
any school to guide pupil learning toward predetermined learning
outcome.”58 Kurikulum adalah usaha perencanaan dari pihak sekolah
untuk mengarahkan pembelajaran siswa guna mempersiapkan output
yang baik.
57
S. Nasution, Asas-asas Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 1-2.
58 Laurence Stenhouse, An Introduction to Curriculum Research and Development (London:
Heinemann Educational Books Ltd, 1975), 4.
34
2. George A.Beauchamp mengartikan kurikulum adalah “it as all activities
of children under the jurisdiction of the school”.59
Dalam pengertian ini
kurikulum mencakup segala kegiatan yang diatur dan direncanakan oleh
sekolah.
3. Ronald C.Doll mengemukakan “the curriculum of a school is the formal
content and process by which learner gain knowledge and understanding,
develop, skills and alter attitudes appreciations and values under the
auspice of that school”.60
Kurikulum sekolah adalah suatu muatan dan
proses, baik formal maupun informal yang diperuntukkan bagi siswa
untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman, mengembangkan
keahlian dan mengubah apresiasi sikap dan nilai di bawah naungan
sekolah.
4. Maurice Dulton berpendapat “the curriculum is now generally considered
to be all of the experiences that learners have under the auspices of the
school”.61
Kurikulum dipahami sebagai pengalaman-pengalaman yang
didapatkan oleh siswa dibawah naungan sekolah.
59
George A.Beauchamp, The Curriculum of The Elementary School (Boston: Allyn And
Bacon.Inc, 1968),4.
60 Ronald C.Doll, Curriculum Improvement Decision Making and Process (Boston: Allyn and
Bacon,1996), 15.
61 Maurice Dulton, The Prep/school-to-Work: Career Paths for All, NASSD Buletin, Januari,
1996, 60.
35
5. Colin J.Marsh dan George Willis dalam bukunya Curriculum Alternative
Approaches,Ongoing Issues mengadopsi beberapa definisi, baik yang
bermakna luas maupun sempit, yaitu:62
a. “Curriculum is such permanent subject as grammar, reading, logic,
rhetoric, mathematics, and the greatest books of the western world
that best embody essential knowledge”. Kurikulum adalah semacam
subjek permanen seperti tata bahasa, membaca, logika, retorika,
matematika, dan karya dunia barat yang mampu menumbuhkan
pengetahuan yang bersifat esensial.
b. “Curriculum is those subjects that are most useful for living in
contemporary society”. Kurikulum adalah subjek-subjek yang sangat
berguna untuk hidup dalam masyarakat kontemporer.
c. “Curriculum is all planned learnings for which the school is
responsible”. Kurikulum adalah semua pembelajaran yang
direncanakan untuk sekolah yang memiliki tanggung jawab.
d. “Curriculum is all the experiences learners have under the guidance of
the school”. Kurikulum adalah seluruh pengalaman yang didapatkan
seorang pelajar di bawah bimbingan sekolah.
e. “Curriculum is all the experiences that learners have in the course of
living”. Kurikulum adalah semua pengalaman yang didapatkan oleh
pelajar dalam rangkaian kehidupan.
62
Colin J. Marsh, George Willis, Curriculum Alternative Approaches, on Going Issues (New
Jersey: Merrill Prantice Hall, 1999), 8-9.
36
6. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas) pasal 1 ayat 19 menyatakan bahwa kurikulum
adalah: “Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu”.63
Pengertian kurikulum secara tradisional adalah sejumlah pelajaran yang
harus ditempuh oleh siswa untuk kenaikan kelas atau memperoleh ijazah.
Pengertian kurikulum secara modern adalah keseluruhan usaha sekolah untuk
mempengaruhi belajar baik berlangsung di kelas, di halaman maupun di luar
sekolah. 64
Seiring perkembangan zaman pengertian kurikulum semakin luas dan
sangat bervariasi, tetapi dari berbagai definisi tersebut dapat ditarik benang
merah, bahwa disatu pihak lebih menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah
dan di pihak lain lebih mengutamakan proses atau pengalaman belajar.
