bab ii pengertian intelektual dan pengembangan …digilib.uinsby.ac.id/3076/4/bab 2.pdf ·...

28
23 BAB II PENGERTIAN INTELEKTUAL DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM PEMBELAJARAN A. Hakikat Pengertian Intelektual Istilah intelektual jika didengar sepintas mempunyai kemerduan dan kegagahan, Karena didalam istilah intelektual tersirat sosok seorang terpelajar, modern dan bercorak cemerlang. Kata intelektual berasal dari bahasa inggris intellectual yang menurut idiomatic and syntactic English dictionary berarti having or showing good mental pewers and understanding (memiliki atau menunjukkan kekuatan-kekuatan mental dan pemahaman yang baik). Sedangkan kata intellect diartikan sebagai the power of the mind by which we know, reason and think (kekuatan fikiran dengannya kita mengetahui, menalar dan berfikir), disamping itu juga berarti sebagai orang yang memiliki potensi intelektual secara actual. Kata tersebut telah masuk dalam perbendaharaan bahasa Indonesia yang secara umum diartikan sebagai “pemikir-pemikir yang memiliki kemampuan penganalisasian terhadap masalah-masalah tertentu”. 43 Menurut Jalaluddin Rahmad, bahwa intelektual diartikan sebagai orang yang paham tentang sesuatu hal dan mencoba membentuk lingkungannya dengan gagasan-gagasan yang analisis dan normatif. 44 Sedangkan perspektif Zawawi Imran, intelektual adalah orang yang berilmu atau terpelajar yang benar-benar memahami akan keluh, senyum dan jerit 43 M. Quraisy Syihab, Membumikan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1999), 389. 44 Jalaluddin Rahmad, Islam Alternatif (Bandung: Mizan, 1993), 212.

Upload: others

Post on 13-Jan-2020

43 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

23

BAB II

PENGERTIAN INTELEKTUAL DAN

PENGEMBANGAN KURIKULUM PEMBELAJARAN

A. Hakikat Pengertian Intelektual

Istilah intelektual jika didengar sepintas mempunyai kemerduan dan

kegagahan, Karena didalam istilah intelektual tersirat sosok seorang terpelajar,

modern dan bercorak cemerlang. Kata intelektual berasal dari bahasa inggris

intellectual yang menurut idiomatic and syntactic English dictionary – berarti

having or showing good mental pewers and understanding (memiliki atau

menunjukkan kekuatan-kekuatan mental dan pemahaman yang baik). Sedangkan

kata intellect diartikan sebagai the power of the mind by which we know, reason

and think (kekuatan fikiran dengannya kita mengetahui, menalar dan berfikir),

disamping itu juga berarti sebagai orang yang memiliki potensi intelektual secara

actual. Kata tersebut telah masuk dalam perbendaharaan bahasa Indonesia yang

secara umum diartikan sebagai “pemikir-pemikir yang memiliki kemampuan

penganalisasian terhadap masalah-masalah tertentu”.43

Menurut Jalaluddin

Rahmad, bahwa intelektual diartikan sebagai orang yang paham tentang sesuatu

hal dan mencoba membentuk lingkungannya dengan gagasan-gagasan yang

analisis dan normatif.44

Sedangkan perspektif Zawawi Imran, intelektual adalah orang yang

berilmu atau terpelajar yang benar-benar memahami akan keluh, senyum dan jerit 43

M. Quraisy Syihab, Membumikan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1999), 389.

44 Jalaluddin Rahmad, Islam Alternatif (Bandung: Mizan, 1993), 212.

24

masyarakat umum dan sanggup untuk meletakkan dan memikul semua

permasalahan.45

Dawam Rahardjo juga berkomentar mengenai definisi intelektual

tersebut, intelektual yang dimaksudnya adalah golongan terpelajar yang sekolah

atau bukan (termasuk drop out), yang peranannya tidak pasti berkaitan dengan

ilmu yang dipelajari atau profesi yang dikuasai, dan yang lebih penting, mereka

berperan sebagai kritikus sosial, bersikap emansipatoris atau liberatif, berpola

pikir yang hermeniutif dan bersifat politis, walaupun belum tentu seorang

politikus mereka adalah orang yang merasa dirinya bebas.46

Dengan demikian, dari beberapa ungkapan dan istilah diatas, dapat

dikatakan seorang intelektual ialah orang yang membentuk lingkungannya

dengan gagasan-gagasan yang analitis dan normatif melalui kepekaan dan

kemampuannya dalam melihat dan mengkaji segenap perkembangan yang

terdapat ditengah-tengah masyarakat. Singkat kata, seorang intelektual adalah

orang yang keberadaannya bermanfaat bagi orang lain atau masyarakat.

Lebih lanjut berbicara tentang intelektual dalam masyarakat Islam,

seorang intelektual bukan saja seorang yang hanya memahami sejarah bangsa dan

sanggup melahirkan gagasan-gagasan analitis dan normatis yang cemerlang,

melainkan juga menguasai sejarah Islam – seorang Islamogis. Untuk pengertian

ini al-Qur’an sebenarnya memiliki istilah khusus yang dikenal dengan istilah Ulul

45

Zawawi Imran, Unjuk Rasa Kepada Allah (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999), 189.