Namun inti kurikulum sebenarnya adalah pengalaman belajar yang sangat
terkait dengan melakukan berbagai kegiatan, interaksi sosial, di lingkungan
sekolah, proses kerja sama dengan kelompok, bahkan interaksi dengan
lingkungan fisik seperti gedung sekolah dan ruang sekolah. Dengan demikian
63
Suparlan, Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum dan Materi Pembelajaran,(Jakarta: PTBumi
Aksara, 2011), 36.
64 Hendyat Soetopo dan Wasty Soetopo, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum (Sebagai
subtansi Problem Administrasi Pendidikan), (Jakarta: PT.Bumi Aksara, 1993), 12-13.
37
pengalaman itu bukan sekedar mempelajari mata pelajaran, tetapi yang
terpenting adalah pengalaman kehidupan.65
Oleh sebab itu, menurut hemat penulis, kurikulum dapat disederhanakan
menjadi segala upaya (tujuan, rencana, metode, aturan) yang mengarah pada
tercapainya tujuan ideal sebuah lembaga pendidikan.
E. Komponen-Komponen Kurikulum
Kurikulum sebagai suatu keseluruhan memiliki komponen-komponen
yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya, yakni tujuan,
materi, metode atau strategi dan evaluasi.
1. Tujuan Kurikulum
Kurikulum harus mempunyai tujuan yang jelas agar keberhasilan mudah
diukur. Tujuan inilah yang akan mengendalikan semua kegiatan yang ada
serta mempengaruhi komponen-komponen yang lain. Dalam merumuskan
sebuah kurikulum perlu diketahui dua hal. Pertama, pengembangan
tuntutan,kebutuhan dan kondisi masing-masing. Kedua, didasarkan atas
pemikiran yang terarah pada pencapaian nilai-nilai filosofis terutama filsafat
negara.66
Sementara itu sumber-sumber tujuan berasal dari kebudayaan
masyarakat, individu dan mata pelajaran itu sendiri.67
65
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2005), 1.
66 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004), 103.
67 Ibid., 194.
38
Dalam merumuskan tujuan terutama pada wilayah prilaku, para ahli
kurikulum banyak memperoleh prilaku dari pikiran-pikiran kritis buku-buku
Taxonomy Of Educational Objectives karya Benyamin S. Bloom (1956).
Menurutnya tujuan-tujuan pendidikan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
bidang kognitif, afektif dan psikomotorik. Bidang kognitif berkenaan dengan
pengetahuan, pengertian, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Bidang
afektif berkaitan dengan sikap, nilai-nilai, interest, minat dan apresiasi.
Bidang psikomotorik mencakup keterampilan,kemampuan, kebiasaan dan
keterampilan fisik dan mental.68
2. Materi atau Bahan Ajar Kurikulum
Hilda Taba memberikan kriteria tentang bahan ajar, sebagai berikut:
a. Materi harus s}ah{ih{ (valid) dan berarti (signifikan), artinya harus
menggambarkan data mutahir. Meskipun fakta dan informasi mempunyai
kecenderungan berubah seiring dengan hadirnya fakta-fakta baru yang
muncul dan sebalknya dipilih fakta yang mengandung prinsip, dasar, ide
pokok, generalisasi sehingga akan lebih permanen.
b. Materi harus relevan dengan kenyataan sosial kultural agar peserta didik
lebih mach dengan kehidupan mereka. Materi yang mencerminkan
kehidupan sosiokultural itu akan sesuai dengan kebudayaan
masyarakatnya.
68
S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum (Bandung: Jemmars, 1986), 182.
39
c. Materi harus mengandung keseimbangan (balanced) antara keluasan dan
kedalaman, artinya materi yang mendasar yang bersifat ide pokok
tersebut dijabarkan pada bidang-bidang yang lebih spesifik.
d. Materi harus mencakup berbagai ragam tujuan, baik berupa pengetahuan,
sikap, keterampilan, berfikir dan kebiasaan.
e. Materi harus disusun dengan kemampuan peserta didik dan dapat
dihubungkan dengan pengalamannya dan keragaman kemampuan menjadi
hal yang perlu diperhatikan.
f. Materi harus disesuaikan dengan kebutuhan dan minat peserta didik.69
3. Strategi Kurikulum
Strategi kurikulum dimaksudkan usaha untuk menerjemahkan bahan yang
ada dalam kurikulum agar dapat menjadi pengalaman belajar siswa. Jika
kurikulum itu masih berupa rencana, ide atau harapan yang harus
diwujudkan, maka strategi itulah yang berhubungan dengan bagaimana
kurikulum itu dilaksanakan.
Strategi pelaksanaan suatu kurikulum tergambar dari cara yang ditempuh
dalam melaksanakan pengajaran, mengadakan penilaian, penyuluhan serta
cara dalam mengatur kegiatan.70
69
Hilda Taba, Curriculum Development: Theory and Practice (Harcourt: Brace & World, 1962),
56.
70 Hendayat Soetopo, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum (Jakarta: Bumi Aksara,1993),
36.
40
4. Evaluasi Kurikulum
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian
terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat
ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui
kurikulum yang bersangkutan. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas,
evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara
keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi
tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi,
kelayakan program.71
F. Macam-Macam Model Konsep Pengembangan Kurikulum
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata, model konsep kurikulum muncul
sebagai implikasi dari adanya berbagai aliran dalam pendidikan, antara lain aliran
pendidikan pribadi melahirkan konsep kurikulum aktualisasi diri atau humanistik,
aliran pendidikan klasik-tradisional melahirkan konsep rasionalisasi atau subjek
akademis, aliran pendidikan interaksional melahirkan konsep kurikulum
rekontruksi sosial, dan pendidikan teknologis melahirkan konsep kurikulum
teknologis.72
1. Konsep Kurikulum Humanistik (Aktualisasi Diri)
Kurikulum ini lebih mengutamakan perkembangan pengetahuan anak sebagai
individu dalam segala aspek kepribadiannya. Anak merupakan satu kesatuan yang
71
Adiwikarta, Kurikulum Yang Berorientasi Pada Kekinian, Kurikulum Untuk Abad 21 (Jakarta:
Grasindo, 1994), 35.
72 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori..., 81.
41
utuh. Tujuan pendidikan adalah untuk membina anak secara utuh, baik fisik,
mental, intelektual, maupun aspek-aspek afektif lainnya, seperti sikap, minat,
bakat, motivasi, emosi, perasaan, dan nilai. Kurikulum humanistik bersifat child-
centered yang menekankan ekspresi diri secara kreatif, individualitas, dan
aktifitas pertumbuhan dari dalam, bebas paksaan dari luar. Adapun ciri-ciri
kurikulum humanistik adalah:73
a. Partisipasi, artinya peserta didik terlibat secara aktif merundingkan apa
yang akan dipelajari.
b. Integrasi, artinya adanya integrasi antara pikiran, perasaan dan tindakan.
c. Relevansi, artinya terdapat kesesuaian antara materi pelajaran dan
kebutuhan pokok serta kehidupan anak ditinjau daari segi emosional dan
intelektual.
d. Pribadi anak, merupakan sasaran utama yang harus dipelajari agar anak
dapat mengenal dirinya.
e. Tujuan, yaitu mengembangkan diri anak sebagai suatu keseluruhan dalam
masyarakat manusiawi.
Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep dasar kurikulum juga
mempunyai ciri tersendiri, antara lain :
a. Tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan pribadi yang utuh dan dinamis
agar memiliki integrasi tinggi dan sikap positif.
73
Ibid., 88.
42
b. Materi, yaitu menyediakan pengalaman yang berharga bagi setiap anak
yang dapat membantu pertumbuahn dan perkembangannya pribadinya
secara utuh.
c. Proses, yaitu terbangunnya hubungan emosional yang kondusif antara
guru dan siswa.
d. Evaluasi, yaitu lebih mengutamakan proses daripada hasil, karena sifatnya
subjektif baik dari guru maupun siswa.
Kurikulum humanistik memandang aktualisasi diri sebagai suatu kebutuhan
yang mendasar. Tiap anak memiliki self masing-masing yang harus dibangkitkan
dan dikembangkan, sekalipun sering tidak dikenali dan tidak disadari bahkan
cenderung tersembunyi.
2. Konsep Kurikulum Subjek Akademis (Rasionalisasi)
Kurikulum rasionalisasi atau subjek akademik berisi tentang pengetahuan.
Pengetahuan merupakan warisan budaya pada masa lampau dan akan tetap
diwariskan kepada generasi yang akan datang. Pengetahuan tersebut berisi
sejumlah mata pelajaran.