46Dawam Rahardjo, Intelektual Intelegensia dan Prilaku Politik Bangsa (Bandung: Mizan, 1999),

68.

25

Albab, mereka adalah orang yang diberi keistimewaan oleh Allah diantara

keistimewaannya ialah diberi hikmah, kebijaksanaan dan pengetahuan. Terdapat

tanda-tanda Ulul Albab diantaranya sebagai berikut: 47

Tanda pertama: Bersungguh-sungguh mencari ilmu, seperti disebutkan

dalam Al-Quran

Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-

orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat

yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat

mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang

berakal.48

Tanda kedua: Mampu memisahkan yang jelek dari yang baik, kemudian ia

pilih yang baik, walaupun ia harus sendirian mempertahankan kebaikan itu dan

walaupun kejelekan itu dipertahankan oleh sekian banyak orang. Allah

berfirman:

47

Jalaluddin Rahmad, Islam Alternatif..., 213.

48 al-Qur’an, 3: 7.

26

Katakanlah: "tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun

banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, Maka bertakwalah kepada

Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan."49

Tanda ketiga: Kritis dalam mendengarkan pembicaraan, pandai

menimbang-nimbang ucapan, teori, proposisi atau dalil yang dikemukakan oleh

orang lain. Sebagaimana firman Allah SWT.

Yang mendengarkan Perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di

antaranya. mereka Itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk

dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal.50

Tanda keempat: Bersedia menyampaikan ilmunya kepada orang lain

untuk memperbaiki masyarakatnya; diperingatkannya mereka kalau terjadi

ketimpangan, dan diprotesnya kalau terdapat ketidakadilan. Dalam firman Allah

SWT menjelaskan:

49

Ibid., 5: 100.

50 Ibid., 39: 18.

27

(Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya

mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui

bahwasanya Dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan agar orang-orang yang

berakal mengambil pelajaran.51

Tanda kelima: Tidak takut kepada siapa pun kecuali kepada Allah.

Berkali-kali Al-Quran menyebutkan bahwa ulul-albab hanya takut kepada Allah.

(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, Barangsiapa yang

menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak

boleh rafats, berbuat Fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa

mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya

Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal

adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang

berakal.52

Berdasarkan tanda-tanda u>lul al-alba>b yang telah disebutkan, maka u>lul

al-alba>b adalah sama dengan intelektual plus ketakwaan, intelektual plus

kesalehan. Di dalam diri ulul-albab berpadu sifat-sifat ilmuwan, sifat-sifat

intelektual, dan sifat orang yang dekat dengan Allah swt. Sebetulnya Islam

mengharapkan bahwa dari setiap jenjang pendidikan lahir u>lul al-alba>b, bukan

sekadar sarjana yang tidak begitu banyak gunanya, kecuali untuk mengerjakan

51

Ibid., 14: 52.

52 Ibid., 2: 197.

28

pekerjaan-pekerjaan rutin. Islam mengharapkan dari jenjang-jenjang pendidikan

lahir ilmuwan yang intelektual dan yang sekaligus ulul-albab.

B. Faktor-Faktor Pengembangan Intelektual

Kaum intelektual (umum) mampu berpikir bebas mencakup pengamatan

yang cermat terhadap gejala-gejala yang (ada) di suatu lingkungan, yaitu

pemahaman tentang gejala sebab-akibat itu dikorelasikan dengan gejala lain,

sehingga menghasilkan perubahan yang sangat cepat. Rumusan proses pemikiran

itu kemudian dikomunikasikan dalam suatu kesimpulan umum namun jelas,

sehingga menghasilkan perubahan yang terasa nyata, dan itulah produk

intelektual. “Terwujudnya ulama dan cendekiawan yang mumpuni secara

intelektual sekaligus teladan dalam akhlak perlu memiliki suatu sistem kaderisasi

di setiap lembaga pendidikan Islam” tutur Dr Ahmad Alim Lc, MA yang

merupakan pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa dan Sarjana (PPMS) Ulil

Albab. Upaya kaderisasi ini, merupakan implementasi salah satu firman Allah

dalam al-Quran Surat al-Taubah ayat 122.

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).

mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa

orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk

memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali

kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.53

53

al-Qur’an, 9: 122.

29

Menurut Alim, menguraikan beberapa penekanan yang perlu dilakukan

dalam melahirkan kelompok tafaqquh fii ad diin ini. Pertama, Ilmu. Paradigma

ilmu pengetahuan yang berkembang di Barat yang dikotomis. Agama sebagai

sistem nilai nun ilmiah dari ranah ilmu pengetahuan. Sementara dalam Islam,

agama khususnya wahyu merupakan sumber ilmu yang memiliki derajat lebih

tinggi dibanding sumber lain yang diperoleh melalui pengamatan maupun

penalaran. Membangun kembali paradigma integratif tentang ilmu pengetahuan

merupakan salah satu tugas besar dalam proses kaderisasi ulama.

Kedua, Adab. Selain agama, adab merupakan hal lain juga mulai

dipinggirkan dalam tradisi keilmuan. Akhlak dan keteladanan seorang ilmuwan

seringkali dilihat sebagai persoalan lain yang terpisah dalam kompetensi

keilmuan. Ilmuwan seakan-akan cukup diapresiasi dari aspek intelektualitasnya

saja, tidak dari aspek adabnya. Mengintegrasikan kembali aspek adab dengan

intelektual sebagai kompetensi seorang ilmuwan jadi hal penting lain yang perlu

diwujudkan.