Peserta didik yang berada disekolah harus mempelajari semua mata pelajaran.
Tujuannya adalah agar peserta didik menguasai pengetahuan. Dengan demikian,
pendidikan lebih bersifat pengembang intelektual.
Kurikulum ini lebih mengutamakan pengetahuan, oleh karena itu
pendidikannya lebih bersifat intelektual. Kegiatan belajarnya lebih banyak
diarahkan untuk menguasai isi sebanyak-banyaknya. Isi kurikulum diambil dari
disiplin-disiplin ilmu yang telah direorganisasi sesuai dengan tujuan pendidikan.
43
Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep kurikulum subjek akademis
memiliki karakteristik tertentu, antara lain:74
a. Tujuan, yaitu mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui
penguasaan disiplin ilmu.
b. Isi atau materi, yaitu mengambil dari berbagai disiplin ilmu yang telah
disusun oleh para ahli, kemudian direorganisasikan sesuai kebutuhan
pendidikan.
c. Metode, yakni menggunakan metode ekspositori, inkuiri-diskoveri dan
pemecahan masalah.
d. Evaluasi, yaitu menggunakan jenis dan bentuk evaluasi yang bervariasi,
seperti formatif dan sumatif, tes dan nontes.
Konsep kurikulum ini mendapat kritikan tajam dari berbagai aliran pendidikan
lainnya. Kritikan tersebut sekaligus menunjukan kelemahan dari konsep
kurikulum ini, yakni :
a. Konsep kurikulum ini terlalu menonjolkan domain kognitif akademis
sehingga domain afektif, psikomotorik, sosial, emosional menjadi
terabaikan.
b. Konsep yang dikembangkan belum tentu sesuai dengan minat dan
kebutuhan anak.
c. Tidak semua peserta idik dapat memahami dan menggunakan metode
ilmiah untuk mempelajari disiplin ilmu.
d. Tidak semua anak akan menjadi ilmuawan profesioal.
74
Ibid., 84.
44
e. Guru tidak atau jarang terlibat dalam penelitian karena tidak menguasai
metode ilmiah (scienitific method)
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan di atas dalam perkembangannya
dilakukan beberapa penyempurnaan, yaitu dengan mendorong penggunaan
intuisi dan tebak-tebakan guna mengimbangi penekannya pada proses
berpikir.
3. Konsep Kurikulum Rekontruksi Sosial
Kurikulum ini bersumber dari aliran pendidikan intraksional yang
menekankan interaksi dan kerja sama antara siswa, guru, kepala sekolah, orang
tua dan masyarakat. Menurut pemahaman kurikulum rekontruksi sosial bahwa
kepentingan sosial harus diletakkan diatas kepentingan pribadi atau golongan.
Asumsinya adalah perubahan sosial merupakan tangguang jawab masyarakat dan
masih ada kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat. Tujuan utama
kurikulum ini adalah mengembangkan kemampuan siswa untuk menghadapi
masalah-masalah yang ada dalam masyarakat. Menurut S. Nasution (1991),
konsep kurikulum ini memiliki dua kelompok, yaitu "bersifat adaptif dan
reformatories". Adaptif dimaksudkan agar individu dapat menyesuaikan diri
dalam menghadapi segala macam bentuk perubahan. Siswa harus kuat fisik dan
mental dalam mempertahankan dinamika hidupnya, sedangkan kelompok
reformis menginginkan agar individu tidak hanya mampu menghadapi masalah-
masalah yang akan datang, tetapi harus turut aktif dalam mengadakan perubahan
45
yang diinginkan. Ada beberapa ciri dari desain kurikulum rekonstruksi sosial
yaitu:75
a. Asumsi. Tujuan utama kurikulum rekonstruksi sosial adalah
menghadapkan para siswa pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan
atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia. Karena masalah-masalah
masyarakat bersifat universal, sehingga hal ini dapat dikaji dalam
kurikulum.
b. Masalah-masalah sosial yang mendesak. Kegiatan belajar berpusat pada
masalah-masalah sosial yang mendesak. Masalah-masalah tersebut
dirumuskan dalam pertanyaan. Pertanyaan tersebut mengundang
pengungkapan lebih mendalam, bukan saja dari buku-buku dan kegiatan
laboratorium tetapi juga dari kehidupan nyata dalam masyarakat.