Ketiga, Dakwah. Dakwah merupakan tanggungjawab setiap individu

muslim, terlebih lagi seorang ulama. Kemanfaatan ilmu seorang ilmuwan muslim

harus diukur sejauh mana ilmu yang dimilikinya dimanfaatkan untuk

menyebarkan nilai-nilai Islam menjadi sesuatu yang bersifat rahmatan lil alamiin.

Slogan “ilmu untuk ilmu” menjadi hal yang perlu dikikis dalam pemahaman

kader ulama.

30

Keempat, kemandirian. “Mukmin yang kuat lebih dicintai daripada

mukmin yang lemah”. Penekankan terhadap aspek kemandirian seorang ulama

merupakan penerapan hadits ini. Amanah dakwah tidak hanya meminta kesiapan

sumber daya manusia, juga kekuatan sumber daya materi. Membangun kader

ulama yang memiliki jiwa mandiri merupakan upaya menjawab kebutuhan

dakwah terhadap kesiapan umat dalam bentuk materi.

Unsur intelektual atau kecerdasan seseorang sangat penting guna menata

totalitas kehidupan, terutama bagi pemimpin. Karena pemimpin sebagai unsur

penggerak utama dalam sebuah tatanan organisasi. Diantara kecerdasan yang

dimiliki meliputi kecerdasan melihat, kecerdasan mendengar, kecerdasan

mengevaluasi, kecerdasan menilai, kecerdasan memutuskan dan menyelesaikan

masalah. Kecerdasan tersebut sudah diterapkan dalam tatanan totalitas di

Pondok Modern Darussalam Gontor.54

C. Karakteristik Intelektual

Untuk lebih dari mengenali intelektual seseorang dalam kehidupan nyata,

para ahli menguraikan karakteristik tersebut mulai karakteristik bawaan maupun

karakteristik yang telah termanifestasi dalam bentuk sikap dan perilaku. Menurut

Parke, karakteristik berbakat intelektual dapat dikelompokkan dalam tiga aspek,

yaitu:55

54

Abdullah Syukri Zarkasyi, Bekal Untuk Pemimpin Pengalaman Memimpin Gontor (Ponorogo:

Trimurti Press, 2011), 92.

55 Parke Beverly N, Gifted Students in Regular Classrooms (Massachusetts: Allyn & Bacon,

1989), 19.

31

1. Karakteristik Kognitif, diantaranya adalah:

a. Kemampuan yang tinggi dalam memanipulasi simbol-simbol

b. Kemampuan menghafal yang luar biasa

c. Tingkat pemahaman yang tinggi yang tidak biasa didapati pada anak

pada ummnya

d. Kemampuan untuk mengeneralisasikan sesuatu

e. Daya konsentrasi yang tinggi

f. Keingintahuan yang tinggi

g. Kemampuan belajar yang cepat

h. Ketertarikan pada berbagai pengetahuan

i. Kemampuan kognitif dan fisik yang baik

2. Karakteristik Afektif, diantaranya adalah:

a. Memiliki kepedulian terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan

sekitarnya

b. Lebih senang bergaul dengan orang yang lebih tua dengan usianya

c. Perfeksionis

d. Kemampuan dalam hal kepemimpinan

e. Moralistik yaitu mampu membedakan yang benar dan salah

f. Kemampuan untuk menemukan berbagai masalah

3. Karakteristik Kreativitas, diantaranya adalah:

a. Kemampuan untuk mengemukakan ide-ide baru

b. Kemampuan untuk melihat sesuatu secara keseluruhan

c. Kemampuan berfikir secara independen

32

d. Menikmati dan berani mencoba dengan ide, tindakan serta produktif.

Dari penjabaran diatas, dijelaskan bahwa terdapat persamaan persepsi

tentang karakteristik individu berbakat intelektual. Sehingga karakteristik –

karakteristik dasar yang disebutkan melekat pada individu berbakat intelektual

tersebut pada akhirnya berpengaruh pada sikap dan perilaku dalam kehidupan

sehari-hari. Sikap dan perilaku tersebut dapat juga diistilahkan sebagai ciri-ciri

individu berbakat intelektual.

Berdasarkan ilmu psikologi, kecerdasan intelektual dalam pandangan

Nana Syaodih merupakan kecakapan potensial, artinya kecakapan yang masih

tersembunyi atau kuncup yang akan terbuka dalam bentuk kecakapan-kecakapan

nyata. Individu yang memiliki kecerdasan tinggi mempunyai kemungkinan besar

untuk memiliki kecakapan nyata yang tinggi pula. Suatu perbuatan yang cerdas

ditandai oleh perbuatan yang cepat dan tepat. Cepat dan tepat dalam memahami

unsur-unsur yang ada dalam situasi, dalam melihat hubungan antar unsur, dalam

menarik kesimpulan serta dalam mengambil keputusan atau tindakan.56

Sebagaimana penjelasan diatas, karakteristik intelektual dapat

didefinisikan sebagai kelompok yang memiliki superioritas intelektual umum.

Intelektual pada diri seseorang merupakan potensi dasar yaitu sesuatu yang

sudah melekat sejak lahir dan berkembang sampai pada usia tertentu.

56

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung: Rosda Karya,

2007), 92.

33

D. Hakikat Pangertian Kurikulum

Sudah lazim dalam tradisi keilmuan ketika hendak membahas definisi

diawali dengan kajian bahasa sebagai pijakan awal. Secara etimologi, kata

“kurikulum” berasal dari bahasa Yunani yang pada awalnya digunakan dalam

bidang olah raga, yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak tempuh

yang harus dilalui dalam kegiatan berlari mulai dari start hingga finish. Dalam

perkembangannya, istilah kurikulum juga digunakan dalam dunia pendidikan

dalam arti mata pelajaran atau mata kuliah. Penggunaan istilah kurikulum dalam

dunia pendidikan dikenal kurang lebih sejak satu abad yang lalu. Sedangkan di

Indonesia istilah kurikulum boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun

50-an, oleh sarjana-sarjana lulusan Amerika Serikat.57

Secara termenologi menurut beberapa ahli, kurikulum dapat didefinisikan

sebagai berikut:

1. Stenhause menjelaskan “curriculum is the planned composite effort of

any school to guide pupil learning toward predetermined learning

outcome.”58 Kurikulum adalah usaha perencanaan dari pihak sekolah

untuk mengarahkan pembelajaran siswa guna mempersiapkan output

yang baik.

57

S. Nasution, Asas-asas Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 1-2.

58 Laurence Stenhouse, An Introduction to Curriculum Research and Development (London:

Heinemann Educational Books Ltd, 1975), 4.

34

2. George A.Beauchamp mengartikan kurikulum adalah “it as all activities

of children under the jurisdiction of the school”.59

Dalam pengertian ini

kurikulum mencakup segala kegiatan yang diatur dan direncanakan oleh

sekolah.

3. Ronald C.Doll mengemukakan “the curriculum of a school is the formal

content and process by which learner gain knowledge and understanding,

develop, skills and alter attitudes appreciations and values under the

auspice of that school”.60

Kurikulum sekolah adalah suatu muatan dan

proses, baik formal maupun informal yang diperuntukkan bagi siswa

untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman, mengembangkan

keahlian dan mengubah apresiasi sikap dan nilai di bawah naungan

sekolah.

4. Maurice Dulton berpendapat “the curriculum is now generally considered

to be all of the experiences that learners have under the auspices of the

school”.61

Kurikulum dipahami sebagai pengalaman-pengalaman yang

didapatkan oleh siswa dibawah naungan sekolah.

59

George A.Beauchamp, The Curriculum of The Elementary School (Boston: Allyn And

Bacon.Inc, 1968),4.

60 Ronald C.Doll, Curriculum Improvement Decision Making and Process (Boston: Allyn and

Bacon,1996), 15.

61 Maurice Dulton, The Prep/school-to-Work: Career Paths for All, NASSD Buletin, Januari,

1996, 60.

35

5. Colin J.Marsh dan George Willis dalam bukunya Curriculum Alternative

Approaches,Ongoing Issues mengadopsi beberapa definisi, baik yang

bermakna luas maupun sempit, yaitu:62

a. “Curriculum is such permanent subject as grammar, reading, logic,

rhetoric, mathematics, and the greatest books of the western world

that best embody essential knowledge”. Kurikulum adalah semacam

subjek permanen seperti tata bahasa, membaca, logika, retorika,

matematika, dan karya dunia barat yang mampu menumbuhkan

pengetahuan yang bersifat esensial.

b. “Curriculum is those subjects that are most useful for living in

contemporary society”. Kurikulum adalah subjek-subjek yang sangat

berguna untuk hidup dalam masyarakat kontemporer.

c. “Curriculum is all planned learnings for which the school is

responsible”. Kurikulum adalah semua pembelajaran yang

direncanakan untuk sekolah yang memiliki tanggung jawab.

d. “Curriculum is all the experiences learners have under the guidance of

the school”. Kurikulum adalah seluruh pengalaman yang didapatkan

seorang pelajar di bawah bimbingan sekolah.

e. “Curriculum is all the experiences that learners have in the course of

living”. Kurikulum adalah semua pengalaman yang didapatkan oleh

pelajar dalam rangkaian kehidupan.

62

Colin J. Marsh, George Willis, Curriculum Alternative Approaches, on Going Issues (New

Jersey: Merrill Prantice Hall, 1999), 8-9.

36

6. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional (Sisdiknas) pasal 1 ayat 19 menyatakan bahwa kurikulum

adalah: “Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,

dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan

pendidikan tertentu”.63

Pengertian kurikulum secara tradisional adalah sejumlah pelajaran yang

harus ditempuh oleh siswa untuk kenaikan kelas atau memperoleh ijazah.

Pengertian kurikulum secara modern adalah keseluruhan usaha sekolah untuk

mempengaruhi belajar baik berlangsung di kelas, di halaman maupun di luar

sekolah. 64

Seiring perkembangan zaman pengertian kurikulum semakin luas dan

sangat bervariasi, tetapi dari berbagai definisi tersebut dapat ditarik benang

merah, bahwa disatu pihak lebih menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah

dan di pihak lain lebih mengutamakan proses atau pengalaman belajar.