c. Pola-pola organisasi. Pada tingkat sekolah menengah,pola organisasi
kurikulum disusun seperti roda. Di tengah-tengahnya sebagai poros dipilih
suatu masalah yang menjadi tema utama. Dari tema utama dijabarkan
sejumlah topik yang dibahas dalam diskusi-diskusi kelompok, latihan-
latihan dan kunjungan. Topik-topik dengan berbagai kegiatan kelompok
ini merupakan jari-jari. Semua kegiatan jari-jari tersebut dirangkum
menjadi satu kesatuan sebagai bingkai atau velk.
4. Konsep Kurikulum Teknologis
Konsep kurikulum teknologis dapat berbentuk aplikasi teknologi pendidikan
dan dapat juga berbentuk penggunaan perangkat keras dan lunak dalam
75
Ibid., 92.
46
pembelajaran. Prosedur pembelajaran didasarkan pada psikologi behaviourisme
dan teori stimulus-respon. Artinya, tujuan yang dirumuskan harus berbentuk
perilaku yang dapat diukur dan diamati serta diarahkan untuk menguasai sejumlah
kompetensi. Perkembangan teknologi pada abad ini sangatlah pesat.
Perkembangan teknologi tersebut mempengaruhi semua bidang, termasuk bidang
pendidikan. Sejak dulu pendidikan telah menggunakan teknologi, seperti papan
tulis, kapur, dan lain-lain. Namun, sekarang seiring dengan kemajuan teknologi
banyak alat (tool) seperti audio,video, overhead projector, film slide, dan motion
film, internet, komputer serta banyak alat-alat lainnya. Ciri-ciri kurikulum yang
dikembangkan dari konsep teknologis pendidikan (kurikulum teknologis), yaitu:76
a. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam
bentuk perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi
dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut objektif atau tujuan
instruksional.
b. Metode yang digunakan biasanya bersifat individual, kemudian pada saat
tertentu ada tugas-tugas yang harus dikerjakan secara kelompok.
c. Organisasi bahan ajar atau isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu,
tetapi telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan
sesuatu kompetensi.
d. Evaluasi. Kegiatan evaluasi dilakukan setiap saat, pada akhir suatu
pelajaran, suatu unit atau semester. Evaluasi yang digunakan pada
76
Ibid., 97-98.
47
umumnya berbentuk tes objektif, karena evaluasi ini menekankan sifat
ilmiah dari landasan pemikiran siswa.
Pengembangan kurikulum teknologis berpegang pada beberapa kriteria, yaitu:
a. Prosedur pengembagan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh
pengembang kurikulum yang lain.
b. Hasil pengembangan terutama yang berbentuk model adalah yang bisa
diuji coba ulang, dan hendaknya memberikan hasil yang sama.
Inti dari pengembangan kurikulum teknologis adalah penekanan pada
kompetensi, efisiensi dan efektifitas. Pengembangan dan penggunaan alat dan
media pengajaran bukan hanya sebagai alat bantu tetapi bersatu dengan program
pengajaran dan ditujukan pada penguasaan kompetensi. Dalam pengembangan
kurikulum teknologis kerjasama dengan para penyusun program dan penerbit
media elektronik serta media cetak. Pengembangan pengajaran yang betul-betul
berstruktur dan bersatu dengan alat dan media membutuhkan biaya yang tidak
sedikit. Ini merupakan hambatan utama dalam pengembangan kurikulum
teknologis.
Sebagaimana konsep kurikulum yang lain, konsep kurikulum teknologis juga
mempunyai kelemahan, antara lain sulit menyampaikan bahan pelajaran yang
bersifat kompleks atau materi pelajaran yang membutuhkan tingkat berfikir tinggi,
sulit mengembangkan domain afektif, sulit melayani kebutuhan siswa secara
perseorangan (bakat, sikap, minat) dan siswa cepat bosan.