Namun inti kurikulum sebenarnya adalah pengalaman belajar yang sangat

terkait dengan melakukan berbagai kegiatan, interaksi sosial, di lingkungan

sekolah, proses kerja sama dengan kelompok, bahkan interaksi dengan

lingkungan fisik seperti gedung sekolah dan ruang sekolah. Dengan demikian

63

Suparlan, Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum dan Materi Pembelajaran,(Jakarta: PTBumi

Aksara, 2011), 36.

64 Hendyat Soetopo dan Wasty Soetopo, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum (Sebagai

subtansi Problem Administrasi Pendidikan), (Jakarta: PT.Bumi Aksara, 1993), 12-13.

37

pengalaman itu bukan sekedar mempelajari mata pelajaran, tetapi yang

terpenting adalah pengalaman kehidupan.65

Oleh sebab itu, menurut hemat penulis, kurikulum dapat disederhanakan

menjadi segala upaya (tujuan, rencana, metode, aturan) yang mengarah pada

tercapainya tujuan ideal sebuah lembaga pendidikan.

E. Komponen-Komponen Kurikulum

Kurikulum sebagai suatu keseluruhan memiliki komponen-komponen

yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya, yakni tujuan,

materi, metode atau strategi dan evaluasi.

1. Tujuan Kurikulum

Kurikulum harus mempunyai tujuan yang jelas agar keberhasilan mudah

diukur. Tujuan inilah yang akan mengendalikan semua kegiatan yang ada

serta mempengaruhi komponen-komponen yang lain. Dalam merumuskan

sebuah kurikulum perlu diketahui dua hal. Pertama, pengembangan

tuntutan,kebutuhan dan kondisi masing-masing. Kedua, didasarkan atas

pemikiran yang terarah pada pencapaian nilai-nilai filosofis terutama filsafat

negara.66

Sementara itu sumber-sumber tujuan berasal dari kebudayaan

masyarakat, individu dan mata pelajaran itu sendiri.67

65

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2005), 1.

66 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2004), 103.

67 Ibid., 194.

38

Dalam merumuskan tujuan terutama pada wilayah prilaku, para ahli

kurikulum banyak memperoleh prilaku dari pikiran-pikiran kritis buku-buku

Taxonomy Of Educational Objectives karya Benyamin S. Bloom (1956).

Menurutnya tujuan-tujuan pendidikan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu

bidang kognitif, afektif dan psikomotorik. Bidang kognitif berkenaan dengan

pengetahuan, pengertian, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Bidang

afektif berkaitan dengan sikap, nilai-nilai, interest, minat dan apresiasi.

Bidang psikomotorik mencakup keterampilan,kemampuan, kebiasaan dan

keterampilan fisik dan mental.68

2. Materi atau Bahan Ajar Kurikulum

Hilda Taba memberikan kriteria tentang bahan ajar, sebagai berikut:

a. Materi harus s}ah{ih{ (valid) dan berarti (signifikan), artinya harus

menggambarkan data mutahir. Meskipun fakta dan informasi mempunyai

kecenderungan berubah seiring dengan hadirnya fakta-fakta baru yang

muncul dan sebalknya dipilih fakta yang mengandung prinsip, dasar, ide

pokok, generalisasi sehingga akan lebih permanen.

b. Materi harus relevan dengan kenyataan sosial kultural agar peserta didik

lebih mach dengan kehidupan mereka. Materi yang mencerminkan

kehidupan sosiokultural itu akan sesuai dengan kebudayaan

masyarakatnya.

68

S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum (Bandung: Jemmars, 1986), 182.

39

c. Materi harus mengandung keseimbangan (balanced) antara keluasan dan

kedalaman, artinya materi yang mendasar yang bersifat ide pokok

tersebut dijabarkan pada bidang-bidang yang lebih spesifik.

d. Materi harus mencakup berbagai ragam tujuan, baik berupa pengetahuan,

sikap, keterampilan, berfikir dan kebiasaan.

e. Materi harus disusun dengan kemampuan peserta didik dan dapat

dihubungkan dengan pengalamannya dan keragaman kemampuan menjadi

hal yang perlu diperhatikan.

f. Materi harus disesuaikan dengan kebutuhan dan minat peserta didik.69

3. Strategi Kurikulum

Strategi kurikulum dimaksudkan usaha untuk menerjemahkan bahan yang

ada dalam kurikulum agar dapat menjadi pengalaman belajar siswa. Jika

kurikulum itu masih berupa rencana, ide atau harapan yang harus

diwujudkan, maka strategi itulah yang berhubungan dengan bagaimana

kurikulum itu dilaksanakan.

Strategi pelaksanaan suatu kurikulum tergambar dari cara yang ditempuh

dalam melaksanakan pengajaran, mengadakan penilaian, penyuluhan serta

cara dalam mengatur kegiatan.70

69

Hilda Taba, Curriculum Development: Theory and Practice (Harcourt: Brace & World, 1962),

56.

70 Hendayat Soetopo, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum (Jakarta: Bumi Aksara,1993),

36.