48
G. . Landasan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang
sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya
peranan kurikulum dalam pendidikan dan perkembangan kehidupan manusia,
maka dalam mengembangkan kurikulum diperlukan landasan-landasan sebagai
pondasi. Asas-asas inilah yang harus dijadikan acuan bagi seorang perumus
kurikulum, jika tidak maka hasil kerja pengembangan tidak akan memiliki nilai
efektifitas terhadap terwujudnya tujuan-tujuan pendidikan. Landasan
pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat penting. Ibaratsebuah
bangunan bertingkat, harus berpijak di atas pondasi yang kokoh dan kuat,
sehingga saat terjadi goncangan atau diterpa angin badai tidak mudah rapuh dan
tetap angkuh berdiri.
Demikian halnya kurikulum, apabila tidak memiliki dasar pijakan yang
kuat, maka akan mudah terombang-ambing dan yang dikorbankan adalah
manusia (peserta didik) sebagai out put lembaga pendidikan tersebut. Secara
sederhana landasan mengandung arti suatu gagasan atau kepercayaan yang
menjadi sandaran, suatu prinsip yang mendasari. Misalnya, landasan
kepercayaan agama yang menjadi titik tolak munculnya ketaatan dalam bentuk
lahir yakni ibadah. Dengan demikian, landasan pengembangan kurikulum
dapat diartikan sebagai suatu gagasan, suatu asumsi, atau prinsip yang menjadi
sandaran atau titik tolak dalam melakukam kegiatan mengembangkan kurikulum.
49
Sedangkan pengembangan kurikulum harus berdasarkan empat pijak-
landas, yaitu:
1. Landasan Filosofis
Rumusan strategis dari landasan filosofis merupakan konseptual dan
idealitas tentang sasaran pendidikan (tujuannya?), proses pendidikan
(bagaimana caranya?), pendidik-siswa (siapa peserta didik, dan siapa
pendidik?). Setiap lembaga pendidikan bertujuan mendidik anak menjadi
manusia yang baik. Apakah hakikat baik itu tergantung dan ditentukan
oleh nilai-nilai, cita-cita ideal atau filsafat yang dianut oleh masyarakat,
negara, bahkan dunia. Landasan ini berkenaan dengan tujuan pendidikan
yang sesuai dengan filsafat negara.
2. Landasan Psikologis
Rumusan strategis dari landasan psikologis adalah rumusan-rumusan
mengenai sejumlah analisa rencana belajar untuk pengalaman yang sesuai
dengan perkembangan psikologi siswa, karakteristik siswa, metode
belajar-mengajar dengan mengkaji sejumlah konsep-konsep dan teori-
teori belajar. Landasan kedua ini memeperhitungkan faktor anak, yakni:
a. psikologi anak, perkembangan anak, b. psikologi belajar, bagaimana
proses belajar berlangsung.
3. Landasan Sosiologis
Sedangkan landasan sosiologis mengandung rumusan konseptual tentang
hal-hal yang menyangkut sosial budaya dan kemasyarakatan (siswa,
keluarga, masyarakat) sebagai pengguna jasa pendidikan. Dalam konsep
50
ini terdapat adanya perubahan tata nilai, perubahan tuntutan kehidupan,
dan perubahan tuntutan kerja dan sebagainya.
4. Perkembangan IPTEK
Terkait dengan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
mengarah pada pertimbangan masa depan pendidikan dengan mengadopsi
teori-teori baru dan juga teknologi baru untuk diinternalisasikan ke dalam
pengembangan kurikulum pendidikan.77
Untuk memberikan gambaran tentang landasan dan prinsip
pengembangan kurikulum dapat dilihat pada skema berikut ini:
Landasan Pengembangan Kurikulum
77
Ibid., 2. Sementara Nasution tidak memasukkan IPTEK sebagai landasan pengembangan
kurikulum, akan tetapi dia mencantumkan asas organisatoris sebagai pijakan keempat.
Menurutnya, asas organisatoris ini berkenaan dengan bagaimana bentuk pelajaran akan disajikan.
Menurut hemat penulis, pilihan untuk tidak mencantumkan IPTEK sebagai landasan dikarenakan
sudah terwakili oleh landasan sosiologis. Sedangkan para ahli yang tidak mencantumkan landasan
organisatoris sebagaimana Nasution, telah menganggap include dalam landasan psikologis
belajar. Nasution, Asas-asas Kurikulum,11-14.