40

4. Evaluasi Kurikulum

Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian

terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat

ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui

kurikulum yang bersangkutan. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas,

evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara

keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi

tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi,

kelayakan program.71

F. Macam-Macam Model Konsep Pengembangan Kurikulum

Menurut Nana Syaodih Sukmadinata, model konsep kurikulum muncul

sebagai implikasi dari adanya berbagai aliran dalam pendidikan, antara lain aliran

pendidikan pribadi melahirkan konsep kurikulum aktualisasi diri atau humanistik,

aliran pendidikan klasik-tradisional melahirkan konsep rasionalisasi atau subjek

akademis, aliran pendidikan interaksional melahirkan konsep kurikulum

rekontruksi sosial, dan pendidikan teknologis melahirkan konsep kurikulum

teknologis.72

1. Konsep Kurikulum Humanistik (Aktualisasi Diri)

Kurikulum ini lebih mengutamakan perkembangan pengetahuan anak sebagai

individu dalam segala aspek kepribadiannya. Anak merupakan satu kesatuan yang

71

Adiwikarta, Kurikulum Yang Berorientasi Pada Kekinian, Kurikulum Untuk Abad 21 (Jakarta:

Grasindo, 1994), 35.

72 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori..., 81.

41

utuh. Tujuan pendidikan adalah untuk membina anak secara utuh, baik fisik,

mental, intelektual, maupun aspek-aspek afektif lainnya, seperti sikap, minat,

bakat, motivasi, emosi, perasaan, dan nilai. Kurikulum humanistik bersifat child-

centered yang menekankan ekspresi diri secara kreatif, individualitas, dan

aktifitas pertumbuhan dari dalam, bebas paksaan dari luar. Adapun ciri-ciri

kurikulum humanistik adalah:73

a. Partisipasi, artinya peserta didik terlibat secara aktif merundingkan apa

yang akan dipelajari.

b. Integrasi, artinya adanya integrasi antara pikiran, perasaan dan tindakan.

c. Relevansi, artinya terdapat kesesuaian antara materi pelajaran dan

kebutuhan pokok serta kehidupan anak ditinjau daari segi emosional dan

intelektual.

d. Pribadi anak, merupakan sasaran utama yang harus dipelajari agar anak

dapat mengenal dirinya.

e. Tujuan, yaitu mengembangkan diri anak sebagai suatu keseluruhan dalam

masyarakat manusiawi.

Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep dasar kurikulum juga

mempunyai ciri tersendiri, antara lain :

a. Tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan pribadi yang utuh dan dinamis

agar memiliki integrasi tinggi dan sikap positif.

73

Ibid., 88.

42

b. Materi, yaitu menyediakan pengalaman yang berharga bagi setiap anak

yang dapat membantu pertumbuahn dan perkembangannya pribadinya

secara utuh.

c. Proses, yaitu terbangunnya hubungan emosional yang kondusif antara

guru dan siswa.

d. Evaluasi, yaitu lebih mengutamakan proses daripada hasil, karena sifatnya

subjektif baik dari guru maupun siswa.

Kurikulum humanistik memandang aktualisasi diri sebagai suatu kebutuhan

yang mendasar. Tiap anak memiliki self masing-masing yang harus dibangkitkan

dan dikembangkan, sekalipun sering tidak dikenali dan tidak disadari bahkan

cenderung tersembunyi.

2. Konsep Kurikulum Subjek Akademis (Rasionalisasi)

Kurikulum rasionalisasi atau subjek akademik berisi tentang pengetahuan.

Pengetahuan merupakan warisan budaya pada masa lampau dan akan tetap

diwariskan kepada generasi yang akan datang. Pengetahuan tersebut berisi

sejumlah mata pelajaran.

Peserta didik yang berada disekolah harus mempelajari semua mata pelajaran.

Tujuannya adalah agar peserta didik menguasai pengetahuan. Dengan demikian,

pendidikan lebih bersifat pengembang intelektual.

Kurikulum ini lebih mengutamakan pengetahuan, oleh karena itu

pendidikannya lebih bersifat intelektual. Kegiatan belajarnya lebih banyak

diarahkan untuk menguasai isi sebanyak-banyaknya. Isi kurikulum diambil dari

disiplin-disiplin ilmu yang telah direorganisasi sesuai dengan tujuan pendidikan.

43

Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep kurikulum subjek akademis

memiliki karakteristik tertentu, antara lain:74

a. Tujuan, yaitu mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui

penguasaan disiplin ilmu.

b. Isi atau materi, yaitu mengambil dari berbagai disiplin ilmu yang telah

disusun oleh para ahli, kemudian direorganisasikan sesuai kebutuhan

pendidikan.

c. Metode, yakni menggunakan metode ekspositori, inkuiri-diskoveri dan

pemecahan masalah.

d. Evaluasi, yaitu menggunakan jenis dan bentuk evaluasi yang bervariasi,

seperti formatif dan sumatif, tes dan nontes.

Konsep kurikulum ini mendapat kritikan tajam dari berbagai aliran pendidikan

lainnya. Kritikan tersebut sekaligus menunjukan kelemahan dari konsep

kurikulum ini, yakni :

a. Konsep kurikulum ini terlalu menonjolkan domain kognitif akademis

sehingga domain afektif, psikomotorik, sosial, emosional menjadi

terabaikan.

b. Konsep yang dikembangkan belum tentu sesuai dengan minat dan

kebutuhan anak.

c. Tidak semua peserta idik dapat memahami dan menggunakan metode

ilmiah untuk mempelajari disiplin ilmu.

d. Tidak semua anak akan menjadi ilmuawan profesioal.

74

Ibid., 84.

44

e. Guru tidak atau jarang terlibat dalam penelitian karena tidak menguasai

metode ilmiah (scienitific method)

Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan di atas dalam perkembangannya

dilakukan beberapa penyempurnaan, yaitu dengan mendorong penggunaan

intuisi dan tebak-tebakan guna mengimbangi penekannya pada proses

berpikir.

3. Konsep Kurikulum Rekontruksi Sosial

Kurikulum ini bersumber dari aliran pendidikan intraksional yang

menekankan interaksi dan kerja sama antara siswa, guru, kepala sekolah, orang

tua dan masyarakat. Menurut pemahaman kurikulum rekontruksi sosial bahwa

kepentingan sosial harus diletakkan diatas kepentingan pribadi atau golongan.

Asumsinya adalah perubahan sosial merupakan tangguang jawab masyarakat dan

masih ada kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat. Tujuan utama

kurikulum ini adalah mengembangkan kemampuan siswa untuk menghadapi

masalah-masalah yang ada dalam masyarakat. Menurut S. Nasution (1991),

konsep kurikulum ini memiliki dua kelompok, yaitu "bersifat adaptif dan

reformatories". Adaptif dimaksudkan agar individu dapat menyesuaikan diri

dalam menghadapi segala macam bentuk perubahan. Siswa harus kuat fisik dan

mental dalam mempertahankan dinamika hidupnya, sedangkan kelompok

reformis menginginkan agar individu tidak hanya mampu menghadapi masalah-

masalah yang akan datang, tetapi harus turut aktif dalam mengadakan perubahan

45

yang diinginkan. Ada beberapa ciri dari desain kurikulum rekonstruksi sosial

yaitu:75

a. Asumsi. Tujuan utama kurikulum rekonstruksi sosial adalah

menghadapkan para siswa pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan

atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia. Karena masalah-masalah

masyarakat bersifat universal, sehingga hal ini dapat dikaji dalam

kurikulum.

b. Masalah-masalah sosial yang mendesak. Kegiatan belajar berpusat pada

masalah-masalah sosial yang mendesak. Masalah-masalah tersebut

dirumuskan dalam pertanyaan. Pertanyaan tersebut mengundang

pengungkapan lebih mendalam, bukan saja dari buku-buku dan kegiatan

laboratorium tetapi juga dari kehidupan nyata dalam masyarakat.

c. Pola-pola organisasi. Pada tingkat sekolah menengah,pola organisasi

kurikulum disusun seperti roda. Di tengah-tengahnya sebagai poros dipilih

suatu masalah yang menjadi tema utama. Dari tema utama dijabarkan

sejumlah topik yang dibahas dalam diskusi-diskusi kelompok, latihan-

latihan dan kunjungan. Topik-topik dengan berbagai kegiatan kelompok

ini merupakan jari-jari. Semua kegiatan jari-jari tersebut dirangkum

menjadi satu kesatuan sebagai bingkai atau velk.

4. Konsep Kurikulum Teknologis

Konsep kurikulum teknologis dapat berbentuk aplikasi teknologi pendidikan

dan dapat juga berbentuk penggunaan perangkat keras dan lunak dalam

75

Ibid., 92.

46

pembelajaran. Prosedur pembelajaran didasarkan pada psikologi behaviourisme

dan teori stimulus-respon. Artinya, tujuan yang dirumuskan harus berbentuk

perilaku yang dapat diukur dan diamati serta diarahkan untuk menguasai sejumlah

kompetensi. Perkembangan teknologi pada abad ini sangatlah pesat.

Perkembangan teknologi tersebut mempengaruhi semua bidang, termasuk bidang

pendidikan. Sejak dulu pendidikan telah menggunakan teknologi, seperti papan

tulis, kapur, dan lain-lain. Namun, sekarang seiring dengan kemajuan teknologi

banyak alat (tool) seperti audio,video, overhead projector, film slide, dan motion

film, internet, komputer serta banyak alat-alat lainnya. Ciri-ciri kurikulum yang

dikembangkan dari konsep teknologis pendidikan (kurikulum teknologis), yaitu:76

a. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam

bentuk perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi

dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut objektif atau tujuan

instruksional.

b. Metode yang digunakan biasanya bersifat individual, kemudian pada saat

tertentu ada tugas-tugas yang harus dikerjakan secara kelompok.

c. Organisasi bahan ajar atau isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu,

tetapi telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan

sesuatu kompetensi.

d. Evaluasi. Kegiatan evaluasi dilakukan setiap saat, pada akhir suatu

pelajaran, suatu unit atau semester. Evaluasi yang digunakan pada

76

Ibid., 97-98.

47

umumnya berbentuk tes objektif, karena evaluasi ini menekankan sifat

ilmiah dari landasan pemikiran siswa.

Pengembangan kurikulum teknologis berpegang pada beberapa kriteria, yaitu:

a. Prosedur pengembagan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh

pengembang kurikulum yang lain.

b. Hasil pengembangan terutama yang berbentuk model adalah yang bisa

diuji coba ulang, dan hendaknya memberikan hasil yang sama.

Inti dari pengembangan kurikulum teknologis adalah penekanan pada

kompetensi, efisiensi dan efektifitas. Pengembangan dan penggunaan alat dan

media pengajaran bukan hanya sebagai alat bantu tetapi bersatu dengan program

pengajaran dan ditujukan pada penguasaan kompetensi. Dalam pengembangan

kurikulum teknologis kerjasama dengan para penyusun program dan penerbit

media elektronik serta media cetak. Pengembangan pengajaran yang betul-betul

berstruktur dan bersatu dengan alat dan media membutuhkan biaya yang tidak

sedikit. Ini merupakan hambatan utama dalam pengembangan kurikulum

teknologis.

Sebagaimana konsep kurikulum yang lain, konsep kurikulum teknologis juga

mempunyai kelemahan, antara lain sulit menyampaikan bahan pelajaran yang

bersifat kompleks atau materi pelajaran yang membutuhkan tingkat berfikir tinggi,

sulit mengembangkan domain afektif, sulit melayani kebutuhan siswa secara

perseorangan (bakat, sikap, minat) dan siswa cepat bosan.

48

G. . Landasan Pengembangan Kurikulum

Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang

sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya

peranan kurikulum dalam pendidikan dan perkembangan kehidupan manusia,

maka dalam mengembangkan kurikulum diperlukan landasan-landasan sebagai

pondasi. Asas-asas inilah yang harus dijadikan acuan bagi seorang perumus

kurikulum, jika tidak maka hasil kerja pengembangan tidak akan memiliki nilai

efektifitas terhadap terwujudnya tujuan-tujuan pendidikan. Landasan

pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat penting. Ibaratsebuah

bangunan bertingkat, harus berpijak di atas pondasi yang kokoh dan kuat,

sehingga saat terjadi goncangan atau diterpa angin badai tidak mudah rapuh dan

tetap angkuh berdiri.

Demikian halnya kurikulum, apabila tidak memiliki dasar pijakan yang

kuat, maka akan mudah terombang-ambing dan yang dikorbankan adalah

manusia (peserta didik) sebagai out put lembaga pendidikan tersebut. Secara

sederhana landasan mengandung arti suatu gagasan atau kepercayaan yang

menjadi sandaran, suatu prinsip yang mendasari. Misalnya, landasan

kepercayaan agama yang menjadi titik tolak munculnya ketaatan dalam bentuk

lahir yakni ibadah. Dengan demikian, landasan pengembangan kurikulum

dapat diartikan sebagai suatu gagasan, suatu asumsi, atau prinsip yang menjadi

sandaran atau titik tolak dalam melakukam kegiatan mengembangkan kurikulum.

49

Sedangkan pengembangan kurikulum harus berdasarkan empat pijak-

landas, yaitu:

1. Landasan Filosofis

Rumusan strategis dari landasan filosofis merupakan konseptual dan

idealitas tentang sasaran pendidikan (tujuannya?), proses pendidikan

(bagaimana caranya?), pendidik-siswa (siapa peserta didik, dan siapa

pendidik?). Setiap lembaga pendidikan bertujuan mendidik anak menjadi

manusia yang baik. Apakah hakikat baik itu tergantung dan ditentukan

oleh nilai-nilai, cita-cita ideal atau filsafat yang dianut oleh masyarakat,

negara, bahkan dunia. Landasan ini berkenaan dengan tujuan pendidikan

yang sesuai dengan filsafat negara.

2. Landasan Psikologis

Rumusan strategis dari landasan psikologis adalah rumusan-rumusan

mengenai sejumlah analisa rencana belajar untuk pengalaman yang sesuai

dengan perkembangan psikologi siswa, karakteristik siswa, metode

belajar-mengajar dengan mengkaji sejumlah konsep-konsep dan teori-

teori belajar. Landasan kedua ini memeperhitungkan faktor anak, yakni:

a. psikologi anak, perkembangan anak, b. psikologi belajar, bagaimana

proses belajar berlangsung.

3. Landasan Sosiologis

Sedangkan landasan sosiologis mengandung rumusan konseptual tentang

hal-hal yang menyangkut sosial budaya dan kemasyarakatan (siswa,

keluarga, masyarakat) sebagai pengguna jasa pendidikan. Dalam konsep

50

ini terdapat adanya perubahan tata nilai, perubahan tuntutan kehidupan,

dan perubahan tuntutan kerja dan sebagainya.

4. Perkembangan IPTEK

Terkait dengan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)

mengarah pada pertimbangan masa depan pendidikan dengan mengadopsi

teori-teori baru dan juga teknologi baru untuk diinternalisasikan ke dalam

pengembangan kurikulum pendidikan.77

Untuk memberikan gambaran tentang landasan dan prinsip

pengembangan kurikulum dapat dilihat pada skema berikut ini:

Landasan Pengembangan Kurikulum

77

Ibid., 2. Sementara Nasution tidak memasukkan IPTEK sebagai landasan pengembangan

kurikulum, akan tetapi dia mencantumkan asas organisatoris sebagai pijakan keempat.

Menurutnya, asas organisatoris ini berkenaan dengan bagaimana bentuk pelajaran akan disajikan.

Menurut hemat penulis, pilihan untuk tidak mencantumkan IPTEK sebagai landasan dikarenakan

sudah terwakili oleh landasan sosiologis. Sedangkan para ahli yang tidak mencantumkan landasan

organisatoris sebagaimana Nasution, telah menganggap include dalam landasan psikologis

belajar. Nasution, Asas-asas Kurikulum,11-14.